Anda di halaman 1dari 28

PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

Modul Pembelajaran
Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Dasar II
Yang dibina oleh Ibu Ririn Anantasari, S. Kep, Ns, M. Kep, Sp, Mat

Oleh:
Sevia Kurnia Fitri
P17220193029

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
D III KEPERAWATAN LAWANG
Februari 2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan dasar manusia merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap individu.
Seperti halnya teori Maslow bahwa manusia memiliki 6 tingkatan kebutuhan dasar dengan yang
paling bawah yaitu kebutuhan fisiologis. Kebutuhan oksigen termasuk kebutuhan dasar manusia,
sehingga manusia tidak bisa bertahan tanpa adanya oksigen.

Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk
mempertahankan kelangsungan hidup manusia. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara
menghirup O2 setiap bernapas. Oksigen memegang peran yang sangat penting di dalam tubuh,
sehingga apabila manusia kekurangan oksigen dapat menyebabkan hal yang fatal bagi tubuh,
salah satunya adalah kematian.

Untuk membantu memenuhi kebutuhan oksigenasi pada klien kita sebagai perawat harus
mengetahui tentang anatomi dan fisioligi sistem pernafasan serta apa saja gangguan pada sistem
pernafasan yang banyak dijumpai di lapangan dan mengetahui asuhan keperawatan pada klien
gangguan pemenuhan oksigenasi. Sehingga pada modul ini saya menyajikan review sistem
pernafasan dan gangguanyya serna asuhan keperawatan gangguan oksigenasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja anatomi dan fisiologi pada sistem pernafasan?
2. Apa saja gangguan pada sistem pernafasan yang lazim terjadi?
3. Bagaimana contoh asuhan keperawatan pada gangguan pemenuhan oksigenasi?

1.3 Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Dasar 2.
2. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem pernafasan
3. Untuk mengetahui gangguan pada sistem pernafasan yang lazim terjadi
4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada gangguan pemenuhan oksigenasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan

Proses bernapas merupakan proses mengalirkan udara ke paru-paru, memasukkan


oksigen ke dalam tubuh, dan membawa karbon dioksida kembali ke udara. Sistem pernapasan
tidak hanya melibatkan paru-paru, tetapi juga hidung, faring, laring, trakea, bronkus, alveolus
dan lain-lain. . (Washudi & Tanto : 2016)

Fungsi Sistem Respirasi

Menurut (Chalik Raimundus, 2016a), Fungsi dari sistem respirasi adalah pertukaran gas yaitu
(O2) yangdibutuhkan untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO2) yang dikeluarkan dari
metabolisme tersebut, yang dikeluarkan melalui paru-paru.
- Berdasarkan anatomi
Saluran pernapasan atas terdiri dari: rongga hidung, faring, dan laring
Saluran pernapasan bawah terdiri dari: trakea, bronkus, bronkiolus, dan percabangannya
sampai alveolus, paru-paru
- Berdasarkan fungsionalnya
Area konduksi: sepanjang saluran napas berakhir sampai bronkiolus terminalis, tempat
lewatnya udara pernapasan, memberihkan, melembabkan, dan menyamakan suhu udara
dengan suhu tubuh, hidung, faring, trakea, bronkud, bronkiolus terminalis.
Area fungsional (respitasi): mulai bronkiolus respiratory sampai alveolus proses
pertukaran udara dengan darah.

Struktur Sistem Pernafasan

Menurut (Mashudi, 2011), struktur sistem pernafasan adalah sebagai berikut:


- Hidung : Lubang hidung memungkinkan udara untuk masuk dan keluar rongga hidung,
filter rongga hidung, menghangatkan, dan melembabkan udara yang dihirup.
- Faring : Faring adalah pipa berotot sepanjang dasar tengkorak sampai persambungannya
dengan esofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Faring terletak di belakang
nasofaring, di belakang orofaring dan di belakang laring.
Fungsinya yaitu untuk Membawa udara antara rongga hidung dan laring, filter,
menghangatkan dan melembabkan udara yang dihirup, berfungsi sebagai jalan terusan
untuk makanan dari mulut ke kerongkongan, menyetarakan tekanan udara dengan telinga
tengah melalui tabung pendengaran.
- Laring : Laring terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkan dari kolumna
vertebra,berjalan dari faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam
trakea.
Fungsinya yaitu untuk Membawa udara antara faring dan trakea, mengandung pita suara
untuk menghasilakan suara dalam vokalisasi, mencegah obyek masuk trakea.
- Trakea : Trakea terletak di dalam mediastinum superior ventral dari esofagus,
panjangnya 12 cm dan penampangnya 2 cm. Setinggi angulus sternalis atau vertebra
torakalis ke-5, trakea akan bercabang 2 yaitu bronkus primaries dekstra dan sinistra.
Trakea terdiri atas pars cartilagines dan pars membranasea. Pars cartilagines tersusun
oleh 16-20 tulang rawan berbentuk tapal kuda yang menghadap ke ventral. Pars
membranasea menghubungkan kedua ujung pers cartilagines yang terbuka di bagian
dorsal dan terdiri atas otot dan jaringan ikat. Di sebalah dalam bifurcatio trakea terdapat
tonjolan cincin trakea terakhir yang disebut karina.
Fungsinya yaitu untuk Membawa udara antara laring dan bronkus, filter,
menghangatkan, dan melembabkan udara yang dihirup.
- Bronkus : Memiliki dua percabangan utama yaitu bronkus dekstra (kanan) dan bronkus
sinistra (kiri). Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada bronkus kiri,
sedangkan bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing daripada bronkus kanan.
Fungsinya yaitu untuk Membawa udara antara trakea dan bronkiolus, filter ,
menghangatkan dan melembabkan udara yang dihirup.
- Bronkiolus : Mengatur laju aliran udara melalui bronkokonstriksi dan bronkodilatasi.
- Alveoli : Memunkinkan pertukaran gas antara udara di alveoli dan darah dalam kapiler
sekitarnya.
Mekanisme Pernafasan

Menurut (Washudi & Tanto : 2016), ada 2 mekanisme pernafasan, yaitu inspirasi dan
ekspirasi, berikut adalah penjelasannya:

- Inspirasi, terjadi ketika diafragma dan otot interkostalis eksternal berkontraksi. Kontraksi
diafragma (otot rangka bawah paru-paru) menyebabkan peningkatan ukuran rongga dada,
sedangkan kontraksi otot interkostalis eksternal mengangkat tulang rusuk dan tulang
dada. Dengan demikian, otot menyebabkan paru-paru untuk memperluas dan
meningkatkan volume saluran udara internal. Sebagai tanggapan, tekanan udara di dalam
paru-paru menurun di bawah udara luar tubuh, karena gas bergerak dari daerah tekanan
tinggi ke tekanan rendah, udara masuk ke paru-paru.
- Ekspirasi, terjadi ketika otot diafragma dan interkostal eksternal rileks. Sebagai
tanggapan, serat elastis pada jaringan paru-paru menyebabkan paru-paru untuk menahan
diri untuk volume aslinya. Tekanan udara di dalam paru kemudian meningkat di atas
tekanan udara luar tubuh, dan udara keluar. Selama tingginya tingkat ventilasi,
berakhirnya difasilitasi oleh kontraksi dari otot-otot ekspirasi (otot interkostalis dan otot
perut). Pemenuhan paru-paru merupakan ukuran kemampuan paru-paru dan rongga dada
untuk memperluas, karena elastisitas jaringan paru-paru dan tegangan permukaan yang
rendah dari kelembaban di paru-paru (dari surfaktan), paru-paru normal memiliki
pemenuhan tinggi.

2.1 Gangguan Pada Sistem Pernafasan yang Lazim Terjadi

A. Sesak Nafas
Menurut (Erwin Silman & Tulus Sukman, 2014), Secara umum, sesak napas berarti
napas yang sulit. Keluhan tersebut merupakan gabungan gejala subjektif yang dirasakan pasien
dan gejala objektif yang dilihat melalui pemeriksaan fisik.
Menurut (Erwin Silman & Tulus Sukman, 2014), Sesak napas didefinisikan keadaan
yang terjadi akibat mekanisme pernapasan tidak dapat memenuhi kebutuhan proses metabolisme
dalam tubuh. Hal itu menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pemenuhan
ventilasi. Sesak napas akan muncul apabila terjadi peningkatan kebutuhan, seperti pada
peningkatan metabolisme, atau adanya gangguan pemenuhan kebutuhan akibat gangguan
ventilasi pada sistem pernapasan/gangguan sirkulasi pada sistem kardiovaskular atau keduanya.

Menurut (Erwin Silman & Tulus Sukman, 2014), Penyebab dari sesak napas, dapat
diakibatkan oleh beberapa hal yang terjadi pada paru-paru, yaitu:
1. Pada obstruksi jalan napas sentral, yang dapat terjadi karena: atresia koama, epiglotitis,
aspirasi benda asing, abses perintonsil, massa mediastinum, dll
2. Pada oobstruksi jalan napas perifer, yang dapat terjadi karena: asma, bronkiolitis, aspirasi
benda asing, pneumonia aspirasi, dll
3. Penyakit alveolar-interstitial, yang dapat terjadi karena: pneumonia lobaris, penyakit
membran hialin, pneumonia interstitial, hemosiderosis, dll
Penyebab dari sesak napas, dapat diakibatkan oleh beberapa hal yang terjadi akibat pompa
pernapasan, yaitu:
1. Rongga toraks yang mengalami: kifoskoliosis, flail chest, penonjolan diagfragma,
distensi abdomen, dermatomiositis, dll
2. Batang otak yang mengalami: trauma, tinggi tekanan intrakranial, infeksi sistem syaraf
pusat, dll
3. Medula spenalis yang mengalami: trauma, mielitis tranversa, tumor, atrofi muskular
spinalis, dll
4. Neuromuskular yang mengalami: cedera nervus frenikus, trauma kelahiran, keracunan
bilirubin pada bayi, keracunan organfosfat, dll

Klasifikasi Sesak Napas menurut (Erwin Silman & Tulus Sukman, 2014) yaitu:
1. Berdasarkan derajat sesak napas:
- Normal
- Pasien dapat berjalan beriringan dengan orang sehat ditempat datar tanpa sesak,
tapi tidak dapat berjalan mendadak/naik tangga tanpa rasa sesak.
- Pasien tidak dapat berjalan beriringan dengan orang sehat di tempat datar tanpa
rasa sesak, tetapi dapat berjalan di tempat datar tanpa rasa sesak dengan kecepatan
jalannya sendiri.
- Pasien tidak dapat berjalan lebih dari 90 meter.
- Pasien tidak dapat berjalan tanpa rasa sesak, sesak timbul saat melakukan aktiitas
ringan seperti mandi/berpakaian.
2. Berdasarkan etiologinya
3. Waktu munculnya sesak
 Saat istirahat, misalnya pneumotoraks, efusi pleura, pneumonia, asma, asidosis
metabolik.
 Terpicu aktivitas, misalnya gagal jantung
4. Awitan dan progresivitasnya:
 Mendadak: pneumotoraks, emboll paru, asma, aspirasi benda asing, bronkiolitis
 Subakut, progresif dalam hitungan minggu/bulan: gagal jantung, anemia, efusi
pleura
 Kronis: bronkitis kronis, emfisema

Menutut (Erwin Silman & Tulus Sukman, 2014), Volume dara yang mengalir dalam
saluran pernapasan (ventilisasi) terdiri dari dua komponen, yaitu aliran udara (flow) dan volume
udara yang masuk ke saluran pernapasan (tujuan akhirnya alveoli). Gangguan paa salah satu atau
kedua komponen akan menyebabkan gangguan ventilasi dan sebagai hasil akhirnya akan
mempengaruhi rasio ventilasi/perfusi. Apabila hal tersebut terjadi, tubuh akan mengompensasi
dengan meningkatkan ventilasi, dalam hal ini berupa usaha napas ekstra, yang terlihat sebagai
sesak napas.

Menurut (Erwin Silman & Tulus Sukman, 2014), Terdapat beberapa alat bantu diagnosis
dalam mengidentifikasi penyebab sesak napas, yaitu pemeriksaan darah rutin, foto totaks,
ultrasonografi, analisis gas darah, pulse oximetry, spirometri, rinoskopi, laringoskopi,
bronkoskopi, elektrokardiografi, maupun ekokardiografi. Namun demikian, pemilihan
penggunaannya disesuaikan dengan hasil arah anamnesis dan pemeriksaan fisis. Foto toraks
seringkali membantu dalam mencari etiologi sesak napas.
- Sesak napas dengan keadaan klinis yang jelas, konfirmasi dengan foto toraks
- Sesak napas yang jelas, foto totaks abnormal
- Konsolidasi parenkim tanpa retraksi, pikirkan pneumonia
- Perselubungan disertai retraksi, pikirkan aspirasi benda cair
- Gambaran lusen yang terlokalisasi, pikirkan aspirasi benda padat
- Distensi paru bilateral, pikirkan asma atau bronki

B. Batuk
Menurut (Chalik Raimundus, 2016), Tubuh manusia memiliki sistem pertahanan untuk
melawan gangguan dari luar. Salah satunya adalah batuk. Batuk adalah respons alami yang
dilakukan tubuh untuk membersihkan lendir atau faktor penyebab iritasi, seperti debu atau asap,
agar keluar dari saluran pernapasan kita.
Menurut (Chalik Raimundus, 2016), Batuk umumnya akan sembuh dalam waktu tiga
minggu dan tidak membutuhkan pengobatan. Keefektifan obat batuk masih belum terbukti
sepenuhnya. Ramuan buatan sendiri seperti air madu dan lemon bisa membantu meringankan
batuk ringan.
Menurut (Chalik Raimundus, 2016), Adapun tanda dan gejala dari batuk, yaitu:
- Suara lengkingan di setiap tarikan napas dalam-dalam setelah batuk.
- Batuk bertubi-tubi dan intens yang mengeluarkan dahak kental.
- Kelelahan dan wajah merah karena terus batuk.
- Muntah pada bayi dan anak-anak.

Menurut (Chalik Raimundus, 2016), adapun prinsip terapi batuk, yaitu:


1. Terapi non farmakologi (tanpa menggunakan obat)
Pada umunya batuk berdahak maupun tidak berdahak daat dikurangi dengan cara sebagai
berikut:
- Memperbanyak minum air putih untuk membantu mengencerkan dahak, mengurangi
iritasi dan rasa gatal.
- Menghindari paparan debu, minuman atau makanan yang merangsang tenggorokan
seperti makanan yang berminyak dan minuman dingin.
- Menghindari paparan udara dingin.
- Menghindari merokok dan asap rokok karena dapat mengiritasi tenggorokan sehingga
dapat memperparah batuk.
- Menggunakan zat – zat Emoliensia seperti kembang gula, madu, atau permen hisap
pelega tenggorokan. Ini berfungsi untuk melunakkan rangsangan batuk, dan
mengurangi iritasi pada tenggorokan dan selaput lendir.
2. Terapi farmakologi (dengan menggunakan obat)
Pengobatan batuk harus diberikan berdasarkan jenis batuknya, apakah termasuk jenis batuk
berdahak atau batuk kering. Hal ini penting agar obat yang digunakan tepat untuk sesuai
dengan tujuan terapinya. Terapi farmakologi (dengan obat) pada batuk dapat dilakukan
dengan menggunakan obat-obat sebagai berikut :

1. Antitusif
Antitusif digunakan untuk pengobatan batuk kering (batuk non produktoif). Golongan
obat ini bekerja sentral pada susunan saraf pusat dengan cara menekan rangsangan batuk
dan menaikkan ambang rangsang batuk. Obat golongan ini tidak sesuai bila digunakan
untuk batuk yang berdahak, karena akan menyebabkan dahak menjadi kental dan susah
dikeluarkan. Contoh obat golongan ini adalah codein, dekstrometorfan, noskapin,
prometazin, difenhidramin.
2. Ekspektoran
Ekspektoran digunakan untuk batuk berdahak. Golongan obat ini bekerja dengan cara
meningkatkan sekresi cairan saluran pernafasan sehingga kekentalan dahak menjadi
berkurang akibatnya dahak akan mudah dikeluarkan. Obat golongan ini tidak sesuai bila
digunakan untuk batuk kering karena akan menyebabkan frekuensi batuk menjadi
meningkat. Contoh obat golongan ini adalah guaifenesin (gliseril guaikolat), Amonium
klorida, OBH.

3. Mukolitik
Mukolitik digunakan untuk batuk dengan dahak yang kental sekali, seperti batuk pada
bronchitis dan emfisema. Golongan obat ini bekerja dengan jalan memutus serat-serat
mukopolisakarida atau membuka jembatan disulfide diantara makromolekul yang
terdapat pada dahak sehingga kekentalan dahak akan menjadi berkurang, akibatnya dahak
akan mudah dikeluarkan. Contoh obat golongan ini adalah N-asetilsistein, karbosistein,
ambroksol, bromheksin dan erdostein.
C. Wheezing
Menurut (Erwin Silman & Tulus Sukman, 2014), Wheezing (mengi) adalah suara
bernada tinggi yang terdengar saat saluran udara yang lebih kecil dipersempit dengan adanya
bronkospasme, pembengkakan lapisan mukosa, sekresi berlebihan, atau benda asing yang
dihirup. Sebagian besar terdengar saat kadaluarsa sebagai akibat obstruksi jalan napas kritis.
Menurut (Erwin Silman & Tulus Sukman, 2014), Mengi bisaterjadi pada masa bayi dan
masa kanak-kanak. Sekitar 19% anak berusia 10 tahun mengalami mengi dengan usia rata-rata 3
tahun. Selain itu, beberapa studi kohort kelahiran berbasis populasi mencatat bahwa 30% anak-
anak menderita mengi selama terjadi infeksi pernapasan.
Menurut (Erwin Silman & Tulus Sukman, 2014), Sebagian besar mengi pada bayi
disebabkan oleh kelainan peradangan atau anatomis.
Mengi yang disebabkan oleh saluran udara sempit namun pada bayi muda hal ini tidak selalu
disebabkan oleh kjang otot yang didapatkan dengan asma. Pada bayi tabung udara (bronki) kecil.
Saat bayi menjadi dingin, semua selaputnya membengkak . akan terlihat hidung anak tersumbat
karena selapu hidung (lapisan hidung) semua bengkak. Tabung udara (bronchi) juga mengalami
pembengkakan membran (atau lapisan) sehingga bagian di bagian tengah menjadi lebih kecil.
Tabung udara sempit (bronkus) bisa menyulitkan untuk ernapas dan bayi mungkin menunjukkan
tanda-tanda bekerja lebih keras untuk bernapas dan mengeluaran suara bersiul saat bernapas.
Menurut (Erwin Silman & Tulus Sukman, 2014), Gejala mengi adalah suara bersiul yang
terjadi saat bayi bernapas, saat bernapas tulang rusuk nampak masuk dan keluar, pilek dan batuk
Menurut (Erwin Silman & Tulus Sukman, 2014), Bayi enderung rewel karena faktor
anatomis yang terkait dengan dinding paru-paru dan dada disamping pengaruh imunologis dan
molekuler dibanding dengan anak yang lebih tua. Penyumbatan untuk aliran dipengaruhi oleh
kabiler jalan napas dankepatuhan paru-paru bayi.
Pengaruh imunologi dan molekuler dapat menyebabkan kecenderungan bayi untuk
mengi. Dibandingkan dengan anak-anak dan orang dewasa yang lebih tua, bayi cenderung
memiliki kadar limfosit dan neutrofil yang lebih tinggi.
Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Erwin Silman & Tulus Sukman, 2014),
- Foto rontgen
- AGD (Analisa Gas Darah)
- Pemeriksaan fugsi paru
- Pemeriksaan alergi
Komplikasi
Menurut (Erwin Silman & Tulus Sukman, 2014),
- Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
- Chronik persistent bronchitis
- Bronchiolitis
- Pneumonia
- Emphysema

2.3 Asuhan Keperawaan Pada Pasien Dengan Kebutuhan Oksigenasi


A.Pengkajian Keperawatan

Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang :

1.Biodata pasien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)

Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun psikologis,
jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap
terjadinya masalah/penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan
klien tentang masalahnya/penyakitnya.

2.Keluhan utama dan riwayat keluhan utama (PQRST)

Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh klien pada saat perawat
mengkaji, dan pengkajian tentang riwayat keluhan utama seharusnya mengandung unsur PQRST
(Paliatif/Provokatif, Quality, Regio, Skala, dan Time)

3.Riwayat perkembangan

 Neonatus : 30 - 60 x/mnt
 Bayi : 44 x/mnt
 Anak : 20 - 25 x/mnt
 Dewasa : 15 - 20 x/mnt
 Dewasa tua : volume residu meningkat, kapasitas vital menurun

4.Riwayat kesehatan keluarga

Dalam hal ini perlu dikaji apakah ada anggota keluarga yang mengalami masalah / penyakit yang
sama.

5.Riwayat sosial

Perlu dikaji kebiasaan-kebiasaan klien dan keluarganya, misalnya : merokok, pekerjaan, rekreasi,
keadaan lingkungan, faktor-faktor alergen dll.

6.Riwayat psikologis

Disini perawat perlu mengetahui tentang :

 Perilaku / tanggapan klien terhadap masalahnya/penyakitnya


 Pengaruh sakit terhadap cara hidup
 Perasaan klien terhadap sakit dan therapy
 Perilaku / tanggapan keluarga terhadap masalah/penyakit dan therapi

7. Riwayat spiritual

8.Pemeriksaan fisik

a.Hidung dan sinus

Inspeksi : cuping hidung, deviasi septum, perforasi, mukosa (warna, bengkak, eksudat, darah),
kesimetrisan hidung.

Palpasi : sinus frontalis, sinus maksilaris

b.Faring

Inspeksi : warna, simetris, eksudat ulserasi, bengkak

c.Trakhea
Palpasi : dengan cara berdiri disamping kanan pasien, letakkan jari tengah pada bagian bawah
trakhea dan raba trakhea ke atas, ke bawah dan ke samping sehingga kedudukan trakhea dapat
diketahui.

d.Thoraks
Inspeksi :

·      Postur, bervariasi misalnya pasien dengan masalah pernapasan kronis klavikulanya menjadi
elevasi ke atas.

·      Bentuk dada, pada bayi berbeda dengan orang dewasa. Dada bayi berbentuk bulat/melingkar
dengan diameter antero-posterior sama dengan diameter tranversal (1 :1). Pada orang dewasa
perbandingan diameter antero-posterior dan tranversal adalah 1 : 2

Beberapa kelainan bentuk dada diantaranya :

 Pigeon chest yaitu bentuk dada yang ditandai dengan diameter tranversal sempit,
diameter antero-posterior membesar dan sternum sangat menonjol ke depan.
 Funnel chest merupakan kelainan bawaan dengan ciri-ciri berlawanan dengan pigeon
chest, yaitu sternum menyempit ke dalam dan diameter antero-posterior mengecil. Barrel
chest ditandai dengan diameter antero-posterior dan tranversal sama atau
perbandingannya 1 : 1.

Kelainan tulang belakang diantaranya :

 Kiposis atau bungkuk dimana punggung melengkung/cembung ke belakang.


 Lordosis yaitu dada membusung ke depan atau punggung berbentuk cekung.
 Skoliosis yaitu tergeliatnya tulang belakang ke salah satu sisi.

Pola napas

 eupnea yaitu pernapasan normal dimana kecepatan 16 - 24 x/mnt, klien tenang, diam dan
tidak butuh tenaga untuk melakukannya,
 tachipnea yaitu pernapasan yang cepat, frekuensinya lebih dari 24 x/mnt, atau bradipnea
yaitu pernapasan yang lambat, frekuensinya kurang dari 16 x/mnt
 apnea yaitu keadaan terhentinya pernapasan.

 Kaji volume pernapasan

 hiperventilasi yaitu bertambahnya jumlah udara dalam paru-paru yang ditandai dengan
pernapasan yang dalam dan panjang
 hipoventilasi yaitu berkurangnya udara dalam paru-paru yang ditandai dengan
pernapasan yang lambat.

→ Kaji sifat pernapasan apakah klien menggunakan pernapasan dada yaitu pernapasan yang
ditandai dengan pengembangan dada, ataukah pernapasan perut yaitu pernapasan yang ditandai
dengan pengembangan perut.

→Kaji ritme/irama pernapasan yang secara normal adalah reguler atau irreguler,

 cheyne stokes yaitu pernapasan yang cepat kemudian menjadi lambat dan kadang
diselingi apnea.
  kusmaul yaitu pernapasan yang cepat dan dalam, atau pernapasan biot yaitu pernapasan
yang ritme maupun amplitodunya tidak teratur dan diselingi periode apnea.

·      Perlu juga dikaji kesulitan bernapas klien, apakah dispnea yaitu sesak napas yang menetap
dan kebutuhan oksigen tidak terpenuhi, ataukah ortopnea yaitu kemampuan bernapas hanya bila
dalam posisi duduk atau berdiri

·Perlu juga dikaji bunyi napas

 stertor/mendengkur yang terjadi karena adanya obstruksi jalan napas bagian atas
 stidor yaitu bunyi yang kering dan nyaring dan didengar saat inspirasi
 wheezing yaitu bunyi napas seperti orang bersiul,
 rales yaitu bunyi yang mendesak atau bergelembung dan didengar saat inspirasi
 ronchi yaitu bunyi napas yang kasar dan kering serta di dengar saat ekspirasi.

·Perlu juga dikaji batuk dan sekresinya, apakah klien mengalami

 batuk produktif yaitu batuk yang diikuti oleh sekresi,


 non produktif yaitu batuk kering dan keras tanpa sekresi
 hemoptue yaitu batuk yang mengeluarkan darah

Status sirkulasi, dalam hal ini perlu dikaji  heart rate/denyut nadi

 takhikardi yaitu denyut nadi lebih dari 100 x/mnt, ataukah


 bradikhardi yaitu denyut nadi kurang dari 60 x/mnt.

Juga perlu dikaji tekanan darah

 hipertensi yaitu tekanan darah arteri yang tinggi


 hipotensi yaitu tekanan darah arteri yang rendah.

Juga perlu dikaji tentang oksigenasi pasien apakah

 anoxia yaitu suatu keadaan dengan jumlah oksigen dalam jaringan kurang
 hipoxemia yaitu suatu keadaan dengan jumlah oksigen dalam darah kurang
 hipoxia yaitu berkurangnya persediaan oksigen dalam jaringan akibat kelainan internal
atau eksternal
 cianosis yaitu warna kebiru-biruan pada mukosa membran, kuku atau kulit akibat
deoksigenasi yang berlebihan dari Hb
 clubbing finger yaitu membesarnya jari-jari tangan akibat kekurangan oksigen dalam
waktu yang lama.

Palpasi :

Untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan
ekspansi dan taktil vremitus.

Taktil vremitus adalah vibrasi yang dapat dihantarkan melalui sistem bronkhopulmonal selama
seseorang berbicara.  Normalnya getaran lebih terasa pada apeks paru dan dinding dada kanan
karena bronkhus kanan lebih besar. Pada pria lebih mudah terasa karena suara pria besar.

B.  Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi diantaranya adalah :
1.        Bersihan jalan nafas tidak efektif

2.        Pola napas tidak efektif

3.        Gangguan pertukaran gas

4.        Penurunan kardiak output

5.        Rasa berduka

6.        Koping tidak efektif

7.        Perubahan rasa nyaman

8.        Potensial/resiko infeksi

9.        Interaksi sosial terganggu

10.    Intoleransi aktifitas, dll sesuai respon klien

 Bersihan jalan napas tidak efektif

Yaitu tertumpuknya sekresi atau adanya obstruksi pada saluran napas.


Tanda-tandanya :

 Bunyi napas yang abnormal


 Batuk produktif atau non produktif
 Cianosis
 Dispnea
 Perubahan kecepatan dan kedalaman pernapasan

Kemungkinan faktor penyebab :

 Sekresi yang kental atau benda asing yang menyebabkan obstruksi


 Kecelakaan atau trauma (trakheostomi)
 Nyeri abdomen atau nyeri dada yang mengurangi pergerakan dada
 Obat-obat yang menekan refleks batuk dan pusat pernapasan
 Hilangnya kesadaran akibat anasthesi
 Hidrasi yang tidak adekuat, pembentukan sekresi yang kental dan sulit untuk di
expektoran
 Immobilisasi
 Penyakit paru menahun yang memudahkan penumpukan sekresi

2.      Pola napas tidak efektif

Yaitu respon pasien terhadap respirasi dengan jumlah suplay O2 kejaringan tidak adekuat

Tanda-tandanya :

 Dispnea
 Peningkatan kecepatan pernapasan
 Napas dangkal atau lambat
 Retraksi dada
 Pembesaran jari (clubbing finger)
 Pernapasan melalui mulut
 Penambahan diameter antero-posterior
 Cianosis, flail chest, ortopnea 
 Vomitus
 Ekspansi paru tidak simetris

Kemungkinan faktor penyebab :

 Tidak adekuatnya pengembangan paru akibat immobilisasi, obesitas, nyeri


 Gangguan neuromuskuler seperti : tetraplegia, trauma kepala, keracunan obat anasthesi
 Gangguan muskuloskeletal seperti : fraktur dada, trauma yang menyebabkan kolaps paru
 CPPO seperti : empisema, obstruksi bronchial, distensi alveoli
 Hipoventilasi akibat kecemasan yang tinggi
 Obstruksi jalan napas seperti : infeksi akut atau alergi yang menyebabkan spasme
bronchial atau oedema
 Penimbunan CO2 akibat penyakit paru
3.      Gangguan pertukaran gas

Yaitu perubahan asam basa darah sehingga terjadi asidosis respiratori dan alkalosis respiratori.

Tanda-tandanya :

 Dispnea
 Abnormal gas darah arteri
 Hipoksia
 Gelisah
 Takikardia
 Sianosis
 Hipoksemia
  Tingkat kedalaman irama pernafasan abnormal

Kemungkinan penyebab :

 Penumpukan cairan dalam paru


 Gangguan pasokan oksigen
 Obstruksi saluran pernapasan
 Bronkhospasme
 Edema paru
 Pembedahan paru

4. Penurunan kardiak output

Tanda-tandanya :

 Kardiak aritmia
 Tekanan darah bervariasi
 Takikhardia atau bradikhardia
 Cianosis atau pucat
 Kelemahan, vatigue
 Distensi vena jugularis
 Output urine berkurang
 Oedema
 Masalah pernapasan (ortopnea, dispnea, napas pendek, rales dan batuk)

Kemungkinan penyebab :

 Disfungsi kardiak output akibat penyakit arteri koroner, penyakit jantung


 Berkurangnya volume darah akibat perdarahan, dehidrasi, reaksi alergi dan reaksi
kegagalan jantung
 Cardiak arrest akibat gangguan elektrolit
 Ketidakseimbangan elektrolit seperti kelebihan potassiom dalam darah

C.       Rencana Keperawatan

1.      Bersihan jalan napas tidak efektif

Intervensi:

a. Auskultasi dada bagian anterior dan posterior

Rasional : untuk mengetahui adanya penurunan atau  tidaknya ventilasi dan bunyi tambahan.

b. Lakukan pengisapan jalan napas bila diperlukan

Rasional : Merangsang terjadinya batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada
pasien yang tak mampu batuk secara efektif dan penurunan kesadaran

c.Pertahankan kaedekuatan hidrasi untuk menurunkan viskositas sekresi.

Rasional : memobilisasi keluarnya sputum

d.Instruksikan untuk batuk efektif & teknis napas dalam untuk memudahkan keluarnya sekresi.

Rasional : memudahkan ekspansi maksimal paru atau jalan napas lebih kecil dan membantu silia
untuk mempermudah jalan napas

e.Kolaborasi dengan berikan obat sesuai indikasi: mukolitik, ekspektoran, bronkodilator,


analgesik
Rasional : Untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret.

f. Kolaborasi dengan berikan obat sesuai indikasi :mukolitik, ekspektoran, bronkodilator.

Rasional : untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret

g.Kolaborasi dengan bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi lain mis :
spiromerti iasentif, perkusi, drainase postural.

Rasional : memudahkan pengenceran dan pembuangan secret.

2.Pola napas tidak efektif

a.Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi semi fowler

Rasional : Merangsang fungsi pernapasan atau ekspansi paru

b.Bantu klien untuk melakukan batuk efektif & napas dalam

Rasional : Meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas, sehingga mudah untuk dikeluarkan

c. Berikan tambahan oksigen masker/ oksigen nasal sesuai indikasi

Rasional : Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi.

d. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian ekspektoran

Rasional : Membantu mengencerkan secret, sehingga mudah untuk dikeluarkan

3. Gangguan pertukaran gas

a. Berikan O2  sesuai indikasi

Rasional : Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar dan dapat memperbaiki hipoksemia


jaringan

b. Pantau GDA Pasien

Rasional : Nilai GDA yang normal menandakan pertukaran gas semakin membaik

c. Pantau pernapasan
Rasional : Untuk evaluasi distress pernapasan

4. Penurunan kardiak output

a. Palpasi nadi perifer

Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukan menurunnya nadi radial,popliteal,dorsalis


pedis & pastibial

b.Observasi kuliat terhadap pucat dan sianosis

Rasional : Pucat menunjukan menurunnya perfusi perifer terhadap tidak adekuatnya curah
jantung, vasokontriksi & anemia.

c. Pantau TTV

Rasional : TTV dalam batas normal menunjukan kerja jantung normal

d. Kolaborasi pemberian O2

Rasional : Meningkatkan asupan oksigen dan mencegah hipoksia (Putra, 2017)

2.4 Contoh Jurnal Keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA


PASIEN ASMA BRONKHIAL DI RSUD. HAJI MAKASSAR

Hardiyanti Anastasia Yusuf1, Sukma Saini2,


Sri Wahyuni Awaluddin3

(Anastasia, 2019) Kasus asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien
asma bronkhial yang dirawat di RSUD Haji Makassar.
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan dilakukan secara komprehensif dengan metode
wawancara atau dengan pengamatan secara langsung dengan mengikuti perkembangan
pasien. Dari pengkajian didapatkan hasil bahwa pasien I, II dan III sama-sama menderita
penyakit asma bronkhial dengan gejala yang sama pada pasien I dan II yaitu sesak napas
disertai nyeri dada dan batuk berdahak disertai pilek, ronchi sedangkan pasien III hanya
dengan keluhan sesak napas disertai nyeri dada dan terdengar wheezing. Hal ini didukung
dengan manifestasi klinis asma bronkhial menurut Fadila (2013) diantaranya adalah sesak
napas, nyeri dada, batuk berdahak disertai pilek, wheezing, ronchi. Di tinjau dari teori
dan penelitian sebelumnya, menurut Tika Achriani (2018) mengatakan bahwa gejala
asma bronkhial yang sering timbul yaitu sesak napas disertai nyeri dada.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan, peneliti menegakkan sebuah
diagnosa keperawatan untuk pasien I, II, III yaitu : pola napas tidak efektif (Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2016). Dari proses pengkajian didapatkan data dari
pasien dan keluarga pasien bahwa pasien I, II merasa sesak napas disertai nyeri dada dan
batuk berdahak disertai pilek sedangkan pasien III hanya merasa sesak napas disertai
nyeri dada. Hal inilah menyebabkan tidak efektifnya pola napas pasien.
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan yang biasa disebut intervensi keperawatan merupakan
segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai tujuan (outcome) yang diharapkan (PPNI, 2018).
Intervensi yang dilakukan pada pasien I, II dan III yang pertama : pemeriksaan tanda-
tanda vital karena terjadi perubahan keadaan umum. Dalam teori Harmoko & Sujono
Riyadi (2012) bahwa salah satu pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu pemeriksaan
tanda-tanda vital yang terdiri mengukur tekanan darah, mengukur suhu, menghitung
denyut nadi dan menghitung pernapasan. Kedua : memonitor frekuensi, kedalaman napas
dan bunyi napas tambahan pasien. Pada teori Tarwoto, Wartonah (2015) bahwa dalam
pemeriksaan fisik pernapasan yang perlu diperhatikan yaitu frekuensi napas, kedalaman
napas dan bunyi napas tambahan karena untuk mengetahui adanya gangguan pola napas.
Ketiga : memberikan posisi semi fowler pada pasien.
Pada teori PPNI (2018) dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
bahwa dalam intervensi manajemen asma perlu dilakukan tindakan terapeutik yaitu
memberikan posisi semi fowler 30 – 45 %. Keempat : memberikan oksigen pada pasien.
Pada teori PPNI (2018) dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia bahwa
dalam intervensi manajemen asma perlu dilakukan tindakan terapeutik yaitu memberikan
oksigen sesuai kebutuhan pasien untuk mempertahankan SpO2 > 90%. Kelima :
memberikan terapi nebulizer pada pasien.
Pada teori PPNI (2018) dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
bahwa memberikan terapi nebulizer untuk mencairkan secret dan memperlebar jalan
napas. Keenam : berkolaborasi pemberian obat pada pasien. Pada teori PPNI (2018)
dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia bahwa berkolaborasi pemberin
obat pada pasien untuk mempermudah atau mempercepat proses pengobatan. Ketujuh :
mengajarkan mengidentifikasi dan menghindari pemicu pada pasien. Pada teori PPNI
(2018) dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia bahwa mengajarkan
mengidentifikasi dan menghindari pemicu pada pasien untuk mencegah terjadinya
kekambuhan asma bronkhial.
4. Implementasi Keperawatan
Menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) tahun 2018 bahwa
pelaksanaan atau tindakan keperawatan yang dikenal dengan implementasi keperawatan
merupakan suatu perilaku atau aktivitas spesifik yang dilakukan oleh perawat dalam
mengimplementasikan intervensi keperawatan. Penulis melakukan tindakan keperawatan
sesuai dengan rencana yang telah disusun pada ketiga subjek yaitu memonitor tanda-
tanda vital pasien, hasilnya tanda-tanda vital pasien subjek I :
TD : 120/80 mmHg
N : 88 x/menit
S : 36,3̊C
RR : 18 x/ menit.
Subjek II :
TD : 120/80 mmHg
N : 90 x/menit
S : 36̊C, P : 26 x/ menit
Subjek III
TD : 120/80 mmHg
N : 86 x/menit
S : 36,4̊C
RR : 18 x/ menit.
Memonitor frekuensi, kedalaman napas dan bunyi napas tambahan, hasilnya
subjek I frekuensi napas 18 kali permenit, kedalaman napas baik dan tidak terdapat suara
napas tambahan, subjek II frekuensi 26 x/ menit, kedalaman napas baik dan terdapat
bunyi napas tambahan yaitu ronchi. Subjek III frekuensi 18 x/ menit, kedalaman napas
baik dan tidak terdapat suara napas tambahan. Memberikan posisi semi fowler pada
pasien subjek I, II dan III, hasilnya pasien dibantu parawat untuk meninggikan posisi
kepala pasien 30̊-45̊. Memberikan oksigen pada pasien subjek I, II dan III, hasilnya
subjek I pemberian oksigen pada pasien sudah diberhentikan, subjek II pasien diberikan
oksigen menggunakan nasal kanula dengan sebanyak 4 LPM dan subjek III Pemberian
oksigen pada pasien sudah diberhentikan. Memberikan terapi nebulizer pasien subjek I
dan III, hasilnya subjek I terapi nebulizer pasien sudah dihentikan, subjek III terapi
nebulizer pasien sudah dihentikan. Berkolaborasi pemberian obat pasien subjek I dan III,
hasilnya subjek I pasien diberikan obat salbutamol tablet 2 x 1/24jam melalui oral dan
obat symbicort budesonide/formoterol 160/4.5 mcg/dose 120 doses, subjek II Pasien
melakukan terapi nebulizer dengan menggunakan obat ventolin, flixotide dan NaCl 0,9 %
selama 15-20 menit dan obat salbutamol tablet 3 x 1/24jam melalui oral, subjek III pasien
diberikan obat salbutamol tablet 2 x 1/24jam melalui oral. Mengajarkan mengidentifikasi
dan menghindari pemicu pada pasien subjek I, II dan III, hasilnya subjek I diberikan
health education dengan perawat, pasien mampu mengidentifikasi pemicu penyakit
asmanya mucul yaitu debu dan asap, pasien juga akan berusaha menghindari pemicu
penyakitnya, subjek II diberikan health education dengan perawat, pasien mampu
mengidentifikasi pemicu penyakit asmanya mucul yaitu debu dan pasien juga akan
berusaha menghindari pemicu penyakitnya, Subjek III diberikan health education dengan
perawat, pasien mampu mengidentifikasi pemicu penyakit asmanya mucul yaitu debu dan
pasien juga akan berusaha menghindari pemicu penyakitnya.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan suatu tahapan akhir dalam proses keperawatan untuk dapat
menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Pada dasarnya, evaluasi adalah
suatu perbandingan status kesehatan pasien antara sebelum melakukan asuhan
keperawatan dengan setelah melakukan asuhan keperawatan yang dapat dilihat dari hasil
implementasi keperawatan, sejauh mana tujuan tercapai dan umpan balik dari tindakan
yang diberikan (Tarwoto, Wartonah, 2015). Dalam tahap evaluasi, penulis menggunakan
metode SOAP. Evaluasi tindakan keperawatan yang dilakukan selama tiga hari
sudah dilakukan secara komprehensif dengan rencana asuhan keperawatan serta telah
berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya. Data yang didapatkan dari hasil evaluasi
keadaan pasien berdasarkan kriteria hasil yang ingin dicapai. Pada pasien subjek I sudah
tidak sesak saat bernapas dan merasa lebih baik dari sebelumnya dengan hasil keadaan
umum pasien baik, kesadaran composmentis, TD : 120/80 mmHg, N : 88 x/menit, S :
36,3̊C, RR : 18 x/ menit, kedalaman napas baik dan tidak terdapat suara napas tambahan.
Pasien dibantu parawat untuk meninggikan posisi kepala pasien 30̊-45̊. Pemberian
oksigen pada pasien sudah diberhentikan. Nebulizer pasien sudah dihentikan. Pasien
diberikan obat salbutamol tablet 2 x 1/24jam melalui oral dan obat symbicort
budesonide/formoterol 160/4.5 mcg/dose 120 doses. Setelah diberikan health education
dengan perawat, pasien mampu mengidentifikasi pemicu penyakit asmanya mucul yaitu
debu dan asap, pasien juga akan berusaha menghindari pemicu penyakitnya. Hal ini
membuat kebutuhan oksigenasi pada pasien terpenuhi. Pada pasien subjek II masih
merasa sesak saat bernapas dan batuk berdahak disertai pilek dengan hasil keadaan umum
pasien masih lemah, kesadaran composmentis, konsistensi sputum cair berwarna putih,
TD : 120/80 mmHg, N : 90 x/menit, S : 36̊C, RR: 26 x/ menit, kedalaman napas baik dan
terdapat bunyi napas tambahan yaitu ronchi. Pasien dibantu parawat untuk meninggikan
posisi kepala pasien 30̊-45̊. Pasien diberikan oksigen menggunakan nasal kanula dengan
sebanyak 4 LPM. Pasien melakukan terapi nebulizer dengan menggunakan obat ventolin,
flixotide dan NaCl 0,9 % selama 15-20 menit. Pasien diberikan obat salbutamol tablet 3 x
1/24jam melalui oral. Setelah diberikan health education dengan perawat, pasien mampu
mengidentifikasi pemicu penyakit asmanya mucul yaitu debu dan pasien juga akan
berusaha menghindari pemicu penyakitnya. Hal ini membuat kebutuhan oksigenasi pada
pasien belum terpenuhi. Pada pasien subjek III sudah lebih baik dan sudaah tidak merasa
sesak saat bernapas dengan hasil keadaan umum pasien baik, kesadaran composmentis,
TD : 120/80 mmHg, N : 86 x/menit, S : 36,4̊C, RR: 18 x/ menit, kedalaman napas baik
dan tidak terdapat suara napas tambahan. Pasien dibantu parawat untuk meninggikan
posisi kepala pasien 30̊-45̊. Pemberian oksigen pada pasien sudah diberhentikan. Pasien
diberikan obat salbutamol tablet 2 x 1/24jam melalui oral. Setelah diberikan health
education dengan perawat, pasien mampu mengidentifikasi pemicu penyakit asmanya
mucul yaitu debu dan pasien juga akan berusaha menghindari pemicu penyakitnya. Hal
ini membuat kebutuhan oksigenasi pada pasien terpenuhi.

Kesimpulan dari hasil penelitian adalah keluhan yang dirasakan pada pasien 1 dan 2
sama, sedangkan pasien 3 berbeda karena tidak mengalami batuk, Diagnosa keperawatan dari
ketiga pasien sama yaitu pola napas tidak efektif, Rencana keperawatan dan tindakan yang
dilakukan pada pasien 1 dan 2 sama, sedangkan pasien 3 berbeda karena memiliki keluhan
sedikit berbeda, Evaluasi keperawatan pada pasien 1 dan 3 sama dengan hasil bahwa
pemenuhan kebutuhan oksigenasi terpenuhi, sedangkan pasien 2 berbeda dengan hasil
pemenuhan kebutuhan oksigenasi belum terpenuhi.
BAB III
PEMBAHASAN

Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk
mempertahankan kelangsungan hidup manusia. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara
menghirup O2 setiap bernapas. Oksigen memegang peran yang sangat penting di dalam tubuh,
sehingga apabila manusia kekurangan oksigen dapat menyebabkan hal yang fatal bagi tubuh,
salah satunya adalah kematian.

Sedangkan sistem pernapasan adalah suatu sistem didalam tubuh manusia yang berperan
penting untuk menyediakan oksigen bagi kehipan sel dalam tubuh, yang hasilnya nanti berupa
karbondioksida. Pernapasan adalah proses keluar dan masuknya udara kedalam dan keluar paru-
paru. Pernapasan merupakan suatu proses ganda yaitu terjadinya pertukaran gas dalam jaringan
atau “pernapasan dalam” dan yang terjadi di dalam paru-paru yaitu “pernapasan luar”

Ada beberapa masalah yang lazim terjadi pada sistem respirasi misalnya:
1. Sesak napas. sesak napas berarti napas yang sulit. Keluhan tersebut merupakan
gabungan gejala subjektif yang dirasakan pasien dan gejala objektif yang dilihat
melalui pemeriksaan fisik.
2. Batuk. Batuk adalah respons alami yang dilakukan tubuh untuk membersihkan lendir
atau faktor penyebab iritasi, seperti debu atau asap, agar keluar dari saluran
pernapasan kita.
3. Suara napas wheezing. Wheezing (mengi) adalah suara bernada tinggi yang terdengar
saat saluran udara yang lebih kecil dipersempit dengan adanya bronkospasme,
pembengkakan lapisan mukosa, sekresi berlebihan, atau benda asing yang dihirup.
Sebagian besar terdengar saat kadaluarsa sebagai akibat obstruksi jalan napas kritis.
Dll
Pada masing-masing penyakit memiliki penyebab, gejala dan dan cara penanganan yang
berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA

Washudi & Tanto. 2016. Biomedik Dasar. Jakarta Selatan: Kementerian Kesehatan. Indonesia.

Chalik, R. (2016a). Anatomi Fisiologi Manusia (1 ed.).

Chalik Raimundus. (2016). Anatomi Fisiologi Manusia (Vol. 260).

Putra, S. P. (2017). ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN


OKSIGENASI. Makalah askep teori oksigenasi

Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar Vol. 10 No 01 2019 e-issn : 2622-0148, p-
issn : 2087-0035

Anda mungkin juga menyukai