(MOBILISASI)
perawatindonesia1945 / 28 Agustus 2014
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak di mana manusia memerlukan untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan aktivitas/pergerakan dan istirahat tidur
merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Salah satu
tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang tidak terlepas dari keadekuatan
system persarafan dan musculoskeletal. Manusia mempunyai kebutuhan untuk bergerak
agar dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan melindungi diri dari kecelakaan. Mekanika
tubuh adalah usaha koordinasi dari muskuskeletal dan sistem saraf untuk mempertahankan
keseimbangan yang tepat. Mekanika tubuh adalah cara menggunakan tubuh secara efisien,
yaitu tidak banyak mengeluarkan tenaga, terkoordinasi secara aman dalam menggerakkan
serta mempertahankan keseimbangan dalam beraktivitas. Imobilitas atau imobilisasi
merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi
yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang,
cidera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:
Kebutuhan Aktivitas (Mobilisasi) dini menurut Carpenito tahun 2000 adalah suatu upaya
mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk
mempertahankan fungsi fisiologis.
Kebutuhan aktivitas atau pergerakan dan istirahat tidur merupakan suatu kesatuan yang
saling berhubungan dan saling mempegaruhi. Salah satu tanda kesehatan adalah adanya
kemampuan seseorang tidak terlepas dari keadekuatan system persarafan dan
musculoskeletal.
Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak di mana manusia memerlukan untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidup.
Sistem Tubuh Yang Berperan dalam Kebutuhan Aktivitas
1. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi mekanis untuk
membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai otot, fungsi sebagai tempat
penyimpanan mineral khususnya kalsium dan fosfor yang bisa dilepaskan setup saat susuai
kebutuhan, fungsi tempat sumsum tulang dalam membentuk sel darah, dan fungsi
pelindung organ-organ dalam.
Terdapa tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih seperti tulang kepala dan pelvis, tulang kuboid
seperti tulang vertebrata dan tulang tarsalia, dan tulang panjang seperti tulang femur dan
tibia. Tulang panjang umumnya berbentuk lebar pada kedua ujung dan menyempit di
tengah. Bagian ujung tulang panjang dilapisi kartilago dan secara anatomis terdiri dari
epifisis, metafisis, dan diafisis. Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua ujung tulang dan
terpisah dan lebih elastic pada masa anak-anak serta akan menyatu pada masa dewasa.
3. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang. Ligament bersifat
elastic sehingga membantu fleksibilitas sendi dan mendukung sendi. Ligamen pada lutut
merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh karena itu jika terputus akan mengakibatkan
ketidakstabilan.
4. Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan modula spinalis) dan sistem saraf tepi
(percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf memiliki somatic dan otonom. Bagian
somatic memiliki fungsi sensorik dan motorik. Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat
seperti pada fraktur tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan secara umum,
sedangkan kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan terganggunya daerah yang diinervisi,
dan kerusakan pada saraf radial akan mengakibatkan drop hand atau gangguan sensorik
pada daerah radial tangan.
5. Sendi
Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi membuat segmentasi
dari rangka tubuh dan memungkinkan gerakan antar segmen dan berbagai derajat
pertumbuhan tulang. Terdapat beberapa jenis sendi, misalnya sendi synovial yang
merupakan sendi kedua ujung tulang berhadapan dilapisi oleh kartilago artikuler, ruang
sendinya tertutup kapsul sendi dan berisi cairan synovial. Selain itu, terdapat pula sendi
bahu, sendi panggul, lutut, dan jenis sendi lain sepertii sindesmosis, sinkondrosis dan
simpisis.
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
mempertahankan kesehatannya.
1. Jenis Mobilitas
Mobilitas Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh
dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi social dan menjalankan peran sehari-
hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik
untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas
karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya.
Hal ini dapat dijumpai pada kasus cidera atau patah tulang dengan pemasangan
traksi. Pasien paraplegi dapat mengalamai moblitas sebagian pada ekstremitas
bawah karena kehilangan control motorik dan sensorik.
Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
trauma reversible pada sistem musculoskeletal, contohnya adanya dislokasi sendi
dan tulang.
Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya
sistem saraf yang reversible. Contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke,
paraplegi karena cidera tulang belakang, poliomyelitis karena terganggunya sistem
saraf motorik dan sensorik.
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak
secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami
trauma tulang belakang, cidera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan
sebagainya.
1. Jenis imobilitas
Imobiltas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien
hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis
sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengubah tekanan.
Imobilitas intelektual, merupakan keadaan dimana mengalami keterbatasan berpikir,
seperti pada pasien yang mengalami gangguan otak akibat suatu penyakit.
Imobilitas emosional, yakni keadaan ketika mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.
Seperti keadaan stress berat karena diamputasi ketika mengalami kehilangan bagian
anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
Imobilitas sosial, yakni keadaan seseorang yang mengalami hambatan dalam
berinteraksi karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya
dalam kehidupan sosial.
Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal. Mengingat
imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolism dalam tubuh. Hal tersebut
dapat dijumpai pada menurunnya Basal Metabolisme Rate (BMR) yang menyebabkan
berkurangnya energy untuk perbaikan sel-sel tubuh. Sehingga dapat mempengaruhi
oksigensi sel. Perubahan metabolism imobilitas dapat mengakibatkan proses anabolisme
menurun dan katabolisme meningkat. Keadaan ini dapat meningkatkan resiko gangguan
metabolisme. Proses imobilitas dapat juga menyebabkan penurunan ekskresi urine dan
peningkatan nitrogen. Hal tersebut dapat ditemukan pada pasien yang mengalami
immobilitas pada hari kelima dan keenam. Beberpa dampak dan perubahan metabolisme
diantaranya, pengurangan jumlah metabolisme, antropi kelenjar dan katabolisme protein,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, demineralisasi tulang, gangguan dalam mengubah
zat gizi, dan gangguang gastrointestinal.
Perubahan Kardiovaskuler
Perubahan sistem ini akibat imobilitas antara lain dapat berupa hipotensi ortostatik,
meningkatnya kerja jantung dan terjadinya pembentukan trombus. Terjadinya hipotensi
ortostatik dapat disebakab menurunnya kemampuan saraf otonom, pada posisi yang tetap
dan lama, refleks neurovaskuler akan menurun dan menyebabkan vasokonstriksi, kemudian
darah terkumpul pada vena bagian bawah sehingga aliran darah ke sistem sirkulasi
terhambat.
Meningkatnya kerja jantung dapat disebabkan imobilitas dengan posisi horizontal. Dalam
keadaan normal, darahyang terkumpul pada ekstremitas bawah bergerak dan
meningkatkan aliran vena kembali ke jantung dan akhirnya jantung akan meningkatkan
kerjanya. Terjadinya trombus juga diakibatkan meningkatnya vena statis yang merupakan
hasil penurunan kontraksi muscular sehingga meningkatkan arus balik vena.
Gangguan Skeletal
Misalnya, akan mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur merupakan
kondisi yang abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi yang disebabkan atropi dan
memendeknya otot. Kontraktur dapat menyebabkan sendi dalam kedudukan yang tidak
berfungsi. Osteoporosis terjadi akibat reabsorbsi tulang semakin besar, sehingga
menyebabkan jumlah kalsium ke dalam darah menurun dan jumlah kalsium yang di
keluarkan melalui urine semakin besar.
Perubahan Eliminasi
Misalnya penurunan jumlah urine yang mungkin disebabkan kurangnya asupan dan
penurunan curah jantung, sehingga aliran darah renal dan urine berkurang.
Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas antara lain, timbulnya rasa bermusuhan,
bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubaha siklus tidur dan menurunnya koping
mekanisme.
Postur Tubuh
Faktor-faktor yang Mempengaruhi postur Tubuh
Pembentukan postur tubuh dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor , diantaranya :
1. Status kesehatan
Perubahan status kesehatan dapat menimbulkan keadaan yang tidak optimal pada organ
atau bagian tubuh yang mengalami kelelahan atau kelemahan sehingga dapat
memengaruhi pembentukan postur. Hal ini dapat dijumpai pada orang sakit yang banyak
mengalami ketidakseimbangan dalam pergerakan.
2. Nutrisi
Nutrisi merupakan bahan untuk menghasilkan energi yang digunakan dalam membantu
proses pengaturan keseimbangan organ, otot, tendon, ligamen,dan persendian. Apabila
status nutrisi kurang, kebutuhan energi pada orang tersebut akan berkurang sehingga dapat
mempengaruhi proses keseimbangan.
3. Emosi
Emosi dapat menyebabkan kurangnya kendali dalam menjaga keseimbangan tubuh. Hal
tersebut dapat mempengaruhi proses koordinasi pada otot, ligamen, sendi dan tulang.
4. Gaya Hidup
Perilaku gaya hidup dapat membuat seseorang menjadi lebih baik atau bahkan sebaliknya
menjadi buruk. Seseorang yang memiliki gaya hidup tidak sehat, misalnya selalu
menggunakan alat bantu dalam melakukan kegiatan sehari-hari, dapat mengalami
ketergantungan sehingga postur tubuh tidak berkembang dengan baik.
Kebutuhan Mekanika Tubuh dan Ambulasi
Manusia mempunyai kebutuhan untuk bergerak agar dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
dan melindungi diri dari kecelakaan. Mekanika tubuh adalah usaha koordinasi dari
muskuskeletal dan sistem saraf untuk mempertahankan keseimbangan yang tepat.
Mekanika tubuh adalah cara menggunakan tubuh secara efisien, yaitu tidak banyak
mengeluarkan tenaga, terkoordinasi secara aman dalam menggerakkan serta
mempertahankan keseimbangan dalam beraktivitas.
Berat
Dalam menggunakan mekanika tubuh yang sangat diperhatikan adalah berat atau bobot
benda yang akan diangkat karena berat benda tersebut akan mempengaruhi mekanika
tubuh.
Status Kesehatan.
Terjadi penurunan koordinasi yang disebabkan oleh penyakit berupa berkurangya
melakukan aktifitas sehari-hari.
Nutrisi
Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan kelemahan otot dan memudahkan terjadi
penyakit.contoh: tubuh yang kekurangan kalsium akan lebih mudah fraktur.
Emosi
Kondisi psikologi seseorang dapat mudah memudahkan perubahan perilaku yang dapat
menurunkan kemampuan mekanika tubuh dan ambulasi yang baik.
Gaya Hidup
Perubahan pola hidup seseorang dapat menyebabkan stress dan kemungkinan besar akan
menyebabkan kecerobohan dalam beraktifitas.
Pengetahuan
Pengetahuan yang baik dalam pengguanaan mekanika tubuh akan mendorong seseorang
untuk mempergunakannya dengan benar, sehingga mengurangi tenaga yang dikeluarkan.
Kesehatan fisik
Penyakit, cacar tubuh dan imobilisasi akan mempengaruhi pergerakan tubuh.
Mekanika tubuh yang benar akan memberikan manfaat yang maksimal untuk tubuh,
gerakan yang dilakukan akan efektif serta mengurangi pemborosan tenaga. Mekanika tubuh
yang salah akan mengakibatkan terjadinya ketegangan sehingga menimbulkan kelelahan
dan gangguan sistem muskuloskeletal selain itu juga meningkatkan resiko kecelakaan pada
sistem musculoskeletal. Apabila seseorang salah berjongkok atau berdiri akan mudah terjadi
kelainan pada tulang vertebra.
1. Kelelahan
Pasien pada awalnya tidak merasa lelah, akan tetapi setelah melakukan aktivitas pasien
langsung merasa lelah, pasien merasa lemas dan lelah karena penyakitnya.
4. Kemampuan Mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai kemampuan gerak
ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa bantuan. Kategori tingkat
kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut:
Bahu
Adduksi: Gerakan lengan ke lateral dari posisi samping ke atas
kepala, telapak tangan menghadap ke posisi yang paling jauh.
180
Siku 150
Fleksi: Angkat lengan bawah ke arah depan dan ke arah atas menuju
bahu.
80-90
Pergelangan Tangan
Fleksi: Tekuk jari-jari tangan ke arah bagian dalam lengan bawah.
80-90
Ekstensi: Luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi.
70-90
Hiperekstensi: Tekuk jari-jari tangan ke arah belakang sejauh
mungkin
Adduksi: Tekuk Pergelangan tangan kea rah kelingking, telapak
tangan menghadap ke atas.
30-50
0 0 Paralisis sempurna
8. Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan mobilitas dan
imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi, perubahan dalam
mekanisme koping,dll.
1. Diagnosis/Masalah Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik akibat trauma tulang belakang, fraktur, dan lain-lain.
2. Gangguan penurunan curah jantung akibat imobilitas
3. Risiko cedera (jatuh) akibat orthostatic pneumonia
4. Intoleransi aktivitas akibat menurunnya tonus dan kekuatan otot
5. Sindrom perawatan diri akibat menurunnya fleksibilitas otot
6. Tidak efektifnya pola napas akibat menurunnya ekspansi paru
7. Gangguan pertukaran gas akibat menurunnya gerakan respirasi
8. Gangguan eliminasi akibat imobilitas
9. Retensi urin akibat gangguan mobilitas fisik
10. Inkontinensia urin akibat gangguan mobilitas fisik
11. Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) akibat menurunnya nafsu makan
(anoreksia) akibat sekresi lambung menurun, penurunan peristaltik usus.
12. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat kurangnya asupan (intake)
13. Gangguan Interaksi sosial akibat imobilitas
14. Gangguan konsep diri akibat imobilitas
1. Perencanaan Keperawatan
Tujuan:
1. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah pengaturan posisi tubuh sesuai
kebutuhan pasien serta melakukan latihan ROM pasif dan aktif.
Posisi Fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, di mana bagian kepala tempat tidur
lebih tinggi atau dinaikan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan
memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.
Cara:
Dudukkan pasien
Berikan sandaran pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur, untuk posisi
semifowler (30-45 derajat) dan untuk fowler (90 derajat)
Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk
Posisi Sim
Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau miring ke kiri. Posisi ini dilakukan untuk
memberi kenyamanan dan memberikan obat per anus (supositoria).
Cara :
Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri dengan posisi badan
setengah telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan ditekuk diarahkan ke dada.
Tangan kiri diatas kepala atau di belakang punggung dan tangan kanan di atas
tempat tiduran ditekuk diarahkan ke dada.
Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengah telungkup dan kaki kanan
lurus, lutut, dan paha kiri ditekuk diarahkan ke dada.
Tangan kanan di atas kepala atau di belakang punggung dan tangan kiri di atas
tempat tidur.
Posisi Lititomy
Posisi berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke atas bagian
perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia pada proses persalinan, dan
memasang alat kontrasepsi.
Cara:
Pasien dalam kcadaan berbaring telentang, kemudian angkat kedua paha dan tarik
ke arah perut
Tungkai bawah membentuk sudut 90 derajat terhadap paha
Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi lithotomic
Pasang selimut
Posisi Trendelenburg
Posisi pasiom berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada bagian
kaki. Posisi ini dilakukan untuk mdancarkan perdaran darah ke otak.
Cara:
Pasien dalam keadaan berbaring telentang, letakan bantal di antara kepala dan
ujung tempati tidur pasien, dan berikan bantal dibawah lipatan lutut.
Berikan balok penopang pada bagian kaki tempat tidur atau atur tempat tidur khusus
dcngan meninggikan bagian kaki pasien.
Cara:
Cara:
Anjurkan pasien untuk posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada
mencmpel pada kasur tempat tidur.
Pasang selimut pada pasien.
1.
2. Fleksi dan Ekstensi Siku
Cara :
1. Rotasi Bahu
Cara :
1. Postur tubuh yang benar pada saat berbaring, duduk dan berdiri.
Posisi Berdiri
Pengkajian posisi berdiri dilakukan dengan cara menganjurkan pasien pada posisi berdiri,
kepala tegak, dan mata menghadap lurus ke depan. Bila diamati dari belakang, bahu dan
pinggul harus lurus dan sejajar. Amati vertebrata kolumna, apabila dari arah samping kepala
tegak dan lurus dan tulang belakang diluruskan bentuknya seperti huruf S. vertebrata
servikal melengkung ke depan dan vertebrata lumbal melengkung ke depan, kaki
ditempatkan sedikit terpisah untuk mencapai dasar dari topangan dan ibu jari menunjuk ke
depan, dan apabila diamati dari depan berada pada garis tengah vertikal. Apabila posisi
tidak sesuai dengan posisi berdiri yang benar, maka dapat diidentifikasi adanya gangguan
otot/tulang.
Posisi Duduk
Kepala pasien harus tegak lurus dengan leher dan vertebrata kolumna. Kemudian berat
badan bertumpu pada glutea dan paha. Paha sejajar dan datar pada bagian horizontal
kedua telapak kaki menapak di lantai, dan dengan jarak 2-4 cm perlu dipertahankan antara
tepi tempat duduk dengan lutut dan lengan pasien. Pasien yang dalam keadaan abnormal
akan mengalami kelemahan otot atau paralisis otot, serta adanya perubahan sensasi
(kerusakan saraf).
Posisi Berbaring
Letakkan pasien dengan posisi latera, semua bantal dan penyokong posisi dipindahkan dari
tempat tidur. Kemudian tubuh ditopang dengan kasur yang cukup dan vertebrata harus
lurus dengan alas yang ada. Apabila dijumpai kelainan pada pasien, maka terdapat proses
penurunan sensasi atau gangguan sirkulasi serta adanya kelemahan.
1. Perubahan dalam tumbuh kembang, identifikasi adanya trauma, kerusakan otot atau
saraf dan kemungkinan factor yang menyebabkan postur tubuh yang buruk.
2. Diagnosis Keperawatan
3. Nyeri yang berhubungan dengan posis duduk, berdiri dan berbaring yang salah
akibat pemakaian gips pada daerah ekstremitas, dan lain-lain.
4. Gangguan mobilitas berhubungan dengan drop foot lutut akibat kontraktur.
5. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan keseimbangan yang disertai
kelemahan otot.
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi gangguan
postur tubuh adalah tidak terjadi perubahan atau kesalahan dalam postur tubuh, dan pasien
mampuberaktivitas dengan mudah serta tidak merasakan kelemahan.
Asuhan Keperawatan Pada Masalah Mekanika Tubuh dan Ambulasi
1. Pengkajian
1. Menilai kemampuan dan keterbatasan dalam bergerak dengan cara :
Bangkit dari posisi berbaring ke posisi duduk
Kemudian bangkit dari kursi ke posisi berdiri
Menilai gaya berjalan
2. Diagnosis Keperawatan
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya kelemahan akibat spasme
otot dan tulang pada extremitas, nyeri akibat peradangan sendi, penggunaan alat
Bantu dalam waktu yang lama.
Risiko cedera berhubungan dengan adanya paralysis, gaya berjalan tidak stabil,
penggunaan tongkat yang tidak benar
Kurang perawatan diri b.d kelemahan fisik secara umum
3. Perencanaan
Memperbaiki penggunaan mekanika tubuh pada saat melakukan aktifitas
Memulihkan dan memperbaiki ambulasi
Mencegah terjadinya cedera akibat jatuh
4. Pelaksanaan
1. Latihan ambulasi
2. Duduk diatas tempat tidur
Cara:
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Anjurkan pasien untuk melatakan tangan disamping badannya dengan telapak
tangan menghadap kebawah.
3. Berdirilah disamping tempat tidur kemudian letakkan tangan pada bahu pasien.
4. Bantu pasien untuk duduk dan diberi penopang atau bantal.
1.
2. Membantu berjalan
Cara:
5. Evaluasi Keperawatan
Melihat kembali perkembangan kesembuhan klien
Hasil yang diharapkan dari masalah mekanika tubuh pada klien tidak dapat dilihat
dalam beberapa hari
Perawatan mekanika tubuh dan ambulasi klien harus sering kali dilakukan.
Perawat mengantisipasi kebutuhan untuk mengubah intervensi selama evaluasi