Penyebab konflik
Setiap manusia mempunyai perbedaan dalam hal kecerdasan, kemampuan, sikap,
bakat, kepribadian, cita-cita, minat maupun kebutuhan. Perbedaan-perbedan yang
melekat pada diri individu dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar, akan tetapi
perbedaan dapat menimbulkan pertentangan diantara individu. Perbedaan individu harus
diarahkan dan dikelola secara baik agar dapat mendorong perkembangan individu
maupun kelompok.
Organisasi sebagai kumpulan individu tidak terlepas dari persoalan konflikdalam
mencapai tujuan. Karena itu agar konflik dapat berdampak positif bagi kelangsungan
organisasi harus dikelola secara baik dengan mengetahui factor-faktor yang menjadi
penyebabnya. Konflik sering muncul karena kesalahan dalam mengkomunikasikan
keinginan dan adanya kebutuhan dari nilai-nilai kepada orang lain, ( Stoner, J. A. F., dan
Freeman, R. E., 1992). Kegagalan komunikasi karena proses komunikasi tidak dapat
berlangsung secara baik, pesan sulit dipahami oleh kariyawan karea perbedaan
pengetahuan, kebutuhan, dan nilai-nilai yang diyakini oleh pimpinan. Suatu system nlai
merupakan pandangan hidup (world view) bagi manusia yang menganutnya
(Koentjaraningrat, 1990). Nilai-nilai yang dianut oleh seorang pemimpin akan
mempengaruhi oleh gaya kepemimpinan yang dijalankan. Gaya kepemimpinan
berdasarkan kontingensi berguna untuk memecahkan masalah-masalah manajemen
(Winardi, 1990;221). Pendapat yang hamper sama dikemukakan oleh Hersey, P. &
Blanchard, K. (1982:112) bahwa, gaya kepemimpinan kontingensi dapat berjalan secara
efektif dalam menyelesaikann masalah (konflik) dalam organisasi bergantung pada
situasi yang diciptakannya.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Hersey, P. & Blanchhard, K. (1996), tiga variable
situasi yang cenderung menentukan bagi gaya kepemimpinan kontingensi;
1) Terbinanya hubungan yang harmonis antara pimpinan dan angota/pengikutnya,
2) Memiliki posisi yang kuat (struktur tugas), dan
3) Dapat mengarahkan pekerjaan yang diterapkan dengan baik
Ketiga variable situasi dimaksud dapat menjadi kekuatan bagi kemajuan
organnisasi, namun apabila pimpinan tidak berhasil menciptakan katiga situasi dimaksud
niscaya dapat menjadi penyebab timbulnya konflik.
Konflik dapat terjadi dalam berbagai situasi kerja organisasi, Owens, R. G.
(1991;250) menyatakan bahwa aturan-aturan yang diberlakukan dan prosedur yang
tertulis dan tidak tertulis dapat menyebabkan konflik jika penerapannya terlalu kaku dan
keras. Seetiap anggota organisasi mearisi nilai-nilai berdasarkan latar belakanng
kehidupannya, penerapan sangsi atau hukuman sebagai akibat dari penerapan aturab
yang ketat menyebabkan individu bekerja berdasrkan ancaman bukan didasari oleh
motivasi.
Perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam organisasi sering menimbulkan
perbvedaan-perbedaan pedapat, keyakinan dan ide-ide (Terry, G. R., 1986). Perubahan
dan perkembangan organisasi dalam upaya menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
berusaha merubah lingkungan sesuai dengan tujuan yang diterapkan (Winardi, 1990).
Perubahan dan perkembangan organisasi berkenaan dengan perkembangan sumber daya
manusia dan sumber daya non-manusia, perluasan struktur organisasi, meningkatnya
beban tugas yang dijalankan pada setiap unit/bagian, dan semakin meningkatnya
permintaan dalam hal produksi dan jasa. Koflik muncul karena adanya kenyataan bahwa,
para anggota bersaing utuk mendapatkan sumber daya organisasi yang terbatas,
bertambahnya beban kerja, aliran tugas yang kurang dimengerti bawahan, kesalahan
komunikasi, dan adanya perbedaan status, tujuan atau persepsi (Handoko, T. H., 192;346)
Penyebab terjadnya konflik pada setiap organisasi sangat bervariasi bergantung
pada cara individu-individu menafsirkan, memperrsepsi, dan memeberikan tanggapan
terhadap lingkungan kerjanya. Pendapat Deutsch yang dikutip oleh Champbell, R. F.,
Corbally, J. E. dan Nystrend, R. O. (1988:187) mengidentifikasi sumber-sumber
terjadinya konflik dikarenakan adanya pengawasan yang terlalu ketat terhadap karyawan,
perdsaingan untuk memperebutkan sumber-sumber organisasi yang terbatas, perbedaan
nilai, perbedaan keyakinan (belief) dan persaingan antar kelompok/bagian (parties).
Koflik terjadi dikarenakan ada kondisi yamg mendahului, dan kondisi itu
merupakan sumber munculnya konflik (Wahyudi, 2015: 36 ). Munculnya berbagai
konflik merupakan dinamika dan perkembangan organisasi, karea itu pimpinan (menejer)
perlu memahami beberapa sebab yang dapat menimbulkan konflik, dan mencermati
konflik sebagai suatu kejadian yang tidak dapat dipisahkan dari persoalan organisasi.
Tugas pimpinan (menejer) adalah mengelola konflik agar dapat fungsional guna
dimanfaatkan untuk meningkatkan performansi kerja. Aspek fungsional dari konflik
dapat terjalinnya kerja sama para angggota organisasi, pmpinan menemukan cara
memperbaiki prestasi organisasi, terciptanya suasana kondusif dalam organisasi, kinerja
organisasi semakin meningkat. Konflik fungsional berdampak pada peningkatan kinerja
individu dan pada gilirannya dapat meningkatkan produktivitas organisasi (Gibson, et al.,
1996).
Sumber- sumber konflik organisasi menurut pandangan Feldman, D. C. dan
Arnold, H. J. (1983:513) dapat dilihat pada gambar 2.3
Organizational
Individual Situational Structure :
Conditions : Specialization and
Characteristic :
Degree of interaction, differentiation, Task
Values, attitudes, need for consensus, interdependence,
belliefs, needs, status differences, Goal setting, Scarce
Communication, resources, Multiple
perceptions,
ambiguous, authority &
Judgments. responsibilities. influence, reward
systtem
Harapan
Lembaga Peranan
institusional
Perilku
System
yang
sosial
nampak
Gambar model suber-sumber knflik dalam organisasi pendidikan dari Getzels dan
Guba (diadaptasi)
Getzels dan Guba menyimpulkan bahwa dalam organisasi terdapat sejumlah tipe
dan sumber-sumber konflik yaitu : harapan institusional dan nilai kultural, harapan
peranan dan disposisi kepribadian, peranan dengan peranan, dan konflik yang bersumber
dari kepribadian-kepribadian yang kacau.
Konflik antara harapan peranan dan disposisi kepribadian, konflik antara
harapan peranan dan disposisi kepribadian terjadi disebabkan oleh ketidakcocokan
antara dimensi institusional (ideografis) dan dimensi individual (dimensi nomotetis).
Pada kasus seperti ini terdapat pertentangan timmbal balik antara harapan organisasi dan
disposisi pribadi,, dan individu dihadapakan suatu pilihan untuk memenuhi kebutuhan
pribadi atau tuntutan lembaga, maka seseorang harus menyesuaikan diri dengan
keadaan yang kurang menyenangkan, tapi jika individu memilih untuk memenuhi
kepentingan pribadi berarti menyalahi peranan sebagai anggota organisasi yang
mempunyai tugas dan tanggug jawab yang harus dilakukan. Perilaku yang ditampilkan
untuk kepentingann pribadi dapat menganggu pencapaian tujuan organisasi.
Konflik antara harapan institusional dengan nilai kutural, dalam situasi
pendidikan terdapat konflik semacam ini dapat dicontohkan sebagai berikut : sekolah
menginginkan anak didik tekun belajar agar dapat mencapai prestasi secara maksimal.
Akan tetapi kenyataan pada masyarakat mempunyai nilai-nilai kebudayaan lebih
menghargai kesenangan dan kemudahan dan kurang menghargai kerja keras ataupun
prestasi intelektual. Dengan demikian terdappat pertentangan antara program sekolah
dengan nilai-nilai budaya dimasyarakat. Akibat tidak adanya kesesuaian hal tersebut,
maka sering terjadi konflik antara guru dan murid.
Peranan dapat diartikan sebagai p ola perilaku yang diharapkan dari seseorang
pada waktu menjalankan fungsi jabatan tertentu dalam berinteraksi dengan orang lain
(Criblin, J., 1982:216). Dalam bidang pendidikan, konflik peranan dapat terjadi pada
kepala sekolah yang diharapkan lebih banyak mencurahkan waktu untuk kegiatan
supervise guru dan pengembangan kurikulu, akan tetapi dalam kenyataan sebagian besar
waktu digunakan untuk kegiatan administrasi dan kegiatan diluar sekolah.
Konflik kepribadiann sebagai akibat dari kepribadian yang tidak stabil dan tidak
dapat menyesuaikan diri dengan lingkunngan organisasi. Disekolah, guru yang
mengalami konflik kepribadian menunjukkan sikap kurang bersahabat, tidak dapat
bekerjasama dengan rekan guru, tugas tidak dilaksanakan secara baik.
Kajian tentang penyebab atau sumber-sumber konflik dalam organisasi
dimaksudkan sebagai dasar pertimbangan bagi pimpinan organisasi hususnya para
pimpinan lembaga pendidikan dalam mengendalikan konflik. Apabila berbagai konflik
dikelola secara baik, maka konflik dapat dimanfaatkan sebagai media untuk mengkritisi
kinerja organisasi. Dengan demikian keberadaan konflik tidak perlu dipandang sebagai
peristiwa yang merisaukan bagi pimpinan (menejer), akan tetapi jjustru dengan
munculnnya konflik, organisasi menjadi dinamis.