Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH IMUNOLOGI

IMUNOSUPRESI UNTUK PENCANGKOKAN GINJAL

KELOMPOK 8

Nita Rohmatul Fazriah (18334789)

Rohemah (19334701)

Grace Agnesia Otilidia Telaumbanua (19334708)

Diah Hardiyanti (19334709)

Sartika Hutagaol (19334712)

Yenny Yosalita Simanjuntak (19334717)

Pebrini Intan Sari (19334721)

Sekar Ar-Rum (19334722)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa
selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang

Keberhasilan pencangkokan (transplantasi) organ memerlukan obat penekan keimunan


(imunosupresif) guna mencegah sistem imun inang penerima (resipien) menolak (rejeksi) organ
yang dicangkokkan (transplantasikan). Hampir lebih dari 40 tahun obat penekan imun
(imunosupresif) telah digunakan di klinik pencangkokan (transplantasi) dengan beragam
(variasi) hasil Selama tahun 1960 sampai 1970 kortikosteroid dan azathioprine digunakan
sebagai pengobatan baku (terapi standar) dalam pencangkokan (transplantasi). Pada kurun waktu
(periode) tersebut ditandai dengan banyak kejadian penolakan (rejeksi) akut serta laju cangkok
kelangsungan hidup rendah (low graft survival rate). Pada tahun 1980 diperkenalkan siklosporin
A untuk meningkatkan mutu pengobatan penekan keimunan (kualitas terapi imunosupresif)
dengan meningkatkan laju kelangsungan hidup cangkokan (graft survival rate) dalam satu tahun.
Tatatertib (protocol) dengan menggunakan kendali ketat triganda penekan keimunan (regimen
tripel imunosupresif) yang terdiri dari kortikosteroid, siklosporin A dan azathioprin, cukup lama
digunakan sebagai tatatertib bakuan (protokol standar) di berbagai pusat pencangkokan
(transplantasi) di seluruh dunia.1 Masalah utama dalam mencangkok ginjal adalah terjadinya
penolakan atau rejeksi organ cangkok/transplan/allograf.

Pemakaian penekan imun (imunosupresan) masih merupakan upaya terdepan guna


mengurangi terjadinya penolakan.Oleh karena itu ketepatan pemakaian obat penekan imun
(imunosupresan) berbanding lurus dengan keberhasilan fungsi cangkokan (alograf).Berbagai
pusat pencangkokan (transplantasi) memiliki tatatertib (protokol) pengobatan yang berlainan,
tetapi dengan tujuan yang tidak berbeda jauh.Sebaiknya (idealnya) setiap pasien mendapatkan
pengobatan penekan imun (terapi imunosupresif) yang khas (spesifik) guna mencapai
keseimbangan antara mencegah terjadinya penolakan (rejeksi) dan menghilangkan jangkitan
(eliminasi infeksi) akibat penyulit (komplikasi) penekanan imun (imunosupresi) yang berlebihan
(over immunosuppression). Penekan imun (Imunosupresan) diberikan sebelum pelaksanaan
pencangkokan/transplantasi (pengobatan imbas/ terapi induksi), setelah pencangkokan
(transplantasi) dan bahkan diberikan dalam jangka waktu yang lama pascapencangkokan
(transplantasi) guna memantau (maintenance) keadaan (kondisi) sistem imun dan menghindari
penolakan

I.2. Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Transplantasi Ginjal

2. Bagaimana Mekanisme Imunosupresi

3. Apa saja klasifikasi terapi imunosupresif yang digunakan dalam Transplantasi Ginjal

I.3 Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Transplantasi Ginjal

2. Untuk mengetahui Mekanisme Imunosupresi

3. Untuk mengetahui klasifikasi terapi imunosupresif yang digunakan dalam


Transplantasi Ginjal
BAB II

PEMBAHASAN

II.1. DEFINISI TRANSPLANTASI GINJAL

1. Pengertian Transplantasi Ginjal

Transplantasi ginjal  adalah  terapi  penggantian ginjal yang melibatkan


pencangkokan ginjal dari orang hidup atau mati kepada orang yang membutuhkan. Transplantasi
ginjal menjadi terapi pilihan untuk sebagian besar pasien dengan gagal ginjal dan penyakit ginjal
stadium akhir.Transplantasi ginjal menjadi pilihan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Transplantasi organ atau jaringanbertujuan mengganti fungsi organatau jaringan yang


rusak dengan organ atau jaringan yang sehat.

2. Pengertian Imunosupresi

Imunosupresi adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan reaksi pembentukan zat
kebal tubuh atau antibodi akibat kerusakan organ limfoid. Dengan adanya penurunn jumlah
antibodi dalam tubuh, maka penyakit-penyakit akan lebih leluasa masuk dan menginfeksi bagian
tubuh. Hal tersebut akan menyebabkan adanya gangguan pertumbuhan dan produksi. Jadi,
sangatlah penting untuk mengenali dan mengetahui imunosupresi.

Imunosupresi adalah usaha untuk menekan respons imun, jadi berfungsi sebagai kontrol
negatif atau regulasi reaktivitas imunologik.Dalam klinik kegunaannya adalah untuk mencegah
reaksi penolakan pada transplantasi organ tubuh, dan menekan serta menghambat pembentukan
antibodi pada penyakit autoimun.Imunosupresi dapat dilakukan dengan obat imunosupresan,
globulin antilimfosit, radiasi, dan tindakan operasi.
II.2. MEKANISME IMUNOSUPRESI

Pada mahkluk tingkat tinggi seperti manusia, terdapat dua sistem pertahanan (imunitas),
yaitu imunitas nonsepesifik (innate immunity) dan imunitas spesifik ( adaptive imunity).

1. Imunitas nonspesifik

Merupakan mekanisme pertahanan terdepan yang meliputi komponen fisik berupa


keutuhan kulit dan mukosa; komponen biokimiawi seperti asam lambung, lisozim, komploment ;
dan komponen seluler nonspesifik seperti netrofil dan makrofag. Netrofil dan makrofag
melakukan fagositosis terhadap benda asing dan memproduksi berbagai mediator untuk menarik
sel-sel inflamasi lain di daerah infeksi. Selanjutnya benda asing akan dihancurkan dengan
mekanisme inflamasi.

2. Imunitas spesifik

Memiliki karakterisasi khusus antara lain kemampuannya untuk bereaksi secara spesifik
dengan antigen tertentu; kemampuan membedakan antigen asing dengan antigen sendiri (nonself
terhadap self) ; dan kemampuan untuk bereaksi lebih cepat dan lebih efesien terhadap antigen
yang sudah dikenal sebelumnya. Respon imun spesifik ini terdiri dari dua sistem imun , yaitu
imunitas seluler dan imunitas humoral. Imunitas seluer melibatkan sel limposit T, sedangkan
imunitas humoral melibatkan limposit B dan sel plasma yang berfungsi memproduksi antibodi.

Aktivitas sistem imun spesifik memerlukan partisipasi kelompok sel yang disebut sebagai
antigen presenting sel. Prinsip umum penggunaan imunosupresan untuk mencapai hasil terapi
yang optimal adalah sebagai berikut:

1) Respon imun primer lebih mudah dikendalikan dan ditekan dibandingkan dengan
respon imun sekunder. Tahap awal respon primer mencakup: pengolahan antigen oleh
APC, sintesis limfokin, proliferasi dan diferensiasi sel-sel imun. Tahap ini merupakan
yang paling sensitif terhadap obat imunosupresan. Sebaliknya, begitu terbentuk sel
memori, maka efektifitas obat imunosupresan akan jauh berkurang.
2) Obat imunosupresan memberikan efek yang berbeda terhadap antigen yang
berbeda. Dosis yang dibutuhkan untuk menekan respon imun terhadap suatu antigen
berbeda dengan dosis untuk antigen lain.

3) Penghambatan respon imun lebih berhasil bila obat imunosupresan diberikan


sebelum paparan terhadap antigen. Sayangnya, hampir semua penyakit autoimun baru
bisa dikenal setelah autoimuitas berkembang, sehingga relatif sulit di atasi. jika sistem
kekebalan melemah, kemampuannya untuk melindungi tubuh juga berkurang, membuat
patogen, termasuk virus yang menyebabkan penyakit. Penyakit defisiensi imun muncul
ketika sistem imun kurang aktif daripada biasanya, menyebabkan munculnya infeksi.
Defisiensi imun merupakan penyebab dari penyakit genetik, seperti severe combined
immunodeficiency, atau diproduksi oleh farmaseutikal atau infeksi, seperti sindrom
defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan oleh retrovirus HIV. Penyakit autoimun
menyebabkan sistem imun yang hiperaktif menyerang jaringan normal seperti jaringan
tersebut merupakan benda asing. Penyakit autoimun yang umum termasuk rheumatoid
arthritis, diabetes melitus tipe 1 dan lupus erythematosus. Peran penting imunologi
tersebut pada kesehatan dan penyakit adalah bagian dari penelitian.Contoh
Imunosupresan : Metotrekstat, Azatioprin, Siklofosfamid intravena, Cyclophosphamid.

II. 3. KLASIFIKASI TERAPI IMUNOSUPRESIF

Glukokortikoid

Glukokortikoid masih merupakan pesusun (komponen) penting (cornerstone)


gabungan (kombinasi) obat penekan keimunan (imunosupresif) bagi hampir semua pasien
yang dicangkoki (transplant). Walaupun pengaruh (efek) sampinganWalaupun pengaruh (efek)
sampingan steroid sudah banyak dikenal, seperti hiperlipidemia, hipertensi, intoleran glukosa
dan osteoporosis. Sayang bahwa untuk menghapus sama sekali steroid dari ketentuan
penekan keimunan (regimen imunosupresif) ternyata berhubungan erat dengan terjadinya
penolakan (rejeksi) serta awafungsi (disfungsi) organ baik dalam waktu jangka pendek
maupun jangka panjang. Untung sehubungan ditemukannya penekan keimunan
(imunosupresif) baru MMF (mofetil mycophenolate) dan tacrolimus, takaran (dosis) steroid
dapat diperkecil. Tatatertib (protokol) dengan steroid takaran (dosis) rendah diberikan
kepada penderita yang memiliki sejarah (sebelum pencangkokan/transplantasi) osteoporosis.
Untuk menghilangkan sama sekali steroid, diberikan kepada penderita yang mengalami
kemeracunan (toksisitas) steroid, misalnya sertamerta timbul diabetes melitus.

Glukokortikoid termasuk kelas hormon steroid yang ditandai khusus berdasarkan


kemampuan mengikat penerima (reseptor) glukokortikoid. Berbeda dengan mineralkortikoid
dan steroid jenis kelamin (seks) penerima yang khas (reseptor spesifik), sel sasaran (target)
dan pengaruh (efek) yang ditimbulkan.

Glukokortikoid didasari amatan (observasi) awal terhadap keterlibatan hormon ini


dalam metabolisme glukosa. Kortisol merangsang (stimulasi) beberapa proses yang secara
terkumpul (kolektif) meningkatkan dan mempertahankan kepekatan (konsentrasi) kenormalan
glukosa dalam darah, dengan cara: a) merangsang (stimulasi) glukogenesis, terutama dalam hati
(liver). Jalur ini menghasilkan sintesis glukosa asal substrat non-heksosa misalnya: asam amino
dan gliserol, yang merupakan hasil memecahkan trigliserida; b) melasakkan (mobilisasi) asam
amino jaringan ekstrahepatik yang merupakan substrat untuk glukogenesis; c) menghambat
penerimaan (uptake) glukosa di dalam jaringan dan jaringan adipose (mengubah/konversi
glukosa); d) merangsang (stimulasi) pemecahan lemak di dalam jaringan adipose.

Glukokortikoid menekan keimunan (imunitas) sel (cell-mediated immunity) dengan


cara menghambat gen yang menyandi (kode) sitokin, seperti IL-1, IL-2, IL-3, IL-4, IL-5,
IL-6, IL-8 dan IFN-g. Hambatan terhadap IL-2 akan menurunkan peruakan (proliferasi)
limfosit T.Glukokortikoid menekan keimunan (imunitas) humoral yang mengakibatkan limfosit
B menandakan (ekspresikan) IL-2 dan penerima (reseptor) IL-2 hanya sedikit, sehingga
mengurangi pengembangan klon (ekspansi klonal) limfosit B. Keadaan tersebut berarti
menekan sintesis antibodi.Glukokortikoid sebagai steroid memiliki kemampuan mengatur
(regulasi) berbagai faktor, di antaranya menurunkan pengaturan penandaan penerima
(regulasi ekspresi reseptor) Fc di makrofag, yang berakibat dapat menurunkan fagositosis
terhadap sel yang telah teropsonkan (opsonisasi).

Glukokortikoid mempengaruhi berbagai kejadian peradangan (inflamasi) tanpa


memperdulikan penyebab radang (inflamasi) tersebut. Glukokortikoid mengimbas (induksi)
sintesis lipokortin-1 (annexin-1), dan selanjutnya mengikat membrana sel dan mencegah
fosfolipase A2 bersentuhan (kontak) dengan substrat asam arakhidonat yang berakibat
menghilangnya hasilan (produksi) eicosanoid.

Glukokortikoid juga menghambat siklooksigenasi, baik COX-1 maupun COX-2,


sehingga prostaglandin dan leukotrien yang merupakan hasil (produk) utama peradangan
(inflamasi) dapat dihambat. Dalam merangsang (stimulasi) lipokortin-1 mengakibatkan
lipokortin berpindah ke dalam ruang luar sel (ekstraseluler) dan akan berikatan dengan
penerima (reseptor) membrana leukosit. Hal tersebut berakibat berbagai kejadian peradangan
(inflamasi) dihambat, misalnya: pelekatan epitel (adhesi epitelial), berpindah tempat
(emigrasi), chemotaksis, fagositosis, gejolak pernapasan (respiratory burst) dan pelepasan
berbagai penengah keradangan/mediator inflamasi (enzims lisosomal, sitokin, aktivator
plasminogen, khemokin, dan lain-lain) dari neutrofil, makrofag dan mastosit.
BAB III

PENUTUP

III.1. KESIMPULAN

1.Transplantasi ginjal  adalah  terapi  penggantian ginjal yang melibatkan


pencangkokan ginjal dari orang hidup atau mati kepada orang yang membutuhkan. Transplantasi
ginjal menjadi pilihan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien yang bertujuan mengganti
fungsi organatau jaringan yang rusak dengan organ atau jaringan yang sehat.

2. Mekanisme Imunosupresi terdapat dua sistem pertahanan (imunitas), yaitu imunitas


nonsepesifik (innate immunity) dan imunitas spesifik ( adaptive imunity).

3. Klasifikasi terapi imunosupresif yang digunakan dalam Transplantasi Ginjal adalah


glukokortiroid. Digunakan untuk menekan atau menurunkan sistem kekebalan tubuh. Golongan
obat ini diberikan pada pasien yang menjalani transplantasi organ, misalnya pada transplantasi
ginjal atau hati.

Anda mungkin juga menyukai