PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Studi budaya adalah cara baru untuk ikut terlibat dalam pemekaran budaya. Banyak
mata pelajaran akademik yang telah lama memberikan jalan bagi kita untuk
mempelajari kebudayaan diantaranya antropologi, sejarah, kajian sastra, geografi, dan
sosiologi. Akan tetapi, selama dua atau tiga dekade terakhir, telah ada minat yang
diperbarui dalam studi budaya, muncul sebagai area menarik yang telah memberikan
titik terang baru pada karakter kebudayaan manusia dan menjanjikan adanya potensi
yang sangat besar.Hal ini karena, istilah “kebudayaan” memiliki sejarah dan jangkauan
luas yang telah diwariskan secara turun-menurun dan sangat bernilai harganya. Dari
istilah “kebudayaan” inilah memberikan fokus yang kuat untuk menemukan jati diri dan
eksistensi kebudayaan itu sendiri serta nantinya mampu untuk mengelolanya dengan
keterkaitan siklus kehidupan seiring perkembangan zaman.Indonesia adalah negara
yang kaya akan seni dan budaya.Setiap daerah yang terbentang dari Sabang sampai
Merauke terhampar beribu etnis/adat yang memiliki keunikan dan warna tersendiri
pada wajah Indonesia yang dapat mengangkat Indonesia di mata dunia, terutama pada
seni tradisional yang telah secara turun menurun diwariskan pada generasinya.Indonesia
juga merupakan wisata budaya yang paling banyak diminati oleh negara-negara di
belahan dunia terutama daerah Sumatera Utara.Semuanya merupakan kekayaan yang
dimiliki oleh Indonesia maka sudah sepantasnya kekayaan itu harus tetap dijaga
kelestariannya. Wilayah di Indonesia yang sebagian besar didominasi oleh Suku Batak.
Hampir di semua propinsi ditemui orang-orang bersuku batak ini. Mengenali Suku
Batak yang ada di Sumatera Utara suku yang terkenal dari cara bicaranya yang keras ini
memiliki kebiasaan martarombo, yaitu mencari hubungan saudara dengan marga yang
sama.Maka tak heran jika sistem kekerabatannya sangat erat. Batak adalah nama sebuah
suku bangsa di Indonesia. Suku ini kebanyakan bermukim di Sumatra Utara.Sebagian
orang Batak beragama Kristen dan sebagian lagi beragama Islam. Tetapi dan ada pula
yang menganut agama Malim (pengikutnya biasa disebut dengan Parmalim ) dan juga
penganut kepercayaan animisme (disebut Pelebegu atau Parbegu). Batak merupakan
bagian dari enam ( 6) sub suku yakni: Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,
Batak Mandailing, Batak Pakpak, Batak Angkola. Keenam suku ini menempati daerah
induk masing- masing di daratan Provinsi Sumatera Utara.Suku Batak Toba berdiam di
Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Daerah asal kediaman orang Batak dikenal
dengan Daratan Tinggi Karo, Kangkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, Simalungun,
Toba, Mandailing dan Tapanuli Tengah. Daerah ini dilalui oleh rangkaian Bukit Barisan
di daerah Sumatra Utara dan terdapat sebuah danau besar dengan nama Danau Toba.
Suku Batak memang memiliki banyak tradisi bersejarah yang mulai ada sejak jaman
leluhur dan masih dilestarikan sampai sekarang.Bukan hanya dalam momen tertentu
namun kebudayaan ini masih terus dilestarikan dalam kehidupan sehari-hari. Demikian
halnya suku Batak Toba, meskipun merupakan bagian dari enam sub suku Batak, suku
Batak Toba tentunya memiliki kebudayaan sendiri yang membedakannya dari lima sub
suku Batak lainnya.Mengingat cara kita membahas budaya sejauh ini,seiring
perkembangan zaman hingga mencapai di era revolusi industri 4.0 mungkin kita
berpikir bahwa budaya adalah segalanya dan ada dimana-mana, masyarakat Batak Toba
memiliki adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyangya. Adat istiadat ialah
berbagai aktivitas sosial budaya termasuk upacara- upacara kebudayaan yang disepakati
menjadi tradisi dan berlaku secara umum di masyarakat. Sementara tradisi adalah segala
sesuatu seperti adat,kepercayaan, kebiasaan, upacara dan sebagainya yang secara turun
temurun diwariskan. Upacara adat Batak, baik upacara perkawinan (marunjuk), pasahat
sulang-sulangsian pahompu maupun upacara kematian merupakan tradisi nenek moyang
masyarakat Batak yang diwariskan turun- temurun sejak ratusan tahun silam. Bagi
masyarakat Batak Toba, upacara adat yang terpenting adalah perkawinan karena hanya
orang yang sudah kawin berhak mengadakan atau melaksanakan upacara adat lainnya.
Pelaksanaan upacara perkawinan pada masyarakat Batak Toba dianggap sebagai suatu
yang sakral, dimana perkawinan tidak dapat dilaksanakan dengan suka-suka, melainkan
memiliki aturran dan membutuhkan waktu.Tahapan-tahapan pelaksanaan upacara adat
perkawinan masyarakat Batak Toba yakni dimulai dari marhori-hori dinding, marhusip,
martumpol, marhata sinamot, pesta unjuk, paulak une, dan maningkir tangga. Namun
pada saat sekarang ini sudah terjadi perubahan, banyak hal yang sudah dirubah melalui
kesepakatan bersama. Salah satu penyebab perubahan upacara adat perkawinan
masyarakat Batak Toba ialah modernisasi. Modernisasi suatu masyarakat merupakan
suatu poses transformasi yang meliputi segala aspek kehidupan. Dilihat dari segi
kebudayaan, modernisasi dapat diartikan sebagai proses pergeseran sikap dan mentalitas
sebagian warga masyarakat yang disebabkan oleh adanya kebutuhan untuk
menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman masa kini dimana Indonesia telah memasuki
era revolusi industri 4.0. Perkembangan zaman mempengaruhi terjadinya perubahan
dalam setiap bagian upacara adat perkawinan masyarakat BatakToba. Perubahan yang
dimaksud berarti menambah atau mengurangi kewajiban- kewajiban tertentu dalam
upacara perkawinan tersebut. Pelaksanan upacara adat perkawinan masyarakat Batak
Toba dahulu dilaksanakan dalam waktu dan proses yang cukup lama, sekarang
dipersingkat dengan istilah upcara adat ulaon sadari (pesta yang dituntaskan selama satu
hari). Adapun tahapan dalam upacara adat perkawinan dalam bentuk ulaon sadarai
adalah yang dimulai dengan marhusip,martumpol, marhata sinamot, pesta unjuk yang
langsung diikuti oleh acara paulak une dan maningkir tangga. Secara umum tahapan-
tahapan acara adat yang dipersingkat ini jika dilihat dari segi waktu sangat
menguntungkan karena memberikan masyarakat kesempatan untuk mengejar kebutuhan
yang lain. Namun jika ditinjau dari segi pendidikan dan pengetahuan, hal tersebut
merugikan generasi muda sekarang karena dengan dipersingkatnya tahap-tahap
perkawinan menyebabkan generasi muda tidak lagi mengetahui bagaimana seharusnya
tahapan-tahapan perkawinan tersebut yang sesuai dengan nilai- nilai budaya asli Batak
Toba. Benar adanya beberapa pendekatan untuk mempelajari budaya mengambil posisi
seperti itu, hal ini menunjukkan seluruh yang rumit mencakup pengetahuan,
kepercayaan,seni, moral, hukum, kebiasaan, dan kemampuan serta kebiasaan lain
apapun yang diperoleh manusia sebagai tuntutan atas keterkaitan budaya dengan
jalannya pembaharuan besar dan radikal terhadap cara manusia memproduksi segala
sumber daya yang tersedia dan diikuti oleh perubahan besar dalam bidang ekonomi, dan
eksistensi budaya itu sendiri.Tidak terlepas dari unsur-unsur pembentuk tradisi dapat
dikatakan rumit sebab terbentuk dari mekanisme kebahasaan, sistem religi, ilmu
kesenian, metode pengetahuan, sistem masyarakat ataupun organisasi sosial, sistem
mata pencaharian hidup, metode peralatan, serta teknologi dan tehnik yang dimiliki
seiring memasuki era revolusi industri 4.0. Berdasarkan latar belakang masalah inilah
yang mendorong penulis melakukan penelitian dengan mengambil judul : “Modernisasi
Terhadap Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba Di Kota Medan Di Era
Revolusi Industri 4.0”.
RUMUSAN MASALAH
akan diteliti serta memberikan arah dan pedoman dalam melakukan penelitian
TUJUAN PENULISAN
MANFAAT PENULISAN
hari.
Konkret
Konkret adalah bahwa tiap taraf perbuatan atau keinginan atau hubungan-
hubungan tertentu dinyatakan dengan benda yang berwujud. Karena Hukum adat tidak
tertulis, maka coraknya bersifat tradisional dan dinamis.Bangsa lndonesia memandang
bahwa Hukum Adat berasal dari keinginan nenek moyang. Karena itu dalam
melaksanakan hukum, para pelaksana Hukum Adat selalu dipengaruhi oleh anggapan
ini. Keputusan hukum yang telah/pernah dijatuhkan terhadap suatu persoalan
mcmpunyai pengaruh bagi persoalan yang sama yang terjadi dikemudian hari. Jadi
dalam suasana Hukum Adat memang ada kecenderungan untuk memberi keputusan
yang sama bagi persoalan – persoalan yang sama. Inilah yang dimaksud dengan sifat
tradisional Hukum Adat.Keputusan atau penetapan Hukum yang diberikan oleh
pimpinan masyarakat dalam suasana Hukum Adat untuk memecahkan suatu persoalan
atau unluk menetapkan kedudukan hukum dari suatu hal, selalu dilakukan dengan
mempertimbangkan faktor- faktor relevan bagi persoalan yaog bersangkutan. Faktor-
faktor relevan ini sangat ditentukan oleh keadaan sosial yang ada pada saat keputusan
itu dijatuhkan. Karena Hukum Adat tidak tertulis, maka sifatnya mudah menyesuaikan
diri padasetiap situasi. karena itu Hukum Adat bersilat dinarnis. Perkawinan dapat
dipandang sebagai salah satu fenomena sosial-budaya. Sebagai ekspresi budaya, sebuah
perkawinan sebenarnya merupakan juga fenomena kebahasaan, dalam arti bahwa
fenomena tersebut seperti dikemukakan oleh Ahimsa-Putra (1999:89-90)4 dapat dilihat
sebagai suatu tanda perangkat dan simbol yang memiliki makna atau tepatnya diberi
makna baik secara sadar maupun tidak oleh pemberi makna itu sendiri. Dengan
demikian tanpa didasari fenomena itu mengandung pesan-pesan tertentu. Agar pesan-
pesanitu dapat sampai dan dipahami oleh orang lain, maka si pemberi makna harus
menyampaikannya dalam konveksi simbolik tertentu. Semua pesan itu harus
disampaikan dengan mengikuti aturan-aturan pengguna simbol yang ada, yang bersifat
sosial atau kolektif.
Eksistensi
PEMECAHAN MASALAH
Perkawinan menurut adat masyarakat Batak Toba merupakan sistem perkawinan yang
bersifat endogamy. Perkawinan ini memiliki sebuah aturan dimana individu menikah
dengan pasangan yang berasal dari dalam kelompoknya atau yang berasal dari ras atau
etnis dan agama yang sama.Dalam menjalankan adat perkawinan suku batak sangat
menjunjung tinggi nilai – nilai yang terkandung di dalam proses adat perkawinan,
namun karena dipengaruhi oleh modernisasi sehingga terjadinya transformasi eksistensi
adat perkawinan dimana suku Batak kurang menggunakan kebudayaan tata cara adat
perkawinannya lagi karena adanya pengaruh dari kebudayaan yang modern. Maka
permasalahan pokok yang dibahas adalah perubahan eksistensi adat perkawinan Batak
Toba sebagai akibat adanya modernisasi di era revolusi industri 4.0. Permasalahan itu
perlu diangkat dalam tulisan ini, karena penulis mengharapkan agar eksistensi adat
perkawinan suku Batak Toba tetap terlaksana serta akan tetap tampak pengaktualisasian
struktur dan nilai-nilai adat perkawinan suku Batak Toba secara total hingga di era
revolusi industri 4.0 dengan pelaksanaan Hukum Adat yang ada kecendrungan untuk
memberi keputusan atau penetapan hukum yang diberikan pimpinan masyarakat
keseluruhan hidup orang Batak Toba diatur oleh dan di dalam adat. Fungsi utamnya
adalah untuk menciptakan keteraturan dalam masyarakat , sehingga aktivitas sehari hari
juga diatur dan diukur melalui adat. Oleh karena adat merupakan suatu aturan yang
dihasilkan oleh pendahulunya dan diteruskan secara turun menurun maka aturan yang
disebut adat tersebut akan selalu dipatuhi oleh penerusnya sampai sekarang. Ikatan akan
aturan adat sangat kuat, sehingga jarang sekali masyrakat yang melanggar adat tersebut.
Individu yang melanggar aturan aturan adat akan dikenakan sanksi seperti hukuman
fisik, pengusiran atau divbuang dari tanah adat, tidak diakui sebagai anggota marga, dan
dilarang untuk mengikuti upacara adat dan penerapan teknologi informasi komunikasi
untuk penyebaran eksistensi adat perkawinan suku Batak Toba.
BAB III. METODOLOGI PENULISAN
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data yang mendalam tentang dampak
modernisasi terhadap upacara adat perkawinan masyarakat Batak Toba.
Penelitian ini dilakukan di kota Medan, yang mewakili salah satunya yakni
kecamatan Medan Baru. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas beberapa
perhitungan. Pertama kota Medan merupakan Ibukota Sumatera Utara, kedua
salah satu penduduk terbesar kota Medan adalah masyarakat Batak Toba, dan
ketiga kota Medan merupakan kota metropolis yang memiliki masyarakat yang
sangat majemuk (heterogen) dengan jumlah masyarakat Batak Toba yang
migrasi ke kota ini sangat tinggi. Dimana kota ini secara terbuka menerima
pengaruh dari luar.
Sejak dulu masyarakat Batak Toba telah terikat oleh adat istiadat mereka,
walaupun adat tersebut tidak tertulis. Keseluruhan hidup orang Batak Toba
diatur oleh dan di dalam adat. Fungsi utamnya adalah untuk menciptakan
keteraturan dalam masyrakat , sehingga aktivitas sehari hari juga diatur dan
diukur melalui adat. tidak lepas dari upacara dan adat perkawinan, yang
bagi masyarakat sub etnis Batak Toba merupakan salah satu peristiwa penting
dalam sejarah hidupnya selain kematian. Adat dan upacara perkawinan tersebut
telah memiliki pola sendiri sejak kedatangan Agama Kristen, yang merupakan
pengaruh yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat Toba. Bagi
masyarakat Toba, adat dan upacara perkawinan merupakan cerminan
musyawarah-mufakat yang menghasilkan keadilan, persatuan, saling mengisi,
saling menghargai dan pemberian bekal mengenai hidup dan kehidupan bagi
semua pihak. Masyarakat Toba menerapkan aturan bagi generasi muda yang
akan menetapkan pasangan hidupnya. Aturan tersebut terangkum pada aturan
“kawin pariban” (menikah dengan putri paman dari pihak ibu atau putra bibi dari
pihak ayah). Aturan ini menggambarkan seseorang telah memiliki pasangan
hidup yang ditentukan oleh adat, yaitu harus menikah dengan paribannya.
Terdapat dua jenis “kawin pariban” ,yaitu “ marboru ni tulang” (menikah dengan
putri paman dari pihak ibu) untuk pria dan “maranak ni namboru” (putra bibi
dari pihak ayah) untuk wanita. Bila seorang pria akan menikah, maka ia harus
menikahi putri paman dari pihak ibu. Dan bila seorang wanita ingin menikah , ia
harus menikahi putra bibi dari pihak ayah. Masyarakat Toba juga mengenal
larangan perkawinan sebagai “bora ni namboru”, yaitu perkawinan dengan putri
bibi dari pihak ayah. Aturan ini sangat dipatuhi dan dijungjung tinggi, walaupun
masyarakat adat tidak berada di tanah Toba.
Setiadi (2007: 59) menyatakan bahwa modernisasi merupakan salah satu model
kehidupan yang ditandai dengan ciri-ciri, yaitu (1) kesiapan menerima pengalaman baru
dan keterbukaan terhadap inovasi baru, (2) kebutuhan materi menjadi ajang persaingan
keutuhan manusia, (3) modernisasi banyak memberikan kemudahan manusia, (4)
mekanisme masyarakat berubah menuju prinsip dan logika ekonomi serta orientasi
kebendaaan yang berlebihan, (5) kehidupan seseorang perhatian religiusnya dicurahkan
untuk bekerja dan menumpuk harta kekayaan. Kehadiran modernisasi telah membawa
perubahan - perubahan dalam tata cara pelaksanaan upacara adat perkawinan
BatakToba.Modernisasi banyak memberikan kemudahan bagi manusia yang
mengakibatkan berubahnya pola pikir masyarakat Batak Toba yang cenderung
menginginkan hal-hal yangpraktis. Hal ini semakin menimbulkan kesadaran orang
Batak Toba bahwa upacara perkawinan Batak Toba seperti dahulu menghabiskan
banyak waktu dan biaya.Selain itu sudah banyak kesibukan masyarakat Batak Toba
dikotaMedan, yaitu mengejar pekerjaan untuk mempertahankan kehidupannya. Karena
itulah seluruh unsurunsur adat perkaiwnan Batak Tobatidak dapat dipertahankan lagi.
Pelaksanaan upacara perkawinan yang dilakukan dalam satu hari atau yang biasa
disebut denganulaon sadari menyebabkan pergeseran nilaidari ide vital tentang kesucian
perkawinan Batak Toba. Modernisasi telah menyebabkan melonggarnya adat upacara
perkawinan Batak Toba yang dapat membuat kaburnya makna dari tahapantahapan
upacara perkawinan tersebut. Modernisasi juga menimbulkanfenomena baru dalam
pelaksanaan upacara adat perkawinan Batak Toba. Pada masa sekarang ini, dalam suatu
upacara perkawinan masyarakat Batak Toba sering kita dengar istilah “tulangpengganti
atautulangbayaran. Hal ini telah menjadi sesuatu yang wajar bagi masyarakat Batak
Toba di kota Medan, apabila tulangkandung pengantin tidak dapat hadir maka kita dapat
meminta orang lain yang memiliki marga yang sama dengan tulang pengantin untuk
menggantikan kedudukannya. Bilakitamengikutiupacara perkawinan yang terdahulu
akan merugikan kedua belah pihak pengantinkarena selain menyita waktu, tenaga dan
juga memakan biaya yang lebih banyak. Apalagi kalau kediaman pengantin pria dan
wanita tidak satu daerah(berbeda kampung) akan semakin merepotkan bila
upacaraunjuk dipisahkan dengan acara paulak une. Marunjuk ini mengalami perubahan
yang bersifat prinsipil, karena pada acara ini sudah tercakup marhata sinamot, paulek
une dan maningkir taogga. Mar hata sinamot yang aslinya mutlak dilaksanakan sebelum
pemberkatan pernikahan, karena pada dasarnya pembicaraan tentang sina mot sudah
disepakati pada saat marhusip, sehingga marhusip berubah fungsi jadi marhata sinamot.
sepcrti rnarhxta sinamot.Apa yang dibicarakan dan diputuskan Pada acdra marhusiP Persis
slma dcngan yang marhato sinamot. Perbedaan yang teriadi hanya Pada fungsionais adat Yang
hadir Yaitu tanpa kehadiran Tulang dan Yang kedua adul:rh sehabis marhusiP tidak diberikan
panjar, tctapi panjar ilu sehenaroya tetap dibcrikan o rang tua Pengrntin lakil^ki kePa du orang
tua pengantin Perem puxn, cuma tidak di hadapan urnum, sedangkan kalau marhata sinamot
mnka Tulang wajib hadir serta panjar dari sinamot langsung dibetikan serta dinamai "Bohi ni
sinamot". Dengan pelaksanaan marhllsiP seperti itu. maka Praktis acara marhuta sinirmot
menjadi kehilangan a i, hanya sekadar forma_ litas, pengulangan yang lidak Perlu, bahkan
menjadi sandiwara bohoog-bohongan. Pada acara marhusip lidak diberikan Panjar, tetapi
secara tidak resmi tetap diberi pJnJrr.:ehrnggJ pada rcara mlrhata sinanot terjadi sandiwara
dalam menghitung urngnya. Perubahan lainnya adalah di lxnjutkannla ccera marunjuk itu
dengan paulak une yang langsung dilaksanakan di tenlpa! pesta itu. Acara inipun
sifatnya juga hanya fbrmalitas, karena sudah ada pe_ ngakuan bahwa sudah berjalan
dengun baik seluruhnYa, Padahal perbuatan atau Pernyalaan itu dilakukan tanpa
pembuktian arau uji coba yang layak, sehingga kalau ada tuntulan kemudian tentang
kondisi pengantin perempuan sudah tidak berlaku lagi. Demikian juga dengan acara
mxningkir langga atau berkunjung ke lempat tinggal pengantin yang dilaksanakan pada
tempat pesta itu, juga formalitas belaka, sebab yang dikunjungi bukan tempat tinggal
pengantin. Gondang merupakan suatu tradisi masyarakat Batak Toba. Perkataan
gondang berkaitan dengan banyak aspek. Dalam konsep pemikiran masyarakat Batak
Toba perkataan musik memberi arti yang berbeda dengan perkataan gondang.
Walaupun perkataan gondang mempunyai persamaan arti dengan musik, tetapi tujuan
menggunakan perkataan musik dengan gondang tidaklah sama. Perkataan musik
dikaitkan dengan musik modern sedangkan perkataan gondang dikaitkan dengan musik
tradisional. Oleh karena itu, jika dikatakan upacara pesta adat itu diiringi oleh musik
maksudnya adalah iringan musik tiup. Adapun fungsi gondang pada adat horja siriaon
(perkawinan) adalah sebagai bentuk pengumuman kepada masyarakat mengenai proses
perkawinan yang dilaksanakan selain itu juga berfungsi sebagai media pertemuan antar
pemuka atau toko adat Batak sebagai simbol pengesahan bahwa telah dilakukannya
pengangkatan gelar ataupun pembuatan hukum adat, dan sebagai tanda sekaligus
pemberitahuan kepada masyarakat bahwa sedang berlangsungnya acara
adat.modernisasi juga memepengaruhi aspek ini dimana suku Batak didalam
melaksanakan proses adat perkawinannya tidak lagi memakai gondang tetapi memakai
musik modern di dalam proses adat perkawinan tersebut. Modernis juga mempengaruhi
adat perkawinan suku Batak salah satunya adalah proses pemberian ulos. Dalam adat
Batak pemberian ulos merupakan sarana penting untuk menyatakan berkat atau doa
kepada anaknya. karena itu, pemberian ulos baik yang memberi maupun yang
menerimanya tidak sembarang orang.harus orang tua kepada anakanaknya.Ujung dari
ulos selalu banyak rambutnya sehingga disebut’’ulos siganjang/sigondang
rambu’(rambu,benang di ujung ulos yang dibiarkan terurai). Dikarenakan modernis
proses pemberian ulos ini diganti dengan memberikan mempelai baju pernikahan.
Dampak positif modernis yaitu masyarakat suku Batak dapat menerima kebudayaan dari
luar dan dapat ilmu pengetahuan dari sekolah yang ada di desa tersebut, selanjutnya
dampak negatifnya adalah suku tersebut tidak lagi menggunakan kebudayaan tata cara
adat perkawinannya lagi karena adanya pengaruh dari kebudayaan yang modern.
Hukum adat merupakan hasil pemikiran dar'i bangsa Indonesia yang bilngkil
dan ditnati dalam pergaulan hidup Bangsa Indone sia. karena itu hukum adat itu pasti
dipengaruhi oleh mentalitet dari Bangsa Indonesia itu sendiri. Bertolak dari pernikiran
itu, maka hukum adat perkawiDan masyarakat Batak Toba pasti dipcngaruhi oleh orang
Batak Toba. Mentalitet atau struktur rohani yang menjiwai adat batak. Hukum Adat
yang ada kecendrungan untuk memberi keputusan atau penetapan hukum yang
diberikan pimpinan masyarakat keseluruhan hidup orang Batak Toba diatur oleh dan di
dalam adat. Fungsi utamnya adalah untuk menciptakan keteraturan dalam masyrakat ,
sehingga aktivitas sehari hari juga diatur dan diukur melalui adat. Oleh karena adat
merupakan suatu aturan yang dihasilkan oleh pendahulunya dan diteruskan secara turun
menurun maka aturan yang disebut adat tersebut akan selalu dipatuhi oleh penerusnya
sampai sekarang. Ikatan akan aturan adat sangat kuat, sehingga jarang sekali masyrakat
yang melanggar adat tersebut. Individu yang melanggar aturan aturan adat akan
dikenakan sanksi seperti hukuman fisik, pengusiran atau divbuang dari tanah adat, tidak
diakui sebagai anggota marga, dan dilarang untuk mengikuti upacara adat dan seiring
perkembangan IPTEK penerapan teknologi informasi komunikasi sebagai media untuk
mempermudah berbagai kalangan mengakses eksistensi adat perkawinan suku Batak
Toba, dan kemudian menjadi dukungan bagi masyarakat Batak Toba agar tetap terus
menjaga dan melaksanakan adat-adat yang mencakup perkawinan Batak Toba karena
munculnya anggapan bahwa eksistensi adat perkawinan masyarakat Batak Toba sebagai
identitas sakral yang khas dari suku Batak.
Hasil Dokumentasi Adat Perkawinan Suku Batak Toba di Kota Medan
BAB. V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Adat perkawinan Batak Toba hendaknya dijaga kelestariannya sebaik mungkin
untuk memperkaya adat. Nilai yang baik dari adat perkawinan di ikuti,dari beberapa tata
cara adat perkawinan Batak Toba sedikit banyaknya pasti ada yang membawa kebaikan.
Hal yang demikianlah sebaiknya kita lestarikan dan dijaga .Sebaiknya kita melestarikan
setiap kebudayaan,tradisi, maupun adat,khususnya adat perkawinan Batak Toba. Kita
harus mempelajari untuk memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya agar adat
perkawinan suku Batak Toba ini tidak dilupakan dan tidak diabaikan. Untuk tokoh
adat,tokoh masyarakat,dan tokoh agama penjelasan tentang adat perkawinan Batak
Toba ini hendaknya diperjelas agar generasi penerus dapat menjaga dan melestarikan
adat perkawinan suku batak toba. Adat perkawinan Batak Toba ini hendaknya di
beritahukan kepada anak-anak dengan cara di beri pengetahuan tentang adat sejak dini.
Daftar Pustaka
Hutagalung, W.M. ( l96l). Pa.fidld Bdtuk, llrombo doltot Turituriut ni Bangro Bdrdk.
Medan: C .V. Tulus Jaya.
Siagian, N4arihot & Robinson Togap (1992). Atlat (Paradaton) Medan. Medan:
Punguan Raja Siagian dohot Boruna di Indonesia bekerja sama C.V.Lopian.
Rajamarpodang, G. DJ. 1992. Dalihan Na Tolu Nilai Budaya Suku Batak. Meda: CV
Armanda.
Vergouwen, J.C. 1986. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Yogyakarta:
PT.LKiS