Anda di halaman 1dari 13

SUMBER AJARAN AGAMA ISLAM

Dibuat sebagai tugas mata kuliah


Agama Islam

Oleh :Kelompok 3

Anisa Eka Fitriyani


Ahmad Zulfikar
Kelas : 1TB04

Jurusan Teknik Arsitektur


Universitas Gunadarma
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah
kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah “Sumber Agama
dan Ajaran Agama Islam”.

Dalam penyusunan makalah ini kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun
sendiri maupun kepada pembaca umumnya. Kami mohon maaf apabila ada kekurangan maupun
kesalahan pada penulisan makalah ini.

Alhamdulillahirabbil’aalamin, tiada kata yang pantas terucap selain rasa syukur yang tak
berhingga kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat, rahmat, ridho, hidayah, dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Penulisan makalah ini dilakukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Agama Islam. Dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ibu Kuswati selaku
dosen mata kuliah Agama Islam.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak dijumpai kekurangan, oleh
karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikannya di kemudian
hari.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri
dan para pembaca pada umumnya.

Anisa Eka Fitriyani

Ahmad Zulfikar
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin
terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di
dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan agung. Islam
mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi
kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai
waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-
feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan
bersikap positif lainnya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa saja sumber ajaran agama Islam?
2. Bagaimana penjelasan isi dan sistematika Al-Qur’an?
3. Bagaimana penjelesan fungsi hadits?
4. Bagaimana fungsi Ra’yu?

1.3. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah :


1.Memenuhi salah satu tugas mata kuliah pendidikan Agama Islam
2.Menjelaskan secara jelas agama dan ajaran Agama Islam
3.Memahami dan mengetahui tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah (Al-Hadist)
4.Memahami tentang Ra’yu dan metodenya yang dilaksanakan dengan Ijtihad
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sumber Agama dan Ajaran Agama Islam

Agama Islam bersumber dari Al-Qur’an yang memuat Wahyu Allah dan al-hadist
yang memuat sunnah Rasulullah. komponen agama Islam dan unsur utama ajaran Islam
( akidah, syariah , dan akhlak ) di kembangkan dengan Ra’yu atau akal pikiran manusia yang
memenuhi syarat untuk mengembangkannya. Yang dikembangkan adalah ajaran agama dan
yang terdapat dalam Al-Qur;an dan Al-hadist. Dengan kata lain,yang dikembangkan lebih
lanjut supaya dapat dipahami manusia adalah wahyu Allah dan sunnah Rasul yang
merupakan agama Islam.
Hukum artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya. Hukum Islam disebut
juga syariat atau hukum Allah SWT, yaitu hukum atau undang-undang yang ditentukan Allah
SWT sebagaimana terkandung dalam kitab suci Al-Qur’an dan Hadis (sunah). Syariat Islam
juga merupakan hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat
manusia, baik muslim maupun bukan muslim.

2.2 AL-QUR’AN DAN SISTEMATIKANYA

Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam yang utama. Al-Qur’an adalah wahyu Allah
yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an dijaga dan dipelihara
oleh Allah SWT, sesuai dengan firmannya sebagai berikut :
َ‫اِنَّا نَحْ نُ نَ َّز ْلنَا ال ِّذ ْك َر َواِنَّا لَهٗ لَ ٰحفِظُوْ ن‬
innā naḥnu nazzalnaż-żikra wa innā lahụ laḥāfiẓụn
Artinya : “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang
memeliharanya”. (QS. Al-Hijr:9).

ْ ‫اَفَاَل يَتَ َدبَّرُوْ نَ ْالقُرْ ٰانَ ۗ َولَوْ َكانَ ِم ْن ِع ْن ِد َغي ِْر هّٰللا ِ لَ َو َج ُدوْ ا فِ ْي ِه‬
‫اختِاَل فًا َكثِ ْيرًا‬
Afalaa yatadabbaruunal quraana
wa lau kaana min 'indi ghairillahi lawajaduu fiihiikhtilaafan katsiiraa(n)
Artinya : "Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu
bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di
dalamnya.“(QS. An-Nisa:82).
Al-Qur’an merupakan sumber agama juga ajaran Islam pertama dan utama. Pengertian secara
harafiah berarti sesuatu yang harus dibaca atau dipelajari. Sedangkan secara istilah, Al-
Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan melalui malaikat jibril kepada Nabi Muhammad
SAW dan sebagai salah satu mukzijat Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an diturunkan secara
berangsur-angsur selama 22 tahun, 2 bulan, 22 hari, mula-mula di Mekah kemudian di
Medinah. Tujuannya untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam hidup
dan kehidupannya mencapai kesejahteraan di dunia ini dan kebahagiaan di akhirat kelak.
Al-Qur’an yang menjadi sumber nilai dan norma umat Islam itu terbagi ke dalam 30 juz,
114 surah, 6666 ayat, 74.499 kata atau 325.345 huruf (lebih tepat dikatakan 325.345 suku
kata jika dilihat dari sudut pandang bahasa Indonesia). Al-Qur’an tidak disusun secara
kronologis. Lima ayat pertama diturunkan di gua hira’ pada malam 17 Ramadhan tahun
pertama sebelum hijriah atau pada malam Nuzulul Qur’an ketika Nabi Muhammad berusia
40-41 tahun, sekarang terletak di surat al-Alaq (96) : 1-5. Ayat terakhir yang diturunkan di
padang Arafah, ketika Nabi Muhammad berusia 63 tahun pada tanggal 9 zulhijah tahun ke-10
Hijrah, kini terletak di surat Al-Madinah (50) : 3.

2.3 As-Sunnah (Al-Hadits): fungsi dan artinya

Al-Hadits menurut pengertian bahasa ialah berita atau sesuatu yang baru. Dalam ilmu hadis
istilah tersebut berarti segala perkataan, perbuatan dan sikap diam Nabi tanda setuju (taqrir).
Para ahli hadis, umumnya menyamakan istilah hadis dengan istilah sunnah. Namun, ada
sementara ahli hadits mengatakan bahwa istilah dipergunakan khusus untuk sunnah qauliyah
(perkataan Nabi), sedangkan sunnah fi’liyah (perbuatan Nabi) dan sunnah taqririyah tidak
disebutkan dalam hadits. Al-Hadist adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam setelah Al-
Qur’an.
Sebagai sumber agama dan ajaran Islam, Al-Hadits mempunyai peranan yang penting setelah
Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai kitab suci dan pedoman hidup umat Islam diturunkan pada
umumnya dalam kata-kata yang perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut, agar dapat dipahami
dan diamalkan.
Fungsi Hadist dalam Ajaran Islam
Dalam al-quran dijelaskan bahwa Rasulullah SAW. diutus oleh Allah ke muka bumi untuk
menjelaskan isi kandungan yang terdapat dalam ayat-ayat al-Quran. Hal itu senada dengan
firman Allah dalam qur’an surat An Nahl : 44 yang artinya :

ِ َّ‫ٱلزب ُِر ۗ َوأَن َز ْلنَٓا إِلَ ْيكَ ٱل ِّذ ْك َر لِتُبَيِّنَ لِلن‬


َ‫اس َما نُ ِّز َل إِلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّهُ ْم يَتَفَ َّكرُون‬ ِ َ‫بِ ْٱلبَيِّ ٰن‬
ُّ ‫ت َو‬

bilbayyinaati wazzuburi wa-anzalnaa ilayka dzdzikra litubayyina linnaasi maa nuzzila


ilayhim wala'allahum yatafakkaruun
Artinya: “dan kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”.

Terdapat 4 (empat) fungsi (bayan) dari Hadits, yaitu:

1. Bayan Al-taqrir
Bayan Al-taqrir disebut juga dengan bayan Al-ta’kid dan bayan Al-itsbat. Yang dimaksud
dengan bayan ini adalah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan didalam Al
Quran. Dalam hal ini hadits hanya berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan Al Quran,
Seperti dalam (QS.Al-Maidah : 6)

‫ُس ُك ْم َو أَرْ ُجلَ ُك ْم إِلَى ْال َك ْعبَ ْي‬ ِ ِ‫يا أَيُّهَا الَّذينَ آ َمنُوا إِذا قُ ْمتُ ْم إِلَى الصَّال ِة فَا ْغ ِسلُوا ُوجُوهَ ُك ْم َو أَ ْي ِديَ ُك ْم إِلَى ْال َمراف‬
ِ ‫ق َو ا ْم َسحُوا بِ ُرؤ‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu samapai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kakimu sampai dengan kedua mata kaki”.
Ayat diatas di-taqrir oleh hadits Nabi SAW., yaitu

)‫َث َحتَّى يَتَ َوضَّأ َ (روه البخري‬


َ ‫صالَةُ َم ْن أَحْ د‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم الَتُ ْقبَ ُل‬
َ ِ‫ال َر ُساُل هلل‬
َ َ‫ق‬
Artinya:“Rasulullah SAW. Telah bersabda: tidak diterima shalat seseorang yang berhadats
sebelum ia berwudhu” (HR.Bukhari)

2. Bayan At-Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan al-tafsir adalah bahwa kehadiran hadits berfungsi untuk
memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat Al-Quran yang masih bersifat global
(mujmal), memberikan persyaratan/batasan (taqyid) ayat-ayat Al-Quran yang bersifat mutlak,
dan mengkhususkan (takhsish) terhadap ayat-ayat Al-Quran yang masih bersifat umum.
Diantara contoh tentang ayat-ayat Al-Quran yang masih mujmal adalah perintah mengerjakan
shalat, puasa, zakat, disyariatkannya jual beli, nikah, qisas, hudud, dan sebagainya. Ayat-ayat
Al-Quran tentang masalah ini masih bersifat mujmal, baik mengenai cara mengerjakan,
sebab-sebabnya, syarat-syarat, atau halangan-halangannya. Oleh karena itulah Rasulullah
SAW., melalui haditsnya menafsirkan dan menjelaskan masalah-masalah tersebut.
a. Merinci ayat-ayat yang mujmal
Yang dimaksud dengan mujmal adalah ayat yang ringkas atau singkat. Dari ungkapan yang
singkat terkandung banyak makna yang perlu dijelaskan. Hal tersebut karena belum jelas
makna yang dimaksudkannya, kecuali setelah adanya penjelasan atau perincian. Dalam Al-
Quran banyak ayat-ayat yang mujmal, yang memerlukan perincian. Contohnya ayat tentang
perintah shalat dan zakat (Q.S.Al-Baqarah : 43)

َّ ‫َوأَقِي ُموا ال‬


َ‫صاَل ةَ َوآتُوا ال َّز َكاةَ َوارْ َكعُوا َم َع الرَّا ِك ِعين‬
Artinya: “Dan dirikan shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang
rukuk”.

Untuk memperjelas ayat tersebut, maka Nabi memberikan perincian dengan sabdanya:
َ ُ‫صلُّوا َك َما َرأَ ْيتُ ُمونِي أ‬
)‫صلِّي (روه البخري‬ َ

Artinya: “Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat” (H.R.Bukhari)

b. Mentaqyid ayat-ayat yang mutlaq


Kata mutlaq artinya kata yang menunjuk pada hakikat kata itu sendiri, apa adanya, dengan
tanpa memandang kepada jumlah maupun sifatnya. Mentaqyid yang mutlaq, artinya
mmbatasi ayat-ayat yang mutlaq dengan sifat, keadaan atau syarat-syarat tertentu. Penjelasan
nabi SAW; berupa taqyid adalah seperti beliau mentaqyid ayat Al Quran (QS. Al Maidah :
38).

ِ ‫َّارقَةُ فَا ْقطَعُوا أَ ْي ِديَهُ َما َجزَ ا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِمنَ هَّللا ِ ۗ َوهَّللا ُ ع‬
‫َزي ٌز َح ِكي ٌم‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬

Artinya : “laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Ayat tersebut di-taqyid oleh Hadits Riwayat Muslim :

)‫(روه مسلم‬ ‫اتي رسول هللا صلي هللا عليه وسلم بسارق فقطع يده من مفصل الكف‬

Artinya: “Rasulullah Saw. Didatangi seorang yang membawa pencuri, maka beliau
memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan.
c. Mentakhsis ayat yang ‘am
Kata takhsis atah khas ialah kata yang menunjukan arti khusus tertentu atau tunggal.
Sedangkan kata ‘am ialah kata yang menunjukan atau memiliki makna dalam jumlah yang
banyak (umum).
Yang dimaksud mentakhsis yang ‘am disini ialah membatasi keumuman ayat Al Quran
sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian tertentu. Mengingat fungsinya, maka para ulama
berbeda pendapat apabila mukhashis-nya dengan hadits ahad. Menurut As-syafi’I dan Ahmad
bin Hambal, keumuman ayat bisa ditakhsiskan oleh hadits ahad yang menunjuk kepada
sesuatu yang khas, sdangkan menurut ulama Hanafiah, sebaliknya. Contoh hadits yang
berfungsi untuk mentakhsis keumuman ayat-ayat Al Quran ialah sabda Nabi SAW.:
ً ‫ث القَاتِ ُل من المقتول َشيْئا‬
ُ ‫الَيَ ِر‬

Artnya : “Tidaklah seorang pembunuh berhak mewarisi harta orang yang dibunuhnya.”
(HR. Abu Daud dan An-Nasa'i)

Hadits tersebut mentakhsis keumuman firman Allah (QS. An Nisa : 11)

‫لذ َك ِر ِم ْث ُل َحظِّ اأْل ُ ْنثَيَ ْي ِن‬


َّ ِ‫صي ُك ُم هَّللا ُ فِي أَوْ اَل ِد ُك ْم ۖ ل‬
ِ ‫ۚ يُو‬
Artinya : “Allah mensyaria’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu,
yaitu bahagian seorang anak laki-laki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan”.

3. Bayan At-tasyri’
Kata At-tasyri’ artinya pembuatan, mewujudkan atau menetapkan aturan atau hukum maka
yang dimaksud dengan bayan At-tasyri’ disini ialah penjelasan hadits yang berupa
mewujudkan, mengadakan atau menetapkan suatu hukum atau aturan-atauran syara’ yang
tidak didapati nash-nya dalam Al-Quran. Rasulullah SAW., dalam hal ini berusaha
menunjukan suatu kepastian hukum terhadap persoalan yang muncul pada saat itu, dengan
sabdanya sendiri.
Banyak hadits Nabi SAW., yang termasuk kedalam kelompok ini, diantaranya hadits tentang
penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara istri dan bibinya), hukum
syuf’ah, hukum membasuh bagian atas sepatu dalam berwudhu, hukum tentang ukuran, zakat
fitrah dan hukum tentang hak waris bagi seseorang anak. Misalnya hadits tentang zakat fitrah
yaitu:

َ ْ‫صاعًا ِم ْن تَ ْم ٍر أَو‬
‫ َّل‬±‫ ِعي ٍْر َعلَى ُك‬± ‫اعًا ِم ْن َش‬± ‫ص‬ َ ‫اس‬ ِ َّ‫ضانَ َعلَى الن‬ ْ ِ‫ض زَ َكاةَ ْالف‬
َ ‫ط ِر ِم ْن َر َم‬ َ ِ‫أَ ْن َرسُو ُل هللا‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَ َر‬
ْ ُ َ َ
)‫ُح ٍّر أوْ َع ْب ٍد َذ َك ٍر أوْ أ ْنثَى ِمنَ ال ُم ْسلِ ِم ْينَ (روه مسلم‬
Artinya: “bahwasannya Rasulullah SAW., telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan
ramadhan satu sukat (shaa’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atupun
hamba, laki-laki atau perempuan”. (H.R.Muslim)

Bayan ini oleh sebagian ulama disebut juga dengan bayan za’id al-kitab al-karim (tambahan
terhadap nash Al-Quran). Disebut atambahan disini, karena sebenarnya didalam Al-Quran
sendiri ketentuan-ketentuan pokoknya hadits tersebut merupakan tambahan terhadap
ketentuan pokok itu.

4. Bayan An-Nasakh
Kata An-nasakh secara bahasa mempunyai arti diantaranya berarti al-ibhral (membatalkan),
atau al-ijalah (menghilangkan), at-tahwil (memindahkan), atau at-tagyir (mengubah) Dalam
mendefinisikan nasakh ini, para ulama berbeda pendapat. perbedaan ini terjadi karena
perbedaan mereka dalam memahami arti nasakh dari sudut kebahasaan. Para ulama
mutaqaddimin, yang disebut bayan an-nasakh ialah adanya dalil syara’ yang mendatangkan
kemudian.
Dari pengertian diatas, bahwa ketentuan yang datang kemudian dapat menghapus ketentuan
yang datang terdahulu. Hadits sebagai ketentuan yang datang kemudian dari Al-Quran dalam
hal ini dapat menghapus ketentuan atau isi Al-Quran.
Salah satu contoh yang biasa diajukan oleh para ulama ialah sabda Rasulullah SAW., dari
Abu Umamah Al-bahali:
)‫فال و صية لوا ر ث (روه احمد واآل ربعة اال النسا ء‬.....
Artinya: “Maka Tidak ada wasiat bagi ahli waris”. (H.R.Ahmad dan al-Arba’ah kecuali
nasa’i).

Hadits diatas menurut sebagian ulama dapat men-askah-kan kandungan Al-Quran (Q.S.Al-
baqarah : 180)

َ‫ُوف ۖ َحقًّا َعلَى ْال ُمتَّقِين‬


ِ ‫صيَّةُ لِ ْل َوالِ َدي ِْن َواأْل َ ْق َربِينَ بِ ْال َم ْعر‬
ِ ‫ك خَ ْيرًا ْال َو‬ ُ ْ‫ض َر أَ َح َد ُك ُم ْال َمو‬
َ ‫ت إِ ْن تَ َر‬ َ ‫ب َعلَ ْي ُك ْم إِ َذا َح‬
َ ِ‫ُكت‬

Artinya: “diwajibkan atas kamu apabila seorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda)
maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karir
kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang bertakwa”.

2.3 RA’YU YANG DILAKSANAKAN DENGAN IJTIHAD


Sumber ajaran Islam yang ketiga adalah ar-ra’yu atau sering disebut dengan kata
ijtihad. Ijtihad adalah usaha yang sungguh-sungguh yang dilakukan oleh seseorang atau
beberapa orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan pengalaman tertentu yang memenuhi
syarat untuk mencari, menemukan, dan menetapkan nilai dan norma yang tidak jelas atau
tidak terdapat patokannya di dalam al-Quran dan al-Hadits. Orang yang menetapkan hukum
dengan jalan ini disebut mujtahid

Walaupun Islam adalah agama yang berdasarkan wahyu dari Allah SWT, Islam sangat
menghargai akal. Hal ini terbukti dengan banyaknya ayat Al Quran yang memerintahkan
manusia untuk menggunakan akal pikirannya, seperti pada surat An Nahl ayat 67
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi
orang yang memikirkannya”. Oleh karena itu, apabila ada suatu masalah yang hukumnya
tidak terdapat di Al Quran maupun Hadist, maka diperintahkan untuk berijtihad dengan
menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu kepada Al Quran dan Hadist.

Ijtihad hanya diperbolehkan bagi orang-orang yang memenuhi syarat sebagai


mujtahid. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :
1. Menguasai bahasa Arab untuk dapat memahami al-Qur’an dan kitab-kitab hadits .
2. Mengetahui isi dan sistem hukum al-Qur’an serta ilmu-ilmu untuk memahami
al-Qur’an.
3. Mengetahui hadits-hadits hukum dan ilmu-ilmu hadits yang berkenaan dengan
pembentukan hukum.
4. Menguasai sumber-sumber hukum islam.
5. Menguasai dan mengetahui kaidah-kaidah fiqih.
6. Mengetahui rahasia dan tujuan-tujuan hukum islam.
7. Jujur dan ikhlas.
8. Menguasai ilmu-ilmu sosial (Antropologi, Sosiologi).
9. Dilakukan secara kolektif (jama’i) bersama para ahli disiplin ilmu lain.

Metode Ijtihad

1. ijma
Ijma menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut
istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad SAW sesudah beliau
wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil dari
Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang
untuk diikuti seluruh umat.

Contoh Ijma’:
Menjadikan sunnah sebagai salah satu sumber hukum Islam.
Pengumpulan dan pembukuan Al-qur’an sejak pemerintahan Abu Bakar tetapi idenya berasal
dari Umar bin Khatab
Penetapan awal ramadhan dan syawal berdasarkan ru’yatul hilal.

2. Qiyas
Qiyas yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan
kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu perkara
dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang sama.

Contoh Qiyas :
Setiap minuman yang memabukan contohnya mensen, sabu-sabu dan lain-lain disamakan
dengan khamar, ilatnya sama-sama memabukan.
Harta anak wajib dikeluarkan zakat disamakan dengan harta dewasa. Menurut syafei karena
sama-sama dapat tumbuh dan berkembang, dan dapat menolong fakir miskin.
Mengatakan pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’
kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi
sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati orang tua

3. Istihsan
Istihsan yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang
lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah
kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut
logika dapat dibenarkan.
Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum
ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan
atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan sistem pembayaran di awal,
sedangkan barangnya dikirim kemudian.

4. Mushalat Murshalah
Mushalat murshalah menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun menurut
istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia.
Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk
membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi
kemaslahatan umat.

5. Sududz Dzariah
Sududz dzariah menurut bahasa menutup jalan, sedangkan menurut istilah adalah
tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan
umat.
Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk,
padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan
sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.

6. Istishab
Istishab yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di
masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut.
Contohnya: seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat
seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia
harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.

7. Urf
Urf yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan
maupun perbuatan.
Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai
pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga
telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi setiap muslim
dan muslimah, sedangkan mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan oleh akal
pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat. Dan
mempelajari agama islam tidak hanya berpatokan pada Al-Quran, meskipun Al-Quran adalah
sumber ajaran agama islam yang utama, tetapi selain itu masih ada sumber-sumber ajaran
agama islam selain Al- Quran yang dapat kita pelajari yakni As-Sunnah (Al-Hadits) dan juga
Ra’yu (ijtihad) yang mempunyai fungsi sama seperti al quran sebagai sumber ajaran agama
islam.

Anda mungkin juga menyukai