Anda di halaman 1dari 54

EFEKTIFITAS TERAPI MEWARNAI GAMBAR DAN TERAPI BERMAIN

PUZZLE GAMBAR TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN


PADA ANAK USIA PRASEKOLAH SELAMA MENJALANI PERAWATAN
DI RUANG SAMOLO 3 RSUD SAYANG CIANJUR TAHUN 2020

OLEH :
KELOMPOK 3

Roni Arisandi Muhammad Reza


Ilham Yanuar Dikki Herdiansyah
Rima Phytriyani Nurhasanah
Sely Agustiani Tanti Rahmawati
Rinna Asdyyanti Tina Irnawati
Moch Irsan Permana

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR


CIMAHI
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perasaan cemas merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami
oleh anak karena menghadapi stressor yang ada dilingkungan rumah sakit.
Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan
belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak nyaman dan merasakan sesuatu
yang menyakitkan. Setiap anak yang di hospitalisasi akan menimbulkan
perasaan yang tidak aman seperti lingkungan asing, berpisah dari orangtua,
kurang informasi, kehilangan kebebasan dan kemandirian (Supartini, 2010).
World health organization (WHO) melaporkan bahwa hampir 4 juta
anak didunia dalam setahun mengalami hospitalisasi. Dari 4 juta anak
tersebut, 60% diantaranya berumur dibawah 7 tahun. Berdasarkan hasil
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2017 anak usia 0-17tahun yang
mengalami keluhan kesehatan sebesar 28,56%. Anak-anak yang mengalami
keluhan kesehatan didaerah perkotaan sebesar 30,60%, relatif lebih tinggi
dibandingkan di pedesaan sebesar 26,39%. Tidak ada perbedaan yang
signifikan antara anak laki-laki dan anak perempuan yang memiliki keluhan
kesehatan baik di perkotaan maupun dipedesaan.Sebagian besar menjalani
rawat inap di rumah sakit pemerintah (39,33%) dan rumah sakit swasta
(38,47%) (Profil Anak Indonesia 2018).
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan masalah utama pada anak
yang menjalani perawatan di rumah sakit. Anak akan mengalami perasaan
tertekan apabila mengalami hospitalisasi. Reaksi anak dalam mengatasi hal
tersebut dipengaruhi oleh tingkat perkembangan usia,pengalaman pernah
dirawat di rumah sakit, proses penyakit dan dirawat,sistem dukungan yang
tersedia serta keterampilan koping dalam menghadapi stress terutama pada
anak usia prasekolah (Kyle & Carman 2014).
Bagi seorang anak, keadaan sakit dan hospitalisasi menimbulkan stres
bagi kehidupannya. Anak sering menjadi tidak kooperatif terhadap perawatan
dan pengobatan di rumah sakit, anak menjadi sulit/menolak untuk didekati
oleh petugas apalagi berinteraksi. Mereka akan menunjukkan sikap marah,
menolak makan, menangis, berteriak-teriak, bahkan berontak saat melihat
perawat/dokter datang menghampirinya. Mereka beranggapan bahwa
kedatangan petugas hanya akan menyakiti mereka. Keadaan ini akan dapat
menghambat dan dapat menyulitkan proses pengobatan dan perawatan
terhadap anak yang sakit (Adriana 2013).
Reaksi yang sering juga ditunjukkan anak prasekolah yang menjalani
perawatan di rumah sakit adalah menolak tindakan keperawatan dan tidak
kooperatif dengan petugas. Pada saat anak menjalani perawatan, merekadapat
kehilangan kontrol secara signifikan. Anak prasekolah mungkin paham
bahwa berada di rumah sakit karena mereka sakit, tetapi mereka tidak tahu
penyebab penyakit mereka. Anak prasekolah biasanya takut terhadap
prosedur invasif. Pemikiran anak usia prasekolah diantaranya, yaitu berwujud
(konkret), mereka percaya bahwa perbuatan (egosentrik) dan pemikiran
personal menyebabkan mereka sakit,serta pemikiran magis; berpikir fantasi
dan kreativitas. Ketiga pemikiran tersebut menyebabkan anak tidak
kooperatif (tidak bisa diajak kerja sama) selama menjalani perawatan di
rumah sakit (Kyle & Carman 2014).
Respon anak usia prasekolah yang menjalani perawatan di rumah sakit
adalah menolak untuk dirawat, menangis karena berhadapan dengan
lingkungan baru, dan melihat alat-alat medis, takut terhadap tenaga medis
(perawat atau dokter), tidak mau ditinggal oleh orangtua, memberontak, tidak
mau makan, tidak kooperatif, serta rewel (Agustin 2013).
Terapi bermain adalah usaha untuk mengubah sikap yang bermasalah
dengan menempatkan anak dengan metode bermain. Bermain pada anak usia
prasekolah bersifat asosiatif (interaktif dan kooperatif) serta memerlukan
teman sebaya. Terapi bermain diharapkan mampu mengurangi batasan,
hambatan diri, stress, dan masalah emosi.Terapi bermain juga diharapkan
mengubah anak menjadi lebih kooperatif atau mudah diajak kerjasama
selama masa perawatan. Dunia anak adalah dunia bermain. Melalui kegiatan
bermain, semua aspek perkembangan anak ditumbuhkan sehingga anak-anak
menjadi lebih sehat sekaligus cerdas. Saat bermain anak-anak mempelajari
banyak hal penting. Sebagai contoh, dengan bermain bersama teman, anak-
anak akan lebih terasah rasa empatinya, mereka juga bisa mengatasi
penolakan dan dominasi, serta bisa mengelola emosi. Terapi bermain diyakini
mampu menghilangkan batasan, hambatan dalam diri, stres, frustasi serta
mempunyai masalah emosi dengan tujuan mengubah tingkah laku anak yang
tidak sesuai menjadi tingkah laku yang diharapkan dan anak sering diajak
bermain akan lebih kooperatif dan mudah diajak kerjasama selama masa
perawatan. Bermain juga menjadi media terapi yang baik bagi anak-anak
bermasalah selain berguna untuk mengembangkan potensi anak (Adriana
2013).
Menggambar atau mewarnai merupakan salah satu permainan yang
memberikan kesempatan anak untuk bebas berekspresi dan sangat terapeutik
(sebagai permainan penyembuh). Anak dapat mengekspresikan perasaannya
dengan cara mewarnai gambar, ini berarti mewarnai gambar bagi anak
merupakan suatu cara untuk berkomunikasi tanpa menggunakan kata-kata.
Dengan menggambar atau mewarnai gambar juga dapat memberikan rasa
senang karena pada dasarnya anak usia pra sekolah sudah sangat aktif dan
imajinatif selain itu anak masih tetap dapat melanjutkan perkembangan
kemampuan motorik halus dengan menggambar meskipun masih menjalani
perawatan di rumah sakit (Fricilia, 2013).
Pada anak usia prasekolah (4-5 tahun) pada tahap ini anak sudah
berada pada usia kemandirian dimana anak mulai di perkenalkan aturan
kemandirian dan bertanggung jawab, menulis dengan angka-angka, menulis
dengan huruf, menulis dengan kata–kata, sudah bisa menggambar kotak.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Katinawati (2011 dalam Fricilia, 2013)
tentang kecemasan anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi
menunjukkan adanya perbedaan kecemasan anak sebelum dan sesudah
dilakukan terapi bermain, dimana sebelum diberikan terapi bermain 80%
anak mengalami kecemasan sedang dan 20% anak mengalami kecemasan
berat dan setelah diberikan terapi bermain 86.7% anak mengalami kecemasan
ringan dan 13.3% anak mengalami kecemasan sedang.
1

Hasil survey awal yang di lakukan pada tanggal 20 Januari 2020 di dapatkan
data dari ruang samolo 3 jumlah anak prasekolah (4-5 tahun) adalah 75 orang anak
pada bulan januari dari tanggal 1 sampai tanggal 20 januari 2020 yang di rawat ruang
samolo 3. Hasil observasi peneliti di temukan 5 anak dari 7 orang anak yang di
observasi dan di wawancarai mengalami kecemasan yaitu menolak makan, menangis
perlahan, memeluk ibunya, mengajak pulang, berontak, dan tidak mau bekerja sama
dengan perawat, selain itu penelitian tentang terapi mewarnai gambar pada anak
belum pernah di teliti di RSUD Sayang Cianjur. Berdasarkan uraian diatas, maka
mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai “ Efektifitas Terapi
Mewarnai Gambar dan Terapi Bermain Puzzle Gambar Terhadap Kecemasan Anak
Prasekolah (4-5 Tahun) di RSUD Sayang Cianjur Tahun 2020

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “lebih efektif mana terapi
mewarnai gambar dan terapi bermain puzzle gambar terhadap penurunan tingkat
kecemasan pada anak usia prasekolah selama menjalani perawatan di ruang samolo 3
RSUD Sayang Cianjur Tahun 2020 ?”

C. TujuanPenelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya efektifitas terapi mewarnai gambar dan terapi bermain puzzle
gambar terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah selama
menjalani perawatan di Ruang Samolo 3 RSUD Sayang Cianjur Tahun 2020.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah selama menjalani
perawatan sebelum diberikan terapi mewarnai gambar di Ruang Samolo 3
RSUD Sayang Cianjur
b. Diketahuinya tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah selama menjalani
perawatan sesudah diberikan terapi mewarnai gambar di Ruang Samolo 3
RSUD Sayang Cianjur
c. Diketahuinya tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah selama menjalani
perawatan sebelum diberikan terapi puzzle gambar di Ruang Samolo 3 RSUD
Sayang Cianjur
2

d. Diketahuinya tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah selama menjalani


perawatan sesudah diberikan terapi puzzle gambar di Ruang Samolo 3 RSUD
Sayang Cianjur
e. Diketahuinya efektifitas mewarnai gambar dan terapi bermain puzzle gambar
terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah selama
menjalani perawatan di Ruang Samolo 3 RSUD Sayang Cianjur

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan Keilmuan

khususnya mengenai efektifitas mewarnai gambar dan terapi bermain

puzzle gambar terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak usia

prasekolah selama menjalani perawatan di Ruang Samolo 3 RSUD Sayang

Cianjur.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi STIKes Budi Luhur Cimahi

Hasil peneliti ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan

(referensi) dan dapat mendapatkan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.

b. Bagi Peneliti

Dapat menerapkan keilmuan yang telah didapat untuk diterapkan

dilapangan.

c. Bagi Praktisi

Diharapkan hasil penelitian ini dapat meningkatkan pelayanan

keperawatan sehingga asuhan keperawatan yang diberikan dapat

didapatkan sepenuhnya dan menyeluruh oleh seluruh pasien.


3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Hospitalisasi


1. Pengertian Hospitalisasi
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis yang paling
utama tampak pada anak.Anak yang dirawat di rumah sakit sering
mengalami krisis sebab anak mengalami perubahan baik pada status
kesehatan maupun lingkungannya, dari kebiasaan sehari-hari, dan anak
juga mempunyai sejumlah keterbatasan dalam mekanisme koping
untuk mengatasi masalah atau kejadian yang bersifat menekan. Peran
perawat dalam memahami konsep stres rawat inap (hospitalisasi) dan
prinsip-prinsip asuhan keperawatan yaitu dengan cara melakukan
pendekatan proses keperawatan (Ridha 2014).
Reaksi anak terhadap hospitalisasi bersifat individual, dan sangat
bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman
sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan
kemampuan koping yang dimiliki. Hospitalisasi menjadi stresor
terbesar bagi anak dan keluarganya yang menimbulkan
ketidaknyamanan, jika koping yang biasa digunakan tidak mampu
mengatasi atau mengendalikan akan berkembang menjadi krisis.
Besarnya efek tergantung pada masing-masing anak dalam
mempersepsikannya (Wong 2009).
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah
dari lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang dan
menyenangkan yaitu lingkungan rumah, permainan dan teman
sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak
usia prasekolah adalah dengan menolak makan, sering
bertanya,menangis walaupun secara perlahan dan tidak kooperatif
terhadap petugas kesehatan.
4

2. Reaksi Anak Usia Prasekolah terhadap Hospitalisasi


Reaksi anak terhadap hospitalisasi tergantung pada usia,
perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap penyakit,
sistem pendukung yang tersedia dan mekanisme koping yang dimiliki
(Salmela et al. 2010). Adapun beberapa penyebab stresor pada anak
yang mengalami hospitalisasi:
a) Cemas yang disebabkan perpisahan
Sebagian besar stres yang terjadi pada bayi usia pertengahan
sampai anak periode prasekolah adalah cemas karena perpisahan.
Hubungan anak dengan ibu sangat dekat sehingga perpisahan
dengan ibu akan menimbulkan rasa kehilangan terhadap orang
yang terdekat bagi diri anak. Selain itu, lingkungan yang belum
dikenal akan mengakibatkan perasaan tidak aman dan rasa cemas.
b) Kehilangan kontrol
Anak-anak berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan
otonominya. Hal ini terlihat jelas dalam perilaku mereka dalam hal
perilaku motorik, bermain, melakukan hubungan interpersonal,
melakukan aktivitas hidup sehari-hari (activity daily living/ADL),
dan berkomunikasi. Anak-anak telah mampu menunjukkan
kestabilan dalam mengontrol dirinya dengan mempertahankan
kegiatan-kegiatan rutin tersebut.
c) Luka pada tubuh dan rasa sakit (rasa nyeri)
Konsep tentang citra tubuh, khususnya pengertian body boundaries
(perlindungan tubuh), pada anak-anak sedikit sekali berkembang.
Berdasarkan hasil pengamatan bila dilakukan pemeriksaan telinga,
mulut, atau suhu pada rektal akan membuat anak sangat cemas.
Reaksi anak terhadap tindakan yang tidak menyakitkan sama
dengan reaksi anak pada tindakan yang menyakitkan. Anak
biasanya sudah mampu mengomunikasikan rasa nyeri yang mereka
alami dan menunjukkan lokasi nyeri. Namun demikian,
kemampuan mereka dalam menggambarkan bentuk dan intensitas
nyeri belum berkembang.
5

3. Dampak Hospitalisasi
Menurut Hockenberry (2015) dampak hospitalisasi pada anakusia
prasekolahmeliputi :
a) Dampak perpisahan
Perpisahan dengan orang yang dapat memberinya semangat
menimbulkan suatu kecemasan pada anak. Perpisahan dengan figur
pemberi kasih sayang selama prosedur yang menakutkan atau
menyakitkan akan meningkatkan rasa tidak nyaman pada anak.
Lebih jauhnya, anak tidak mampu untuk mengerti bahwa hal
tersebut merupakan perpisahan sementara dan alasan
ketidakhadiran orang tua berakibat perasaan dibiarkan.
b) Kehilangan kontrol
Hospitalisasi pada anak tanpa melihat usia anak sering
menimbulkan kehilangan kontrol pada fungsi tubuh tertentu. Anak
sering membutuhkan bantuan dalam mengerjakan aktifitas yang ia
dapat lakukan sendiri di rumah. Hal ini menyebabkan anak merasa
tidak berdaya dan frustasi serta meningkatkan ketergantungan pada
orang lain.
c) Gangguan body image
Anak sering merasa tidak nyaman terhadap perubahan penampilan
tubuh atau fungsinya yang disebabkan oleh pengobatan, perlukaan
atau ketidak mampuan. Mereka mungkin takut bertemu orang lain
dan tidak memperbolehkan orang lain untuk melihatnya.
d) Sakit/pain
Prosedur yang menyakitkan dan invasif merupakan stresor bagi
anak pada semua usia. Selama masa prasekolah anak belajar
mengasosiasikan nyeri dengan prosedur spesifik misal
pengambilan sampel darah, aspirasi sumsum tulang belakang, ganti
balutan atau injeksi. Anak yang mendapatkan suntikan berulang
tidak mengerti mengapa tubuhnya selalu disakiti. Pengalaman ini
dapat menimbulkan trauma jika orang yang dipercaya anak tidak
memberinya rasa nyaman atau menenangkannya.
6

e) Ketakutan
Terjadi karena anak berada di lingkungan rumah sakit yang
mungkin asing baginya dan karena perpisahan dengan orang-orang
yang sudah dikenalnya.
f) Lingkungan asing
Lingkungan asing merupakan lingkungan yang berbeda dari
lingkungan rumah atau tempat tinggalnya dan tidak dikenali
sebelumnya.Lingkungan rumah sakit yang menakutkan atau
mengerikan bagi anak, tidak ada orang yang dikenalinya dan
banyak perawat dan dokter yang berbaju putih serta peralatan yang
mengerikan seperti jarum suntik, infus, kateter maupun alat-alat
pemeriksaan radiologis. Lingkungan yang ramah, suasana seperti
di rumah, terbuka pada anak di rumah sakit dan tempat diatur
seperti di rumah misalnya seperti tempat makan, tempat minum,
duduk dan istirahat sehingga dapat meminimalkan dampak
hospitalisasi.
g) Immobilisasi fisik
Seorang anak dimasa pertumbuhan dan perkembangannya, dimana
dalam kesehariannya tampak begitu aktif harus terganggu karena ia
harus dirawat di rumah sakit. Anak harus berbaring di tempat tidur
dan tidak dapat bermain dengan teman-teman serta orang-orang
terdekatnya. Perilaku anak menjadi tidak kooperatif yang
menyebabkan harus diberikan pembatasan fisik dengan cara
mengikat. Reaksi anak prasekolah terhadap sakit dan dirawat di
rumah sakit antara laindengan menolak makan, sering bertanya,
menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif terhadap
petugas kesehatan. Perawatan di rumah sakit juga membuat anak
kehilangan kontrol terhadap dirinya. Perawatan di rumah sakit
mengharuskan adanya pembatasan aktifitas anak sehingga anak
merasa kehilangan kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering
kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai hukuman sehingga
anak akan merasa malu, bersalah atau takut. Ketakutan anak
7

terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan dan


prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal
ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak,
ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau
bekerja sama dengan perawat dan ketergantungan pada orang tua.
B. Konsep Kecemasan
1. Definisi Kecemasan
Kaplan & Sadock mengemukakan bahwa kecemasan adalah
suatu sinyal yang menyadarkan dan memperingatkan adanya bahaya
yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan
untuk mengatasi ancaman. Cemas juga diartikan sebagai perasaan
tidak nyaman atau ketakutan yang tidak jelas dan gelisah disertai
respon otonom (Sumber terkadang tidak spesifik atau tidak diketahui
oleh individu), perasaan yang was-was untuk mengatasi bahaya
(Nanda, 2010).
Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang
menggambarkan keadaan, kekwatiran, gelisah, takut, tidak tentram di
sertai berbagai keluhan fisik. Keadaan tersebut dapat terjadi dalam
berbagai situasi kehidupan maupun ganguan sakit, selain itu
kecemasan dapat menimbulkan reaki tubuh yang akan terjadi berulang
seperti rasa kosong di perut, sesak napas, jantung berdebar, kerigat
banyak, sakit kepala, rasa buang air besar dan buang air kecil.

2. Tipe Keribadian Pencemas


Menurut Dadang Hawari (2011) seseorang akan menderita
gangguan cemas manakala yang bersangkutan tidak mampu mengatasi
sressor psikososial yang dihadapinnya. Tetapi pada orang-orang
tertentu meskipun tidak ada stresor psikososial, yang bersangkutan
menunjukkan kecemasan juga, yang ditandai dengan corak atau tipe
kepribadian pencemas, yaitu antara lain:
a. Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang.

b. Memandang masa depan dengan rasa was-was (kwatir).


8

c. Kurang percaya diri, gugup apabila tampil di muka umum (demam


panggung)

d. Sering merasa tidak bersalah, menyalakan orang lain.

e. Tidak mudah mengalah, suka”ngotot”

f. Gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk, gelisa.

g. Seringkali mengeluh ini dan itu (keluhan-keluhan somatik),


khawatir berlebihan terhadap penyakit

h. Mudah tersinggung, suka membesar-besarkan masalah yang kecil


(dramatisasi)

i. Dalam mengambil keputusan sering diliputi rasa bimbang dan


ragu.

j. Bila mengemukakan sesuatu atau bertanya seringkali di ulang-


ulang.

k. Kalau sedang emosi seringkali bertindak histeris.

3. Gejala Klinis Cemas


Keluhan yang sering di kemukakan oleh orang yang mengalami
gangguan kecemasan antara lain sebagai berikut:
a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri,
mudah tersinggung.

b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah tersinggung.

c. Takut kesendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.

d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan .

e. Gannguan konsentrasi dan daya ingat.

f. Keluhan-keluhan somatik,misalanya rasa pada sakit pada otot dan


tulang, pendengaran berdering (tinitus), berdebar-debar, sesak
napas, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain senagainya.
9

4. Rentang Respon Tingkat kecemasan


Skema 2.1
Rentang resspon kecemasan

Respon Adaptif Respon


Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Bera Panik

Peplau (1963, dalam Stuart, 2009) mengidentifikasi empat tingkat kecemasan dan
menggambarkan efek pada tiap individu sebagai berikut:

a. Kecemasan ringan: cemas yang normal yang menjadi bagian dari kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan
lahan persepsinya. Cemas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreativitas.

b. Kecemasan sedang: cemas yang memungkinkan seseorang untuk memusatkan


pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih
terarah

c. Kecemasan berat: cemas ini sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.


Individu cendrung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik
dan tidak dapat berfikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi ketegangan. Individu ini memerlukan banyak pengarahan untuk
dapat memusatkan pada suatu area lain

d. Kecemasan sangat berat atau Panik: tingkat panik dari suatu cemas
berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Karena mengalami
kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan
sesuatu walaupun dengan pengarahan. Dengan panik, terjadi peningkatan
aktivitas motorik, menurunya kemampuan untuk berhubungan dengan orang
lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional.
Tingkat cemas ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung terus
menerus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan
kematian.
10

5. Alat Ukur Kecemasan


Alat ukur yang dipakai untuk mengetahui tingkat kecemasan
menggunakan Hamilton Rate Scale for Anxiety (HRSA). Alat ukur ini
terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing dirinci lagi
dengan gejala yang spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi
penilaian angka (score) antara 0-4 yang artinya adalah :
a. Skor 0 : tidak ada gejala

b. Skor 1 : satu dari gejala yang ada

c. Skor 2 : separuh dari gejala yang ada

d. Skor 3 : lebih dari separuh gejala yang ada

e. Skor 4 : Semua gejala ada

Masing-masing nilai angka (score) dari ke 14 kelompok gejala


tersebut dijumlahkan sehingga dari penjumlahan tersebut dapat
diketahui derajat kecemasan seseorang yaitu :
a. Kurang dari 14 = tidak ada kecemasan

b. Skor 14 sampai dengan 20 = kecemasan ringan

c. Skor 21 sampai dengan 27 = kecemasan sedang

d. Skor 28 sampai dengan 41 = kecemasan berat

e. Skor 42 sampai dengan 56 = kecemasan berat sekali

Adapun hal-hal yang dinilai dalam alat ukur HRSA ini adalah
sebagai berikut:
a. Perasaan cemas, ditandai dengan rasa cemas, firasat buruk, takut
akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.

b. Ketegangan yang ditandai oleh: perasaan tegang, lesu, tidak dapat


istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar,
gelisah, mudah terkejut.

c. Ketakutan ditandai oleh ketakutan pada gelap, ketakutan ditinggal


sendiri, ketakutan pada orang asing, ketakutan pada binatang
besar, ketakutan pada keramaian lalu lintas, ketakutan pada
kerumunan orang banyak.
11

d. Gangguan tidur ditandai oleh : sukar masuk tidur, terbangun


malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, mimpi
buruk, mimpi yang menakutkan.

e. Gangguan kecerdasan ditandai oleh : sukar konsentrasi, daya


ingatburuk, daya ingat menurun.

f. Perasaan depresi ditandai oleh : kehilangan minat, sedih, bangun


dini hari, kurangnya kesenangan pada hobi, perasaan berubah
sepanjang hari.

g. Gejala somatik ditandai oleh nyeri pada otot, kaku, kedutan


otot,gigi gemeretak, suara tidak stabil

h. Gejala sensorik ditandai oleh: tinitus, penglihatan kabur, muka


merah dan pucat, merasa lemah, perasaan ditusuk-tusuk.

i. Gejala kardiovaskuler ditandai oleh : takikardia, berdebar-debar,


nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa lemas seperti mau pingsan,
detak jantung hilang sekejap.

j. Gejala pernafasan ditandai oleh: rasa tertekan atau sempit di dada,


perasaan tercekik, merasa nafas pendek/sesak, sering menarik
nafas panjang.

k. Gejala gastrointestinal ditandai oleh: sulit menelan, mual,


perutmelilit, gangguan pencernaan, nyeri lambung sebelum atau
sesudahmakan, rasa panas di perut, perut terasa kembung atau
penuh,muntah, defekasi lembek, berat badan menurun, konstipasi
(sukarbuang air besar)

l. Gejala urogenital ditandai oleh : sering kencing, tidak dapat


menahan kencing

m. Gejala otonom ditandai oleh: mulut kering, muka merah kering,


mudah berkeringat, pusing, sakit kepala, kepala terasa berat, bulu-
bulu berdiri

n. Perilaku sewaktu wawancara, ditandai oleh : gelisah, tidak


tenang,jari gemetar, mengerutkan dahi atau kening, muka tegang,
tonus otot meningkat, nafas pendek dan cepat, muka merah.
12

C. Konsep Anak Usia Prasekolah


1. Pengetian anak usia prasekolah
Anak prasekolah adalah anak yang berusia 3 sampai 6 tahun
yang mempunyai berbagai macam potensi. Potensi-potensi itu di
rangsang dan dikembangkan agar pribadi anak tesebut berkembang
secara optimal (Supartini 2012).
2. Tingkat perkembangan anak usia prasekolah
Menurut Wong (2009), perkembangan anak prasekolah dibagi
atas perkembangan kepribadian dan perkembangan fungsi mental.
a) Perkembangan kepribadian
Perkembangan kepribadian terdiri dari perkembangan
psikososial, perkembangan psikoseksual.
b) Perkembangan psikososial
Masalah psikososial, mengatakan krisis yang dihadapi anak
pada usia 3 dan 6 tahun di sebut “inisiatif versus rasa bersalah”.
Dimana orang terdekat anak usia prasekolah adalah keluarga, anak
normal telah menguasai perasaan otonomi, anak mengembangan
rasa bersalah ketika orang tua membuat anak merasa bahwa
imajinasinya dan aktivitasnya tida dapat menoleransi penindaan
kepuasan dalam periode pertama. Rasa takut pada anak usia 4-6
tahun biasanya lebih menakutkan dibandingkan usia lainya, rasa
takut yang umumnya terjadi seperti takut kegelapan, ditinggal
sendiri terutama pada saat menjelang tidur, perasaan takut anak
prasekolah muncul dan berasal dari tindakan dan penilaian orang
tua. Menghadapkan anak dengan objek yang membuatnya takut
dalam lingkungan yang terkendali, dan memberikan anak
kesempatan untuk menurunkan rasa takutnya.
Komponen yang paling utama untuk berkembang pada
seorang anak adalah rasa percaya. Rasa percaya pada anak
dibangun pada tahun pertama kehidupan anak. Rasa tidak percaya
pada anak akan timbul bila pengalaman untuk meningkatkan rasa
percaya kurang yaitu kurangnya pemenuhan aktivitas fisik,
13

psikologi dan sosial. Pada usia 3 tahun alat gerak dan rasa telah
matang dan rasa percaya diri telah timbul, perkembangan periode
ini berfokus untuk meningkatkan kemampuan anak mengontrol
tubuhnya, dirinya dan lingkungannya. Selain itu anak akan
menggunakan kekuatan mentalnya untuk menolak dan mengambil
sebuah keputusan (Sukarmin 2009).
c) Perkembanngan psikoseksual
Tahap ini anak prasekolah termasuk pada tahap falik, dimana
masa ini genita menjadi area tubuh yang menarik dan sensitif.
Tahap falik berlangsung dari usia 3-5 tahun kepuasan anak
berpusat pada genitalia dan masturbasi banyak usia anak
prasekolah melakukan masturbasi untuk kesenangan fisiologis.
Anak usia prasekolah berhubungan dekat dengan orang tua lain
jenis tetapi mengidentifikasi orang tua sejenis, ketika identitas
seksual berkembang kesopanan mungkin menjadi perhatian
demikian hal nya dengan ketakutan dengan kastrasi.
Anak usiaprasekolah memperlihatkan kewaspadaan terhadap
bentuk sosial, identifikasi peran jenis kelamin menjadi semakin
kuat, dan anak sering mengasumsi peran orang dari jenis kelamin
mereka sendiri. Bermain dapat memberikan jalan keluar yang
sehat untuk rasa frustasi pada saat anak telah dijadikan subyek
untuk rasa sakit atau pengalaman pembatasan yang berlawanan
dengan keinginan mereka.
Dunia prasekolah meluas diluar keluarga kedalam lingkungan
tetangga dimana anak- anak bertemu dengan anak lain dan orang
dewasa. Keingintahuan mereka dan inisiatif yang berkembang
mengarah pada eksplorasi aktif terhadap lingkungan dan
perkembangan ketrampilan baru serta membuat teman baru.
Selama waktu stres atau sakit, prasekolah mungkin kembali
ngompol atau menghisap ibu jari dan menginginkan orang tua
mereka untuk menyuapi, memakaikan pakaian dan memeluk
mereka. Permainan anak prasekolah menjadi lebih sosial setelah
14

mereka berusia 3 tahun pada saat permainan tersebut berganti dari


bermain paralel ke bermain asosiatif.
d) Perkembangan mental
Perkembangan kognitif salah satu tugas yang berhubungan
dengan periode prasekolah adalah kesiapan untuk sekolah dan
pelajaran sekolah. Disini terdapat fase praoperasional (piegat)
pada anak usia 3–5 tahun. Fase ini termasuk perkambangan
prakonseptual pada usia 2- 4 tahun, dan fase pikiran intuitif pada
usia 4–7 tahun. Salah satu transisi utama selama kedua fase adalah
pemindahan dari pikiran egosentris menjadi total menjadi
kesadaran sosial dan kemampun untuk mempertimbangkan sudut
pandang orang lain
e) Perkembangan kognitif
Pengetahuan prasekolah tentang dunia tetap terhubung secara
erat pada pengalaman konkret, bahkan kehidupan mereka yang
kaya fantasi didasarkan pada persepsi tentang kenyataan-
kenyataan yang ditemui. Perkembangan moral usia prasekolah
meluas sampai meliputi permulaan pemahaman tentang perilaku
yang disadari secara sosial benar atau salah.
3. Persepsi kesehatan
Anak usia prasekolah biasanya sedikit mandiri dalam mandi,
berpakaian dan makan. Perubahan pada kemandirian ini dapat
mempengaruhi perasaan mereka mengenai kesehatan mereka
sendiri. Bagi prasekolah sakit dan dirawat di rumah sakit dianggap
sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah dan
takut.
15

D. Konsep Mewarnai Gambar


1. Defenisi Mewarnai Gambar
Menggambar adalah membuat gambar, sedangkan gambar
adalah tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan dan sebagainya)
yang dibuat dengan coretan pencil pada kertas (Tim Penyusun
Kamus Pusat Bahasa dalam Novika 2014).
Mewarnai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
memberi berwarna dari kata dasar warna yang berarti corak atau
rupa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mewarnai gambar
merupakan kegiatan memberikan warna pada gambar atau tiruan
barang yang dibuat dengan coretan pensil/pewarna pada kertas.
Salah satu permainan yang cocok dilakukan untuk anak usia pra
sekolah yaitu mewarnai gambar, dimana anak mulai menyukai dan
mengenal warna serta mengenal bentuk-bentuk benda di
sekelilingnya. Mewarnai merupakan salah satu permainan yang
memberikan kesempatan pada anak untuk bebas berekspresi dan
sangat terapeutik (Paat, 2010).

2. Manfaat Mewarnai Menggambar


a) Memberikan kesempatan pada anak untuk bebas berekspresi
dan sangat terapeutik (sebagai permainan
penyembuh/”therapeutic play”).
b) Dengan bereksplorasi menggunakan gambar, anak dapat
membentuk, mengembangkan imajinasi dan bereksplorasi
dengan ketrampilan motorik halus.
c) Mewarnai gambar juga aman untuk anak usia toddler, karena
menggunakan media kertas gambar dan crayon.
d) Anak dapat mengeskpresikan perasaannya atau memberikan
pada anak suatu cara untuk berkomunikasi, tanpa
menggunakan kata.
16

e) Sebagai terapi kognitif, pada anak menghadapi kecemasan


karena proses hospitalisasi, karena pada keadaan cemas dan
stress, kognitifnya tidak akurat dan negative.
f) Bermain mewarnai gambar dapat memberikan peluang untuk
meningkatkan ekspresi emosinal anak, termasuk pelepasan
yang aman dari rasa marah dan benci.
g) Dapat digunakan sebagai terapi permainan kreatif yang
merupakan metode penyuluhan kesehatan untuk merubah
perilaku anak selama dirawat di rumah sakit.
3. Fase Menggambar
Menurut Kerschensteiner (1989 dalam Novika H, 2014)
perkembangan menggambar seorang anak melalui beberapa fase :
a) Masa Mencoreng (2 – 3 tahun)
Anak senang menggores sesuatu, alat yang dipergunakan
mula-mula tidak tertentu gerakannya belum khas dan maksud
tertentu juga belum ada. Apa yang dibuatnya baru corengan-
corengan belaka, karenanya disebut masa mencoreng.
b) Masa Bagan (3 – 7 tahun)
Pada periode ini, anak mulai menggambarkan dengan sesuatu
bentuk bagan (skema), ia mulai dapat membayangkan atau
menyatakanapa yang akan digambar. Dalam masa bagan ini ada
dua tingkatan : Masa bagan tanpa persamaan (3–4 tahun) ; Anak
mengerti maksud menggambar dan dia sudah dapat menyatakan
lebih dulu apa yang akan digambar, apa yang akan dibayangkan
belum terdapat persamaan dengan barang yang dimaksud. Masa
bagan simbolis (4–7 tahun) ; Anak sudah dapat melukiskan apa-
apa yang dikenal orang dalam bentuk bagan. Bagan yang
dibuatnya boleh dikatakan agak ada persamaan dengan benda-
benda yang digambar. Kesesuaian antara bagan dan barang yang
digambar bertingkat-tingkat, gambar yang dibuat merupakan
simbol-simbol
6

c) Masa Bentuk dan Garis (7 – 9 tahun)


Pada masa ini anak sudah dapat membuat gambar sesuai bentuk dan
garis tertentu. Gambar-gambar yang dibuatnya sudah lebih bersifatrealistis
dan bagian-bagiannya makin lama makin tampak.
d) Masa Silhuet (9 – 10 tahun)
Pada masa ini anak-anak tidak lagi menggambar dengan batas garis
dan bentuk saja, tetapi anak telah dapat memberikan bayang-bayangan pada
gambar yang dibuatnya.
e) Masa Perspektif (10 – 14 tahun)
Anak menggambar dengan syarat-syarat proyeksi, pada akhir ini anak
akan memperoleh hasil gambar yang realistis.

E. Konsep Terapi bermain puzzle


1. Pengertian Bermain
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk
memperoleh kesenagan dan kepuasan. Bermain merupakan cerminan
kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial. Bermain merupakan media
yang baik untuk belajar karena dengan bermain anak-anak akan berkata-kata
(berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa
yang dapat dilakukannya, mengenal waktu, jarak serta suara (Adriana 2013).
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau
mempraktekkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran,
menjadi kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa.
Sebagai suatu aktivitas yang memberikan stimulasi dalam kemampuan
keterampilan, kognitif, dan efektif maka sepatutnya diperlukan suatu
bimbingan, mengingat bermain bagi anak merupakan suatu kebutuhan bagi
dirinya sebagaimana kebutuhan lainnya seperti kebutuhan makan, kebutuhan
rasa nyaman, kebutuhan kasih sayang, dan lain-lain(Adriana 2013).
Bermain merupakan kegiatan anak-anak, yang dilakukan berdasarkan
keinginannya sendiri untuk mengatasi kesulitan, stress dan tantangan yang
ditemui serta berkomunikasi untuk mencapai kepuasan dalam berhubungan
dengan orang lain (Wong 2009)
7

Bermain adalah kegiatan yang sangat penting bagi perkembangan dan


pertumbuhan anak. Bermain harus dilakukan atas inisiatif anak dan atas
keputusan anak itu sendiri. Bermain harus dilakukan dengan rasa senang,
sehingga semua kegiatan bermain yang menyenangkan akan menghasilkan
proses belajar pada anakDiana(2010).
2. Tujuan Bermain
Melaluifungsi yang terurai di atas, pada prinsipnya bermain mempunyai
tujuan sebagai berikut(Adriana 2013):
a) Untuk kelanjutan pertumbuhan dan perkembangan anak terutama anak
yang mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Kegiatan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan harus tetap dilanjutkan
untuk menjaga kesinambungannya.
b) Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi, serta ide-idenya.
Seperti telah diuraikan di atas, pada saat sakit dan dirawat di rumah sakit,
anak mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan. Pada
anak yang belum dapat mengekspresikannya secara verbal, permainan
adalah media yang sangat efektif untuk mengekspresikannya.
c) Mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah.
Permainan akan menstimulasi daya fikir, imajinasi, dan fantasinya untuk
menciptakan sesuatu seperti yang ada di dalam pikirannya. Pada saat
melakukan permainan, semakin lama ia bermain dan semakin tertantang
untuk dapat menyelesaikan dengan baik.
d) Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stres. Stres yang dialami anak
tidak dapat dihindarkan sama halnya dengan stres yang dialami oleh para
orang tua. Untuk itu yang penting adalah bagaimana menyiapkan anak dan
orang tua untuk dapat beradaptasi dengan stresor yang dialaminya secara
efektif. Permainan adalah media yang efektif untuk beradaptasi karena
telah terbukti dapat menurunkan rasa cemas, takut, nyeri, dan marah.
3. Fungsi Bermain Pada Anak
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensorik,
motorik, perkembangan intelektual, perkembangansosial, perkembangan
kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain
sebagai terapi. Sebelum memberikan berbagai jenis permainan pada anak, maka
orang tua seharusnya mengetahui maksud dan tujuan permainan yang akan
8

diberikan pada anak agar diketahui perkembangan anak lebih lanjut, mengingat
anak memiliki berbagai masa dalam tumbuh kembang yang membutuhkan
stimulasi dalam mencapai puncaknya seperti masa kritis, optimal, dan sensitif.
Fungsi bermain pada anak diantaranya (Adriana 2013):
a) Membantu perkembangan sensorik dan motorik.
Fungsi bermain pada anak ini adalah dapat dilakukan dengan
melakukan rangsangan pada sensorik dan motorik melalui rangsangan ini
aktivitas anak dapat mengeksplorasikan alam sekitarnya, sebagai contoh
bayi dapat dilakukan dengan rangsangan taktil, audio dan visual melalui
rangsangan ini perkembangan sensorik dan motorik akan meningkat. Hal
tersebut dapat dicontohkan kepada anak sejak lahir. Anak yang telah
dikenalkan atau dirangsang visualnya dikemudian hari akan memiliki
kemampuan visual yang lebih menonjol seperti lebih cepat mengenal
sesuatu yang baru dilihatnya. Demikian juga pendengaran, apabila sejak
bayi dikenalkan atau dirangsang melalui suara-suara maka daya
pendengaran dikemudian hari anak lebih cepat berkembang dibandingkan
dengan tidak ada stimulasi sejak dini. Kemudian pada perkembangan
motorik apabila sejak dia bayi kemampuan motorik sudah dilakukan
rangsangan maka kemampuan motorik akan cepat berkembang
dibandingkan dengan tanpa stimulasi seperti rangsangan kemampuan
menggenggam, ini akan memberikan dasar dalam perkembangan motorik
selanjutnya. Jadi rangsangan atau stimulasi yang dimaksud tersebut adalah
melalui suatu permainan.
b) Membantu perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif dapat dirangsang melalui permainan. Hal ini
dapat terlihat pada saat anak bermain, maka anak akan mencoba melakukan
komunikasi dengan bahasa anak, mampu memahami objek permainan
seperti dunia tempat tinggal, mampu membedakan berbagai manfaat benda
yang digunakan dalam permainan, sehingga fungsi bermain pada model
demikian akan meningkatkan perkembangan kognitif selanjutnya.
c) Meningkatkan sosialisasi anak
Proses sosialisasi dapat terjadi melalui permainan, sebagai contoh
dimana pada usia bayi anak akan merasakan kesenangan, terhadap kehadiran
orang lain dan merasakan ada teman yang dunianya sama, pada usai todler
9

anak sudah mencoba bermain dengan sesamanya dan ini sudah mulai
berpura-pura jadi seorang guru, jadi seorang anak, jadi seorang bapak, jadi
seorang ibu dan lain-lain, kemudian pada usia prasekolah sudah mulai
menyadari akan keberadaan teman sebaya sehingga harapan anak mampu
melakukan sosialisasi dengan teman dan orang lain.
d) Meningkatkan kreativitas
Bermain juga dapat berfungsi dalam peningkatan kreativitas, dimana
anak mulai belajar menciptakan sesuatu dari permainan yang ada dan
mampu memodifikasi objek yang digunakan dalam permainan sehingga
anak akan lebih kreatif melalui model permainan ini, seperti bermain
bongkar pasang mobil-mobilan.
e) Meningkatkan kesadaran diri
Bermain pada anak akan memberikan kemampuan pada anak untuk
eksplorasi tubuh dan merasakan dirinya sadar dengan orang lain yang
merupakan bagian dari individu yang saling berhubungan, anak mau belajar
mengatur perilaku, membandingkan dengan perilaku orang lain.
f) Mempunyai nilai terapeutik
Bermain dapat menjadikan diri anak lebih senang dan nyaman sehingga
adanya stres dan ketegangan dapat dihindarkan, mengingat bermain dapat
menghibur diri anak terhadap dunianya.
g) Mempunyai nilai moral pada anak
Bermain juga dapat memberikan nilai moral tersendiri pada anak, hal ini
dapat dijumpai anak sudah mampu belajar benar atau salah dari budaya di
rumah, di sekolah dan ketika berinteraksi dengan temannya, dan juga ada
beberapa permainan yang memiliki aturan-aturan yang harus dilakukan tidak
boleh dilanggar.
4. Kategori bermain
a) Bermain Aktif
Dalam bermain aktif, kesenangan timbul dari apa yang dilakukan anak,
apakah dalam bentuk kesenangan bermain alat misalnya mewarnai gambar,
melipat kertas origami, puzzle dan menempel gambar.
b) Bermain Pasif
Dalam bermain pasif, hiburan atau kesenangan diperoleh dari kegiatan
orang lain.Pemain menghabiskan sedikit energi, anak hanya menikmati
10

temannya bermain atau menonton televisi dan membaca buku. Bermain


tanpa mengeluarkan banyak tenaga, tetapi kesenangannya hampir sama
dengan bermain aktif.
5. Permainan puzzle
a) Pengertian bermain puzzle
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan
atau mempraktikkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap
pemikiran, menjadi kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan
berperilaku dewasa. Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan
atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan
informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak.
Menurut Misbach (2010) kata puzzle berasal dari bahasa Inggris
yang berarti teka-teki atau bongkar pasang, media puzzle merupakan media
sederhana yang dimainkan dengan bongkar pasang.Berdasarkan pengertian
tentang media puzzle, maka dapat disimpulkan bahwa media puzzle
merupakan alat permainan edukatif yang dapat merangsang kemampuan
matematika anak, yang dimainkan dengan cara membongkar pasang
kepingan puzzle berdasarkan pasangannya.
b) Tujuan bermain puzzle
Tujuan bermain pada anak yaitu memberikan kesenangan maupun
mengembangkan imajinsi anak. Sebagai suatu aktifitas yang memberikan
stimulus dalam kemampuan keterampilan, kognitif, dan afektif sehingga
anak akan selau mengenal dunia, maupun mengembangkan kematangan
fisik, emosional, dan mental sehingga akan membuat anak tumbuh menjadi
anak yang kreatif, cerdas dan penuh inovatif.
Tujuan terapi bermain adalah untuk menciptakan suasana aman bagi
anak-anak untuk mengekspresikan diri mereka, memahami bagaimana
sesuatu dapat terjadi, mempelajari aturan sosial dan mengatasi masalah
mereka serta memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk berekspresi
dan mencoba sesuatu yang baru Wong, et al (2009).
c) Fungsi bermain puzzle
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-
motorik, perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan
11

kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan


bermain sebagai terapi.
1) Perkembangan Sensoris – Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan
komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat
penting untuk perkembangan fungsi otot. Misalnya, alat permainan
yang digunakan untuk bayi yang mengembangkan kemampuan
sensoris-motorik dan alat permainan untuk anak usia toddler dan
prasekolah yang banyak membantu perkembangan aktivitas motorik
baik kasar maupun halus.
2) Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap
segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal
warna, bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada saat
bermain pula anak akan melatih diri untuk memecahkan masalah. Pada
saat anak bermain mobil-mobilan, kemudian bannya terlepas dan anak
dapat memperbaikinya maka ia telah belajar memecahkan masalahnya
melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai kemampuan ini,
anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya semaksimal mungkin.
Semakin sering anak melakukan eksplorasi seperti ini akan semakin
terlatih kemampuan intelektualnya.
3) Perkembangan Social
Perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi
dan menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk
mengembangkan hubungan social dan belajar memecahkan masalah
dari hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain, anak
belajar berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan
belajar tentang nilai social yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi
terutama pada anak usia sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak
usia toddler dan prasekolah adalah tahapan awal bagi anak untuk
meluaskan aktivitas sosialnya dilingkungan keluarga.
12

4) Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan
mewujudkannya kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang
dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan
mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan
membongkar dan memasang satu alat permainan akan merangsang
kreativitasnya untuk semakin berkembang.
5) Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam
mengatur mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal
kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan
menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan
mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain. Misalnya,
jika anak mengambil mainan temannya sehingga temannya menangis,
anak akan belajar mengembangkan diri bahwa perilakunya menyakiti
teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk menanamkan nilai
moral dan etika, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk
memahami dampak positif dan negatif dari perilakunya terhadap orang
lain.
6) Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama
dari orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak
akan mendapatkan kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut
sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri
dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya.
Melalui kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai moral dan etika,
belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta
belajar bertanggung-jawab atas segala tindakan yang telah
dilakukannya. Misalnya, merebut mainan teman merupakan perbuatan
yang tidak baik dan membereskan alat permainan sesudah bermain
adalah membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab terhadap
tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan
kognitifnya, bagi anak usia toddler dan prasekolah, permainan adalah
media yang efektif untuk mengembangkan nilai moral dibandingkan
13

dengan memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting peran orang tua
untuk mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dan
mengajarkan nilai moral, seperti baik/buruk atau benar/salah.
7) Katagori Bermain
Bermain harus seimbang, artinya harus ada keseimbangan antara
bermain aktif dan yang pasif yang biasanya disebut hiburan. Dalam
bermain aktif kesenangan diperoleh dari apa yang diperbuat oleh
mereka sendiri, sedangkan bermain pasif kesenangan didapatkan dari
orang lain.
d) Hal-hal yang harus diperhatikan
1) Bermain/alat bermain harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.

2) Permainan disesuaikan dengan kemampuan dan minat anak.

3) Ulangi suatu cara bermain sehingga anak terampil, sebelum meningkat


pada keterampilan yang lebih majemuk.

4) Jangan memaksa anak bermain, bila anak sedang tidak ingin  bermain

5) Jangan memberikan alat permainan terlalu banyak atau sedikit.

e) Faktor yang mempengaruhi aktivitas bermain


1) Tahap perkembangan, tiap tahap mempunyai potensi / keterbatasan
2) Status kesehatan, anak sakit, perkembangan psikomotor kognitif
terganggu
3) Jenis kelamin
4) Lingkungan lokasi, negara, kultur
5) Alat permainan senang dapat menggunakan
6) Intelegensia dan status sosial ekonomi
f) Tahap perkembangan bermain
1) Tahap eksplorasi
2) Merupakan tahapan menggali dengan melihat cara bermain
3) Tahap permainan
4) Setelah tahu cara bermain, anak mulai masuk dalam tahap permainan
5) Tahap bermain sungguhan
6) Anak sudah ikut dalam permainan
7) Tahap melamun
14

8) Merupakan tahapan terakhir anak membayangkan permainan


berikutnya.
g) Prinsip bermain di rumah sakit
1) Tidak banyak energi, singkat dan sederhana
2) Tidak mengganggu jadwal kegiatan keperawatan dan medis
3) Tidak ada kontra indikasi dengan kondisi penyakit pasien
4) Permainan harus sesuai dengan tahap tumbuh kembang pasien
5) Jenis permainan disesuaikan dengan kesenangan anak
6) Permainan melibatkan orang tua untuk melancarkan proses kegiatan
h) Hambatan yang mungkin muncul
1) Usia antar pasien tidak dalam satu kelompok usia
2) Pasien tidak kooperatif atau tidak antusias terhadap permainan
3) Adanya jadwal kegiatan pemeriksaan terhadap pasien pada waktu yang
bersamaan.
i) Antisipasi hambatan
1) Mencari pasien dengan kelompok usia yang sama
2) Libatkan orang tua dalam proses terapi bermain
3) Jika anak tidak kooperatif, ajak anak bermain secara perlahan-lahan
4) Perawat lebih aktif dalam memfokuskan pasien terhadap permainan
5) Kolaborasi jadwal kegiatan pemeriksaan pasien dengan tenaga
kesehatan lainnya.
j) Cara bermain puzzle
1) Sediakan puzzle bergambar.
2) Bongkar pazzle tersebut.
3) Pasang kembali pazzle sesuai pasangannya masing.
4) Di anjurkan lebih baik pada bagian ujung puzzle terlebih dahulu.
5) Setelah itu bagian samping dengan sesuai pasangannya.
6) Kerjakan sampai selesai sesuai dengan gambar seperti semula sebelum
puzzle dibongkar.
15

B. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat
dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antara
variabel (baik variabel yang diteliti maupun variabel yang tidak diteliti). Kerangka
konsep akan membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan dengan teori
(Nursalam 2014). Keterkaitan hasil penemuan dengan teori pada penelitian ini
diuraikan sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen


Terapi Mewarnai Gambar
Tingkat Kecemasan Selama
Menjalani Perawatan
Terapi Bermain Puzzle Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep


26

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan
dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu
diperhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan dan kugunaan (Sugiyono, 2016).
1. Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian merupakan pola pikir yang menunjukkan hubungan
antara variabel yang akan diteliti yang sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah
rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan
untuk merumuskan hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis dan tekmis analisis
statistik yang akan digunakan (Sugiyono, 2016).
Peneliti melakukan observasi (pretest) untuk melihat tingkat kecemasan
pada anak usia prasekolah selama menjalani perawatan sebelum diberikan terapi
mewarnai gambar dan melakukan observasi (posttest) untuk melihat tingkat kecemasan
pada anak usia prasekolah selama menjalani perawatan sesudah diberikan terapi
mewarnai gambar. Kedua peneliti melakukan observasi (pretest) untuk melihat
tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah selama menjalani perawatan sebelum
diberikan terapi puzzle gambar, dan melakukan observasi (prostest) untuk melihat
tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah selama menjalani perawatan sesudah
diberikan terapi puzzle gambar.
Desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut (Notoadmojo 2012):

01 X1 02
03 X3 04

Gambar 3.1. Desain Penelitian

Keterangan :
01 : pretest
27

X1 : Tindakan pemberian terapi mewarnai gambar pada usia prasekolah


02 : posttest
03 : pretesr
X3 : Tindakan pemberian terapi bermain puzzle gambar pada usia
Prasekolah
O4 : posttest

2. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode quasy experiment yaitu metode
penelitian yang menguji coba suatu intervensi pada sekelompok subjek dengan
atau tanpa kelompok pembanding namun tidak dilakukan randomisasi untuk
memasukan subjek kedalam kelompok perlakuan atau kontrol (Dharma, 2011).
Peneliti ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan pra
eksperimental dan desain yang digunakan adalah two group pretest and postest.

3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian, telah dinyatakan dalam bentuk

kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru

didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta yang

empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat

dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah,belum jawaban

yang empirik (Sugiyono, 2016).

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Hipotesa nol (H0) : Ada perbedaan antara terapi mewarnai gambar dan

terapi bermain puzzle gambar terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak

usia pra sekolah selama menjalani perawatan di Ruang Samolo 3 RSUD Sayang

Cianjur

Hipotesa alternatif (Ha) : Tidak Ada perbedaan antara terapi mewarnai gambar

dan terapi bermain puzzle gambar terhadap penurunan tingkat kecemasan pada
28

anak usia pra sekolah selama menjalani perawatan di Ruang Samolo 3 RSUD

Sayang Cianjur

4. Variabel Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2012), variabel adalah ukuran atau ciri yang

dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang

dimiliki oleh kelompok lain. Variabel juga dapat diartikan sebagai konsep

yang mempunyai bermacam-macam nilai. Misalnya badan, sosial,

ekonomi, mahasiswa, kinerja, dan sebagainya adalah konsep. Selanjutnya

konsep ini dapat diubah menjadi variabel dengan cara merumuskan pada

aspek tertentu (Notoatmodjo, 2012). Macam-macam tipe variabel yaitu

Variabel Independen (variabel bebas) dan Variabel Dependen (variabel

terikat) (Nursalam, 2013).

a. Variabel Bebas (Independent)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya

menentukan variabel lain (Nursalam, 2013). Variabel bebas dalam penelitian

ini adalah terapi mewarnai gambar dan terapi bermain puzzle gambar.

b. Variabel Terikat (Dependen)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi nilainya oleh variabel

lain (Nursalam, 2013). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penrunan

tingkat kecemasan

5. Definisi Operasional
29

Definisi oprasional adalah pengertian variabel-variabel yang diamati/diteliti,

dimana variabel-variabel tersebut perlu di beri batasan. Manfaat dari definisi

oprasional yaitu untuk mengarahkan kepeda pengukuran atau pengamatan

terhadap verabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrument

(alat ukur) (Notoatmodjo, 2012).

Tabel 3.1 Definisi Oprasional

No Variabel Definisi Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Konseptual Operasional

1. Variabel Menggambar Mewarnai Buku - -


Independen merupakan Gambar
adalah
Terapi salah satu dan puzzle
mewarnai membuat gambar
permainan
gambar
gambar,ssedang yang
dan Terapi
bermain kan gambar memberikan
puzzle kesempatan
adalah tiruan
gambar pada anak
barang (orang, untuk bebas
binatang, berekspresi
dan sangat
tumbuhan dan
terapeutik
sebagainya) (Paat, 2010).
yang dibuat
dengan coretan
pencil pada
kertas (Tim
Penyusun
Kamus Pusat
Bahasa dalam
Novika 2014).

2. Variabel Kecemasan Pengukuran Mengguna < 14 : Tidak Ordin


Dependen adalah respon kecemasan kan lembar ada al
yang observasi Kecemasan
emosional
Kecemasan dilakukan dan Skala
terhadap 14-20 :
pada anak sebelum HARS
penilaian yang kecemasan
prasekolah( dan ringan.
menggambark sesudah
30

4-5 tahun). an keadaan, terapi


kekwatiran, mewarnai 21-27 :
gambar dan Kecemasan
gelisah, takut, Sedang
terapi
tidak tentram
bermain
di sertai 28-41
puzzle Kecemasan
berbagai gambar. Berat
keluhan fisik.
42-56
:Kecemasan
Berat Sekali

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek yang akan diteliti (Nursalam 2014).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien anak usia prasekolah umur 3-6
tahun di Ruang Samolo 3 RSUD Sayang Cianjur pada saat penelitian dilakukan
dengan jumlah 75 orang (berdasarkan rata-rata kunjungan perbulan).

2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono 2017).Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian
pasien anak usia prasekolah di ruang samolo 3 RSUD Sayang Cianjur dengan
kriteria sebagai berikut:
a) Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga, dan dana.

b) Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini

menyangkut banyak sedikitnya data.

c) Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti. Untuk penelitiannya yang

resikonya besar, tentu saja jika sampel besar, hasilnya lebih baik (Arikunto,

2013).

a) Besaran Sampel

Menurut Supranto J (2000) untuk penelitian eksperimen dengan secara

sederhana dapat dipakai rumus :


31

(t-1) (r-1) ≥ 15

Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah responden untuk kelompok

intervensi masing-masing berjumlah 8 orang.

b) Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan accidental

sampling yaitu pengambilan sampel dengan mengambil sampel berdasarkan

pertimbangannya (Riyanto, 2013).

Pengambilan sampel secara asccidental ini dilakukan dengan mengambil

kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat

sesuai dengan konteks penelitian (Notoatmojdo, 2012).

c) Kriteria Sampel

Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi

bias hasil penelitian, khususnya jika terhadap variabel-variabel perlakuan

ternyata mempunyai pengaruh terhadap variabel yang diteliti (Nursalam,

2013). Menurut (Dahlan, 2010) kriteria dapat dibedakan menjadi 2 yaitu,

inklusi dan ekslusi sebagai berikut :

1) Kriteria Inklusi
a) Pasien bersedia menjadi responden.
b) Pasien dapat berkomunikasi dengan baik.
c) Anak usia prasekolah.
d) Anak usia 3 – 6 tahun
2) Kriteria Eksklusi
a) Pasien tidak bersedia menjadi responden.
b) Pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
c) Anak usia todler dan usia sekolah

C. Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
32

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan subjek dalam proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam, 2013).

a. Data Primer

Data primer adalah data yang didapatkan langsung oleh peneliti

terhadap sasarannya sebelum dilakukan tindakan intervensi, terlebih dahulu

dilakukan pengukuran tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah,

kemudian peneliti melakukan pengukuran tingkat kecemasan anak usia

prasekolah kembali.

b. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang didapatkan peneliti dari sumber yang

sudah ada yaitu data jumlah pasien anak usia prasekolah dari rekam medis

RSUD Sayang Cianjur. Pada proses pengumpulan data, peneliti

menggunakan lembar obervasi pada responden sebagai tanda persetujuan

keikutsertaan dalam penelitian ini.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data. Instrumen penelitian ini dapat berupa : kuesioner, formulir

observasi, formulir-formulir yang berkaitan dengan pencatatan data dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2012).

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi untuk

mengukur tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah dengan bantuan skala

kecemasan HARS dengan hasil ukur tingkat kecemasan. Lembar observasi ini

merupakan lembar observasi yang sudah baku atau standar yang diambil dari

literature yang ada.


33

3. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Pada suatu penelitian dalam pengumpulan data diperlukan adanya

alat dan cara pengumpulan data yang valid (kesasihan), reliable (andal)

dan aktual. Uji validitas merupakan pengukuran dan pengamatan yang

berarti prinsip keandalan instrumen dalam pengumpulan data. Instrumen

harus dapat di ukur (Nursalam, 2013).

Uji reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan

bila fakta atau kenyataan hidup diukur atau diamati berkali-kali dalam

waktu yang berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati sama-

sama memegang peranan yang penting dalam waktu yang bersamaan

(Nursalam, 2013).

Uji validitas dan uji reliabilitas dalam penelitian ini tidak diperlukan

karena menggunakan instrumen berupa alat ukur pengukuran tingkat

kecemasan HARS yang sudah baku, sehingga semua pertanyaan dalam

kuesioner pengukuran tingkat kecemasan tersebut dinyatakan telah valid

dan reliabel sehingga dapat digunakan dalam penelitian.

D. Prosedur Penelitian
a. Tahap Persiapan

1) Mencari fenomena yang terjadi

2) Menentukan judul penelitian.

3) Memilih tempat penelitian

4) Bekerjasama dengan tempat penelitian untuk studi pendahuluan

5) Memilih sasaran yaitu dengan cara memilih pasien anak usia prasekolah

yang dirawat diruang samolo 3 RSUD Sayang Cianjur

6) Mengajukan judul penelitian.

7) Menyusun proposal penelitian beserta instrumen.


34

8) Konsultasi proposal penelitian.

9) Pelaksanaan seminar proposal

10) Perbaikan proposal

11) Menyusun instrumen dan perbaikan instrumen.

12) Mengurus perizinan untuk pelaksanaan penelitian, perizinan berupa

penyerahan surat izin yang ditandatangani oleh Ka.Prodi pendidikan Ners

kepada Direktur RSUD Sayang Cianjur.

b. Tahap Pelaksanaan

1) Melakukan tahapan persiapan

2) Mengidentifikasi responden yang memiliki kriteria inklusi dan ekslusi,

3) Membagi responden menjadi kelompok terapi mewarnai gambar dan

kelompok terapi bermain puzzle gambar. Untuk responden kelompok

terapi mewarnai gambar yaitu responden yang berada di kamar 1, dan

untuk responden kelompok terapi bermain puzzle gambar yaitu

responden yang berada di kamar 2.

4) Meminta calon responden yang terpilih agar bersedia menjadi responden

setelah mendapatkan penjelasan tentang tujuan, manfaat dan prosedur

penelitian serta hak dan kewajiban selama menjadi responden.

Responden yang bersedia selanjutnya diminta menandatangani lembar

informed consent. Penelitian dibantu oleh anumerator.

5) Menyusun lembar observasi pretest menjelaskan tentang pembagian

kelompok terapi mewarnai gambar dan kelompok terapi bermain puzzle

gambar, dilakukan posttest yang telah diisi kemudian melakukan

pengolahan data dan analisa dari semua responden

6) Menarik kesimpulan dari data yang telah diperoleh berdasarkan

pengolahan dan analisis data yang telah dilakukan sebelumnya.


35

c. Tahap Akhir

1) Peneliti memeriksa kelengkapan data setelah pretest dan postest.

2) Menyusun laporan hasil penelitian.

3) Presentasi hasil penelitian.

4) Memperbaiki hasil presentasi berdasarkan saran dan masukan penguji.

5) Melakukan konsultasi kepada pembimbing mengenai hal-hal yang telah

direvisi.

6) Pendokumentasian hasil penelitian.

E. Pengolahan dan Analisis Data


Setelah pengumpulan data, kemudian dilakukan pengolahan data dan analisa

data. Kegiatan analisis data dimaksudkan untuk memberi arti dan makna pada data

untuk memecahkan masalah dalam penelitian yang sudah dirumuskan

(Arikunto,2013).

1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan,

hipotesis yang akan diuji harus berkaitan dan berhubungan dengan permasalahan

yang akan diajukan (Riduwan, 2014). Adapun yang harus dilakukan adalah :

a. Editing

Editing adalah peneliti melakukan kegiatan untuk pengecekan dan

perbaikan lembar observasi, informasi data pretest dan posttest tentang hasil

ukur tingkat kecemasan anak usia prasekolah.

b. Memasukan data (data entry) dan Processing

Entry adalah memasukan data yang diperoleh ke dalam program atau

software komputer. Pada penelitian ini dilakukan memasukkan data hasil


36

penelitian karakteristik responden, tingkat kecemasan anak usia prasekolah

ke dalam program komputer (SPSS) untuk diolah.

c. Coding

Peneliti melakukan pemberian kode numerik (angka) terhadap data

yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila

pengolahan dan analisa data menggunakan komputer.

d. Cleaning

Data cleaning adalah proses pembetulan atau koreksi untuk melihat

kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak

lengkapan dan sebagainya. Pada penelitian ini dilakukan pengecekan hasil

tingkat kecemasan responden apakah sudah benar data yang diinput.

e. Tabulating

Tabulating adalah penyusunan data dalam bentuk tabel kemudian

dianalisis dengan proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih

mudah dibaca dan di interpretasikan.

2. Analisa Data

Setelah proses pengolahan data dilakukan, maka selanjutnya proses

analisa data sebagai berikut :

a. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2012). Data univariat

yang dianalisis dalam penelitian ini mencakup data tingkat kecemasan anak

usia prasekolah dihasilkan dalam bentuk distribusi frekuensi dan presentase

dari setiap variabelnya.


37

b. Analisa Bivariat / Uji Normalitas Data

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga atau

berkorelasi (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini analisis bivariat

digunakan untuk mengetahui efektifitas “terapi mewarnai gambar dan terap[i

bermain puzzle gambar” (variabel independen) “Terhadap tingkat kecemasan

anak usia prasekolah” (variabel dependen).

F. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di ruang samolo 3 RSUD Sayang Cianjur
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada 20-22 Januari tahun 2020
38

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Setelah melakukan penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 20-22 Januari
2020 terhadap 16 responden yang dirawat di ruang samolo 2 RSUD Sayang Cianjur
yang terdiri dari 8 anak kelompok terapi mewarnai gambar dan 8 anak kelompok
terapi bermain puzzle gambar. Pada bab ini akan dilaporkan hasil penelitian dan
pembahasan mengenai “Efektifitas terapi mewarnai gambar dan terpai bermain puzzle
gambar terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah selama
menjalani perawatan di Ruang Samolo 3 RSUD Sayang Cianjur Tahun 2020, yang
akan ditampilkan dalam bentuk tabel berikut :
1. Analisa Univariat

a. Gambaran tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah sebelum


diberikan terapi mewarnai gambar di ruang samolo 3 RSUD Sayang
Cianjur Tahun 2020

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi tingkat kecemasan pada anak usia


prasekolah sebelum diberikan terapi mewarnai gambar di ruang
samolo 3 RSUD Sayang Cianjur Tahun 2020

Kategori Frekuensi Persentase (%)


Tidak Ada Cemas 1 12,5
Kecemasan Ringan 2 25
Kecemasan Sedang 3 37,5
Kecemasan Berat 2 25
Total 8 100
Sumber : Data Primer, 2020
Berdasarkan tabel 4.1 diatas diperoleh hasil dari 8 responden sebelum
diberikan terapi mewarnai gambar terhadap penurunan tingkat kecemasan
pada anak usia prasekolah selama menjalani perawatan di ruang samolo 3
RSUD Sayang Cianjur terdapat 3 orang (37,5%) memiliki tingkat kecemasan
39

sedang, sedangkan terdapat masing-masing 2 orang (25%) memiliki


kecemasan ringan dan berat, dan sebagian kecil yaitu 1 orang (12,5%) tidak
memiliki kecemasan.

b. Gambaran tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah sesudah


diberikan terapi mewarnai gambar di ruang samolo 3 RSUD Sayang
Cianjur Tahun 2020

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi tingkat kecemasan pada anak usia


prasekolah sesudah diberikan terapi mewarnai gambar di ruang
samolo 3 RSUD Sayang Cianjur Tahun 2020

Kategori Frekuensi Persentase (%)


Tidak Ada Cemas 5 62,5
Kecemasan Ringan 3 37,5
Total 8 100
Sumber : Data Primer, 2020
Berdasarkan tabel 4.2 diatas diperoleh hasil dari 8 responden
sesudah diberikan terapi mewarnai gambar terhadap penurunan tingkat
kecemasan pada anak usia prasekolah selama menjalani perawatan di ruang
samolo 3 RSUD Sayang Cianjur sebagian besar terdapat 5 orang (62,5%) tidak
ada kecemasan, dan sebagian kecil yaitu 3 orang (37,5%) memiliki kecemasan
ringan
c. Gambaran tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah sebelum
diberikan terapi puzzlei gambar di ruang samolo 3 RSUD Sayang
Cianjur Tahun 2020

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi tingkat kecemasan pada anak usia


prasekolah sebelum diberikan terapi puzzle gambar di ruang
samolo 3 RSUD Sayang Cianjur Tahun 2020

Kategori Frekuensi Persentase (%)


Kecemasan Ringan 4 50
Kecemasan Sedang 2 25
Kecemasan Berat 2 25
Total 8 100
Sumber : Data Primer, 2020
Berdasarkan tabel 4.3 diatas diperoleh hasil dari 8 responden sebelum
diberikan terapi puzzle gambar terhadap penurunan tingkat kecemasan pada
anak usia prasekolah selama menjalani perawatan di ruang samolo 3 RSUD
40

Sayang Cianjur terdapat sebagian besar yaitu 4 orang (50%) memiliki tingkat
kecemasan ringan, sedangkan terdapat masing-masing 2 orang (25%) memiliki
kecemasan sedang dan berat.

d. Gambaran tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah sesudah


diberikan terapi puzzle gambar di ruang samolo 3 RSUD Sayang
Cianjur Tahun 2020

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi tingkat kecemasan pada anak usia


prasekolah sesudah diberikan terapi puzzle gambar di ruang
samolo 3 RSUD Sayang Cianjur Tahun 2020

Kategori Frekuensi Persentase (%)


Tidak Ada Cemas 1 12,5
Kecemasan Ringan 3 37
Kecemasan Sedang 4 50
Total 8 100
Sumber : Data Primer, 2020
Berdasarkan tabel 4.4 diatas diperoleh hasil dari 8 responden
sesudah diberikan terapi puzzle gambar terhadap penurunan tingkat kecemasan
pada anak usia prasekolah selama menjalani perawatan di ruang samolo 3
RSUD Sayang Cianjur terdapat 4 orang (50%) memiliki kecemasan sedang,
dan terdapat 3 orang (37%) memiliki kecemasan ringan dan sebagian kecil
yaitu 1 orang (12,5%) tidak ada kecemasan.

2. Hasil Analisa Bivariat

a. Uji Normalitas Data

Sebelum dilakukan analisa bivariat terlebih dahulu dilakukan uji

normalitas data untuk menentukan jenis uji statistik yang digunakan. Data

yang diuji normalitas distribusinya adalah data tingkat kecemasan sebelum

dan sesudah diberikan terapi mewarnai gambar dan terapi bermain puzzle

gambar dengan hasil sebagai berikut :


41

Tabel 4.5 Distribusi Uji Normalitas Data dengan ratio Skewness

Kelompok Terapi Mewarnai Gambar dan Terapi Bermain Puzzle

Gambar

Kelompok Skewness Std. Error Ratio Distribusi


Skewness Data
Pre Terapi -0,199 0,752 -0,26 Normal
Mewarnai Gambar
Post Terapi -0,022 0,752 -0,02 Normal
Mewarnai Gambar
Pre Terapi Puzzle 0,328 0,752 0,43 Normal
Gambar
Post Terapi Puzzle -0,272 0,752 -0,36 Normal
Gambar
Sumber : Data Primer, 2020

Berdasarkan tabel 4.5 diatas diperoleh hasil analisa setelah

dibandingkan antara nilai skewness dan standar error, maka distribusi data

kategori tingkat kecemasan anak prasekolah sebelum diberikan terapi

mewarnai gambar yaitu -0,26 maka data berdistribusi normal, untuk

distribusi data kategori tingkat kecemasan anak prasekolah sesudah

diberikan terapi mewarnai gambar yaitu -0,02 maka data berdistribusi

normal. Untuk distribusi data kategori tingkat kecemasan anak prasekolah

sebelum diberikan terapi bermain puzzle gambar yaitu 0,43 maka data

berdistribusi normal, untuk distribusi data kategori tingkat kecemasan anak

prasekolah sesudah diberikan terapi puzzle gambar yaitu -0,02.

Dikarenakan distribusi data pada kelompok sebelum dan sesudah

diberikan terapi mewarnai gambar berdistribusi normal, maka uji statistik

nya menggunakan uji dependent t test.


42

Dikarenakan distribusi data pada kelompok sebelum dan sesudah

diberikan terapi bermain puzzle gambar berdistribusi normal, maka uji

statistik nya menggunakan uji dependent t test.

b. Perbedaan Terapi mewarnai gambar dan terapi bermain puzzle gambar

terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah

selama menjalani perawatan di ruang samolo 3 RSUD Sayang Cianjur

Tabel 4.6 Perbedaan Terapi mewarnai gambar dan terapi bermain

puzzle gambar terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak

usia prasekolah selama menjalani perawatan di ruang samolo 3

RSUD Sayang Cianjur Tahun 2020

Kelompok Mean Std. Std. Error P Value


Deviasi Mean
Terapi Mewarnai 7,75 4,862 1,719 0,003
Gambar
Terapi Bermain 2,25 2,866 1,013 0,062
Puzzle Gambar
Sumber : Data Primer 2020

Berdasarkan tabel 4.6 diatas diperoleh hasil analisa data dari jumlah

responden masing-masing 8 orang dari kelompok yang diberikan terapi

mewarnai gambar dan kelompok terapi bermain puzzle gambar yaitu

didapatkan nilai mean dari kelompok terapi mewarnai gambar 7,75,

standar deviasi 4,862, standar error mean 1,719. Untuk kelompok terapi

bermain puzzle gambar didapatkan nilai mean yaitu 2,25, standar deviasi

2,866, standar error mean 1,013.

Hasil Uji statistik untuk kelompok terapi mewarnai gambar dengan

menggunakan uji dependent t test yaitu 0,003 lebih kecil dibandingkan

dengan nilai signifikan 0,05, maka nilai p 0,003 < 0,05 dengan demikian
43

Ho di tolak artinya terdapat pengaruh terhadap penurunan tingkat

kecemasan pada anak prasekolah selama menjalami perawatan di ruang

samolo 3 RSUD Sayang Cianjur Tahun 2020.

Hasil Uji statistik untuk kelompok terapi bermain puzzle gambar

dengan menggunakan uji dependent t test yaitu 0,062 lebih besar

dibandingkan dengan nilai signifikan 0,05, maka nilai p 0,062 > 0,05

dengan demikian Ho di terima artinya tidak terdapat pengaruh terhadap

penurunan tingkat kecemasan pada anak prasekolah selama menjalami

perawatan di ruang samolo 3 RSUD Sayang Cianjur Tahun 2020.

B. Pembahasan

Gambaran hasil dari 8 responden sebelum diberikan terapi mewarnai


gambar terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah
selama menjalani perawatan di ruang samolo 3 RSUD Sayang Cianjur terdapat
3 orang (37,5%) memiliki tingkat kecemasan sedang, sedangkan terdapat
masing-masing 2 orang (25%) memiliki kecemasan ringan dan berat, dan
sebagian kecil yaitu 1 orang (12,5%) tidak memiliki kecemasan. Itu
membuktikan bahwa sebelum diberikan terapi mewarnai dan terapi bermain
puzzle gambar bahwa pasien mengalami kecemasan.
Gambaran hasil dari 8 responden sesudah diberikan terapi mewarnai
gambar terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah
selama menjalani perawatan di ruang samolo 3 RSUD Sayang Cianjur
sebagian besar terdapat 5 orang (62,5%) tidak ada kecemasan, dan sebagian
kecil yaitu 3 orang (37,5%) memiliki kecemasan ringan. Ini membuktikan
bhawa terapi mewarnai dan terapi puzzle gambar bisa membuat psikologis
anak berkurang terhadap kecemasan akibat dampak hospitalisasi.
Gambaran hasil dari 8 responden sebelum diberikan terapi puzzle
gambar terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah
selama menjalani perawatan di ruang samolo 3 RSUD Sayang Cianjur terdapat
sebagian besar yaitu 4 orang (50%) memiliki tingkat kecemasan ringan,
44

sedangkan terdapat masing-masing 2 orang (25%) memiliki kecemasan sedang


dan berat. Ini membuktikan bahwa pasien sebelum diberikan terapi kecemasan
nya tidak ada yang berkurang.

Gambaran hasil dari 8 responden sesudah diberikan terapi puzzle


gambar terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah
selama menjalani perawatan di ruang samolo 3 RSUD Sayang Cianjur terdapat
4 orang (50%) memiliki kecemasan sedang, dan terdapat 3 orang (37%)
memiliki kecemasan ringan dan sebagian kecil yaitu 1 orang (12,5%) tidak ada
kecemasan. Ini membuktikan bahwa terapi puzzle gambar bisa membuat
kecemasan anak berkurang akibat dampak hospitalisasi.
Hasil Uji statistik untuk kelompok terapi mewarnai gambar dengan
menggunakan uji dependent t test yaitu 0,003 lebih kecil dibandingkan dengan
nilai signifikan 0,05, maka nilai p 0,003 < 0,05 dengan demikian Ho di tolak
artinya terdapat pengaruh terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak
prasekolah selama menjalami perawatan di ruang samolo 3 RSUD Sayang
Cianjur Tahun 2020.
Ini membuktikan bahwa terapi mewarnai gambar mempunya pengaruh
terhadap tingkat kecemasan anak usia prasekolah dampak hospitalisasi selama
menjalani perawatan di ruang samolo 3 RSUD Sayang Cianjur.
Hasil Uji statistik untuk kelompok terapi bermain puzzle gambar
dengan menggunakan uji dependent t test yaitu 0,062 lebih besar dibandingkan
dengan nilai signifikan 0,05, maka nilai p 0,062 > 0,05 dengan demikian Ho di
terima artinya tidak terdapat pengaruh terhadap penurunan tingkat kecemasan
pada anak prasekolah selama menjalami perawatan di ruang samolo 3 RSUD
Sayang Cianjur Tahun 2020. Ini membuktikan bahwa terapi bermain puzzle
gambar bisa menurunkan tingkat kecemasan anak.
Terapi mewarnai gambar dan terapi bermain puzzle gambar keduanya
bisa menurunkan tinkgat kecemasan anak usia prasekolah, tetapi setelah
dilakukan uji statistik, bahwa terapi mewarnai gambar lebih efektif
dibandingkan dengan terapi bermain puzzle gambar terhadap penurunan
tingkat kecemasan anak usia prasekolah selama menjalani perawatan di Ruang
samolo 3 RSUD Sayang Cianjur tahun 2020.
45

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada 16 responden yang terdiri dari 8
responden kelompok terapi mewarnai dan 8 responden kelompok terapi
bermain puzzle gambar terhadap penurunan tingkat kecemasan anak usia
prasekolah selama masa menjalani perawatan di Ruang samolo 3 RSUD
Sayang Cianjur tahun 2020, disimpulkan tentang gambaran tingkat kecemasan
anak usia prasekolah sebelum dan sesudah diberikan terapi mewarnai gambar,
gambaran tingkat kecemasan anak usia prasekolah sebelum dan sesudah
diberikan terapi puzzle gambar dan efektifitas terapi mewarnai gambar dan
terapi bermain puzzle gambar, sebagai berikut :
1. Gambaran hasil dari 8 responden sebelum diberikan terapi mewarnai
gambar terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah
selama menjalani perawatan di ruang samolo 3 RSUD Sayang Cianjur
terdapat 3 orang (37,5%) memiliki tingkat kecemasan sedang.
2. Gambaran hasil dari 8 responden sesudah diberikan terapi mewarnai
gambar terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah
selama menjalani perawatan di ruang samolo 3 RSUD Sayang Cianjur
sebagian besar terdapat 5 orang (62,5%) tidak ada kecemasan.
3. Gambaran hasil dari 8 responden sebelum diberikan terapi puzzle gambar
terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah selama
menjalani perawatan di ruang samolo 3 RSUD Sayang Cianjur terdapat
sebagian besar yaitu 4 orang (50%) memiliki tingkat kecemasan ringan.
4. Gambaran hasil dari 8 responden sesudah diberikan terapi puzzle gambar
terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah selama
46

menjalani perawatan di ruang samolo 3 RSUD Sayang Cianjur terdapat 4


orang (50%) memiliki kecemasan sedang.
5. Terdapat pengaruh terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak
prasekolah selama menjalami perawatan di ruang samolo 3 RSUD Sayang
Cianjur Tahun 2020. Dengan nilai p 0,003
6. Tidak terdapat pengaruh terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak
prasekolah selama menjalami perawatan di ruang samolo 3 RSUD Sayang
Cianjur Tahun 2020. Ini membuktikan bahwa terapi bermain puzzle
gambar bisa menurunkan tingkat kecemasan anak. Dengan nilai p 0,062

B. SARAN
Berdasarkan hasil kesimpulan maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai
berikut :
1. Bagi Institusi Pendidikan
Peneliti menyarankan bahwa hasil penelitian ini untuk menambahkan
bahan ajar mengenai psikologi anak pada mata kuliah keperawatan anak.
2. Bagi Perawat
Disarankan kepada perawat untuk tetap memberikan terapi bermain untuk
meminimalkan dampak hospitalisasi pada anak selama menjalani
perawatan dan tenaga kesehatan melakukan pendekatan lebih intensif pada
anak untuk mendapatkan kepercayaan anak serta menjadikan anak
kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
3. Bagi Tempat Penelitian
Disarankan memaksimalkan fungsi dari ruangan bermain bagi anak dalam
perawatan, misalnya ruangan tempat anak bermain dan alat-alat bermain
diperbanyak sehingga memudahkan prosedur pemeriksaan dan perawatan
selama hospitalisasi.
47

DAFTAR PUSTAKA

Adriana, D. 2013. Tumbuh Kembang & Terapi Bermain Pada Anak.Jakarta (ID) Salemba
Medika.
Agustina, I. Sitohang, N.R. (2013). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan
Terapi Bermain di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Dr. Pringadi Medan (ID):
Universitas Sumatera Utara
Dewi T. 2017. Hubungan Sikap Terapi Bermain dengan Perilaku Kooperatif Anak Usia
Prasekolah yang Menjalani Perawatan di Ruang Melati RSUD Dr. Soedirman
Kebumen. [skripsi] Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong.
Diana Mutiah. 2010. Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta (ID): Kencana.
Handayani & Puspitasari. 2009. Terapi Bermain terhadap Tingkat Kooperatif Selama
Menjalani Perawatan pada Anak Usia Prasekolah (3-5 tahun) di umah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta.
Hockenberry, Marilyn & Wilson, David. 2015. Wong’s Nursing Care Of Infants And
Children. Canada: Elsevier Inc.
Kaur, B et al. 2014. Effectiveness Of Cartoon Distraction On Pain Perception And
Distress In Children During Intravenous Injection. IOSR Journal Of Nursing And
Health Science (IOSR-JNHS) Vol.3, Issue 3 Ver.II (May-Jun 2014) pp 08-15.
Kyle, Terri dan Carman, Susan.2014.Buku Ajar Keperawatan Pediatri.Edisi 2. Vol.1.
Jakarta (ID): EGC
Dahlan, M.Sopiyudin,2017. Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta (ID):
Salemba Medika.
Muzamil, Misbach 2010. Pengertian Media Puzzle, [online],
(https://www.academia.edu/9717051)
Notoatmodjo S, 2010.Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Notoatmodjo S, 2012.Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
48

Nursalam.2014. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.


Jakarta (ID): Salemba Medika
Profil Anak Indonesia.2018.Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan Anak. Jakarta.
Rahma & Puspasari. 2014. Tingkat Kooperatif Anak Usia Prasekolah (3-5 Tahun) Melalui
Terapi Bermain Selama Perawatan Di Rumah Sakit Pati Rapih Yogyakarta.
Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta.

Ridha N. 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar
Salmela M, Salantera S, Aronen ET. 2010. Coping with hospital related fears: [Internet].
[diunduh 2017Maret 6]. Tersedia pada experiences of pre-school-aged
children.Journal Of Advanced Nursing.66 (6): 1222–1231
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung (ID)
Alfabeta, CV
Sukarmin R, Sujono. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Yogyakarta (ID): Graha
Ilmu
Supartini, Y. 2012. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta (ID): EGC.
Umi azizah kusuma ningrum & Nasrudin. 2015. Pengaruh Terapi Bermain Kolase Kartun
Terhadap Tingkat Kooperatif Anak Usia Pra Sekolah Selama Prosedur Nebuleser
Di Rumah Sakit Airlangga Jombang. Jurnal Edu Health ,Vol. 5. 1
Videbeck, Sheila . 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa (Renata Komalasari, penerjemah).
Jakarta (ID) : EGC
Wong DL. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta (ID): EGC
49

Anda mungkin juga menyukai