Anda di halaman 1dari 20

Makalah Sosiologi

Pain Management (Manajemen Rasa Sakit/Nyeri)

Oleh : Rista Putri Soewantrijaya

Nim : 10/296665/KG/8594

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA 2010
1. Pengantar

Pain (Rasa Sakit/Nyeri)

Menurut Internasional Assosiation for the Study of Pain tahun 1979 (IASP) nyeri adalah
suatu peangalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan. Dari definisi yang disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa rasa nyeri itu
bersifat subyektif dimana individu tersebut mempelajari rasa nyeri setelah ia mengalami
langsung rasa nyeri tersebut. Rasa nyeri biasanya berhubungan dengan luka.

Nyeri merupakan gejala paling umum dari segala macam penyakit. Tugas dokter atau dokter
gigi adalah untuk menemukan dan mengobati penyebab rasa sakit atau nyeri itu sendiri. Jika
dokter atau dokter gigi telah mengetahui penyebab rasa sakitnya, pasien lebih merasa lega dan
mengurangi penderitaan yang dialami akibat rasa sakit yang dirasakannya.

Rasa sakit atau nyeri ini dapat di kategorikan menjadi 2 tipe yaitu nyeri akut dan nyeri
kronis. Nyeri akut biasanya terjadi setelah trauma, operasi atau lesi saraf, dan nyeri tersebut
sering berulang. Sedangkan nyeri kronis didefinisikan secara resmi sebagai rasa sakit yang
berlangsung selama 6 bulan atau lebih. Setiap orang telah hidup dengan adanya faktor yang
dapat menyebabkan sakit kronis didalam dirinya. Dari pengalaman dokter atau dokter gigi
memperlakukan pasien yang mengalami nyeri kronis, akhirnya didapatkan pengertian bahwa
nyeri kronis adalah penyakit dalam dirinya sendiri terlepas dari apa yang menyebabkan rasa
sakit. Tetapi hal ini bukan berarti tim medis akan mengabaikan apa yang menyebabkan rasa
sakit yang dialami pasien.

Pertama yang harus dilakukan oleh tim medis adalah menilai nyeri tersebut lalu
menentukan apa yang mungkin menyebabkan rasa nyeri pada pasien. Stelah itu baru
ditentukan penanganan apa yang tepat diberikan untuk pasien. Ada yang bisa disembuhkan
hanya dengan obat, atau ada juga yang mungkin bisa disembuhkan melalui operasi. Setelah
operasi, rasa nyeri tersebut biasanya hilang.
Adapun respon yang ditimbulkan dari pasien apabila ia merasakan sakit atau nyeri.
Respon tersebut berupa respon fisiologis dan respon perilaku. Untuk pasien penderita nyeri
akut memiliki respon fisiologis berupa adanya peningkatan tekanan darah diawal, peningkatan
denyut nadi, peningkatan pernapasan, dilatasi pupil dan keringat dingin. Respon perilaku yang
ditimbulkan adalah gelisah, susah berkonsentrasi, sering merasa ketakutan dan stress.
Sedangkan untuk pasien penderita nyeri kronis memiliki respon fisiologis yang tidak terlalu
signifikan, tekanan darah, denyut nadi, respirasi dan pupil semuanya normal, hanya kulitnya
saja yang sangat kering. Tetapi respon perilakunya lebih buruk yaitu berupa imobilisasi atau
ketidak aktifan fungsi fisiknya, mudah putus asa dan selalu dihantui rasa minder.

Management (Manajemen)

Kata manajemen berasal dari bahasa perancis kuno management, yang memiliki arti
seni melaksanakan dan mengatur. Tetapi manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan
diterima secara universal.

Pain Management (Manajemen Rasa Sakit)

Manajemen rasa sakit atau nyeri adalah sebuah seni atau cara untuk mengatur suatu
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan,berkaitan dengan kerusakan
jaringan yang nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan pada orang
lain maupun diri sendiri. Sebuah program manajemen rasa sakit ini adalah perawatan
rehabilitatif berbasis psikologis bagi orang-orang atau pasien penderita penyakit kronis yang
masih belum terselesaikan oleh tindakan lain yang tersedia.

Manajemen nyeri hanyalah satu aspek dari spesialisasi medis yang lebih umum disebut
perawatan paliatif. Perawatan paliatif dapat disampaikan dalam pengaturan perawatan rumah
sakit. Kebutuhan medis sangat berfariasi, tergantung pada jenis penyakit dan tingkat bahaya
penyakit tersebut. Program paliatif ada untuk kondisi umum seperti kanker, gagal jantung,
penyakit ginjal stadium tinggi dan AIDS.
Nyeri dapat digolongkan dari yang ringan, sedang sampai yang kronis atau berat. Untuk
penanganan rasa nyeri ringan sampai sedang biasanya dapat diobati dengan obat analgesic,
seperti aspirin atau ibuprofen. Untuk penanganan rasa nyeri kronis atau berat dapat digunakan
obat sejenis opioid atau narkotik lain atau dengan steroid, atau obat anti inflamasi non-steroid
ketika rasa sakit berkaitan dengan peradangan. Tetapi para dokter dan perawat tidak
sembarangan memberikan narkotika, karena narkotika dapat menimbulkan efek samping yaitu
kecanduan, oleh karena itu harus dipertimbangkan tingkat rasa sakit terhadap bahaya yang
ditimbulkan.

Penanganan terhadap rasa nyeri tidak hanya pada penanganan somatic saja, melainkan
dokter atau tim medis juga harus memberikan penanganan terhadap psikologik pasien.
Meyakinkan pasien bahwa rasa nyeri yang dirasakan bisa segera hilang, akan membuat pasien
lebih cepat sembuh, karena sering kita dengar, bahwa dokter yang paling baik adalah diri kita
sendiri. Jika dalam diri kita memiliki keyakinan besar untuk sembuh, maka kita akan sembuh.

Adapun hal yang sangat disayangkan, karena faktanya di Indonesia rasa nyeri pada
pasien usia lanjut kurang mendapatkan penanganan yang tepat, meskipun prevalensinya cukup
banyak. Kemungkinan hal itu terjadi karena adanya 2 hambatan dalam penanganan rasa nyeri.
Yaitu, tidak dilakukannya penanganan yang tepat dan pengetahuan dokter atau tim medis
lainnya yang masih terbatas atau belum memadai. Padahal dampak yang ditimbulkan oleh nyeri
sangat besar, jangankan untuk bergerak, berbicara saja akan terasa sulit. Kurangnya
penanganan terhadap nyeri pada usia tua di Indonesia juga disebabkan karena belum adanya
“pain specialist” atau spesialis yang mengatasi rasa nyeri.
2. Issue

Adapun permasalahan yang berkaitan dengan rasa nyeri dan penanganan yang terbaik
untuk mengatasi nyeri tersebut. Rasa nyeri dapat dirasakan di tulang, otot, ataupun pada gigi.
Berikut adalah contoh-contoh dari permasalahan tersebut :

a. Nyeri atau Ngilu pada Gigi Setelah Pemasangan Mahkota & Jembatan
Rasa nyeri setelah pemasangan “mahkota” atau jembatan pada restorasi gigi tiruan cekat
sering terjadi. Hal ini menyebabkan suasana yang tidak nyaman antar dokter gigi dan pasien.
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, bisa karena kesalahan dokter gigi, faktor
material atau faktor dari laboratorium. Tetapi jelas bukan karena kesalahan pasien. Sumber
dari rasa nyeri tersebut berasal dari rongga pulpa dan jaringan penunjang gigi. Jadi seharusnya
diusahakan untuk menjauhi sumber rasa sakit.
Sebelum melakukan pemasangan tersebut, dokter gigi harus benar-benar mengerti
tentang prinsip-prinsip morfologi dan anatomi gigi pada setiap gigi yang akan diasah, jadi pada
saat pengasahan tidak boleh melakukan tindkan over reduction atau under reduction.
Oleh karena itu ada banyak hal yang harus diperhatikan, antara lain :
 Kompromi antara estetik dan fungsi dalam melakukan pemilihan bahan untuk restorasi. Lebih
baik memilih mahkota logam yang lebih tipis daripada mahkota metal-keramik yang lebih tebal.
 Faktor umur penderita mempengaruhi besar rongga pulpa dan perbedaan ambang rasa sakit
 Sifat konduktor material dalam menyerap perubahan temperature juga harus diperhatikan
karena dapat mempengaruhi gigi yang telah diasah
 Pemilihan pemasangan dalam bentuk bahu (shoulder), camfer atau knife edge merupakan
pertimbangan yang sangat baik dalam usaha mengurangi rasa sakit
 Daereh leher gigi sangat rentan karena menjadi pusat kerawanan dan restorasi gigi tiruan
ceket. Berhasil atau tlamanya restorasi didalam mulut tergantung pada kualitas ketepatan dan
rapatnya daerah ini.
 Terjadinya kontak premature dengan gigi antagonis
Demikianlah beberapa hal yang hendaknya diperhatikan untuk mengantisipasi
kemungkinan timbulnya rasa nyeri pada pasien setelah pemasangan mahkota dan jembatan.

b. Nyeri Karena Pemasangan Ortho Cekat

Perawatan orthodontic dengan piranti cekat seringkali menyebabkan rasa nyeri terutama
pada awal pemasangan dan pada waktu pengaktifan pada setiap melakukan control. Rasa nyeri
pada awal pemasangan biasanya berlangsung selama kurang lebih satu minggu, dan akan
berkurang secara perlahan-lahan.

Terdapat sebuah penelitian yang dilakuka oleh O’Connor PJ, ia menyimpulkan bahwa
yang paling tidak disukai oleh pasien perawatan ortho adalan rasa nyeri yang ditimbulkan. Nilai
ambang nyeri pada setiap pasien berbeda-beda, tidak dapat diramalkan sebelumnya. Oleh
karena itu, sebaiknya pasien diberi keterangan tentang rasa nyeri yang akan timbul dan
bagaimana cara mengatasinya.

Rasa nyeri pada pasien perawatan ortho dengan piranti cekat biasanya timbul karena :

 Gesekan antara bracket, cincin atau kawat dengan mukosa rongga mulut sehingga
menyebabkan luka. Penyebab terjadinya gesekan ada bermacam-macam, diantarnya adalah
bagian bracket atau kawat yang tajam, adanya alat-alat yang lepas karena pola makan yang
salah, benturan, olahraga, atau kesalahan pemasangan.
 Penarikan gigi dengan kekuatan yang terlalu besar. Kekuatan yang terlalu besar itu selan dapat
menimbulkan rasa nyeri, juga dapat mempengaruhi vitalitas gigi, menyebabkan resorpsi akar
gigi dan merusak jaringan periodonsiuin
 Keradangan gingival yang dapat disebabkan antara lain oleh oral hygence yang jelek, iritasi dan
alergi.
c. Nyeri Wajah

Ada hal menarik yang perlu dicermati, karena fenomena ini membuat banyak dokter gigi
bingung, diantaranya adalah nyeri wajah yang salah diartikan pasien sebagai sakit gigi.

Neuralgia Trigeminal, dikenal juga dengan sebutan Tic Douloureux, Prosopalgia, atau
Prosoponeuralgia, merupakan sindrom nyeri yang menyerang wajah. Penderita biasanya
menafsirkan rasa nyeri ini seperti tersengat listrik, menyentak-nyentak, layaknya diiris-iris.
Nyeri tersebut kumat-kumatan dan hanya menyerang selama beberapa detik saja. Tetapi bila
serangan tersebut berulang dengan jarak yang tak lama, maka pasien mengira bahwa ia
merasakan nyeri yang berlangsung lama. Pada saat itu tidak jarang penderita mengungkapkan
nyeri yang dialaminya berlangsung selama beberapa jam.

Karena rasa nyeri ini dirasakan di bagian rahang atas dan rahang bawah, maka sindrom
nyeri ini sering disalah artikan sebagai sakit gigi. Anggapan yang salah ini semakin diyakini
karena nyeri pertama kali diraskan pada saat mengunyah makanan, menggososk gigi, makan
eskrim atau sentuhan pada wajah pada bagian tersebut. Karena itulah, tak jarang bahwa
anggapan keliru semacam itu timbul.

Timbulnya rasa nyeri wajah pada neuralgia trigeminal dapat muncul dengan spontan,
tetapi dapat pula dipicu oleh rangsangan sensorik berupa sentuhan pada wajah, terutama
disekitar mulut dan dibawah hidung. Nyeri saraf semacam ini digolongkan sebagai alodinia,
yaitu rasa nyeri yang timbul dari rangsangan saraf. Seringkali penderita enggan diperiksa karena
taku dengan sentuhan di wajahnya, dan banyak laki-laki yang tidak mencukur kumisnya karena
merasa nyeri di bagian sekitar mulut.

d. Nyeri Pasca Operasi

Nyeri pasca operasi merupakan efek klinis yang biasa dijumpai pada pasien setelah
melakukan operasi. Hal ini dirasakan apabila efek dari anastesi yang diberikan sudah hilang.
Dokter anastesi perlu melakukan observasi dan monitoring terhadap pasien pasca operasi.
Tujuan observasi ini adalah untuk mendektesi sedini mungkin penyimpangan-penyimpangan
fisiologis yang mungkin muncul, agar segera dapat melakukan penanganan yang tepat.

Observasi utama dilakukan dengan mengukur denyut nadi, tekanan darah dan frekuensi
pernafasan secara teratur dan perhatikan bila ada keadaan abnormal dan perdarahan yang
berlanjut. Jam pertama setelah anestesi merupakan saat yang paling berbahaya bagi pasien.
Refleks perlindungan jalan nafas masih tertekan, walaupun pasien tampak sudah bangun, dan
efek sisa obat yang diberikan dapat mendepresi pernafasan. Ini dapat menyebabkan kematian
karena hipoksia. Selain itu juga perlu dibuat pencatatan teknik yang digunakan dan setiap
komplikasi yang terjadi.

Namun penanganan nyeri masih sering meninmbulkan efek samping pada saluran
pencernaan. Oleh karena itulah rasa nyeri ini perlu dikendalikan dengan analgesic yang
meminimalisir efek samping pada saluran pencernaan.

e. Cidera Olahraga

Atlet professional mengandalkan otot dan tulangnya untuk melakukan kegiatan


keolahragaan mereka dan mencari penghidupan. Karena itu, atlet sangat rentan mengalami
cidera pada otot dan tulang mereka. Cidera pada otot dan tulang bisa menyebabkan pretasi
mereka terhambat atau bahkan berhenti sampai disitu jika cidera yang mereka alami sangatlah
parah. Tendinopati misalnya, cidera otot tersebut dapat menyebabkan atlet sulit berlari atau
berjalan. Belum lagi apabila tulang pada lututnya patah, cidera pada persendian lutut
merupakan cidera yang paling lama proses penyembuhannya.

Akan tetapi, kesadaran atlet akan kesehatan masih sangat kurang, terutama penanganan
cidera masih menyedihkan. Karena atlet dan juga pelatihnya biasanya lebih memilih ke tukang
urut dibandingkan ke dokter. Hal itu disebabkan karena ke tukang urut tidak memerlukan biaya
yang besar dan mereka juga menilai proses penyembuhannya relative lebih cepat.
Cidera yang dialami atlet biasanya terjadi pada tendon dan ligamen seperti keseleo.
Tingginya frekuensi atlet melakukan aktifitas tang berat membuat bagian persendian tersebut
rentan mengalami cidera. Selain itu juga mereka sering mengalami benturan-benturan yang tak
terduga dan tidak dapat dihindari, seperti pada olahraga sepak bola, karate, basket, tinju dan
lain sebagainya.

Cidera yang diderita atlet cukup bervariasi. Bisa terjadi pada lutut, bahu, jari,
pergelangan tangan an kaki, panggul, bahkan tulang belakang yang telah terlapisi otot-otot
yang cukup kuat untuk mereduksi pergerakan-pergerakan yang merugikan. Kondisi seperti ini
seharunya jangan dianggap remeh dan harus benar-benar diperhatikan.
3. Diskusi – Analisis

Manajemen rasa sakit atau nyeri merupakan salah satu aspek yang penting bagi orang
yang sedang dalam proses penyembuhan. Rasa nyeri jangan diremehkan, segera atasi dengan
penanganan yang tepat. Karena pasien yang membiarkan rasa nyeri itu berlangsung lama tanpa
adnya penanganan, dapat menyebabkan kesulitan berbicara dan kesulitan pergerakan fisik.

Selain itu, rasa nyeri yang berlangsung lama juga dapat menyerang segi psikologis
pasien, yaitu menyebabkan depresi. Oleh karena itu, jangan membiarkan rasa nyeri yang
berkepanjangan, segera tangani dengan baik. Yang lebih parah, nyeri yang berkepanjangan juga
dapat memicu timbulnya sel kankaer.

Saat ini sering digunakan obat yang mengandung narkotika untuk beberapa pasien yang
dirawat dirumah sakit dengan rasa nyeri yang sangat parah, disertai pula dengan prosedur lain
yang berguna untuk keberhasilan manajemen rasa sakit atau nyeri ini. Pijat, akupunktur,
akupresur, dan biofeedback juga telah menunjukkan peningkatan validitas untuk mengatasi
rasa nyeri beberapa pasien.

Dari pembahasan diatas, terdapat beberapa analisis tentang cara penyembuhan yang
baik untuk mengatasi masalah pain management (manajemen rasa sakit/nyeri) yang telah
disebutkan yaitu Nyeri atau Ngilu pada Gigi Setelah Pemasangan Mahkota & Jembatan, Nyeri
Karena Pemasangan Ortho Cekat, Nyeri Wajah, Nyeri Pasca Operasi dan Cidera Olahraga,
yang akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Nyeri atau Ngilu pada Gigi Setelah Pemasangan Mahkota & Jembatan

Kembali pada topic, yaitu manajemen rasa sakit atau nyeri, dalam masalah ini akan
dijelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan dan dianjurkan demi mencegah rasa ngilu
setelah pemasangan mahkota dan jembatan itu timbul, sebagai berikut :

 Sebaiknya posisi margin restorasi harus dapat dipilih letaknya, apakah dibawah gusi, diatas gusi,
atau tepat di margin gusi. Semakin jauh dari gusi akan semakin mengurangi timbulnya
gangguan
 Pemilihan material yang tepat, karena kadang-kadang ada juga material yang mempunyai sifat
alergi terhadap jaringan gusi
 Hindari pemakaian semen yang bersifat asam pada gigi yang vital karena dapat menyebabkan
iritasi pada jaringan pulpa
 Permukaan gigi terlebih dahulu divarnis dengan bahan pelindung dentin
 Selalu mencoba memasang restorasi sementara terlebih dahulu, apabila tidak ada masalah
barulah dipasang yang permanen

Bila kita telah melakukan hal yang dianjurkan tersebut kemungkinan terjadinya rasa
nyeri akan jauh berkurang. Pasien pun akan merasa nyaman dengan hasil pembuatan jembatan
dan mahkota pada giginya tersebut.

b. Nyeri Karena Pemasangan Ortho Cekat

Terdapat sebuah penelitian yang dilakukan oleh O’Connor PJ, ia menyimpulkan bahwa
yang paling tidak disukai oleh pasien perawatan ortho adalan rasa nyeri yang ditimbulkan. Nilai
ambang nyeri pada setiap pasien berbeda-beda, tidak dapat diramalkan sebelumnya. Oleh
karena itu, sebaiknya pasien diberi keterangan tentang rasa nyeri yang akan timbul dan
bagaimana cara mengatasinya.

Ada beberapa cara yang baik untuk mencegah timbulnya luka yang terjadi akibat adanya
gesekan antar bracket, cincin atau kawat dengan mukosa rongga mulut, diantaranya adalah :

 Memakai bracket yang permukaannya tidak kasar agar tidak menimbulkan iritasi
 Membungkus kawat yang jarak iktan satu dengan ikatan lainnyapanjang, dengan tissue guard
(tabung plastic)
 Membengkokkan ujung busur kawat yang keluar dari molar tube setelah ujung busur kawat
dipanasi terlebih dahulu
 Menutup ujung-ujung kawat dan bracket yang tajam dengan malam (wax) khusus. Tindakan ini
dapat dilakukan pasien sendiri bila belum sempat kembali ke dokter.
 Menghindari lepasnya bracket dengan menggunakan bahan bonding khusus orthodonti,
dengan mengikuti prosedur pemasangan yang benar sesuai petunjuk
 Menghindari lepasnya bracket dengan tidak memberikan tarikan yang terlalu kuat, terutama
pada saat bracket baru pertama diletakkan pada gigi.
 Menghindari lepasnya bracket dengan member instruksi pola makan yang sesuai. Pasien
dianjurkan untuk menghindari makanan yang keras, terutama pada saat awal pemasangan,
memotong makanan sebelum dikunyah dan menghindari makanan yang lengket.
 Menghindari lepasnya bracket karena olahraga dengan pemakaian mounth guard untuk pasien
yang aktif olahraga, dan mengajurkan pasien menghindari kegiatan-kegiatan yang cepat
menyebabkan benturan

Untuk menanggulangi rasa nyeri yang terjadi akibat timbulnya luka karena gesekan
antara bracket, cincin atau kawat dengan mukosa dapat dilakukan :

 Pemberian obat-obat analgesic, anestetik dan antiseptic yang dapat berupa tablet, obat oles,
salep, obat kumur dan pasta gigi.
 Kumur-kumur dengan air garam hangat

Untuk menghindari terjadinya rasa nyeri karena penarikan gigi dengan kekuatan yang
terlalu besar sebaiknya :

 Pada awal perawatan dipakai busur kawat (arc wire) berdiameter kecil dari bahan fleksibel,
yang secara bertahap diganti dengan busur kawat berdiameter lebih besar
 Pada gigi dengan malposisi parah tidak dilakukan pengikatan penuh pada saat pemasangan
kawat pertama kali.
 Jika ada bracket yang lepas ditengah perawatan dipakai lagi busur kawat berdiameter lebih
kecil untuk mengoreksi kembali posisi gigi yang lepas bracketnya

Rasa nyeri yang timbul setelah pengaktifan dengan kekuatan normal biasanya akan berkurang
dengan sendirinya, walaupun kadang-kadang dibantu dengan obat analgesic dan anastetik.

Untuk menghindari rasa nyeri akibat keradangan gingival dapat dilakukan sebagai berikut :
 Pasien menjaga kebersihan rongga mulutnya dengan menyikat gigi setelah makan dan sebelum
tidur. Sangat penting memperhatikan kebersihan gigi dan gingiva terutama pada gigi arterior.
Dianjurkan memakai obat kumur yang mengandung fluoride
 Jika pasien dengan pranti cekat dating dengan oral hygence yang buruk dan terdapat
keradangan pada gingiva, dapat dilakukan scalling dan pembersihan gigi dengan handpiece
pembersih gigi. Untuk mencegah terjadinya karies dapat dioleskan flour pada gigi yang bersih
 Untuk pasien baru dengan problem jaringan periodonsium, tidak boleh dilakukan perawatan
orthodonti sebelum kesehatan jaringan periodonsiumnya pulih
 Jika terjadi hiperplasi gingiva selama perawatan, perawatan dihentikan untuk sementara dan
pasien dikirim ke ahli periodonsi dan jika perlu bracket nya dilepas terlebih dahulu.

c. Nyeri Wajah

Menghindari rasa nyeri pada wajah ini penderita biasanya tidak mau makan dan minum,
tidak berani menggosok gigi atau membasuh muka. Bila berlangsung lama penderita dapat
mengalami penurunan berat badan, kekurangan gizi, dehidrasi disertai kesehatan gigi dan
mulut yang tidak terpelihara. Serangan yang berulang-ulang dapat juga menyebabkan
penderita depresi sehingga menjauhkan diri dari pergaulan.

Serangan nyeri ini lebih banyak menyerang pada rahang sebelah kanan dibandingkan
kiri. Dan juga neuralgia trigeminal ini lebih banyak menyerang wanita dibandingkan pria,
perbandingannya bisa sampai 3:1. Nyeri wajah ini belum ditemukan penyebab pastinya.
Pemeriksaan sistemik maupun motorik pada wajah biasanya tidak menunjukkan adanya
kelainan. Demikian juga pemeriksaan radiologic, CT scan, MRI seringkali tidak menunjukkan
kondisi tidak normal.

Saat ini masih obat yang paling baik untuk pengobatan neuralgia trigeminal adalah
Karbamasepin. Dimulai dengan dosis 50-100 miligram, dan dapat dinaikkan pelan-pelan sesuai
respon. Bila langsung diberi dengan dosis besar dapat menimbulkan gejala vertigo dan ataksia.
Perlu diingatkan pada penderita bahwa karbamasepin bukanlah obat nyeri yang bila diminum
saat itu juga dapat menghilangkan rasa nyeri tersebut. Karbamasipin harus diminum secara
teratur. Memerlukan beberapa hari untuk dapat menunjukkan khasiatnya. Disamping itu
adapun efek sampingnya yaitu rasa mual, pusing dan timbulnya bercak-bercak merah pada kulit
bila ia memiliki alergi pada obat ini. Bila sudah timbul bercak tersebut, pemakaian obat ini harus
dihentikan.

Pengobatan menggunakan karmasepin seringkali memberikan hasil yang baik setelah


peminuman rutin selama 2 minggu sampai 1 bulan. Jika setelah 1 bulan tidak menunjukkan
hasil yang signifikan maka harus dilakukan treatment lebih lanjut.

d. Nyeri pasca Operasi

Ada dua modalitas yang biasa dipakai untuk mengurangi rasa sakit pasca operasi. Yaitu
epidural analgesia dengan kateter dan bisa juga menggunakan PCA yang mensuplai opioid
parenteral sesuai kebutuhan pasien.

Setelah dilakukan penelitian bahwa epidural analgesia memiliki efek yang lebih baik
dibandingkan PCA, karena PCA memiliki banyak kekurangan. Kekurangan tersebut adalah
pemberian PCA memakan banyak waktu dan melibatkan banyak staf, sehingga dibutuhkan
keahlian. Dan juga masih ada kemungkinan terjadi kesalahan dan overdosis.

Meski demikian, epidural analgesia juga memiliki keterbatasan. Terkadang pada


pemasangan epidural analgesia terjadi kesulitan pada pemasangan pompa atau kateter, atau
mungkin tersumbatnya kateter atau gangguan pada pompa. Efek samping nya berupa
kemungkinan terjadinya hipotensi, resiko epidural hematoma, dan mengganggu mobilitas dan
terapi fisik.

Saat ini telah diperkenalkan Extended Release Epidural Morphine (EREM). EREM
merupakan partikel bulat mikroskopis dengan ruag aqueous internal mengandung morphin.
Setelah sekali penyuntikan EREM , ruang dalam EREM berdegradasi untuk melepaskan morphin
perlahan, sampai kira-kira 48 jam atau 2 hari. Mophin yang lepas dapat mengurangi rasa sakit
sampai pasien mampu menggunakan analgesic oral. EREM ini diberikan sebelum operasi
dilakukan.

Adapun sebuah penelitian terkait EREM yang menunjukkan bahwa EREM dapat
menurunkan penggunaan fentanyl. Semakin besar dosis yang diberikan akan semakin
berkurang fentanyl yang digunakan. Selain itu, EREM juga dapat menurunkan intensitas nyeri
saat istirahat. Manfaat EREM ini lebih baik daripada epidural analgesia tradisional. Hal ini telah
dibuktikan juga dalam sebuah penelitian yang meliputi penurunan skor intensitas rasa sakit,
menurunkan kebutuhan narkotika selama 48 jam pertama pasca operasi.

Keuntungan pada pasien operasi lutut dan pinggul yang mentoleransi terapi fisik, secara
signifikan lebih baik dibandingkan dengan pasien yang diobati dengan PCA. pasien yang
menggunakan EREM juga mengalami hipotensi yang lebih sedikit dibandinkan pasien yang
menggunakan epidural analgesia.

Keuntungan EREM dibandingkan dengan epidural analgesia dan PCA adalah EREM tidak
memerlukan kateter epidural dan menurunkan kebutuhan pompa PCA intensif saat proses
kelahiran dan kateter epidural. Oleh karena itulah EREM menawarkan pendekatan inovatif baru
untuk pengobatan nyeri akut pasca operasi.

e. Cidera Olahraga

Penanggulangan pada cidera ringan dapat dilakukan dengan melakukan relaksasi pada
otot-otot yang mengalami cidera. Cidera ringan yang dimaksud disini adalah cidera yang tidak
terjadi penyobekan atau putusnya ligament ataupun tendon. Dan juga menghentikan
pergerakan-pergerakan dan menghindari stressing pada otot-otot. Biasanya dilakukan
pembalutan pada persendian yang codera selama 48-72 jam agar otot dapat beristirahat.
Namun pada cidera berat seperti terjadi penyobekan pada ligament atau tendon, diperlukan
operasi untuk memulihkan otot-otot yang cidera.
Pembalutan pada peersendian yang cidera merupakan cara yang cukup efektif untuk
proses penyembuhan. Dengan dilakukannya pembalutan ini, diharakan persendian tersebut
mengalami immobilisasi daerah persendian. Teknik pembalutan yang tepat dapat mempercepat
proes penyembuhan dan merehabilitasi bagian yang mengalami cidera dengan lebih baik.

Salah satu perusahaan obat di Indonesia mengeluarkan produk yang bernama Strapal,
Tensoplast, dan Tensoban. Strapal adalah plester berperekat non-elastis yang kuat. Digunakan
untuk mencegah terjadinya cidera dan mengistirahatkan organ yang cidera. Sedangkan
Tensoplast merupakan plester berperekat elastic, semi rigid. Digunakan untuk memberikan
penekanan, kenyamanan dan konformabilitas. Juga dapat digunakan pada penderita cidera
akut. Strapal dan Tensoplast tidak menggunakan bahan lateks sehingga aman bagi kulit.
Tensoban adalah busa tipis yang terbuat dari bahan polyurethane yang ringan dan
comformable. Digunakan sebagai lapisan dalam pada aplikasi plester elastic semirigrid dan non-
elastis rigrid. Mudah disobek dengan tangan sesuai keperluan. Serta member perlindungan
pada kulit ari air dan udara yang lembab.

Ketiga produk yang disebutkan diatas dapat mengurangi rasa nyeri, melindungi jaringan
yang mengalami luka dan sensitive. Serta berfungsi sebagai lapisan dalam. Tapi ada kalanya
kulit memerlukan peristirahatan, misalnya dengan melepas plester dimalam hari dan
menggunakan kembali esok paginya.

Lepas dari ketiga produk diatas, saat ini telah ditemukan teknologi untuk mendiagnosa
cidera olahraga, yaitu dengan menggunakan scaning ultrasound. Alat ini sangat efektif untuk
mendiagnosis cidera dan membantu pengobatan. Hal ini telah diteliti kegunaannya dalam
penanganan cidera terutama cidera yang dialami karena olahraga.

Aplikasi dari teknologi ini terpusat pada diagnosis dan pengobatan cidera. Ini
merupakan cabang baru dari scaning ultrasound yang dinamakan Intraoperative ultrasound.
Alat ini kemungkinan dapat membantu pasien cidera menghindari operasi yang sebelumnya
tidak dapat dihindari. Alat ini dapat memandu pengobatan dengan system ultrasound, tidak
hanya menghasilkan foto tetapi juga memperbaiki scaning pada struktur, terutama cidera kecil
yang sulit untuk diinterpretasikan. Alat ini dapat mencapai recovery cidera secara optimal.
4. Kesimpulan

Berdasarkan makalah diatas, saya dapat membuat kesimpulan bahwa nyeri dapat
dirasakan pada tulang persendian, otot dan juga pada gigi. Rasa nyeri tersebut janga
diabaikan, karena nyeri juga dapat menimbulkan dampak yang todak kita duga sebelumnya,
misalnya saja gangguan psikologis berupa depresi dan juga gangguan kesehatan yang dapat
memicu timbulnya sel kanker.

Setiap rasa nyeri yang kita rasakan memliki cara atau penanganan sendiri-sendiri. Bila
kita belum mengetahui bagaimana cara yang tepat untuk mengatasi nyeri tersebut, kita
dapat bertanya pada dokter yang spesialis penanganan rasa nyeri.

Kesimpulan dari contoh contoh masalah dan penanganannya sebagai berikut :

a. Nyeri atau Ngilu pada Gigi Setelah Pemasangan Mahkota & Jembatan
Pada masalah ini, rasa nyeri yang dirasakan pasien memang sebagian besar
bukan disebabka dari kesalahan pasien. Biasanya rasa nyeri timbul karena kesalahan
dokter gigi, kesalahan proses, atau dari faktor laboratorium yang kurang tepat. Sebagai
dokter gigi, harus benar-benar memahami morfologi dan anatomi gigi agar tidak terjadi
kesalahan. Dan juga memperhatikan hal-hal yang telah dianjurkan untuk meminimalisir
rasa nyeri yang akan timbul.
b. Nyeri Karena Pemasangan Ortho Cekat
Hal yang paling tidak disukai pasien perawatan ortho memang adalah rasa nyeri
yang ditimbulkan pada saat pertama pemasangan. Rasa nyeri ini tidak mungkin tidak
timbul, tetapi ada cara-cara untuk mengurangi rasa nyeri tersebut. Selain dokter gigi
yang harus memilih cara dan bahan terbaik untuk pasien perawatan ortho ini, pasien
sendiri juga harus memperhatikan dan melasanakan saran dari dokter gigi yaitu rajin
menjaga kebersihan rongga mulutnya dan mengatur pola makan yang tepat.
c. Nyeri wajah
Jadi kita telah mengetahui bahwa nyeri wajah ini bukanlah karena sakit gigi.
Memang ada penyakit ini dinamakan neuralgia trigeminal Untuk pengobatan, saat ini
belum ada yang dapat dengan cepat mengatasi nyeri wajah. Adapun obat yang bernama
karbamasipin, obat ini baru mengeluarkan efek stelah 2 minggu sampai 1 bulan,
sehingga pasien harus sabar dengan teratur meminum obat ini.

d. Nyeri Pasca Operasi


Memang terasa nyeri pasca operasi disekitar bekas jahitan, tetapi nyeri tersebut
dapat ditangani. Penanganan rasa nyeri pasca operasi ini ditangani oleh dokter anastesi.
Biasanya dokter anastesi menggunakan obat analgesic untuk menghilangkan rasa nyeri
pasca operasi, namun telah ditemukan teknologi baru yang bernama EREM yang bisa
lebih cepat menghilangkan rasa nyeri dan juga dapat mengurangi penggunaan narkotika
yang dapat menyebabkan ketergantungan.

e. Cidera Olahraga
Atlet sangat rentan mengalami cidera pada bagian otot dan persendian tulang.
Banyak atlet yang meremehkan cidera yang dialaminya, mereka lebih senang pergi ke
tukang urut disbanding kedokter. Tetapi itu salah, seharunya jika mengalami cidera,
atlet memeriksakannya ke dokter karena dokter akan memberikan penanganan yang
tepat. Saat ini juga sudah ada alat yang dapat mendiagnosa cidera dan menyembuhkan
secara perlahan. Jadi sebaiknya para atlet pergi ke dokter untuk mendapatkan
penanganan yang terbaik.

Setelah kita mengetahui penanganan yang terbaik atas permasalahan nyeri ini.
Kita akan lebih berhati-hati lagi dalam penanganan nyeri.jagan malas untuk tanyapada
dokter spesialis penanganan nyeri, karena manusia mempunyai hak untuk terbebas dari
rasa nyeri.
5. Lampiran

Pain management (also called pain medicine; algiatry) is a branch of medicine employing an
interdisciplinary approach for easing the suffering and improving the quality of life of those
living with pain.[1] The typical pain management team includes medical practitioners, clinical
psychologists, physiotherapists, occupational therapists, and nurse practitioners.[2] Pain
sometimes resolves promptly once the underlying trauma or pathology has healed, and is
treated by one practitioner, with drugs such as analgesics and (occasionally) anxiolytics.
Effective management of long term pain, however, frequently requires the coordinated efforts
of the management team.[3]

Medicine treats injury and pathology to support and speed healing; and treats distressing
symptoms such as pain to relieve suffering during treatment and healing. When a painful injury
or pathology is resistant to treatment and persists, when pain persists after the injury or
pathology has healed, and when medical science cannot identify the cause of pain, the task of
medicine is to relieve suffering. Treatment approaches to long term pain include pharmacologic
measures, such as analgesics, tricyclic antidepressants and anticonvulsants, interventional
procedures, physical therapy, physical exercise, application of ice and/or heat, and
psychological measures, such as biofeedback and cognitive behavioral therapy.
http://en.wikipedia.org/wiki/Pain_management

Pain management is one of the most important aspects of care for terminally-ill persons. As
with all health care issues, get qualified medical opinion regarding any suggested treatments.
Pain management is a medical specialty. You have the right to obtain an opinion from a
physician who specializes in pain management if your own physician seems unable or unwilling
to provide adequate control for your pain.

Pain management is just one aspect of the more general medical specialty called palliative care.
Palliative care may be delivered in hospice and home care settings or in hospitals. Because
medical needs vary depending on the disease that is leading toward death, specialized palliative
care programs exist for common conditions such as cancer, heart failure (CHF/COPD), end-stage
renal disease, and AIDS. Aggressive pain management is a specialized topic of medicine and can
be researched in major health care directories. http://www.growthhouse.org/pain.html
Pain is the most common symptom of any illness; the physician’s therapeutic task is
twofold: to discover and treat the cause of pain and to treat the pain itself, whether or not the
underlying cause is treatable, to provide relief and reduce the suffering caused by pain. The
International Association for the Study of Pain (IASP) has proposed a working definition: Pain is
“an unpleasant sensory and emotional experience associated with either actual or potential
tissue damage, or described in terms of such damage” (1).
Although we use the term of pain to define all sensations that hurt or are unpleasant, actually
two quite different kinds of pain exist. The first is termed nociceptive. This pain is associated
with tissue damage or inflammation, so it is also called ‘inflammatory pain’. The second is
termed neuropathic and results from a lesion to the peripheral or central nervous systems.
Many pains will have a mixed neuropathic and nociceptive aetiology.

From a temporary perspective, pain can be divided in acute and chronic. Acute pain
occurs after traumas, operations, or lesions of a nerve, and pain is often recurrent. Chronic pain
occurs continuously for at least 3 months. It inhibits feelings, emotions, thinking and reactions.
Social interactions and work are restricted to the extent that mobility and physiological
functions are inhibited. Although established analgesic strategies can benefit most patients,
undertreatment is common. Inadequate understanding of the principles of cancer pain therapy
contributes greatly to undertreatment and efforts to redress this situation are both a
therapeutic and an ethical imperative.
http://www.uroweb.org/fileadmin/user_upload/Guidelines/21_Pain_Management_2007.pdf

The process of providing medical care that alleviates or reduces pain. Pain management is an
extremely important part of health care, as patients forced to remain in severe pain often
become agitated and/or depressed and have poorer treatment outcomes. Mild to moderate
pain can usually be treated with analgesic medications, such as aspirin or ibuprofen. For chronic
or severe pain, opiates and other narcotics are often used, sometimes in concert with
analgesics; with steroids or non-steroidal anti-inflammatory drugs when the pain is related to
inflammation; or with anti-depressants, which can potentiate some pain medications without
raising the actual dose of the drug, and which affect the brain's perception of pain. Narcotics
carry with them a potential for side effects and addiction, so patients and caregivers must
weigh the level of pain against these dangers in the pain management process. The risk of
addiction is not normally a concern in the care of terminal patients.
http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=10513

Anda mungkin juga menyukai