Anda di halaman 1dari 4

PROPOSAL

HUBUNGAN STATUS EKONOMI KELUARGA, PENGETAHUAN, SIKAP, DAN


PERILAKU IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS TANARARA KABUPATEN SUMBA TIMUR
TAHUN 2019

PENELITIAN KORELATIONAL

Oleh :

Nama: Melania Mone


NIM. 131811123082

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Stunting adalah kondisi dimana keadaan tubuh seorang anak pendek

atau sangat pendek dan tidak sesuai dengan umurnya, yang jika di ukur

hanya sebatas -2SD dibawah median Panjang berdasarkan tinggi badan

menurut usia (Gibney, et al 2009). Dalam global nutrititions target 2025, stunting
dianggap sebagai gangguan pertumbuhan irreversible yang penyebabnya adalah asupan

nutrisi yang tidak memadai yang terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama. Salah satu

indikator keberhasilan kesehatan dinilai dari pencapaiannya. dalam MDGs adalah status

gizi anak balita. merupakan masalah yang sedang dihadapi di Indonesia Stunting

merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan kurangnya asupan gizi dalam

waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak

yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek dari standar usianya jika dibandingkan

dengan standar baku WHO-MGRS Multicentre Growth Reference Study (Mugianti, et al,

2018). Umumnya pertumbuhan linear pada balita sering diabaikan karena masih

dianggap normal asalkan berat badan anak masih memenuhi standar. Menurut beberapa

penelitian, stunting berkaitan dengan ancaman kesakitan dan kematian serta

terhambatnya pertumbuhan motorik dan mental (Jonh Wiley & Sons Ltd, 2016).

Diberbagai negara maju termasuk Indonesia, stunting merupakan isu terkini yang

menjadi sorotan WHO dan Kementrian Kesehatan untuk diselesaikan karena

mempengaruhi fisik dan fungsional tubuh serta meningkatnya angka kesakitan anak. Hal

ini dapat dituntaskan apabila faktor penyebab stunting disetiap wilayah dapat
dikendalikan (Mugianti, 2018). Adapun beberapa faktor penyebab stunting antara lain

keadaan sosial-ekonomi, pengetahuan, pendidikan, ketersedian pangan, pelayanan

kesehatan serta kekacauan politik. Faktor-faktor tersebut bukanlah penyebab langsung

tetapi apabila terjadi ketidakseimbangan maka berpotensi menjadi polemic yang

mengancam pemenuhan kebutuhan gizi yang maksimal pada balita (Loya, 2017).

UNICEF menunjukkan hampir sepertiga anak-anak dibawah usia lima tahun di

negara-negara berkembang memiliki tubuh pendek. Menurut laporan The Lancet’s bahwa

prevalensi balita stunting diseluruh dunia mencapai 28,5 % dan pada negara berkembang

sebanyak 31,2 %. Asia mempunyai prevalensi sebesar 30,6 % (UNICEF, 2007).

Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar di Indonesia menunjukkan prevalensi balita

stunting sebesar 30,8 %, hal ini sedikit mengalami penurunan dibandingkan tahun 2013

(37,2 %). Namun masih merupakan masalah yang harus dikendalikan karena

berhubungan erat dengan perkembngan fisik dan fungsional mental anak. Provinsi Nusa

Tenggara Timur masih menunjukkan prevalensi balita stunting tertinggi dari provinsi

lainnya yakni 42,6% pada tahun 2018 (riskesda, 2018). Dengan angka tertinggi berada di

Kabupaten TTU (Timur Tengah Utara), sedangkan Kabpaten Sumba Timur menempati

urutan ke wilayah kerja puskesmas Tanarara balita yang mengalami stunting berjumlah

115 balita dari bulan januari sampai dengan juni 2019, dengan TB/U≤ - 2 SD yang

dikategorikan stuting (Surveilance Puskesmas Tanarara, 2019).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan petugas gizi puskesmas

Tanarara dan beberapa kader dari 6 posyandu di wilaya kerja puskesmas Tanarara

dijelaskan bahwa penyebab stunting di wilayah tersebut disebabkan oleh faktor ekonomi

yang rata-rata mata pencaharian masyarakat Sumba Timur adalah Bertani. Selain faktor
ekonomi, pengetahuan dan ketrampilan ibu dalam memberikan makan kepada balitanya

masih kurang tepat. Namun saat ini masih belum terbukti ada hubungan antara

pengetahun dan ketrampilan ibu dengan kejadian sunting diwilayah kerja puskesmas

Tanarara. Aktivitas yang biasanya dilakukan oleh ibu adalah pemberian makan pada

anaknya (Niga dan Purnomo, 2016).

1.2 Rumusan Masalah


1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.2 Tujuan Khusus
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1.4.2 Manfaat Praktis

Anda mungkin juga menyukai