Disusun oleh :
Kelompok 9 kelas 1.A1
Nama kelompok :
1. Mayckel Pramudya K (P1337420119008)
2. Tabriza Fatih Adila (P1337420119025)
3. Pradina Dwi Sunardi (P1337420119046)
4. Putriana Ramadhanti (P1337420119049)
5. Sri Antika Putri Dewi (P1337420119055)
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya serta hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah
Kewarganegaraan dengan judul “Otonomi Daerah”. Sholawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya hingga
pada umatnya sampai akhir zaman.
1. Bapak Ramelan Sugijana, S.Pd, M.Kes selaku dosen pembimbing mata kuliah
Kewarganegaraan,
3. Semua pihak yang telah mendukung, memberikan arahan atau bimbingan dan
mendoakan kami dalam pembuatan makalah.
Dalam makalah ini kami mengangkat topik tentang “Alat Kontrasepsi Menurut
Pandangan Islam” . Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan
makalah ini sehingga kami membutuhkan saran dan kritik bagi semua pembaca agar makalah
ini menjadi lebih baik kedepannya. Semoga dengan pembuatan makalah ini dapat bermanfaat
bagi diri saya sendiri dan semua pembaca. Kurang lebihnya kami mohon maaf dan
mengucapkan terima kasih.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
A. Latar Belakang................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................... 2
C. Tujuan penulisan............................................................................................. 2
A. Kesimpulan............................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 12
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia para founding fathers
telah menjatuhkan pilihannya pada prinsip pemencaran kekuasaan dalam penyelenggaraan
pemerintahan Negara. Cita desentralisasi ini senantiasa menjadi bagian dalam praktek
pemerintahan Negara sejak berlakunya UUD 1945, terus memasuki era Konstitusi RIS,
UUDS 1950 sampai pada era kembali ke UUD 1945 yang dikukuhkan lewat Dekrit Presiden
5 juli 1959. Garis perkembangan sejarah tersebut membuktikan bahwa cita desentralisasi
senantiasa dipegang teguh oleh Negara Republik Indonesia, sekalipun dari satu periode ke
periode lainnya terlihat adanya perbedaan dalam intensitasnya.
Sebagai perwujudan dari cita desentralisasi tersebut, maka langkah-langkah penting
sudah dilakukan oleh pemerintah. Lahirnya berbagai peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang pemerintahan daerah membuktikan bahwa keinginan untuk mewujudkan
cita-cita ini terus berlanjut. Sekalipun demikia, kenyataan membuktikan bahwa cita tersebut
masih jauh dalam realisasinya. Otonomi daerah masih lebih sebagai harapan ketimbang
sebagai kenyataan yang telah terjadi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Otonomi
Daerah belumlah terwujud sebagaimana yang diharapkan. Kita nampaknya baru menuju
kearah Otonomi Daerah yang sebenarnya. Beberapa faktor-faktor yang menetukan prospek
otonomi daerah, diantaranya, yaitu :
Faktor Pertama adalah faktor manusia sebagai subyek penggerak (faktor dinamis)
dalam peenyelenggaraan otonomi daerah. Faktor manusia ini haruslah baik, dalam pengertian
moral maupun kapasitasnya. Faktor ini mencakup unsur pemerintah daerah yang terdiri dari
Kepala Daerah dan DPRD, aparatur daerah maupun masyarakat daerah yang merupakan
lingkungan tempat aktivitas pemerintahan daerah tersebut.
Faktor kedua adalah faktor keuangan yang merupakan tulang punggung bagi
terselenggaranya aktivitas pemerintahan Daerah. Salah stu cirri daerah otonom adalah
terletak pada kemampuan self supportingnya / mandiri dalam bidang keuangan. Karena itu,
kemampuan keuangan ini akan sangat memberikan pengaruh terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Sumber keuangan daerah yang asli, misalnya pajak dan retribusi daerah, hasilm
perusahaan daerah dan dinas daerah, serta hasil daerah lainnya yang sah, haruslah mampu
memberikan kontribusinya bagi keuangan daerah.
1
Faktor ketiga adalah faktor peralatan yang merupakan sarana pendukung bagi
terselenggaranya aktivitas pemerintahan daerah. Peralatan yang ada haruslah cukup dari segi
jumlahnya, memadai dari segi kualitasnya dan praktis dari segi penggunaannya. Syarat-syarat
peralatan semacam inilah yang akan sangat berpengaruh terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Faktor keempat adalah faktor organisasi dan manajemen. Tanpa kemampuan
organisasi dan manajemen yang memadai penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat
dilakukan dengan baik, efisien, dan efektif.oleh sebab itu perhatian yang sungguh-sunggguh
terhadap masalah ini dituntut dari para penyelenggara pemerintahan daerah.
Sejarah perkembangan Otonomi Daerah membuktikan bahwa keempat faktor
tersebut di atas masih jauh dari yang diharapkan. Karenanya Otonomi Daerah masih
menunjukkan sosoknya yang kurang menggembirakan.oleh sebab itu apabila kita
berkeinginan untuk merealisasi cita-cita Otonomi Daerah maka pembenahan dan perhatian
yang sungguh-sungguh perlu diberikan kepada empat faktor di atas.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan pengertian otonomi daaerah
2. Menjelaskan sejarah perkembangan otonomi daerah di Indonesia
3. Menjelaskan dasar hukum dan landasan teori otonomi daerah
4. Menjelaskan tujuan dan prinsip otonomi daerah
C. Tujuan penulisan
Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah disamping untuk
memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan semua mahasiswa pada
umumnya mampu memahami bagaimana otonomi daerah.
2
3
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah
kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa
pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.
Masa Pendudukan Jepang
Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea
Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan
pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah
Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil
melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan penyelenggaraan
pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di
Jawa mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942 yang mengatur
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak
memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa
tersebut bersifat misleading.
Masa Kemerdekaan
A). Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitik beratkan pada asas dekonsentrasi,
mengatur pembentukan KND (komite Nasional Daerah) di keresidenan, kabupaten, kota
berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri
atas dua macam yang masing-masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni:
1) Provinsi
2) Kabupaten/kota besar
3) Desa/kota kecil.
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja. Dalam
batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki penjelasan.
4
C). Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah
swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah
tangga sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:
1) Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya
2) Daerah swatantra tingkat II
3) Daerah swatantra tingkat III.
UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah seluas-luasnya sesuai
Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.
5
F). Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur rumah tangganya
berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat
I dan daerah tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut tingkatannya menjadi:
1) Provinsi/ibu kota negara
2) Kabupaten/kotamadya
3) Kecamatan
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah tingkat II
berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi aspirasi
masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang nyata dan bertanggung
jawab.
6
Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan
di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan
kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan DPRD semakin di pertegas dan di perjelas.
7
B) Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa
dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan
adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di
definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan
Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan
karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan pardigma
pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung
jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk
memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan
langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh
pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan
dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh
pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan
perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat
menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk
memenuhi kebutuhan lokal.
C) Sentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah
persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun
1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada
pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan “baik” dari perimbangan ini
adalah pelayanan negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang
dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang
meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman
sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi
daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang
sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di
8
Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab
kesejahteraan daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu arah
dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah masalah perimbangan. Artinya,
peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal yang
dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan,
seharusnya ukuran yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.
9
2) Prinsip Otonomi Daerah
Atas dasar pencapaian tujuan diatas, prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman dalam
pemberian Otonomi Daerah adalah sebagai berikut (Penjelasan UU No. 32 Tahun 2004) :
-) Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah
diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah diluar yang
menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-undang ini. Daerah memliki
kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta,
prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan
rakyat.
-) Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan
bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani
urusan pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang
senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan
potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak
selalu sama dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud dengan otonomi yang
bertanggunjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan
dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan
daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari
tujuan nasional.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Otonomi Daerah berasal dari bahasa yunani yaitu authos yang berarti sendiri dan
namos yang berarti undang-undang atau aturan. Otonomi dalam makna sempit dapat diartikan
sebagai “mandiri”. Sedangkan makna yang lebih luas diartikan sebagai “berdaya”. Otonomi
daerah dengan demikian berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan
pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:
1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan daerah.
3) Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan negara.
Beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi politik, ekonomi, pemerintahan
dan sosial budaya, yaitu sebagai berikut.
a. Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk mencegah
penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat yang demokratis, untuk menarik
rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak
demokrasi.
b. Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk mencapai
pemerintahan yang efisien.
c. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan agar
perhatian lebih fokus kepada daerah.
d. Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
11
DAFTAR PUSTAKA
Marbun, B. (2005). Otonomi Daerah 1945‐2005 Proses dan Realita Perkembangan Otda
Sejak Zaman Kolonial sampai Saat Ini. Jakarta: Pustaka Sinar harapan.
Nazara, C.M. (2006). Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pemekaran Provinsi Banten.Skripsi
pada FEM IPB Bogor: tidak diterbitkan.
Salam, D. (2004). Otonomi Daerah, Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan Sumber Daya.
Bandung: Djambatan.
Sam, C. dkk. (2008). Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Widarta. (2001). Cara Mudah Memahami Otonomi Daerah. Yogyakarta: Lapera Pustaka
Utama.
12