Anda di halaman 1dari 16

TEORI ETIKA BISNIS

Mustopa Marli Ramli Batubara

Banyaknya persoalan, serta


munculnya berbagai kasus yang
menimpa dunia bisnis, ternyata telah
menimbulkan dampak positif yaitu
semakin banyak pemikir etika bisnis
yang berusaha merumuskan dan
mengembangkan berbagai teori etika
bisnis.
TEORI ETIKA BISNIS
Etika tidak akan bisa dipahami jika seseorang
mengesampingkan nilai-nilai moral. Teori etika bisnis juga
memiliki latar belakang nilai-nilai moral. Berikut ini akan
membahas teori etika bisnis dari berbagai bentuk teori:

1. Teori Etika Deontologis


Deontologi berasal dari bahasa Yunani, deon (kewajiban
atau deuty).

Menurut etika deontologi, suatu tindakan itu baik bukan


dinilai dan dibenarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan
itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik
pada dirinya sendiri.
Kewajiban yang dilakukan oleh seseorang,
dimana kewajiban tersebut layak dilakukan
sebagai bentuk tanggungjawab yang telah
diperintakan kepadanya.

Dalam dunia bisnis jika kewajiban yang


dibebankan pada seseorang maka yang
bersangkutan layak untuk mengerjakannya,
terutama jika ia tidak ingin mengecewakan
pihak konsumen.
Misalnya; memberikan pelayanan yang baik
pada semua konsumen, menawarkan barang
dan jasa dengan mutu yang sebanding
dengan harganya, dsb.

Seorang konsumen selalu menginginkan


kepuasan pada saat ia berhubungan dengan
suatu produk.
2. Teori Etika Teleologis
Teologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu telos,
artinya tujuan.
etika teology mengukur baik buruknya suatu
tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai
dengan tindakan itu, atau berdasarkan tujuan
yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau
berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh
tindakan itu.
Suatu tindakan dinilai baik, kalau bertujuan
mencapai sesuatu yang baik, atau kalau akibat
yang ditimbulkannya baik dan berguna.
Dari teori teologis berkembang pembahasan pada
munculnya dua kajian yaitu;
1). Egoism
Teori ini memandang bahwa perilaku moral dianggap
baik manakala lebih menguntungkan dibandingkan
dengan merugikan bagi individu yg melakukan
tindakan moral, meskipun tidak selalu harus
mengabaikan kesejahteraan orang lain.

2). Utiliatiarisme
Teori turunan dari teori teologi (teori konsekuensialis),
dimana suatu kegiatan bisnis adalah baik dilakukan jika
bisa memberikan manfaat kepada sebagian besar
masyarakat atau konsumen dalam konteks bisnis. Bisa
dikatakan pula bahwa “Perbuatan yang baik adalah
yang bermanfaat bagi banyak orang” (Jeremy
Bentham)
3. Teori Etika dan Hak Asasi
Pendekatan dari teori ini adalah bahwa
tuntutan-tuntutan moral seseorang yaitu
haknya ditanggapi dengan serius.

Dalam teori hak dibahas tentang segala


sesuatu yang menjadi hak seseorang, dan
bagaimana hak tersebut harus dihargai.
Secara realita disebutkan bahwa setiap
manusia yang lahir di atas muka bumi ini
memiliki hak. Dan hak tersebut layak untuk
diperoleh dan diperjuangkan. Diantara hak
yang harus diperjuangkan adalah hak untuk
mendapatkan penghidupan yang layak
(seperti; memperoleh pendidikan, kesejahtera
an, pelayanan kesehatan, dll) sama di mata
hukum.
Ketika seseorang diperlakukan secara tidak
wajar oleh sebuah perusahaan atau dirugikan
maka ia layak untuk menuntut haknya.
4. Teori Keutamaan
Pada teori ini konsep kepuasan menjadi
dominan untuk dibahas, karena setiap orang
merasa ingin diutamakan dalam memenuhi
kepentingan yang diinginkan.

Usaha untuk memenuhi kepentingan


seseorang sering menimbulkan atau
tumbuhnya sikap egoism pada individu yang
bersangkutan.
5. Teori Relatif
Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relatif.
Masalah yang timbul dalam praktiknya adalah self-
centered (egois), fokus pada diri manusia individu
mengabaikan interaksi dengan pihak luar sistem dan
pembuat keputusan tidak berfikir panjang, semua
tergantung kreterianya sendiri.

Dalam teori relatif ini jelaskan jika pandangan dan


pendapat seseorang bersifat sangat subjektif, artinya
jika si A berfikir ini yang terbaik belum tentu si B
memiliki pandangan yang sama, dan begitu
seterusnya. Ini dikarenakan pandangan dan
pemikiran setiap orang bisa berbeda-beda.
6. Etika dan Agama
Agama sebagai dasar pijakan bagi setiap
umat dalam menjalani kehidupan. Tanpa
agama tidak akan memiliki landasan dalam
berfikir.

Ada hubungan erat antara agama dan filsafat


begitu pula sebaliknya. Sering pandangan-
pandangan filsafat bersendikan pada nilai-
nilai agama. Sehingga banyak karya filsuf jika
ditilik secara dalam mendasarkan pendangan
dari nilai-nilai agama.
Empat persamaan fundamental
filsafat etika semua agama, yaitu:
• Semua agama mengakui bahwa umat manusia
memiliki tujuan tertinggi selain tujuan hidup
di dunia.
(Hindu menyebutnya moksa, Budha
menyebutnya nirwana, Islam menyebutnya
akhirat, dan kristen menyebutnya surga).
Semua ini mengakui adanya eksistensi non
duniawi yang mejadi tujuan akhir umat
manusia.
• Semua agama mengakui adanya Tuhan dan
semua agama mengakui adanya kekuatan tak
terbatas yang mengatur alam raya ini.

• Etika bukan saja diperlukan untuk mengatur


perilaku hidup manusia di dunia, tetapi juga
sebagai salah satu syarat mutlak untuk
mencapai tujuan akhir (tujuan tertinggi) umat
manusia dan ini adalah yang terpenting.
• Semua agama mempunyai ajaran moral (etika)
yang bersumber dari kitab suci masing-
masing. Ada prinsip-prinsip etika yang bersifat
universal dan bersifat mutlak yang di jumpai di
semua agama, tetapi ada juga yang bersifat
spesifik/berbeda dan hanya ada pada agama
tertentu saja.
Etika dan Agama disebutkan juga memiliki konsep
bahwa Tuhan adalah rujukan akhir manusia, karena
Tuhan merupakan nilai tertinggi dan universal, dan
kebahagiaan manusia akan tercapai manakala manusia
mengikutsertakan Tuhan dalam kehidupannya.

Teori etika religius merupakan teori etika bersumber


pada kebenaran Tuhan sebagai tolak ukur kebenaran
dari perbuatan manusia.

Sesorang ingin menikmati kepuasan dunia dengan


mengikuti perintah Tuhan. Hal ini Tuhan merupakan
sumber nilai, manusia berserah diri kepada Tuhan
untuk kebebasan dalam mencapai tujuan hidupnya.
Berdasar dengan teori Etika bisnis, maka
adanya Etika bisnis diharapkan semua pihak
yang terlibat memiliki nilai (value), nilai yang
seharusnya ada dalam etika bisnis meliputi
keadilan, transparansi, kejujuran dan sikap
profesional yang bersumber pada keluhuran
moral.
Keluhuran moral bersumber dari aturan
agama, kearifan tradisional, maupun dari nilai
yang tumbuh dalam menjalankan praktik
bisnis.

Anda mungkin juga menyukai