Anda di halaman 1dari 175

EFEKTIVITAS KOORDINASI PERENCANAAN

AGRIBISNIS KAKAO Dl KABUPATEN KOLAKA

EFFECTIVENESS OF CACAO AGRIBUSINESS


PLANNING COORDINATION IN KOLAKA REGENCY

BACHTIAR SIDUPPA

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2004
EFEKTIVITAS KOORDINJ~SI PERENCANAAN
AGRIBISNIS KAKAO Dl KABUPATEN KOLAKA

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi
Administrasi Pembangunan
Konsentrasi
Manajemen Perencanaan

Disusun dan diajukan oleh

BACHTIAR SIDUPPA

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2004
TESIS

EFEKTIVITAS KOORDINASI PERENCANAAN


AGRIBISNIS KAKAO 01 KABUPATEN KOLAKA

Disusun dan diajukan oleh

BACHTIAR SIDUPPA

Nomor Pokok P0803203520

telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis

pada tanggal 1 September 2004

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

r,
~

f
Menyetujui
t I Komisi Penasihat
t~ II
!

iI Dr. lr. Junaid" Muhidong, MSc.


K ua
Dr. lr. Sitti Bulkis, MS.
Anggota

-~
Ketua Program Studi -<-(?Jre!$ltr(P~dgram Pascasa~ana
. Administrasi Pembangunan t:J.$- JJn!Ve~itas Hasanuddin

[
·~f' k) ~
:.. 1 ~
,.
_-,
I
~I
.t
l I
"'?/.,;;
I..
" 7
··I i
..... ~------
, ---------------
11 Dr. Muh. Nur Sadik, MPM. ' Prof.Dr.lr. H. M. Natsir Nessa, MS.
.I
L
iii

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah, Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,

karena hanya dengan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga. Penulis dapat

menyelesaikan tesis ini guna memenuhi salah satu syarat penyelesaian

pendidikan pada Program Pascasarjana Magister Konsentrasi Studi

Manajemen Perencanaan di Universitas Hasanuddin Makassar.

Dengan selesainya penyusunan tesis ini, maka Penulis dengan hati

:tang tulus menyampaian ucapan terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada Bapak Dr. lr. Junaidi Muhidong, M.Sc. sebagai

ketua komisi penasehat dan lbu Dr. lr. Sitti Bulkis, MS. sebagai anggota

komisi penasehat serta lbu lr. A. Nexia, Msi. sebagai readers yang penuh

kesabaran memberikan bimbingan selama proses penyelesaian tesis ini.

Pada kesempatan ini pula Penulis menyampaian ucapan terima

kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Rektor Universitas Hasanuddin, Direktur Program Pascasarjana,

Asisten Direktur I dan Asisten Direktur II beserta st~f. atas

kesempatam belajar yang diberikan di Universitas Hasanddin;

2. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta staf, yang telah memberikan

beasiswa pendidikan;

3. Kepala PSKMP Universitas Hasanuddin, beserta staf fungsional dan

staf administrasi, atas kesempatan dan pelayanan dalam pendidikan

yang telah diberikan;

4. Ketua Program Studi Administrasi Pembangunan, atas bimbingan dan

layanan administrasi yang telah diberikan;


iv

5. Ketua beserta seluruh pengelola Konsentrasi Studi Manajemen

Perencanaan atas kesempatan belajar serta layanan akademik dan

teknis yang diberikan selama ini;

6. Tim Penilai dan Dosen Konsentrasi Studi Manajemen Perencanaan,

atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan;

7. Bupati Kolaka, Sekretaris Kab. Kolaka, Kepala Bapedalda Kab.

Kolaka, atas kesempatan dan bantuan untuk mengikuti pendidikan;

8. Ternan kuliah di Konsentrasi Studi Manajemen Perencanaan yang

telah banyak memberikan motivasi dan dukungan moril selama

mengikuti pendidikan.

Dan akhirnya ucapan terima yang tak terhingga penulis haturkan

kepada kedua orang tua, kedua mertua, kakak dan adik, dan khususnya

kepada istri tercinta A. Usmawati Usman, anakda tercinta Adilla, Muh. Afif

dan Muthiah yang senantiasa memberikan dukungan moril, materil dan

doa selama Penulis mengikuti pendidikan.

Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, karena

itu dengan segala kerendahan hati Penulis sangat berterima kasih

bilamana mendapat masukan yang bersifat konstruktif demi

kesempurnaan karya ilmiah ini dan akhirnya semoga tulisan ini dapat

memberi mamfaat bagi yang membacanya.

Semoga Allah SWT meridhai amal usaha kita semua, Amin.

Makassar, Agustus 2004

Penulis
v

ABSTRAK

BACHTIAR SIDUPPA. Efektivitas Koordinasi Perencanaan


Agribisnis Kakao di Kabupaten Kolaka (dibimbing oleh Junaidi
Muhidong dan Sitti Bulkis).
Penelitian bertujuan mengetahui bagaimana pelaksanaan
koordinasi perencanaan agribisnis kakao melalui keberadaan sarana dan
mekanisme koordinasi, dan efektivitas koordinasi perencanaan dikaji dari
kinerja agribisnis kakao, serta untuk merumuskan upaya peningkatan
efektivitas koordinasi perencanaan agribisnis kakao di Kabupaten Kolaka.
Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Lokasi
penelitian pada lnstansi terkait dan di 5 kecamatan, 7 desa. Jumlah
informan 28 orang. Penelitian berlangsung dari tanggal 21 Mei - 27 Juli
2004. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara
mendalam, observasi dan telaah pustaka. Data yang telah dikumpulkan
diana lisa dengan menggunakan analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan koordinasi
perencanaan agribisnis kakao belum berjalan efektif karena sarana dan
mekanisme koordinasi perencanaan sebahagian besar belum diadakan.
Demikian pula kegiatan agribisnis kakao juga menunjukkan kinerja yang
belum baik karena produktivitas kakao belum optimal, pemupukan tidak
sesuai ketentuan, kurangnya petani yang melakukan fermentasi,
penyuluhan belum berjalan baik, sarana dan prasarana pendukung
masih terbatas, dan perbankan, KUD dan Kadin masih terbatas
peranannya dalam pengembangan agribisnis kakao.
ABSTRACT

BACHTIAR SIDUPPA, Effectiveness of Cacao Cacao Agribusiness


Planning Coordination in Kolaka Regency (supervised by Junaidi
Muhidong and Sitti Bulkis).
The objectives of the research are to identify 1) implementation of
cacao agribusiness planning coordination in relation to the availability of
supporting facilities and planning mechanism, and 2) effectiveness of
planning coordination viewed from the performance of cacao agribusiness
in Kolaka Regency.
The research is conducted at related government agencies in five
districts, seven villages, involving 28 respondents from 21 st to 27 th May
2004. Data are collected from library research, obsevations, and in depth
interviews, and analysed by descriptive statistics.
The findings show that 1) the implementation of cacao
agribusiness planning coordination is ineffective due to anavailability of
most of required supporting facilities and weak planning coordination
mechanism, 2) the performance of cacao agribusiness activities is low
atributed to low and productivity, inappropriate use of fertilizer,
unfermented cacao product, limeted extension services to farmers,
rnactive role of banking, village cooperative unit (KUD), and chamber of
industry (Kadin) in supporting cacao agribusiness development in Kolaka
Regency.
vii

DAFTAR lSI

halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR lSI vii

DAFTAR TABEL X

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

I. PENDAHULUAN 1

A. Latar belakang 1

B. Rumusan Masalah 7

C. Tujuan Penelitian 7

D. Kegunaan Penelitian 8

II. TINJAUAN PUSTAKA 9

A. Efektivitas 9

B. Koordinasi 11

C. Perencanaan Pembangunan 18

D. Agribisnis 23

E. Kakao 32

F. Kerangka Konseptual 37
viii

III. METODE PENELITIAN 40

A. Desain Penelitian 40

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 40

C. Jenis dan Sumber Data 41

D. Teknik Pengumpulan Data 43

E. Analisa Data 44

F. Definisi Operasional 44

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 47

A. Profil singkat Lokasi Penelitian 47

1. Kondisi Fisik wilayah 47

2. Kondisi Sosial Budaya 50

3. Kondisi Perekonomian 54

4. Kondisi Sarana dan Prasarana 60

B. Koordinasi Perencanaan Agibisnis Kakao 61

1. Kebijaksanaan 61

2. Rencana Program dan Kegiatan 69

3. Prosedur dan Tata Kerja 80

4. Rapat 84

5. Surat Keputusan Bersama 87

6. Tim 89

7. Bad an 91

8. Sistem Administrasi Satu A tap 92

C. Kinerja Agribisnis Kakao 95

1. Sub Sistem Produksi 95


IX

2. Sub Sistem Pengolahan 103


3. Sub Sistem Pemasaran 106
4. Sub Sistem Penunjang 111
E. Rumusan Koordinasi Perencanaan 127
V. PENUTUP 132
A. Kesimpulan 132
B. Saran 133
DAFTAR PUSTAKA 135
LAMPl RAN 139
X

DAFTAR TABEL

nomor halaman

1. Spesifikasi persyaratan mutu biji kakao kualitas ekspor 36

2. Spesifikasi Persyaratan Khusus Mutu Biji Kakao untuk 36


ekspor

3. Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk 52


Kabupaten Kolaka tahun 2003

4. Jumlah petani pada beberapa komoditi perkebunan 53


utama di Kabupaten Kolaka tahun 2003

5. Kontribusi masing-masing sektor terhadap PDRB atas 56


harga konstan tahun 1993 di Kabupaten Kolaka

6. Nilai tambah sektor pertanian di Kabupaten Kolaka 57


pada tahun 2001 - 2002 Uutaan rupiah)

7. Tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kolaka 57


tahun 1995 - 2002

8. Perkembangan PDRB atas dasar harga berlaku dan 58


atas harga konstan 1993 di Kabupaten Kolaka

9. Pendapatan perkapita penduduk Kabupaten Kolaka 59


tahun 1995 - 2002

10. Keberadaan sarana koordinasi dan keterlibatan 94


instansi terkait dalam perumusannya di
Kabupaten Kolaka

11. Luas areal, produksi dan produktivitas kakao di 96


Kabupaten Kolaka pada tahun 2003

12. Distribusi panen sepanjang tahun pada sentra 98


prod~ksi Kakao di Kabupaten Kolaka

13. Rekapitulasi luas lahan, produksi dan produktivitas 99


kakao di Kabupaten Kolaka tahun 2001 - 2003
XI

14. Kinerja agribisnis kakao dan instansi penanggung 123


jawab di Kabupaten Kolaka

15. Hubungan pelaksanaan koordinasi perencanaan 125


dengan kinerja agribisnis kakao di Kabupaten
Kolaka
xii

DAFTAR GAMBAR

nomor halaman

1. Kerangka konseptual 39

2. Mekanisme pemasaran kakao di Kabupaten Kolaka 107

3. Mekanisme pemasaran kakao kerja sama petani 116


dan KUD
xiii

DAFTAR LAMPIRAN

nomor halaman

1. Peta Kabupaten Kolaka 139

2. Surat izin penelitian dari Pemda Kabupaten Kolaka 140

3. Surat bantuan penelitian dari Dinas Perkebunan dan 141


Kehutanan

4. Pedoman wawancara penelitian 142

5. Data informan penelitian 147

6. Surat Keputusan Bupati No. 272 Tahun 2000 149

7. Surat Keputusan Bupati No. 278 Tahun 2000 150

8. Daftar hadir peserta lokakarya Renstra Kab. Kolaka 151


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan pembangunan pertanian periode 2000 - 2004 adalah :

(1) Meningkatkan pendapatan dan taraf hid up petani melalui

pengembangan usaha pertanian dengan berwawasan agribisnis;

(2) Meningkatkan produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan di

dalam negeri, dalam rangka mencapai ketahanan pangan nasional;

(3) Meningkatkan produksi komoditas pertanian untuk memamfaatkan

pasar bahan baku industri pengolahan dan ekspor; (4) Mengembangkan

kesempatan kerja dengan produktivitas tinggi dan kesempatan berusaha

yang efisien melalui pengembangan agribisnis; (5) Mendorong

pembangunan ekonomi pedesaan melalui pengembangan agribisnis

yang berwawasan lingkungan (Sudaryanto dan Syafa'at, 2002).

Kebijaksanaan pembangunan sub sektor perkebunan sebagai

bagian integral dari pembangunan sektor pertanian bertujuan

meningkatkan ekspor non migas, penyediaan lapangan kerja di

pedesaan, mendorong terciptanya sistem agribisnis yang terpadu dengan

agroindustri guna meningkatkan produksi yang pada giliranny~ akan

menciptakan landasan ekonomi yang kuat bagi penduduk di pedesaan.

Sejalan dengan arah kebijaksanaan tersebut, strategi pembangunan sub

sektor perkebunan yang selama ini berorientasi pada peningkatan


2

produksi bergeser pada peningkatan produktivitas dan pendapatan

petani.

Salah satu paradigma baru pengembangan pertanian adalah

melalui pengembangan agribisnis. Artinya pertanian dikembangkan

bukan lagi secara subsisten, akan tetapi harus berorientasi bisnis

komersial yang lebih memberikan insentif keunggulan dan profit yang

lebih lebih optirral. Melalui pengembangan agribisnis, komponen

budidaya (agroproduksi) adalah inti dari sistem dan wirausaha adalah

ujung tombaknya (Richard Osak dalam Handayani, dkk. 2003)

Kebangkitan agribisnis pada era reformasi pembangunan ini

sangat vital bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan

nasional yang semakin tinggi dan merata diseluruh Indonesia. Oleh

karena itu kebangkitan agribisnis nasional diharapkan bukan hanya

menyediakan pasokan pangan, sandang, papan yang cukup, melainkan

juga mampu meningkatkan perolehan devisa dan kesejahteraan bangsa

yang semakin kokoh.

Agribisnis merupakan mega-sektor dalam perekonomian

nasional, kerja, melibatkan 90 % usaha kecil menengah dan koperasi,

serta merupakan sumber pendapatan bagi hampir 80 % penduduk

Indonesia. Fenomena satu terakhir ini membuktikan bahwa mega-sektor

agribisnis mampu bertahan dari krisis ekonomi dan moneter, bahkan

sebaliknya merupakan sektor riil utama yang masih dapat menuai Dollar,

serta meyakinkan masyarakat Indonesia, bahkan kebijaksanaan

lndustrialisasi yang mengembangkan industri-industri yang berspektrum


3

luas, serta industri yang berteknologi tinggi dan berbahan baku impor

adalah keliru dan telah memperburuk keadaan krisis ekonomi nasional

(Solahuddin, 1998).

Sulawesi Tenggara merupakan daerah penghasil Kakao terbesar

kedua di Indonesia setelah Sulawesi Selatan dan 73 % pertanaman

Kakao di Sulawesi Tenggara berada di Kabupaten Kolaka. Hingga tahun

2003 luas tanaman Kakao di Kabupaten Kolaka sebesar 90.730,25 ha

dengan produksi 81.107,46 ton, dengan melibatkan petani Kakao

sebanyak 37.994 KK (Statistik Perkebunan, 2003).

Kondisi pembangunan agribisnis kakao di Kabupaten Kolaka dapat

dikatakan belum berjalan dengan optimal, baik pada sub sistem produksi,

pengolahan, pemasaran, maupun sub sistem pendukungnya. Hal

tersebut dapat dilihat pada beberapa permasalahan yang dihadapi antara

lain ketersediaan sarana produksi yang masih mengalami hambatan

pada saat dibutuhkan. Produkstivitas dan kualitas kakao masih belum

optimal yang disebabkan oleh belum tepatnya sistem usaha tani, adanya

serangan hama PBK dan pengeringan kakao yang terhambat pada saat

musim hujan.

Juga permasalahan lainnya adalah sebagian besar kakao

dipasarkan masih dalam bentuk gelondongan dan non fermentasi. Belum

tersedianya unit pengolahan yang· memadai untuk dapat meningkatkan

nilai tambah pendapatan petani. Belum berkembang dan berperannya

Secara optimal kelembagaan ekonomi petani, swasta I perusahaan,

koperasi, pemerintah daerah dan petugas lapangan.


4

Selanjutnya permasalahan lain yang dihadapi adalah masyarakat

petani kakao, baru berusaha pada sub sistem usaha tani dimana

mendapatkan keuntungan yang terkecil dibanding sub sistem lainnya

seperti agribisnis hulu dan hilir serta jasa layanan pendukung lainnya.

Selain nilai tambah yang relatif kecil tersebut, petani menghadapi adanya

suatu paradoks produktivitas yakni peningkatan produktivitas justru

kadang-kadang menurunkan nilai produksi (harga) yang diterima karena

terjadi kelebihan penawaran.

Pemerintah Kabupaten Kolaka telah menyusun Rencana strategis

Daerah (Renstrada) sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah No. 108

Tahun 2000, Tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah.

Dalam Renstrada telah ditetapkan Visi Kabupaten Kolaka diantaranya

yaitu " Sebagai Kawasan Agribisnis yang Handa I Tahun 201 0"

Visi ini ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setelah mendapat

masukan dari seluruh stakeholder di Kabupaten Kolaka. Juga didasarkan

atas pertimbangan bahwa sektor pertanian dan kehutanan merupakan

sektor unggulan dalam pembangunan Kabupaten Kolaka selama

beberapa pelita hingga 1998 dan di era reformasi sampai tahun 2003,

dimana struktur perekonomian Kabupaten Kolaka menempatkan sektor

pertanian sebagai sektor andalan, karena peranannya yang sangat

besar terhadap Produk Domistik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga

konstan, yaitu sebesar 39,89 % dari total PDRB Kabupaten Kolaka.

Besarnya kontribusi sektor pertanian tersebut tidak terlepas dari

kontribusi yang diberikan sub sektor perkebunan khususnya komoditi


5

Kakao yaitu sebesar 46 % dari total kontribusi sektor pertanian terhadap

PDRB Kabupaten Kolaka (Kolaka Dalam Angka 2002).

Dengan visi tersebut, kedepan Kabupaten Kolaka diharapkan akan

terbangun suatu sistem atau struktur agribisnis yang mencakup industri

hulu pertanian, pertanian itu sendiri, industri hilir pertanian serta jasa-jasa

pendukung, yang berdaya saing, berkerakyatan, dan berkelanjutan.

Untuk itulah Pemerintah Kabupaten Kolaka telah mengupayakan

program Peningkatan Agribisnis Perkebunan dengan sasaran

peningkatan produktivitas dan kualitas hasil pertanian, peningkatan dan

pengembangan teknologi pengolahan hasil, peningkatan kemampuan

petani melalui wadah kelembagaan pedesaan peningkatan

pengetahuan dan keterampilan petani dan petugas, dan pen'ingkatan

peran perkebunan besar dan investor swasta dibidang perkebunan

(Renstrada Kabupaten Kolaka, 2002).

Untuk tercapainya hal tersebut di atas maka dibutuhkan suatu

manajemen perencanaan agribisnis secara tepat. Salah satu aspek

penting dalam manajemen perencanaan agribisnis adalah koordinasi

sebagaimana yang dinyatakan oleh Sutawi (2003: 37) bahwa koordinasi

merupakan otak dari manajemen. Koordinasi akan sangat bermanfaat

ketika suatu kegiatan mengalami kesulitan-kesulitan yang tidak

terkendali, dan dicurigai memiliki kelemahan perencanaan,

pengorganisasian, serta pengarahan.

Hal yang sama juga dikemukan oleh Riyadi dan Bratakusuma

(2003: 311) bahwa koordinasi sangat penting sebagai alat untuk


6

menyatupadukan fungsi dan peran yang berbeda, agar terjalin suatu

kerjasama yang baik, efektif, dan efisien sehingga tujuan bersama dapat

tercapai.

Adapun Solahuddin (1998: 2) berpendapat bahwa pembangunan

agribisnis memerlukan prasyarat adanya koordinasi dan sinkronisasi

yang harmonis antar instansi terkait dalam perencanaan, pelaksanaan,

dan evaluasi program pembangunan agribisnis. Hal yang sama juga

dikemukakan oleh Riyadi dan Bratakusuma (2003 310) bahwa

hendaknya koordinasi diterapkan dalam keseluruhan proses

pembangunan agribisnis sejak dari perencanaan, pelaksanaan,

pengendalian dan pengawasan sampai dengan evaluasinya.

Adanya beberapa permasalahan dalam pembangunan agribisnis

kakao di Kabupaten Kolaka maka diduga bahwa dalam kegiatan

agribisnis kakao di Kabupaten Kolaka, baik pada sub sistem produksi,

sub sistem pengolahan, sub sistem pemasaran dan sub sistem

penunjang belum tercipta suatu kegiatan yang terpadu harmonis, sinergis

dan serasi, karena pelaksanaan koordinasi perencanaan belum berjalan

dengan baik sebagaimana yang diharapkan.

Karena menurut Kristiadi (1994 : 17) bahwa koordinasi pada

hakekatnya merupakan upaya memadukan, menyerasikan dan

menyelaraskan berbagai kepentingan dan kegiatan yang saling berkaitan

beserta segenap gerak, langkah dan waktunya dalam rangka pencapaian

tujuan dan sasaran bersama.


7

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka studi penelitian ini

akan mengkaji pelaksanaan koordinasi perencanaan agribisnis kakao

melalui sarana dan mekanisme koordinasi, dan juga akan meneliti kinerja

agribisnis kakao di Kabupaten Kolaka

B. Rumusan Masalah

Dari uraian tersebut diatas maka rumusan masalah yang akan

dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana koordinasi perencanaan agribisnis Kakao di Kabupaten

Kolaka.

2. Sejauh mana efektivitas koordinasi perencanaan dikaji dari kinerja

agribisnis Kakao di Kabupaten Kolaka.

3. Bagaimana upaya dalam peningkatan efektivitas koordinansi

perencanaan agribisnis Kakao di Kabupaten Kolaka.

C. Tujuan Penelitian

Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana koordinasi perencanaan agribisnis

kakao di Kabupaten Kolaka.

2. Untuk mengetahui sejauh mana efektivitas koordinasi perencanaan

dikaji dari kinerja agribisnis kakao di Kabupaten Kolaka.

3. Untuk merumuskan upaya dalam peningkatan efektivitas koordinasi

perencanaan agribisnis kakao di Kabupaten Kolaka


8

D. Kegunaan Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran bagi

Pemerintah Kabupaten Kolaka dalam melaksanakan koordinasi

perencanaan agribisnis untuk pencapaian Visi " Sebagai Kawasan

Agribisnis Yang Handa I Tahun 201 0", khususnya agribisnis kakao.

2. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi bagi

penelitian-penelitian selanjutnya.
BAS II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Efektivitas

Efektif berarti sukses secara keseluruhan dari berbagai alternatif

kegiatan yang sudah dipilih untuk mencapai hasil yang diinginkan atau

sesuai dengan tujuan. Hal tersebut sesuai yang dikemukakan oleh

Winardi (1987: 7) bahwa efektivitas adalah tingkat hingga dimana

tujuan-tujuan dicapai. Dengan pembatasan demikian maka efektivitas

sinonim dengan hasil pekerjaan.

Pendapat yang sama tentang pengertian efektivitas juga

dikemukakan oleh Lubis dan Husaini (1987) bahwa efektivitas organisasi

dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha

mencapai tujuan dan sasarannya. Demikian pula pendapat Kasim ( 1993)

b~hwa efektifnya suatu organisasi tergantung kepada seberapa jauh

tercapainya tujuan dan sasaran.

Sedangkan menurut Sayuti (1996) bahwa efektivitas adalah suatu

keadaan yang mengandung pengertian terjadinya suatu efek atau akibat

yang dikehendaki dalam suatu perbuatan.

Oleh karena itu untuk mengetahui tingkat evektivitas, sebuah

kegiatan harus jelas rumusannya atau dapat dipahami tujuan yang ingin

dicapai (Muninjaya 2003 : 32).

Berdasarkan definisi efektivitas sebelumnya maka dapat

disimpulkan bahwa efektivitas adalah tingkatan atau derajat pencapaian


10

tujuan, sasaran-sasaran baik dalam organisasi, program dengan prestasi

dan hasil yang maksimum.

Jika dikaitkan dengan organisasi, maka suatu organisasi berhasil

secara efektif apabila organisasi tersebut telah mencapai tujuannya. Hal

tersebut seiring dengan apa yang dikemukakan oleh Etzioni (1985 : 12)

bahwa efektivitas dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi

dalam usaha mencapai tujuan dan sasarannya. Sedangkan lndrawijaya

(1989 : 225) mengemukakan efektivitas organisasi sama dengan prestasi

keseluruhan orang-orang yang ada dalam organisasi.

Pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa efektivitas adalah

tingkat/derajat pencapaian tujuan dan sasarannya melalui prestasi orang-

orang yang bekerja dalam organisasi tersebut. Atau dapat pula dikatakan

bahwa efektivitas adalah ukuran yang menyatakan seberapa jauh

sasaran rencana tercapai secara kualitas dan kuantitas.

Lubis dan Husaini (1987 : 48) mengemukakan tiga pendekatan

pengukuran efektivitas, yaitu (1) pendekatan sumber mengukur

efektivitas dari sisi input, yaitu dengan mengukur keberhasilan organisasi

dalam mendapatkan sumber-sumber yang dibutuhkan untuk mencapai

sasaran yang baik, (2) pendekatan proses melihat kegiatan internal

organisasi dan mengukur efektivitas melalui berbaQai indikator internal,

dan (3) pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas , memusatkan

perhatian terhadap aspek output, yaitu dengan mengukur keberhasilan

organisasi dalam mencapai tingkatan output yang direncanakan


11

B. Koordinasi

Dalam penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan dan

pembangunan, setiap stakeholder bertugas melaksanakan sebagian

tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan dibidangnya

masing-masing. Namun demikian tujuan dan sasaran yang harus dicapai

selalu menyangkut kegiatan-kegiatan atau tugas-tugas lebih dari satu

dinas/instansi terkait. Oleh karena itu setiap pelaksanaan tugas-tugas

umum pemerintahan dan untuk menggerakkan dan memperlancar

pelaksanaan pembangunan, kegiatan-kegiatannya perlu dipadukan,

diserasikan dan diselaraskan untuk mencegah timbulnya tumpang tindih,

benturan, kesimpangsiuran dan atau kekakuan. Oleh karena itu

koordinasi antar kegiatan-kegiatan stakeholder tidak dapat dihindarkan.

Fungsi koordinasi ini demikian pentingnya, apalagi bila kegiatan

administrasi harus berjalan sebagai suatu sistem, sebagai suatu

kesatuan yang bulat dari bagian-bagian (subsistem) yang saling

berhubungan, saling menunjang dan saling bergantung agar kegiatan

administrasi tercapai tujuannya. Pc:1ndangan seperti ini yang disebut

pendekatan sistem, merupakan alat dan teknik yang dapat membantu

administrator. Pada dasarnya suatu organisasi merupakan pula suatu

sistem yang bagian-bagiannya merupakan unit-unit yang ada didalam

organisasi tersebut. Setiap unit walaupun mempunyai tugas dan

sasarannya sendiri, namun tiap unit tak dapat melepaskan diri dari unit

sendiri ataupun unit lainnya. Karena suatu unit organisasi tak mungkin

dapat berfungsi dengan baik tanpa dibantu oleh unit yang lain, dan
12

karena tiap unit berkewajiban mendukung pelaksanaan fungsi unit

la~nnya, maka disinilah pentingnya penerapan prinsip koordinasi

(Kristiadi, 1994: 172).

Koordinasi juga dianggap sangat penting karena dapat

menghindari kecenderungan pemisahan unit-unit yang dibentuk sebagai

akibat adanya spesialisasi fungsi (pembagian habis tugas menjadi

fungsi-fungsi) di dalam organisasi. Keuntungan akan koordinasi adalah

terciptanya sinergi, yaitu terciptanya perpaduan usaha dari berbagai

unit organisasi yang menghasilkan output yang lebih besar

dibandingkan dengan jumlah output masing-masing unit organisasi bila

mereka bekerja tanpa organisasi.

Dimoch (1996 : 27) berpendapat bahwa perencanaan menyatakan

tujuan yang akan dicapai, dan langkah-langkah logis dan sistematis untuk

mencapainya. Tetapi tanpa koordinasi, setiap perencanaan pasti tidak

akan berhasil. Selanjutnya ia berpendapat bahwa kepemimpinan dan

pengarahan tugas, seperti dalam pengawasan, melibatkan banyak hal.

Namun tanpa koordinasi, juga hanya sedikit mamfaatnya.

Sedangkan menurut Riyadi dan Bratakusuma (2003: 312) bahwa

adapun alasan perlunya koordinasi pembangunan adalah : (1) Sebagai

konsekwensi logis dari adanya aktivitas dan kepentingan yang berbeda;

(2) Aktivitas dan kepentingan yang berbeda juga membawa konsekwensi

logis terhadap adanya tanggung jawab yang secara fungsional berbeda

pula; (3) Ada institusi, badan, lembaga yang menjalankan peran dan

fungsinya masing-masing; (4) Ada unsur sentralisasi dan desentralisasi


13

yang dijalankan dalam proses pembangunan yang melibatkan institusi

pusat maupun daerah; (5) Koordinasi merupakan alat sekaligus upaya

untuk melakukan penyelarasan dalam proses pembagunan, sehingga

akan tercipta suatu aktivitas yang harmonis, sinergis, dan serasi untuk

mencapai tujuan bersama.

Sedangkan menurut handoko (1998 : 195) bahwa koordinasi

mutlak diperlukan dalam organisasi karena beberapa alasan, yaitu : (1)

Semakin rumitnya saluran pemerintahan dan tanggung jawabnya dalam

mengelola suatu organisasi yang semakin kompleks permasalahannya;

(2) Semakin berkembangnya tugas-tugas spesialisasi yang harus

didukung oleh berbagai macam tingkat keahlian yang dapat disatukan

dan disebarkan pada .tujuan yang telah ditetapkan; (3) Tuntutan

kemajuan dan perkembangan yang melahirkan program-program

pembangunan yang harus mendapatkan perhatian secepatnya; (4)

Fungsi-fungsi, wewenang dari setiap unit organisasi semakin berat dan

bertambah; (5) Jumlah program pembangunan yang harus dilaksanakan

antar sektor dan antar lembaga-instansi semakin bertambah.

Oleh karena itu menurut Roger C. Heimer dalam Sutarto

(2000: 142) bahwa Koordinasi harus ada untuk menyempurnakan banyak

usaha agar supaya pencapaian tujuan dapat efektif. Koordinasi

memungkinkan kesatuan usaha mental dan fisik dalam bermacam-

macam sikap karena menciptakan kelebihan usaha yang dikoordinasikan

pada sejumlah usaha individu dari para peserta.

Adapun pengertian Koordinasi menurut Stoner dan Wankel


14

(1986: 380) ialah proses penyatupaduan sasaran dan kegiatan-

kegiatan dari unit-unit yang terpisah (bagian atau bidang fungsional) yang

terpisah pada sebuah organisasi untuk mencapai tujuan organisasi

secara efisien.

Sedangkan menurut Terry dalam Sutarto (2000 : 144) bahwa

koordinasi adalah sinkronisasi yang teratur dari usaha-usaha yang

menciptakan kepantasan kuantitas, waktu, dan pengarahan pelaksanaan

yang menghasilkan keselarasan dan kesatuan tindakan untuk tujuan

yang telah ditetapkan.

Walaupun masih banyak pendapat yang belum dikemukakan

namun dari berbagai teori tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan

bahwa karakteristik dari koordinasi adalah : (1) kesatuan tindakan;

(2) penyesuaian antar bagian dalam setiap organisasi; (3) keseimbangan

antar unit; (4) adanya integrasi; (5) keselarasan; (6) adanya sinkronisasi;

(7) merupakan suatu proses dan keteraturan dalam mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Koordinasi merupakan salah satu unsur penting

dari manajemen dan mempunyai keterkaitan antar fungsi yang satu

dengan yang lainnya.

Atas dasar intisari di atas, koordinasi dapat diartikan sebagai

berikut : didalam organisasi harus ada keselarasan aktivitas antara

satuan-satuan organisasi atau keselarasan tugas antara pejabat;

koordinasi adalah asas umum dalam semua organisasi, atau dapat pula

dikatakan koordinasi adalah asas pokok organisasi (Sutarto, 1986 : 130).

Sedangkan menurut Paembonan (1994) bahwa berdasarkan


15

beberapa definisi koordinasi yang ada, maka dapat dikatakan bahwa

hake kat koordinasi adalah : (1) Koordinasi adalah akibat log is dari

adanya prinsip pembagian tugas, dimana setiap unit melaksanakan

sebagian tugas pokok organisasi; (2) Koordinasi timbul karena adanya

prinsip fungsionalisasi, dimana setiap unit melaksanakan sebagian fungsi

suatu organisasi; (3) Koordinasi timbul sebagai akibat adanya

rentang/jenjang pengendalian dimana pimpinan wajib membina,

membimbing, mengarahkan dan mengendalikan berbagai kegiataan yang

dilakukan sejumlah bawahan berdasarkan wewenang dan tanggung

jawab bersama; (4) Koordinasi sangat diperlukan dalam suatu organisasi

yang besar dan kompleks, dimana berbagai fungsi dan kegiatan harus

dilakukan oleh berbagai satuan kerja secara terpadu dan sinkron; (5)

Koordinasi juga sangat diperlukan dalam organisasi yang dibentuk

berdasarkan prinsip atasan dan staf, karena kelemahan pokok dalam

organisasi ini adalah masalah koordinasi; (6) Koordinasi hanya dapat

berhasil dengan bantuan sarana komunikasi yang baik, oleh karena itu

komunikasi administrasi yang disebut hubungan kerja memegang

peranan penting bagi tercapainya koordinasi; (7) Pada hakekatnya

koordinasi adalah perwujudan dari kerjasama, saling bantu dan

menghargai/menghayati tugas , fungsi serta tanggung jawab masing-

masing. Hal ini . disebabkan karena setiap satuan kerja dalam

melaksanakan kegiatannya tergantung pada bantuan satuan kerja

lainnya. Jadi adanya saling ketergantungan atau interdefendensi ini yang

mendorong diperlukannya adanya suatu kerjasama.


16

Dari berbagai pendapat tentang koordinasi tersebut,

menghasilkan kesepakatan bahwa koordinasi dapat berfungsi antara lain:

(1) Disamping fungsi manajemen, juga fungsi organik dari pimpinan;

(2) Menjamin kelancaran mekanisme kerja dalam organisasi;

(3) Menghasilkan dan menyatukan kegiatan kerja organisasi, sesuai

dengan prinsip koordinasi yaitu sinkronisasi; (4) Menjaga kelangsungan

organisasi; (5) Merumuskan berbagai tugas, wewenang dan tanggung

jawab; (6) Timbulnya spesialisasi yang semakin tajam, sehingga para

spesialis tidak terlepas dari hal yang bersifat umum; (7) Menjaga sifat

berlebihan dari manusia yang sering hanya mementingkan unitnya.

Menciptakan iklim kerja yang baik bermanfaat untuk ditegakkan

oleh manajer sebelum melakukan pengkoordinasian . Tanpa iklim yang

baik, prinsip manajemen tidak berlaku dan tidak membuahkan hasil.

Dalam menciptakan iklim kerja yang baik ada enam prinsip yang harus

dilakukan yaitu : (1) Memberikan dan menjadi contoh baik pada bawahan;

(2) Memusatkan tujuan pada segala upaya pada tujuan dan hasil;

(3) Meminta partisipasi bawahan dengan sungguh-sungguh;

(4) Memuji dan menegur bawahan secukupnya, (5) Adil, konsisten

dan jujur; dan (6) Menanamkan rasa percaya diri.

Menurut Kristiadi (1994: 173) koordinasi dalam kegiatan

pemerintahan dan pembangunan dapata dibedakan atas : (1) Koordinasi

Vertikal, yaitu koordinasi yang dilakukan oleh seorang pejabat pimpinan

dalam suatu instansi pemerintahan terhadap pejabat (pegawai) atau

instansi bawahannya; (2) Koordinasi Fungsional, yaitu koordinasi yang


17

dilakukan oleh seorang pejabat atau suatu instansi terhadap pejabat atau

instansi lainnya yang tugasnya saling berkaitan berdasarkan azas

fungsional; (3) Koordinasi lnstansiona, yaitu koordinasi ini dilakukan

terhadap beberapa instansi yang menangani satu urusan tertentu yang

bersangkutan.

Selanjutnya menurut Kristiadi (1994:174) bahwa beberapa

pedoman yang perlu diperhatikan dalam koordinasi antara lain

(1) Koordinasi sudah harus dimulai pada saat perumusan kebijaksanaan;

(2) Perlu ditentukan secara jelas siapa atau satuan kerja mana yang

secara fungsional berwenang dan bertanggung jawab atas sesuatu

masalah; (3) Pejabat atau instansi yang secara fungsional berwenang

dan bertanggungjawab mengenai sesuatu masalah, berkewajiban

memprakarsai dan mengkoordinasikan; (4) Perlu dirumuskan secara jelas

wewenang, tanggung jawab dan tugas-tugas satuan-satuan kerja. Perlu

dirumuskan program kerja organisasi secara jelas yang memperlihatkan

keserasian kegiatan diantara satuan-satuan kerja. Perlu ditetapkan

prosedur dan tata cara melaksanakan koordinasi; (5) Perlu

dikembangkan komunikasi timbal batik untuk menciptakan kesatuan

bahasa dan kerja sama; (6) Koordinasi akan lebih efektif apabila

pejabat yang berkewajiban mengkoordinasikan mempunyai jiwa

kepemimpinan dan kredibilitas yang tinggi; (7) Dalam pelaksanaan

koordinasi perlu dipilih sarana koordinasi yang paling tepat.


18

C. Perencanaan Pembangunan

Kegiatan perencanaan merupakan salah satu unsur dari

manajemen dan paling sering didengar. Namun demikian sifat dari

perencanaan ini sangat kompleks sehingga tidak mudah merumuskan

secara tepat. Tjokroamijoyo (1986:24) mendefinisikan perencanaan

sebagai suatu usaha yang berkenaan dengan suatu sistem pemecahan

masalah.

Sedangkan menurut Sitanggang (1999 : 63) perencanaan adalah

suatu persiapan langkah dan kegiatan yang disusun atas pemikiran yang

logis untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Berdasarkan pengertian

tersebut dapat dijelaskan bahwa perencanaan pada dasarnya adalah

hasil analisis untuk menjawab pertanyaan, apa yang menjadi tujuan dan

bagaimana mencapai tujuan tersebut dan alat apa yang digunakan.

Selanjutnya menurut lntriligator dan Sheslinski dalam Syahrir

(1995: 2) bahwa perencanaan adalah perincian satuan eksplisit dari

keputusan-keputusan yang menyangkut nilai-nilai sekarang dan masa

depan dari berbagai variabel pilihan tertentu oleh pengambil keputusan

dalam upaya mencapai tujuan-tujuan yang dikehendaki.

Pengertian lainnya dikemukakan oleh Kunarjo (2002 : 14) bahwa

perencanaan adalah suatu proses penyiapan seperangkat keputusan

untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan pada

pencapaian tujuan tertentu. Berdasarkan pengertian ini maka suatu

perencanaan setidaknya menampilkan 3 dimensi sentral, yaitu:


19

(1) Berhubungan dengan hari depan; (2) Menyusun seperangkat kegiatan

yang sistematik; dan (3) Dirancang untuk mencapai tujuan tertentu.

Secara operasional perencanaan menurut Waterston dalam

Bryant dan White (1989) adalah : (1) Mencakup penghematan sumber-

sumber daya langkah oleh otoritas yang dibentuk masyarakat banyak;

(2) Upaya-upaya yang terorganisir, sadar dan kontinyu untuk menemukan

alternatif-alternatif terbaik yang dapat ditempuh guna mencapai tujuan-

tujuan khusus.

Perencanaan pada prinsipnya menentukan kegiatan apa yang

akan dilakukan , kapan dilakukan dan dimana dilakukan serta bagaimana

kegiatan tersebut harus dilakukan. Rencana menjembatani apa yang ada

pada saat sekarang dengan apa yang diinginkan dimasa yang akan

datang. Dalam perencanaan faktor yang paling penting adalah ketepatan

dalam menentukan sasaran. Ketepatan dalam menentukan sasaran akan

sangat berpengaruh pada keberhasilan pencapaian tujuan yang

diinginkan (Kristiadi, 1994:84).

Selanjutnya dikemukakan bahwa, sehubungan dengan

hal tersebut, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun suatu

rencana antara lain adalah : (1) Kemampuan perencana. Perencana

harus mempunyai kemampuan melihat jauh kedepan dan kemampuan

dalam melakukan analisis lingkungan. Dengan kata lain bahwa

perencana haruslah bersifat proaktif dan bukan reaktif; (2) Dalam

menyusun rencana harus harus melibatkan unit-unit terkait baik eksteren

maupun interen. Dalam hal ini faktor koordinasi memainkan peranan


20

penting; (3) Dalam menyusun rencana perlu memperhitungkan dan

mengkaitkan unsur-unsur karsa, upaya dan sarana baik untuk jangka

panjang, jangka sedang maupun jangka pendek; (4) Rencana hendaknya

bersifat akomodatif terhadap dinamika pembangunan, tetapi tidak mudah

berubah-ubah yang dapat mengakibatkan biaya tinggi. Oleh karena itu

setiap rencana perlu dikaji ulang.

Beberapa permasalahan perencanaan baik itu dari proses maupun

hasilnya yang selama ini ada dan berkembang di era desentralisasi,

menu rut Najib dalam Umar (2003 : 25) adalah : (1) Perumusan I

penyusunan perencanaan pembangunan daerah hanya terbatas pada

instansi-instansi pemerintah saja; (2) Prioritas pembangunan daerah tidak

mencakup rencana strategis jangka panjang, tetapi berubag berdasarkan

prioritas yang ditetapkan oleh Bupati (atau bersama dengan DPRD);

(3) Pendekatan perencanaan partisipatif di tingkat desa/kelurahan tidak

berkelanjutan dan tidak bersambung ke tingkat perencanaan

pembangunan atasnya; (4) Masyarakat tidak berminat untuk partisipasi

dalam ; (5) Tidak terintegrasinya perencanaan pembangunan daerah;

(6) Ketidakjelasan peran dan fungsi DPRD dalam perencanaan; (7) Tidak

tersedianya penjelasan mengenai tingkat, cakupan , dan cara partisipasi

masyarakat dengan perencanaan yang efektif; (8) Tidak adanya dialog

yang efektif antar para pelaku pembangunan dalam perencanaan;

(9) Perencanaan pembangunan daerah tidak sesuai dengan metodologi

perencanaan yang sistematis; (1 0) Tidak jelasnya peran, fungsi serta

kontribusi pemerintah propinsi dalam perencanaan wilayah; (11) Tidak


21

terfasilitasnya potensi dari sektor swasta dan masyarakat dalam

perencanaan pembangunan daerah; (11) Kurang akuratnya dan validnya

data yang tersedia untuk pembuatan kebijaksanaan dan perencanaan.

Perencanaan yang berdaya guna, menurut Sitanggang (1999 : 62)

adalah perencanaan yang disusun bersama-sama oleh bagian-bagian

organisasi, baik yang dipercayakan kepada suatu team ataupun yang

penyusunannya dikoordinasikan oleh suatu team organisasi.

Secara Umum dapat disebutkan bahwa daya guna

perencanaan bagi organisasi atau bagi pimpinannya antara lain ialah :

(1) Dapat disusun suatu arah yang menguntungkan bagi pelaksanaan

tugas bersama dan tugas masing-masing bagian organisasi; (2) Dapat

disusun secara bersama metode atau sistem yang menguntungkan

dalam upaya mencapai tujuan; (3) Dapat diatur penggunaan dana dan

sumber daya yang lebih menguntungkan; (4) Dapat diatur cara-cara

pengendalian dan pengawasan untuk keserasian hubungan antar target

atau hasil.; (5) Dapat diatur cara-cara identifikasi dan penentuan alternatif

tidak saja yang menyangkut tugas satu bagian organisasi tetapi juga

alternatif yang terkait dengan alternatif di bidang tugas bagian organisasi

lainnya; (6) Mempermudah bagi pimpinan untuk mengetahui gambaran

keseluruhan kegiatan yang sedang dan akan dilakukan organisasi;

(7) Mempermudah pengendalian terhadap arah perubahan yang perlu

dilakukan sehingga dapat dikurangi atau dibatasi dampak yang

merugikan; (8) Dapat secara bersama-sama memikirkan cara-cara

pengaturan prosedur yang mengarah kepada peningkatan daya guna dan


22

hasil guna kegiatan secara bersama atau sendiri-sendiri; (9) Secara

konseptual meniadakan kegiatan atau penggunaan peralatan dan sumber

daya yang tidak produktif; (1 0) Sebagai alat bantu bagi pimpinan dalam

mengambil keputusan.

Ada pun hakekat pembangunan menu rut Sugeng (1988 : 11)

adalah pencerminan dari hasrat manusia untuk mempertahankan

eksistensinya. Pembangunan merupakan suatu usaha untuk dapat

menyediakan banyak alternatif yang sahih bagi setiap warganya

untuk mencapai aspirasi yang paling humanistik.

Sedangkan menurut Aji dan Sirait (1990 : 6) bahwa pembangunan

adalah suatu proses yang terus menerus, yang dilakukan dengan

terencana untuk memperbaiki kehidupan masyarakat dalam berbagai

aspek, seperti ekonomi, politik, sosial dan budaya.

Perencanaan pembangunan adalah suatu pengarahan

penggunaan sumberdaya pembangunan yang terbatas untuk

mencapai tujuan-tujuan sosial ekonomi yang lebih baik secara lebih

efisien dan efektif (Tjokroamidjoyo dalam Sugeng 1998: 25).

Sedangkan menu rut Arsyad (1992 : 74) bahwa perencanaan

pembangunan ditandai dengan adanya usaha untuk memenuhi berbagai

ciri-ciri tertentu serta adanya tujuan yang bersifat pembangunan tertentu.

lnilah yang membedakan perencanaan pembangunan dengan

perencanaan-perencanaan yang lain.

Kunarjo (2002: 23 mengemukakan bahwa beberapa persyaratan

dalam membuat perencanaan pembangunan adalah sebagai berikut :


23

(1) Perencanaan harus didasari dengan tujuan pembangunan;

(2) Perencanaan harus konsisten dan realistis; (3) Perencanaan harus

dibarengi dengan pengawasan dan kontinu; (4) Perencanaan harus

mencakup aspek fisik dan pembiayaan; (5) Para perencana harus

memahami berbagai perilaku dan hubungan antar variabel ekonomi;

(6) Perencanaan harus mempunyai koordinasi ( Kunarjo, 2002: 23).

Selanjutnya dikemukakan Arsyad (1992 : 74) bahwa ciri-ciri

darisuatu perencanaan pembangunan adalah (1) Usaha yang

dicerminkan dalam rencana untuk mencapai perkembangan sosial

ekonomi yang mantap. Hal ini dicerminkan dalam usaha usaha

pertumbuhan ekonomi yang posetif; (2) Usaha yang dicerminkan dalam

rencana untuk meningkatkan pendapatan per kapita; (3) Usaha untuk

mengadakan perubahan struktur ekonomi. Hal ini seringkali disebut

sebagai usaha diversifikasi ekonomi; (4) Usaha perluasan kesempatan

kerja; (5) Usaha pemerataan pembangunan sering disebut sebagai

distributive justice; (6) Usaha pembinaan lembaga-lembaga ekonomi

masyarakat yang lebih menunjang kegiatan-kegiatan pembangunan;

(7) Usaha secara terus-menerus menjaga stabilitas ekonomi.

D. Agribisnis

lstilah agribisnis pertama kali diperkenalkan oleh John H. Davis

pada tahun 1955 dalam suatu makalah yang disampaikan pada Boston

Conference on Distribution di Amerika Serikat. Dua tahun kemudian

konsep agribisnis dimasyarakatkan kembali oleh orang yang sama dalam


24

buku yang berjudul A Conception of Agribusiness di Harvard University.

Tahun 1957 dianggap sebagai tahun kelahiran agribisnis. Seiring

perkembangan pengetahuan, konsep agribisnis juga berkembang

sehingga saat ini memiliki ruang lingkup yang sangat luas (Rachman dan

Sumedi, 2002).

Di Indonesia, agribisnis baru diperkenalkan secara resmi pada

tahun 1984 ketika didirikan Program Studi Agribisnis di Jurusan Sosial

Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, lnstitut Pertanian Bogor dan

mulai pupuler pada awal dekade 1990-an dalam berbagai media massa

nasional, forum dan diskusi-diskusi pakar (Sa'id dan lntan, 1999: 20).

Pengertian agribisnis yang banyak digunakan di negara-negara

Asia adalah konsep yang dikemukakan oleh Davis dan Golberg pada

tahun 1957, dan diperkenalkan di Thailan, Malaysia, dan Filipina sekitar

dekade 1960, yakni bahwa fungsi-fungsi agribisnis terdiri atas kegiatan

pengadaan dan penyaluran sarana produksi, kegiatan produksi primer

(budi daya), pengolahan (agroindustri) dan pemasaran. Fungsi-fungsi

tersebut kemudian disusun menjadi suatu subsistem-subsistem dari

sistem agribisnis (Sa'id dan lntan 1999: 19).

Beberapa pengertian agribisnis yang menyerupai definisi yang

dikemukan oleh Davis dan Golberg antara lain yang dikemukakan oleh

Sutawi (2002: 12) bahwa agribisnis meliputi semua aktivitas sebagai

suatu rangkaian sistem yang terdiri (1) subsistem pengadaan dan

penyaluran sarana produksi, teknologi dan pengembangan sumber daya

pertanian; (2) subsistem produksi pertanian atau usaha tani;


25

(3) subsistem pengolahan hasil-hasil pertanian atau agroindustri; dan

(4) subsistem distribusi dan pemasaran hasil pertanian.

Sedangkan menurut Sudaryanto dan Syafa'at (2002: 6) yang

dimaksud dengan agribisnis adalah rangkaian dari berbagai subsistem,

mulai dari subsistem penyediaan prasarana dan sarana produksi

termasuk industri perbenihan yang tangguh, subsistem budidaya yang

menghasilkan produk pertanian, subsistem industri pengolahan atau

agroindustri, subsistem pemasaran dan distribusi, serta subsistem jasa-

jasa pendukungnya.

Adapun definisi agribisnis yang cukup Jengkap pengertiannya

seperti yang dikemukakan oleh Harling dalam Handayani, dkk (2003 :40)

bahwa:

" Agribussiness included all operations in the manufacture and


distrubution of farm supplies; productions operation on the farm;
the storage, processing and distribution of farm commodities
made from them, trading (wholesaler, retailer), consumers to it, all
nonfarm firms and institution serving them ".

Berdasarkan pengertian diatas, suatu sistem agribisnis yang

Jengkap meliputi : (1) Subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness)

yakni kegiatan industri dan perdagangan yang menghasilkan sarana

produksi usaha tani seperti pembibitan, agrokimia, agrootomatif,

agromekanik; (2) Subsistem usahatani (on-farm agribusiness) yakni

kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi usahatani untuk

menghasilkan produk pertanian primer (farm product); (3) Subsistem

agribisnis hilir (downstream agribusiness) yakni kegiatan industri yang

mengolah produk pertanian primer menjadi produk olahan (intermediate,


26

finished) beserta perdagangannya (wholesaler, retailer) dan konsumen;

(4) Subsistem jasa penunjang (agro-institution and agro-service) yakni

kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis seperti perbankan,

infrastruktur (fisik normatif), Litbang, pendidikan dan penyuluhan I

konsultasi, transportasi, dan lain-lain.

Juga pengertian agribisnis yang cukup lengkap dikemukakan oleh

Sutawi (2002: 12), bahwa pembangunan agribisnis mencakup lima

subsistem. Pertama, subsisten agribisnis hulu (up-stream agribisnis)

yakni industri-industri yang menghasilkan barang-barang modal bagi

pertanian yakni industri perbenihan, agrokimia (pupuk, pestisida) dan

industri agro otomotif (mesin dan peralatan pertanian). Kedua, subsistem

usaha tani (on-farm agribusiness) yakni kegiatan yang menggunakan

barang-barang modal dan sumberdaya alam untuk menghasilkan

komoditas pertanian primer. Ketiga, subsisten pengolahan (down stream

agribusiness) yakni industri yang mengolah komoditas pertanian primer

(agroindustri) menjadi produk olahan baik produk antara (intermediate

product) maupun produk akhir (finish product). Termasuk didalamnya

industri makanan dan minuman, industri biofarmaka, industri agro wisata

dan estetika. Keempat, subsistem pemasaran yakni kegiatan-kegiatan

untuk memperlancar pemasaran komoditas pertanian baik segar maupun

olahan di dalam dan di luar negeri. Termasuk didalamnya adalah

kegiatan distribusi untuk memperlancar arus komoditi dari sentra produksi

ke sentra konsumsi, promosi, informasi pasar. Kelima, susbsistem

jasa/pendukung yang menyediakan jasa bagi subsistem agribisnis hulu,


27

subsistem usaha tani dan susbsisten agribisnis hilir. Termasuk ke dalam

subsistem ini adalah penelitian dan pengembangan, perkreditan dan

asuransi, transfortasi dan dukungan kebijaksanaan pemerintah.

Dari beberapa definisi agribisnis tersebut di atas memberikan

petunjuk bahwa agribisnis yang merupakan suatu sistem, bila akan

dikembangkan harus terpadu dan selaras dengan semua subsistem yang

ada di dalamnya. Pengembangan agribisnis tidak akan efektif dan efisien

bila hanya mengembangkan salah satu subisistem yang ada di

dalamnya.

Seperti yang dikemukakan Saragih dalam Handayani, dkk.

(2003: 41) bahwa agribisnis merupakan suatu sistem aktivitas yang terdiri

dari subsistem yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan dalam

pengembangannya. Karakteristik khusus yang dimiliki sektor agribisnis

seperti ketergantungan yang kuat antar keempat subsektor, antar unit-

unit kegiatan dalam satu subsektor atau perusahaan, karakteristik produk

yang merupakan produk biologis, menuntut kerjasama tim (teamwork)

SDM agribisnis yang harmonis. Keterkaitan antar subsistem dalam sistem

agribisnis ini menunjukkan adanya keterkaitan horisontal dengan sistem

atau subsistem lain diluar agribisnis seperti jasa-jasa (finansial dan

perbankan, transfortasi, perdagangan, pendidikan dan lain-lain.

Sejalan yang dikemukan Saragih tersebut di atas, Solahuddin

(1998: 2) berpendapat bahwa pembangunan pertanian berorientasi

agribisnis memerlukan setidaknya 1o prasyarat yaitu: (1) Jaminan pasar;

(2) Jaminan mutu; (3) Ketepatan dalam memilih komoditas unggulan;


28

(4) Skala ekonomi dan kelayakan usaha; (5) Peran aktif usaha kecil,

menengah dan koperasi; (6) Orientasi untuk menciptakan usaha yang

berkelanjutan, menguntungkan, mengacu pada permintaan pasar,

berdampak ganda yang luas; (7) Kelembagaan agribisnis yang kokoh

dalam pengembangan teknologi, permodalan, pemasaran, penyuluhan,

pelayanan dan peningkatan mutu; (8) Kemitraan yang saling

menguntungkan; (9) Faktor pendukung untuk kemudahan dalam

pelayanan teknologi, perizinan investasi, permodalan , sarana produksi

distribusi. lnsentif dan peningkatan mutu produk; dan (1 0) Koordinasi

dan sinkronisasi yang harmonis antar instansi terkait dalam perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi program pembangunan agribisnis

(Solahuddin, 1998: 2).

Oleh karena itu menurut Prakosa (2002:62) bahwa upaya-upaya

yang harus dilakukan untuk membangun pertanian berwawasan

agribibisnis, adalah : (1) Meningkatkan kemampuan mengidentifikasi

peluang pasar termasuk menganalisa dinamika permintaan pasar , agar

terjadi penyesuaian antara produksi kuantitas maupun kualitas dengan

kebutuhan pasar, sehingga dapat terhindar dari permasalahan market

glut (harga turun drastis pada saat terjadi panen raya) yang sampai saat

ini masih merupakan dilema klasik sektor pertanian; (2) Meningkatkan

daya saing komoditas pertanian agar mampu bersaing dengan produk-

produk sejenis yang dihasilkan oleh negara lain melalui penetapan lptek,

pengembangan usaha berbasis sumberdaya dan wilayah serta

penerapan manajemen modern. Keragaman sumberdaya antar wilayah


29

merupakan sumber untuk meningkatkan daya saing dengan

mengembangkan usaha yang didukung penerapan lptek berbasis

sumberdaya spesifik lokasi; (3) Mengembangkan usaha-usaha hulu dan

hilir dari usaha produksi pertanian secara sinergis. Berkembangnya


.
usaha terkaitini seperti industri pupuk, obat, alat dan mesin pertanian

industri pengolahan hasil, serta usaha perdagangan dan jasa, merupakan

media untuk meningkatkan nilai taambahproduk pertanian dipedesaan;

dan (4) Meningkatkan kemampuan para pelaku usaha untuk memenuhi

skala usaha yang efisien melalui pengembangan kemitraan antar petani

membentuk kelompok usaha bersama, atau kemitraan petani dengan

pengusaha besar dengan aturan main yang saling menguntungkan.

Selain itu, kemampuan petani ataupun para pelaku usaha dilakukan

melalui peningkatan kemampuan teknis, kewirausahaan,

berorganisasidalam kelompok sehingga mempunyai kemampuan

mengembangkan usaha dengan kreativitas, dan daya inovasi yang tinggi.

Dilain pihak, menurut Soeharjo dalam Sa'id dan lntan (1999: 20),

persyaratan-persyaratan untuk memiliki wawasan agribisnis adalah

(1) Memandang agribisnis sebagai sebuah sistem yang terdiri atas

beberapa subsistem. Pengembangan agribisnis harus mengembangkan

semua subsistem di dalamnya karena tidak ada satu sistem yang lebih

penting dari susbsistem lainnya; (2) Setiap subsistem dalam agribisnis

mempunyai keterkaitan ke belakang dan ke depan; (3) Agribisnis

memerlukan lembaga penunjang, seperti lembaga pertanahan,

pembiayaan, pendidikan, penelitian dan perhubungan; (4) Agribisnis


30

melibatkan pelaku dari berbagai pihak (BUMN, swasta, dan koperasi)

dengan profesi sebagai penghasi produk primer, pengolah, pedagang,

distributor, importir, eksportir dan lain-lain.

Menurut Soekartawi (2003: 3) bahwa Agribisnis di Indonesia akan

berkembang dan berprospek cerah karena kondisi daerah yang

menguntungkan, antara lain : (1) Lokasinya di garis khatulistiwa yang

menyebabkan adanya sinar matahari yang cukup bagi perkembangan

sektor pertanian. Suhu tidak terlalu panas dan karena agroklimat yang

relatif baik, maka kondisi lahan juga relatif subur; (2) Kondisi Indonesia

berada diluar zone angin taifun seperti yang banyak menimpa Filipina,

Taiwan dan Jepang; (3) Keadaan sarana dan prasarana seperti daerah

aliran sungai, tersedianya bendungan irigasi, jalan dipedesaan yang

relatif baik, mendukung perkembangan agribisnis, dan (4) Adanya

kemauan politik pemerintah, yang masih menempatkan sektor

pertanian menjadi sektor yang mendapatkan prioritas.

Namun demikian menurut Perhepi dalam Soekarwati (2003: 4) ada

pula hambatan-hambatan dalam pengembangan agribisnis di Indonesia

yang terletak pada berbagai aspek antara lain : {1) Pola produksi pad a

beberapa komoditi pertanian tertentu terletak di lokasi yang tepencar-

pencar, sehingga menyulitkan pembinaan dan menyulitkan tercapainya

efisiensi pada skala usaha tertentu; (2) Sarana dan prasarana,

khususnya yang ada diluar jawa terasa belum memadai, sehingga

menyulitkan untuk mencapai efisiensi usaha pertanian; (3) Akibat dari

kurang memadainya sarana dan prasarana tersebut, maka biaya


31

transfortasi menjadi lebih tinggi, Hal ini terjadi bukan saja dalam satu

pulau tetapi juga antar pulau. Hal ini memang merupakan konsekuensi

logis dari suatu negara yang terdiri dari banyak pulau; (2) Sering dijumpai

adanya pemusatan agroindustri yang terpusat di kota-kota besar,

sehingga nilai bahan baku pertanian menjadi lebih mahal untuk

mencapai agribisnis tersebut; dan (3) Sistem kelembagaan, terutama di

pedesaan terasa masih lemah sehingga kondisi seperti ini kurang


..
mendukung berkembangnya kegiatan agribisnis. Akibat dari lemahr.~ya

kelembagaan ini dapat dilihat dari berfluktuasinya produksi dan harga

komoditi pertanian.

Kartasasmita dalan Saragih (1997: 35) mengemukakan bahwa

dengan menjadikan agroindustri sebagai motor penggerak dari sektor

agribisnis, dan diikuti dengan pengembangan strategi pemasaran ,

pengembangan sumber sumberdaya agribisnis, penataan struktur

agribisnis serta pengembangan pusat-pusat pertumbuhan sektor

agribisnis, akan membangun perilaku sektor agribisnis secara sistem

yang berkebudayaan industrial dengan ciri-ciri (1) Pengetahuan

merupakan landasan utama dalam pengambilan keputusan;

(2) Teknologi merupakan instrumen utama dalam pemamfaatan

sumberdaya; (3) Mekanisme pasar merupakan media utama dalam

transaksi; (4) Efisiensi dan produktivitas sebagai dasar alokasi

sumberdaya; (5) Mutu dan keunggulan merupakan orientasi, wacana

sekaligus tujuan; (6) Profesionalisme merupakan karakter yang

menonjolan (7) Perekayasaan harus menggantikan eksploitasi pada


32

alam, sehingga setiap produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

persyaratan yang telah ditetapkan baik dalam mutu, berat, volume,

bentuk ukuran, warna, rasa dan sifat-sifat lainnya, dengan ketepatan

waktu.

E. Kakao

Tanaman kakao (Theobromo cacao LINN) merupakan salah satu

komoditas ekspor non migas Indonesia. lstilah kakao menunjuk kepada

bahan tanaman seperti buah dan biji, sedangkan yang siap dikonsumsi

istilah tersebut "cokelar. Produk-produk hasil olahan antara lain bubuk

cokelat (Cocoa Powder) yang digunakan sebagai bahan pembuat kue,

permen cokelat (Cocoa Candy), lemak cokelat (Cocoa butter) dapat

dipakai sebagai pembuat kosmetik bahkan kakao juga dipakai pada

industri farmasi. Kakao sebagai salah satu bahan minuman penyegar

(beverage) banyak digemari oleh berbagai kalangan masyarakat

diberbagai negara, terutama negara maju (Parluhutan, 1995).

Menu rut Muhidong dan Ala (2002: 1) bahwa produktivitas

optimum tanaman Kakao dapat mencapai sampai 2,5 ton/ha per tahun.

Adapun jika suatu tanaman kakao tidak mencapai produktivitas yang

optimum (Muhidong dan Ala, 2000: 1) maka faktor-faktor yang

menyebabkannya adalah: (1) Genetik, bah an tanaman yang digunakan

oleh petani umumnya berasal berasal dari biji yang sebagian

bersumber dari bukan sumber benih yang telah direkomendasikan oleh

pemerintah atau balai penelitian; (2) Teknik budidaya seperti tidak


33

menggunakan pupuk seperti yang direkomendasikan, tidak melakukan

pemangkasan yang semestinya dan tidak menggunakan tanaman

pelindung yang memadai; (3) Serangan hama penggerek buah kakao

(PBK), dapat menurunkan produktivitas sekaligus menjadi penyebab

utama menurunnya kualitas hasil produksi Kakao. Serangan hama ini

dapat menurunkan produksi kira-kira 38 % dari yang seharusnya. (4)

Pengelolaan teknologi pasca panen yang dilaksanakan kurang sempurna

antara lain : cara panen, fermentasi dan cara pengeringan; (5)

Perlakuan pasar di tingkat lokal, harga biji kakao ditingkat petani

seluruhnya sama antara yang diolah dengan baik dengan biji kakao

asalan.

Produksi kakao dunia pada tahun 1999/2000 diperkirakan

3.000.000 ton dengan negara-negara produsen utama adalah Cote

d'lvoire sebesar 1.290.000 ton, Ghana 450.000 ton, Indonesia 390.000

ton, Nigeria 210.000 ton, Cameroon 120.000 ton, Brasil 120.000 ton,

Malaysia 90.000 ton dan lainnya 330.000 ton (Muhidong dan Ala ,

2002: 2).

Permintaan kakao dunia dari tahun ketahun cenderung terus

meningkat. Produksi Indonesia yang terserap oleh ICCO hanya sekitar

2,84 % (52.721 ton) dari total konsumsi kakao ICCO yang jumlahnya

mencapai 1.854.700 ton. Oleh karena itu tujuan utama eksport kakao

Indonesia adalah ke negara-negara non anggota ICCO.

Segmen pasar kakao dunia pada dasarnya terbagus dalam dua

· standar, yaitu: standar Well Fermented Cacao Beans (WFCB) dan


34

standar Fair Average Quality (FAQ). Standar WFCB sangat ketat

memperlakukan kualitas dan permintaan sangat banyak, yaitu sekitar

2.4000.000 ton (80%) dari total produksi dunia dan sisanya 20% adalah

standar FAG. Kualitas produk Indonesia hanya sekitar 2% yang mampu

bersaing kepasar WFCB. Hal itu terutama karena rendahnya kualitas

kakao Indonesia (Hasanuddin, 2000).

Rendahnya mutu biji kakao terutama disebabkan belum

sempurnanya penanganan pasca panen, sehingga menyebabkan aroma

kurang harum, kadar lemak rendah (kurang dari 50 %) , jumlah biji tinggi

(lebih besar dari 100 biji/1 000 gr), basa atau pH tinggi (lebih besar dari

5,0 %), kadar kulit biji (lebih besar dari 120 %).

Pengelolaan pasca panen kakao dimulai pada kegiatan pemetikan

buah, prosessing buah dan pemasaran. Pemetikan dan prosessing

merupakan kegiatan yang penting karena biji kakao yang dihasilkan

mutunya banyak ditentukan oleh kegiatan sebelumnya seperti proses

produksi dan pemilihan klon-klon. Kegiatan pengelolaan buah terdiri dari

kegiatan pengupasan, fermentasi, perendaman, pencucian, penjemuran

dan sortasi. Buah yang dipanen adalah buah yang masak sudah dengan

·kriteria warna yang sudah berubah menjadi kuning minimal 50) % buah

tersebut harus sehat dan berada pada tingkat kematangan yang tepat

(Dinas Perkebunan Sui-Sel, 1989).

Fermentasi adalah suatu perendaman biji kakao yang telah

dikupas ditempatkan pada keranjang atau kotak khusus selama 6 - 8

hari, bertujuan untuk mematikan daya kecambah biji dan memberi


35

kondisi bertujuan untuk mematikan daya kecambah biji dan memberi

kondisi bagi kelangsungan reaksi biokimia di dalam keping biji.

Muhidong dan Mustar dalam Muhidong dan Ala (2002)

· mengindikasikan bahwa berat akhir Kakao yang difermentasi akan lebih

ringan dibandingkan dengan yang tidak difermentasi karena adanya

perbedaan kadar air. Biji fermentasi dapat mencapai kadar air akhir

sekitar 5 % sementara yang tidak terfermentasi hanya sampai 7 % untuk

lama pengeringan yang sama.

Perendaman dan pencucian dilakukan dengan maksud untuk

menghilangkaan "pulp" yang masih melekat pada biji. Kemajuan dari

proses ini menghasilkan biji kakao yang lebih baik karena bersih dari

kotoran selain itu akan akan menghambat serangan jamur pada waktu

penyimpanan, mempercepat pengeringan dan mengurangi kemasaman.

Pengeringan biji kakao bertujuan untuk menurunkan kadar air

sampai 6 - 8 % sehingga aman disimpan sebelum dipasarkan,

memudahkan kegiatan dalam pengangkutan dan menyangkut

penampakan mutu biji kakao.

Sortasi merupakan usaha memisahkan biji kakao dari benda-

benda asing dan menggolongkan bijinya berdasarkan tingkat mutunya.

Biji kakao digolongkan dalam jenis mulia dan curah, biji mulia berasal dari

jenis forastero, sedangkan biji kakao curah berasal dari jenis lindak.

Standarisasi merupakan salah satu unsur dalam kegiatan

perdagangan untuk menjamin dan meningkatkan kualitas bahan baku.

Standarisasi adalah spesifikasi teknik atau sesuatu yang dilakukan


36

dengan memperhatikan syarat kesehatan, keselamatan, perkembangan

iptek dan pengalaman untuk memperoleh mamfaat serta diakhiri oleh

badan standarisasi berwenang sebagai acuan dalam memproduksi

barang (Badan pengelola Kapet Pare-pare, 2000). Adapun spesifikasi

mutu biji kakao untuk ekspor dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Spesifikasi persyaratan mutu biji kakao kualitas ekspor


No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1. Kadar air (b/b) % Maks 7,5
2. Biji berbau asap/ abnormal/ bau asing - Tidak ada
3. Serangga hidup - Tidak ada
4. Biji pecah/pecahan kulit - Maks 3
5. Benda asing % Maks 6
6. Serangga mati - Tidak ada

Tabel 2. Spesifikasi persyaratan khusus mutu biji kakao untuk ekspor

No Jenis Uji Satuan Persyaratan


1. Kadar biji berjamur (biji/biji) % Maks 3
2. Kadar biji slaty atau tidak terfermentasi % Maks 3
Kadar biji berserangga, hampa,
3. berkecambah % Maks 3
4. Jumlah biji per 100 gram - 85

Sumber : Standar Nasional Indonesia

Kriteria SNI untuk biji Kakao ditetapkan menurut ukuran berat

bijinya yang dinyatakan dengan jumlah biji per 100 gram. Biji kakao

digolongkan dalam 5 ukuran berdasarkan standar Nasional

Indonesia ( SNI ) dengan penamaan :

1. AA, maksimum 85 biji per 100 gram

2. A, 80 - 100 biji per 100 gram

3. 8, 101 - 11 o biji per 1oo gram


37

4. C. 111- 120 biji per 100 gram

5. D. lebih besar dari 120 biji per 180 gram

F. Kerangka Konseptual

Visi Kabupaten Kolaka adalah " Sebagai Kawasan Agribisnis Yang

Handa I tahun 2010 ". Salah satunya adalah agribisnis Kakao. Hal ini ingin

diwujudkan berdasarkan potensi sektor pertanian, dimana struktur

perekonomian Kabupaten Kolaka menempatkan sektor pertanian sebagai

sektor andalan, karena menempati peranan terbesar terhadap produk

domestik regional bruto (PDRB) yaitu sebesar 39,89 % dari total PDRB

Kabupaten Kolaka. Besarnya kontribusi sektor pertanian di atas tidak

terlepas dari kontribusi yang diberikan sub sektor perkebunan khususnya

komoditas Kakao yaitu sebesar 46 % dari total kontribusi sektor pertanian

terhadap PDRB Kabupaten Kolaka. Demikian pula luas tanaman Kakao

di Sulawesi Tenggara 73 % berada di Kabupaten Kolaka atau 90.730,25

ha dengan produksi 81.107,46 ton dengan melibatkan petani kakao

sebanyak 37.994 KK.

Salah satu upaya untuk pencapaian Visi ini adalah dengan

mengadakan program peningkatan agribisnis Kakao seperti yang termuat

dalam Rencana Strategis Daerah (Renstrada) Kabupaten Kolaka

Agribisnis merupakan suatu usaha pertanian yang terdiri dari kegiatan

produksi, pasca panen, pemasaran dan kegiatan penunjang lainnya

sehingga dalam perencanaan harus melibatkan multi sektor. multi

disiplin dan multi fungsi. Disinilah pentingnya penerapan prinsip


38

koordinasi perencanaan.

Koordinasi adalah salah satu fungsi manajemen, bahkan

merupakan otak dari manajemen. Koordinasi perencanaan agribisnis

kakao dapat berjalan efektif jika dapat diwujudkan sarana dan

mekanisme koordinasi. Adapun sarana dan mekanisme koordinasi

tersebut terdiri dari: (1) Kebijaksanaan; (2) Rencana; (3) Prosedur dan

Tata kerja; (4) Rapat; (5) Surat keputusan bersama, (6) Tim ; (7) Badan ;

(8) Sistem Administrasi satu atap.

Koordinasi perencanaan agribisnis kakao yang efektif akan

menghasilkan rencara agribisnis yang tepat, terpadu dan bersinergi

sehingga memungkinkan tercapainya kinerja agribisnis kakao yang

efektif pula. Kinerja agribisnis kakao yang efektif dapat terlihat pada

terjadinya peningkatan produktivitas dan kualitas Kakao , lancarnya

pemasaran kakao dengan harga yang sesuai dipasaran, munculnya

usaha kecil, menengah dan koperasi di bidang komoditas kakao dan

tersedianya sarana dan prasarana atau pelayanan yang dapat

memperlancar kegiatan agribisnis kakao.

Jika terwujud apa yang telah digambarkan di atas maka

diharapkan pula terwujud tujuan atau sasaran akhir dari kegiatan

agribisnis kakao yaitu meningkatnya pendapatan petani kakao dan

rneningkatnya kontribusi Sub sektor perkebunan khususnya komoditi

kakao terhadap PDRB Kabupaten Kolaka.


39

VIS I ..
.....
KABUPAT EN KOLAKA

RENSTRA

PROGRA M PENINGK ATAN


AGRIBISNIS KAKAO

SARANA DAN MEKANIS ME KOORDINASI


I
. 1

'
- Kebijaksanaan
- Rencana
- Prosedur & Tata Kerja
- Rapat
- Surat Keputusan Bersama ;

- Tim ''
- Badan
- Sistem Administrasi Satu Atap
• ·:·:·~ •,•,<.-,•,•:•: u~u:: ~~,.~,..,.....,...,_~~~ H .... , .... _.;~ M '•'•' ~:· ., •• ,;~ .·.+ •,•,•,•,• • ' ~--.-- •'•

EFEKTIVI TAS KOORDINASI


PERENCA NAAN AGRIBISNIS KAKAO
"'····· . ~--- ~~:-»•. -·· >>b·- --~·-· ••• • ..••.• --- -· ••. --··•·· "·''

,,
KINERJA AGRIBISNIS KAKAO

- Produksi
- Pengolahan
- Pemasaran
- Penunjang
...
I

I
r------------~---------------i
I I
I I
I I

PENDAPA TAN
•- KONTRIBUSI
PETANI MENINGK AT KAKAOTE RHADAP 1----+
PDRB
MENINGK AT

Gambar 1. Kerangka konseptual


BAB Ill

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif

(Bungin, 2001: 27), . Menurut Arikunto ( 2002: 9) bahwa penelitian

deskriptif adalah penelitian yang menjelaskan, menganalisa atau

menggambarkan variabel-variabel (kondisi, keadaan atau situasi) baik

masa lalu ataupun sekarang (sedang terjadi).

Sehubungan dengan penjelasan tersebut diatas, kondisi yang

telah diteliti adalah bagaimana koordinasi perencanaan agribisnis kakao

di Kabupaten Kolaka melalui sarana dan mekanisme koordinasi sebagai

berikut : (1) Kebijaksanaan; (2) Rencana; (3) Prosedur dan Tata Kerja;

(4) Rapat; (5) Surat Keputusan Bersama ; (6) Tim; (7) Badan; (8) Sistem

administrasi satu atap.

Selanjutnya telah diteliti pula dampak dari pelaksanaan koordinasi

perencanaan yang selama ini dilaksanakan terhadap kinerja agribisnis

kakao melalui: (~) sub sistem produksi; (2) pengolahan; (3) pemasaran;

dan (4) sub sistem penunjang

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian tentang bagaimana koordinasi perencanaan agribisnis

kakao dilaksanakan pada lnstansi I lembaga terkait kegiatan agribisnis

kakao di Kabupaten Kolaka, yaitu pada Dinas Perkebtman dan


41

kehutanan Bappeda, Perikanan, Kimpraswil, Koperindag dan

Pananaman Modal, BIPP, Kadin, Petani , pedagang penadah kakao dan

pedagang ekspor kakao.

Lokasi penelitian tentang kinerja agribisnis kakao dilaksanakan

di 5 Kecamatan yaitu Kecamatan Ladongi, Watubangga, Mowewe, Wolo

dan Samaturu dengan jumlah desa sebanyak 7 (tujuh) desa yaitu : Desa

Wunggolaka, Gunung Jaya, Tandebura, Ponrewaru, Tamboli, Nelombu

dan Desa Woitombo . Dasar pertimbangan memilih lokasi adalah:

1. Mewakili wilayah Kabupaten Kolaka, yaitu Kolaka bagian Utara

(Kecamatan Wolo dan Samaturu), Kolaka Timur (Kecamatan Ladongi

dan Mowewe), Kolaka Selatan (Kecamatan Watubangga);

2. Merupakan daerah sentra produksi kakao.

Penelitian ini berlangsung dari tanggal21 Mei - 27 Juli 2004.

Untuk mengetahui nama-nama desa perkecamatan lokasi penelitian

dan nama-nama informan dapat dilihat pada lampiran.

C. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

1. Data primer yakni data yang diperoleh secara langsung melalui

wawancara mendalam . Data primer yang ingin diperoleh dari

lnstansi/lembaga terkait adalah tentang : kebijaksanaan yang telah

dibuat, rencana kegiatan yang telah disusun, prosedur dan tata kerja

yang telah dibuat, Rapat-rapat yang telah dilaksanakan, Surat

Keputusan Bersama yang telah dikeluarkan, Tim yang telah


42

dibentuk, Badan yang dibentuk dan pelayanan Sistem administrasi

satu atap

Sedangkan data primer yang ingin diperoleh dari desa - desa

(kelompok tani) yaitu tentang kegiatan-kegiatan produksi,

pengolahan, pemasaran dan penunjang lainnya.

2. Data sekunder yakni data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen

tertulis. Data sekunder yang dibutuhkan adalah data tentang profil

kegiatan agribisnis kakao di Kabupaten Kolaka.

Teknik pengambilan sampel informan dengan menggunakan

purposive sampling yaitu cara mengambil subjek sampel atas dasar

tujuan atau pertimbangan peneliti yaitu yang terkait, faham dan

menangani kegiatan atau perencanaan agribisnis kakao. Adapun

informan tempat mengambil data penelitian adalah sebagai berikut :

1. Dinas Perkebunan, sebanyak 2 respoden yaitu : Kepala Dinas dan

Kepala Bidang Agibisnis

2. Bappeda, sebanyak 2 responden yaitu : Kepala Bidang Ekonomi dan

Sosial Budaya, dan Kepala Bidang Pendataan;

3. Perikanan sebanyak 1 responden yaitu : Kepala Dinas

4. Kimpraswil, sebanyak 1 responden yaitu Kepala Tata Usaha;

5. Koperindag dan Penanamar Modal sebanyak 2 responden yaitu

Kepala Dinas dan Kepala Tata Usaha;

6. BIPP sebanyak 1 responden, yaitu Kepala seksi penyuluhan

7. Kadin sebanyak 1 responden yaitu: Sekretaris;

B. Petani kakao sebanyak 11 responden;


43

9. Pedagang penadah kakao sebanyak 4 responden; dan

10. Pedagang eksport kakao sebanyak 2 responden

Jumlah keseluruhan informan sebanyak 28 responden.

D Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan sangat penting diperhatikan demi untuk

mendapatkan data yang tepat, valid dan akurat. Kenyataan bahwa tidak

semua kondisi yang ada dalam obyek penelitian bersifat transparan. Oleh

karena itu dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan :data

sebagai berikut :

1. Wawancara mendalam , digunakan sebagai teknik utama dalam

pengumpulan data primer, yaitu melakukan tanya jawab secara

bebas dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan langsung (tidak

terstruktur) yang mendalam untuk mendapatkan informasi/data

yang Jelas dan lengkap tentang berbagai aspek yang

diperlukan dan berhubungan dengan permasalahan penelitian.

2. Observasi, digunakan untuk melengkapi data primer, observasi

dilakukan dalam rangka pengamatan langsung mengenai kondisi

empirik yang ada dilapangan I lokasi penelitian untuk memperoleh

gambaran nyata terhadap fenomena yang terjadi secara obyektif.

3. Telaah Pustaka , yaitu suatu teknik pengumpulan data melalui

catatan-catatan I dokumen-dokumen tentang sarana dan mekanisme

koordinasi perencanaan agribisnis kakao, dan dokumen tentang hasil

kegiatan agribisnis kakao.


44

E. Analisa Data

Dalam menganalisa data yang berhasil dikumpulkan dalam

penelitian ini , maka sesuai tujuan penelitian ini digunakan analisis

deskriptif yaitu akan mendeskripsikan secara mendalam bagaimana

jalannya koordinasi perencanaan agribisnis kakao melalui ketersediaan

sarana dan mekanisme koordinasi, yaitu kebijaksanaan, rencana,

prosedur dan tata kerja, rapat, surat keputusan bersama, Tim, Badan dan

sistem administrasi satu atap. Disamping itu pula akan mendeskripsikan

kinerja agribisnis kakao melalui sub sistem produksi, pengolahan,

pemasaran dan sub sistem penunjang.

F. Definisi Operasional

Berdasarkan kerangka penelitian pada tinjauan pustaka dan

konsep teori, maka sarana dan mekanisme koordinasi yang merupakan

indikator dalam penelitian efektivitas koordinasi perencanaan kakao,

yang terdiri dari : Kebijaksanaan, rencana, prosedur dan tata kerja, rapat,

surat keputusan bersama , tim , badan dan sistem administrasi satu

atap (Kristiadi, 1994 : 195) perlu didefinisikan secara operasional untuk

memberikan pengertian dan gambaran yang jelas tentang makna yang

sebenarnya. Demikian pula istilah-istilah yang ditemukan dalam

penelitian ini.

1. Kebijaksanaan adalah rangkaian konsep pokok dan asas yang

menjadi pedoman, pegangan,atau bimbingan untuk mencapai

kesepakatan sehingga tercapai keterpaduan, keselarasan dan


45

keserasian dalam pencapaian tujuan.

2. Rencana adalah rangka program I kegiatan agribisnis yang hendak

dilaksanakan, berisi antara lain: jenis kegiatan, sasaran, cara

melakukan, waktu pelaksa:1aan, orang yang melaksanakan dan

lokasinya

3. Prosedur dan Tata kerja adalah cara melaksanakan kegiatan

yang disusun secara rapi dan sistimatis, yang didalamnya memuat

ketentuan siapa yang melaksanakannya, kapan dilaksanakan dan

dengan siapa harus berhubungan yang dapat dituangkan dalam

bentuk petunjuk pelaksanaan Quklak) atau pedoman kerja, agar muda

diikuti oleh pihak-pihak yang terkait.

4. Rapat adalah pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak terkait, yang

digunakan untuk memberikan pengarahan, memperjelas atau

menegaskan kebijaksanaan sesuatu masalah, diukur dengan cara

sebagai berikut.

5. Surat Keputusan Bersama adalah surat keputusan yang dibuat

untuk memperlancar penyelesaian sesuatu kegiatan yang tidak dapat

dilaksanakan oleh hanya satu instansi dalam mewujudkan

kesepakatan dan kesatuan gerak dalam pelaksanaan tugas antara

dua atau lebih instansi yang terkait.

6. Tim adalah adalah orang-orang yang dipercaya untuk mengurus hal-

hal yang ditugaskan kepada mereka jika kegiatan yang dilakukan

bersifat kompleks, mendesak, multi sektor, multi disiplin dan multi

fungsi.
46

7. Badan adalah wadah yang dibentuk, dimana sekumpulan orang yang

merupakan kesatuan untuk menangani masalah agribisnis ·.yang

sifatnya kompleks, sulit dan terus menerus, serta belum ada suatu

instansi yang secara fungsional menangani atau tidak mungkin

dilaksanakan oleh sesuatu instansi fungsional yang sudah ada

8. Sistem administrasi satu atap adalah sistem yang dibentuk untuk

memperlancar dan mempercepat pelayanan kepentingan masyarakat

yang kegiatannya diselenggarakan dalam satu gedung (satu atap).

9. Pedagang pengumpul adalah orang yang membeli kakao yang

langsung mendatangi para petani dengan berkendaraan roda dua

atau roda empat dan merupakan pekerja I suruhan dari pedagang

penadah.

10. Pedagang penadah adalah orang atau pengusaha yang membeli

kakao dengan menunggu di tempat usahanya datangnya para penjual

kakao (petani) atau menunggu hasil yang diperoleh pedagang

pengumpul dan menjual kakaonya ke pedagang ekspor.

11. Pedagang ekspor adalah orang atau pengusaha yang membeli

kakao baik dari petani maupun dari pedagang penadah dan menjual

kakaonya keluar negeri.


BABIV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Singkat Lokasi Penelitian

1. Kondisi Fisik Wilayah

a. Sejarah Singkat Kabupaten Kolaka

Kabupaten Kolaka Propinsi Sulawesi Tenggara dahulu sekitar

abad ke 14 dikenal bernama "Wonua Sorume" yang artinya Negeri

Anggrek. Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dimana

hampir seluruh wilayah Rl masih bergolak, maka daerah Kolaka yang

pertama di Sulawesi Tenggara menyatukan diri sebagai wilayah De Fakto

Republik Indonesia. Untuk mempertahankan kemerdekaan Rl dari tangan

penjajah, maka pada tanggal 19 Nopember 1945 terjadi peristiwa heroik

dimana pemuda dan rakyat Kolaka membuktikan kepatriotan dan

kepahlawanannya dalam mempertahankan kemerdekaan Rl.

Pada bulan September 1959 melalui RRI Makassar diumumkan

Undang-Undang No. 29 Tahun 1959 tentang pembentukan Daerah-

daerah Tingkat II di Sulawesi, dimana Kolaka menjadi salah satu

Kabupaten diantara 37 Kabupaten yang diumumkan. Kemudian pada

tanggal 29 Februari 1960 Gubernur Sulawesi yaitu Andi Pangeran

Pettarani atas nama Menteri Dalam Negeri melantik Bapak Yacop

Silondae sebagai Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kolaka yang pertama.

Setelah terbentuknya Kabupaten Kolaka hingga sekarang, Kabupaten


48

Kolaka telah dipirnpin sebanyak tujuh orang Bupati. Dengan adanya

pergantian tersebut, Kabupaten Kolaka telah mengalami kemajuan

diberbagai sektor pembangunan.

b. Letak dan luas Wilayah

Kabupaten Kolaka terletak diantara 2 - 5 derajat Bujur Timur dan

120 - 122 derajat Lintang Selatan. Secara geografis Kabupaten Kolaka

terletak pada bagian Barat Propinsi Sulawesi Tenggara, dengan batas

wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Luwu Sulawesi

Selatan

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kendari Propinsi

Sulawesi Tenggara

- Sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Bone

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Buton Sulawesi

Tenggara

Luas wilayah daratan Kabupaten Kolaka sekitar 10.310 KM 2 dan

wilayah perairan (laut) sekitar 20.000 KM 2 . Dari luas wilayah tersebut,

terdistribusikan kedalam 20 (dua puluh) kecamatan, 39 (tiga puluh

sembilan kelurahan dan 225 (dua ratus dua puluh lima) desa.

c. Topografi

Keadaan kondisi tanah di Kabupaten Kolaka ditinjau dari sudut

topografi umumnya mempunyai permukaan bergunung-gunung dan

berbukit-bukit terbentang daratan yang luas dan merupak~n daerah-


49

daerah yang sangat potensial untuk pengembangan berbagai jenis

komoditi di sektor pertanian. Dari kondisi tersebut mempunyai empat (4)

tingkat kemiringan yaitu :

Kemiringan antara 0 - 2 % (datar) seluas 102.492 ha atau 9,94 %

dari luas daratan.

- Kemiringan antara 2- 15% (landai) seluas 88.051 ha atau 8,54%

dari luas daratan.

- Kemiringan antara 15 - 40 % (berbukit) seluas 206.068 ha atau

19,99% dari luas daratan.

- Kemiringan di atas 40 % (bergunung) seluas 634.388 ha atau 61,23

% dari luas daratan.

Jenis tanah terdiri dari tujuh yakni jenis Kambisal Podzolik sekitar

811.700 ha atau 78,73 %, Kambisal Bleysol sekitar 90.300 ha atau

sekitar 8,76 %, jenis Kambisal sekitar 38.700 ha atau sekitar 3,75 %

selebihnya merupakan jenis tanah Mediteran, Aluvial, Grumusal,

Orgonosal, Litoral dan Aluvial Mediteran. Dengan kata lain tingkat

kesuburan tanah cukup subur dan sangat cocok untuk kegiatan

pertanian.

d. lklim dan Suhu

Kabupaten Kolaka mempunyai iklim tropis dengan suhu terendah

sekitar 10° C, tertinggi 31° C dan suhu rata-rata berkisar antara 24° C-

28° C, kecepatan angin 26 km/hari dengan kelembaban udara 90 %.

Daerah basah dengan curah hujan lebih dari 2000 mm pertahun

berada pada wilayah sebelah utara jalur jalan Kolaka: meliputi


50

Kecamatan Kolaka, Kecamatan Wolo dan wilayah Kecamatan Mowewe

dengan bulan basah sekitar 5 sampai 9 bulan

Sedangkan daerah kering dengan curah hujan kurang dari 2000

mm/tahun meliputi wilayah sebelah Timur dan Selatan yakni Kecamatan

Pomalaa, Wundulako, Watubangga, Ladongi dan Kecamatn Tirawuta

yang memiliki bulan basah antara 3- 4 bulan pertahun.

e. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di Kabupaten Kolaka dapat diklasifikasikan

menurut jenisnya. Luas daerah KabJpaten Kolaka adalah 1.031.000 ha

dengan penggunaan lahan pada tahun 1996 sebagai berikut : lahan

sawah seluas 15.419,92 ha, lahan perkebunan seluas 86.330,06 ha,

tegalan seluas 11.326 ha, tambak seluas 2.959,75 ha, perkampungan

seluas 117.601,31 ha, hutan negara seluas 789.489 Ha, dan lahan

lainnya seluas 117.601,31 ha. Lahan yang digunakan untuk penanaman

Kakao adalah seluas 51.242,20 ha atau 59,36 % dari luas total lahan

perkebunan.

2. Kondisi Sosial Budaya

a.Penduduk

Penduduk merupakan modal dasar pembangunan dimana

kedudukannya dapat bertindak sebagai motor penggerak pembangunan

(subyek) disamping itu pembangunan ditujukan untuk peningkatan

kesejahteraan dari penduduk yang bersangkutan (obyek).

Dari data sensus penduduk tahun 1961, penduduk Kabupaten


51

Dari data sensus penduduk tahun 19611 penduduk Kabupaten

Kolaka masih berjumlah 35.085 jiwal kemudian bertambah menjadi

69.644 jiwa pada sensus penduduk tahun 1971 atau tumbuh sebesar

7 103 %. Selanjutnya pada sensus penduduk tahun 1980 I penduduk

Kabupaten Kolaka menjadi 144 1234 jiwa dan di tahun 1990 menjadi

239.682 jiwa atau tumbuh masing-masing 8132 % pertahun dan 5121 %

pertahun. Sampai dengan keadaan terakhir yakni pada tahun 2003

jumlah penduduk sudah mencapai 344.584 jiwal ini berarti dalam kurun

waktu 1990 - 2003 terjadi laju pertumbuhan penduduk pertahun

sebesar. Jika dilihat dari uraian di atasl maka dapat disimpulkan bahwa

selama kurun waktu empat dasawarsa penduduk Kabupaten Kolaka

telah meningkat kurang lebih sepuluh kali lipat. Pertumbuhan ini dapat

dimaklumi karena Kabupaten Kolaka disamping sebagai penerima

transmigrasi nasionall juga merupakan sasaran migrasi penduduk dari

Sulawesi Selatan yang masuk dari Pantai Timur Sulawesi Selatan.

Dilihat dari kepadatan pendudukl Kabupaten Kolaka masih

memiliki angka yang sangat bervariasi (tidak merata). Angka kepadatan

penduduk per kecamatan dan rata-rata untuk tingkat Kabupaten sebesar

23 jiwa1Km 2 pada tahun 1990 1 24 jiwa1Km 2 tahun 1991 dan 19921 25

jiwa1Km 2 tahun 1993 dan 19941 tahun 1995 sebesar 26 jiwa1Km 2 I tahun

1996 27 jiwa I Km 2 1 dan pada tahun 2003 sebesar 33 jiwa I Km 2 . Untuk

mengetahui kepadatan penduduk menurut kecamatan tahun 2003 dapat

dilihat dalam Tabel 3.


52

Tabel. 3 Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten


Kolaka tahun 2003
No Kecamatan Luas Jumlah Kepadatan
Wilayah Penduduk Penduduk
(KM2) {Jiwa) {Jiwa)
1 2 3 4 5
1 Kolaka 218,38 26.977 124
2 Uluiwoi 2.231,72 6.150 3
3 Mowewe 404,42 11.647 29
4 Wundulako 120,03 20.603 172
5 Tirawuta 381,14 35.770 94
6 Baula 170,44 7.909 46
7 Ladongi 339,24 24.193 61
8 Pomalaa 333,82 16.163 48
9 Tanggetada 109,90 8.422 77
10 Lambandia 313,96 16.226 52
11 Watubangga 507,68 19.222 38
12 Latambaga 297,10 22.440 76
13 Samaturu 543,90 13.731 25
14 Wolo 646,64 21.331 33
15 RanteAngin 587,65 14.499 25
16 Lasusua 370,31 20.212 55
17 Kondeoha 332,41 13.577 41
18 Ngapa 259,17 16.998 66
19 Pakue 636,32 18.564 29
20 Batuputih 1.205,76 9.950 8

Kabupaten Kolaka 10.310 344.584 33


Sumber: Data Base Kabupaten Kolaka Tahun 2003

b. Mata Pencaharian Penduduk

Penduduk Kabupaten Kolaka yang berjumlah 344.584 jiwa,

sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani, yang berarti bahwa

untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sangatlah bergantung pada

sektor pertanian. Dan dari sektor pertanian tersebut , sebagian besar

penduduk bermatapencaharian pada sub sektor perkebunan, terutama

pada usaha komoditi kakao.

Dari tabel 4 memperlihatkan bahwa jumlah petani pada sub sektor

perkebunan di Kabupaten Kolaka sebanyak 80.219 KK, dima·na usaha


53

komoditi kakao yang terbanyak dilakukan oleh masyarakat yaitu 37.994

KK atau 47,36 % dari jumlah petani sub sektor perkebunan, disusul

masing-masing usaha komoditi kelapa sebanyak 13.647 KK atau 17,01

%, cengkeh sebanyak 6.890 KK atau 8,59 %, Jambu mete sebanyak

5.563 KK atau 6,93 %, kopi sebanyak 4.293 KK atau 5,35 %, lada

sebanyak 4.240 KK atau 5,29 %, dan komoditi lain yang terdiri dari sagu,

enau, kemiri, kapuk, pala dan pinang sebanyak 7.592 KK atau 9,46 % .

Tabel 4. Jumlah petani pada beberapa komoditi perkebunan utama di


Kabupaten Kolaka tahun 2003
Jumlah Petani 1kk)
No Kecamatan
Kakao Kelapa Cengkeh Lada Jambu Kopi DLL
Mete
1. Kolaka 386 450 520 98 83 138 78
2. Uluiwoi 644 138 - 86 116 295 290
3. Mowewe 743 197 83 105 72 313 335
4. Wundulako 844 240 176 227 146 196 380
5. Tirawuta 3.765 1.492 220 1.400 406 1072 2.404
6. Baula 545 219 112 227 138 57 154
7. Ladongi 4.845 2.262 75 550 23 437 1.260
8. Pomalaa 196 195 48 51 339 - 67
9. Tanggetada 956 458 56 180 1.331 80 145
10. Lambandia 3.631 939 74 125 400 395 690
11. Watubangga 3.776 1.677 5 117 1.717 171 155
12. Latambaga 414 252 724 25 218 94 74
13. Samaturu 1.508 420 145 50 88 156 141
14. Wolo 2.390 845 334 162 52 171 191
15. Rante Angin 2.312 991 495 38 16 85 114
16 Lasusua 2.008 1.056 2.391 114 65 84 318
17 Kondeoha 2.781 646 829 85 14 40 84
18 Ngapa 3.736 307 74 4 - 3 46
19 Pakue 3.713 679 351 113 5 122 210
20 Batuputih 3.233 184 178 502 274 384 456

Jumlah Sub Total 37.994 13.647 6.890 4.240 5.563 4.293 7592
Jumlah Total 80.219
Sumber: Statistik Perkebunan Kab. Kolaka Tahun 2003

Jika rata-rata bahwa setiap KK berkeluarga sebanyak 4 jiwa, maka

jumlah penduduk yang kebutuhan hidup sehari-harinya bergantung pada

kegiatan usaha di bidang sub sektor perkebunan sebanyak 290.508 jiwa

atau 84,31 % dari jumlah penduduk Kabupaten Kolaka.


54

atau 84,31 % dari jumlah penduduk Kabupaten Kolaka.

3. Kondisi Perekonomian

a. Struktur Ekonomi

Struktur perekonomian r<abupaten Kolaka hingga tahun 2002

menempatkan sektor pertaniaan tetap merupakan sektor andalan,

karena mempunyai perananan terbesar terhadap Produk Domesti

Regional Bruto (PDRB). Pada tabel 5, terlihat dari tahun 1998 sampai

dengan tahun 2002 sektor pertanian memberikan sumbangan yang

terbesar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

harga konstan, dimana setiap tahun kontribusinya menunjukkan fluktuasi.

Dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2000 kontribusinya mengalami

penurunan, yaitu dari 41,09 % menjadi 37,94 %, sedangkan tahun 2000

sampai dengan tahun 2002, kontribusinya mengalami peningkatan yaitu

dari 37,94% menjadi 39,89 %.

Sektor lainnya yang cukup besar peranan dalam pembentukan

total PDRB adalah sektor perdangan, dimana terlihat bahwa dari tahun

1998 sampai dengan 2002 terus mengalami peningkatan yang signifikan,

yaitu dari 12,86 % pada tahun 1998 terus bertambah menjadi 14, 35 %

pada tahun 2002.

Sektor industri dan jasa-jasa juga cukup besar peranannya dalam

memberikan kontribusi pembentukan PDRB, namun besarnya cenderung

mengalami menurunan setiap tahunnya. Pada sektor industri, kontribusi

pada tahun 1998 sebesar 12,41 %, turun menjadi 10,30 %. Sedangkan


55

pada sektor jasa-jasa, kontribusinya pada tahun 1998 sebesar 12,48 %,

turun menjadi 11,77 % pada tahun 2002.

Walaupun sektor pertambangan dan penggalian kontribusinya

cenderung setiap tahun mengalami peningkatan, namun kontribusinya

tidak terlalu besar terhadap total PDRB yaitu dari 4,89 % pada tahun

1998 menjadi 6,01 % pada tahun 2002. Demikian pula sektor

pengangkutan, kontribusinya cenderung meningkat namun tidak terlalu

besar, yaitu dari 6,49 % di tahun 1998 menjadi 7,26 % di tahun 2002.

Pada sektor konstruksi dan bangunan, dan juga sektor keuangan

disamping kontribusinya tidak terlalu besar terhadap total PDRB, juga

hampir tidak mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada sektor

konstruksi dan bangunan, kontribusinya dari 5,23 % pada tahun 1998

menjadi 5,48 % pada tahun 2002. Sedangkan sektor keuangan dari 4.03

% pada tahun 1998 menjadi 4,22 % pada tahun 2002. Sektor yang paling

kecil kontribusinya adalah sektor listrik, gas dan air bersih yang hanya

sebesar 0, 72 % pada tahun 2002. Selanjutnya secara keseluruhan

struktur perekonomian Kabupaten Kolaka dari tahun 1998 sampai

dengan tahun 2002 dapat dilihat pada tabel 5.

Besarnya sumbangan sektor pertanian pada total Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu sebesar 39,89 %, sangat

dipengaruhi oleh besarnya kontribusi sub sektor perkebunan. Pada tabel

6, memperlihatkan bahwa sub sektor perkebunan memberikan nilai

tambah yang terbesar terhadap sektor pertanian dalam memberikan

kontribusi total PDRB


56

berdasarkan harga konstan 1993, dibandingkan dengan sub sektor

tanaman bahan makanan, peternakan, perikanan dan kehutanan.

Tabel 5. Kontribusi masing-masing sektor terhadap PDRB atas harga


konstan 1993 di Kabupaten Kolaka

Kontribusi (%)
No Sektor
1998 1999 2000 2001 2002
1. Pertanian 41,09 39,16 37,94 38,75 39,89
2. Pertambangan 4,89 5,21 5,54 4,87 6,01
dan penggalian
3. lndustri 12,41 13,12 13,44 11,92 10,30
4. Listrik, Gas dan 0,53 0,59 0,67 0,72 0,72
Air Bersih
5. Kontruksi dan 5,23 5,25 5,40 5,56 5,48
Bangunan
6. Perdagangan 12,86 12,90 13,38 14,35 14,35
7. Pengangkutan 6,49 7,10 6,75 7,42 7,26
8. Keuangan 4,03 3,96 4,21 4,28 4,22
9. Jasa-jasa 12,48 12,71 12,22 12,13 11,77
--------- --·------ - ----
Sumber : Kolaka Dalam Angka 2002

Dari 39,89 % kontribusi sektor pertanian terhadap total PDRB,

maka sub sektor perkebunan memberikan nilai tambah sebesar

Rp. 90.316,93 atau 46 % dari total kontribusi sektor pertanian sebesar

Rp. 196.346,05 terhadap total PDRB . Urutan kedua adalah sub sektor

tanaman bahan makanan, sebesar Rp. 54.691,70 atau 27,85 % ,

selanjutnya sub sektor perikanan sebesar Rp. 30.278,87 atau 15,42 %,

dan sub sektor peternakan sebesar Rp. 15.847,68 atau 8,07 %, serta

yang terakhir adalah sub sektor kehutanan yaitu sebesar Rp. 5.210,76

atau 2,65 %. Untuk lebih jelasnya nilai tambah masing-masing sub sektor

pertanian dapat dilihat pada tabel 6 Sebagai berikut :


57

Tabel 6. Nilai tambah sektor pertanian di Kabupaten Kolaka pada


tahun 2001 - 2002 (jutaan rupiah)

Nilai Tambah Adh Berlaku Nilai Tambah Adh Konstan


No Sub Sektor 1993
2001 2002 2001 2002
1. Tan. Bahan 140.553,85 163.386,60 50.422,42 54.691,70

Makanan

2. Perkebunan 532.597,62 751.826,60 76.042,39 90.316,93

3. Peternakan 83.030,21 103.364,23 15.160,70 15.847,68

4. Kehutanan 21.241,06 24.007,86 5.040,19 5.210,76

5. Perikanan 178.623,00 166.335,86 30.100,59 30.278,87


-- - - - - - - - - - - - - - - ' - - - - - - - - - - · - - ------ --- --
Sumber : Renstra Kabupaten Kolaka

b. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kolaka yang ditunjukkan

oleh kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga

konstan tahun 1993 dapat dilihat pada Tabel. 7

Tabel 7. Tingkat pertumbuhan ekonomi Kab. Kolaka tahun 1995 - 2002

Pertumbuhan Ekonomi ( % )
Tahun
KOLAKA SULTRA ---
1995 14,56 7,37
1996 2,23 6,01
1997 6,36 5,32
1998 -2,94 -5,75
1999 1,00 2,55
2000 6,59 5,27
2001 4,95 5,63
2002 7,89 6,49

Sumber : Renstra Kabupaten Kolaka

Dari tabel 7 di atas terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten


58

Kolaka dalam 5 (lima) tahun terakhir dimana sempat terjadi penurunan

pada tahun 1998 yang disebabkan oleh badai krisis yang menerpa

bangsa Indonesia yang juga berimbas pula pada tingkat propinsi dan

Kabupaten seluruh Indonesia , namun pada tahun 1999 telah terjadi

pemulihan ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang berubah gerak

posetif dan terus meningkat cukup tinggi tahun 2000 dan 2002.

Tabel 8. Perkembangan PDRB atas dasar harga berlaku dan atas dasar
harga konstan 1993 di Kabupaten Kolaka
PDRB atas harga dasar PDRB atas harga dasar
berlaku konstan
Tahun Jumlah Perkembangan Jumlah Perkembangan
(Jutaan (%) (Jutaan (%)
Rupiah) Rupiah)
(1) (2) (3) (4) (5)
1995 492.907,56 31,15 382.599,20 14,56
1996 555.016,64 12,60 391.174,04 2,23
1997 658.293,97 18,61 416.040,13 6,36
1998 1.640.966,45 149,28 403.822,01 -2,94
1999 1.464.647,12 -10,74 407.869,04 1.00
2000 1.881.655,81 28,47 434.735,12 6,59
2001 2.118.694,97 12,60 456.241,33 4,95
2002 5.520.456,28 18,96 492.234,27 7,89
--· ··- -· - -·----
Sumber : Renstra Kabupaten Kolaka

Pada tabel 8 di atas terlihat bahwa PDRB Kabupaten Kolaka

pada tahun 1998 atas dasar harga berlaku meningkat sangat tajam

dibanding-tahun-tahun sebelumnya, hal ini disebabkan pada tahun

tersebut harga-harga komoditi meningkat sangat tajam. Namun demikian

PDRB atas dasar harga konstan 1993 terjadi penurunan. lni

menunjukkan bahwa tahun 1998 secara nominal pendapatan masyarakat

meningkat dengan tajam dibanding dengan tahun sebelumnya namun


59

tidak diikuti dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk lebih

mengetahui tentang kesejahteraan masyarakat digunakan ukuran

pendapatan perkapita.

Tabel9. Pendapatan perkapita penduduk Kabupaten Kolaka


tahun 1995 - 2002
PDRB atas harga dasar PDRB atas harga dasar
berlaku konstan
Tahun Jumlah Perkembangan Jumlah Perkembangan
(Jutaan (%) (Jutaan (%)
Rupiah) Rupiah)
(1) (2) (3) (4) (5)
1995 1.657.889,20 - 1.286.470,10 -
1996 1.791.532,10 8.06 1.262.579,20 1,86
1997 2.049.483.10 14,40 1.295.268,20 2,59
1998 4.932.270,50 140,66 1.213.772,20 -6,29
1999 4.252.824,10 -13,78 1.184.309,20 -2,43
2000 5.282.266,69 6,59 1.220.823,1 0 5,27
2001 5. 774.001,80 4,9'5 1.243.377,80 5,63
2002 6.587.981.41 7,89 1.286.604,43 6,49
------·---
Sumber : Renstra Kabupaten Kolaka

Dari tabel 9 di atas, terlihat bahwa pendapatan perkapita

berdasarkan harga berlaku meningkat dengan sangat tajam pada tahun

1998, tetapi kemudian menurun pada tahun 1999. Sedangkan

berdasarkan harga konstan 1993, sejak tahun 1998 pendapatan

perkapita tersebut mengalami penurunan, kondisi ini disebabkan oleh

krisis ekonomi yang mana disatu sisi pendapatan mereka meningkat

dengan tajam karena komoditi yang diproduksi khususnya hasil

perkebunan mengalami kenaikan harga yang yang sangat tajam, namun

disisi lain pendapatan mereka secara rill mengalami penurunan

disebabkan kenaikan harga secara umum (inflasi).


60

4. Kondisi Sarana dan Prasarana

Secara fisik Kabupaten Kolaka merupakan daerah pantai,

dataran rendah dan perbukitan. Aksesbilitas dari kecamatan-kecamatan

ke lbukota Kabupaten Kolaka sangat lancar melalui perhubungan darat.

Demikian pula dari Kabupaten Kolaka ke kabupaten I Kotamadya yang

berbatasan langsung serta ke lbu Kota Propinsi Sulawesi Tenggara juga

sangat lancar ditempuh lewat perhubungan darat.

Panjang jalan Negara di Kabupaten Kolaka hingga tahun 2002

adalah 362,07 Km, jalan propinsi sepanjang 185,91 Km dan jalan

Kabupaten 1.376,66 Km. Namun dari panjang jalan Kabupaten yang

telah dibangun tersebut, terdapat kurang lebih 627,46 Km yang telah

mengalami kerusakan.

Selain perhubungan darat di wilayah Kabupaten Kolaka terdapat

pelabuhan laut kelas IV di Pomalaa, Pelabuhan laut kelas V dan

pelabuhan Samudra di Kolaka. Dengan adanya prasarana pelabuhan laut

tersebut Kabupaten Kolaka dapat melakukan perhubungan dengan kota-

kota lainnya di luar Kabupaten Kolaka bahkan sampai ke luar negeri.

Disamping itu pula, di Kabupaten Kolaka juga telah tersedia

sarana telepon, listrik dan air bersih dengan kapasitas yang sangat

terbatas sehingga warga Kota Kolaka belum seluruhnya terlayani.

Sarana dan prasarana ekonomi lainnya yang juga telah tersedia

seperti kegiatan perbankan, yang sampai dengan tahun 2002 sudah

terdapat 13 buah Bank yang pelayanannya sudah sampai ke wilayah

kecamatan. Demikian pula dengan keberadaan koperasi dengan


61

lembaga ekonomi masyarakat yang sampai keadaan tahun 2002 telah

mencapai 300 buah yang antaranya terdiri dari 50 buah Koperasi Unit

Desa (KUD) sedangkan yang 250 buah adalah Koperasi non KUD.

Sumber: Statistik Perkebunan Kab. KolakaTahun 2003

B. Koordinasi Perencanaan Agribisnis Kakao

Koordinasi perencanaan agribisnis kakao dapat dikatakan

berjalan dengan baik atau efektif apabila dapat diwujudkan sarana dan

mekanisme koordinasi. Menurut Kristiadi (1994 : 175) bahwa sarana dan

mekanisme koordinasi tersebut adalah : (1) Kebijaksanaan; (2) Rencana;

(3) Prosedure dan Tata kerja; (4) Rapat; (5) Surat Keputusan bersama;

(6) Tim; (7) Badan dan (8) Sistem administrasi satu atap.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka telah dilakukan penelitian

efektivitas koordinasi perencanaan agribisnis kakao, dengan melakukan

wawancara mendalam pada beberapa informan dari instansi/lembaga

terkait (terlampir) tentang keberadaan dan pelaksanaan sarana dan

mekanisme koordinasi tersebut. Adapun hasil penelitian dan

pembahasannya sebagaimana diuraikan berikut dibawah ini.

1. Kebijaksanaan

Kebijaksanaan adalah rangkaian konsep pokok dan asas yang

menjadi pedoman, pegangan atau bimbingan untuk mencapai

kesepakatan sehingga tercapai keterpaduan, keselarasan dan keserasian

dalam mencapai tujuan. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah dibuat

oleh Pemerintah Kabupaten Kolaka untuk mencapai tujuari sebagai


62

kawasan agribisnis secara umum termasuk agribisnis kakao tertuang

di dalan Rencana Strategis (Renstra Kabupaten Kolaka}, dimana dalam

merumuskan kebijaksanaan ini telah melibatkan seluruh stakeholder

sebagaimana yang dikemukakan oleh mantan Ketua Bappeda yang kini

menjabat sebagai Kadis Perikanan pada saat wawancara. Adapun hasil

wawancancara dengan Kadis Perikanan (Mantan Ketua Bappeda) adalah

sebagai berikut :

"Dalam Rencana Strategi yang disusun dan dirumuskan


bersama oleh Pemerintah Daerah dan segenap
stakeholder, dan merupakan salah satu dokumen
perencanaan yang menjadi acuan , pedoman dalam
penyusunan program dan kegiatan tahunan daerah telah
termuat Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang di buat oleh
Pemerintah Kabupaten Kolaka dalam rangka pencapaian
visi Kabupaten Kolaka yaitu sebagai Kawasan Agribisnis
Handa! secara umum termasuk didalamnya agribisnis
kakao".

Sedangkan gambaran keterlibatan stakeholder dalam pembuatan

kebijaksanaan ini, diuraikan oleh Kepala Bidang Ekonomi dan Sosial

Budaya Bappeda YC!.ng terlibat pembuatan rumusan kebijaksanaan pada

saat wawancara:

"Pembuatan kebijaksanaan diawali dengan pembentukan


tim penyusun /perumus yang berasal dari instansi lingkup
Kabupaten Kolaka. Kemudian tim ini mengadakan
pertemuan untuk merumuskan kebijaksanaan-
kebijaksanaan. Pertemuan ini dilakukan beberapa kali
sampai dihasilkan suatu rumusan yang disepakati
bersama. Rumusan kebijaksanaan yang merupakan
bagian isi . dari Renstra kemudian diseminarkan/
dilokakaryakan yang pesertanya berasal dari eksekutif,
legeslatif, BUMN, tokoh masyarakat, tokoh pemuda,
organisasi kemasyarakatan, organisasi pemuda, LSM, dan
perguruan tinggi. Seminar ini dimaksudkan untuk
mendapatkan masukan-masukan berupa saran-saran
ataupun perbaikan dalam rangka menyempurnakan
rumusan kebijaksanaan".
63

Dalam upaya melibatkan seluruh stakeholder dalam penyusunan

Renstra Kabupaten Kolaka, maka Pemerintah Kabupaten Kolaka

membentuk Tim Penyusun Renstra Kabupaten Kolaka, yang ditetapkan

melalui Surat Keputusan Bupati Kolaka No. 272 Tahun 2000 dan Surat

Keputusan Bupati No. 278 Tahun 2000. Stakeholder yang terlibat dalam

penyusunan Renstra tersebut adalah Bappeda, Dinas Koperindag dan

Penanaman Modal, Perikanan, Distan dan Hortikultura, Kehutanan,

Kimpraswil, Tata Ruang, Pertambangan, Bappedalda, Pariwisata,

Transmigrasi , BPS, Dispenda, PMD, Kesehatan, Sosial, Kantor Agama,

DPRD, Kodim, dan Kejaksaan. Untuk lebih lengkapnya stakeholder yang

terlibat dalam penyusunan Renstra dapat dilhat pada lampiran.

Dalam SK tersebut, termuat bahwa salah satu tugas dari pada tim

ini adalah menetapkan kebijaksanaan strategis sesuai dengan tugas

instansi masing-masing. Dari hasil rumusan Kebijaksanaan yang

dihasilkan oleh tim tersebut lalu dilokakaryakan, guna mendapatkan

sumbang saran pemikiran dari peserta lokakarya untuk kesempurnaan

Renstra, termasuk untuk menyempurnakan rumusan kebijaksanaan.

Adapun peserta Jokakarya tersebut berasal dari : seluruh instansi

pemerintah di Kabupaten Kolaka, DPRD, Kodim, Perusahaan BUMN,

seluruh camat di Kabupaten Kolaka, Tim penggerak PKK, Darmawati,

organisasi-organisasi sosial dan kepemudaan, tokoh masyarakat dan

LSM-LSM yang ada di Kabupaten Kolaka. Untuk lebih lengkapnya

peserta Jokakarya maka dapat dilihat pada Iampi ran.

Kebijaksanaan-kebijaksanaan strategis yang telah ditetapkan tersebut


64

merupakan arahan/pedoman yang lebih terinci bagi kegiatan-kegiatan

pembangunan yang akan dilaksanakan oleh masing-masing instansi I

lembaga baik pemerintah maupun swasta serta seluruh

masyarakat Kabupaten Kolaka untuk tercapainya kawasan agribisnis

yang handal tahun 201 0, termasuk agibisnis kakao.

Adapun kebijaksanaan strategis yang termuat dalam Renstra

Kabupaten Kolaka yang dapat mendukung pengembangan agribisnis

kakao terse but adalah sebagai berikut : (1) Meningkatkan daya dukung

lahan pada kawasan pengembangan komoditas agribisnis melalui

penerapan teknik konservasi dan upaya penerapan teknologi pertanian;

(2) Mendorong upaya pengelolaan lingkungan hidup dengan

memperhatikan proses-proses ekologi secara optimal untuk mendukung

pengembangan ekonomi kerakyatan; (3) Mengembangkan kearifan

lingkungan pengetahuan lokal (endegenous people) untuk melestarikan

dan pemanfaatan lingkungan hidup dan sumberdaya alam;

(4) Melegalisasi (melalui Perda) sistem perekonomian yang sepenuhnya

bergantung pada pasar, berpihak pada ekonomi kerakyatan dan anti

monopoli; (5) Peningkatan produksi komoditas unggulan daerah sebagai

upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat;

(6) Menerapkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada

pemberdayaan ekonomi rakyat guna mengentaskan kemiskinan dan

peningkatan daya serap wilayah; (7) Pengembangan dan peningkatan

kualitas produksi dari menghasilkan produksi primer menjadi produk

olahan serta mengoptimalkan nilai tambah; (8) Menjalin kerjasama antar


65

daerah dalam investasi melalui kemitraan antara pemerintah, masyarakat

dan dunia usaha pada berbagai bidang usaha; (9) Memberdayakan

pengusaha kecil , menengah dan koperasi dengan memberikan

kesempatan seluas-luasnya tanpa mengabaikan pengusaha besar;

(1 0) Membangun jaringan informasi antar kabupaten dan propinsi serta

Pemerintah Pusat dalam pengembangan dan percepatan membangun

daerah; (11) Mengembangkan kemampuan petani melalui penyuluhan,

pelatihan, sekolah lapang dan lain-lain; (12) Membina dan memfasilitasi

kelompok tani untuk menjalin kemitraan usaha yang saling

menguntungkan antar petani, pemerintah dan dunia usaha serta

mengembangkan kemitraan dengan asosiasi pemasaran dan asosiasi

komoditas; (13) Mengembangkan kegiatan ekstensifikasi, intensifikasi,

diversifikasi dan rehabilitasi komoditas pertanian yang produktif;

(14) Meningkatkan kualitas komoditas hasil pertanian melalui

pengembangan dan penerapaan teknologi pengolahan hasil,

penyimpanan dan pengemasan; (15) Menumbuhkembangkan pusat-

pusat sentra produksi komoditi unggulan berdasarkan atas skala ekonomi

yang berorientasi ekspor maupun pemenuhan kebutuhan dalam negeri;

(16) Terwujudnya pelayanan transfortasi untuk mendukung kemudahan

aliran barang, jasa dan penumpang di wilayah Kabupaten Kolaka dan

dengan daerah lainnya; (17) Terbentuknya standarisasi dan mekanisme

pelayanan administrasi perizinan secara terbuka dan bertanggung jawab

serta memberikan kemudahan untuk menciptakan iklim usaha dan

investasi yang kondusif.


66

Ditetapkannya kebijaksanaan yang berkaitan dengan pelestarian

lingkungan hidup, didasarkan pertimbangan bahwa komoditi perkebunan

khususnya kakao adalah komoditi yang berorientasi ekspor. Masyarakat

Kabupaten Kolaka dalam mengembangkan agribisnis kakao,harus benar-

benar memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengelolaan lingkungan

hidup dan sumberdaya alam. Mengingat dewasa ini persyaratan

pengelolaan lingkungan hidup dan pemamfaatan sumberdaya alam

menjadi perhatian dan sekaligus persyaratan perdagangan bebas

dewasa ini. Prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan hidup dan

sumberdaya alam juga penting bagi keberlanjutan usaha dan produksi.

Pembangunan yang tidak memperhatikan aspek-aspek pelestarian

lingkungan hidup akan menimbulkan kerusakan, yang berarti juga

mengancam kelangsungan produksi.

Kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan lingkungan

hidup semestinya menjadi bagian dari perilaku kehidupannya. Bukan

sesuatu yang harus dilaksanakan karena diatur dengan berbagai

peraturan yang kadang kurang menguntungkan. Masyarakat yang sadar

akan pentingnya kelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam

akan berusaha untuk memamfaatkannya sambil menjaganya, sehingga

tidak menimbulkan degradasi atau paling tidak terjadi pemborosan.

Penyadaran melalui usaha-usaha penyuluhan dan contoh teladan perlu

dibangun dan menjadi komitmen semua pihak.

Selanjutnya kebijaksanaan yang berkaitan dengan keberpihakan

kepada pembangunan ekonomi kemasyarakatan merupakan upaya nyata


67

yang segera perlu dilaksanakan. Bentuk-bentuk keberpihakan terhadap

perekonomian kerakyatan dapat dilakukan dengan membuka akses yang

lebih luas terhadap permodalan, jaringan pemasaran, perkembangan,

· dan penguasaan teknologi dan jaringan informasi. Melalui bentuk-bentuk

kebijaksanaan seperti ini akan menciptakan iklim berusaha dan investasi

yang kondusif dalam masyarakat dan sekaligus akan menjadi insentif

untuk mengembangkan dan membuka kesempatan kerja yang lebih luas.

Upaya lain yang dapat dilakukan yaitu dengan mengembangkan

pola-pola kemitraan yang saling menguntungkan, dimana Pemerintah

Kabupaten Kolaka harus benar-benar dapat menjadi fasilitator yang baik

dalam mengembangkan dan membangun kemitraan ini secara serius.

Pembangunan perekonomian kerakyatan yang berbasis pada

sektor pertanian, khususnya sub sektor perkebunan lebih diprioritaskan

pada bagaimana membangun kegiatan agribisnis kakao yang handal.

Untuk itu maka dukungan teknis agribisnis, permodalan, pemasaran dan

pengembangkan teknologi pasca panen berdasarkan standar mutu

internasional.

Melalui proses-proses dan kegiatan fasilitasi yang dilakukan

secara sistimatis dan dalam konteks kemitraan yang luas, maka dapat

dipercepat peningkatan ekonomi masyarakat di Kabupaten Kolaka.

Upaya-upaya ini juga akan mengurangi angka kemiskinan karena

masyarakat mendapatkan pelayanan dan akses sehingga memungkinkan

mereka dapat mengembangkan usahanya baik dalam skala keluarga

maupun kelompok atau usaha investasi lainnya.


68

Partisipasi masyarakat dalam mendukung pelaksanaan

pembangunan sarana dan prasarana transportasi merupakan salah satu

faktor penentu dalam keberhasilan perwujudan kebijaksanaan yang telah

dibuat oleh pemerintah dalam meningkatkan pelayanan umum khususnya

bidang transportasi.

Diharapkan timbul kesadaran dari masyarakat bahwa pada

akhirnya masyarakatlah yang akan menikmati berbagai kemudahan dari

pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang merupakan

bagian dari pelayanan umum yang diberikan Pemerintah Daerah. Bentuk-

bentuk nyata dari partisifasi masyarakat adalah melalui kontribusi lahan-

lahan untuk pembangunan sarana dan prasarana transportasi, sehingga

meringankan beban anggaran pemerintah daerah dalam penyediaan

sarana angkutan yang terjangkau oleh masyarakat.

Kemudahan dalam mendapatkan izin sebagai prasyarat dalam

membuka dan mengembangkan usaha dan berbagai kemudahan

informasi mengenai ketentuan peraturan perundang-undangan yang

dikeluarkan pemerintah merupakan pula bagian dari pemberian

pelayanan umum yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat

Kondisi ideal yang diharapkan dimasa datang adalah tewujudnya

suatu sistem pelayanan perizinan oleh Pemerintah Daerah sehingga

dapat memberikan kemudahan masyarakat. Masyarakat tidak harus

diperhadapkan dengan berbagai kerumitan prosedur dan kelernbagaan

yang dibangun Pemerintah Daerah. Yang terpenting bagi masyarakat

adalah bagaimana dengan mudah, murah dan legal, izin yang diperoleh
69

untuk kebutuhannya. Adanya keinginan Pemerintah Daerah untuk

mengembangkan suatu sistem pelayanan perizinan yang baik juga harus

diikuti dengan kemauan masyarakat memenuhi persyaratan untuk

mendapatkan izin. Oleh karena itu perlu kesadaran bersama untuk

mengembangkan terciptanya iklim pelayanan yang baik.

2. Rencana Program dan Kegiatan

Pengertian rencana adalah rangka program I kegiatan

pembangunan yang hendak dilaksanakan untuk mencapai visi sebagai

kawasan agribisnis yang handal pada tahun 2008. Pemerintah Daerah

juga telah membuat rencana program pembangunan untuk jangka

menengah (sampai dengan 2008) yang termuat dalam Renstra

Kabupaten kolaka. Rencana program tersebut dirumuskan berselang

setelah selesai dirumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan oleh tim yang

telah dibentuk oleh Pemerintah Daerah .

Hasil wawancara dengan Kadis Perikanan (Mantan Ketua

Bappeda) berkaitan dengan rencana program mengemukakan sebagai

berikut:

"Untuk terwujudkan Visi dan Misi kabupaten Kolaka, maka


berdasarkan kebijaksanaan tersebut telah dibuat pula
rencana program masing-masing sektor pembangunan
dengan melibatkan stakeholder yang ada di Kabupaten
Kolaka. Program tersebut termuat dalam Renstra
Kabupaten Kolaka ".

Berdasarkan kebijaksanaan yang telah dibuat, maka tim

merumuskan rencana program masing-masing sektor pembangunan

untuk mendukung terwujudnya kawasan agribisnis yang ha~dal tahun


70

2008, termasuk agribisnis kakao. Sektor-sektor pembangunan yang

merupakan tulang punggung untuk pengembangan agribisnis kakao

adalah: Sektor lndustri, Sektor Pertanian, Kehutanan dan Kalautan yaitu

pada sub sektor Perkebunan dan BIPP, Sektor Perdagangan,

Penanaman modal, Pengembangan Usaha Daerah, Keuangan Daerah

dan Koperasi yaitu pada sub sektor Perdagangan dan Koperasi, Sektor

Trasportasi, Meteorologi dan Geofisika yaitu pada sub sektor Tranfortasi.

Rencana Program Sub Sektor Perkebunan yang termuat dalam

Renstra Kabupaten Kolaka adalah: (1) Deversifikasi komoditas

perkebunan; (2) lntensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitas;

(3) Penanganan pasca panen, (4) Pengem~angan sarana dan prasarana;

(5) Penguatan kelembagaan dan SDM; (6) Penguatan permodalan,

(7) Pengembangan informasi pasar. Sedangkan rencana program BIPP

adalah : (1) Memoerikan pelatihan kepada para penyuluh dari institusi

yang mempunyai. kompetensi dalam kegiatan pertanian, melakukan studi

banding dengan daerah lain yang telah maju; dan (2) Menyediakan

sarana pelatihan bagi petani

Adapun rencana program Sektor lndustri yang termuat dalam

Renstra Kabupaten Kolaka adalah sebagai berikut : (1) Peningkatan

pelayanan perizinan dan informasi; (2) Pengembangan pola kemitraan

antar pengusaha; (3) Kemudahan akses masyarakat terhadap lembaga-

lembaga keuangan; (4) Pengembangan sarana dan prasarana

perekonomian (gudang, pelabuhan, dll); (5) Pengembangan SDM

masyarakat dan kelembagaan; (6) pengembangan teknolog i tepat guna.


71

Rencana program sub sektor perdagangan yang termuat dalam

Renstra Kabupaten Kolaka adalah : (1) Pengendalian harga dan

informasi pasar; (2) Pengembangan sistem pelayanan perizinan yang

cepat dan tepat; (3) Pengembangan pola kemitraan antar pengusaha;

(4) Kemudahan akses masyarakat terhadap lembaga-lembaga

keuangan; (5) Pengembangan sarana dan prasarana perekonomian

(Pelabuhan, pergudangan), dan (6) Pengembangan SDM masyarakat

dan kelembagaan. Adapun rencana program sub sektor Koperasi adalah:

(1) Pembinaan dan pelatihan koperasi dan PKM; dan (2) Membangun

pola kemitraan antara lembaga keuangan dengan koperasi dan PKM.

Sedangkan rencana program sub sektor transfortasi adalah

pembangunan sarana jalan dan jembatan.

Disamping rencana program per sektor yang tertuang dalam

Renstra Kabupaten Kolaka, juga adapula rencana program per instansi

yang disusun oleh masing-masing instansi terkait yang tertuang dalam

Renstra instansi. Adapun rencana program Dinas Perkebunan yang

termuat dalam Renstra lnstansi adalah (1) Peningkatan produksi

komiditas kakao (intensifikasi, ekstensifikasi, rehabilitasi, diversifikasi dan

pengendalian hama dan penyakit); (2) Peningkatan agribisnis kakao;

(3) Pengembangan sumber daya dan kelembagaan perkebunan;

(4) Peningkatan dan pengembangan ekspor, (5) Peningkatan pelayanan.

Sedangkan Rencana program Dinas Koperindag dan Penanaman

modal yang tertuang dalam Renstra lnstansi adalah: (1) Peningkatan

efisiensi distribusi bahan pokok; (2) Pengawasan tertib niaga;


72

(3) Pengembangan sarana sentra-sentra pemasaran barang dan jasa;

(4) peningkatan promosi dalam dan luar negeri; (5) Pelayanan

kemetrologian; (6) Penguatan kelembagaan koperasi dan PKM;

(7) Pengembangan usaha koperasi dan PKM, (8) Peningkatan dan

pengembangan permodalan KPKM; (9) Pengembangan lembaga

keuangan mikro; dan (1 0) Pengembangan dan pengendalian simpan

pinjam.

Rencana program kerja Dinas Kimpraswil yang termuat dalam

Renstra lnstansi adalah : (1) Pembangunan prasarana jalan dan

jembatan di kecamatan-kecamatan pusat produksi ·, pertanian;

(2) Pemeliharaan dan peningkatan jalan dan jembatan di daerah pusat

pruduksi pertanian; (3) Pembangunan pasar dan terminal; dan

(4) Pembangunan dan pemeliharaan sarana penunjang pasar dan

terminal.

Adapun rencana program Kantor BIPP yang tertuang dalam

Renstra lnstansi adalah: (1) Peningkatan SDM bagi para penyuluh

pertanian dan para petani; dan (2) Peningkatan penguatan kelembagaan

penyuluh pertanian; (3) Peningkatan Pelayanan informasi tentang

teknologi, sosial, ekonomi, budaya dan agribisnis.

Jika diperhatikan rencana program yang berada dalam Renstra

kabupaten dan rencana program yang termuat dalam Renstra masing-

masing instansi terlihat bahwa pada hakekatnya sudah terjalin adanya

sinkronisasi program. Namun perbedaannya adalah bahwa dalam

Renstra Kabupaten rencana program di bagi kedalam sektor dan Sub


73

sektor, tidak dibagi rencana program tersebut kedalam masing-masing

instansi sehingga tidak jelas instansi mana yang bertanggung jawab

terhadap program tersebut.

Sebaiknya rencana program yang ada di dalam Renstra

Kabupaten dibagi pada masing-masing instansi sehingga jelas instansi

mana yang bertanggung terhadap rencana program tersebut, tidak dibagi

kedalam masing-masing sektor pembangunan. Oleh karena dengan

struktur organisasi kepegawaian yang baru sekarang maka suatu instansi

bisa terkait sampai 2 atau 3 sektor pembangunan. Bisa pula terjadi

bahwa suatu sektor pembangunan terkait 2 atau 3 instansi, kejadian

tersebut menyebabkan ketidakjelasan instansi mana yang paling

bertanggungjawab terhadap rencana program sektor tersebut.

Jika rencana program dalam Renstra Kabupaten telah dibagi pada

masing-masing instansi maka akan semakin jelas dan sinkron

hubungannya dengan rencana program masing-masing instansi yang

termuat dalam Renstra lnstansi. Hal tersebut terjadi karena rencana

program yang ada didalam Renstra Kabupaten akan sama dengan

rencana program ~·ang ada didalam Renstra lnstansi.

Adanya hubungan yang jelas dan sinkron antara rencana program

yang termuat dalam Rentra Kabupaten dan rencana program yang

termuat dalam Renstra lnstansi memang sangat dibutuhkan, oleh karena

pada hakekatnya rencana program yang ada pada Renstra lnstansi

adalah merupakan penjabaran dari Renstra Kabupaten, sehingga

nantinya pelaksanaan rencana program pada Renstra Kabupaten juga


74

merupakan realisasi dari pelaksanaan Renstra Kabupaten. Dengan

demikian kesuksesan pertanggungjawaban pelaksanaan rencana

program tersebut oleh Kepala Dinas/Badan/Kantor juga merupakan

kesuksesan dari pada pertanggungjawaban pelaksanaan rencana

program oleh Bupati.

Dari rencana program masing-masing instansi terkait yang

terdapat di dalam Renstra Kabupaten Kolaka, terdapat beberapa

program Dinas Perkebunan dan Kehutanan yang seharusnya

merupakan rencana program dari Dinas Koperindag dan Penanaman

Modal, seperti program penanganan pasca panen, program penguatan

permodalan dan program informasi pasar.

Kesalahan penempatan program tersebut terjadi karena kurang

pahamnya tim yang ditugaskan unt.uk merumuskan program tersebut

terhadap tugas dan wewenang Dinas Perkebunan dan Kehutanan, dan

juga Dinas Koperindag dan Penanaman Modal . Adanya kesalahan

tersebut juga menunjukkan bahwa tidak adanya koordinasi selama ini

berjalan antara Dinas Perkebunan dan Kehutanan dengan Dinas

Koperindag dan Penanaman Modal dalam meluruskan penempatan

program tersebut pada instansi yang seharusnya mempunyai tugas dan

fungsi sesuai program tersebut.

Di dalam Renstra Kabupaten Kolaka, tidak ada termuat rencana

kegiatan masing-masing instansi terkait yang akan dilaksanakan sampai

dengan tahun 2008, untuk mendukung pengembangan agribisnis kakao.


75

Jadi rencana .kegiatan jangka pendek untuk mendukung

pengembangan agribisnis kakao dibuat oleh masing-masing instansi

terkait, yang termuat di dalam Renstra masing-masing instansi.

Belum adanya rencana kegiatan yang terpadu tersebut dibuat,

diungkapkan baik oleh Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan

maupun oleh kepala Dinas Koperindag dan Penanaman Modal pada saat

diwawancarai. Adapun hasil wawancara dengan Kadis Perkebunan dan

Kehutanan adalah sebagai berikut:

"Penyusunan rencana kegiatan untuk pengembangan


agribsinis kakao oleh instansi terkait belum dilaksanakan
secara terkoordinasi. Masing-masing instansi terkait
menyusun rencana kegiatan jangka pendek yang termuat
dalam Renstra masing-masing instansi".

Rencana kegiatan jangka pendek Dinas Perkebunan dan

Kehutanan untuk mendukung pengembangan agribisnis kakao yang

termuat dalam Renstra lnstansi adalah : (1) Peningkatan produktivitas

tanaman kakao; (2) Pemeliharaan/pembinaan kebun entrys kakao;

(3) Pengadaan benih kakao klonal toleran PBK; (4) Perbaikan mutu

pertanaman melalui sambung samping (Side grafting) tanaman kakao;

(5) Pengendalian hama penggerek buah kakao PBK; (6) Pembinaan

kepada perkebunan besar; (7) Peningkatan peranan investasi swasta;

(8) Pengadaan unit pengolahan hasil di tingkat petani; (9) Pengembangan

kemampuan petani melalui kelompok-kelompok tani dan wadah

kelembagaan koperasi di pedesaan (KUD); (1 O) Penyuluhan, pelatihan

dan sekolah lapang untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

petani; (11) Pelatihan, pendidikan struktural dan fungsional serta studi


76

banding; (12) Pembinaan kepada petani sehingga menjadi petani dan

pengusaha yang maju, serta mampu mengambil keputusan dan

memamfaatkan kesempatan ekonomi yang ada; (13) Penyusunan dan

penetapan standarisasi mutu produk kakao; (14) Penyediaan informasi

pasar; (15) Pengembangan kemitraan; (16) Promosi potensi komoditi

kakao; (17) Konservasi melalui pembuatan teras sering pada Jahan

kemiringan yang ditanami kakao; (18) Mengoptimalkan pelaksanaan

retribusi dan pajak komoditi kakao.

Sedangkan rencana kegiatan jangka pendek dari Dinas

Koperindag dan Penanaman Modal yang termuat dalam Renstra lnstansi

adalah (1) Mengadakan koordinasi dengan instansi terkait untuk

mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan dilapangan; (2) Memberi

kemudahan izin usaha pengadaan dan penyaluran barang;

(3) Mengadakan pemantauan terhadap usaha kegiatan pengadaan dan

penyaluran barang; (4) Pembangunan pasar lelang; (5) Mengadakan

pembinaan kepada petani dan pedagang kakao untuk meningkatkan

mutu kakao sesuai standar mutu (SNI, 150.9000 SERIES);

(6) Mengadakan promosi dalam dan luar negeri untuk memperkenalkan

potensi komoditi perkebunan, terutama kakao; (7) Pengembangan sistem

informasi pasar; (8) Fasilitasi dukungan bagi petani dan koperasi dalam

distribusi komoditi perkebunan, khususnya komoditi unggulan;

(9) Dukungan pengelolaan penanganan pasca panen hasil perkebunan;

(1 0) Peningkatan jumlah anggota, asset dan jenis usaha koperasi serta

te;-jadinya kemajuan usaha yang ditandai dengan peningkatan


77

kesejahteraan anggotanya; (11) Pengembangan manajemen koperasi

yang profesional; (12) Peningkatan partisipasi anggota koperasi dalam

pengembangan usaha melalui kerja sama stakeholder dan

pemberdayaan gerakan koperasi; (13) Pengembangan koperasi

percontohan yang sehat dan mandiri; (14) Penambahan modal usaha

koperasi dan PKM; (15) Pengembangan kemitraan usaha KPKM dengan

BUMN; (16) Penyuluhan dan penyebaran informasi pengembangan

program PUK.

Adapun rencana kegiatan Balai lnfomasi Penyuluh Pertanian

(BlPP) adalah sebagai berikut : (1) Mengadakan penyuluhan pertanian;

(2) Menyediakan dan menyebarluaskan informasi pertanian;

(3) Mengadakan rapat koordinasi para penyuluh pertanian di tingkat

kabupaten dan kecamatan; (4) Melakukan pemantauan dan evaluasi

kegiatan penyuluhan pertanian; (5) Menyelenggarakan pelatihan/kursus

bagi penyuluh dan petani; (6) Menumbuhkan dan mengembangkan

kelembagaan petani; (7) Mengadakan bimbingan kepada petani

penggunaan sarana usaha; (8) Mengadakan pengkajian penerapan

teknologi pertanian; dan (9) Mengadakan pelayanan teknis peJaksanaan

penyuluhan.

Rencana kegiatan Dinas Kimpraswil adalah: (1) Pembangunan

pasar baru di desa dan di kecamatan; (2) Penambahan bangunan baru

diareal pasar lama; (3) Pembangunan terminal; (4) Pembangunan jalan

masuk ke pasar dan terminal; (5) Pemeliharaan jalan masuk dan di dalam

areal pasar dan terminal; (6) Pembangunan prasarana jalan dan


78

jembatan di desa dan di kecamatan; (7) Peningkatan dan pemeliharaan

prasarana jalan dan jembatan dari sentra-sentra produksi ke tempat

pemasaran; (8) Pembangunan dermaga.

Dari rencana kegiatan masing-masing instansi tersebut di atas

terlihat, bahwa sesuai dengan tugas dan fungsi maka beberapa rencana

kegiatan dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan, seharusnya adalah

merupakan rencana kegiatan dari Dinas Koperindag dan Penanaman

Modal, dan juga rencana kegiatan dari Kantor BIPP. Adanya kesalahan

tersebut terjadi, karena tidak adanya koordinasi diantara instansi terkait

dalam penyusunan rencana kegiatan.

Akibat tidak adanya koordinasi antar instansi terkait tersebut

mengakibatkan usulan-usulan kegiaian pembangunan tidak terpadu dan

bersinergis untuk pengembangan agribisnis kakao. Seperti yang

dikemukakan oleh Kadis Koperindag dan Penanaman Modal pada saat

wawancara sebagai berikut :

"Selama ini dalam penyusunan usulan rencana kegiatan


tahunan dalam rangka pengembangan agribisnis kakao
belum dilaksanakan secara terkoordinasi, hal rnr
mengakibatkan terjadinya tumpang tindih kegiatan antar
instansi terkait karena belum jelasnya instansi mana yang
bertanggung jawab terhadap kegiatan tersebut , seperti
kegiatan pelatihan pengolahan hasil komoditi kakao, dan
informasi pemasaran. Kedua kegiatan tersebut kadang
kala sama-sama direncanakan/diusulkan oleh Dinas
Perkebunan dan Kehutanan , dan Dinas Koperindag dan
Penanaman Modal".

Jika dikaitkan antara rencana program dan rencana kegiatan yang

disusun oleh masing-masing instansi terkait tersebut diatas dengan

kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang ditetapkan oleh


79

Pemerintah Daerah untuk mendukung agribisnis kakao maka terlihat

bahwa instansi tersebut belum sepenuhnya serius membuat rencana

program maupun rencana kegiatan yang terkait dengan kebijaksanaan

tersebut. Padahal kondisi lahan di Kabupaten Kolaka yang ditanami

kakao oleh masyarakat saat ini pada umumnya berbukit dan bergunung.

Bahkan sekarang hutan lindung yang ada sebagian telah dibabat oleh

masyarakat untuk ditanami kakao.

Untuk mencegah kerusakan lingkungan kedepan khususnya di

kawasan hutan dan juga menghadapi era perdagangan bebas yang

sangat memperhatikan persyaratan lingkungan setiap produk baik produk

hasil pertanian maupun produk hasil industri, maka sangat ditekankan

pada setiap instansi terkait untuk membuat rencana program maupun

rencana kegiatan yang berkaitan untuk menjaga kelestarian lingkungan

hidup.

Pemerintah Daerah khususnya instansi terkait harus

mengantisipasi sebelumnya terhadap klaim dunia internasional bahwa

produk kakao Kabupaten Kolaka dihasilkan dari kegiatan perkebunan

yang telah merusak lingkungan hidup. Sebab jika ini terjadi maka kakao

Kabupaten Kolaka tidak akan dibeli oleh negara-negara pengimpor kakao

yang sangat memperhatikan lingkungan hidup. Akibat yang akan

ditimbulkan adalah .masyarakat kabupaten kolaka yang sebahagian besar

kebutuhan sehari-harinya bergantung dari usaha kakao akan jatuh miskin

dan bisa menimbulkan kerawanan sosial yang berkepanjangan.


80

3. Prosedur dan Tata Kerja

Prosedur can tata kerja adalah cara melaksanakan kegiatan

yang disusun secara rapi dan sistimatis, yang didalamnya memuat

ketentuan siapa yang melaksanakan, kapan dilaksanakan dan dengan

siapa harus berhubungan, yang dibuat dalam bentuk petunjuk

pelaksanakan Quklak) atau pedoman kerja, agar muda diikuti oleh pihak-

pihak yang terkait.

Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Pendataan Bappeda

mengenai apakah ada dibuat juklak atau pedoman kerja kegiatan

pengembangan agribisnis Kakao sebagai berikut:

"Selama Jnt pembuatan juklak khusus untuk


program/kegiatan agribsinis kakao belum ada dibuat. Jadi
kegiatan pembangunan yang berasal dari sumber dana
DAU dan PAD tidak pernah dibuatkan juklaknya . Pada
umumnya yang mempunyai juklak atau pedoman
kerjanya adalah program/kegiatan yang sumber dananya
berasal dari Pusat. Jadi semua kegiatan pembangunan
yang bersumber dana DAU dan PAD berpedoman pada
juklat yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat tentang
Petunjuk penggunaan Dana DAU dan PAD".

Sejalan apa yang dikemukakan oleh Kepala Bidang Pendataan

Bappeda tersebut diatas, maka hasil wawancara dengan Kepala Dinas

perkebunan dan Kehutanan mengemukakan sebagai berikut :

"Petunjuk pelaksanaan agribisnis kakao belum ada dibuat,


namun telah ada dari Pemerintah Pusat dalam hal ini
Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Kehutanan
dan Perkebunan mengirimkan pedoman pelaksanaan
lapangan tentang Pembangunan Kawasan lndustri
Masyarakat Perkebunan (KIMBUN). lsi dari petunjuk
pelaksanaan tersebut sifatnya umum terhadap
pengembangan agribisnis perkebunan".

Sebelum berlakunya Otonomi Daerah, maka pelaksanaan


81

pemerintahan dan pembangunan sifatnya sentralistik. Dengan model

pembangunan yang sifatnya sentralistik maka semua kegiatan

pembangunan di daerah diatur oleh Pemerintah Pusat, mulai dari

program yang akan dilaksanakan, jenis kegiatannya, alokasi anggaran

pembangunan pada setiap program termasuk petunjuk pelaksanaan dari

setiap program atau kegiatan pembangunan.

Akibat dari Model pembangunan yang sentralistik yang

berlangsung lama, maka setelah Otonomi Daerah dimana setiap daerah

diberi kebebasan untuk mengatur urusan rumah tangganya masing-

masing termasuk dalam bidang pembangunan, nampaknya daerah

belum siap untuk menjalankannya, termasuk dalam pembuatan petunjuk

pelaksanaan Uuklak) setiap program/kegiatan pembangunan.

Hingga saat ini hanya program/kegiatan dari Pusat yang pada

umumnya mempunyai petunjuk I pedoman pelaksanaan kegiatan.

Sedangkan program/kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh

Pemerintah Kabupaten Kolaka belum pernah ada yang dibuat petunjuk

pelaksanaannya Uuklak), termasuk program pengembangan agribisnis

kakao. Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Pendataan Bappeda

tentang mengapa hingga saat ini belum ada dibuat petunjuk pelaksanaan

program/kegiatan mengemukakan sebagai berikut:

"Faktor yang menyebabkan belum adanya petunjuk


pelaksanaan yang dibuat saat ini karena belum adanya
kemauan/komitmen dari Pemerintah Daerah untuk
membuat juklak, juga disebabkan oleh terbatasnya
kemampuan SDM untuk membuatnya karena belum
punya pengalaman".
82

Saat ini banyak program I kegiatan yang gagal dilaksanakan

karena tidak tercapai tujuan I sasarannya baik secara fisik maupun

programnya. Salah satu faktor yang menyebabkan gagalnya tersebut

karena tidak adanya juklak yang dibuat sehingga pelaksanaannya

dilapangan tidak berjalan efektif dan efisien. Tidak dibuatnya juklak

karena belum adanya kesadaran bahwa betapa pentingnya Juklak

tersebut untuk keberhasilan suatu programlkegiatan sehingga tidak ada

kemauan untuk membuatnya. Juga belum disadari bahwa bahwa dengan

adanya juklak maka kegiatan-kegiatan dan tempat pelaksanaannya akan

terpadu oleh karena adanya koordinasi pada saat membuat juklak

tersebut.

ldealnya bahwa program pengembangan agribisnis ini setelah

mempunyai rencana yang terpadu, maka dibuatkan petunjuk

pelaksanaan Ouklak) yang berisi antara lain jenis program/kegiatan,

tujuan, instansi yang melaksanakan, kapan dilaksanakan (waktu

pelaksanaan) dan siapa-siapa yang perlu dilibatkan untuk kelancaran

program tersebut serta bagaimana cara melaksanakan programlkegiatan.

Pembuatan prosedur dan tata kerja dalam bentuk petunjuk

pelaksanaan Quklak) diharapkan dibuat tim koordinasi pengembangan

agribisnis kakao yang telah dibentuk oleh Pemerinta Daerah. Juklak ini

dijadikan acuan bagi pelaksanaan program agribisnis kakao mulai dari

awal mulai dilaksanakannya program hingga tahun 2008.

Dalam juklak ini setiap rencana program dan rencana kegiatan

dari setiap instansi terkait akan dipadukan dan dilakukan seleksi


83

sehingga tidak akan ada rencana program dan rencana kegiatan yang

tumpang tindih antara instansi satu dengan instansi lainnya. Setelah

rencana program dan rencana kegiatan ditentukan maka ditentukan pula

instansi-instansi yang akan melaksanakannya. Dengan adanya

penentuan instansi sebagai pelaksana suatu rencana progrem atau

rencana kegiatan maka tidak akan pula terjadi adanya suatu instansi

yang menangani rencana program atau rencana kegiatan yang bukan

tugas dan fungsinya.

Langkah selanjutnya yang harus diadakan dalam juklak adalah

dimana lokasi kegiatan tersebut akan ditempatkan. Dengan adanya

penentuan lokasi tempat pelaksanaan kegiatan maka diharapkan lokasi

kegiatan-kegiatan dari beberapa instansi terkait bisa terpadu pula.

Setelah lokasi terpadu ditentukan maka langkah selanjutnya adalah

menentukan kapan dan berapa lama suatu kegiatan terpadu akan

dilaksanakan. Dengan penentuan waktu pelaksanaan kegiatan tersebut

diharapkan nantinya semua kegiatan yang telah direncanakan akan

terlaksana dengan tepat waktu.

Agar nantinya pelaksanaan rencana kegiatan terpadu dilapangan

berjalan dengan lancar maka perlu pula ditentukan siapa atau organisasi

apa yang akan terlibat dalam pelaksanaan kegiatan terpadu tersebut,

bisa dari tokoh masyarakat, LPM, LSM dan organisasi-organisasi

kemasyarakatan lainnya.

Dengan pembuatan juklak, maka tidak akan ada lagi suatu

rencana program atau rencana kegiatan dilaksanakan oleh lebi~ dari satu
84

instansi oleh karena rencana program atau rencana kegiatan akan

dilaksanakan oleh masing-masing instansi sesuai dengan tugas dan

fungsinya atau dapat dikatakan bahwa tidak akan ada lagi kegiatan yang

tumpang tindih. Rencana program dan rencana kegiatan yang akan

dihasilkan akan terpadu, demikian pula tempatnya akan terpadu. Dengan

rencana kegiatan yang terpadu dan tempatnya yang terpadu serta

adanya pengaturan waktu pelaksanaan kegiatan dengan baik, maka

diharapkan pelaksanaan rencana program dan rencana kegiatan tersebut

akan bersinergi, efektif dan efisien.

4. Rapat.

Rapat adalah pertemuan yang dihadiri instansi terkait, yang

digunakan untuk memberikan/mendengarkan pengarahan, memperjelas

atau menegaskan kebijaksanaan , dan masalah lainnya yang berkaitan

dengan pengembangan agribisnis kakao.

Hasil wawancara dengan Kadis Perikanan (Mantan Ketua

Bappeda) :

"Rapat yang membahas tentang pengembangan agribisnis


dengan melibatkan instansi terkait belum pernah dilakukan,
apakah itu rapat untuk mengsosialisasikan kebijaksanaan
dan program yang berkaitan dengan pengembangan
agribisnis, rapat tentang rencana kegiatan tahunan yang
akan dibuat, dan rapat evaluasi program. Rapat yang biasa
dilaksanakan adalah Rakorbang yang rutin dilaksanakan
setiap tahun dan rapat program/kegiatan lainnya yang
dilaksanakan tidak terjadwal (insidentil) ".

Untuk keberhasilan program ini seharusnya kebijaksanaan yang

telah dibuat hendaknya diketahui dan dipahami oleh seluruh stakeholder.

Untuk itu sangat perlu diadakan sosialisasi . Dalam kegiatan sosialisasi


85

ini, disamping menerangkan tentang kebijaksanaan juga, meminta

kepada seluruh stakeholder untuk dapat bersama-sama mewujudkannya

dengan jalan ikut membantu melakukan kegiatan sesuai dengan

peranannya masing-masing.

Rapat selanjutnya yang perlu dilakukan adalah rapat untuk

membahas rencana kegiatan jangka menengah dan rapat rencana

kegiatan tahunan. Rapat tersebut hendaknya diikuti oleh instansi terkait

dan pelaku-pelaku agribisnis. Dengan rapat ini maka diharapkan kegiatan

yang direncanakan dan pelaksanaannya bisa terpadu, dan jelas siapa

yang bertanggung jawab dari setiap kegiatan tersebut.

Selama ini rapat untuk membahas dan menyusun rencana

kegiatan dilakukan melalui forum koordinasi Musbangdes, UDKP dan

Rakorbang TK. II. Forum koordinasi akan membuat usulan rencana

kegiatan pada tahun berikutnya. Namun pada usulan rencana kegiatan

pembangunan pada tahun yang berjalan sudah tidak dilakukan lagi lewat

forum koordinasi. Masing-masing instansi terkait membuat usulan

rencana kegiatannya yang akan dilaksanakan pada tahun berjalan dalam

bentuk Rask dengan mengacu pada Renstra masing-masing instansi

yang telah dibuat, yang kemudian Rask tersebut dirapatkan/dibahas

hanya bersama dengan Bappeda.

Rapat yang tidak kalah pentingnya adalah Rapat evaluasi program

yang dilaksanakan minimal 1(satu) kali dalam seta hun dimana

pesertanya disamping instansi terkait juga dari para pelaku agribisnis.

Rapat ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana keberhasilan dan


86

hambatan-hambatan yang ada pada program agribisnis serta langkah-

langkah apa yang perlu dilakukan selanjutnya.

Dengan tidak dilaksanakannya rapat-rapat tersebut diatas maka

kegiatan-kegiatan untuk menunjang program agribisnis kakao tidak ada

keterpaduan dan ada kegiatan yang tidak jelas siapa yang bertanggung

jawab. Hasil wawancara dengan Kadis Perkebunan dan Kehutanan

mengemukakan bahwa :

"Seharusnya tanggung jawab kegiatan Dinas Perkebunan


dan Kehutanan dalam sistem agribisnis adalah hanya pada
sub sisten produksi yaitu bagaimana seorang petani ,
mempunyai tanaman kakaonya yang berproduktivitas
tinggi. Sedangkan yang bertanggungjawab terhadap
kegiatan-kegiatan pada sub sistem hulu, pengolahan dan
pemasarannya adalah Dinas Koperindag dan Penanaman
Modal. Banyaknya mata rantai pada sistem agribisnis yang
ditangani oleh Dinas Koperindag dan Penanaman Modal
maka seharusnya yang menjadi leading sektor dari
agribisnis adalah Dinas Koperindag dan Penanaman
Modal".

Apa yang diinginkan oleh Dinas Perkebunan dan Kehutanan

tersebut, sebenarnya itu pula yang diinginkan oleh Dinas Koperindag dan

Penanaman Modal, sebagaimana hasil wawancara dengan Kepala Tata

usaha Koperindag dan Penanaman Modal :

"Beberapa kegiatan tidak ada ketegasannya siapa


sebenarnya yang bertanggung jawab, apakah pada Dinas
Koperindag dan Penanaman Modal ataukah pada Dinas
Perkebunan dan kehutanan. Contoh kegiatan tersebut
adalah pengadaan alat pengolahan hasil komoditi kakao
dan penyediaan informasi pasar. Kegiatan tersebut
dilaksanakan oleh Dinas perkebunan dan Kehutanan yang
seharusnya kegiatan tersebut dilaksanakan oleh Dinas
Koperindag dan Penanaman Modal".

Adanya tumpang tindih kegiatan pada dua instansi seperti pada

kasus diatas dan belum adanya ketegasan instansi mana yang tunjuk
87

sebagai leading sektor dari pada program agribisnis kakao diantaranya

disebabkan karena tidak ada rapat terpadu dilaksanakan yang

membahas rencana kegiatan, sehingga masing-masing instansi terkait

tersebut membuat rencana kegiatannya, yang kemudian dikonsultasikan

pada kantor Bappeda. Tidak adanya rapat-rapat tersebut dilaksanakan

menunjukkan belum seriusnya penanganan pelaksanaan program

pengembangan kakao di Kabupaten kolaka.

5. Surat Keputusan bersama

Surat Keputusan bersama adalah surat keputusan yang dibuat

untuk memperlancar penyelesaian kegiatan dalam program

pengembangan agribisnis kakao yang tidak dapat dilaksanakan oleh

hanya satu instansi dalam mewujudkan kesepakatan dan kesatuan gerak

dalam pelaksanaan tugas antara dua atau lebih instansi yang terkait .

Dari hasil wawancara dengan Kadis Perikanan (Mantan Ketua

Bappeda) yang berkaitan dengan Surat Keputusan Bersama ini,

mengemukakan :

"Pembuatan surat keputusan bersama antara instansi satu


dengan instansi lainnya yang terkait dengan agribisnis
kakao tidak pernah dilakukan. Yang ada selama ini dibuat
adalah Surat Keputusan Bupati yang pada umumnya dibuat
oleh instansi tertentu yang merasa punya wewenang dan
tanggung jawab terhadap sesuatu program atau kegiatan
yang akan dilaksanakan. Juga pembuatan surat keputusan
bersama ini tidak pernah dilakukan antara Pemerintah
Kabupaten Kolaka dengan pemerintah daerah lainnya untuk
mendukung kegiatan agribisnis kakao".

Pembuatan Surat keputusan bersama antara satu instansi dengan

instansi lainnya yang terkait dengan agibisnis kakao pada tingkat


88

kabupaten , memang tidak dilakukan di Pemerintahan Kabupaten Kolaka

karena instansi terkait yang ada, berada dibawah tanggung jawab

Bupati. Jika ada komitmen antara instansi terkait ingin memperlancar

kegiatan agrisbisnis, maka secara terpadu merumuskannya dan

kemudian mengajukannya ke Bupati untuk di buatkan Surat Keputusan

Bupati.

Perlu diupayakan adanya kerja sama antara Pemerintah

Kabupaten Kolaka dengan pemerintah daerah lainnya, agar tercipta

sinergi yang lebih besar dalam kegiatan pembangunan agribisnis kakao,

yang diwujudkan dalam bentuk surat keputusan bersama. Misalnya

untuk memperlancar pemasaran kakao, maka perlu ada kerjama untuk

bersama-sama memperbaiki jalan yang menghubungkan antar kedua

daerah. Demikian pula misalnya bersama-sama memperbaiki pelabuhan

yang menghubungkan kedua daerah.

Kerja sama antara · Pemerintah Daerah dengan pihak terkait

lainnya yang dituangkan dalam bentuk surat keputusan bersama perlu

pula diupayakan, antara lain dengan BUMN termasuk Bank, pengusaha,

organisasi-organisasi termasuk Kadin. Kerja sama dengan Bank

dimaksudkan, agar pihak Bank mau memberikan kredit usaha kepada

petani dan KUD. Demikian pula kerjasama dengan pihak Kadin

dimaksudkan agar pihak Kadin nantinya akan mambantu pemerintah

Daerah dalam mencarikan pengusaha yang mau bergerak di bidang

agribisnis kakao.

Hasil wawancara dengan H. Bakri Mendong (Sekertaris Kadin


89

Kabupaten Kolaka) tentang kerjasama Kadin dengan Pemerintah Daerah

mengungkapkan :

"Kadin selama ini belum banyak dilibatkan dan terlibat


dalam kegiatan agribisnis, termasuk agribisnis kakao. Apa
yang menjadi keinginan Kadin, yaitu agar setiap pengusaha
yang ingin mengadakan usaha di Kabupaten Kolaka salah
satu syaratnya adalah ada Surat Rekomendasi dari Kadin
belum ditanggapi. Bentuk kerjasama seperti ini yang perlu
ciptakan, sebagai salah satu bentuk pembinaan Pemerintah
Daerah terhadap Kadin, Pembinaan seperti ini perlu
diciptakan agar nantinya kedepan akan semakin mendorong
pihak Kadin lebih banyak berbuat untuk kemajuan
agribisnis, termasuk agribisnis kakao".

6. Tim

Tim adalah orang-orang yang dipercaya untuk mengurus hal-hal

yang ditugaskan kepada mereka jika kegiatan yang dilakukan bersifat

kompleks, mendesak, multi sektor, multi disiplin dan multi fungsi.

Pengembangan agribisnis kakao ini adalah merupakan kegiatan

yang melibatkan beberapa instansi, yang juga memerlukan multi fungsi

serta membutuhkan multi disiplin, oleh karenanya perlu dibentuk Tim

Koordinasi. Namun dalam pelaksanaan program pengembangan

agribisnis kakao di Kabupaten Kolaka sampai saat ini tim koordinasi

belum dibentuk. Hasil wawancara dengan Kadis Perikanan (Mantan

Ketua Bappeda) mengatakan :

"Sampai saat ini, tim koordinasi program pengembangan


agribisnis kakao belum dibentuk, namun demikian jika ada
hal atau masalah yang yang berkaitan dengan kegiatan
agribisnis kakao ingin dibicarakan atau dikerjakan maka
akan diundang /dilibatkan instansi yang terkait, misalnya
ada investor yang ingin membuka usaha dibidang kakao",
maka semua instansi yang terkait diundang untuk
membicarakannya dengan pengusaha tersebut".
90

Salah satu pertimbangan belum dibentuknya tim koordinasi

adalah dengan pembentukan tim koordinasi maka konsekwensinya akan

membebani anggaran operasional pembinaan instansi yang membentuk

tim koordinasi tersebut, padahal disatu sisi anggaran biaya pembangunan

setiap instansi, khususnya kegiatan pembinaan masih sangat terbatas.

Hal tersebut terungkap dari hasil wawancara dengan Kepala Bidang

Agribisnis Dinas Perkebunan dan Kehutanan sebagai berikut:

"Tim koordinasi pengembangan agribisnis kakao sampai


saat ini belum dibentuk, oleh karena dengan pembentukan
tim ini, akan memerlukan biaya operasional, yang akan
ditanggung oleh instansi yang membuat tim koordinasi
tersebut. Jadi selama ini jika ada suatu kegiatan yang
melibatkan beberapa instansi terkait, terutama kegiatan
lapangan , maka pembiayaannya ditanggung masing-
masing instansi. Biasa pula pembiayaan berasal dari para
pengusaha atau Pemerintah propinsi jika yang melakukan
kegiatan tersebut adalah pengusaha atau Pemerintah
Propinsi".

Pembentukan tim pada program agribisnis kakao ini sangatlah

penting, karena akan mendorong tercapainya tujuan yang hendak

dicapai. Tim tersebut nantinya yang akan mengadakan rapat-rapat untuk

menyusun rencana kegiatan tahunan, membuat prosedur dan tata kerja,

membuat surat keputusan bersama, melakukan monitoring. dan evaluasi.

Sebaliknya tanpa tim koordinasi maka rencana kegiatan pengembangan

agribisnis sulit untuk terpadu, demikian pula kegiatan monitoring dan

evaluasi sukar untuk dilaksanakan secara terpadu. Masing-masing

instansi akan mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada di

lapangan dengan sendiri-sendiri, sehingga tidak akan efektif dan efisien.


91

7. Badan

Badan adalah wadah yang dibentuk, dimana sekumpulan orang

yang merupakan kesatuan untuk menangani masalah agribisnis yang

sifatnya kompleks, sulit dan terus menerus, serta belum ada satu instansi

yang secara fungsional menangani atau tidak mungkin dilaksanakan oleh

suatu instansi fungsional yang sudah ada. Hasil wawancara dengan

Kepala Dinas Perikanan (Mantan Ketua Bappeda) tentang keberadaan

badan sebagai berikut :

"Belum ada badan yang dibentuk untuk menanganil


mengelola program pengembangan agribisnis kakao.
Sebaiknya tidak perlu dibentuk badan tersendiri, cukup
melekat pada instansi yang ditunjuk sebagai leading
sektor. Jika dibentuk badan tentunya akan memerlukan
biaya operasional cukup besar yang akan semakin
membebani pemerintah daerah".

Hal yang senada juga dikemukakan oleh Kepala Dinas

Perkebunan dan Kehutanan dari hasil wawancara sebagai berikut :

"Pembentukan suatu badan untuk mengelola program


agribisnis kakao tidak perlu, cukup pengelolaannya
melekat pada Dinas yang sudah ada", apakah pada Dinas
Perkebunan dan Kehutanan atau pada Dinas Koperindag
dan Penanaman Modal".

Di Kabupaten Kolaka wadah atau lembaga pemerintah yang

secara fungsional saat ini terkait dengan agribisnis kakao adalah Dinas

Perkebunan dan Kehutanan, Dinas Koperindag dan Penanaman Modal,

BIPP dan Kimpraswil. Sedangkan lembaga BUMN yang terkait dengan

agribisnis kakao adalah perbankan (Bank) dan lembaga swasta adalah

Kadin. Sampai saat ini belum ada lembaga yang ditunjuk oleh

Pemerintah Daerah sebagai lembaga yang berwewenang dan


92

bertanggung jawab mengkoordinir pelaksanaan agribisnis kakao.

Dengan kondisi tersebut di atas, maka jalannya koordinasi

perencanaan agribisnis kakao berjalan tidak efektif, karena masing-

masing lembaga-lembaga yang terkait baik pemerintah maupun swasta

membuat rencana program dan rencana kegiatan sendiri-sendiri. Tidak

pernah dilakukan rapat koordinasi untuk merumuskan rencana program

dan kegiatan secara bersama-sama untuk menghasilkan rencana

program dan kegiatan yang terpadu.

Olehnya itu Pemerintah Kabupaten Kolaka hendaknya

menetapkan melalui Surat Keputusan Bupati lembaga/instansi yang

secara fungsional berwenang dan bertanggung jawab terhadap

pengembangan agribisnis kakao. Jadi tidak perlu membentuk badan baru

untuk menangani masalah agribisnis kakao, agar tidak membebani

keuangan Pemerintah Daerah dan juga untuk menghindari terjadinya

tumpang tindih wewenang dan tanggung jawab untuk mengkoordinir

jalannya kegiatan agribisnis kakao. lnstansi yang ditunjuk untuk

mengkoordinir tersebut bisa Dinas Perkebunan dan Kehutanan, ataukah

Dinas Koperindag dan Penanaman Modal.

8. Sistem administrasi satu atap

Sistem administrasi satu atap adalah sistem yang dibentuk untuk

memperlancar dan mempercepat pelayanan kepentingan masyarakat

yang kegiatannya diselenggarakan dalam satu gedung (satu atap).

Hasil wawancara dengan Kepala Dinas Perikanan (Mantan Ketua


93

Bappeda) tentang keberadaan sistem administrasi satu atap

mengemukakan sebagai berikut:

"Pemerintah Kabupaten Kolaka tidak menerapkan


pelayanan sistem administrasi satu atap pada kegiatan
usaha agribisnis kakao, dengan alasan bahwa jumlah
masyarakat yang mengurus administrasi usaha bidang
agribisnis kakao tidak terlalu banyak, tinggal disini
bagaimana masing-masing instansi terkait memberikan
pelayanan penyelesaian administrasi dengan cepat jika
semua persyaratan administrasinya telah Jengkap dimiliki
oleh masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu juga
jarak antara antara instansi terkait yang menangani
kegiatan agribisnis kakao hanya bersebelahan".

Untuk pengurusan administrasi/izin yang berkaitan dengan

kegiatan atau usaha pada bidang agribisnis kakao pada instansi-instansi

terkait Jancar, karena jarak antara satu instansi dengan instansi yang

terkait bidang agribisnis sangat dekat , bisa ditempuh dengan berjalan

kaki, bahkan pada umumnya jaraknya bersebelahan. Dekatnya jarak

tersebut sehingga memungkinkan instansi yang terkait untuk melakukan

koordinasi gun a mempercepat dan memperlancar pelayanan

kepentingan masyarakat.

Jadi yang menjadi persoalan untuk memperlancar dan

mempercepat pelayanan kepentingan masyarakat adalah komitmen dari

para staf untuk mau melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung

jawab, dan sejauh mana pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki

oleh para staf instansi yang bersangkutan. Dengan kondisi lokasi instansi

terkait yang sangat dekat, maka kebcradaan badan untuk menangani I

mengelola program pengembangan agribisnis kakao belum diperlukan.

Dari keseluruhan uraian tentang keberadaan sarana koordinasi


94

dan keterlibatan instansi terkait dalam perumusannya tersebut di atas,

maka secara ringkas dapat digambar pada tabel 10.

Tabel 10. Keberadaan sarana koordinasi dan keterlibatan instansi terkait


daIam perumusannya d.I Ka bupa ten Koa
I ka
No. Sarana Koordinasi Keberadaannya Keterlibatan lnstansi
Terkait
1. Kebijaksanaan Ada Seluruh instansi
terkait terlibat dalam
perumusannya

2. Rencana Program Ada Seluruh instansi


terkait terlibat dalam
perumusannya

3. Rencana Kegiatan Ada Masing-masing


instansi
merumuskan. Tidak
dikoordinasikan.

4. Prosedur dan Tata Kerja Tidak ada -


(Juklak)

5. Rapat Tidak ada -

6. Surat keputusan Tidak ada -


bersama
Tidak ada
7. Tim Koordinasi -
Tidak ada
8. Bad an -
Tidak ada
9. Sistem Administrasi satu
atap
Sumber : Data pnmer d1olah Juli 2004

Tabel tersebut di atas memperlihatkan bahwa dari 8 sarana

koordinasi, hanya 2 (dua) yang telah dirumuskan oleh instansi terkait

yaitu kebijaksanaan dan rencana program. Sedangkan rencana kegiatan


95

juga telah ada namun dalam perumusannya hanya dilakukan oleh

masing-masing instansi.

C. Kinerja Agribisnis Kakao

Untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan agribisnis kakao ini

berjalan maka telah diadakan penelitian dilapangan dengan mengadakan

wawancara mendalam dengan para petani pada 5 kecamatan, 7 desa

dan 12 informan dengan fokus pertanyaan pada sub sistem produksi,

pengolahan dan pemasaran serta sub sistem penunjang . Disamping itu

juga peneliti mengumpulkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan

hal-hal yang akan diteliti pada instansi-instansi terkait. Selanjutnya hasil

peneltian tersebut dideskripsikan sebagaimana diuraiakan di bawah ini.

1. Sub Sistem Produksi

Tanaman kakao di Kabupaten Kolaka dikenal dan diusahakan

pertamakali sebagai tanaman rakyat di Kabupaten Kolaka bagian Utara

yaitu di Kecamatan Pakue dan Lasusua sekitar tahun 1960, dengan

sumber bibit berasal dari Negara Malaysia. Namun pengembangan

tanaman kakao oleh masyarakat berkembang pesat pada tahun 1982

dengan luas baru mencapai 5.197 Ha. Dengan adanya kebijaksanaan

Pemerintah Propinsi Sulawesi Tenggara tentang strategi Gerakan Desa

Makmur Merata (Gersamata) dimana penekanannya adalah

pengembangan sektor pertanian di wilayah pedesaan. Dan salah satu

komoditas pertanian yang cocok dikembangkan dan mendapat respon


96

yang cukup luas dikalangan masyarakat pedesaan adalah tanaman

kakao.

Pengembangan tanaman kakao di Kabupaten Kolaka hingga

tahun 2003 menunjukkan peningkatan yang cukup besar, baik luas tanam

maupun jumlah produksi. Untuk lebih mengetahui luas areal, produksi

dan produktivitas kakao perkecamatan di Kabupaten Kolaka pada tahun

2003, maka dapat dilihat pada Tabel11.

Tabel 11. Luas areal , produksi dan produktivitas kakao di Kabupaten


Kolaka pada tahun 2003.
Luas Areal Produksi Produktivitas Jumlah
No Kecamatan (Ha) (Ton) (KQ I Ha) Petani (KK)
1 2 3 4 5 6
1. Batu Putih 6.683,50 5.291,35 1.410 3.233
2. Pakue 7.829,50 9.508,37 1.361 3.713
3. Ngapa 8.411,00 11.771,94 1.439 3.736
4. Lasusua 3.452,00 2.477,41 1.120 2.008
5. Rante Angin 3.320,00 2.453,35 912 2.312
6. Kodeoha 4.760,00 7.195,71 1.662 2.781
7. Wolo 3.485,00 3.545,55 1.303 2.390
8. Samaturu 3.433,00 4.540,19 1.417 1.508
9. Latambaga 439,00 439,00 1.170 414
10. Kolaka 352,10 299,15 996 386
11. Wundulako 652,57 408,74 678 844
'
12. Baula 382,45 208,36 626 545
13. Pomalaa 153,75 125,36 1.013 196
14. Tanggetada 713,00 193,13 624 956
15. Watubangga 5.616,88 2.765,26 945 3.776
16. Mowewe 1462,25 1.347,27 1.093 743
17. Uluwoi 1.432,00 1.033,42 866 644
18. Tirawuta 4.040.,25 3.185,58 1.103 3.765
19. Ladongi 15.336 9.400,45 863 4.845
20. Lambandia 18.766 14.917,97 948 3.631

Jumlah
---
90.730125 _!3_1_:_1_9_? ,46 ---
1.142 37,994
Sumber: Statistik Perkebunan Kab. KolakaTahun 2003

lnformasi yang didapat dari hasil wawancara dengan petani

kakao, bahwasanya lahan yang dimiliki oleh petani bervariasi luasnya,


97

ada yang 0,5 Ha sebanyak 1 orang, 1 Ha sebanyak 3 orang , 2 Ha

sebanyak 2 orang, 2,5 Ha, 3 ha, 5 Ha, 8 ha dan 15 Ha masing-masing

sebanyak 1 orang. Sedangkan menurut data dari Dinas Perkebunan dan

Kehutanan Kabupaten Kolaka bahwasanya rata-rata luas lahan petani

kakao 1,82 Ha/kk.

Adapun umur tanaman kakao petani mulai dari yang berumur 4

tahun sampai dengan 20 tahun, namun pada umumnya umur tanc1man di

atas 15 tahun. Tanaman yang berumur 4 sampai 7 pada umumnya

adalah tanaman hasil peremajaan.

Tanaman yang berumur lebih 10 tahun sumber bib it umumnya

berasal dari bibit lokal (Kolaka Utara). Sedangkan tanaman kakao yang

berumur 10 tahun ke bawah, sumber bib it pad a umumnya berasal dari

bib it hibrida (Jember).

Tanaman kakao yang sumber bibitnya berasal dari Hibrida Uember)

mampu menghasilkan buah hampir terus menerus dalam satu tahun,

sedangkan tanaman kakao yang sumber bibitnya lokal berbuah hanya 2

(dua) kali setahun. Walaupun hampir berbuah terus menerus namun,

ada waktunya panen besar.

Hasil wawancara dengan H. Sellang (Petani Ds. Gunung Jaya),

sebagai berikut :

" Bibit hibrida mempunyai kelebihan dari dari bibit lokal yaitu
bibit hibrida berbuah terus menerus, tetapi mempunyai
waktu panen puncak yaitu pada bulan April, Mei dan Juni,.
Sedangkan bibit lokal berbuah hanya 2 kali setahun yaitu
pada bulan antara April dan Mei, dan antara September
dan Oktober,dan sangat tergantung kepada cuaca".
98

Sedangkan menurut Abd. Rauf (Petani Ds. Ponrewaru) pada

saat diwawancarai:

"Bibit lokal tanpa dipupuk bisa menghasilkan banyak buah


dan tahan terhadap hama PBK, Sedangkan Hibrida sangat
tergantung kepada pemupukan jika ingin berbuah banyak,
dan tingkat ketahanannya terhadap hama PBK rendah. Bibit
hibrida jika diserang PBK maka satu pohon bisa buahnya
rusak dan buah yang diserang isinya juga rusak semua".

Menurut data dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan bahwa

panen puncak tanaman kakao yaitu pada bulan April, Mei dan juni setiap

tahun. Untuk detailnya dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Distribusi panen sepanjang tahun pada sentra produksi kakao
di Kabupaten Kolaka

Waktu Panen (Bulan)


No Kecamatan
Besar Sedang Kecil Kosong

1. Ladongi 4-5-6 9-10 3-7-8 11-12-1-2


2. Pakue/Lasusua 4-5-6 7-8-11-12 3 -9 -10 1- 2
3. Wolo 4-5-6 7 -8 -9 -10 11- 12 1 - 2- 3
4. Watubangga 4-5-6 3 7-8-11 9-10-1-2
5. Mowewe 4-5-6 7-8-9 3-10-11 12-1-2
Sumber: Stat1stik Perkebunan Kab. Kolaka Tahun 2003

Data statistik Dinas Perkebunan dan Kehutanan menunjukkan

bahwa dari tahun 2001 sampai dengan 2003 luas lahan kakao di

Kabupaten Kolaka mengalami peningkatan, demikian pula produksi

dan produktivitasnya. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel. 13.

Dari tabel 1.3 tersebut di bawah terlihat bahwa peningkatan

produksi kakao disamping disebabkan karena luas lahan yang bertambah

juga karena terjadinya peningkatan produktivitas perhektarnya. Walaupun

terjadi peningkatan produktivitas, namun peningkatannya itu masih jauh


99

dari produktivitas optimal yang dapat dihasilkan oleh tanaman kakao. Dari

teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli bahwa produktivitas yang

dapat dicapai oleh tanaman kakao adalah 2500 Kg/Ha.

Tabel 13. Rekapitulasi luas lahan, produksi, dan produktivitas kakao


di Kabupaten Kolaka tahun 2001 -2003
No. Tahun Luas lahan Produksi Produktivitas
(Ha) (Ton) iK_g/Ha)
1. 2001 74.834 63.595 1.057

2. 2002 81.709 74.614 1.129

3. 2003 90.730 81.107 1.142


Sumber: Statistik Perkebunan Kab. Kolaka Tahun 2003

Dari tabel 13 tersebut di atas terlihat bahwa peningkatan produksi

kakao disamping disebabkan karena luas lahan yang bertambah juga

karena terjadinya peningkatan produktivitas perhektarnya. Walaupun

terjadi peningkatan produktivitas, namun peningkatannya itu masih jauh

dari produktivitas optimal yang dapat dihasilkan oleh tanaman kakao. Dari

teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli bahwa produktivitas yang

dapat dicapai oleh tanaman kakao adalah 2500 Kg/Ha.

Untuk meningkatkan produktivitas kakao sampai mencapai

optimal tidaklah muda, oleh karena pada umumnya tanaman kakao yang

dimiliki oleh petani sudah berumur diatas 15 tahun. Dimana tanaman

kakao puncak produksinya berumur 14 tahun, lewat dari itu maka

produksinya akan cenderung menurun.

Selanjutnya petani kakao yang mempunyai lahan seluas 0,5

sampai dengan 3 Ha tidak dapat melakukan pemupukan sesuai yang

direkomendasikan baik takarannya, jenis pupuk yang diberikan maupun


100

dari jumlah berapa kali diberikan dalam setahun.

Tidak dilakukannya pemupukan sesuai yang direkomendasikan

tersebut disebabkan karena petani tidak punya modal untuk membeli

pupuk dalam jumlah sesuai yang direkomendasikan dengan alasan

harga pupuk terlalu mahal. Petani dalam mendapatkan pupuk ada yang

membeli dengan modal sendiri dan ada pula yang dibantu pupuk oleh

pedagang pengumpul dengan perjanjian hasil kakaonya dijual kepada

pedagang pengumpul tersebut.

Petani yang kurang modal ini kadangkala semakin sulit

melakukan pemupukan karena sangat sukar mendapatkan pupuk

dilapangan, jika ada pupuk yang dijual harganya semakin tinggi. Dalam

kondisi pupuk sangat sukar ditemukan, maka para tengkulak kadangkala

memamfaatkan keadaan dengan bersedia meminjamkan pupuk tetapi

dengan harga yang cukup mahal.

Sedangkan petani yang mempunyai lahan lebih dari 5 Ha pada

umumnya mempunyai modal, sehingga mampu memupuk sesuai yang

direkomendasikan. Petani ini langsung membeli pupuk di Kolaka pada

saat menjual kakaonya, karena harganya lebih murah dibandingkan jika

membeli pupuk di Kecamatan atau di desanya.

Di Kabupaten Kolaka hampir seluruh kecamatannya diserang

hama PBK dan busuk buah. Berbagai upaya telah dan sedang berjalan

untuk mengendalikan hama ini, sepeti penyuluhan dan sekolah lapang

yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh swasta. Upaya yang

sementara masih berjalan adalah sekolah Japang pengendal)an hama


101

PBK yang dilaksanakan oleh ACDI I VOCA, yaitu sebuah LSM yang

berpusat di Amerika Serikat. Teori yang ingin diterapkan untuk

mengendalikan hama PBK melalui sekolah lapang ini adalah PSSP

(Panen sering, Sanitasi, Pemangkasan dan Pemupukan). Hasil

wawancara dengan Kadir (Mantri Perkebunan Kecamatan Wolo)

mengemukakan bahwa :

"Sekolah lapang pengendalian hama PBK (SL-PBK) yang


dilaksanakan oleh ACDINOCA yaitu sebuah LSM yang
berpusat di Amerika Serikat berlangsung sejak tahun
2000 sampai sekarang. Sekolah lapang yang
dilaksanakan sudah 7 (tujuh) angkatan,dimana setiap
angkatan terdiri dari 50 orang. Setiap angkatan dibagi 2
kelas, dimana setiap kelas terdiri dari 25 orang . Setelah
selesai Sekolah Lapang maka dibentuk Kelompok Kerja
dengan jumlah anggota 5 - 6 orang. Kelompok ini
selanjutnya membuat "RTL (Rencana Tindak Lanjut) yang
akan dilaksanakan/dipraktekkan dilapangan.Teori yang
ingin dipraktekkan dilapangan adalah PSSP (Panen
sering, Sanitasi, Pemangkasan, dan Pemupukan)".

Sekolah lapang ini telah memberi pengetahuan kepada

masyarakat cara pengendalian hama PBK secara berkelompok. Namun

selang beberapa lama setelah pelatihan tersebut, Kelompok kerja yang

sudah dibentuk anggotanya tidak aktif lagi. Alasan pembubaran kelompok

ini antara lain karena masing-masing anggota sibuk dengan

kepentingannya, juga karena luas lahan masing-masing anggota

berbeda-beda sehingga petani yang merasa luas lahannya kecil agak

berat untuk mengurus lahan anggota yang lebih luas. Juga pada

umumnya petani nanti mau berkelompok jika ada bantuan dari

pemerintah atau kebutuhannya dapat terpenuhi dengan masuknya

dikelompok tersebut.
102

Walaupun petani sudah memahami tentang cara pengendalian

hama PBK dengan menggunakan metode PSSP tersebut , namun para

petani yang tergolong kurang modal, dalam pengendalian hama PBK

dilakukan dengan cara penyemprotan dengan menggunakan bahan kimia

dari berbagai merek yang ada dipasaran.

Berbagai alasan yang dikemukakan oleh para petani mengapa

tidak melakukan dengan metode PSSP. Dari hasil wawancara dengan

salah seorang petani yang bernama Mansyur (Petani Ds. Ponrewaru)

mengemukakan :

"Kebanyakan petani tidak melakukan PSSK untuk


megendalikan hama PBK dengan alasan tidak sanggup
melakukan sanitasi karena memerlukan waktu, dan tenaga
yang besar , tidak ada modal mempekerjakan orang
melakukan sanitasi dan pembelian pupuk sesuai yang
direkomendasikan dan juga walaupun sudah dilakukan
PSSP namun masih saja ada sebagian tanaman yang
diserang hama. Satu-satunya yang dilakukan petani yang
ada pada PSSP adalah melakukan pemangkasan pada saat
selesai pan en".

Petani yang mempunyai lahan yang cukup luas (mempunyai

modal) dalam pengendalian hama PBK menggunakan metode PSSP dan

juga melakukan penyemprotan dengan menggunakan bahan kimia.

Mereka mempekerjakan antara 5 sampai 15 orang tergantung luas lahan

yang dimiliki yang diberi upah antara Rp. 20.000,- dan Rp. 25.000,- per

hari. Lamanya tenaga kerja ini bekerja tergantung kondisi lapangan.

Namun ada pula petani (H.Sellang) yang mempekerjakan orang dengan

upah berdasarkan bagi hasil penjualan kakao, dimana petani

mendapatkan bagian 80 % sedangkan pekerja 20 %. Sarana produksi


103

dan sarana pengolahan kakao ditanggung oleh petani, sedangkan

kegiatan usaha tani dan pengolahannya dilakukan oleh pekerja.

Pengendalian hama PBK melalui penyemprotan dengan bahan

kimia terpaksa dilakukan oleh petani karena jika tidak dilakukan hal

tersebut, maka hasil panen yang rusak bisa mencapai 60 %, bahkan ada

yang lebih.

2. Sub sistem Pengolahan

Pengolahan hasil merupakan komponen kedua dalam kegiatan

agribisnis setelah komponen produksi . Banyak pula dijumpai petani

yang tidak melaksanakan pengolahan hasil yang disebabkan oleh

berbagai alasan. Padahal disadari bahwa kegiatan pengolahan hasil ini

dianggap penting (Soekartawi : 89) karena pertimbangan diantaranya

sebagai berikut : (1) Meningkatkan nilai tambah; (2) Meningkatkan

kualitas hasil; (3) Meningkatkan penyerapan tenaga kerja;

(4) Meningkatkan keterampilan produsen; dan (5) Meningkatkan

pendapatan Petani.

Salah satu kegiatan pengolahan hasil komoditi kakao untuk

meningkatkan kualitas sehingga nilai tambahnya meningkat adalah

kegiatan fermentasi. Dari wawancara dengan 11 (sebelas) orang petani

tentang kegiatan pengolahan hasil kakao, diperoleh keterangan bahwa

pada umumnya petani (sebanyak 8 orang) yang tergolong mempunyai

lahan yang sempit (kurang modal) tidak ada keinginan untuk melakukan

fermentasi sebelum menjual kakaonya. Bahkan mereka sudah menjual

kakaonya dalam kondisi baru dijemur 1 (satu) hari.


104

Beberapa alasan para petani tidak melakukan fermentasi sebelum

menjual kakaonya adalah : (1 ). Membutuhkan uang kontan dengan

segera untuk keperluan yang mendesak; (2) Tenaga dan waktu yang

dikeluarkan dalam melakukan fermentasi tidak sebanding dengan nilai

tambah yang akan dihasilkan. Perbedaan harga antara kakao

difermentasi dengan kakao asalan adalah sebesar Rp. 500; dan (3) para

pedagang pengumpul mau membeli walaupun tanpa fermentasi.

Dengan adanya kebutuhan uang kontan dengan segera untuk

berbagai keperluan yang mendesak tersebut, maka setiap hasil panen

yang diperoleh petani langsung dijual kepada pedagang pengumpul yng

datang membeli atau langsung kepada pedagang penadah di desa atau

di kecamatan. Petani tidak punya kemauan untuk mengumpulkan hasil

panen dalam jumlah yang besar kemudian dilakukan fermentasi sehingga

mempunyai nilai tambah.

Sedangkan petani yang mempunyai lahan yang cukup luas

(memiliki modal) hasil panen tersebut dikumpul terlebih dahulu lalu

dilakukan fermentasi antara 3 sampai 4 malam lalu dijemur di atas para-

para selama 5 hari untuk mendapatkan kadar air 7 %. Kegiatan

fermentasi dilakukan karena mereka tidak terdesak uang kontan untuk

kebutuhan sehari-hari dan juga mereka mampu mempekerjakan

beberapa orang untuk melakukannya .

Di Kabupaten Kolaka industri pengolahan biji kakao menjadi

bubuk atau pasta kakao, baik skala besar, skala menengah maupun

skala rumah tangga belum ada. Padahal berbagai upaya telah dilakukan
105

untuk mendatangkan investor yang berminat mendirikan industri

pengofahan kakao. Hasil wawancara dengan Kadis Perikanan (Mantan

Ketua Bappeda) tentang upaya-upaya yang telah dilakukan Pemerintah

Daerah untuk mendatangkan investor adalah sebagai berikut :

"Pemerintah Daerah telah berusaha mendatangkan


investor dengan melakukan berbagai upaya-upaya
diantaranya mengadakan acara pertemuan dengan para
pengusaha di Jakarta bekerjasama dengan Pemerintah
Propinsi Sulawesi Tenggara dan senantiasa mengikuti
expo di Jakarta guna mempromosikan potensi Sumber
daya alam yang bisa dikefola oleh para pengusaha
termasuk potensi kakao dan juga tefah mengeluarkan
kebijaksanaan untuk kemudahan berusaha di Kabupaten
Kofaka. Sudah beberapa investor yang pernah berkunjung
ke Kolaka untuk melihat langsung kondisi fapangan,
namun tidak pernah terealisasi".

Dari hasil wawancara dengan Beni (Kepala Operasionaf PT. Mega

Graha Sultra), pedagang ekspor kakao ke fuar negeri, mengemukakan

bahwa:

"Yang menjadi kendala untuk dibangunnya industri


pengolahan kakao di Kabupaten Kofaka adafah kapasitas
fistrik yang masih terbatas, pelabuhan samudra yang
memiliki kapasitasnya gudang yang sangat terbatas dan
belum tersedianya sarana peti kemas, dan apakah
terjamin persediaan bahan baku dafam jumfah yang
dibutuhkan dan terus menerus".

Kendala terbatasnya kapasitas listriik, pefabuhan samudra

dengan kapasitas gudang yang terbatas dan belum tersedianya sarana

peti kemas, bisa saja ditangani oleh pemerintah Daerah maupun Pusat,

narnun untuk menjamin tersedianya bahan baku dafam jumlah

dibutuhkan dan terus menerus belum bisa dipastikan, oleh karena kakao

berasaf dari perkebunan rakyat. Masyarakat tidak bisa dipaksa untuk


106

menyediakan bahan baku sesuai dengan kebutuhan pabrik dan juga tidak

bisa dipaksa menjual kakaonya pada pabrik pengolahan tersebut.

Persediaan bahan baku bisa dijamin jika model perkebunan

adalah perkebunan inti rakyat, dimana perkebunan inti dimiliki oleh

perusahaan dan perkebunan plasma dimiliki oleh masyarakat. Untuk

menjamin agar masyarakat mau menjual kakaonya pada perusahaan

tersebut maka perlu diwujutkan kerjasama yang saling menguntungkan

antara perusahaan dengan masyarakat, yaitu perusahaan membantu

me:mijamkan pupuk yang akan dibayar setelah panen, membantu dalam

bentuk pembinaan teknis dan membeli kakao masyarakat dengan harga

yang berlaku dipasaran.

Kendala lainnya untuk membangun pabrik pengolahan kakao

adalah letak geografis Kabupaten Kolaka yang bertetangga dengan

Propinsi Sulawesi Selatan yang juga merupakan daerah penghasil kakao.

Dari segi sarana dan prasarana pada segala sektor yang dimiliki,

Kabupaten Kolaka sangat jauh ketinggalan dari Propinsi Sulawesi

Selatan. Faktor inilah yang membuat para investor sekarang ini lebih

cenderung untuk membuka pabrik pengolahan kakao di Sulawesi

Selatan. Disamping itu bahan baku akan lebih terjamin ketersediaannya

karena disamping bersumber dari Sulawesi Selatan sendiri, juga datang

dari daerah lainnya terutama dari Kabupaten Kolaka.

3. Sub Sistem Pemasaran

Aspek pemasaran memang disadari merupakan aspek yang

penting. Bila mekanisme pemasaran berjalan dengan baik, maka semua


107

pihak yang terlibat akan diuntungkan. Dari hasil wawancara dengan

dengan beberapa informan diketahui bahwa pemasaran hasil kakao

petani tidak ada yang mengalami hambatan.

Secara keseluruhan petani memasarkan kakaonya kepada

pedagang masih dalam bentuk biji kakao, ada yang difermentasi dan ada

pula yang tidak difermentasi, dengan tingkat kekeringan yang berbeda-

beda. Ada yang baru dijemur satu hari, dua hari dan seterusnya sampai

lima hari dengan tingkat kadar air 7 %. Dengan adanya perbedaan

kualitas tersebut pada saat dipasarkan maka nilai jual kakao yang

diterima petani juga akan berbeda-beda.

Untuk mengetahui mekanisme pemasaran kakao di kabupaten

Kolaka saat ini dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar tersebut

memperlihatkan bahwa ada petani yang menjual kakaonya kepada

pedagang pengumpul, ada yang langsung kepada pedagang penadah,

serta ada pula yang langsung ke pedagang ekspor.

Pedagang
Pengumpul
.-

Pedagang
Ekspor

Gambar 2. Mekanisme pemasaran kakao di Kabupaten Kolaka


108

Mekanisme pemasaran kakao tersebut di atas, berdasarkan hasil

wawancara dengan Kepala Tata Usaha Dinas Koperindag dan

Penanaman modal tentang kemana petani menjual kakaonya, dengan

penjelasan sebagai berikut :

"Para petani ada yang menjual kakaonya ke pedagang


pengumpul, adapula ke pedagang penadah, dan ada pula
yang langsung ke pedagang ekspor. Pedagang pengumpul
adalah pedagang dengan berkendaraan roda dua atau
roda empat berkeliling ke desa-desa langsung datang ke
petani membeli kakao. Pedagang tersebut merupakan
pekerja I suruhan dari pedagang penadah. Sedangkan
pedagang penadah adalah pedagang yang berdiam
dirumah menunggu petani datang menjual kakaonya atau
menunggu hasil yang diperoleh pedagang pengumpul.
Adapun pedagang ekspor adalah pedagang yang membeli
kakao dari petani atau pedagang penadah. Setelah kakao
kualitasnya diperbaiki terutama kadar airnya, lalu
diekspor keluar negeri".

Para petani menjual kakaonya kepada para pedagang

penadah ataupun pedagang pengumpul , ada yang sudah kering (kadar

air 7 %) dan ada pula belum kering Uemuran 1 hari). Perbedaan harga

antara kakao yang berkualitas baik dengan yang kurang baik (termasuk

yang difermentasi dengan yang tidak difermentasi) antara Rp. 300,-

sampai Rp. 500,- . Petani yang menjual kakao dalam keadaan belum

kering betul, pada umumnya adalah petani yang mempunyai lahan

sempit (kurang modal) karena terdesak dana kontan untuk berbagai

kebutuhan sehari-hari yang mendesak.

Sedangkan petani yang mempunyai lahan yang luas (punya

modal) kakaonya dijemur sampai kadar air 7 %. Mereka menjual

langsung ke pedagang penadah dengan kendaraan pribadi atau disewa,

baik yang ada di desa kecamatan maupun yang ada di ibu kota
109

ke pedagang ekspor yang ada di ibu kota kabupaten. Sebelum

memutuskan tempat menjual kakao tersebut, petani yang bermodal

terlebih dahulu mencek harga lewat alat komunikasi, terutama telepon ke

beberapa pedagang.

Kakao yang telah dibeli oleh para pedagang penadah dari petani,

sebelum dijual ke padagang ekspor di Kolaka maupun di Makassar,

maka terlebih dahulu dikeringkan hingga kadar air mencapai 7 %.

Keuntungannya yang bisa didapatkan oleh pedagang penadah jika

menjual kakao di Kolaka sebesar Rp.500 I Kg, sedangkan di Makassar

keuntungannya Rp.1 000 I Kg. Umumnya pedagang penadah yang

menjual ke Makassar karena memiliki kendaraan roda empat

pengangkut kakao. Dimana apabila kembali ke Kolaka kendaraan

tersebut mengangkut barang-barang dagangan yang dijual di Kolaka.

Hasil wawancara dengan H. Hamid (Pedagang penadah Ds. Gunung

Jaya Kec. Ladongi) mengatakan :

"Dari dulu saya menjual kakao di Makassar, karena ada


mobil truk saya yang mengangkut kakao. Jika pulang saya
membawa barang dagangan berbagai macam untuk dijual
disini".

Sedangkan hasil wawancara dengan H. Daile ( pedagang

penadah di Kota Kolaka) mengatakan:

"Walaupun keuntungan yang diperoleh Rp. 1000/Kg jika


menjual kakao di Makassar, namun kami tetap menjual ke
pedagang ekspor di Kolaka walaupun keuntungannya
hanya Rp. 500,-IKg, karena jika menjual di Makassar biaya
pengangkutan Kakao keseluruhannya sebesar Rp. 3 Juta,
dengan rincian pengeluaran : ongkos angkut kakao Rp.
2.850.000, gaji sopir dan karne masing-masing Rp. 1oo.ooo
dan Rp. 50.000".
110

Untuk mencegah kerugian yang akan dialami oleh pedagang

penadah akibat seringnya fluktuasi harga, maka sebelum membeli kakao

dari petani, pedagang penadah terlebih dahulu mengadakan perjanjian

pembelian kontrak dengan pedagang ekspor, yang isinya tentang berapa

banyak kakao yang siap dibeli dan dengan harga berapa oleh pedagang

ekspor. Sehingga jika terjadi penurunan harga, maka pedagang ekspor

tetap membeli kakao dengan harga sesuai dengan perjanjian. Syarat

banyaknya kakao yang dijual oleh pedagang penadah ke pedagang

ekspor yang bisa dibuatkan surat perjanjian pembelian kontrak adalah

minimal1 (satu) ton.

Dengan banyaknya pedagang kakao yang ada sekarang, maka

menimbulkan persaingan harga diantara pedagang tersebut, mereka

berupaya menawarkan harga kakao yang tertinggi kepada petani,

agar petani mau menjual kakaonya kepada pedagang tersebut.

Persaingan tersebut semakin terlihat dengan adanya 2 (dua) pengusaha

pedagang eksporkakao.

Posisi petani dalam jual beli kakao selalu berada dalam posisi

yang dirugikan , hal tersebut dapat dilihat pada saat terjadinya fluktuasi

harga. Jika harga turun bisa sarppai Rp. 1000,-, namun jika harga naik

kembali, kenaikannya hanya Rp. 200,- Demikian pula pada saat petani

atau pedagang penadah menjual kakao pada pedagang ekspor di atas 1

(satu) ton, maka dengan alasan kualitas yang kurang baik, dikenakan

pengurangan berat timbangan sebesar 21 kg. Seperti yang diungkapkan

oleh H. Nyono ( Petani Ds. Tandebura) pada saat wawancara:


111

"jika kakao pergi dijual ke pedagang ekspor diatas 1 (satu)


ton maka ada potongan berat timbangan yang dilakukan
dengan alasan kualitas yang kurang baik, seperti potongan
upah menimbang sebanyak 0,5 Kg, potongan karena kadar
air yang lebih 7 % sebanyak 7,5 Kg, potongan karena biji
kurang besar sebanyak 5 Kg, potongan karena adanya
ampas sebanyak 9 Kg".

Posisi yang lemah ini terlihat pula pada petani yang mempunyai

lahan yang sempit (kurang modal), dimana mereka pada umumnya

mengetahui harga kakao dipasaran dari pedagang pengumpul atau dari

sesama petani, mereka tidak mengetahui berapa sesungguhnya harga

kakao yang berlaku dipasaran, baik lokal maupun internasional.

Seharusnya mereka mendapatkan informasi harga itu dari lembaga yang

terkait bidang perdagangan, apakah itu dari pemerintah ataupun juga dari

pihak swasta.

Kompetisi pasar yang sempurna yang tidak bekerja semestinya,

membuat posisi petani sering dirugikan. Terlebih jika petani tidak

mempunyai kekuatan untuk menawar harga jual kakao, maka akan terjadi

suatu transaksi jual-beli yang menguntungkan pedagang. Lemahnya

informasi pasar dan lemahnya memamfaatkan peluang pasar, juga

sebagai penyebab mengapa petani sering berada pada posisi yang

dirugikan. Karena itulah, maka aspek produksi, pengolahan dan

pemasaran serta kegiatan lainnya yang terlibat dalam konsep agribisnis

adalah penting sekali dimengerti oleh petani.

4. Sub Sistem Penunjang

Sub sistem ini diharapkan dapat menunjang sub sistim produksi,

sub sistem pengolahan dan sub sistem pemasaran, sehingga terwujud


112

sistim agribisnis yang menguntungkan seluruh pelaku yang terlibat

didalamnya. Hal-hal yang masuk kedalam sub sistem ini adalah

dukungan kebijakan pemerintah baik pusat maupun pemerintah daerah,

pendidikan, pelatihan dan penyuluhan, perkreditan, dan sarana dan

prasarana memadai.

Didalam mengembangkan agribisnis kakao, diharapkan petani

mampu untuk mengusahakan sendiri produksi , mengolah hasilnya dan

sekaligus memasarkannya pada kondisi harga yang menguntungkan.

Oleh karena itu diperlukan kebijaksanaan dan upaya-upaya yang kongkrit

dari pemerintah Kabupaten Kolaka yang memihak kepada para petani,

agar mampu meningkatkan daya kompetisi untuk meningkatkan

produktivitas kakaonya.

Untuk mewujudkan pengembangan agribisnis secara umum dan

khususnya agribisnis kakao, Pemerintah Daerah telah membuat

beberapa kebijaksanaan yang tertuang dalam Rencana Strategi

(Renstra) Kabupaten Kolaka , yang intinya antara lain :(1) Peningkatan

pengetahuan dan keterampilan petani; (2) pengembangan sarana dan

prasarana; (3) Penguatan kelembagaan petani; (4) Pengembangan

kemitraan antara petani, pemerintah, swasta dan masyarakat.

Namun kebijaksanaan yang telah dibuat tersebut , pada tahap

operasionalnya, masing-masing instansi terkait menjalankannya dengan

sendiri-sendiri, seperti antara lain pada pembuatan rencana kegiatan

jangka menengah maupun tahunan.

Untuk melibatkan petani kakao dalam setiap kegiatan yang


113

terkait dengan pengembangan agribisnis Kakao, termasuk penyusunan

rencana kegiatan maka perlu dibentuk Asosiasi Petani Kakao.

Pengurusnya berasal dari petani kakao yang mempunyai pengetahuan

dan keterampilan serta wawasan yang luas , dan mempunyai komitmen

untuk memajukan asosiasi dan kesejahteraan petani kakao.

Dari hasil wawancara dengan pihak kadin, pedagang dan petani

mereka mengungkapkan bahwa mereka tidak pernah dilibatkan dalam

kegiatan-kegiatan yang melibatkan seluruh stakeholder. Maksud dari

pada keterlibatan petani, pedagang dan pihak Kadin agar dapat diketahui

permasalahan-permasalahan apa yang mereka hadapi, sehingga dapat

dipecahkan melalui kegiatan yang akan direncanakan.

Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, bahwa pada

umumnya petani yang kurang punya modal yang dicirikan dengan

kepemilikan lahan yang terbatas luasnya, akibat karena kebutuhan dana

kontan untuk keperluan hidup yang mendesak maka mereka menjual

kakaonya yang baru dijemur 1(satu) hari, walaupun itu akan mengurangi

penghasilannya jika dibandingkan dengan menjual kakao dalam keadaan

kering (kadar air 7%).

Dengan adanya berbagai permasalahan yang dihadapi oleh

petani yang disebabkan kurangnya modal, maka perlu ada kebijaksanaan

Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat untuk membantu modal usaha

bagi petani dengan mendorong KUD dan perbankan menjalin kerjasama

yang saling yang menguntungkan dengan petani.

Tindakan awal yang harus dilakukan adalah membenahi KUD


114

Tindakan awal yang harus dilakukan adalah membenahi KUD

yang ada untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat dan

perbankan, dengan cara antara lain berupaya agar pegurus KUD adalah

orang yang mempunyai kemampuan manajerial dan komitmen yang

tinggi ingin membantu kehidupan petani. Dilain pihak juga mendorong

Bank untuk mau memberikan kredit lunak kepada KUD yang telah

memenuhi syarat tersebut di atas.

Untuk terciptanya jalinan kerjasama yang sating menguntungkan

antara petani dengan KUD, maka kegiatan usaha KUD tidak hanya

memberikan pinjaman kepada petani, tetapi juga kegiatan usaha

pengolahan dan pemasaran kakao.

Jika kerjasama sudah terjalin antara petani dengan KUD, maka

petani yang telah masuk anggota berhak untuk mendapatkan pinjaman

pupuk dan pestisida dengan harga sesuai dengan harga dipasaran. Dan

kewajiban petani adalah menjual kakaonya kepada KUD baik yang belum

kering maupun yang sudah kering (kadar air 7 %) dengan harga sesuai

yang berlaku dipasaran.

Kakao yang dijual ke KUD dalam keadaan kering syaratnya harus

fermentasi dan dibeli sesuai dengan harga kakao yang difermentasi.

Demikian pula kakao yang dijual petani dalam keadaan basah tetap dibeli

dengan harga kakao fermentasi. Selisih harga antara kakao fermentasi

dengan tidak fermentasi, misalnya Rp. 500 I Kg, selisih itu yang akan

dibagi antara petani dengan KUD yang besarnya masing-masing sesuai

dengan kesepakatan. Pembagian ini sebagai biaya jasa pengolahan


115

baik fermentasi maupun penjemuran yang dilakukan oleh KUD dan bagi

petani sebagai uang jasa karena telah menjual kakaonya kepada KUD.

Untuk pemasaran kakao , KUD tingkat desa harus membangun

jaringan dengan KUD yang mempunyai misi yang sama di tingkat

kecamatan maupun di tingkat kabupaten. Jadi mekanisme pemasaran

kakao sebagai berikut : petani menjual kakao ke KUD tingkat desa, dari

KUD tingkat desa kemudian dijual ke KUD tingkat Kecamatan,

selanjutnya dari KUD tingkat kecamatan dijual ke KUD tingkat kabupaten.

KUD tingkat Kabupaten bisa menjual ke pedagang ekspor di Kolaka,

Makassar, atau langsung dijual ke pembeli di luar negeri. Untuk lebih

jelasnya dapat dlihat pada gambar 2.

Sistem ini sangat dibutuhkan adanya kemampuan pengurus

KUD tingkat kabupaten untuk mendapatkan informasi harga kakao yang

berlaku di pasaran internasional dan mencari pemasaran kakao baik di

dalam negeri maupun diluar negeri. Setiap lnformasi harga kakao yang

berlaku di pasaran internasional diperoleh hendaknya diteruskan

langsung ke para petani, atau melalui asosiasi petani kakao Kabupaten

Kolaka, untuk menjaga kepercayaan petani terhadap KUD.

Model kerja sama pengolahan dan pemasaran antara petani dan

KUD tersebut akan dapat memberikan mamfaat antara lain : (1) Timbul

rasa kepercayaan dan kebersamaan antara petani dengan KUD;

(2) Produktivitas kakao dapat meningkat; (3) Akan menghasilkan kakao

yang berkualitas karena difermentasi; (4) Pendapatan petan1 akan

meningkat.
116

KUD
Kabupaten

Pedagang Ekspor Pembeli


Di Kolaka atau di Di luar Negeri

Gambar 3. Mekanisme pemasaran kakao kerja sama petani dengan


KUD

Petani yang ingin bermitra kerja dengan KUD atau lembaga

perkreditan lainnya, hendaknya membentuk kelompok tani. Pengalaman

memberikan petunjuk, bahwa kelompok tani terbukti berperan dengan

baik sebagai sarana yang menghasilkan kondisi sosial psikologis yang

mendorong tumbuhnya kepekaan, prakarsa, daya kreatif-inovatif,

motivasi, solidaritas, rasa tanggung jawab dan partisipasi dari para

anggotanya untuk menanggapi setiap permasalahan yang muncul dalam

penyelenggaraan usahatani (Abdul Madjid dalam Soekartawi, 2003 :

137). Selanjutnya menurut Noer Soetrisno dalam Soekartawi (2003 : 137)

jika kelompok tani bergerak secara parsial (sendiri-sendiri), maka mereka

hanya berperan baik dalam hal penyerapan teknologi baru, tetapi kurang

mampu memamfaatkan keuntungan-keuntungan ekonomis.


117

Terkait dengan kondisi KUD saat ini, dari hasil wawancara

dengan Kepala Tata Usaha Dinas Koperindag dan Penanaman Modal,

dijelaskan bahwa:

"Saat ini KUD yang ada di desa-desa umumnya masih


kurang berperan aktif membantu usaha para petani. Hal
ini antara lain disebabkan manajemen usaha dari
pengelola/ pengurus yang tidak profesional, pengurus yang
tidak memperhatikan kepentingan petani dan kurangnya
modal usaha yang dimilikinya. Bank sekarang sangat
selektif dalam memberikan kredit/modal usaha kepada
KUD maupun petani oleh karena banyaknya kredit macet
terjadi pada KUD dan petani pada masa-masa lalu hingga
sekarang".

Keberadaan KUD banyak ditentukan oleh kemampuan pengurus

atau manajer dalam mengelola (faktor manajemen), partisipasi anggota,

volume/unit usaha yang ada. Secara manajemen koperasi atau

manajemen usaha koperasi harus mampu menghidupkan sistem

kontribusi insentif, sehingga anggota tertarik untuk berpartisipasi secara

aktif, baik kedudukannya sebagai pemilih maupun pelanggan. Bila hal ini

terjadi maka manajemen koperasi yang berhasil jika ia mampu

merangsang berkembangnya partisipasi anggota.

Selanjutnya, karena partisipasi anggota sangat ditentukan oleh

program/kegiatan yang ditawarkan, maka partisipasi anggota akan

tumbuh dan berkembang berdasarkan kualitas program,

permintaan/kebutuhan para anggota dan kemampuan manajemen.

Demikian pula kondisi kelompok tani, sudah banyak yang tidak

aktif. Kelompok tani yang ada pada umumnya dibentuk pada saat ada

bantuan proyek, bukan atas kesadaran bahwa memang berkelompok

sangat baik dalam kegiatan usaha tani, sehingga setelah proyek


118

berakhir, dimana pembinaan dan pE!ngawasannya tidak dilakukan lagi

maka mereka tidak aktif lagi dalam kelompok.

Peranan penyuluh pertanian sangat strategis dalam

pengembangan agribisnis kakao, khususnya dalam meningkatkan

produktivitas kakao. Dari hasil wawancara dengan Kepala Seksi

Penyuluhan Kantor BIPP, lr. Alex diungkapkan bahwa:

"Jumlah penyuluh perkebunan di Kabupaten Kolaka


sebayak 22 orang, yang tersebar pada 20 kecamatan.
Dengan jumlah penyuluh pertanian yang sangat terbatas,
wilayah kerja yang luas dan banyaknya petani perkebunan
yang ada, menyebabkan tidak mampunya para penyuluh
memberikan kegiatan penyuluhan/pembinaan secara rutin
kepada para petani kakao. Untuk mendukung kelancaran
tugas para penyuluh di lapangan, maka mereka semuanya
telah diberi fasilitas kendaraan roda dua dan senantiasa
diikutkan mengikuti pelatihan-pelatihan agar dapat
mengikuti perkembangan teknologi di bidang pertanian,
khususnya komoditi perkebunan".

Kondisi tingkat pendidikan para penyuluh di Kabupaten Kolaka

pada umumnya hanya berpendidikan terakhir SMA, olehnya itu sangat

penting bagi mereka untuk senantiasa mengikuti perkembangan teknologi

dibidang pertanian, baik melalui pelatihan, pendidikan, dan belajar lewat

membaca maupun media elentronik, agar dapat lebih menguasai I

memahami perkembangan teknologi dibidang pertanian dari pada para

petani.

Dengan pengalaman bertani yang dimiliki petani dan juga

seringnya mengikuti siaran di media elektronik, sehingga tidak heran jika

sekarang kadangkala seorang petani lebih menguasai materi yang

disajikan atau lebih berpengalaman melakukan praktek di lapangan dari


119

pada penyuluh. Hal tersebut bisa mengakibatkan petani merasa tidak

membutuhkan adanya kegiatan penyuluhan lagi.

Aspek lain yang menjadi permasalah pada kegiatan penyuluhan

adalah dengan keterbatasan tenaga penyuluh yang ada maka kegiatan

penyuluhan yang sampai kepada masyarakat sangat terbatas. Disamping

itu pula, faktor yang menyebabkan adanya keterbatasan kegiatan

penyuluhan yang dilakukan para penyuluh adalah karena banyak

penyuluh yang pergi mengurus kebunnya untuk menambah

pendapatannya.

Hal tersebut diungkapkan oleh Daryono (Petani Ds. Tandebura)

pada saat diwawancarai bahwa:

"Penyuluh tidak pernah datang memberikan pembinaan


pada kami petani yang ada di desa ini, syukur kalau dalam
satu tahun bisa datang memberikan penyuluhan kepada
kami. Petani yang mendapatkan pembinaan/penyuluhan
dari seorang penyuluh hanya pada saat ada kegiatan
proyek. Penyuluh pada umumnya memiliki kebun ,
sehingga kebanyakan wantunya digunakan untuk
mengurus kebunnya tersebut".

Komponen penunjang yang tak kalah pentingnya dalam

pengembangan agribisnis kakao di Kabupaten Kolaka terutama untuk

menunjang pemasaran dan industri pengolahan kakao adalah

tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, seperti listrik,

pelabuhan samudra, jalan, sarana trasfortasi (mobil truk).

Kondisi listrik di Kabupaten Kolaka, terutama kapasitas produksi

listriknya masih sangat terbatas, sehingga pada waktu-waktu tertentu di

malam hari terjadi pemadaman lampu pada rumah tangga secara


120

bergiliran. Oleh karena itu beberapa tahun yang lalu telah ditambah

kapasitas produksi listriknya namun masih sangat terbatas.

Kabupaten Kolaka telah memiliki pelabuhan samudra, dimana

telah dimamfaatkan oleh perusahaan kapal laut yang mengangkut

/mendatangkan barang dari pulau jawa dan juga perusahaan kapal laut

yang mengeksport biji kakao ke luar negeri, seperti Malaysia, Singapura

dan India.

Kondisi jalan di Kabupaten Kolaka pada umumnya sudah mampu

dilewati oleh oleh kendaraan roda dua dan roda empat. Hasil wawancara

dengan Kepala Tata usaha Kimpraswil Kabupaten Kolaka dikemukakan

bahwa:

"Pemerintah Daerah telah membuat Program Gerakan


Pembangunan Kawasan Tertinggal (Gerbang Kaster)
dengan lokasi sasaran pembangunan diprioritaskan pada
desa-desa yang masih tertinggal sarana prasarana yang
dimiliki khususnya prasarana jalannya. Salah satu kegiatan
dari program ini adalah pembangunan jalan desa , jalan
usaha tani dan jembatan. Program ini telah mampu
menghubungkan desa satu dengan desa lainnya tanpa
mengalami hambatan, memperlancar pengangkutan
produksi hasil-hasil pertanian termasuk kakao".

Dengan kondisi jalan yang sangat menunjang pada umumnya di

pedesaan saat ini, maka tak heran jika para pedagang pengumpul

dengan kendaraan roda dua maupun roda empat pergi ke desa-desa

sampai ke pedalamannya untuk membeli kakao

Namun ada beberapa ruas jalan termasuk jalan poros di

Kecamatan Ladongi yang merupakan sentra produksi kakao yang

panjangnya lebih dari 10 Km sang at perlu mend apat perhatian untuk

ditangani. Kondisi jalan yang masih pengerasan di kecamatan tersebut


121

sudah sangat mengganggu kelancaran kendaraan pengangkutan kakao,

terlebih jika pada musim hujan karena jalan akan menjadi kubangan yang

sangat berbahaya bagi kendaraan pengangkutan kakao yang beratnya

15 - 20 Ton. Hal tersebut terungkap dari hasil wawancara dengan H.

Sellang (Petani OS. Gunung Jaya) sebagai berikut :

"Jalan di Kecamatan Ladongi yang masih pengerasan


sudah banyak yang berlobang-lobang yang panjangnya
lebih dari 10 Km. Kondisi jalan yang berlobang pada musim
panas sudah sangat menghambat kelancaran kendaraan
pengangkutan kakao, apalagi dimusim penghujan, jalan
sudah menjadi kubangan yang sangat berbahaya bagi
kendaraan truk pengangut kakao yang beratnya 15 - 20
Ton. Kami minta supaya pajak retribusi kakao yang
dipungut di daerah kami di gunakan untuk memperbaiki
jalan yang rusak, biar asal pengerasan jalan yang penting
jalannya tidak berlobang lagi"

Hal senada diungkapkan pula oleh H. Hamid (pedagang penadah,

Ds. Gunung Jaya) sebagaimana hasil wawancara sebagai berikut :

"Dengan jalan yang berlobang-lobang kami minta supaya


pemerintah mau memperbaiki. Sudah lama kami dijanji oleh
pemerintah jika datang di daerah kami, namun sampai saat
ini · belum juga diperbaiki. Jalan ini sangat berbahaya
terutama jika musim hujan karena mobil truk pengangkut
kakao bisa terbalik. Kalau musim kakao, 3 kali seminggu
kendaraan saya yang mengangkut kakao seberat 15 ton
lewat dijalan tersebut. Kami minta supaya retribusi yang
dipungut di daerah kami digunakan untuk meratakan jalan
yang sudah berlobang-lobang".

Mobil truk pengangkut kakao di Kabupaten Kolaka pada waktu

tidak musim kakao tidak menjadi permasalahan, karena banyak yang

tinggal di Kolaka. Namun jika tiba musim puncak produksi kakao, maka

mobil truk pengangkut kakao sudah sangat sulit didapatkan. Hal tersebut

terjadi karena pada musim puncak produksi kakao, banyak mobil truk

mengangkut kakao ke Makassar dan lama baru kembali ke Kolaka


122

karena menunggu barang-barang dagangan yang mau dibawah ke

Kolaka. Jadi mobil truk tidak akan kembali dalam keadaan kosong atau

tidak penuh muatannya. Lamanya menunggu muatan truk penuh bisa

sampai seminggu atau lebih baru ke Kolaka. Jika mobil truk sudah

berangkat ke Kolaka, maka akan terhambat lagi di pelabuhan Ferry Bajoe

Kabupaten Bone karena banyak mobil truk yang antri ingin menyeberang.

Lamanya bisa 3- 4 hari bahkan sampai seminggu.

Kondisi tersebut tergambar sebagaimana hasil wawancara

dengan Amir (Kepala Operasional PT. Comestra), pedagang ekspor

kakao sebagai berikut :

"Jika perusahaan ingin mengeksport kakao keluar negeri,


yang bertepatan dengan musim puncak produksi kakao,
maka kami sangat kesulitan mendapatkan mobil truk
sewaan untuk mengangkut kakao ke pelabuhan samudra .
Kondisi ini sangat mengganggu kelancaran ekspor kami.
Jika terpaksa kami mengekspor karena gudang sudah
penuh, maka biaya tambahan terpaksa dikeluarkan karena
kapal laut pengangkut kakao lama bersandar di pelabuhan
samudra. Sulitnya mendapatkan mobil truk sewaan pada
musim puncak produksi kakao karena mobil truk banyak
yang ke Makassar mengangkut kakao dan lama baru
kembali karena menunggu muatan barang yang akan
dibawah ke Kolaka".

Kondisi dari pada sub sistem penunjang yang telah di uraian di

atas adalah merupakan suatu tantangan dan peluang yang harus

mendapat perhatian dari seluruh stakeholder untuk disikapi ke depan,

demi terwujudnya kawasan agribisnis kakao yang handal tahun 2010.

Gambaran secara ringkas tentang kinerja agribisnis kakao di

Kabupaten Kolaka, dan instansi penangungjawabnya per sub sistem

dapat dilihat pada tabel 14. Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa
123

kinerja pada keseluruhan sub sistem agribisnis kakao di Kabupaten

Kolaka secara umum belum berjalan dengan baik, baik kinerja pada sub

sistem produksi, sub sistem pengolahan, sub sistem pemasaran, dan sub

sistem penunjang. hanya kegiatan pemasaran kakao dan prasarana jalan

yang telah memperlihatkan kinerja yang baik.

Tabel 14. Kinerja agribisnis kakao dan instansi penanggung jawab


di Kabupaten Kolaka
No Agribisnis Kine~ a Penaggung
iawab
I. Produksi - Disbunhut
1. Produktivitas Rata-rata produktivitas Kakao 1.142 - Petani
kg/ha, sedangkan produktivitas - Penyuluh
optimal 2.500 kg/ha. - KUD
-Bank
2. Bibit Umumnya petani menggunakan bibit
lokal yang panen 2 kali setahun
dibanding kan bib it hibrida yang
panen terus menerus dalam setahun.

3. Umur Rata-rata umur tanaman lebih lebih


tanaman dari 15 tahun, dimana umur 14 tahun
produksi sudah menurun.

4. Pemupukan Umumnya dilakukan 1 kali setahun


yang seharusnya 2 kali setahun
karena petani kurang modal dan
harga pupuk mahal.

5. Serangan Hampir seluruh kecamatan tanaman


ham a kakaonya terserang PBK.

6. Pengendalian Umumnya dengan Pestisida dan


hama PBK sebahagian kecil dengan metode
PSSP (panen sering, sanitasi,
pemangkasan dan pemupukan).

II. Pengolahan -Koperindag


1. Fermentasi Petani umumnya tidak melakukan -Petani
fermentasi dan sebahagian kecil yang -Penyuluh
melakukan fermentasi. -Kadin

2. Penjemuran Petani umumnya menjemur kakao


·--·
tldak mencapai kadar air 7 %.
· - - - - - - - - - - - - - - - - - - · - - - - - - - - - - - - - -- --
124

Lanjutan Tabel 14.

No Agribisnis Kinerja Penaggung


jawab
3. lndustri lndusrti pengolahan kakao belum ada,
pengolahan baik industri kecil, menengah maupun
besar.

Ill. Pemasaran -Koperindag


1. Pemasaran Pemasaran kakao dari petani ke -Kimpraswil
pedagang berjalan sangat lancar. -petani
-Pedagang
2. Kualitas Petani menjual kakao, kualitasnya -;~adin
belum sesuai Standar Nasional
Indonesia (SNI).

3. lnformasi lnformasi harga kakao petani


Harga dapatkan dari para pedagang, bukan
pada lembaga pemerintah atau
swasta.

IV. Penunjang Pemda Kabupaten Kolaka telah -Bappeda


1. Kebijakan mengeluarkan kebijaksaan untuk -Kimpraswil
mendukung agribisnis kakao. -Dishub
-PLN
Pemda Kolaka belum menjalin -PDAM
2. Kerjasama hubungan kerja sama dengan Pemda -Penyuluh
lainnya, BUMN, Kadin yang tertuang -KUD
dalam surat keputusan bersama -Bank
untuk menunjang agribisnis kakao. -Kadin

Kondisi jalan umumnya telah dapat


3. Jalan mendukung lancarnya kegiatan
agribisnis kakao.

Pelabuhan, listrik dan air bersih masih


4. Sarana lain terbatas kapasitasnya.

KUD dan Bank belum banyak


5. KUD dan membantu petani untuk dapatkan
Bank bantuan modal usaha.

Mobil truk terbatas jumlahnya pada


6. Sarana saat musim panen puncak.
angkutan
Kegiatan penyuluhan sangat terbatas
7. Penyuluhan dilaksanakan oleh penyuluh kepada
petani karena luasnya wilayah kerja .
. Sumber : Data Primer d1olah Juli 2004
125

Tabel 15. Hubungan pelaksanaan koordinasi perencanaan dengan


kineria agribisnis kakao di Kabupaten Kolaka
No Lembaga Sarana koordinasi Pelaksanaan Kinerja Agribisnis
Terkait Koordinasi
1. - Bappeda 1. Kebijaksanaan Ya Produksi
- Disbunhut 2. Rene. Program Ya - Produktivitas 1. 142
- Penyuluh 3. Rene. Kegiatan Tidak - Bibit bukan hibrida
- Petani 4. Juklak Tidak - Umur tanaman
- KUD 5. Rapat Tidak lebih 15 tahun
-Bank 6. Surat Kep.Bers. Tidak - Pemupukan sekali
7. Tim Tidak setahun
8. Badan Tidak
9. Adm. Satu atap Tidak

2. - Bappeda 1. Kebijaksanaan Ya Pengolahan


- Koperindag 2. Rene. Program Ya - Umumnya kakao
& Penmol 3. Rene. Kegiatan Tidak tidak difermentasi
- Penyuluh 4. Juklak Tidak - Penjemuran tidak
- Petani 5. Rapat Tidak mencapai kadar air
- Kadin 6. Surat Kep.Bers. Tidak 7%
7. Tim Tidak - lndustri
8. Badan Tidak Pengolahan belum
9. Adm. Satu atap Tidak ada

3. - Bappeda 1. Kebijaksanaan Ya Pemasaran


- Koperindag 2. Rene. Program Ya - Pemasaran kakao
& Penmol 3. Rene. Kegiatan Tidak Ia ncar
- Kimpraswil 4. Juklak Tidak - Kakao yang dijual
- Petani 5. Rapat Tidak tidak sesuai SNI
- Pedagang 6. Surat Kep.Bers. Tidak - lnformasi harga
- Kadin 7. Tim Tidak masih dari
8. Badan Tidak pedagang
9. Adm. Satu atap Tidak

4. - Bappeda 1. Kebijaksanaan Ya Penunjang


- Disbunhut 2. Rene. Program Ya - Kebijaksanaan
- Koperindag 3. Rene. Kegiatan Tidak telah ada
& Penmol 4. Juklak Tidak - Kerjasama yang
- Kimpraswil 5. Rapat Tidak dibuat belum
- Dishub 6. Surat Kep.Bers. Tidak - Kondisi jalan telah
- Penyuluh 7. Tim Tidak mendukung
- PLN 8. Badan Tidak - Pelabuhan, listrik
-PDAM 9. Adm. Satu atap Tidak dan air masih
- KUD terbatas
-Bank - KUD dan Bank
- Kadin belum banyak
membentu
- Penyuluhan belum
me rata
- Mobil angkutan
kakao terbatas
Sumber : Data Primer diolah Juli 2004
126

koordinasi perencanaan agribisnis kakao dapat dilihat pada tabel 15. Dari

tabel 15 tersebut dapat dijelaskan bahwa instansi dan lembaga terkait

yang bertanggung jawab terhadap masing-masing sub sistem agribisnis

kakao tidak pernah mengadakan rapat koordinasi untuk merumuskan

atau membahas sarana koordinasi yang terpadu, yaitu kebijaksanaan,

rencana program, rencana kegiatan, petunjuk pelaksanaan, Rapat-rapat,

surat keputusan bersama, tim koordinasi, badan dan sistem administrasi

satu atap.

Padahal diharapkan dengan pelaksanaan rapat koordinasi

tersebut maka akan banyak masukan dari instansi dan lembaga terkait

terutama dari petani tentang berbagai permasalahan-permasalahan

dilapangan berkaitan dengan kondisi agribisnis kakao. Dari banyaknya

permasalahan yang terungkap dalam rapat koordinasi tersebut itulah

yang dijadikan dasar untuk membuat rencana program dan kegiatan yang

terpadu.

Namun kondisi sebaliknya yang terjadi, dengan tidak adanya

perumusan atau pembahasan sarana koordinasi yang dilakukan melalui

rapat koordinasi, terutama rencana program dan rencana kegiatan

maka rencana program dan rencana kegiatan yang dibuat oleh masing-

masing instansi terkait setiap tahun tidak mampu memecahkan

permasalahan-permasalahan agribisnis kakao dilapangan, karena apa

yang telah direncanakan bukan merupakan hasil masukan berupa

permasalahan-permasalahan dilapangan yang dialami sendiri oleh

stakeholder terutama petani. Kondisi inifah yang menyebabkan tidak


127

adanya suatu rencana kegiatan yang dibuat selama ini yang mampu

meningkatkan kinerja agribisnis kakao kearah yang lebih baik.

Oleh karena itu belum baiknya kinerja agribisnis kakao di

Kabupaten Kolaka disebabkan karena pelaksanaan koordinasi dalam

perencanaan agribisnis kakao pada setiap sub sistem agribisnis oleh

instansi terkait melalui sarana koordinasi belum berjalan efektif.

D. Rumusan Koordinasi Perencanaan

Praktek koordinasi perencanaan agribisnis kakao yang dilakukan

sampai saat ini pada hakekatnya masih mengacu pada Permendagri No.

9 Tahun 1982 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan

Pembangunan di Daerah atau yang lebih dikenal dengan PSD.

Dimana ritual koordinasi perencanaannya dimulai dengan Musbangdes di

tingkat kelurahan atau desa, kemudian Temu Karya Pembangunan di

tingkat kecamatan, Rapat koordinasi Pembangunan (Rakorbang) tingkat

Kabupaten, dan Rakorbang tingkat propinsi.

Sistem koordinasi perencanaan dengan mengacu pada PSD ini

selama ini dirasakan tidak efektif oleh karena hak masyarakat dan

partisipasi masyarakat pelaku agibisnis (petani kakao) dalam setiap

jenjang koordinasi perencanaan hanya diwakili oleh LPM atau Kepala

Desa/Lurah. Selarijutnya usulan kegiatan dari masyarakat pada

umumnya hanya merupakan daftar keinginan, bukan merupakan daftar

kebutuhan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Alasan lainnya

oleh karena sistem koordinasi perencanaan ini, hanya menghasilkan


128

rencana kegiatan untuk tahun berikutnya dan tidak menghasilkan

rencana kegiatan untuk tahun berjalan, dan juga tidak membuat sarana

dan mekanisme koordinasi perencanaan lainnya .

Dengan adanya kelemahan-kelemahan pelaksanaan koordinasi

perencanaan agribisnis kakao yang berlangsung sekarang , maka perlu

diupayakan untuk memperbaikinya. Rumusan upaya-upaya untuk

Meningkatkan efektivitas koordinasi perencanaan agibisnis kakao di

Kabupaten Kolaka secara sistimatis diuraikan sebagai berikut :

1. Penetapatan pejabat atau instansi yang secara fungsional berwenang

dan bertanggung jawab dalam pengembangan agrisbisnis kakao oleh

Bupati Kolaka. Pejabat atau instansi tersebut bisa dari Dinas

Perkebunan dan Kehutanan, atau dari Dinas Koperindag dan

Penanaman Modal;

2. Pembentukan Asosiasi Petani Kakao yang difasilitasi oleh instansi

yang berwenang dan bertanggung jawab dalam pengembangan

agibisnis kakao. Petani yang duduk dalam pengurus adalah wakil

petani dari setiap kecamatan di Kabupaten Kolaka yang memiliki

kapasitas ilmu dan komitmen yang tinggi untuk peningkatan

kesejahteraan para anggotanya. Anggota pengurus Asosiasi inilah

yang akan mewakili kepentingan petani jika ada kegiatan, kebutuhan

dan masalah yang melibatkan petani.

3. Pembentukan Tim Koordinasi pengembangan agribisnis kakao, yang

disahkan oleh Bupati Kolaka, dimana yang memprakasai

pembentukan tim ini adalah pejabat atau instansi yang telah


129

ditetapkan berwenang dan bertanggung jawab dalam pengembangan

agribisnis kakao. Anggota tim yang berasal dari instansi terkait adalah

staf yang mempunyai kemampuan dalam membuat perencanaan

pembangunan dan mempunyai keahlian teknis sesuai bidang tugas

instansi. Sebaiknya yang ditunjuk sebagai ketua tim koordinasi adalah

yang mempunyai jiwa kepemimpinan dan kredibilitas yang tinggi.

Anggota tim selain berasal dari instansi terkait, juga berasal dari

Kadin, perbankan, koperasi, pedagang kakao dan petani kakao.

Petani diwakili oleh salah seorang pengurus Asosiasi petani kakao.

Dana operasional dari anggota tim yang berasal dari instansi

pemerintah, dialokasikan pada dinas yang telah diberi kewenangan

dan tanggung jawab dalam pengembangan agribisnis kakao.

4. Pembuatan Kebijaksanaan yang dirumuskan oleh tim koordinasi

melalui rapat-rapat yang dilaksanakan. Kebijaksanaan yang dibuat

hendaknya dalam rangka untuk mengatasi segala permasalahan yang

berkaitan dengan pengembangan agribisnis kakao. Oleh karena itu

dibutuhkan kemampuan dari anggota tim koordinasi untuk

menganalisa semua permasalahan-permasalahan yang berkaitan

dengan agribisnis kakao.

5. Pembuatan rencana program, yang perumusannya dilakukan oleh tim

koordinasi melalui rapat-rapat yang dilaksanakan. Dalam

merumuskan rencana program hendaknya mengacu kepada

kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah dirumuskan sebelumnya.

Rencana program oleh masing-masing instansi ya~g telah


130

dirumuskan bersama, harus benar-benar sesuai dengan tugas dan

fungsinya.

6. Pembuatan rencana kegiatan jangka pendek dan rencana kegiatan

tahunan oleh tim koordinasi. Rapat pembuatar rencana kegiatan

jangka pendek sekali dalam satu periode, sedangkan rencana

kegiatan tahunan dilakukan melalui rapat yang dilakukan setiap tahun

oleh tim koordinasi. Pada pembuatan rencana kegiatan ini dibutuhkan

pula kemampuan dari anggota tim koordinasi untuk dapat

menganalisa kegiatan-kegiatan apa yang dibutuhkan oleh pelaku-

pelaku agribisnis kakao terutama petani. Adanya koordinasi

perencanaan seperti ini, maka diharapkan akan menghasilkan

kebijaksanaan, program kegiatan dan rencana kegiatan yang dapat

mewujutkan suatu rencana kegiatan yang terpadu dan bersinergi.

7. Pembuatan prosedur dan tata kerja dalam bentuk petunjuk

pelaksanaan Quklak) oleh tim koordinasi melalui rapat. Setelah

rencana program atau rencana kegiatan mendapat persetujuan untuk

dilaksanakan , maka dibuatkan petunjuk pelaksanaanya Quglak) agar

pelaksanaannya dapat berjalan secara terpadu, lancar dan efisien.

Juklak tersebut memuat antara lain: jenis kegiatan, sasaran kegiatan

tersebut, lokasi kegiatan, waktu dan kapan pelaksanaannya, siapa

yang melaksanakan dan bagaimana cara melaksanakan kegiatan

tersebut.

8. Pembuatan surat keputusan bersama. Tim koordinasi perlu

mengupayakan adanya kerja sama antara Pemerintah Kabupaten


131

Kolaka dengan pihak terkait , untuk mendukung kelancaran

pembangunan agribisnis kakao, terutama kelancaran dalam

pemasaran kakao, permodalan, teknologi pembudidayaan,

pengolahan hasil, manajemen dan masuknya investor untuk

membuka usaha di bidang agribisnis kakao. Pihak terkait yang

dimaksud tersebut antara lain dengan pemerintah daerah lain,

perguruan tinggi, BUMN termasuk bank, pengusaha dan organisasi-

organisasi termasuk Kadin. Jika terwujud kerja sama dengan

pihak-pihak terkait tersebut, maka dituangkan dalam surat keputusan

bersama.

Terkait dengan penyusunan rencana kegiatan agribisnis kakao

yang terpadu, maka hendaknya setiap tahunnya disamping

melaksanakan Rapat Koordinasi Pembangunan yang membahas tentang

rencana kegiatan pembangunan untuk tahun depan, maka perlu pula

dilaksanakan Rapat Koordinasi Pembangunan untuk membahas rencana

kegiatan pembangunan yang dilaksanakan pada tahun berjalan,

termasuk rencana kegiatan agribisnis kakao. Rakor tersebut

dilaksanakan sebelum penyusunan Rask oleh masing-masing instansi.

Untuk lebih efektifnya Rakor tersebut, sebaiknya dilaksanakan

beberapa hari dan rapat dibagi per program. Misalnya rapat tentang

program agribisnis, maka pesertanya hanya yang terkait dengan

agribisnis, yang dikoordinir oleh instansi yang berwenang dan

bertanggung jawab terhadap progam agribisnis. Demikian pula program

lainnya diadakan rakor dengan peserta yang terkait program terse but.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan

sebagai berikut :

1. Koordinasi perencanaan agribisnis kakao di Kabupaten Kolaka belum

berjalan efektif, oleh karena dari 8 (delapan) sarana dan me.<anisme

koordinasi yaitu kebijaksanaan, rencana program dan kegiatan ,

prosedur dan tata kerja uuklak), rapat, surat keputusan bersama,

pembentukan tim, pembentukan badan dan sistem administrasi satu

atap, hanya 2 (dua) yang terlaksana dan perumusannnya dilakukan

secara terpadu yaitu kebijaksanaan dan rencana program.

2. Pengembangan agribisnis kakao di Kabupaten Kolaka kinerjanya

belum berjalan baik, hal tersebut terlihat pada produktivitas kakao

yang belum optimal, pemupukan tidak sesuai dengan ketentuan,

sebahagian besar petani belum melakukan fermentasi, penyuluhan

belum berjalan dengan baik, sarana dan prasarana pendukung

terbatas kapsitasnya, dan Kadin, Bank dan KUD masih terbatas

peranannya. Belum baiknya sebahagian kinerja pengembangan

agribisnis kakao tersebut menunjukkan bahwa koordinasi

perencanaan agribisnis kakao belum berjalan efektif.

3. Upaya untuk mengefektifkan koordinasi perencanaan agribisnis kakao

dirumuskan secara sistimatis sebagai berikut : (a) Penetapan instansi


133

penanggung jawab pengembangan agribisnis kakao; (b)

Pembentukan Asosiasi petani kakao; (c) Pembentukan tim koordinasi

pengembangan agribisnis kakao; (d) Pembuatan kebijaksanaan oleh

tim koordinasi, (e) Pembuatan rencana program oleh tim koordinasi;

(f) Pembuatan petunjuk pelaksanaan kegiatan oleh tim koordinasi,

dan (g) Pembuatan surat keputusan bersama oleh tim koordinasi.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka

melalui penelitian ini dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasill penelitian ini bahwa hanya 2 (dua) sarana

koordinasi yang telah diwujudkan, maka untuk mengefektifkan

koordinasi perencanaan agribisnis kakao hendaknya sarana

koordinasi lainnya dapat diwujudkan pula.

2. Pemerintah daerah perlu menetapkan salah satu instansi terkait

sebagai yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap kegiatan

pengembangan agribisnis kakao. Oengan penunjukan salah satu

instansi tersebut maka tidak perlu dibentuk badan baru yang akan

menangani agribisnis kakao dan sistem administrasi satu atap untuk

mengefisienkan pengeluaran keuangan daerah. lnstansi yang ditunjuk

nantinya yang akan mengkoordinir jalannya mekanisme koordinasi.

3. Hendaknya dibentuk pula Asosiasi petani kakao yang difasilitasi oleh

Pemerintah Daerah, yang nantinya salah seorang pengurusnya akan

didudukkan dalam tim koordinasi pengembangan agribisnis kakao,


134

sehingga ada yang mewakili petani kakao dalam setiap pelaksanaan

mekanisme koordinasi perencanaan agribisnis kakao.


DAFTAR PUSTAKA

Aji Firman B. dan Sirait S. Martin, 1990. Perencanaan dan Evaluasi,


suatu Sistem Untuk Proyek Pembangunan. Bumi Aksara, 1990.

Ali, Ahmad Made, 2003. Kajian Produksi dan Pemasaran Kakao di


Indonesia. Thesis Fakultas Pasca Sarjana Unhas, Makassar.

Anonim, 2002. Kolaka Dalam Angka Tahun 2002. BPS Kab. Kolaka

Anonim, 1998. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kolaka.


Kerjasama Bappeda Kab. Kolaka dan BPS Kab. Kolaka, Kolaka

Anonim, 2002. Rencana Strategis Daerah (Renstrada) Kabupaten


Kolaka 2002- 2008. Pemerintah Kabupaten Kolaka, 2002.

Anonim, 2001. Rencana Strategis (Renstra) Dinas Perkebunan


Kabupaten Kolaka 2001 - 2010. Dinas Perkebunan Kabupaten
Kolaka, 2001

Anonim, 2001. Rencana Strategis (Renstra) Dinas Koperindag dan


Penanaman Modal Kabupaten Kolaka 2001-2005. Dinas
Koperindag dan Penanaman Modal, 2001.

Anonim, 2002. Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kimpraswil


Kabupaten Kolaka 2002-2006. Dinas Kimpraswil, 2002

Anonim, 2001, Rencana strategis (Renstra) Kantor BIPP Kabupaten


Kolaka 2001-2005. Kantor BIPP, 2001.

Anonim, 2003. Desain Kawasan lndustri Masyarakat Perkebunan


Kakao Ladongi. Dinas Perkebunan Kabupaten Kolaka, Kolaka.

Anonim, 2003. Statistik Perkebunan Kabupaten Kolaka Tahun 2003.


Pemerintah Kabupaten Kolaka, Dinas Perkebunan dan
Kehutanan. Kolaka 2004

Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan


Praktek. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Arsyad, Lincolin, 1992. Ekonomi pembangunan. Bagian Penerbitan


Sekolah Tinggi llmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta.

Badan Pengelola Kapet Pare-pare, 2000. Standarisasi Komuditi


Unggulan. Kapet Pare-pare Sulawesi Selatan.
136

Bryant, Coralie dan White, Louise, G., 1989. Manajemen


Pembangunan Untuk Negara Berkembang. Lembaga
Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial,
Jakarta.

Bungin, Burhan, 2001. Metodologi Penelitian Sosial ( Format-format


Kuantitatif dan Kualitatif). Airlangga University Press, Surabaya

Dimock Marshall E. dan Dimoch Gladys Ogden, 1996. Administrasi


Negara. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Etzioni, A , 1985. Organisasi-organisasi Modern. Ul, Press, Jakarta

Handayani, Wiwandari, 2003. Pengembangan Agribisnis Melalui


Konsep Pemberdayaan Masyarakat . Biro Penerbit Planologi
UN DIP.

Handoko, Hani T. , 1991. Manajemen. Edisi II, BPEE, Yogyakarta.

lndrawijaya, AI. , 1989. Perilaku Organisasi. Sinar Baru, Bandung.

Kasim, A 1993. Pengukuran Efektifitas Organisasi LPFEUI, Jakarta

Kristiadi J.B., 1994. Administrasi I Manajemen Pembangunan


(Kumpulan Tulisan). Sub Bagian Tata Usaha Ketua LAN,
Jakarta.

Kunarjo, 2002. Perencanaan dan Pengendalian Program


Pembangunan. Universitas Indonesia Press, 2002.

Lubis, S.B dan Husaini, S. 1987. Teori Organisasi Suatu Pendekatan


Makro, Universitas Indonesia, Jakarta

Muhidong, Junaidi dan Ala, Ambo, 2002. General Overview of Cocoa


Production and CPB Problem. Makalah pada " The
lnternasional Seminar On the Future Development of Cocoa in
lndinesia, Makassar.

Muninjaya, Gde A.A. 2003. Langkah-langkah Praktis Penyusunan


Proposal dan Publikasi 1/miah. Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Jakarta.

Paembonan, A.R. , 1994. Ana/isis Tentang Koordinasi Pengelolaan


Lingkungan Hidup Studi Kasus Kabupaten Dati li Tanah Toraja.
Disertasi IPB- Unhas, Ujungpandang.

Papasi, J.M. , 1994. 1/mu Administrasi Pembangunan lnovasi dan


Pembangunan Proyek. Pioner Group, Bandung.
137

Prakosa, Muhammad, 2002. Pendekatan Corporate Farming Dalam


Pengembangan Agribisnis. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, 2003. Pedoman


Penulisan Tesis dan Desetasi, Makassar.

Rachman, Benny dan Sumedi, 2002. Kajian Efisiensi Manajemen


Dalam Pengelolaan Agroindustri. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Riyadi dan Bratakusuma, Deddy Supriady, 2003. Perencanaan


Pembangunan Daerah (Strategi Menggali Potensi Dalam
Mewujudkan Otonomi Daerah). PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Sa'id E. Gumbira dan lntan, 1999. Manajemen Agribisnis.

Sayuti, M.H, 1996. Efektivitas Pelaksanaan Program IDT di Kabupaten


Dati II Donggala. Tesis tidak diterbitkan. Makassar Program
Pascasarjana. UNHAS.

Soekartawi, 2003. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT Raja


Grafindo Persada, Jakarta.

Soetopo, Sugiono, 2003. Riset Aksi Partisifatif Sebagai


Pemberdayaan Dalam pengembangan Pendidikan
Perencanaan. Biro Penerbit Planologi UN DIP, Jakarta.

Solahuddin, Soleh, 1998. Kebijaksanaan dan Strategi


Pengembangan agribisnis dan Agroindustri Sebagai Pemacu
Pertumbuhan Ekonomi Nasional. Depatemen Pertanian,
Jakarta.

Sudaryanto, T. dan Syafa'at, Nizwar, 2002. Kebijaksanaan


Pembangunan Pertanian Wilayah. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, jakarta.

Sugeng Budiono, 1988. Dasar-dasar Perencanaan Pembangunan


Wilayah. Bogor.

Sutarto, 2000. Dasar-dasar Organisasi. Gadjah Mada University


Press

Sutawi, 2002. Manajemen Agribisnis. Bayu Media dan UMM Press,


Jakarta.
138

Syahrir, 1995. Perencanaan Pembangunan Indonesia : Telaah teoritis


dan Masalah lmplementasi . Kumpulan Makalah Diklat TPPD
kerjasama Unhas - Bappenas, Makassar.

Winardi, 1987. Pengantar 1/mu Manajemen (Suatu Pendekatan


Sistem). Penerbit Nova, Bandung.
PETA KABUPATEN KOLAKA

Teluk Bone

P. Padamarang
PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA
BADAN KESBANG DAN LINMAS
JL. Pemuda No.118 V (0405) 21219 Kolaka 93517

Kolaka, 19- 5-2004.


Kepada
Nomor : 070 /51.1 / 2004. Yth. 1. Ketoo Bappeda
Lamp.iran 1 Kadis. Perlcebunan &. Kebntanan
Perihal : lzin Penelltian 3. Kadis. PU Kolaka
4. Kadis. Perindag & Koperasi
5. Kadis Tanaman Pangan & Petemakan
6. Camat Watubangga
7. Camat W o 1o
8. C8.tllat Mowewe
9. C.amat Ladongi.
Masing - masing di tempat
Berdasarkan Surat Universitas UNHAS Sulawesi Selatan Nomor :
22011104.191 PL I 02 /04 12004. Tangga126 April 2004. Perihal rer-sebut diatas
maka pada prinsipnya kami menyetujui Izin Pene1itian kepada :
Nama : BACHTIAR SIDtTPPA
Pekerjaan : Mah. Fak. Studi manajemen Perencanaan UNHAS.
Alamat : Kolaka
Untuk mengadakan Penelitian dalam rangka penyusunan Skripsi
Judul : Ef~ktivitas Koordinasi Perencanaan Agribisnis
Kakao di Kabupaten Kolaka
Waktu Penelitian : 21 Mei 2004-21 Juni 2004.
Lokasi Peneliti8tl : Kabupaten Kolaka
Dengan ketentoon sbb :
1. Senantiasa menjaga lream.an.an. dan lrewtiban serta m.entaati Petun.dan.g -
undangan yang berlaku
2. Tidak mengadakan kegiatan lain yang bwntangan dengan rencana semula
3. Dalam setiap kegiatan di tapangan agar pihak penetiti senantiasa koodinasi
dengan pemerintah setempat
4. Wajib menghormati adat- istiadat yang berlaku di Daerah setempat
5. Sete1ah se1asai pe1aksanaanya agar me1aporkan basi1nya kepada Bupati Ko1aka
Up. Kepala Badan Kesbang dan linmas
Demikian surat Izin ini diberikan untuk digunakan sebagaimana mestinya

UPATI KOIAKA
~~1n~~~~~PBANGDANL~

Tembusan :
1. Bupatj KoJaka ( Sebaga.i I..aporab )
2. DAN DIM 1412 Kolaka di Kolaka
3. Kapolres Kolaka di Kolaka
6. Dekan Studi Manajemen Perencanaan UNHAS Makassar.
7. Peneliti yang bersangkutan.
6. Ar sip.
PEMERINTAH KABUP ATEN KOLAKA
DIN AS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN
JL Pemuda No. 26 Telp. (0405) 21360 Kolaka 93517

Kolaka, 2 1uni 2004

Kepada
Nomor : lf 66 /fJI{./fUT/3UJJ/~. Yth. Manbun Wolo, Mowewe,
Lampi ran Watubangga, dan Ladongi
Peri hal : Bantuan Penelitian di -
Tempat

Dasar Surat Bupati Kolaka Nom or : 070/54/2004 tanggal 19 Mei 2004


perihal Izin Penelitian maka diharapkan kepada saudara untuk membantu
kelancaran pengumpulan data dalam rangka Penelitian Agribisnis Kakao,
An. Ir. Bachtiar Siduppa, Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin
Makassar.

Demikian kami sampaikan atas bantuannya diucapkan terima kasih.

An. KEPALA DINAS KEHUTANAN DAN


PERKEBUNAN KABUP ATEN KOLAKA,

KEPALA BIDANG AGRIBISNIS PERKEBUNAN,


.-.

TJl
142

PEDOMAN WAWANCARA
EFEKTIVITAS KOORDINASI PERENCANAAN DAN KINERJA
AGRIBISNIS KAKAO 01 KABUPATEN KOLAKA

I. IDENTITAS INFORMAN
1. Nama
2. U m u r
3. Jenis Kelamin
4. Status Perkawinan
5. Pendidikan Terakhir
6. Pekerjaan
7. Jabatan
B. Alamat

Form : lnstansi

II. KEBERADAAN SARANA KOORDINASI

A. Kebijaksanaan
1. Adakah di buat kebijaksanaan yang menunjang pengembangan
agribisnis kakao di Kabupaten Kolaka ?
a. Ya b. Tidak ada
Berikan penjelasan atas jawaban Bapak/lbu: .......................... .

2. Apakah semua instansi terkait terlibat dalam perumusan


kebijaksanaan tersebut ?
a. Ya b. Tidak
Berikan penjelasan atas jawaban Bapak/lbu : ......................... .

2. Apakah Kebijaksanaan tersebut telah dijadikan pedoman oleh


instansi terkait dalam menyusun rencana program dan kegiatan
?
a. Ya b. Tidak
Berikan penjelasan atas jawaban Bapakllbu ............................. .

B. Rencana
1. Adakah lnstansi Bapak/lbu membuat rencana program dan
kegiatan untuk menunjang pengembangan agribisnis kakao ?
a. Ya b. Tidak ada
Berikan penjelasan atas jawaban Bapak/lbu : ........................... .

2. Apakah rencana program dan kegiatan agribisnis kakao yang


dibuat secara terpadu oleh instansi terkait ?
a. Ya b. Tidak
Berikan penjelasan atas jawaban Bapakllbu : ......................... .
143

C. Prosedur dan Tata kerja (Juklak)


1. Adakah petunjuk pelaksanaan Uuklak) agribisnis kakao dibuat ?
a. Ya b. Tidak ada
Berikan penjelasan atas jawaban Bapaklibu : .......................... .
2. Apakah semua instansi terkait terlibat dalam pembuatan petunjuk
pelaksanaan Uuklak) agribisnis kakao ?
a. Ya b. Tidak
Berikan penjelasan atas jawaban Bapakllbu : ......................... .

3. Apakah petunjuk pelaksanaan Quklak) benar-benar telah


dipedomani dalam kegiatan agribisnis kakao tersebut ?
a. Ya b. Tidak
Berikan penjelasan atas jawaban Bapak/lbu: ......................... .

D. Rapat
1. Adakah rapat-rapat dilaksanakan berkaitan dengan perencanaan
agribisnis kakao ?
a. Ya b. Tidak ada
Berikan penjelasan atas jawaban Bapakllbu : .......................... .

2. Apakah rapat tersebut dihadiri oleh seluruh instansi terkait ?


a. Ya b. Tidak
Berikan penjelasan atas jawaban Bapak/ibu : .......................... .

3. Sarana dan mekanisme koordinasi perencanaan apa yang telah


dibahas dalam rapat ?
Berikan penjelasan .................................................................. .

E. Surat Keputusan Bersama


1. Adakah Surat Keputusan Bersama dibuat untuk agribisnis kakao
?
a. Ya b. Tidak ada
Berikan penjelasan atas jawaban Bapak/ibu: ............................. ..

2. Dengan siapa Pemda membuat Surat Keputusan Bersama?


Berikan penjelasan ...................................................................... .

3. Adakah yang telah dihasilkan untuk menunjang agribisnis kakao ?


a. Ya b. Tidak
Berikan penjelasan atas jawaban Bapak/ibu : ............................ .

F. Tim
1. Adakah tim dibentuk dalam perencanaan agribisnis kakao ?
a. Ya b. Tidak ada
Berikan penjelasan atas jawaban Bapak/lbu :

2. Apakah Tim yang dibentuk melibatkan seluruh lnstansi terkait ?


a. Ya b. Tidak
144

Berikan penjelasan atas jawaban Bapak/ibu : ........................... .

3. Sarana koorJinasi perencanaan apakah yang telah dibuat Tim ?


Berikan penjelasan atas jawaban Bapaklibu : ........................... .

G. Badan
1. Adakah Badan yang dibentuk untuk menangani agribisnis kakao
?
a. Ya b. Tidak ada
Berikan penjelasan atas jawaban Bapakllbu: .......................... .

2. Sarana koordinasi perencanaan apakah yang telah dibuat Badan


?
Berikan penjelasan atas jawaban Bapak/ibu : ............................ .

H. Sistem Administrasi Satu Atap


1. Adakah dibentuk pelayanan sistem administrasi satu atap ?
a. Ya b. Tidak ada
Berikan penjelasan atas jawaban Bapaklibu : ........................... .

2. Bagaimana jalannya pelayanan sistem administrasi satu atap ?


Berikan penjelasan : ................................................................. .

Form: Kadin

1. Menurut Bapak sudah adakah kebijaksanaan yang dibuat oleh


pemerintah Kabupaten Kolaka untuk mendukung kegiatan agribisnis
kakao di Kabupaten Kolaka ?

2. Apakah Bapak dilibatkan dalam perencanaan agribisnis kakao di


Kabupaten Kolaka ?

3. Apakah Bapak pernah diundang untuk menghadiri rapat/penyuluhan


dalam rangka pengembangan agribisnis kakao ?

4. Apakah Bapak pernah dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan agribisnis


kakao di Kabupaten Kolaka ?

5. Usaha apa yang telah Kadin lakukan dalam upaya pengembangan


agribisnis kakao di Kabupaten Kolaka ?

Form : Petani

Ill. KINERJA AGRIBISNIS KAKAO

A. Subsistem Produksi
1. Berapa luas tanaman kakao yang bapak tanam ?
145

2. Sumber bibit kakao yang Bapak tanam ?

3. Apakah dalam memelihara tanaman kakao, Bapak menggunakan


pupuk dan pestisida, pemangkasan ?

4. Berapa produksi kakao per hektar dalam setahun yang Bapak


dapatkan?

8 Subsistem Pengolahan
1. Apakah Bapak melakukan fermentasi sebelum kakao dijual ?

2. Berapa lama melakukan pengeringan kakao ?

3. Menggunakan apa melakukan pengeringan kakao ?

4. Apakah ada industri kecil, menengah dan besar mengolah biji


kakao menjadi bahan baku setengah jadi ?

C Subsistem Pemasaran
1. Apakah bapak tidak mengalami hambatan dalam memasarkan
kakao?

2. Dalam bentuk apa kakao dijual

3. Kemana Bapak menjual kakao ?

4. Apakah ada perbedaan harga akibat perbedaan kualitas di tempat


Bapak menjual kakao ?

5. Adakah perbedaan harga jika kakao di jual pada koperasi,


pedagang pengumpul atau pengekspor

6. Dari mana bapak mengetahui tentang ha~ga kakao di pasaran ?

D Subsistem Jasa I penunjang


I. Adakah kebijaksanaan pemerintah yang membantu usaha
kakao para petani ?

2. Apakah para petani dilibatkan dalam perencanaan usaha


kakao?

3. Adakah lembaga keuangan yang membantu memberikan kredit


kepada para petani kakao ?

4. Adakah koperasi yang membantu usaha kakao para petani ?


146

5. Adakah penyuluhan yang diberikan oleh instansi/lembaga terkait


?

6. Bagaimana kondisi transfortasi Ualan dan pengangkutan) dalam


mendukung kegiatan usaha kakao para petani ?

7. Apakah harapan para petani untuk meningkatkan usaha kakao ?

Form : Pedagang

1. Apakah Bapak membeli kakao petani dengan tingkat harga sesuai


dengan kualitasnya ?

2. Dalam mengukur kualitas kakao petani, dari segi mana Bapak


menilainya ?

3. Adakah petani menjual kakaonya yang sudah difermentasi ?

4. Kemana Bapak menjual kakao yang telah dibeli dari petani?

5. Dari mana Bapak mengetahui harga kakao yang berlaku dipasaran ?

6. Apakah sarana transfortasi yang ada telah dapat mendukung


kelancaran usaha pemasaran kakao Bapak

7. Adakah kebijaksanaan pemerintah yang telah membantu usaha


perdagangan kakao Bapak ?

8. Apakah Bapak dilibatkan dalam perencanaan agribisnis kakao di


Kabupaten Kolaka ?

9. Pernakah Bapak diundang untuk menghadiri rapat/penyuluhan


tentang agribisnis Kakao ?

10. Apakah harapan Bapak dalam meningkatkan usaha pemasaran


kakao di Kabupaten Kolaka ?
147

Lampiran 6.

DATA INFORMAN PENELITIAN


No Nama Umur Pekerjaan Ala mat/
(Thn) Kecamatan
1 2 3 4 5

1. lr.H.DudungJuhana, MSi. 50 Kadis Perikanan Kolaka

2. Drs. H. Arief Phu Thang 55 Kadis Koperindag Kolaka


Dan Penanaman
Modal

3. lr. Fachruddin 48 Kadis Perkebunan Kolaka


Dan Kehutanan

4. lr. Eko Budiarto, MSi 47 Kabid. Pendataan Kolaka


Bappeda

5. lr. Kasim Mandaria 46 Kabid. Ekososbud Kolaka


Bappeda

6. lr. Laode Rajiman 45 Kabid. Agribisnis Kolaka


Dinas Perkebunan
Dan Kehutanan

7. Budiman, BSc 51 Kepala Tata Usaha Kolaka


Koperindag dan
Penanaman Modal

8. Drs. Syafiin 47 Kepala Tata Usaha Kolaka


Dinas Kimpraswil

9. lr. Alex 40 Kasi Penyuluhan BIPP Kolaka

10. H. Bakri Men dong 48 Sekertaris Kadin Kolaka


Kab. Kolaka

11. Kadir 40 Mantri Perkebunan Wolo

12. Umar 50 Petani Ds. Wunggolaka Ladongi

13. H. Sellang 50 Petani Ds. G. Jaya Ladongi

14. Nyono 64 Petani Ds. Tandebura Watubangga


-l -
148

Lanjutan Lampiran 6.

No. Nama Umur Pekerjaan Ala mat/


(Thn) Kecamatan

15 Siswarjo 53 Petani Ds. Tandebura Watubangga

16 Daryono 49 Petani Ds. Tandebura watubangga

17 Abd. Rauf 35 Petani Ds. Ponrewaru Wolo

18 Mansyur 55 Petani Ds. Ponrewaru Wolo

19 Sabir 25 Petani Ds. Tamboli Samaturu

20 Sopo 51 Petani Ds. Tamboli Samaturu

21 H. Bunadi 55 Petani Ds. Nelombu Mowewe

22 Wekarson 52 Petani Ds. Woitombo Mowewe

23 H. Darmawati 31 Pedagang Penadah Kolaka

24 H. Daile 58 Pedagang Penadah Kolaka

25 H. Hamid 42 Pedagang Penadah Ladongi

26 H. Bahar 49 Pedagang Penadah Wolo

27 Beni 28 Pedagang Eksport Kolaka

28 Amir 35 Pedagang Eksport Kolaka


BUPATI KOLAKA
Jal;·a Pe~uda ~o.ll8Tclp. 21335 Kolaka 93517

KEPUTUSAN BlJPATI KOLAKA


Nomor · 272 Tahun 2000

TENTANG
PENUNJUKAN DAN PENGANGKA TAN
TIM PENYUSUNAN RENCANA STRATEGI
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN PEMERINTAH KABUPATEN
( PKPK) PROYEK PENGEMBANGAN EKONOMI MASY ARAKA T
DI DAERAH ( PEMD) KABUPATEN KOLAKA TA. 2000.

BliPATI KOLAKA

Menimbang a. Bahwa dalam rangka menghadapi pelaksanaan Otonomi Daerah


( Otoda ) Tahun 200 I mendatang dan pelaksanaan pembangunan
yang efektif dan efisien, dipandang perlu membentuk Penunjukan
dan Pengangkatan Tim Penyusunan Renstra Kabupaten Kolaka.
b. Bahwa untuk Penunjukan dan Pengangkatan Tim Penyusunan
Rcnstra Kegiatan PKPK ini ditctapkan dengan Surat Keputusan
Bupati Kolaka.
c. Bahwa mereka yang namanya tersebut pada lampiran keputusan
ini di pandang cakap dan memcnuhi syarat untuk melaksanakan
Penyusunan Renstra PKPK Kabupaten Kolaka Tahun 2000.

Mengingat 1. Undang- Undang No. 29 tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-


daerah TK.Il di Sulawesi.
2. Undang- Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
3. Undang - Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
4. Peraturan Pemcrintah No. 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan
antara Pemerintah Pusat dan Pcmcrintah Propinsi sebagai Daerah
Otonom.
5. Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Dacrah.
6. lnstruksi Presiden No. 6 Tahun 1984 tentang penyelenggaraan
Bantuan Pembangunan Kcpada Propinsi Dati I Kabupaten I Kota
Madya Dati II, Dcsa dan Kota.
7. Instruksi Menteri Da1am Negcri No. 14 Tahun 1990 tentang
Pedoman Pelaksanaan Program Pengembangan Wilayah Dalam
Rangka Pembangunan Daerah.
8. Surat Menteri Dalam Ncgcri Nomor 050 I 1402 I Bangda
tanggal 5 Juni 1993 Tcntang Pcdoman Operasional I Mendagri
No. 14 tahun 1990.
9. Surat Keputusan Bupati Kolaka No. 050 I 67.56 tentang
Pengesahan Proyek yang dibiayai dari dana Pembangunan Daerah
Kab. Kolaka TA. 2000.
10.Surat Keputusan Bupati Kolaka No. 98 tentang Pcnunjukan I
Pengangkatan Pemimpin dan Bendahara Proyck PEMD- PPW Kab.
Ko1aka TA. 2000.
MEMUTUSKAN

MENETAPKAN
Pertama Mengangkat mereka yang namanya tersebut pada lampiran
keputusan ini sebagai Tim Penyusunan Rencana Strategi
( Renstra) Kabupaten Kolaka Tahun 2000 yang akan di
laksanakan pada Ming1:,ru ke tiga Bulan November Tahun 2000

Kedua Tugas Tim Penyusunan Renstra Kabupaten Kolaka adalah


sebagai berikut.

I. Mengumpulkan data Kegiatan Pembangunan dan pelayanan


( Bidang Ekonomi, Sosbud, Politik, Hukum dan Ketertiban
Masyarakat ) serta Keuangan Daerah.
2. Mengumpulkan data Kelembagaan dan Aparatur Pemerintah
Daerah ( Keleml;>agaaan Daerah, Keadaan Sumber Daya
Aparatur Pemerintah )
3. Melakukan Analisis Lingkungan Strategis ( Kondisi
lingkungan dalam dan luar)
4. Menetapkan issu dan kebijakan strategis sesuai dengan
bidang tugas I instansi masing- masing

Ketiga Untuk sukscsnya Pcnyusunan Rencana Strategi tersebut Tim


Penyusun senantiasa berkonsultasi Kepada Sekda Kolaka
selaku Ketua UPK dan 13MP UNHALU selaku pendamping
Penyusunan Rcnstra Kabupatcn Kolaka.

Keempat Segala biaya yang di keluarkan atas Pelaksanaan


Penyusunan Rencana Stratcgi Kabupaten Kolaka dibebankan
pada Proyek PEMD -- PPW Kab. Kolaka TA. 2000.

Kelima Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal di tetapkan dengan


Ketentuan apabila ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan
ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : K o I a k a
Pada Tanggar~- 15 November 2000.

BUPAT __ OLAKA -~
1\,lLL\(

._, rs. H.ADEL BE(TY


' ' I • . I
''-...; . · j. I .' '
'-.-:.·.;.;;:--...:·"·

Tembusan Kepada Yth:

1. Ketua DPRD Kab. Kolaka di Kolaka


2. Kepala Inspektorat Kab. Kolaka di Kolaka
3. Ketua Bappeda Kab. Kolaka di Kolaka
4. Masing- masing yang bersangkutan untuk di laksanakan
5. A r sip
LAMP IRAN KEPUTUSAN BUPATI KOLAKA
NOMOR : 272 TAHUN 2000

TEN TANG
PENUNJUKAN DAN PENGANGKATAN TIM PENYUSUNAN RENSTRA
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN ( PKPK )
PROYEK PENGEMBANGAN EKONOMI MASYARAKAT DIDAERAH
PROGRAM PENGEMBANGAN WILAYAH ( PEMD- PPW)
KABUPATEN KOLAKA TAHUN ANGGARAN 2000

1 Drs. H. Adel Berty Bupati Kolaka


2 H. Muh. Djafar, BA. Ketua DPRD Kolaka
3 Drs. H. Natsir Sinta Sekda Kolaka
4 Ora. Hj. Mustlka Rahim. Wakll Ketua I DPRD Kolaka
5 H. n.P. Wakil Ketua II DPRD Kolaka

6 lr. Kasim Madaria Dinas Perkebunan Kab. Kolaka


7 lr. Amlr Lamujl Dlnas Kehutanan Kab . Kolaka
8 Tagor D. Tambunan, A Pi. Dinas Perikanan Kab. Kolaka
9 lr. Akhmad Yanl, M .SI. DlsTan dan Holtlkultura Kolaka
10 fr. Muh.Bahrun Hanise,MTP. Kantor Tata Ruang Kolaka
11 lr. Agus Andy ..; Kantor Bappedalda Kab. Kolaka
12 Suharto, BE. v' Dinas Pertambangan
13 lr. Eko Santoso Budiarto Bappeda Kolaka
14 Drs. Asraruddin Bappeda Kolaka
15 Flrdaus Tahrlr, SE. Komlsl B DPRD
16 Drs. H. Syarifuddin R Asisten II SETDA Kolaka
17 Drs d ota UPK

Muchtar syam, S .Pd. Dep. Kesehatan Kab. Kolaka


lr. H. Dudung Juhana Bappeda Kolaka
'20 H.M . Arsyad, S .Pd. ./ Kantor Dep. Agama Kab . Kolaka
21 Syamsul Bachri, SH. / Kasubag. Pemberdayaan Perempuan
22 SETDA Kolaka
23 Drs.Syarifuddin Muthalib I Dep. Sosial Kab. Kolaka
24 Drs. Yakln v Kandep . Dlknas
Bappeda Kolaka
Komlsl D DPRD
Komlsl E DPRD

28 Drs. Rasminto, MBA Dinas Pariwisata


29 Amrln ./ Dlnas DLLAJ
30 Abd. Rachman Malik, BE. PU. Bina Marga
31 Alnul Djlnul ./ Dines PU
32 Yohanis ./ Dinas Transmigrasi
33 Drs. Zalnuddln Boni Bappeda Kolaka
34 Drs. Herman Suddin Ba eda Kolaka
E Bldang Teknologl
35 Abd. Rachman ./ Deperlndag
36 Sinyo Mbeangi, BSc. J Bagian Perekonomian
37 Drs Mas'al J Dinas Pendapatan
38 Drs. Marwan. S. Bappeda Kolaka
39 Musnawatl SE. Bappeda Kolaka
F Bldana ft. · • - ·-m.an
40 Amrin, SE. · Kantor BPS Kab. Kolaka
41 Ora. Gamawaty. SS. Luhukay v Kantor Kearslpan Kab. Kolaka
Pajak Kab. Kolaka
42 Syarlf Boy, SPd . ./ Kantor POE
43 lr. Ismail Lawasa, MTP. Bappeda Kolaka
44 Yapeth Tapombl ./ BaQ!t'n I<~' '~r"qi"'n 1
45 ; l~o~1isi C DPR..D
·crs. P ..:.;·, ,;,;.; S:..;r:c!:ng i
G IBidanc Hukum. Hankam dan rouul\
-46 Drs. Anwar Sanusl, MBA. ./ Pemerlntahan Desa Setda Kolaka
47 Wilhelmus Fanumbi Kejaksaan Negeri kab. Kolaka
48 Kept. lnf. Kahar t/ KODIM ·1412 Haluoleo
49 Drs. Amir Wahid Sospol Kolaka
50 Amradl, SH . ./ Hukum SETDA Kolaka
51 Ora Erma Z.A. Bappeda Kolaka
52 Drs. Abd. Hafied v' Tata Pemerintahan SETDA Kolaka
53 Achmad Lakay, SH. -1 Mawil Hansip
54 H. Muh. Djafar Harun, SPd Komlsl D DPR D
55 Hasbi HM Komisi A DPRD
56 Drs. H. Sualb Kasra Asisten I SETDA Kolaka
57 Drs. Abd. Wahid MR Pis. Kabag. Tata Pemerintahan
58 Drs. Achmad F Kabag_. Hukum
H .B.ld.ana Kehm1
59 Mujahidin, SH. J Kepegawaian
60 Drs. Ismail B Kabag Ortala
61 Drs. Amiruddin ./ PMD
62 lr. Bachtlar Siduppa ../ Bappeda Kolaka
63 Syarifuddin Pute. BE ~ Bappeda Kolaka
64 Nyong Syamsul, SE. Depkop dan PKM
65 Drs. Mandia Ortala
I Sekretadat
66 Ora . Rosdlatl M. Said Bappeda Kolaka
67 Cristina Victor, BSc Bappeda Kolaka
68 lr. Darwis Bappeda Kolaka
69 Drs. Faisal Arief Bappeda Kolaka
70 Sujarwo Bappeda Kolaka
71 Budi Gading, SPr Staff Proyek PKPK
72 Zulflkar, SE Staff Proyek PKPK
73 Tuti Hidayati Staff Proyek PKPK
74 lmran Staff Proyek PKPK
75 MuJur Staff Proyek PKPK

. ~.. . ..
BUPATI KOLAKA
.Tnlru1 Pemuda No. 118 '1\t 21010 Kolnka 93.517

SURAT KEPUTUSAN BUPATI KOLAKA


Nomor : 278 Tahun 2000

TENTANG
PENUNJUKAN DAN PENGANGKATAN
TIM PERlJMUS VISI DAN MISI KABUPATEN KOLAKA
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN PEMEIUNTAH KABUPATEN
( PKPK ) PROYEK .PENGEMBANGAN EKONOMI MASYARAKA T
Dl DAERAH ( PEMDl KABUPATEN KOLAKA TA. 2000.

BlJPATI KOLAKA

Menimbang a. Bahwa dalam rangka menghadapi pelaksanaan Otonomi Daerah


( Otoda ) Tahun 2001 mendatang dan pelaksanaan pembangunan
yang efektif dan efisien, dipandang perlu membentuk Penunjukan
dan Pengangkatan Tim Perumus Visi dan Misi Kabupaten Kolaka.
b. Bahwa untuk Penunjukan dan Pengangkatan Tim Perumus
Yisi dan Misi Kegiatan PKPK ini ditetapkan dengan Surat
Keputusan Bupati Kolaka.
c. Bahwa mereka yang namanya tersebut pada lampiran keputusan
ini di pandang cakap dan memenuhi syarat untuk melaksanakan
dan menyusun visi misi Kabupatcn Kolaka Tahun 2000.

Mengingat I. lJndang - Undang No. 2lJ tahun 1959 tcntang Pcmbcntukan Daerah --
daerah TK.II di Sulawesi.
2. Undang- Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
3. Undang Undang No. . 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
4. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan
antara Pemerintah Pusnt dan P~m~rintah Propinsi sebagai Daerah
Otonom
5. Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
6. 1nstruksi Presiden No. 6 Tahun 1984 tentang penyelenggaraan
Bantuan Pembangunan Kepada Propinsi Dati I Kabupaten I Kota
Madya Dati H, Desa dan Kota.
7. lnstruksi Menteri Dalam Negcri No. 14 Tahun 1990 tentang
Pedoman Pelaksanaan Program Pcngembangan Wilayah Dalam
Rangka Pembangunan Dacrah.
8. Surat Menteri Dalam Negcri Nomor 050 I 1402 I Bangda
tanggal 5 .luni 1993 Tentang Pedoman Opcrasional I Mendagri
No. 14 tahun 1990.
9. Surat Keputusan l3upati Kolaka No. 050 I 67.56 tentang
Pengesahan Proyek yang dibiav:J i dari dana Pe::mbangunan Daerah
Kab. Kolaka TA. 2000.
IO.Surat Keputusan Bupati Kolaka No. 98 tc:ntang Penunj~kan I
Pcngangkatan Pcrnirnpin dan BenJahara Proyek PEMD- PPW Kab.
Kolaka TA. 2000.
MEMUTllSKAN

1\1ENETAPKAN
Pertama Mengangkat mereka yang namanya tersebut pada lampiran
keputusan ini sebagai Tim Perumus Visi dan Misi Rencana
Strategi ( Renstra) Kabupaten Kolaka Tahun 2000 yang akan di
laksanakan pada Minggu ke empat Bulan November Tahun 2000

Kedua Tugas Tim Perumus Visi dan Misi Kabupaten Kolaka adalah
sebagai berikut.

Menyusun dan merumuskan visi dan misi Kabupaten Kolaka

Ketiga Untuk suksesnya Penyusunan Rencana Strategi tersebut Tim


Perumus Visi dan Misi senantiasa berkonsultasi Kepada Sekda
Kolaka selaku Ketua UPK dan BMP UNHALU selaku
pendamping Penyusunan Renstra Kabupaten Kolaka.

Keempat Scgala biaya yang di keluarkan atas Pclaksanaan


Penyusunan Rencana Stratcgis Kabupaten Kolaka dibebankan
pada Proyek PEMD- PPW Kab. Kolaka TA. 2000.

Kelima Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal di tetapkan dengan


Ketentuan apabila ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan
ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : K o I a k a
Pada Tanggal: ~ Desember 2000 .
.~ ~-
.. -······

Tembusan Kepada Yth:

I. Ketua DPRD Kab. Kolaka di Kolaka


2. Kcpala lnspcktorat Kab. Kolaka di Kolaka
3. Ketua Bappeda Kab. Kolaka di Kolaka
4. Masing - masing yang bcrsangkutan untuk di laksanakan
5. A r sip
LAMPIRAN: KEPUTUSAN BUPATIKOLAKA
Nomor: t!78 Tahun 2000

TENTANG
PENUNJUKAN DAN PENGANGKATAN
TIM PERUMUS VISI DAN MISI KABUPATEN KOLAKA

KEDUDUKAN INSTANSI I KETERANGAN


NO. NAMA DALAM DINAS
TIMPERUMUS
1. Jr. M. Bahrun, MTP Ketua TataRuang
2. Drs. Rasminto, MBA Sekretaris Pariwisata
3. Firdaus Tahrir, SE. Anggota DPRD
4. Hasbi. HM. Anggota DPRD
5. Jr. Ahmad Yani, Msi. Anggota Pcrtanian
6. Welhelmus Fanumby Anggota Kajari
7. Lettu lnf Irham Katili Anggota Kodim 1412
8. Asdar Pamma, SE. Anggota Kadinda
9. Andi Baso Amir, S. Sos Anggota LSM
10. Syaifuddin. M. Sag Anggota Pemuda

Kolaka!. 9 Desemeber 2000


.· ~R UP AT l .::.KO LAKA~
II
;r·.'; ·-·· .. : ·.. , ·... ••
! I ;, .:
r
TY U

TlEMBUSAN: Kepada Yth;

1. Ketua DPRD Kab. Kolaka


2. Kepala Kejaksaan Negeri Kab. Kolaka
3. DANDIM 1412 Kab. Kolaka
4. Kepala Dinas Pertambangan Kab. Kolaka
5. Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kab. Kolaka
6. Kepa1a Dinas Pariwisata Kab. Kolaka
7. Kepala Kamar Dagang dan Industri Daerah Kab. Kolaka
8. Ketua AMPI Kab. Kotaka
9. Ketua KNPI Kab. Kolaka
10. Pimpinan LSM Kab. Kolaka
11. A r sip
DAFTAR HADIR PESERTA LOKAKARYA RENSTRA
Program Pengembangan Kemampuan Pemerlntahan Kabupaten ( PKPK )
Kabupaten Kolaka T.A. 2000

NO NAMA INSTANSI/ DINAS TANDA TANGAN


1 2 3 4

~
4 ............... .

5'=6~
7.'..... L........ .
- I
t!
''

9.~ .....
··~ 10: ............. ..
11 ............... .

12 ... fuz_ .

A, ~.... ..... ..
23.((.~~
1 2 3 4

2~ N ittt:~~ ~· ~ rh
2s II{\[ PtW A-/--ttJ ·jtrp.;-,._,.-, &"'-~ 07/' 2~'24.~~
26 ~ ~Mt?lt-"' !..t';t-r. Y4-f?/<.r; 0i02~·········· .. ····
21 ~~--A- ~ fX-t. w.- F'~. 27 ......·... ~ ;{ ~

: -~~~ !trd _ fy~ ~-rJ1-< 29.~~ I!_ 28.../<f?: ....


30 /171--~A <; /C;('_.,/!..: / .~- /J
..
,-
3Q....:.:-......... .
y"

31 /f. fft~<J-f t d .@p.h . !Cef ~(/2(,~~. fJt.r;L':b (}!.~ ///~(_....""·....


31.. ../t..-: :' ' .
32 /00-VN~~e...;._ U.--r t - L. (,. ~( - VlfL ~'-'\ · \.Lc~~~~ ,

33
34
?J~.ruJ!I/AN(jG"L. k.
L4 U.l)!
2-S til /Vlf KC JJf.7ii A
t~· ~K f0l~
M('N·Il (A 33_iJ;<
_34 ....~
em -
3sfl~ If~~~ 35~~.??1. < .

36 ~~Pufl,,f-1 ~~
36 .. ~~···
37 'Jet l} /frz ~A; rb/)4-,....:._J f?--t/7 'fV'T'
37 ............--.. ~

38 /3 At!A,i< 7 P//.1) 8.~ ....... .


39 ft/,4-Je.t /-, /~6 y f /) e::: ;cc...g. ~. 3~.~~--~
40~f~~. 4o . ..":#.%:.__
41~
\WA-pi · IM.-1.l<-i(J. _
(_~(..,1. Y*''-(M-!1-<.../ f1f-h<-14 41....... ....... lk:
42 {Jiff/rr(_/1€-M,;
43 su~. Dl~- ?E'1LT~I~Al-~
f·t - 43.b ' 42~< ..
44
45
~ ~t'l'lCct~
M ·rti.A(u.l .c-.fA-
fu,'A~l~--, ~~- fo\t~,
..
!..~ U~"VJ? 41 45 -f(Lc~£· . . );'
46~-rA~
47 l(Jl.-v,-v ~'1 Qh ~JL -~ 4

48 M·A~~ A, l~ \1-'-d' ~~. 47~748 ~


lp. 'Pkk· k.ql.,. klct~ 49.~··'·· ,

/_Pv~·~~"~
.
' so,~~~
J~+'/ ('-! (//f-PG<tJ .......'{
51 .............. .
1 2 3 4

M---{1~
~-
52

~-~
53
53 ..... ~·{> d
54 ... VY.Y.~
I
~

v~, ~····.,J.,
. 58 .......

63 ............... .

--
78.~
1 2 3 4

94,, "' ,,,,..... 1


Ill ~........
95...

96.~v~ . . . .- ~
97,,,,,,,,~,,,,

Anda mungkin juga menyukai