Anda di halaman 1dari 18

OTONOMI DAERAH

Makalah dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan

Dengan dosen pembimbing : Ramelan Sugijana, S.Pd, M.Kes

Disusun oleh :
Kelompok 9 kelas 1.A1
Nama kelompok :
1. Mayckel Pramudya K (P1337420119008)
2. Tabriza Fatih Adila (P1337420119025)
3. Pradina Dwi Sunardi (P1337420119046)
4. Putriana Ramadhanti (P1337420119049)
5. Sri Antika Putri Dewi (P1337420119055)

PRODI DIPLOMA III KEPERAWATAN SEMARANG

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya serta hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah
Kewarganegaraan dengan judul “Otonomi Daerah”. Sholawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya hingga
pada umatnya sampai akhir zaman.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ramelan Sugijana, S.Pd, M.Kes selaku dosen pembimbing mata kuliah
Kewarganegaraan,

2. Teman-teman yang telah berkontribusi dalam menyelesaikan makalah tentang


Otonomi Daerah

3. Semua pihak yang telah mendukung, memberikan arahan atau bimbingan dan
mendoakan kami dalam pembuatan makalah.

Dalam makalah ini kami mengangkat topik tentang “Alat Kontrasepsi Menurut
Pandangan Islam” . Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan
makalah ini sehingga kami membutuhkan saran dan kritik bagi semua pembaca agar makalah
ini menjadi lebih baik kedepannya. Semoga dengan pembuatan makalah ini dapat bermanfaat
bagi diri saya sendiri dan semua pembaca. Kurang lebihnya kami mohon maaf dan
mengucapkan terima kasih.

Semarang, 1 Oktober 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................ ii

BAB I       PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang................................................................................................ 1

B.    Rumusan Masalah........................................................................................... 2

C.    Tujuan penulisan............................................................................................. 2

BAB II       PEMBAHASAN

A.    Pengertian otonomi daerah.................................................................................... 3

B.     Sejarah perkembangan otonomi daerah di Indonesia........................................... 3

C.     Dasar hukum dan landasan teori otonomi daerah................................................. 7

D.    Tujuan dan prinsip otonomi daerah....................................................................... 9

BAB III    PENUTUP

A.    Kesimpulan............................................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 12

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia para founding fathers
telah menjatuhkan pilihannya pada prinsip pemencaran kekuasaan dalam penyelenggaraan
pemerintahan Negara. Cita desentralisasi ini senantiasa menjadi bagian dalam praktek
pemerintahan Negara sejak berlakunya UUD 1945, terus memasuki era Konstitusi RIS,
UUDS 1950 sampai pada era kembali ke UUD 1945 yang dikukuhkan lewat Dekrit Presiden
5 juli 1959. Garis perkembangan sejarah tersebut membuktikan bahwa cita desentralisasi
senantiasa dipegang teguh oleh Negara Republik Indonesia, sekalipun dari satu periode ke
periode lainnya terlihat adanya perbedaan dalam intensitasnya.
Sebagai perwujudan dari cita desentralisasi tersebut, maka langkah-langkah penting
sudah dilakukan oleh pemerintah. Lahirnya berbagai peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang pemerintahan daerah membuktikan bahwa keinginan untuk mewujudkan
cita-cita ini terus berlanjut. Sekalipun demikia, kenyataan membuktikan bahwa cita tersebut
masih jauh dalam realisasinya. Otonomi daerah masih lebih sebagai harapan ketimbang
sebagai kenyataan yang telah terjadi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Otonomi
Daerah belumlah terwujud sebagaimana yang diharapkan. Kita nampaknya baru menuju
kearah Otonomi Daerah yang sebenarnya. Beberapa faktor-faktor yang menetukan prospek
otonomi daerah, diantaranya, yaitu :
Faktor Pertama adalah faktor manusia sebagai subyek penggerak (faktor dinamis)
dalam peenyelenggaraan otonomi daerah. Faktor manusia ini haruslah baik, dalam pengertian
moral maupun kapasitasnya. Faktor ini mencakup unsur pemerintah daerah yang terdiri dari
Kepala Daerah dan DPRD, aparatur daerah maupun masyarakat daerah yang merupakan
lingkungan tempat aktivitas pemerintahan daerah tersebut.
Faktor kedua adalah faktor keuangan yang merupakan tulang punggung bagi
terselenggaranya aktivitas pemerintahan Daerah. Salah stu cirri daerah otonom adalah
terletak pada kemampuan self supportingnya / mandiri dalam bidang keuangan. Karena itu,
kemampuan keuangan ini akan sangat memberikan pengaruh terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Sumber keuangan daerah yang asli, misalnya pajak dan retribusi daerah, hasilm
perusahaan daerah dan dinas daerah, serta hasil daerah lainnya yang sah, haruslah mampu
memberikan kontribusinya bagi keuangan daerah.

1
Faktor ketiga adalah faktor peralatan yang merupakan sarana pendukung bagi
terselenggaranya aktivitas pemerintahan daerah. Peralatan yang ada haruslah cukup dari segi
jumlahnya, memadai dari segi kualitasnya dan praktis dari segi penggunaannya. Syarat-syarat
peralatan semacam inilah yang akan sangat berpengaruh terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Faktor keempat adalah faktor organisasi dan manajemen. Tanpa kemampuan
organisasi dan manajemen yang memadai penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat
dilakukan dengan baik, efisien, dan efektif.oleh sebab itu perhatian yang sungguh-sunggguh
terhadap masalah ini dituntut dari para penyelenggara pemerintahan daerah.
Sejarah perkembangan Otonomi Daerah membuktikan bahwa keempat faktor
tersebut di atas masih jauh dari yang diharapkan. Karenanya Otonomi Daerah masih
menunjukkan sosoknya yang kurang menggembirakan.oleh sebab itu apabila kita
berkeinginan untuk merealisasi cita-cita Otonomi Daerah maka pembenahan dan perhatian
yang sungguh-sungguh perlu diberikan kepada empat faktor di atas.

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan pengertian otonomi daaerah
2. Menjelaskan sejarah perkembangan otonomi daerah di Indonesia
3. Menjelaskan dasar hukum dan landasan teori otonomi daerah
4. Menjelaskan tujuan dan prinsip otonomi daerah

C. Tujuan penulisan
Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah disamping untuk
memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan semua mahasiswa pada
umumnya mampu memahami bagaimana otonomi daerah.

2
3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian otonomi daerah


Otonomi Daerah berasal dari bahasa yunani yaitu authos yang berarti sendiri
dannamos yang berarti undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat
diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (Bayu
Suryaninrat,1985).
Otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai “mandiri”. Sedangkan makna
yang lebih luas diartikan sebagai “berdaya”. Otonomi daerah dengan demikian berarti
kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai
kepentingan daerahnya sendiri. Jika daerah sudah mampu mencapai kondisi sesuai yang
dibutuhkan daerah maka dapat dikatakan bahwa daerah sudah berdaya (mampu) untuk
melakukan apa saja secara mandiri tanpa tekanan dan paksaan dari pihak luar dan tentunya
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah.
Berbagai definisi tentang Otonomi Daerah telah banyak dikemukakan oleh para
pakar. Dan dapat disimpulkan bahwa Otonomi Daerah yaitu kewenangan daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa (inisiatif)
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan daerah otonom itu sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

B. Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia


 Warisan Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan staatsblaad No. 329 yang
memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri.
Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada
tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam
ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan
groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort. Selain itu juga, terdapat
pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat setempat (zelfbestuurende
landschappen).

3
4
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah
kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa
pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.
 Masa Pendudukan Jepang
Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea
Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan
pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah
Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil
melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan penyelenggaraan
pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di
Jawa mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942 yang mengatur
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak
memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa
tersebut bersifat misleading.
 Masa Kemerdekaan
A). Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitik beratkan pada asas dekonsentrasi,
mengatur pembentukan KND (komite Nasional Daerah) di keresidenan, kabupaten, kota
berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri
atas dua macam yang masing-masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni:
1) Provinsi
2) Kabupaten/kota besar
3) Desa/kota kecil.
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja. Dalam
batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki penjelasan.

B). Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948


Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU
Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam
UU itu dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:
1) Propinsi
2) Kabupaten/kota besar
3) Desa/kota kecil
4) Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.

4
C). Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah
swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah
tangga sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:
1) Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya
2) Daerah swatantra tingkat II
3) Daerah swatantra tingkat III.
UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah seluas-luasnya sesuai
Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.

D). Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959


Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November 1959
menitikberatkan pada kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah, dengan memasukkan
elemen-elemen baru. Penyebutan daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri
dikenal dangan daerah tingkat I, tingkat II, dan daerah tingkat III.
Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada masa ini, bahwa
kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama dari kalangan pamong praja.

E). Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965


Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni:
1) Provinsi (tingkat I)
2) Kabupaten (tingkat II)
3) Kecamatan (tingkat III)
Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang pimpinan
kebijaksanaan politik polisional di daerahnya, menyelenggarakan koordinasi antarjawatan
pemerintah pusat di daerah, melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain
yang diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai alat pemerintah daerah, kepala
daerah mempunyai tugas memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah,
menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan mewakili daerahnya di
dalam dan di luar pengadilan.

5
F). Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur rumah tangganya
berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat
I dan daerah tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut tingkatannya menjadi:
1) Provinsi/ibu kota negara
2) Kabupaten/kotamadya
3) Kecamatan
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah tingkat II
berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi aspirasi
masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang nyata dan bertanggung
jawab.

G). Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999


Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih
mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam penyusunan UU No. 22 tahun 1999
adalah sebagai berikut:
1) Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan
berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka NKRI.
2) Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah
provinsi sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah
kabupaten dan daerah kota.
3) Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
4) Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.
Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi daerah dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan keinginan masyarakat
daerah, ternyata UU ini juga dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan bagi
masyarakat.

H). Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004


Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah
Daerah yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini,
UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru
ini memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi, antara
provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah.

6
Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan
di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan
kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan DPRD semakin di pertegas dan di perjelas.

C. Dasar Hukum Dan Landasan Teori Otonomi Daerah


1. Dasar Hukum
Tidak hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita bahas.Namun
ada dasar-dasar yang bisa menjadi landasan. Ada beberapa peraturan dasar tentang
pelaksanaan otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:
1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan daerah.
3) Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan negara.
Selain berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah,saya juga
menulis apa saja yang menjadi tujuan pelaksana otonomi daerah,yaitu otonomi daerah harus
bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang berada di wilayah
otonomi tersebut serta meningkatkan pula sumber daya yang di miliki oleh daerah agar dapat
bersain dengan daerah otonom lainnya.
2. Landasan Teori
Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .
A) Asas Otonomi
Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah yang kami tuliskan di sini. Asas-
asas tersebut sebagai berikut:
• Asas tertib penyelenggara negara
• Asas Kepentingan umum
• Asas Kepastian Hukum
• Asas keterbukaan
• Asas Profesionalitas
• Asas efisiensi
• Asas proporsionalitas
• Asas efektifitas
• Asas akuntabilitas

7
B) Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa
dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan
adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di
definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan
Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan
karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan pardigma
pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung
jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk
memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan
langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh
pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan
dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh
pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan
perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat
menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk
memenuhi kebutuhan lokal.

C) Sentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah
persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun
1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada
pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan “baik” dari perimbangan ini
adalah pelayanan negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang
dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang
meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman
sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi
daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang
sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di

8
Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab
kesejahteraan daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu arah
dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah masalah perimbangan. Artinya,
peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal yang
dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan,
seharusnya ukuran yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.

D. Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah


1) Tujuan Otonomi Daerah
Menurut pengalaman dalam pelaksanaan bidang-bidang tugas tertentu sistem
Sentralistik tidak dapat menjamin kesesuaian tindakan-tindakan Pemerintah Pusat dengan
keadaan di daerah-daerah. Maka untuk mengatasi hal ini, pemerintah kita menganut sistem
Desentralisasi atau Otonomi Daerah. Hal ini disebabkan wilayah kita terdiri dari berbagai
daerah yang masing-masing memiliki sifat-sifat khusus tersendiri yang dipengaruhi oleh
faktor geografis (keadaan alam, iklim, flora-fauna, adat-istiadat, kehidupan ekonomi dan
bahasa), tingkat pendidikan dan lain sebagainya. Dengan sistem Desentralisasi diberikan
kekuasaan kepada daerah untuk melaksanakan kebijakan pemerintah sesuai dengan keadaan
khusus di daerah kekuasaannya masing-masing, dengan catatan tetap tidak boleh
menyimpang dari garis-garis aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Jadi pada
dasarnya, maksud dan tujuan diadakannya pemerintahan di daerah adalah untuk mencapai
efektivitas pemerintahan.
Dibawah ini adalah beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi politik,
ekonomi, pemerintahan dan sosial budaya, yaitu sebagai berikut.
-) Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk mencegah
penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat yang demokratis, untuk menarik
rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak
demokrasi.
-) Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk mencapai
pemerintahan yang efisien.
-) Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan agar perhatian
lebih fokus kepada daerah.
-) Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.

9
2) Prinsip Otonomi Daerah
Atas dasar pencapaian tujuan diatas, prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman dalam
pemberian Otonomi Daerah adalah sebagai berikut (Penjelasan UU No. 32 Tahun 2004) :
-) Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah
diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah diluar yang
menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-undang ini. Daerah memliki
kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta,
prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan
rakyat.
-) Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan
bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani
urusan pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang
senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan
potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak
selalu sama dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud dengan otonomi yang
bertanggunjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan
dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan
daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari
tujuan nasional.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Otonomi Daerah berasal dari bahasa yunani yaitu authos yang berarti sendiri dan
namos yang berarti undang-undang atau aturan. Otonomi dalam makna sempit dapat diartikan
sebagai “mandiri”. Sedangkan makna yang lebih luas diartikan sebagai “berdaya”. Otonomi
daerah dengan demikian berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan
pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:
1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan daerah.
3) Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan negara.
Beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi politik, ekonomi, pemerintahan
dan sosial budaya, yaitu sebagai berikut.
a. Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk mencegah
penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat yang demokratis, untuk menarik
rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak
demokrasi.
b. Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk mencapai
pemerintahan yang efisien.
c. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan agar
perhatian lebih fokus kepada daerah.
d. Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.

11
DAFTAR PUSTAKA

Marbun, B. (2005). Otonomi Daerah 1945‐2005 Proses dan Realita Perkembangan Otda
Sejak Zaman Kolonial sampai Saat Ini. Jakarta: Pustaka Sinar harapan.
Nazara, C.M. (2006). Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pemekaran Provinsi Banten.Skripsi
pada FEM IPB Bogor: tidak diterbitkan.
Salam, D. (2004). Otonomi Daerah, Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan Sumber Daya.
Bandung: Djambatan.
Sam, C. dkk. (2008). Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Widarta. (2001). Cara Mudah Memahami Otonomi Daerah. Yogyakarta: Lapera Pustaka
Utama.

12

Anda mungkin juga menyukai