Disusun Oleh :
MARK IMANUEL ALCY A (D1A018310)
VAQUITA SUBANDONO (D1A017313)
UZUNU IHWANUL AINI (D1A018278)
YUNITA WULANDARI (D1A018292)
WAWAN SATRIAWAN (D1A018286)
RIALDI ISNA FALAH (D1A018248)
WAHYU RISKI ASRORI (D1A018282)
WAHYU SAMUDRA (D1A018283)
UNIVERSITAS MATARAM
FAKULTAS HUKUM
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala
internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan
hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang
semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga
mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan, pada batas tertentu, perusahaan
multinasional dan individu.
Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum
yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antar bangsa atau
hukum antar negara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan
antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara. Hukum Internasional terdapat
beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian
dunia (region)
Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat internasional yang terdiri
atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri
yang satu tidak dibawah kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi
antara anggota masyarakat internasional yang sederajat.
Hukum Nasional di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa,
hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun
pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah
masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda
(Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut
Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang
perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum
Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-
budaya yang ada di wilayah Nusantara.
B. Rumusan Masalah
1. Hukum Internasional dan Hukum Nasional
2. Asas Hukum Internasional
3. Kedudukan HI Pada Kedaulatan Negara dan Pengertian Monisme dan
dualisme
4. Alasan Pentingnya Hukum Internasional dan Kekuatan Mengikat HI
C. Tujuan
1. Mengetahui arti Hukum Internasional dan Hukum Nasional
2. Mengatahui Asas Hukum Internasional
3. Mengatahui Kedudukan HI dan alasan-alasan pentingnya
BAB II
PEMBAHASAN
HUKUM INTERNASIONAL
Hukum internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar
terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh negara-negara,dan
oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu dengan
lainnya, serta yang juga mencakup :
(a) organisasi internasional,
(b) peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan
subyek-subyek hukum bukan negara (non-state entities)
Mochtar Kusumaatmadja mengartikan "hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-
kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-
batas negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan
negara atau subyek hukum bukan negara satu samalain"
Terdapat 2 macam Hukum internasional diantaranya, yaitu:
1. Hukum Publik Internasional merupakan hukum internasional yang mengatur antara negara
yang satu dengan lainnya dalam hubungan internasional (Hukum ini disebut hukum
Antarnegara).
2. Hukum Perdata Internasional merupakan hukum internasional yang mengatur antara warga
negara pada suatu negara dengan warga negara yang berasal dari negara lain (hukum ini
disebut hukum antar bangsa).
Subjek hukum Internasional terdiri dari : Individu, Negara, Tahta Suci / Vatican, Palang
Merah Internasional, Organisasi Internasional.
HUKUM NASIONAL
adalah peraturan hukum yang berlaku di suatu Negara yang terdiri atas prinsip-prinsip serta
peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat pada suatu Negara.
Hukum Nasional merupakan sebuah sistem hukum yang dibentuk dari proses penemuan,
pengembangan, penyesuaian dari beberapa sistem hukum yang telah ada. Hukum Nasinonal
di Indonesia adalah hukum yang terdiri atas campuran dari sistem hukum agama, hukum
eropa, dan hukum adat, Hukum Agama, itu karena mayoritas masyarakat Indonesia memeluk
agama Islam, maka syari’at Islam lebih mendominasi terutama pada bidang kekeluargaan,
perkawinan, dan warisan. Sistem Hukum Nasioanl yang diikuti sebagian besar berbasis pada
hukum Eropa continental baik itu hukum perdata maupn hukum pidana. Hukum Eropa yang
di ikuti khususnya dari belanda itu karena di masa lampau Indonesia merupakan Negara
jajahan Belanda. Sistem Hukum adat juga merupakan bagian dari hukum nasional, karena di
Indonesia masih kental dengan aturan-aturan adat setempat dari masyarakat serta budaya
yang ada di wilayah Indonesia.
Hukum dan hubungan internasional di dasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan
beberapa atau semua negara yang terlibat.Hal tersebut dilakukan demi kepentingan bersama
dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya.Seperti umumnya system hokum lainnya,
system hokum internasional di laksanakan berdasarkan asas-asas tertentu sebagai
pedomannya .Adapun asas-asas hokum internasional meliputi:
1. Asas teritorial
Asasteritorial di dasarkan pada kekuasaan Negara atas daerahnya .Menurut asas
territorial Negara melaksanakan hokum bagi semua orang dan semua barang yang ada
di wilayahnya. Jadi, terhadap semua barang atau orang yang berada di luar wilayah
tersebut, berlaku hokum asing sepenuhnya.
2. Asas kebangsaan
Asas kebangsaan di dasarkan pada kekuasaan Negara untuk warga negaranya. Menurut
asas kebangsaan setiap warganegara di manapun ia berada tetap mendapat perlakuan
hokum dari negaranya. Asas kebangsaan mempunyai kekuatan ekstrateritorial, artinya
hokum dari Negara tersebut tetap berlaku juga bagi warga negaranya, walaupun berada
di Negara asing.
F. Kekuatan Mengikat HI
Kekuatan Mengikat Hukum Internasional
Apabila eksistensi hukum internasional tidak perlu diragukan lagi, muncul persoalan
selanjutnya, yakni, tentang daya mengikat dan hukum internasional itu sendiri. Persoalannya
adalah, mengapa hukum internasional itu mengikat masyarakat internasional pada umumnya,
negara-negara pada khususnya? Atau dengan rumusan lain, mengapa masyarakat
internasional, khususnya negara-negara bersedia untuk terikat atau tunduk pada hukum
internasional? Seperti tetah dikemukakan oleh banyak sarjana, jawaban atas pertanyaan ini
dapat di jumpai dalam dua aliran atau mazhab hukum terkemuka yang pernah berpengaruh di
dunia ilmu hukum pada zamannya masing-masing. Kedua aliran atau mazhab hukum tersebut
adalah aliran hukum alam dan aliran hukum positif.
Menurut aliran hukum alam (natural law), hukum itu berasal dan alam dan diturunkan oleh
alam kepada manusia melalui akal atau rasionya. Hukum dipandang memiliki sifat universal,
abadi, tidak berubah-ubah, sama dimana-mana, seperti halnya dengan alam itu sendiri yang
juga universal, abadi dan tidak berubah-ubah, jadi dimanapun juga sama saja. Aliran hukum
alam, memandang hukum itu demikian abstrak dan tinggi serta hanya mengakui satu macam
hukum yang berlaku di seluruh dunia, yakni, hukum alam itu sendiri. Masyarakat atau
manusia dipandang hanya sebagai penerima yang pasif. Sekitar Abad Pertengahan, sesuai
dengan situasi dan kondisi pada masa itu, yakni berkembangnya pengaruh ajaran Ketuhanan,
aliran hukum alam inipun tidak luput dari pengaruh Ketuhanan sehingga menampakkan cini-
ciri keagamaan Ketuhanan yang sangat kuat. Hukum alam tidak lagi dipandang berasal dan
alam, melainkan berasal dan Tuhan. Tuhanlah yang menurunkannya kepada manusia melalui
alam. Hukum alam berasal dan bersumber dan Tuhan14.
Aliran hukum positif tidak memandang hukum berasal dan alam ataupun dari Tuhan,
melainkan hukum dibuat oleh manusia atau masyarakat, tumbuh, hidup, berlaku, dan
berkembang dalam masyarakat. Mengingat sistem sosial budaya antara kelompok masyarakat
yang satu dan yang lainnya berbeda dan berubah-ubah dari waktu ke waktu, sudah tentu pula
hukum sebagai produk dan bagian dari kehidupan masyarakat itu sendiri juga berbeda-beda
dan berubah-ubah. Jadi, tidak ada hukum yang abadi dan berlaku universal, atau yang tidak
berubah-ubah. Hukum itu berbeda-beda sesuai dengan masyarakat tempat berlakunya, dan
berubah-ubah sesuai dengan waktunya.
Menurut aliran hukum positif, hukum itu mengikat masyarakat atau masyarakat tunduk pada
hukum, disebabkan karena masyarakat itu sendirilah yang membutuhkan hukum tersebut
untuk mengatur kehidupannya. Jika pandangan aliran hukum positif ini dihubungkan dengan
hukum internasional, maka hukum internasional berlaku dan mengikat masyarakat
internasional, disebabkan karena masyarakat internasional itu sendirilah yang membutuhkan
dan menghendaki untuk tunduk dan terikat pada hukum internasional. Jadi ada faktor
kehendak negara (state will) yang menyebabkan masyarakat internasional, khususnya negara-
negara untuk tunduk dan terikat pada hukum internasional.
G. Penerapan Hukum Internasional pada Hukum Nasional
Penerapan hukum internasional di tingkat hukum nasional
Doktrin inkororasi, Dokrin ini menyatakan bahwa hukum internasional dapat langsung
menjadi bagian dari hukum nasional. Dalam hal suatu negara menandatangani dan
meratifikasi traktat, maka perjanjian tersebut dapat secara langsung mengikat terhadap para
warga negaranya tanpa adanya sebuah legislasi (hukum yang telah disahkan oleh badan
legislatif atau unsur ketahanan lainnya) telebih dahulu. Hukum internasioal merupakan
bagian yang secara otomatis menyatu dengan hukum nasinal dan tidak memisahkan antara
kedua sistem hukum nasional dan sistem hukum internasional (teori monoisme)
Doktrin transformasi, Doktrin ini menyatakan bahwa tidak terdapat hukum interansional
dalam hukum nasional sebelum dilakukannya ‘transformasi’ yang berupa pernyataan terlebih
dahulu dari negara yang bersangkutan atau traktat tidak dapat digunakan sebagai sumber
hukum nasioal di pengadilan sebelum dilakukannya ‘transformasi’ ke dalam hukum nasional.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Secara umum kedudukan hukum -intemasional dalam sistem hukum nasional dapat
digambarkan sebagai berikut: |
• Sebagian negara menganggap hukum internasional sebagai bagian dari hukum nasional,
sehingga dapat langsung diterapkan tanpa memerlukan suatu tindakan inkorporasi
terlebih dahulu, sejauh tidak bertentangan dengan hukum nasional.
• Sebagian negara. membiarkan pengadilan nasionalnya mengedepankan hukum
kebiasaan internasional daripada undang-undang nasionalnya dan keputusan pengadilan
nasionalnya.
• Tidak ada praktik yang seragam mengenai penerapan hukum perjanjian internasional
dalam sistem hukum nasional. Ada yang menganut aliran monisme dengan primat
hukum nasional, dan ada juga menganut monisme dengan primat hukum internasional.
Banyak juga negara yang memakai sistem dualisme dalam menerapkan hukum
perjanjian internasional, atau bahkan sepertinya menerapkan kedua faham tersebut
tergantung kepada keadaan dan situasi yang