Perlukah Tonsilektomi?
Oleh:
Gusti Muhammad Fuad Suharto
Afifah Yusti Rahimallah
Abdian Purnapita Pambudi
Pembimbing:
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................... ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.Tonsilitis................................................................................... 4
B. Tonsilektomi............................................................................ 12
C. Perlukah Tonsilektomi?........................................................... 23
BAB III KESIMPULAN.......................................................................... 28
DAFTARoPUSTAKA............................................................................ 30
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
GAMBAR 2.1 4
GAMBAR 2.2 5
GAMBAR 2.3............................................................................................ 6
GAMBAR 2.4............................................................................................ 6
GAMBAR 2.5............................................................................................ 7
GAMBAR 2.6............................................................................................ 11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
tidak tepat (seharusnya) pada anak-anak pada tahun-tahun yang lalu. Besarnya
jumlah ini karena keyakinan para dokter dan orangtua tentang keuntungan
berulang, namun juga untuk berbagai kondisi yang lebih luas termasuk kesulitan
mendengkur, gangguan bicara dan enuresis. Saat ini walau jumlah operasi
yang paling sering dilakukan. Pengeluaran pelayanan medik untuk prosedur ini
Pada pertengahan abad yang lalu, mulai terdapat pergeseran dari hampir
tidak adanya kriteria yang jelas untuk melakukan tonsilektomi menuju kriteria
yang lebih tegas dan jelas. Selama ini telah dikembangkan berbagai studi untuk
1
kemungkinan infeksi di kemudian hari sehingga dianjurkan terapi dilakukan
merupakan kesepakatan para ahli. Saat ini, selain hasil analisa klinis, isu di bidang
mulai munculnya aturan yang ketat dalam pembayaran pelayanan kesehatan oleh
yang jelas dan terdokumentasi sebelum suatu prosedur dilakukan. Selain itu,
pasien (orangtua) dan dokter, namun ternyata dapat membantu dalam proses
tepat. Tonsilektomi telah dilakukan oleh dokter THT, dokter bedah umum, dokter
umum dan dokter keluarga selama lebih dari 50 tahun terakhir. Namun, dalam 30
0,1-8,1% dari jumlah kasus. Kematian pada operasi sangat jarang. Kematian dapat
dalam pelaksanaannya.1
2
Dalam praktek sehari-hari, terdapat beberapa masalah utama seputar
kedokteran spesialis dalam hal ini. Selain itu, ditinjau dari segi keamanan, hingga
kini belum ada acuan mengenai teknik terpilih dalam melakukan tindakan
tonsilektomi.1
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tonsilitis
cincin Waldeyer. Cincin waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral
band dinding faring/ Gerlach's tonsil. Penyebaran infeksi ini dapat melalui udara
(air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama
pada anak.2
4
1. Tonsilitis Akut
a) Tonsilitis viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai nyeri
tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah Virus Epstein Barr. Haemofilus
influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus
coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka kecil pada
palatum dan tonsil yang sangat dirasakan pasien. Terapi berupa istirahat, minum
b) Tonsilitis bakterial
5
merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara
klinis detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.3
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis.
Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan
terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini juga dapat melebar sehingga
6
Gambar 2.5. Klasifikasi Pembesaran Tonsil
Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah
nyeri tenggorok dan nyeri telan, demam dengan suhu tubuh tinggi, rasa lesu, nyeri
di sendi, tidak nafsu makan, dan nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga
karena nyeri alih (referred pain) melalui saraf N. Glossofaringeus (N.IX). Pada
berupa antibiotika spektrum luas seperti penisilin atau eritromisin, serta antipiretik
Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut, sinusitis, abses
Lemierre).3,6
7
Akibat hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien bernapas melalui mulut,
tidur mendengkur (ngorok), gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea yang
2. Tonsilitis Membranosa
Tonsilitis difteri, (b). Tonsilitis septik (septic sore throat), (c). Angina plaut
vincent, (d). Penyakit kelainan darah, (f). Infeksi jamur moniliasis, aktinomikosis
a) Tonsilitis difteri
Frekuensi penyakit ini menurun berkat keberhasilan imunisasi pada bayi dan
kuman yang termasuk gram positif dan hidung di saluran napas bagian atas yaitu
hidung, faring dan laring. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan
menjadi sakit. Keadaan ini tergantung pada titer anti toksin dalam darah
seseorang. Titer anti toksin sebesar 0.03 satuan per cc darah dapat dianggap cukup
memberikan dasar imunitas . Hal inilah yang dipakai pada tes Schick.3,4
Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala lokal
dan gejala akibat eksotoksin.4 Gejala umum seperti gejala infeksi lainnya, gejala
lokal yang tampak berupa tonsil kembengkal ditutupi bercak putih kotor yang
makin lama makin meluas. Meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring,
trakea, bronkus dan dapat menyumbat saluran napas, melekat erat pada dasarnya,
bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila
8
besarnya sehingga menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut juga
Burgemeester's hals. Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri
Anti Difteri Serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil kultis,
dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung dari umur dan beratnya penyakit.
Antibiotika Penisilin atau Eritromisin 25-50 mg per kg berat badan dibagi dalam 3
dosis selama 14 hari. Kortikosteroid 1,2 mg per kg berat badan per hari.
Antipiretik untuk simtomatis. Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi.
otot palatum mole, otot faring dan laring, otot pernapasan, suara parau serta
albuminuria.
b) Tonsilitis septik
dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemi. Oleh karena di Indonesia susu
sapi dimasak dulu dengan cara pasteurisasi sebelum diminum maka penyakit ini
jarang ditemukan.4
9
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirocheta atau triponema yang
didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi
vitamin C.3,4 Gejala klinis yang nampak berupa demam sampai 39°C, nyeri kepala,
badan lemah, dan kadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri dimulut,
hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah.4 Pada mukosa mulut dan faring
didapatkan hiperemis dan tampak membran putih keabuan di atas tonsil, uvula,
dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut berbau (foetor ez ore), dan
vitamin B kompleks.3,4
infeksi mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semua.
3. Tonsilitis Kronik
menahun dari rokok, higiene mulut yang buruk, cuaca, kelelahan fisik dan
pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Kuman penyebabnya sama dengan
negatif.2
Karena proses radang berulang maka selain epitel mukosa juga jaringan
limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh
10
jaringan parut yang mengalami pengerutan sehingga kripti melebar.. Proses
perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai
rata,kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang
Terapi lokal ditujukan pada higiene mulut dengan berkumur atau obat
isap.3,4 Komplikasi sekitar dapat berupa rinitis kronik, sinusitis atau otitis media
B. Tonsilektomi
1. Definisi
11
Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsil
namun hal ini bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap
digolongkan pada operasi sedang karena durasi operasi pendek dan teknik tidak
sulit.7
2. Epidemiologi
Pada awal tahun 1960 dan 1970-an, telah dilakukan 1 sampai 2 juta
Sedangkan pada orang dewasa berusia 16 tahun atau lebih, angka tonsilektomi
meningkat dari 72 per 100.000 pada tahun 1990 (2.919 operasi) menjadi 78 per
jumlah operasi tonsilektomi. Fenomena ini juga terlihat pada jumlah operasi
12
tonsiloadenoidektomi dengan puncak kenaikan pada tahun kedua (275 kasus)
dan terus menurun sampai tahun 2003 (152 kasus).10 Sedangkan data dari rumah
operasi tonsiloadenoidektomi.8
3. Indikasi
perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini.
Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat
ini, indikasi yang lebih utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi
tonsil.10
relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada
a) Indikasi Absolut12
drainase
13
anatomi
b) Indikasi Relatif12
1) Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi
antibiotik adekuat
Dugaan keganasan dan obstruksi saluran nafas merupakan indikasi absolut untuk
tonsilektomi. Tetapi hanya sedikit tonsilektomi pada dewasa yang dilakukan atas
indikasi tersebut, kebanyakan karena infeksi kronik. Akan tetapi semua bentuk
tonsilitis kronik tidak sama, gejala dapat sangat sederhana seperti halitosis,
debris kriptus dari tonsil (“cryptic tonsillitis”) dan pada keadaan yang lebih berat
dapat timbul gejala seperti nyeri telinga dan nyeri atau rasa tidak enak di
terdapat dan beratnya satu atau lebih dari gejala tersebut dan pasien seperti ini
nyawa.13
14
Menurut, The American academy of otolaryngology head and neck surgery
- Serangan tonsillitis lebih dari tiga kali per tahun walapun telah mendapatkan
- Sumbutan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan
pulmonale.
- Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses pritonsil yang tidak
hemoliticus.
4. Teknik Operasi
pelayanan one day care (bedah sehari) dibanyak fasilitas kesehatan. Terdapat
teknik guillotine dibanding teknik lainnya, walau lama operasi lebih singkat dan
15
nyeri yang lebih kecil.16,17
a) Guillotine
Tonsilektomi cara guillotine dikerjakan secara luas sejak akhir abad ke 19,
dan dikenal sebagai teknik yang cepat dan praktis untuk mengangkat tonsil.
Namun tidak ada literatur yang menyebutkan kapan tepatnya metode ini mulai
keuntungan teknik ini yaitu cepat, komplikasi anestesi kecil, biaya kecil.7
b) Diseksi
Hanya sedikit ahli THT yang secara rutin melakukan tonsilektomi dengan teknik
anestesi umum dengan endotrakeal pada posisi Rose yang mempergunakan alat
cara diseksi. Cara ini juga banyak digunakan pada pasien anak. Teknik operasi
mukosa, mencari kapsul tonsil, mengangkat dasar tonsil dan mengangkatnya dari
16
dengan benar dengan mouth gag pada tempatnya. Lampu kepala digunakan oleh
ahli bedah dan harus diposisikan serta dicek fungsinya sebelum tindakan
dimulai. Mouth gag diselipkan dan bilah diposisikan sehingga pipa endotrakeal
apakah pipa endotrakeal terlindungi adekuat, bibir tidak terjepit, sebagian besar
dasar lidah ditutupi oleh bilah dan kutub superior dan inferior tonsil terlihat.
harus dilakukan inspeksi tonsil, fosa tonsilar dan palatum durum dan molle.7
teknik Guillotine dan diseksi. Intubasi nasal trakea lebih tepat dilakukan dan
sering digunakan oleh banyak ahli bedah bila tidak dilakukan adenoidektomi.17
operasi, maka penggunaan teknik bedah listrik makin meluas. Pada bedah listrik
menghasilkan efek pada jaringan. Teknik bedah listrik yang paling paling umum
17
memotong, menyatukan atau untuk koagulasi. Bedah listrik merupakan satu-
satunya teknik yang dapat melakukan tindakan memotong dan hemostase dalam
satu prosedur.7.
d) Radiofrekuensi18
Densitas baru di sekitar ujung elektroda cukup tinggi untuk membuat kerusakan
bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah
jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang. Pengurangan
jaringan juga dapat terjadi bila energi radiofrekuensi diberikan pada medium
penghantar seperti larutan salin. Partikel yang terionisasi pada daerah ini dapat
menerima cukup energi untuk memecah ikatan kimia di jaringan. Karena proses
ini terjadi pada suhu rendah (400C700C), mungkin lebih sedikit jaringan sekitar
yang rusak. Dengan alat ini, jaringan tonsil dapat dibuang seluruhnya, ablasi
besar dengan desain yang baik untuk mengevaluasi keuntungan dan analisa biaya
e) Skalpel harmonik19
temperatur sel cukup tinggi untuk tekanan gas dapat memecah sel tersebut
18
(biasanya 1500C4000C), sedangkan dengan skalpel harmonik temperatur
disebabkan oleh friksi jauh lebih rendah (biasanya 500C -1000C). Sistim skalpel
harmonik terdiri atas generator 110 Volt, handpiece dengan kabel penyambung,
panas minimal karena proses pemotongan dan koagulasi terjadi pada temperatur
lebih rendah dan charring, desiccation (pengeringan) dan asap juga lebih sedikit.
Tidak seperti elektrokauter, skalpel harmonik tidak memiliki energi listrik yang
ditransfer ke atau melalui pasien, sehingga tidak ada stray energi (energi yang
f) Coblation20
akan menghasilkan aliran ion sodium yang dapat merusak jaringan sekitar.
diatermi standar (suhu 600C (45-850C) dibanding lebih dari 1000C). National
Institute for clinical excellence menyatakan bahwa efikasi teknik coblation sama
dengan teknik tonsilektomi standar tetapi teknik ini bermakna mengurangi rasa
19
g) Intracapsular partial tonsillectomy 21
tidak ada alat lain yang dapat menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam
faring akibat tindakan operasi dan memberikan lapisan “pelindung biologis” bagi
otot dari sekret. Hal ini akan mencegah terjadinya perlukaan jaringan dan
regrowth dan tonsilitis kronis merupakan hal yang perlu mendapat perhatian
nyeri dan perdarahan pasca operasi lebih rendah dibanding tonsilektomi standar.
Tetapi masih diperlukan studi dengan desain yang baik untuk menilai
h) Laser (CO2-KTP)22
itanyl Phospote) untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. Teknik ini
meyebabkan infeksi kronik dan rekuren. LTA dilakukan selama 15-20 menit
20
dan dapat dilakukan di poliklinik dengan anestesi lokal. Dengan teknik ini nyeri
dan rekuren, sore throat kronik, halitosis berat atau obstruksi jalan nafas yang
5. Komplikasi
membutuhkan operasi ulang dan atau transfusi darah. Komplikasi lain yang
kanak-kanak lainnya: 2,7% anak diterima kembali dalam 30 hari, dan 12,4% ada
di unit gawat darurat, sering sebagai akibat pendarahan dengan kematian terjadi
21
Bisa terjadi laringospasme, gelisah pasca operasi, mual muntah , kematian
saat induksi pada pasien dengan hipovolemi, induksi intravena dengan pentotal
kasus). Perdarahan dapat terjadi selama operasi, segera sesudah operasi atau di
dari 100 pasien kembali karena masalah perdarahan dan dalam jumlah yang
primer ini sangat berbahaya, karena terjadi sewaktu pasien masih dalam
pengaruh anestesi dan refleks batuk belum sempurna. Darah dapat menyumbat
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, bisa karena infeksi sekunder
pada fosa tonsilar yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan perdarahan
22
menyebabkan iskemia dan siklus nyeri berlanjut sampai otot diliputi kembali
oleh mukosa, biasanya 14-21 hari setelah operasi. Nyeri tenggorok muncul pada
nyeri lebih berat dibandingkan teknik “cold” diseksi dan teknik jerat. Nyeri
nyeri saat menelan, maka akan terdapat kesulitan dalam asupan oral yang
meningkatkan risiko terjadinya dehidrasi. Bila hal ini tidak dapat ditangani di
C. Perlukan Tonsilektomi?
tonsila palatina. Hingga saat ini, indikasi dari tindakan ini masih
infeksi dan alergi pada saluran napas atas hingga usia 30 tahun.
23
tonsilektomi memberikan sedikit penurunan frekuensi episode
usia.24
24
dilakukannya tonsilektomi.25
Muis dkk. melaporkan hasil studi analisa retrospektif dari 240 rekam
medik pasien yang berusia 16 tahun atau lebih yang menjalani tonsilektomi
yang berusia rata-rata 27,3 tahun (16-60 tahun) yang telah menjalani
25
kunjungan dokter dan rata-rata kehilangan hari kerja.1
Suatu jenis terapi untuk dapat diterima baik oleh pemberi layanan
sejarah operasi. Saat ini jumlah operasi ini telah menurun bermakna, namun
pelayanan medik untuk operasi ini mencapai setengah triliun dolar per tahun.1
klinis dan cost-effectiveness tonsilektomi. Pada kajian ini baru dapat disajikan
Indonesia. Data yang ada diwakili oleh satu rumah sakit pemerintah di Jakarta
dan Yogyakarta dan satu rumah sakit swasta di Jakarta. Dari data tersebut
didapatkan bahwa untuk operasi tonsilektomi, total biaya yang harus dikeluarkan
2-3 kali lipat, namun ada pula yang menyebutkan bahwa kejadian ISPA menurun
dalam 1 tahun pertama pasca operasi, memperbaiki kualitas hidup pada pasien
dan kehilangan hari kerja setelah tonsilektomi atau bahkan tidak berbeda
26
bermakna. Sehingga disimpulkan bahwa walaupun terdapat manfaat
ditemui, morbiditas serta biaya operasi. Faktor tersebut harus dimasukkan dalam
Berdasarkan hal tersebut, pentingnya konsultasi dari pre operasi seperti nilai
gizi, anamnesis riwayat makan, minum, alergi, penyakit terkait, pemeriksaan lab
darah lengkap, dan dalam keadaan yang sudah baik keadaan umumnya, untuk
27
BAB III
KESIMPULAN
tonsila palatina. Hingga saat ini, indikasi dari tindakan ini masih
infeksi dan alergi pada saluran napas atas hingga usia 30 tahun.
28
Oleh karena itulah, dokter harus bijak dalam menentukan kapan
kali lipat, namun ada pula yang menyebutkan bahwa kejadian ISPA menurun
dalam 1 tahun pertama pasca operasi, memperbaiki kualitas hidup pada pasien
dan kehilangan hari kerja setelah tonsilektomi atau bahkan tidak berbeda
ditemui, morbiditas serta biaya operasi. Faktor tersebut harus dimasukkan dalam
Berdasarkan hal tersebut, pentingnya konsultasi dari pre operasi seperti nilai
gizi, anamnesis riwayat makan, minum, alergi, penyakit terkait, pemeriksaan lab
darah lengkap, dan dalam keadaan yang sudah baik keadaan umumnya, untuk
29
DAFTAR PUSTAKA
30
7. Arwansyah,wanri. Tonsileklotomi. 2007.
8. Paradise JL, Bluestone CD, Colborn DK, Bernard BS, Rockette HE, Kurs-
Lasky M. Tonsillectomy and adenoidectomy for recurrent throat infection in
moderately affected children. Pediatrics 2002;110:7-15
9. Zuniar. Kumpulan karya ilmiah: Gambaran mikrobiologi pada tonsilitis
kronis dari hasil usapan tenggorok dan bagian dalam tonsil. FKUI-PPDS
bidang studi ilmu THT 2001.
10. Younis RT, Lazar RH. History and current practice of tonsillectomy.
Laryngoscope 2002;112:3-5
11. Berkowitz RG, Zalzal GH. Tonsillectomy in children under 3 years of age.
Arch Otolaryngol Head Neck Surg 1990; 116:685-6.
12. Darrow DH, Siemens C. Indications for tonsillectomy and adenoidectomy.
Laryngoscope 2002;112:6-10
13. Bhattacharya N. When does an adult need tonsillectomy? Cleveland Clinic
Journal of Medicine 2003:70;698-701
14. Buku ajar ilmu kesehatan. Telingan Hidung Tenggorok kepala dan leher.edisi
ketujuh. Fakultas Kedoktean Universitas Indonesia. Jakarta.2012.
15. Morad, Anna, Nila A S, David O F. Tonsilectomy versus watchful waiting for
recurrent throat infection: A systematic review. Review Article
Pediatrics.2017:139:(2)
16. Brahmi, Nur Hajriya ,Doso Sutiyono. Ketamin And Peritonsiller Infiltration
As Post Operative Tonsillectomi Pain Management In Children. Bagian
Anestesi dan Terapi Intensif FK Universitas Diponegoro/ RSUP.Semarang.
2019(7):2.
17. Bäck L. Paloheimo M, Ylikoski J. Traditional tonsillectomy compared with
bipolar radiofrequency thermal ablation tonsillectomy in adults. Arch
otolaryngol Head Neck Surg 2001;127:1106-12
18. Maddern BR. Bedah listrik for tonsillectomy. Laryngoscope 2002;112:11-13
19. Webster AC, Morley-Forster PK, Dain S, Ganapathy S, Ruby R, Au A, Cook
MJ. Anesthesia for adenotonsillectomy: a comparison between tracheal
31
intubation and the armoured laryngeal mask airway. Can J Anaeth
1993;40:757-8
20. Wiatrak BJ, Willging JP. Skalpel harmonik for tonsillectomy. Laryngoscope
2002:112;14-16
21. National Institute for Clinical Excellence. Coblation tonsillectomy. Available
from: http://www.nice.org.uk/ip175overview
22. Koltai PJ, Solares A, Mascha EJ, Meng Xu. Intracapsular partial
tonsillectomy for tonsillar hypertrophy in children. Laryngoscope
2002,112:17-19.
23. Byars SG, Stearns SC, Boomsma JJ. Association of Long Term Risk of
Respiratory, Allergic, and Infectious Diseases with Removal of Adenoids and
Tonsils in Childhood. In: JAMA Otolaryngol Head Neck Surg. 2018;144(7):
594-603.
24. Choi HG, Park B, Sim S, Ahn S-H. Tonsillectomy Does Not Reduce Upper
Respiratory Infections: A National Cohort Study. In: PloS ONE. 2016;
11(12).
25. Morad A, Sathe NA, Francis DO, McPheeters ML, Chinnadurai S .
Tonsillectomy Versus Watchful Waiting for Recurrent Throat Infection: A
Systematic Review. In: Pediatrics. 2017; 139(2).
26. Burton MJ, Glasziou PP, Chong LY, Venekamp RP. Tonsillectomy or
adenotonsillectomy versus non-surgical treatment for chronic/recurrent acute
tonsillitis. In: Cochrane Database of Systematic Reviews. 2014; 11.
32