Oleh:
BUDI UTOMO
NIP: 132 305 100
Staf Pengajar Departemen Kehutanan
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana atas rahmat-Nya penulis masih
diberi kesehatan sehingga dapat menyelesaikan tulisan yang sederhana ini.
Pemanasan global yang terjadi merupakan dampak dari semakin majunya
teknologi yang diikuti dengan penggunaan ahan bakar berbasis fosil, peralatan perang,
dan lain sebagainya yang pada akhirnya berdampak pada timbulnya gas rumah kaca.
Tingginya kandungan CO2, CH4, CFC, dll dalam atmostir bumi menyebabkan
peningkatan suhu bumi yang pada akhirnya menyebabkan pergeseran iklim yang sulit
diprediksi. Kerusakan hutan khususnya akibat kebakaran erat kaitannya dengan
sumbangsih Indonesia pada efek pemanasan global tersebut. Kajian pemanasan global
ini penting untuk memberi masukan bagi kita akan pentingnya kelestarian hutan dalam
rangka mereduksi efek tersebut.
Pada kesempatan ini penulis berhasrat ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berpartisipasi dalam membantu penyediaan literatur yang
diperlukan.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, karenanya
kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan tulisan-tulisan berikutnya. Akhir
kata penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua. Amien.
Budi Utomo
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
PENDAHULUAN 1
PEMANASAN GLOBAL 4
Perubahan peruntukan lahan 7
Intensitas karbon dan emisi per-kapita 8
Dampak yang terjadi 9
Pencegahan 11
PUSTAKA 16
ii
Halaman
1. Pembukaan areal pertanian yang melibatkan kegiatan pembakaran hutan. 7
2. Uji coba penggunaan bahan bakar ramah lingkungan (biodiesel) di 11
Indonesia.
iii
Di masa lalu Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan hutan alam
tropis terluas di dunia, memiliki keanekaragaman hayati tertinggi, sehingga dijuluki
"Zamrud Khatulistiwa" dan diharapkan mampu menjadi "penjaga" keseimbangan
keberlangsungan dan kelestarian ekosistem bumi, posisi Indonesia kini justru sangat
mengenaskan.
Secara tragis, Indonesia kini justru dikenal sebagai salah satu penyumbang emisi gas
rumah kaca (GRK) terbesar di dunia yang salah satu dampaknya menimbulkan perubahan
iklim yang bisa mengancam kelangsungan hidup manusia di planet Bumi ini. Ini bisa terjadi
karena, jujur saja, akibat perilaku buruk kita dalam mengelola alam Indonesia.
Laporan ilmiah Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang
dikeluarkan di Paris, 2 Februari 2007, secara tegas menyebutkan besarnya polah
manusia sebagai penyebab perubahan iklim. Menurut laporan ini, sebagaimana
disiarkan organisasi lingkungan hidup Indonesia, Pelangi, memberikan kemungkinan
sampai 90 persen bahwa aktivitas manusia merupakan penyebab perubahan iklim
itu. Ini lebih tinggi daripada laporan terakhir pada 2001 yang menyebutkan bahwa
kemungkinannya hanya 66 persen.
Menurut IPCC, konsentrasi gas-gas karbondioksida (CO2), metana, dan dinitro-
gen oksida (N20), meningkat pesat sejak 1750 sehingga konsentrasi saat ini jauh lebih
tinggi dibandingkan sebelum era industri. Peningkatan konsentrasi CO2 terutama
disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil serta alih fungsi hutan menjadi lahan
ekonomis, sementara aktivitas pertanian menyebabkan peningkatan konsentrasi gas
metana dan dinitrogen oksida.
Perubahan Iklim
Banyak yang tidak sadar kalau belakangan ini suhu udara dan perubahan
cuaca telah berdampak luas terhadap berbagai sendi kehidupan manusia.
Siang hari (tahun 2007 ini), sebagai contoh di kota Medan suhu udara bisa mencapai
35 sampai 36 derajat celsius. Sektor lainnya seperti pertanian pun terkena imbasnya.
Banyak tanaman yang mati akibat kekeringan, banyak petani yang berpikir berkali-
kali untuk memulai pertanaman. Tanpa disadari oleh banyak orang, bahwa sebenamya
saat ini telah terjadi peningkatan suhu udara dunia akibat terjadinya pemanasan global.
Bumi pun terasa makin panas belakangan.
Gejala alam ini mulai diteliti secara aktif mulai dekade tahun 1980-an dan
hasilnya sangat mengejutkan para ahli lingkungan karena kengerian akan
dampak yang dikuatirkan muncul kemudian. Carbon Dioksida (CO 2 ) dan
beberapa jenis gas lainnya (CH4, N20, CFC), sisa pembakaran bahan bakar
minyak bumi temyata telah.memenuhi atmosfer bumi dan seolah menciptakan
(dinding kaca) yang menjebak panas sinar matahari tertahan di permukaan bumi,
fenomena ini dikenal sebagai efek rumah kaca.
Para ahli cuaca internasional memperkirakan bahwa planet bumi bakal
mengalami kenaikan suhu rata-rata 3,5 oC memasuki abad mendatang sebagai efek
akumulasi penumpukan gas tersebut. Akibat yang muncul cukup mencemaskan antara
lain meliputi : kenaikan permukaan laut akibat proses pencairan es di kutub; perubahan
pola angin; meningkatnya badai atmosferik; bertambahnya populasi dan jenis
organisme penyebab penyakit yang berdampak pada kesehatan; perubahan pola curah
hujan dan siklus hidrologi serta perubahan ekosistem hutan, daratan dan ekosistem
lainnya.
Para pakar lingkungan dunia selama bertahun-tahun telah mencoba mengum-
pulkan bukti-bukti ilmiah yang dapat menjelaskan fenomena alam ini, dan hasilnya
cukup mengejutkan yaitu, iklim mulai tidak stabil. Pada Juni 1998 di Tibet terjadi
gelombang udara panas, temperatur berkisar 25 oC selama 23 hari, kejadian ini belum
pernah terjadi sebelumnya. Kawasan Siberia, Eropa Timur dan Amerika Utara yang
dikenal udaranya sangat membekukan tulang kini mulai menghangat.
Sementara Kairo pada Agustus 1998 tercatat suhu udara menembus angka 41 oC.
Pada Agustus 1998 di Sidney Australia terjadi badai besar disertai hujan dengan curah
cucu kita. Mari kita wariskan bumi yang bersih dan generasi mendatang.
Peringkat suatu negara dalam penghitungan emisi global ini sangat tergantung
kepada jenis gas yang dihitung. Jika dihitung dari sumbangsihnya akibat perubahan
peruntukan lahan dan gas non CO2, maka Indonesia berada di posisi keempat.
Indonesia hanya berada di peringkat ke-25 dalam total emisinya jika dilihat dari
sumbangsih CO2 akibat penggunaan bahan bakar fosil. Nasib sama juga dialami Brazil,
yang jika dengan penghitungan perubahan peruntukan lahan dan gas non CO2, negara ini
naik dari peringkat ke-17 menjadi peringkat kelima. "Bersama-sama, kedua negara
mengumpulkan kira-kira 50 persen dari total perkiraan emisi CO2 global tahunan dari
perubahan peruntukan lahan," sebut hasil penelitian ini.
Intesintas karbon, yaitu tingkat emisi CO2 per unit dari keluaran ekonomi
(economic output), di Indonesia juga meningkat. Sepanjang 1990-2000, intensitas
karbon di Indonesia, bersama-sama dengan Arab Saudi, Ukraina dan Brazil, naik secara
signifikan.
Untuk emisi per kapita, "sumbangsih" Indonesia bersama-sama negara-negara lain
juga memprihatinkan. Empat negara berkembang terbesar, yakni China, India, Indonesia
Sudah sejak lama para ahli mengkawatirkan efek yang timbul dari aktifitas
manusia di permukaan bumi seperti pembakaran bahan bakar fosil untuk kendaraan,
proses industri, penyediaan listrik dan proses penebangan hutan yang dapat
mengeluarkan sejumlah besar Gas Rumah Kaca (GRK) yang menutupi lapisan azon di
atmosfer bumi. Semakin tebal GRK menutupi lapisan di atmosfer menyebabkan panas
yang dipancarkan matahari ke bumi terperangkat. Akibatnya temperatur permukaan
bumi perlahan-lahan terus mengalami peningkatan. Peningkatan ternperatur ini disebut
pemanasan global.
Terjadinya pemanasan global ditandai dengan terjadinya perubahan iklim yang
secara cepat menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan manusia dan lingkungan, baik
pada saat sekarang maupun waktu yang akan datang. Misalnya pemanasan global
diperkirakan menyebabkan terjadinya kenaikkan suhu bumi rata-rata. Di Indonesia
kenaikkan telah terjadi peningkatan suhu udara sebesar 0,3 oC sejak tahun 1990, dan
peningkatan ini diperkirakan akan terus terjadi. Selain itu akibat dari pemanasan global
juga mempengaruhi kondisi hutan. Dengan perubahan iklim diperkirakan akan terjadi
pergantian beberapa spesies flora dan fauna yang terdapat di dalam hutan. Beberapa
spesies akan terancam punah karena tidak mampu beradaptasi, sedangkan spesies yang
mampu bertahan akan berkembang tidak terkendali. Begitu juga dengan kebakaran
hutan akibat terjadinya peningkatan suhu udara di lingkungan sekitar hutan semakin tidak
dapat terelakkan. Peningkatan suhu yang terjadi dalam masa yang cukup lama, seperti
musim kemarau panjang mengakibatkan mudah terbakar ranting-ranting atau daun-daun
akibat gesekan yang ditimbulkan.
Dampak lain dari pemanasan global juga terjadi pada pertanian karena adanya
pergeseran musim dan perubahan pola hujan. Pada umumnya semua bentuk sistem
pertanian sangat sensitif terhadap variasi iklim. Terjadinya keterlambatan musim
tanam atau panen akan memberikan dampak yang besar baik secara langsung maupun
tidak langsung, seperti ketahanan pangan, industri pupuk, transportasi dan lain
sebagainya.
Meningkatnya frekwensi penyakit tropis, seperti malaria dan demam berdarah
Pencegahan
Dengan berbagai akibat perubahan iklim tersebut, tak terkecuali yang melanda
Indonesia, yang lebih utama disebabkan oleh tingkah dan polah manusia, maka untuk
memperbaikinya juga harus memperbaiki perlakuan manusia terhadap alam atau bumi
secara global pula. Kita dituntut untuk mengubah gaya hidup kita yang selama ini tidak
ramah kepada lingkungan hidup.
S
ebagai
langka
h
penceg
ahan
yang
bisa
dilakuk
an
untuk
menahan laju perubahan iklim yang berakibat ekstrim itu adalah dengan mengurangi
emisi GRK hasil aktivitas manusia. Caranya antara lain bisa dengan menggunakan
bahan bakar dari sumber energi yang lebih bersih atau menggunakan sumber energi
terbarukan. Biodiesel, gas, tenaga matahari atau biomassa merupakan sumber energi yang
ramah terhadap lingkungan.
Sebuah penelitian di satu industri manufaktur di Cilegon, penggunaan gas bisa
menurunkan emisi GRK di industri ini hingga sebesar 31 persen dibandingkan ketika
menggunakan batubara. Langkah penting lainnya adalah Pemerintah Indonesia harus
segera mengubah kebijakannya dalam pembangunan yang sedang dilakukan. Dalam
setiap kebijakan ini, maka aspek lingkungan hidup mesti menjadi salah satu pertimbangan
utama. Kemudian, secara global, negara ini juga harus lebih meningkatkan peran
aktifnya dalam menjaga lingkungan hidup dunia dengan mengacu kepada Protokol Kyoto,
yang sudah diratifikasi menjadi Undang-undang (UU) No 17/2004.
Bagi Indonesia, ini sangat penting. Karena ternyata, perubahan iklim tersebut akan
berdampak sangat besar bagi Indonesia, seperti menurunnya produksi pangan,
terganggunya ketersediaan air dan meningkat dan meluasnya kasus penyakit. Semua
langkah ini, implementasinya membutuhkan perilaku dan cara pandang lebih ramah
terhadap alam. Jika perilaku dan pandangan terhadap alam masih seperti saat ini, maka
bukan tidak mungkin negeri kita yang dulu dikenal sebagai negeri Zamrud Khatulistiwa-
menjadi sebuah negeri yang paling menderita akibat perubahan iklim tersebut.
Alternatif Penanggulangan
Moratorium
Malau F. 1 April 2007. Dicari alternatif mengurangi gas rumah kaca. Analisa: 16 (1-
3).
Sukma GA. 1 April 2007. Wajah buruk Indonesia dalam perubahan iklim. Analisa:
16 (1-3).
Purba JR. 2007. Moratorium hutan harus segera terlaksana. Analisa: 16 (4-5).
Pardede. JP. 22 Desember 2007. Ketika bumi makin panas. Analisa: 15 (1-3).
Bardaisyah. 8 Oktober 2007. peningkatan suhu udara sudah terjadi sejak 30 tahun
terakhir. Analisa: 15 (1-3).