Anda di halaman 1dari 34

TUGAS MATA KULIAH ILMU KESEHATAN ANAK

“OBAT YANG DIBERIKAN KEPADA BAYI DAN ANAK SESUAI


WEWENANG BIDAN”

ELLIS TIO CINDI SAPUTRI

NIM. P07124215047

PROGRAM STUDI D IV JURUSAN KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
YOGYAKARTA
2016/2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Ilmu Kesehatan Anak yang berjudul “Obat yang
Diberikan Kepada Bayi dan Anak sesuai Wewenang Bidan”.

Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya
dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi kepada pembaca.

Yogyakarta, 7 November 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
C. Tujuan ............................................................................................................... 2

BAB II

PRATINJAU

A. Kewenangan Bidan ........................................................................................... 3

BAB III

PEMBAHASAN

A. Amoxicilin ......................................................................................................... 8
B. Aspirin ............................................................................................................... 9
C. Ampicillin .......................................................................................................... 10
D. Acethaminophen (Paracetamol) .........................................................................12
E. Salbutamol ......................................................................................................... 14
F. Oralit .................................................................................................................. 15
G. Antipiretik ..........................................................................................................18
H. CTM ...................................................................................................................20
I. ARTESUNAT dan AMODIAQUIN ................................................................ 21
J. Metronidazol ...................................................................................................... 22
K. DEXTAMINE ................................................................................................... 24
L. Tremenza ............................................................................................................ 25

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................................... 28
B. Saran ................................................................................................................. 28

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 29


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lingkup pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung jawab bidan termasuk
di dalamnya adalah pelayanan kesehatan anak, yang diberikan pada masa bayi
dan balita. Dalam memberikan pelayana kesehatan pada anak, bidan diberikan
kewenangan dalam pemberian obat yang bersifat sementara pada penyakit
ringan, sepanjang sesuai dengan obat- obatan yang sudah ditetapkan dan segera
merujuk pada dokter.
Disamping itu, daam MTBS, bidan selaku petugas kesehatan, diharapkan
mampu melakukan langkah-langkah tindakan/pengobatan yang telah ditetapkan
dalam penilaian /klasifikasi penyakit balita. Tindakan lainnya yang tepat
dilakukan bidan antara lain :
1. Mengajari ibu cara pemberian obat oral dirumah.
2. Mengajari ibu cara mengobati infeksi local di rumah, dll

Untuk dapat melakukan pengobatan sesuai kewenangan dan memberikan


penyuluhan kepada ibu tentang pemberian obat oral dirumah, maka berikut ini
diuraikan beberapa obat umum yang seharusnya diketahui oleh bidan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja kewenangan Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan ?
2. Apa saja jenis obat yang diberikan kepada bayi dan anak sesuai wewenang
bidan ?
3. Bagaimana dosis obat yang diberikan kepada bayi dan anak sesuai
wewenang bidan ?
4. Bagaimana efek samping obat yang diberikan kepada bayi dan anak sesuai
wewenang bidan ?
5. Bagaimana indikasi obat yang diberikan kepada bayi dan anak sesuai
wewenang bidan ?
6. Bagaimana kontraindikasi obat yang diberikan kepada bayi dan anak sesuai
wewenang bidan ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui wewenang Bidan dalam memberikan pelayanan
kesehatan
2. Untuk mengetahui jenis obat yang diberikan kepada bayi dan anak sesuai
wewenang bidan
3. Untuk mengetahui dosis obat yang diberikan kepada bayi dan anak sesuai
wewenang bidan
4. Untuk mengetahui efek samping obat yang diberikan kepada bayi dan anak
sesuai wewenang bidan
5. Untuk mengetahui indikasi obat yang diberikan kepada bayi dan anak sesuai
wewenang bidan
6. Untuk mengetahui kontraindikasi obat yang diberikan kepada bayi dan anak
sesuai wewenang bidan
BAB II

PRATINJAU

A. Permenkes
Menurut UU Tenaga Kesehatan terbaru, tenaga kebidanan adalah salah satu
jenis tenaga kesehatan. Jenis tenaga kesehatan di kelompok tenaga kebidanan ini
adalah bidan. (Pasal 11 ayat (1) dan (5) UU Tenaga Kesehatan).
Sebagai salah satu tenaga kesehatan, bidan dalam menjalankan praktik harus
sesuai dengan kewenangan yang didasarkan pada kompetensi yang dimilikinya
(lihat Pasal 62 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan). Menurut penjelasan Pasal 62 ayat
(1) huruf c UU Tenaga Kesehatan, yang dimaksud dengan "kewenangan
berdasarkan kompetensi" adalah kewenangan untuk melakukan pelayanan
kesehatan secara mandiri sesuai dengan lingkup dan tingkat kompetensinya,
antara lain untuk bidan adalah ia memiliki kewenangan untuk melakukan
pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak, dan pelayanan kesehatan
reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Jika bidan tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 62 ayat (1) UU Tenaga
Kesehatan, maka akan dikenai sanksi administratif. Ketentuan sanksi ini diatur
dalam Pasal 82 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan. Sanksi administratif, yakni sanksi
yang dijatuhkan jika bidan yang bersangkutan dalam menjalankan praktiknya
tidak sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Dengan kata lain, jika
memang memberikan obat atau suntikan bukanlah kompetensi yang dimilikinya,
maka sanksi yang berlaku padanya adalah sanksi administratif bukan sanksi
pidana.
Akan tetapi, apabila ternyata pemberian obat atau suntikan itu merupakan
suatu kelalaian berat yang menyebabkan penerima pelayanan kesehatan
menderita luka berat, maka bidan yang bersangkutan dapat dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun. Sedangkan jika kelalaian berat itu
mengakibatkan kematian, bidan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun (lihat Pasal 84 UU Tenaga Kesehatan).
Dalam peraturan yang lebih khusus lagi dikatakan bahwa bidan adalah
seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi
sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan. Demikian yang disebut
dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan (“Permenkes 1464/2010”).
Bidan dapat menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatan (Pasal 2 ayat (1) Permenkes 1464/2010). Dalam
menjalankan praktik-praktik bidan, tentunya bidan yang bersangkutan harus
memiliki izin, yaitu Surat Izin Praktik Bidan (SIPB) untuk bidan yang
menjalankan praktiknya secara mandiri (bukti tertulis yang diberikan kepada
bidan yang sudah memenuhi persyaratan) atau Surat Izin Kerja Bidan (SIKB)
untuk bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan (bukti tertulis yang
diberikan kepada bidan yang sudah memenuhi persyaratan). Pengertian keduanya
terdapat dalam Pasal 3 jo. Pasal 1 angka 4 dan 5 Permenkes 1464/2010.
Adapun wewenang bidan dalam menjalankan praktik adalah memberikan
pelayanan yang meliputi (Pasal 9 Permenkes 1464/2010) :
1. Pelayanan kesehatan ibu;
2. Pelayanan kesehatan anak; dan
3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu berwenang untuk : (Pasal


10 ayat 3 Permenkes 1464/2010) :

1. Episiotomi;
2. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
3. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
4. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
5. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
6. Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu
eksklusif;
7. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum;
8. Penyuluhan dan konseling;
9. Bimbingan pada kelompok ibu hamil;
10. Pemberian surat keterangan kematian; dan
11. Pemberian surat keterangan cuti bersalin.

Sedangkan bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak berwenang


untuk (Pasal 11 ayat (2) Permenkes 1464/2010) :

1. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan


hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi Vitamin K 1, perawatan bayi baru
lahir pada masa neonatal (0 - 28 hari), dan perawatan tali pusat;
2. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
3. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
4. Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah;
5. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah;
6. Pemberian konseling dan penyuluhan;
7. Pemberian surat keterangan kelahiran; dan
8. Pemberian surat keterangan kematian.

Selain itu, bidan yang menjalankan program pemerintah berwenang


melakukan pelayanan kesehatan meliputi pemberian alat kontrasepsi suntikan,
alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah
kulit (Pasal 13 ayat (1) huruf a Permenkes 1464/2010).

Melihat pada kewenangan bidan di atas, ada kewenangan yang


memungkinkan bidan untuk melakukan suntikan kepada pasien.
Melihat pada ketentuan di atas, sehubungan dengan pemberian suntikan oleh
bidan, dapat dilihat bahwa sanksi pidana akan diberikan kepada bidan jika
tindakan yang dilakukannya kepada pasien merupakan suatu kelalaian berat
yang mengakibatkan luka berat atau kematian kepada pasien.

Pidana lain yang dapat dikenakan oleh bidan adalah jika bidan tersebut
melakukan praktik padahal ia tidak memiliki izin untuk itu (lihat Pasal 85 dan
Pasal 86 UU Tenaga Kesehatan).

Adapun yang dimaksud dengan tenaga medis dalam Pasal 11 ayat (2) UU
Tenaga Kesehatan adalah dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi
spesialis. Kemudian yang dimaksud tenaga kesehatan yang disebut dalam
penjelasan pasal di atas antara lain adalah bidan dan perawat.

Ini artinya, jika memang tindakan medis berupa pemberian obat atau suntikan
itu di luar wewenang bidan atau perawat namun mereka diberikan pelimpahan
itu, maka hal tersebut tidaklah dilarang. Namun dengan ketentuan (lihat Pasal 65
ayat (3) UU Tenaga Kesehatan) :

1. Tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan keterampilan


yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan;
2. Pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi
pelimpahan;
3. Pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang
dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan
yang diberikan; dan
4. Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk pengambilan keputusan sebagai
dasar pelaksanaan tindakan.
Mengenai tenaga kesehatan (bidan dan perawat) dapat memberikan pelayanan
di luar kewenangannya juga diatur dalam Pasal 63 ayat (1) UU Tenaga
Kesehatan :

“Dalam keadaan tertentu Tenaga Kesehatan dapat memberikan pelayanan di


luar kewenangannya.”

Dalam penjelasan Pasal 63 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan dikatakan bahwa


yang dimaksud "keadaan tertentu" yakni suatu kondisi tidak adanya tenaga
kesehatan yang  memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan serta tidak dimungkinkan untuk dirujuk.

Dasar Hukum :

1. Undang-Undang Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;


2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor Hk.02.02/Menkes/148/I/2010 tentang
Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Amoxicilin
1. Dosis
Dosis amoksisilina disesuaikan dengan jenis dan beratnya infeksi.
Anak dengan berat badan kurang dari 20 kg: 20 – 40 mm/kg berat badan
sehari, terbagi dalam 3 dosis.
Dewasa atau anak dengan berat badan lebih dari 20 kg: 250 – 500 mg sehari,
sebelum makan.
Gonore yang tidak terkompilasi : amoksisilina 3 gram dengan probenesid 1
gram sebagai dosis tunggal.
2. Efek Samping
Pada pasien yang hipersensitif dapat terjadi reaksi alergi seperti urtikaria,
ruam kulit, pruritus, angioedema dan gangguan saluran cerna seperti diare,
mual, muntah, glositis dan stomatitis.
3. Indikasi
Amoksisilina efektif terhadap penyakit :
Infeksi saluran pernafasan kronik dan akut : pneumonia, faringitis (tidak
untuk faringitis gonore), bronkitis, langritis.
Infeksi saluran cerna : disentri basiler.
Infeksi saluran kemih : gonore tidak terkomplikasi, uretritis, sistitis,
pielonefritis.
Infeksi lain: septikemia, endokarditis.
4. Kontraindikasi
Pasien dengan reaksi alergi terhadap penisilina.
B. Aspirin
1. Dosis
Dosis aspirin yang dapat digunakan pada pasien anak – anak yaitu :
Bagi penderita penyakit Kawasaki dosis yang dianjurkan adalah 20 -25
mg/Kg berat badan yang diberikan sebanyak 4 kali sehari selama 14 hari
(pada saat demam) dan 3 -6 mg/Kg berat badan yang diberikan sebanyak 1
kali sehari (sebagai rumatan). Dosis obat yang merupakan ambang batas
terjadinya keracunan adalah 200 mg/Kg berat badan.
2. Efek Samping
Alergi berupa biduran hingga sindrom Steven–Johnsons, serangan asma dan
sesak napas, rasa tidak nyaman pada lambung, perdarahan spontan dan
perdarahan saluran cerna, gangguang fungsi hati, gangguang fungsi ginjal.
3. Indikasi
Fungsi aspirin adalah sebagai obat analgesik, antipiretik, antiinflamasi, dan
antitrombotik, oleh karena itu kegunaan aspirin adalah untuk mengatasi rasa
sakit, untuk mengatasi demam, untuk mengatasi peradangan tulang dan
sendi, untuk mengatasi serangan jantung dan stroke. Selain kegunaan
tersebut manfaat aspirin lainya adalah aspirin untuk jerawat karena aspirin
memiliki kandungan aktif asam salisilat yang dapat digunakan untuk
mengecilkan pori –pori pada wajah serta mengatasi peradangan dan
penggumpalan darah pada jerawat
4. Kontraindikasi
Mempunyai riwayat alergi terhadap aspirin atau komponen salisilat,
mempunyai riwayat asma, mempunyai riwayat sakit maag dan tukak
lambung, mempunyai kelainan perdarahan, mempunyai gangguan fungsi
hati, mempunyai gangguan fungsi ginjal, mempunyai gagal jantung, ibu
hamil dan menyusui.
C. Ampicillin
1. Dosis
Dosis lazim anak untuk meningitis :
Neonatus :
- Usia < 7 hari : 50-100 mg/kg BB injeksi intravena setiap 8 jam.
- Usia > 7 hari : 50-75 mg/kg BB injeksi intravena setiap 6 jam.

Bayi dan anak-anak :

50-100 mg/kg BB injeksi intravena setiap 6 jam.

Dosis lazim anak untuk pencegahan bakterial endokarditis :

50 mg/kg BB injeksi intramuskular / intravena. Diberikan sebagai dosis


tunggal 1 jam sebelum prosedur operasi gigi.

Dosis lazim anak untuk infeksi saluran pernafasan bagian atas


(termasuk pneumonia), infeksi kulit dan jaringan lunak, serta infeksi
saluran kemih :

Neonatus :

- Usia < 7 hari (BB < 2 kg) : 50 mg/ kg BB injeksi intramuskular atau
intravena setiap 12 jam.
- Usia < 7 hari (BB > 2 kg) : 50 mg/ kg BB injeksi intramuskular atau
intravena setiap 8 jam.
- Usia 8-28 hari (BB < 2 kg) : 50 mg/ kg BB injeksi intramuskular atau
intravena setiap 8 jam.
- Usia 8-28 hari (BB > 2 kg) : 50 mg/ kg BB injeksi intramuskular atau
intravena setiap 6 jam.
- Usia > 1 bulan :
 Infeksi ringan :

Parenteral : 25-37.5 mg/kg BB injeksi intramuskular atau intravena


setiap 6 jam.

Oral : 12.5-25 mg/kg BB setiap 6 jam.

 Infeksi berat :

50-100 mg/kg BB injeksi intramuskular atau intravena setiap 6 jam.

Dosis tinggi dapat diberikan untuk infeksi yang lebih berat. sediaan oral
sebaiknya diberikan 1/2 – 1 jam sebelum makan untuk memaksimalkan
penyerapan obat. Untuk pasien dengan fungsi ginjal yang buruk, monitor
kadar obat dalam plasma dan urine harus dilakukan.

2. Efek Samping
Kebanyakan efek samping ampisilin (ampicillin) yang muncul adalah mual,
muntah, ruam kulit, dan antibiotik kolitis. Efek samping yang jarang seperti
angioedema dan Clostridium difficile diarrhea. Perawatan medis harus
segera diberikan jika tanda-tanda pertama dari efek samping muncul karena
jika seseorang mengalami reaksi hipersensitivitas terhadap
ampisilin (ampicillin), dapat mengalami shock anafilaktik yang bisa
berakibat fatal.
3. Indikasi
Kegunaan ampisilin (ampicillin) adalah untuk mengobati infeksi yang
disebabkan oleh bakteri yang peka terhadap ampisilin (ampicillin) seperti
infeksi saluran nafas : otitis media akut, faringitis yang disebabkan
streptococcus, faringitis, sinusitis. Ampisilin (ampicillin) adalah antibiotik
pilihan pertama untuk pengobatan infeksi-infeksi yang disebabkan
enterococcus seperti endocarditis dan meningitis. Ampisilin (ampicillin)
digunakan juga untuk pengobatan gonorrhoea, infeksi kulit dan jaringan
lunak,  Infeksi saluran kemih, infeksi Salmonella dan shigela .
4. Kontraindikasi
Penggunaan antibiotik ampisilin (ampicillin) harus dihindari pada pasien
hipersensitifitas pada ampisilin (ampicillin) dan antibiotika bata laktam
lainnya seperti penicillin dan cephalosporin.

D. Acethaminophen (paracetamol)
1. Dosis
Dosis Paracetamol Anak untuk Demam dan Nyeri :
Untuk mengukur dosis paracetamol anak dengan tepat maka kita harus
mengetahui berat badan dan umur anak, karena ini akan menjadi
pertimbangan.
<= 1 bulan : 10-15 mg/kg BB/dosis setiap 6 sampai 8 jam sesuai kebutuhan.
> 1 bulan – 12 tahun: 10 – 15 m /kg BB/dosis setiap 4 sampai 6 jam sesuai
kebutuhan (maksimum : 5 dosis dalam 24 jam).
Jangan berikan obat parasetamol ini melebihi dosis yang direkomendasikan.
Menggunakan paracetamol yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan
hati. Pada anak-anak, gunakanlah sediaan sirup atau suppositoria. Jangan
memberikan paracetamol untuk anak di bawah usia 2 tahun tanpa nasihat
dari dokter.
Berhenti menggunakan paracetamol dan hubungi dokter jika: Selama 3 hari
penggunaan masih demam. Selama 7 hari penggunaan masih terasa sakit
(nyeri belum teratasi) atau 5 hari pada anak-anak. Terjadi reaksi alergi
seperti ruam kulit, sakit kepala terus menerus, atau kemerahan atau bengkak.
2. Efek Samping
a. Hilangnya nafsu makan
b. Mual
c. Muntah
d. Sakit perut
e. Berkeringat
f. Mengalami kebingungan
g. Kelelahan
h. Urine berwarna gelap
i. Kulit mata menguning
j. Penggunaan acethaminophen pada pecandu alkohol dapat meningkatkan
resiko kerusakan hati.
k. Obat ini juga bisa mengakibatkan alergi seperti gatal-gatal,
pembengkakan pada wajah, bibir, lidah, dan tenggorokan
l. Dapat menimbulkan gangguan pernafasan
m. Ruam pada kulit yang berakibat melepuh dan mengelupas.
3. Indikasi
Obat ini biasanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang
disebabkan oleh infeksi atau yang lainnya. Selain itu, obat ini juga bisa
meredakan rasa nyeri pada tingkat rendah hingga sedang. Analgesik ini
bekerja langsung pada pusat pengatur panas tubuh di hipotalamus.
4. Kontraindikasi
Obat parasetamol tidak boleh digunakan pada orang yang mempunyai alergi
parasetamol atau acetaminophen, gangguan fungsi hati dan penyakit hati,
gangguan fungsi ginjal serius, shock, overdosis acetaminophen dan gizi
buruk.
E. Salbutamol
1. Dosis
Salbutamol tersedia dalam bentuk tablet, sirup, cairan untuk penguapan
saluran napas, dan inhaler. Efek salbutamol timbul setelah 5 – 15 menit
penggunaan dan bertahan 3 – 5 jam.
Dosis tablet
Anak di bawah 6 tahun: 0,3 mg/kg/hari dibagi menjadi 3 kali pemberian
setiap 8 jam, maksimal 6 mg/hari.
Anak 6 – 12 tahun: 2 mg sebanyak 3 – 4 kali per hari, maksimal 24 mg/hari.
Dewasa dan anak di atas 12 tahun: 2 – 4 mg sebanyak 3 – 4 kali per hari,
maksimal 32 mg/hari.
Dosis sirup
Anak 2 – 6 tahun: dimulai dari dosis 0,1 mg/kg/pemberian sebanyak 3 kali;
maksimal 3 x 2 mg. Jika diperlukan dapat ditingkatkan menjadi 0,2
mg/kg/pemberian sebanyak 3 kali, maksimal 3 x 4 mg. 
Anak 6 – 14 tahun: 2 mg sebanyak 3 – 4 kali; dapat ditingkatkan sampai
maksimal 24 mg/hari.
Dosis penguapan
Anak di bawah 2 tahun: 0,2 – 0,6 mg/kg/hari dibagi menjadi setiap 4 – 6
jam.
Anak 2 – 12 tahun: 0,63 – 2,5 mg/pemberian, diberikan 2 – 3 kali.
Dosis inhaler untuk anak di atas 4 tahun dan dewasa: 1 – 2 tarikan napas
setiap 4 – 6 jam. Inhaler harus dikocok dengan baik dan dicoba
disemprotkan di udara sebelum penggunaan awal.
2. Efek Samping
Efek samping yang paling sering ditemui adalah tremor (getaran pada jari –
jari yang tidak dapat dikendalikan), rasa gugup, dan kesulitan tidur. Efek
samping yang lebih jarang antara lain mual, demam, muntah, sakit kepala,
pusing, batuk, keram otot, reaksi alergi, mimisan, peningkatan napsu makan,
mulut kering, dan berkeringat.
3. Indikasi
Salbutamol atau albuterol adalah obat golongan beta-adrenergik yang
berfungsi melebarkan saluran napas, sehingga diindikasikan untuk asma dan
penyakit paru obstruktif kronik (bronkitis kronik dan emfisema). Obat ini
dapat meredakan gejala asma ringan, sedang atau berat dan digunakan untuk
pencegahan serangan asma.
4. Kontraindikasi
Salbutamol tidak boleh digunakan untuk penderita gangguan jantung dengan
nadi cepat. Selain itu, salbutamol tidak boleh digunakan pada penderita
abortus yang mengancam selama kehamilan trimester 1 dan 2 serta
penanganan persalinan prematur.

F. Oralit
1. Dosis
Sediaan oralit dalam bentuk bubuk, per bungkusnya cukup untuk membuat
200 cc larutan oralit (satu gelas). Untuk melarutkan bubuk oralit sebaiknya
digunakan air matang. Hendaknya tidak menggunakan air mentah atau air
yang sedang mendidih.
Dosis oralit menurut umur adalah sebagai berikut:
a. Anak umur di bawah 1 tahun, 3 jam pertama 1,5 gelas dan selanjutnya
setengah gelas setiap muntah atau diare;
b. Anak umur 1 – 5 tahun, 3 jam pertama 3 gelas dan selanjutnya 1 gelas
setiap muntah atau diare;
c. Anak umur 5 – 12 tahun, 3 jam pertama 6 gelas, dan selanjutnya 1,5
gelas setiap muntah atau diare;
d. Di atas 12 tahun, 3 jam pertama 12 gelas, dan selanjutnya 2 gelas setiap
muntah atau diare.
2. Efek Samping
Cara penggunaan oralit yang tidak sesuai aturan dan dengan dosis yang
berlebihan akan menimbulkan resiko bagi kesehatan tubuh. Keseimbangan
cairan elektrolit yang seharusnya terjaga justru dapat memicu gangguan
kesehatan bagi kinerja organ lain didalam tubuh. Reaksi yang timbul akibat
kesalahan tersebut yakni :
a. Kadar natrium yang berlebihan didalam tubuh akan mengganggu
keseimbangan elektrolit
b. Dehidrasi Hipernatraemia atau peningkatan osmolalitas plasma dimana
tubuh mengalami kelebihan kadar sodium
c. Gejala mual, muntah dan kram perut akibat tertelannya larutan
hipertonik atau sejumlah besar natrium klorida
d. Hilangnya bikarbonat dengan efek pengasaman karena penggunaan
garam klorida yang berlebihan
e. Hiperkalemia akibat meminum cairan oralit yang terlalu pekat
f. Penggunaan oralit yang berlebihan dapat menyebabkan edema kelopak
mata.
3. Indikasi
Oralit merupakan cairan yang terdiri dari garam elektrolit dan glukosa yang
dapat mengantisipasi terjadinya dehidrasi ketika kadar cairan elektrolit
didalam tubuh berkurang secara signifikan. Hal yang menyebabkan tidak
seimbangnya kadar cairan elektrolit didalam tubuh yakni :
a. Keringat yang keluar secara berlebihan
Tubuh akan mengeluarkan keringat yang banyak usai melakukan olah
raga berat atau berada pada cuaca panas, oleh karena itu perlu sekali
mengganti cairan yang hilang dengan asupan tambahan supaya tidak
terjadi dehidrasi atau kekurangan cairan dalam tubuh. Pada umumnya
keringat yang keluar secara berlebih dapat diganti dengan konsumsi air
mineral yang cukup namun untuk mengembalikan kadar air dan mineral
pada ukuran normal dapat juga menambahnya dengan minuman yang
mengandung elektrolit tinggi.
b. Muntah yang terus-menerus
Cairan yang keluar melalui muntahan kotoran dapat menyebabkan
dehidrasi karena kurangnya cairan yang terdapat didalam tubuh. Pada
umumnya, wanita yang mengandung pada trisemester pertama akan
mengalami mual dan muntah dalam waktu yang lama. Agar terhindar
dari bahaya dehidrasi sebaiknya segera mengkonsumsi minuman yang
mengandung elektrolit, agar kadar elektolit di dalam tubuh dapat terjaga
keseimbangannya. Namun perlu diperhatikan juga mengenai kesehatan
janin ketika menggunakan obat-obatan tertentu. Maka sebaiknya
konsultasikan terlebih dahulu pada dokter terkait supaya terhindar dari
hal yang tidak diinginkan.
c. Penyakit Diare
Diare merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan karena
konsumsi makanan pedas yang berlebihan, virus, toksin kuman
staphylococcus yang terdapat pada makanan busuk, alergi susu bahkan
alergi terhadap makanan tertentu. Diare yang berlangsung lama dapat
menyebabkan dehidrasi. Gejala diare dapat menyerang bayi, balita,
dewasa, bahkan lansia jika kekebalan tubuh melemah. Gejala yang akan
dialami berupa perut mulas, buang air besar 4 – 8 kali dalam sehari serta
feses encer.
4. Kontraindikasi
Secara relatif oralit tidak ada kontraindikasi.
G. Antipiretik
1. Dosis
a. Untuk parasetamol, anak-anak dosisnya ialah 10-15 mg/kg berat badan,
3-4 kali sehari.
b. Untuk ibuprofen, anak-anak dosisnya ialah 5-10 mg/kg berat badan, 3-4
kali sehari.
c. Untuk aspirin, dosisnya sebesar 325-650 mg, 3-4 kali sehari
2. Efek Samping
Pada dasarnya obat antipiretik aman untuk dikonsumsi. Namun yang sering
menimbulkan masalah ialah pasien mengonsumsi dalam dosis yang terlalu
banyak dan dalam jangka waktu yang terlalu lama.
Efek samping yang muncul tergantung jenis obat antipiretiknya. Beberapa
efek samping yang pernah ditemui antara lain :
a. Alergi kulit;
b. Gatal-gatal;
c. Pusing;
d. Mual, muntah;
e. Nyeri ulu hati;
f. Buang air besar berdarah;
g. Gangguan fungsi hati;
h. Gangguan penyembuhan luka.
3. Indikasi
Antipiretik adalah golongan obat-obatan untuk demam. Demam sebenarnya
adalah mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman infeksi. Saat terjadi
infeksi, otak kita akan menaikkan standar suhu tubuh di atas nilai normal
sehingga tubuh menjadi demam. Obat antipiretik bekerja dengan cara
menurunkan standar suhu tersebut ke nilai normal.
Terdapat banyak jenis obat antipiretik, antara lain :
a. Obat-obatan antiradang nonsteroid, seperti ibuprofen, ketoprofen ,
nimesulide;
b. Aspirin;
c. Paracetamol;
d. Metimazol;

Di antara obat antipiretik tersebut, yang paling banyak digunakan di


Indonesia adalah paracetamol.

Obat antipiretik diindikasikan untuk segala penyakit yang menghasilkan


gejala demam. Sejumlah pedoman menyatakan bahwa obat antipiretik
sebaiknya diberikan jika demam lebih dari 38,5 oC. Demam yang kurang
dari 38,50C sebaiknya jangan cepat-cepat diberi obat. Selain untuk
menurunkan demam, sebagian besar obat-obat antipiretik tersebut juga
memiliki khasiat untuk mengurangi nyeri.

4. Kontraindikasi
Masing-masing obat antipiretik tersebut memiliki kontraindikasi.
Paracetamol sebagai obat antipiretik utama di Indonesia tidak boleh
diberikan pada pasien yang pernah alergi terhadap paracetamol, pasien
dengan gangguan fungsi hati berat, dan pasien dengan gangguan fungsi
ginjal yang berat. Ibuprofen dan obat antiradang nonsteroid lainnya bisa
menyebabkan perdarahan saluran pencernaan dan dapat memperparah
penyakit maag pada pasien. Aspirin tidak boleh diberikan pada penderita
gangguan fungsi hati dan juga dapat menyebabkan perdarahan saluran cerna.
H. CTM
1. Dosis
a. Dewasa : 3 - 4 kali sehari 0.5 - 1 tablet.
b. Anak-anak 6 - 12 tahun : 0.5 dosis dewasa.
c. Anak-anak 1 - 6 tahun : 0.25 dosis dewasa.
2. Efek Samping
Ada banyak efek samping yang bisa ditimbulkan oleh obat CTM ini,
diantaranya :
a. Mengantuk
b. Pusing
c. Sakit kepala
d. Sembelit
e. Sakit perut
f. Penglihatan kabur
g. Penurunan koordinasi
h. Kering pada mulut, hidung, dan tenggorokan

Untuk meredakan efek samping yang berupa mulut kering, dapat diatasi
dengan memperbanyak minum cairan. Klorfeniramin juga bisa
mengeringkan dan mengentalkan lendir di paru-paru, sehingga memberikan
efek lebih sulit untuk bernapas dan bersihan paru-paru. Untuk mencegah
efek ini, minum banyak cairan. Banyak orang menggunakan obat ini tidak
memiliki efek samping yang serius.

Hubungi dokter segera apabila terjadi efek samping yang serius, seperti
perubahan mental/suasana hati (misalnya, halusinasi, lekas marah, gugup,
kebingungan), telinga berdenging, kesulitan buang air kecil, mudah
memar/pendarahan, denyut jantung cepat atau tidak teratur, atau kejang.
Jika selama 3 tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan pada kondisi tubuh,
maka segera konsultasi lebih lanjut dengan dokter.
3. Indikasi
a. Syok Anafilaktik
b. Kondisi alergi bersin, gatal, mata berair, hidung atau tenggorokan gatal,
dan pilek yang disebabkan oleh hay fever (rinitis alergi) dan alergi
pernapasan lainnya.
4. Kontraindikasi
a. Serangan asama akut, bayi prematur
b. Pasien dengan riwayat hipersensitif (memiliki alergi) terhadap obat
antihistamin.

I. ARTESUNAT dan AMODIAQUIN


1. Dosis
Oral :
- Artesunat  50 mg adalah 4mg/kgBB sehari sehingga dosis total selama 3
hari adalah 12 mg/kgBB.
- Amodiaquin 200 mg adalah 10 mg/kg BB sehari sehingga dosis total
selama 3 hari adalah 25-35 mg/kgBB.

Dosis per hari berdasarkan kelompok umur :

- Usia 1-4 tahun masing-masing 1 tablet artesunat dan amodiakuin


- Usia 5-9 tahun masing-masing 2 tablet artesunat dan amodiakuin
- Usia 10-14 tahun masing-masing 3 tablet artesunat dan amodiakuin
- Dewasa dan anak (> 15 tahun), masing-masing 3 tablet artesunat dan
amodiakuin.
2. Efek Samping
Artesunat : efek samping yang dilaporkan dalam uji klinik adalah penurunan
eritrosit retikuler, peningkatan SGPT dan BUN, mual, sakit kepala, sinus
bradikardi (>50 denyut/menit), efek diuretik yang reversibel, hemolobulinuri
makroskopik, jaundice, oligouri, penurunan kadar gula darah, kejang,
perdarahan, sepsis, edema, paru-paru, penurunan kadar laktat plasma,
cardiorespiratory arrest, irrectable hypotension, pendarahan saluran cerna,
black water fever, ulnar/median palsy, infeksi saluran urin oleh Klebsiella
sp., pneumoni, herpes zoster dan erythematous urticarial rash.
Amodiaquin : efek samping ringan sampai sedang adalah nyeri abdomen,
mual, muntah, sakit kepala, pusing, penglihatan kabur, kelemahan mental
dan fisik serta kelelahan. Efek samping berat berupa gatal, abnormalitas
kardiovaskular, diskinesia, kerusakan okuler, gangguan syaraf, dan
kehilangan pendengaran. Juga dilaporkan terjadinya agranulositosis,
hepatitis, dan neuropati periferal.
3. Indikasi
Pengobatan malaria falsiparum pada daerah di mana Plasmodium
falciparum telah dinyatakan resisten dengan pengobatan kloroquin.
4. Kontraindikasi
Hipersensitivitas, riwayat gangguan hati dan/atau darah selama pengobatan
dengan amodiakuin, retinopati (kasus pengobatan berulang).

J. Metronidazol
1. Dosis
Metronidazol tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, dan botol infusan.
Metronidazol tablet tersedia dalam ukuran 250 mg dan 500 mg. Untuk
kapsul, metronidazol tersedia dalam ukuran 375 mg. Sedangkan dalam
kemasan botol infusan, metronidazol tersedia dalam ukuran 500 mg/100ml.
Metronidazol dapat ditemukan sebagai obat paten maupun generik.
Dosis metronidazol sebagai terapi infeksi anaerob (misal pada luka diabetes
atau infeksi orga dalam tubuh) ialah 7,5 mg/kg berat badan sebanyak 3-4 kali
sehari selama 7-10 hari. Secara praktis, metronidazol biasa diresepkan
berupa tablet 500mg, diminum tiga kali sehari selama 7 hari. Pada pasien
yang dirawat di rumah sakit, metronidazol diberikan lewat infusan dengan
dosis 15 mg/kg berat badan. Dosis maksimal ialah 4 gram per hari. Untuk
infeksi kelamin dan diare akibat trichomonas, metronidazol diberikan 500
mg, dua kali sehari selama 7 hari. Sedangkan untuk diare akibat amoeba,
metronidazol diberikan sebanyak 750 mg, 2-3 kali sehari selama 5-10 hari.
Untuk anak-anak, dosis Metronidazol tergantung berat badan. Dosisnya ialah
15 mg/kg berat badan/hari tiga kali sehari. Untuk bayi umur kurang dari 7
hari, dosisnya ialah 7,5 mg/kg berat badan/hari.
2. Eefek Samping
Sejumlah efek samping yang pernah ditemukan dan persentase
kemunculannya adalah sebagai berikut :
a. Nafsu makan turun (10%);
b. Muncul infeksi jamur (10%);
c. Diare (10%);
d. Pusing (10%);
e. Mual dan muntah (10%);
f. Air kencing berwarna gelap (1-10%);
g. Alergi (1-10%);
h. Kejang (1-10%).
3. Indikasi
Metronidazol juga baik untuk sejumlah parasit dan bakteri penyebab
penyakit kelamin. Selengkapnya, metronidazol digunakan untuk penyakit
berikut :
a. Infeksi yang diduga disebabkan oleh bakteri anaerob;
b. Infeksi menular seksual;
c. Infeksi bakterial vaginosis (penyakit infeksi tidak spesifik pada vagina);
d. Infeksi parasit trichomonas (misal pada diare atau keputihan akibat
trichomonas);
e. Infeksi kuman amoeba (misal pada diare akibat amoeba).
4. Kontraindikasi
Metronidazol tidak boleh diberikan pada pasien yang pernah mengalami
alergi terhadap antibiotik ini. Metronidazol juga tidak boleh diberikan untuk
wanita hamil trimester pertama (hamil usia 0-3 bulan) dan saat menyusui.

K. DEXTAMINE
1. Dosis
Dextamine tersedia dalam bentuk tablet. Satu tablet dextamine mengandung
deksametason 0,5 mg dan deksklorfenuramina 2 mg. Dosis untuk dewasa
ialah 1-2 tablet, diminum 3-4 kali sehari. Sedangkan untuk anak-anak ialah
setengah tablet, diminum 3-4 kali sehari. Jika gejala telah membaik, dosis
dikurangi bertahap hingga dihentikan. Konsumsi dextamine sebaiknya
jangan dihentikan secara mendadak.
Yang perlu diperhatikan ialah penggunaan obat ini harus di bawah
pengawasan dokter. Dextamine mengandung steroid yang dapat menekan
infeksi yang sedang terjadi. Pada kondisi tersebut, pemberian dextamine
harus disertai dengan pemberian antibiotika yang tepat.
2. Efek Samping
Efek samping dextamine ialah gabungan dari kedua kandungan obat
tersebut. Efek ini dapat muncul terutama bila dikonsumsi dalam dosis besar
atau dalam jangka waktu yang lama. Efek samping tersebut antara lain :
a. Rasa lemas, mengantuk;
b. Timbul infeksi kulit, termasuk jerawat;
c. Gangguan fungsi hati;
d. Peningkatan kadar gula darah;
e. Sulit tidur;
f. Gangguan menstruasi;
g. Peningkatan berat badan.
3. Indikasi
Dextamine digunakan untuk kondisi berikut :
a. Demam tinggi yang disertai peradangan pada selaput lendir tenggorokan
dan hidung;
b. Asma kronis;
c. Rinitis alergika (pilek cair karena reaksi alergi);
d. Konjuntivitis alergika (mata merah akibat alergi);
e. Kemerahan, gatal, bengkak pada kulit akibat reaksi alergi.
4. Kontraindikasi
Dextamine tidak boleh diberikan pada kondisi berikut :
a. Alergi terhadap dexametason ataupun deksklorfenuramina;
b. Infeksi jamur yang berat dan luas;
c. Malaria dengan komplikasi ke otak;
d. Penderita yang baru saja mendapat vaksinasi virus hidup.

L. Tremenza
1. Dosis
Obat Tremenza yang dijual di apotik tersedia dalam bentuk Tremenza tablet
dengan komposisi Pseudoephedrine HCl 60 mg dan Triprolidine HCl 2,5 mg
untuk setiap satu tablet dan Tremenza sirup dengan komposisi
Pseudoephedrine HCl 30 mg dan Triprolidine HCl 1,25 mg utuk setiap 5 ml
Adapun dosis obat Tremenza yang umum digunakan antara lain :
a. Pada pengobatan dewasa dosis yang dianjurkan adalah 1 tablet atau 10
ml yang dapat diberikan sebanyak 3 sampai 4 kali dalam sehari.
b. Pada pengobatan anak–anak usia lebih dari 12 tahun dosis yang
dianjurkan adalah 1 tablet atau 10 ml yang dapat diberikan sebanyak 3
sampai 4 kali dalam sehari.
c. Pada pengobatan anak – anak usia antara 6 sampai 12 tahun dosis yang
dianjurkan adalah setengah tablet atau 5 ml yang dapat diberikan
sebanyak 3 sampai 4 kali dalam sehari.
d. Pada pengobatan anak – anak usia antara 2 sampai 6 tahun dosis yang
dianjurkan adalah 2,5 ml yang dapat diberikan sebanyak 3 sampai 4 kali
dalam sehari.
2. Efek Samping
Obat Tremenza pernah dilaporkan memberikan efek samping sebagai
berikut:
a. Kering pada hidung, mulut dan tenggorokan
b. Mengantuk
c. Pusing dan sakit kepala
d. Gangguan koordinasi dan tremor
e. Gelisah dan halusinasi.
3. Indikasi
Obat Tremenza sangat baik digunakan untuk mengurangi gejala–gejala flu
yang disebabkan oleh reaksi alergi pada saluran napas atas yang
membutuhkan dekogestan nasal dan antihistamin pada saat bersamaan
termasuk rinitis vasomotor dan otitis media yang disertai kongesti pada
saluran eustchius.
4. Kontraindikasi
a. Mengobati penyakit infeksi saluran pernapasan bagian bawah
b. Mengobati penyakit alergi yang menimbulkan asma
c. Penderita yang memiliki riwayat hipersensitif atau reaksi alergi terhadap
obat Tremenza atau komponennya
d. Penderita yang memiliki riwayat atau sedang menderita penyakit darah
tinggi
e. Penderita yang memiliki riwayat atau sedang menderita penyakit
glaucoma
f. Penderita yang memiliki riwayat atau sedang menderita penyakit
kencing manis
g. Penderita yang memiliki riwayat atau sedang menderita penyakit
jantung coroner
h. Penderita yang mendapat pengobatan menggunakan obat penghambat
monoamin oksidase.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lingkup pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung jawab bidan termasuk di
dalamnya adalah pelayanan kesehatan anak, yang diberikan pada masa bayi dan
balita. Dalam memberikan pelayanan kesehatan pada anak, bidan diberikan
kewenangan dalam pemberian obat yang bersifat sementara pada penyakit
ringan, sepanjang sesuai dengan obat- obatan yang sudah ditetapkan dan segera
merujuk pada dokter.
Dalam kewenangannya bidan diperbolehkan memberikan beberapa jenis obat
seperti amoxicilin, aspirin, ampicillin, acethaminophen (paracetamol),
salbutamol, oralit, antipiretik, CTM, artesunat dan amodiaquin, metronidazol,
dextamine, tremenza dan lain sebagainya. Dalam memberikan obat-obat tersebut
bidan harus memperhatikan jenis obat, dosis, efek samping, indikasi serta
kontraindikasi.

B. Saran
Untuk meningkatkan kesehatan bayi dan anak hendaknya para orang tua selalu
menjaga kondisi, pola makan serta kebersihan anak agar tidak mudah terjangkit
penyakit. Petugas kesehatan terutama bidan sebaiknya memberi penyuluhan
kepada para orang tua bayi dan anak akan pentingnya kesehatan bagi bayi dan
anak. Dalam memberikan obat, bidan harus selalu mengacu pada standar profesi
dan kewenangannya. Apabila sudah bukan kewenangan bidan, maka segera
merujuk ke dokter.
DAFAR PUSTAKA

Dilihat dari

http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/55-infeksi-protozoa/551

antimalaria pada tanggal 7 November 2016 pukul 02.00 WIB

Dilihat dari http://halosehat.com/farmasi/obat/oralit pada tanggal 7 November 2016

pukul 02.03 WIB

Dilihat dari http://mediskus.com/obat-ctm-kegunaan-efek-samping pada tanggal

7 November 2016 pukul 02.05 WIB

Dilihat dari http://www.farmasiana.com/ampicillin/ampicillin/ pada tanggal

7 November 2016 pukul 02.09 WIB

Dilihat dari

http://halosehat.com/farmasi/obat/jenis-obat-analgesik-fungsi-efek-

samping-dosisnya pada tanggal 7 November 2016 pukul 02.13 WIB

Dilihat dari http://mediskus.com/aspirin pada tanggal 7 November 2016

pukul 02.16 WIB

Dilihat dari http://mediskus.com/paracetamol pada tanggal 7 November 2016

pukul 02.22 WIB

Dilihat dari http://www.kerjanya.net/faq/4819-salbutamol.html pada tanggal

7 November 2016 pukul 02.28 WIB


Dilihat dari http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt54375d5815b16/wewenang-
bidan-dan-perawat-dalam-memberikan-suntikan-kepada-pasien pada tanggal 22
November 2016 pukul 08.15 WIB

Anda mungkin juga menyukai