Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN

A. DEFINISI
Gangguan pendengaran merupakan suatu keadaan yang menyertai lanjutnya usia.
Dengan makin lanjutnya usia terjadi degenerasi primer di organ corti berupa
hilangnya sel epitel syaraf yang di mulai pada usia pertengahan (Vander Cammen,
1991) Kehilangan pendengaran pada lansia disebut presbikusis. fenonema tersebut
sebagai suatu penyakitsimetris bilateral pada pendengaran yang berkembang secara
progresif lambat terutama memengaruhi nada tinggi dan dihubungkan dengan
penuaan. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi berbagai faktor yang telah diteliti
adalah: nutrisi, faktor dan arteriosklerosis. Penurunan pendengaran terutama berupa
sensorineural, tetapi juga dapat berupa komponen konduksi yang berkaitan dengan
presbiskusis. (Rees and Deekert, 1990)

B. KLASIFIKASI GANGGUAN PENDENGARAN


1. Gangguan Pendengaran Tipe Konduktif
Gangguan bersifat mekanik, sebagai akibat dari kerusakan kanalis auditorius,
membrana timpani atau tulang-tulang pendengaran. Salah satu penyebab gangguan
pendengaran tipe konduktif yang terjadi pada usia lanjut adalah adanya serumen
obturans, yang justru sering dilupakan pada pemeriksaan. Hanya dengan
membersihkan lobang telinga dari serumen ini pendengaran bisa menjadi lebih
baik.
2. Gangguan Pendengaran Tipe Sensori-Neural
Penyebab utama dari kelainan ini adalah kerusakan neuron akibat bising,
prebiakusis, obat yang oto-toksik, hereditas, reaksi pasca radang dan komplikasi
aterosklerosis. Prebiakusis Hilangnya pendengaran terhadap nada murni
berfrekwensi tinggi, yang merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan
lanjutnya usia. Bersifat simetris, dengan perjalanan yang progresif lambat.
Terdapat beberapa tipe presbiakusis, yaitu : Presbiakusis Sensorik Patologinya
berkaitan erat dengan hilangnya sel neuronal di ganglion spiralis. Letak dan jumlah
kehilangan sel neuronal akan menentukan apakah gangguan pendengaran yang
timbul berupa gangguan atas frekwensi pembicaraan atau pengertian kata-kata.
Prebiakusis Strial Abnormalitas vaskularis striae berupa atrofi daerah apical dan
tengah dari kohlea. Prebiakusis jenis ini biasanya terjadi pada usia yang lebih muda
disbanding jenis lain. Prebiakusis Konduktif Kohlear Diakibatkan oleh terjadinya
perubahan mekanik pada membrane basalis kohlea sebagai akibat proses dari
sensitivitas diseluruh daerah tes.
3. Tinitus
Suatu bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau rendah, bisa terus
menerus atau intermiten. Biasanya terdengar lebih keras di waktu malam atau
ditempat yang sunyi. Apabila bising itu begitu keras hingga bisa didengar oleh
dokter saat auskkkultasi disebut sebagai tinnitus obyektif. Persepsi Pendengaran
Abnormal Sering terdapat pada sekitar 50% lansia yang menderita presbiakusis,
yang berupa suatu peningkatan sensitivitas terhadap suara bicara yang keras.
Tingkat suara bicara yang pada orang normal terdengar biasa, pada penderita
tersebut menjadi sangat mengganggu. Gangguan Terhadap Lokalisasi Suara Pada
lansia seringkali sudah terdapat gangguan dalam membedakan arah suara, terutama
dalam lingkungan yang agak bising.

C. ETIOLOGI
Etiologi di bagi menjadi 2 yaitu :
1. Internal
Degenerasi primer eferen dari koklea, degenerasi primer organ corti penurunan
vascularisasidari reseptor neuro sensorik mungkin juga mengalami
gangguan.Sehingga baik jalur auditorik dan lobus temporalis otak sering terganggu
akibat lanjutnya usia
2. Eksternal
Terpapar bising yang berlebihan, penggunaan otottoksik dan reaksi paska radang

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Berkurangnya pendengaran secara perlahan dan progresif perlahan pada kedua
telinga dantidak disadari oleh penderita
2. Suara-suara terdengar seperti bergumam, sehingga mereka sulit untuk mengerti
pembicaraan
3. Sulit mendengar pembicaraan di sekitarnya, terutama jika berada di tempat dengan
latar belakang suara yang ramai
4. Suara berfrekuensi rendah, seperti suara laki-laki, lebih mudah didengar daripada
suara berfrekuensi tinggi
5. Bila intensitas suara ditingikan akan timbul rasa nyeri di telinga
6. Telinga terdengar berdenging (tinnitus)

E. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Dengan Garputala
Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran udara dinilai dengan menempatkan
garputala yang telah digetarkan di dekat telinga sehingga suara harus melewati udara
agar sampai ke telinga. Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran
subnormal bisa menunjukkan adanya kelainan pada saluran telinga, telinga tengah,
telinga dalam, sarat pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak. Pada dewasa,
pendengaran melalui hantaran tulang dinilai dengan menempatkan ujung pegangan
garputala yang telah digetarkan pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol di
belakang telinga). Getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk
tulang koklea di telinga dalam. Koklea mengandung sel-sel rambut yang merubah
getaran menjadi gelombang saraf, yang selanjutnya akan berjalan di sepanjang saraf
pendengaran.
Pemeriksaan ini hanya menilai telinga dalam, saraf pendengaran dan jalur saraf
pendengaran di otak. Jika pendengaran melalui hantaran udara menurun, tetapi
pendengaran melalui hantaran tulang normal, dikatakan terjadi tuli konduktif.
Jika pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka terjadi tuli
sensorineural. Kadang pada seorang penderita, tuli konduktif dan sensorineural terjadi
secara bersamaan.

2. Audiometri
Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran secara tepat,
yaitu dengan menggunakan suatu alat elektronik (audiometer) yang menghasilkan
suara dengan ketinggian dan volume tertentu.Ambang pendengaran untuk serangkaian
nada ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap nada sehingga penderita tidak
lagi dapat mendengarnya.Telinga kiri dan telinga kanan diperiksa secara
terpisah.Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan earphone,
sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui hantaran tulang digunakan sebuah
alat yang digetarkan, yang kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.
3. Audimetri Ambang Bicara
Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan supaya
bisa dimengerti. Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku
kata yang memiliki aksentuasi yang sama, pada volume tertentu.
Dilakukan perekaman terhadap volume dimana penderita dapat mengulang separuh
kata-kata yang diucapkan dengan benar.
4. Respon Auditoris Batang Otak
Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang timbul akibat rangsangan
pada saraf pendengaran. Respon auditoris batang otak juga dapat digunakan untuk
memantau fungsi otak tertentu pada penderita koma atau penderita yang menjalani
pembedahan otak.
5. Elektrokokleografi
Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan saraf
pendengaran. Kadang pemeriksaan ini bisa membantu menentukan penyebab dari
penurunan fungsi pendengaran sensorineural.Elektrokokleografi dan respon auditoris
batang otak bisa digunakan untuk menilai pendengaran pada penderita yang tidak
dapat atau tidak mau memberikan respon bawah sadar terhadap suara.

F. PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa pilihan terapi untuk penderita presbikusis, diantaranya:
1. kurangi paparan terhadap bising
2. Gunakan pelindung telinga (ear plegs atau ear muffs) untuk mencegah kerusakan
lebih lanjut
3. Gunakan alat bantu dengar
4. Lakukan latihan untuk meningkatkan keterampilan membaca gerak bibir dan
latihan mendengar
5. Berbicaralah kepada penderita presbikusis dengan nada rendah dan jelas.
Dengan memahami kondisi yang dialami oleh para lansia dan memberikan terapi
yang tepat bagimereka, diharapkan kita dapat membatu mengatasi masalah sosial
yang mungkin mereka alami akibatadanya keterbatasan fungsi pendengaran mereka.
G. PENGOBATAN
Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung kepada
penyebabnya. Jika penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh adanya
cairan di telinga tengah atau kotoran di saluran telinga, maka dilakukan pembuangan
cairan dan kotoran tersebut. Jika penyebabnya tidak dapat diatasi, maka digunakan
alat bantu dengar atau kadang dilakukan pencangkokan koklea.
BAB II
PEMBAHASAAN
1. Kasus
Pada tanggal 16 Maret 2020 pukul 09.00 telah dilakukan pengkajian di Panti Harapan
Kita. didapatkan data Ny. R bahwa sudah 3 bulan berada di panti harapan kita. Klien
mengatakan ia diantarkan oleh adikanya karena tidak ada yang menguusnya dirumah,
dan juga dikarenakan anak pertamanya sudah meninggal. Klien mengatakan sangat
sedih dengan peristiwa kehidupan yang dialaminya saat ini. Saat berbicara dengan
klien kita harus kuat, dan klien sering mengulang-ulang pembicaraan. Setelah
dilakukan pengkajian ternyata klien mengalami gangguan pendengaran yang sudah
sejak lama ia derita. Klien mengalami sulit tidur karena medengernya kebisingan yang
berlebihan. Klien mengatakan tidak tau penyebab ia mengalami gangguan
pendengaran apa.

2. Pertanyaan klinis
Apakah faktor yang menyebabkan gangguan pendengaran pada klien Ny. R ?

3. PICO
P: Pasien Ny. R berumur 61 thn
I : Faktor penyebab gangguan pendengeran
C: -
O: Memberikan edukasi dan motivasi tentang kebisingan yang menyebabkan gangguan
pendengaran

4. Searching literature (journal)


Setalah dilakukan Searching literature (journal) di Goggle scholar, didapatkan 110 journal
yang terkait dan dipilih 1 jurnal dengan judul “Gangguan Pendengaran Akibat Bising”
Dengan alasan
a. Jurnal tersebut sesuai dengan kasus
b. Jurnal tersebut up to date
5. VIA
- Validity :
a) Desain : analitik observasional dengan pendekatan case control yaitu
mencari untuk mengetahui faktor resiko penyebab penyakit terhadap suatu
kejadian penyakit.
b) Sampel :
Teknik pengambilan sampel adalah teknik purposive sampling ,dimana
jumlah sampel sudah ditentukan (Sugiyono, 2017). Jumlah sampel yang
ada sebanyak 55 responden.

c) Kriteria inklusi dan ekslusi :


bersedia secara sukarela dan telah mendapatkan ijin untuk mengikuti
penelitian ini secara penuh dan sebagai subyek penelitia melalui informed
consent, bersifat kooperatif selama pengambilan data. Kriteria eksklusi
yaitu pekerja yang berada ditempat kerja dengan kebisingan yang
berlebihan

d) Randomisasi : Tidak dilakukan randomisasi dalam pengambilan sampel,


dilakukan pemberian Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan
teknik purposive Sampling. sampel pada penelitian ini dengan besar
sampel yaitu 55 pekerja. Penelitian ini membahas tentang faktor yang
berhubungan dengan GPAB di PT. Indonesia Power UBP Semarang

a. Importance dalam hasil


1) Karakteristik subjek :Karakteristik subjek dalam penelitian ini meliputi usia
responden, jenis kelamin responden, pendidikan, pekerjaan,
suku, agama,
2) Beda proporsi :Hasil wawancara Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui
bahwa seluruh responden berjenis kelamin lakilaki atau 110
responden (100%). Dari tingkat pendidikan diketahui
bahwa tidak terdapat responden yang berpendidiakn
terakhir SD dan SMP, sedangkan responden yang
berpendidikan terakhir SMA/SMK sebanyak 69 responden
(62,7%), diploma sebanyak 25 responden (22,7%) dan
sarjana sebanyak 16 responden (14,6%). Dari bagian kerja
dapat diketahui bahwa tidak terdapat responden yang
bekerja di bagian operasi dan bagian keuangan dan
administrasi. Responden yang bekerja di bagian operator
sebanyak 53 responden (48,2%), di bagian pemeliharaan
PLTGU sebanyak 15 responden (13,6%), di bagian kimia
dan bahan bakar sebanyak 10 responden (9,1%), di bagian
perencanaan sebanyak 7 responden (6,4%). Terdapat 5
responden (4,5) yang bekerja di bagian pemeliharaan PLTU
dan alat bantu bengkel dan sarana, 4 responden (3,6) yang
bekerja di bagian enginiring dan prokurment; dan 1
responden (1%) yang bekerja di bagian perencanaan dan
outage.
3) Beda mean : Hasil penelitian Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 2
menunjukan bahwa ada hubungan antara intensitas
kebisingan dengan gangguan pendengaran akibat bising
pada pekerja yang terpapar bising di PT. Indonesia Power
UBP Semarang. Hal ini dibuktikan dalam hasil analisis
bivariat diperoleh p value 0,034 atau kurang dari 0,05. Dari
hasil analisis diperoleh nilai OR=2,779, sehingga
disimpulkan bahwa orang yang bekerja pada daerah dengan
intensitas kebisingan > 85 dBA memiliki resiko terkena
gangguan pendengaran akibat bising 2,779 kali lebih besar
daripada pekerja dengan intensitas dibawah 85 dBA untuk
mengalami gangguan pendengaran akibat bising
4) Nilai p value : Dari hasil penelitian menunjukan bahwa dilihat
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada
hubungan antara penggunaan alat pelindung telinga (APT)
dengan gangguan pendengaran akibat bising pada pekerja
di PT. Indonesia Power UBP Semarang. Hal ini dibuktikan
dalam hasil analisis bivariat diperoleh p value 0,775 atau
lebih dari 0,05, artinya Ho ditolak dan Ha diterima yaitu
tidak ada hubungan antara penggunaan APT dengan
gangguan pendengaran akibat bising.
b. Applicability
1) Dalam diskusi
Mengidentifikasi Hasil penelitian yang telah dilakukan pada responden bahwa
hampir sebagian besar responden menggunakan APT apabila berada di tempat
bising, namun responden tetap terkena gangguan pendengaran. Kesadaran terkait
efek dari intensitas kebisingan yang tinggi juga telah diketahui oleh pekerja.
Kurangnya kenyamanan dalam penggunaan APT menyebabkan responden tidak
bertahan lama dalam penggunaanya. Selain itu pekerja yang menganggap bahwa
tempat kerja tidak bising karena sudah terbiasa berada di sana. PT. Indonesia
Power UBP Semarang telah menyediakan alat pelindung telinga berupa ear plug
kepada seluruh pekerja kecuali pekerja pada bagian administrasi dan keuangan.
Pembaharuan APT dilakukan setiap tiga bulan dan apabila pekerja meminta
untuk penggantian karena hilang atau sudah tidak nyaman dipakai. Ear plug yang
digunakan oleh pekerja diketahui nilai noise reduction rate (NRR) sebesar 25
dBA. Actual NRR dari ear plug dapat dihitung dengan rumus: (NRR-7)/2
sehingga tingkat reduksi dari ear plug yang digunakan pekerja adalah (25-7)/2
maka didapat nilai 9 dBA. Dari nilai tersebut belum dapat mereduksi kebisingan
yang ada di PT. Indoneisa Power ke dalam intensitas kebisingan yang aman
karena apabila disesuaikan dengan nilai intensitas tertinggi yaitu 99,2 maka
kebisingan yang masih dapat didengar pekerja adalah 90,2 dBA. Apabila
mengacu pada NAB waktu paparan yang disarankan maka hanya 2 jam per hari
pekerja diizinkan terpapar bising dengan syarat harus selalu memakai ear plug.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
penggunaan alat pelindung telinga (APT) dengan gangguan pendengaran akibat
bising pada pekerja di PT. Indonesia Power UBP Semarang. Hal ini dibuktikan
dalam hasil analisis bivariat diperoleh p value 0,775 atau lebih dari 0,05, artinya
Ho ditolak dan Ha diterima yaitu tidak ada hubungan antara penggunaan APT
dengan gangguan pendengaran akibat bising.
2) Karakteristik klien : Usia, jenis kelamin responden, pendidikan, pekerjaan, suku,
agama
3) Fasilitas biaya : Tidak dicantumkan jumlah biaya yang digunakan
6. Diskusi (membandingkan jurnal dan kasus)
Berdasarkan jurnal yang berjudul “Gangguan Pendengaran Akibat Bising” pada tabel 2
menunjukan bahwa ada hubungan antara intensitas kebisingan dengan gangguan
pendengaran akibat bising pada pekerja yang terpapar bising di PT. Indonesia Power UBP
Semarang. Hal ini dibuktikan dalam hasil analisis bivariat diperoleh p value 0,034 atau
kurang dari 0,05. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR=2,779, sehingga disimpulkan
bahwa orang yang bekerja pada daerah dengan intensitas kebisingan > 85 dBA memiliki
resiko terkena gangguan pendengaran akibat bising 2,779 kali lebih besar daripada
pekerja dengan intensitas dibawah 85 dBA untuk mengalami gangguan pendengaran
akibat bising.
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan
Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian
mendefinisikan gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan pendengaran tipe
sensorial yang awalnya tidak disadari dan umumnya menyerang kedua telinga. Faktor
risiko yang berpengaruh pada derajat keparahan ketulian ialah intensitas bising,
frekuensi, lama pajanan perhari, masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain
yang dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah
pajanan energi bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat
(Komnas PGPKT, 2014). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang
berhubungan dengan gangguan pendengaran akibat bising di PT. Indonesia Power UBP
Semarang
.
DAFTAR PUSTAKA

Roach sally. Introduktory gerontological Nursing. 2001. Lippinctt: New Yor


Syaifuddin, Anatomi fisisologi. 1997. EGC. Jakarta
Petunjuk praktikum fisiologi I. Tim pengajar fisiologi. 2005. Stikes Aisyiyah Yogyakarta,
Http: // www.pfizer peduli . com / artcel _ detail . aspex. Id : 21
Panduan dianosa keperawatan NANDA
Http: // www. Dokter tetanus . pjnkk. Go. Id / content . view / 249/31
http: // www. Dokter tetanus. WordPress. Comwahyudi, Nugroho, Keperawatan Gerontik.
2000. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai