Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH K3

SISTEM MANAJEMEN K3

Nama Anggota:

Alana Aulia Fazza NIM: 5583165391

Baby Fathonna NIM: 5583165287

Fatma Luciana Affandi NIM: 5583164972

Nada Sausan NIM: 5583165332

TATA BUSANA (D3)

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2016
Kata Pengantar

Puji Syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala dengan segala kemudahan
dari-Nya makalah ini dapat terselesaikan. Dalam makalah ini dibahas tentang “Sistem
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja”

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dan dalam rangka memperdalam pemahaman
tentang materi tersebut.

Yang terhormat dosen kami, Ibu Aam Amaningsih Jumhur, semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat yang maksimal untuk semua kalangan.

Hormat Penulis
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Banyaknya kasus kecelakaan dalam bekerja menggambarkan tingkat kesadaran akan
keamanan saat bekerja di Indonesia yang masih rendah. Pemahaman lebih tentang bagaimana
mengatur kesehatan dan keselamatan kerja dibutuhkan untuk menekan angka persentase buta
K3 di kalangan pekerja Indonesia.

Oleh karena itu, makalah ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk lebih
memahami tentang Sistem Manajemen K3 lebih jauh.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut.
1. Apa itu Sistem Manajemen K3?
2. Siapakah yang harus memahami Sistem Manajemen K3?
3. Bagaimana penerapannya dalam proses perkuliahan?
4. Dimana pengembangan Sistem Manajemen K3 dapat di aplikasikan?
5. Kapan pengembangan Sistem Manajemen K3 dapat berguna untuk individu maupun
kelompok?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memberikan pemahaman tentang Sistem Manajemen K3
2. Mampu menganalisa yang mana Sistem Manajemen K3 yang baik dan benar sesuai
dengan aturan yang ada dalam proses pembelajaran.
BAB II

Pembahasan

2.1 Sistem Manajemen K3

Untuk dapat berjalan dengan baik, maka prinsip-prinsip K3 harus diintegrasi ke dalam struktur
manajemen perusahaan. Berdasarkan hal ini, maka dibentuklah suatu sistem manajemen yang
mengatur penerapan K3 di tempat kerja.

Sistem Manajemen K3 (SMK3) didefinisikan sebagai "bagian dari sistem manajemen secara
keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan,
prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian,
pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka
pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang
aman, efisien, dan produktif" (Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER. 05/MEN/1996)

Topik lain yang berhubungan dengan SMK3:

A. Manajemen Resiko (Risk Management) K3

Manajemen resiko adalah usaha untuk menghilangkan atau meminimalisir sumber bahaya di
tempat kerja

2.2 Prinsip HIRARC

Prinsip dasar dalam manajemen resiko K3 dikenal dengan singkatan HIRARC, yang terdiri dari
Hazard Identification, Risk Assessment, dan Risk Control. Ketiga poin ini merupakan alur
berkelanjutan dan dijalankan secara bertahap. Gambaran proses nya secara sederhana adalah
sebagai berikut:

1. Langkah pertama untuk mengurangi kecenderungan kecelakaan atau PAK (Penyakit


Akibat Kerja) adalah dengan Hazard Identification atau dengan mengidentifikasi sumber
bahaya yang ada di tempat kerja.
2. Langkah kedua dengan melakukan Risk Assessment atau dengan menilai tingkat resiko
timbulnya kecelakaan kerja atau PAK dari sumber bahaya tersebut.
3. Langkah terakhir adalah dengan melakukan Risk Control atau kontrol terhadap tingkat
resiko kecelakaan kerja dan PAK

Proses HIRARC ini harus terus dievaluasi secara kontinyu untuk memastikan efektivitas dari
pengontrolan resiko sumber bahaya. Proses HIRARC dimulai lagi dari awal apabila terjadi
perubahan pada sistem atau pengenalan alat dengan potensi sumber bahaya baru.

Gambar berikut menjelaskan alur proses manajemen resiko:


Gambar 1. Alur Manajemen Resiko (Comcare, 2004)

2.3 Mekanisme Kontrol Resiko

1. Eliminasi

Proses eliminasi adalah usaha untuk menghilangkan sumber bahaya di tempat kerja.

2. Subtitusi

Apabila sumber bahaya tersebut tidak dapat di-eliminasi, maka usaha berikutnya adalah dengan
mengganti atau men-subtitusi zat/benda/proses yang menjadi sumber bahaya tersebut dengan
zat/benda/proses lain yang tidak menjadi sumber bahaya.
3. Engineering Control

Pada keadaan dimana sumber bahaya teersebut tidak dapat di-eliminasi atau di-subtitusi, maka
diterapkan usaha kontrol teknis atau engineering control untuk menurunkan resiko sumber
bahaya tersebut sehingga tidak membahayakan pekerja. Kontrol teknis ini sebagai contoh dapat
berupa penutupan sumber bahaya sehingga tidak menimbulkan kontak langsung pada pekerja.

4. Administrative Control

Kontrol administratif diperlukan ketika kontrol teknis tidak sepenuhnya dapat mengendalikan
sumber bahaya. Kontrol administratif dibuat untuk menjaga pekerja dalam wilayah 'aman'.
Contoh kontrol administratif adalah pemasangan tanda bahaya dan pembuatan SOP (Standard
Operational Procedure) pemakaian alat.

5.  APD (Alat Pelindung Diri)

Setiap pekerja yang beresiko terhadap sumber bahaya diharuskan memakai APD.

B. Manajemen Kecelakaan Kerja

Pendekatan Masalah 

Menurut Reason (2000), dalam suatu kasus kecelakaan kerja, ada dua macam pendekatan yang
diambil: 1.) pendekatan berbasis individu dan 2.) pendekatan berbasis sistem. Pada pendekatan
berbasis individu, individu penyebab langsung masalah menjadi fokus perhatian. Kesalahan pada
kasus ini sepenuhnya ditimpakan pada individu tersebut, dengan menyalahkan mereka atas
kelalaian, kelupaan, dan kurangnya perhatian mereka sehingga kecelakaan terjadi. Hal ini
berbeda pada pendekatan berbasis sistem. Pada pendekatan berbasis sistem, upaya mencari
kesalahan difokuskan pada kondisi lingkungan kerja dimana kecelakaan terjadi.

Penjelasan kedua pendekatan ini adalah sebagai berikut: 

a. Pendekatan berbasis individu 

Pendekatan berbasis individu didasari oleh adanya pandangan bahwa suatu kecelakaan kerja
secara primer merupakan akibat dari adanya ‘tindakan tidak aman’ atau unsafe act yang
dilakukan individu tertentu yang berhubungan langsung dengan sistem. Reason (2000)
menegaskan, orang-orang yang menganut paham ini cenderung memperlakukan suatu kesalahan
sebagai masalah moral, mereka cenderung mempercayai bahwa hal buruk hanya terjadi pada
orang yang tidak baik. Suatu hipotesis yang dikenal di dunia psikologi sebagai ‘just world
hypothesis’. 

Pendekatan tipe ini banyak dilakukan di industri kesehatan. Ini dapat dilihat dari bagaimana
masyarakat cenderung menyalahkan tenaga medis apabila terjadi kelalaian saat penanganan
tanpa ikut mempertimbangkan factor-faktor lain yang ikut berperan saat kejadian. 

Salah satu kekurangan fatal dari pendekatan berbasis individu adalah pendekatan tipe ini
membuat perusahaan luput dari kondisi-kondisi di lapangan yang memudahkan terjadinya
kecelakaan terkait. Alhasil, kecelakaan dapat terjadi berulang kali dengan individu yang
berbeda. 

b. Pendekatan berbasis sistem 


Prinsip yang mendasari pendekatan ini adalah bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk
melakukan kesalahan, sehingga masalah bisa dianggap sebagai sesuatu yang cenderung terjadi,
bahkan di organisasi atau perusahaan yang baik sekalipun (Reason). Berdasarkan prinsip ini,
kelompok orang yang mengambil pendekatan berbasis sistem melihat masalah sebagai
konsekuensi dan bukan sebagai penyebab, sehingga langkah-langkah penanggulangan yang
diambil lebih menitikberatkan pada pembentukan sistem yang mengurangi kemungkinan
terjadinya kecelakaan sampai sekecil mungkin. 

Model Sistematik Kecelakaan Kerja 

Gambar 1. Swiss Cheese Model (Reason, 2000)

Untuk mendukung pendekatan berbasis sistem, Reason (2000) memperkenalkan sebuah model
sistematik kecelakaan kerja yang dinamakan ‘The Swiss Cheese Model’. Dalam model ini
digambarkan adanya lapisan-lapisan ‘pertahanan’ atau ‘pengaman’ yang mencegah sebuah
bahaya menjadi kecelakaan. Namun ibarat sebuah ‘keju’, setiap lapisan pengaman ini memiliki
lubang. Apabila lubang-lubang di setiap lapisan tersusun menjadi satu garis lurus yang dapat
ditembus maka terjadilah suatu kecelakaan. Berdasarkan model ini, maka pendekatan berbasis
sistem bertujuan untuk memperkuat setiap lapisan pertahanan agar kecelakaan tidak terjadi. 

C. Standar K3 Rumah Sakit (K3RS)

Selama ini ruang lingkup Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) selalu dihubungkan dengan
proses industri dengan resiko tinggi (high risk industry), seperti pabrik dan pertambangan. Tidak
banyak yang tahu bahwa K3 juga mendapat posisi penting di industri pelayanan kesehatan
seiring dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.1087/MENKES/SK/VIII/2010. Melalui Kemenkes ini telah ditetapkan standar penerapan K3
untuk Rumah Sakit (RS) atau disingkat K3RS. 

Latar belakang disusunnya standar ini, sebagaimana dijelaskan dalam kata pengantar, adalah
sebagai “..upaya melindungi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh proses
pelayanan kesehatan, maupun keberadaan sarana, prasarana, obat-obatan dan logistik lainnya
yang ada di lingkungan Rumah Sakit sehingga tidak menimbulkan kecelakaan kerja, penyakit
akibat kerja dan kedaruratan termasuk kebakaran dan bencana yang berdampak pada pekerja
Rumah Sakit, pasien, pengunjung dan masyarakat di sekitarnya..”. 

Standar K3RS dalam Kemenkes ini memuat poin-poin sebagai berikut:

1. Standar Pelayanan K3RS

 Standar pelayanan kesehatan kerja di rumah sakit 


 Standar pelayanan keselamatan kerja di rumah sakit 

2. Standar K3 Perbekalan Kesehatan di Rumah Sakit

 Standar manajemen 
 Standar teknis 

3. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

 Kategori B3 
 Faktor yang mendukung timbulnya situasi berbahaya/tingkat bahaya dipengaruhi oleh
Daya racun dinyatakan dengan satuan LD50 atau LC50, dimana makin kecil nilai LD50
atau LC50 B3 menunjukkan makin tinggi daya racunnya 
 Prinsip Dasar Pencegahan dan Pengendalian B3 
 Pengadaan Jasa dan Bahan Berbahaya 
 Penanganan Bahan Berbahaya dan Beracun 
4. Standar Sumber Daya Manusia K3RS

 Kriteria tenaga K3
 Program Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan SDM K3 

5. Pembinaan, Pengawasan, Pencatatan, dan Pelaporan

 Pembinaan dan pengawasan 


 Pencatatan dan pelaporan 

Setiap poin dalam standar ini bersifat praktis dan terukur sehingga mudah untuk diterapkan.
Penerapan standar K3RS bersifat wajib dan dieevaluasi secara periodik oleh perwakilan dari
Kementerian Kesehatan serta dijadikan sebagai acuan dalam penilaian akreditasi RS.
BAB III

Penutup

3.1 Kesimpulan

Pemahaman sistem manajemen K3 dibutuhkan untuk menurunkan resiko kecelakaan


dalam bekerja. Koordinasi dari berbagai pihak untuk mengurus hal-hal yang mempunyai sangkut
paut dengan K3 dibutuhkan agar pemahaman tentang sistem manajemen K3 berjalan lancar dan
terkendali.
BAB IV

Daftar Pustaka

Comcare. (2004). Identify hazards in the workplace: A guide for hazards in the
workplace, Canberra, Commonwealth of Australia

Reason, J 2000, 'Human error: models and management', BMJ, vol. 320, no. 7237, pp. 768-770.

http://www.konsultasik3.com/p/sistem-manajemen-k3-smk3.html

http://www.konsultasik3.com/2013/01/manajemen-resiko-risk-management-k3.html

http://www.konsultasik3.com/2013/01/manajemen-kecelakaan-kerja.html

http://www.konsultasik3.com/2013/01/k3rs-keselamatan-dan-kesehatan-kerja-di.html

Anda mungkin juga menyukai