Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan askep kritis “Kejang” ini dengan baik.
Adapun askep kritis “Kejang” ini telah kami usahakan semaksimal
mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan
bayak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan askep ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena
itu, dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberikan saran dan kritik kepada kami sehingga kami
dapat memperbaiki askep ini.
Akhirnya, kami sebagai penyusun mengharapkan semoga dari askep ini
dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga bisa memberikan inspirasi
terhadap pembaca.
Penyusun
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Kejang epilepsi harus dibedakan dengan sindrom epilepsi. Kejang epilepsi
adalah timbulnya kejang akibat berbagai penyebab yang ditandai dengan serangan
tunggal atau tersendiri.1 Sedangkan sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala
dan tanda klinis epilepsi yang ditandai dengan kejang epilepsi berulang, meliputi
berbagai etiologi, umur, onset, jenis serangan faktor pencetus, kronisitas.
Kejang adalah kejadian epilepsi dan merupakan ciri epilepsi yang harus ada,
tetapi tidak semua kejang merupakan manifestasi epilepsi. 1 Seorang anak
terdiagnosa menderita epilepsi jika terbukti tidak ditemukannya penyebab kejang
lain yang bisa dihilangkan atau disembuhkan, misalnya adanya demam tinggi,
adanya pendesakan otak oleh tumor, adanya pendesakan otak oleh desakan tulang
cranium akibat trauma, adanya inflamasi atau infeksi di dalam otak, atau adanya
kelainan biokimia atau elektrolit dalam darah. Tetapi jika kelainan tersebut tidak
ditangani dengan baik maka dapat menyebabkan timbulnya epilepsi di kemudian
hari.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (rektal lebih dari 38o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. (Febry
& Marendra,2010:39)
2.2 Etiologi
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia
(penurunan oksigen dalam darah) berat,hipoglikemia, asodemia, alkalemia,
dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh
gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus pencetusnya dihilangkan.
2.3 Patofisiologi
Infeksi yang terjadi di luar kranial seperti tonsilitis,otitis media akut, bronkitis
penyebab terbanyak adalah bakteri yabg bersifat toksik. Toksik yang di hasilkan
oleh mikroorganisme dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui hematogen
maupun limfogen.Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh
hipotalamus dengan menaikan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda
tubuh mengalami bahaya secra sistematik. Naiknya pengaturan suhu
dihipotalamus akan merangsang kenaikan suhu tubuh di bagian yang lain.seperti
otot,kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot. Naiknya suhu di
hipotalamus, otot,kulit dan jaringan tubuh yang lain akan disertai pengeluaran
mediator kimia seperti epinefrin dan prostlaglandin. Pengeluaran mediator kimia
ini dapat merangsang peningktan potensial aksi pada neuron. Peningkatan
potensial inilah yang merangsang perpindahan ion natrium, ion kalium dengan
cepat dari luar sel menuju kedalam sel. Peristiwa inilah yang di duga dapat
menaikan fase deplasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang [ CITATION
Sef17 \l 1033 ].
2.4 Manifestasi Klinis
Pada umumnya manifestasi kejang adalah Kepala seperti terlempar ke atas,
bola mata naik ke atas, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh menjadi
berguncang. Kulit pucat dan mungkin menjadi biru (Dewanto, 2009:93) (Eveline
& Nanang, 2010:124
Kejang Demam Ngastiyah (2014), menyebutkan bahwa kejang pada anak dapat
terjadi bangkitan kejang dengan suhu tubuh mengalami peningkatan yang cepat
dan disebabkan karena infeksi di luar susunan saraf pusat seperti otitis media akut,
bronkitis, tonsilitis dan furunkulosis. Kejang demam biasanya juga terjadi dalam
waktu 24 jam pertama pada saat demam dan berlangsung singkat dengan sifat
bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik, tonik dan fokal atau akinetik.
Pada umumnya kejang demam dapat berhenti sendiri dan pada saat berhenti, anak
tidak dapat memberikan reaksi apapun untuk sejenak tetapi 12 setelah beberapa
detik atau bahkan menit kemudian anak akan sadar kembali tanpa adanya kelainan
saraf.[ CITATION Nga14 \l 1033 ].
Djamaludin (2010) menjelaskan bahwa tanda yang mengalami kejang sebagai
berikut :
1. Saat kejang seseorang kehilangan kesadaran, kadang-kadang napas terhenti
beberapa saat
2. Tubuh termasuk tangan dan kaki jadi kaku, kepala terkulai kebelakang disusul
munculnya gejala kejut yang kuat
3. Warna kulit berubah pucat bahkan kebiruan dan bola mata naik ke atas
4. Gigi terkatup dan kadang disertai muntah
5. Napas dapat berhenti selama beberapa saat
6. Tidak dapat mengontrol untuk buang air besar ataupun kecil
2.5 Komplikasi
Komplikasi kejang demam menurut Waskitho (2013) adalah
1. Kerusakan neurotransmitter
Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel ataupun membrane sel yang menyebabkan kerusakan pada
neuron.
2. Epilepsy
Kerusakan pada daerah mediallobus temporalis setelah mendapat serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari
sehingga terjadi seranagn epilepsy yang spontan.
3. Kelainan anatomi di otak
Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan kelainan
diotak yang lebih banyak terjadi pada anak berumur 4 bulan ampai 5 tahun.
4. Kecacatan atau kelainan neurologis karena disertai demam.
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering
dilakukan dan harus dilakukan pada semua pasien kejang untuk menegakkan
diagnosis kejang. Terdapat dua bentuk kelaianan pada EEG, kelainan fokal
pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak.
Sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan
adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal
bila :
a) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak
b) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya.
c) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,
misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan
gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.
Pemeriksaan EEG bertujuan untuk membantu menentukan prognosis dan
penentuan perlu atau tidaknya pengobatan dengan obat anti kejang
2. Neuroimaging
Neuroimaging atau yang lebih kita kenal sebagai pemeriksaan radiologis
bertujuan untuk melihat struktur otak dengan melengkapi data EEG. Dua
pemeriksaan yang sering digunakan Computer Tomography Scan (CT Scan)
dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Bila dibandingkan dengan CT
Scan maka MRI lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci.
MRI bermanfaat untuk membandingkan hippocampus kiri dan kanan.
2.7 Penatalaksaan
Menurut Wulandari & Ernawati (2016) yaitu:
a. Penatalaksaan medis
1. Obat utama memberantas kejang secepat mungkin yaitu diazepam diberi
secara IV, IM dan rectal.
2. Untuk mencegah edema otak diberikan kortikosteroid atau glukortikoid
mislanya deksametazon 0,5-1 ampul setiap 6 jam.
3. Setelah kejang teratasi dengtan diazepam selama 45-60 disuntikan
anti[piletik dengan daya kerja lama misalnya fenoberbital, defenihilidation
diberikan secara IM.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Saat terjadi serangan mendadak yang harus diperhatikan pertama kali adalah
ABC (Airway, Breathing, Circulation)
a. Airway
1) Vokalisasi
2) Obstruksi lidah
3) Muntah
b. Breathing
1) Pernafasan spontan/RR
2) Gerakan naik turunya dada
3) Warna kulit
4) Otot bantu pernafasan
c. Circulation
1) Jumlah dan kualitas pulsasi
2) Warna kulit, suhu, adanya diaforesis
d. Disability/Drugs
1) Tingkat Kesadaran
2) GCS
3) Pupil
e. Eksposur/Equipment
1) Melepas pakaian
2) Selimuti jika tidak terdapat demam pada pasien
2. Setelah ABCDE aman, baringkan pasienditempat yang rata untuk mencegah
terjadinya perpindahan posisi tubuh kearah danger.
3. Kepala dimiringkan dan pasang sundip lidah yang sudah dibugkus kasa.
4. Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasien yang bisa menyebabkan
bahaya.
5. Bila suhu tinggi berikan kompres hangat
6. Berikan minum air hangat
7. Jangan berikan selimut tebal karena uap panas akan sulit akan dilepaskan.
Penanganan keperawatan
a. Primery Survey
1. Airway
Pada airway perlu diketahui bahwa proses kejang demam dapat
mempengaruhi system persyarafan mengalami gangguan sehingga tidak
berfungsi dengan optimal, kemungkinan otot pernapasan mengalami
penyempitan dan lidahnya menutup jalur pernapasan.
2. Breathing
Pada breathing akan terjadi gangguan pernapasan karena adanya penutupan
saluran pernapasan oleh lidah.
3. Circulation
Pada sirkulasi terjadi suhu tubuh yang meningkat karena adanya
penyempitan pembuluh darah.
4. Disability
Pada pasien dengan kejang demam berisiko cedera fisik yang disebabkan
defisit pengetahuan pada orang tua klienkarena kurangnya informasi.
b. Secondary survey
1. Baringkan klien pada tempat yang rata dan jangan melawan gerakan klien
saat kejang.
2. Bila klien muntah miringkan klien untuk mencegah aspirasi ludah atau
muntahan.
3. Bebaskan jalan nafas dengan segera :
a. Buka seluruh pakaian klien
b. Pasang spatel atau gudel/mayo (sesuaikan ukuran pada anak)
c. Bersihkan jalan nafas dari lendir dengan suction atau manual dengan cara
finger sweep dan posisikan kepala head tilt-chin lift (jangan menahan
bila sedang dalam keadaan kejang)
4. Oksigenasi segera secukupnya
5. Observasi ketat tanda-tanda vital
6. Kolaborasikan segera pemberian terapi untuk segera menghentikan kejang.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam, yang dapat
diberikan melalui anus.
Pathway
Metabolisme basal
Kebutuhan O2
KEJANG
Otak kekurangan O2
Mengaktifkan
RESIKO CEDERA Medula oblongata
termoregulasi
kekurangan O2
Risiko kerusakan sel
neuron otak Suhu tubuh
Penggunaan otot bantu
pernafasan
RESIKO PERFUSI
HIPERTERMIA
SEREBRAL TIDAK
POLA NAPAS
EFEKTIF
TIDAK EFEKTIF
Rencana Tindakan keperawatan
No SDKI SLKI SIKI RASIONAL
.
Pola Napas Tidak Efektif Pola Napas (L.01004) Manajemen jalan napas Tindakan
(D.0005) (I.01011) Observasi :
Setelah melakukan pengkajian 1. Untuk mengethaui pola napas
Definisi : selama 3 × 24 jam pola napas Definisi : pasien
Inspirasi dan/atau ekspirasi meningkat, dengan kriteria Mengidentifikasi dan mengelola 2. Untuk mengetahui adanya
yang tidak memberikan hasil : kepatenan jalan napas. bunyi napas tambahan
ventilasi adekuat b.d 3. Untuk mengetahui adanya
Gangguan neuromuscular, 1. Tingkat kesadaran cukup Tindakan :
sputum atau penghambat
Gangguan neurologis (mis. meningkat Observasi :
jalan napas
elektroensefalogram [EEG] 2. Dispnea cukup menurun 1. Monitor pola napas
positif, cedera kepala, 3. Bunyi napas tambahan 1. Monitor bunyi napas
Terapeutik:
gangguan kejang) d.d cukup menurun tambahan (mis. Gurgling,
1. Untuk meperthankan jalan
Dispnea, Penggunaan otot 4. Pusing cukup menurun wengi, wheezing, rongkhi
napas jika terjadi trauma
bantu pernapasan 5. Diaphoresis cukup kering)
servikal.
menurun Terapeutik :
2. Untuk membuka jalan napas
6. Gelisah cukup menurun 1. Pertahankan kepatenan
3. Untuk mengetahui keadaan
7. Sianosis cukup membaik jalan napas dengan head-
paru-paru klien
8. Pola napas cukup tilt dan chin-lift (jaw-
4. Untuk menghilangkan lendir
membaik thrust jika curiga trauma
dari jalan napas
9. Warna kulit cukup servikal)
5. Untuk dapat melakukan
membaik 2. Pastikan semi-fowler atau
teknik pemberian oksigen
fowler
3. Berikan minum hangat dengan konsentrasi tinggi
4. Lakukan fisioterapi dada, 6. Untuk mengilangkan
jika perlu sumbatan pada jalan napas
5. Keluarkan sumbatan 7. Untuk memenuhi kebutuha
benda padat dengan oksigen pasien
forsep McGill Edukasi :
6. Berikan oksigen, jika 1. Untuk memenuhi kebutuhan
perlu cairan
Edukasi 2. Untuk mengeluarkan dahak.
1. Anjurkan asupan cairan Kolaborasi :
ml/hari, jika tidak 1. Agar dapat memaksimalkan
kontraindikasi serapan oksigen klien
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Edukasi
1. Agar keluarga paham dengan
tindakan yang akan diberikan
2. untuk menghindari pasien
jatuh saat akan berdiri
Daftar Pustaka
Dewanto, George.2009.Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta: EGC
Eveline & Nanang Djamaludin.2010. Pintar Merawat Bayi dan Balita, Jakarta:
Wahyu Media.
Febry, Ayu Bulan K. D. & Marendra, Zulfito.2010. Pandai Mengatur Menu &
pustaka.unpad.ac.id/wp.../02/kejang_pada_anak.pd
Medika.
Pustaka Pelajar.