Latar Belakang
Latar Belakang
PENELITIAN KORELATIONAL
Oleh :
atau sangat pendek dan tidak sesuai dengan umurnya, yang jika di ukur
menurut usia (Gibney, et al 2009). Dalam global nutrititions target 2025, stunting
dianggap sebagai gangguan pertumbuhan irreversible yang penyebabnya adalah asupan
nutrisi yang tidak memadai yang terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama. Salah satu
indikator keberhasilan kesehatan dinilai dari pencapaiannya. dalam MDGs adalah status
gizi anak balita. merupakan masalah yang sedang dihadapi di Indonesia Stunting
merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan kurangnya asupan gizi dalam
waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak
yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek dari standar usianya jika dibandingkan
dengan standar baku WHO-MGRS Multicentre Growth Reference Study (Mugianti, et al,
2018). Umumnya pertumbuhan linear pada balita sering diabaikan karena masih
dianggap normal asalkan berat badan anak masih memenuhi standar. Menurut beberapa
terhambatnya pertumbuhan motorik dan mental (Jonh Wiley & Sons Ltd, 2016).
Diberbagai negara maju termasuk Indonesia, stunting merupakan isu terkini yang
mempengaruhi fisik dan fungsional tubuh serta meningkatnya angka kesakitan anak. Hal
ini dapat dituntaskan apabila faktor penyebab stunting disetiap wilayah dapat
dikendalikan (Mugianti, 2018). Adapun beberapa faktor penyebab stunting antara lain
mengancam pemenuhan kebutuhan gizi yang maksimal pada balita (Loya, 2017).
negara-negara berkembang memiliki tubuh pendek. Menurut laporan The Lancet’s bahwa
prevalensi balita stunting diseluruh dunia mencapai 28,5 % dan pada negara berkembang
stunting sebesar 30,8 %, hal ini sedikit mengalami penurunan dibandingkan tahun 2013
(37,2 %). Namun masih merupakan masalah yang harus dikendalikan karena
berhubungan erat dengan perkembngan fisik dan fungsional mental anak. Provinsi Nusa
Tenggara Timur masih menunjukkan prevalensi balita stunting tertinggi dari provinsi
lainnya yakni 42,6% pada tahun 2018 (riskesda, 2018). Dengan angka tertinggi berada di
Kabupaten TTU (Timur Tengah Utara), sedangkan Kabpaten Sumba Timur menempati
urutan ke wilayah kerja puskesmas Tanarara balita yang mengalami stunting berjumlah
115 balita dari bulan januari sampai dengan juni 2019, dengan TB/U≤ - 2 SD yang
Tanarara dan beberapa kader dari 6 posyandu di wilaya kerja puskesmas Tanarara
dijelaskan bahwa penyebab stunting di wilayah tersebut disebabkan oleh faktor ekonomi
yang rata-rata mata pencaharian masyarakat Sumba Timur adalah Bertani. Selain faktor
ekonomi, pengetahuan dan ketrampilan ibu dalam memberikan makan kepada balitanya
masih kurang tepat. Namun saat ini masih belum terbukti ada hubungan antara
pengetahun dan ketrampilan ibu dengan kejadian sunting diwilayah kerja puskesmas
Tanarara. Aktivitas yang biasanya dilakukan oleh ibu adalah pemberian makan pada