Anda di halaman 1dari 40

WRAP UP SKENARIO BERCAK MERAH DAN GATAL

DI SELANGKANGAN

Kelompok: A-10

                                 
                         Ketua            : Khadijah Hania BSA (1102017122)
     Sekretaris     : Hasna Salsabila (1102017103)
Anggota : Adilla Pratiwi Putri Sutisna (1102017006)
Dwiky Ananda Ramadhan (1102017076)
Diandra Ayu Dhita (1102017071)
Adelia Evita Lestari (1102017003)
Ahmad Furqon Abdusyakur (1102017011)
Keysha Farach Dwikhanza (1102017121)
Adilah Rifat Hakimah (1102017005)
Dysa Ayu Shalsabilla (1102017077)
Dhea Putri Ardita (1102016052)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
2019/2020
SKENARIO 1
BERCAK MERAH DAN GATAL DI SELANGKANGAN

Seorang wanita berusia 28 tahun datang ke Poliklinik dengan keluhan bercak merah dan gatal terutama
bila berkeringat di selangkangan sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai dengan beruntus dan kulit
yang menebal berwarna gelap. Kelainan ini hilang timbul selama 6 bulan, hilang apabila diobati dan
timbul saat menstruasi atau menggunakan celana berlapis. Riwayat keputihan disangkal. Kelainan ini
dirasakan setelah berat badan penderita bertambah.
Pada pemeriksaan generalis : dalam batas normal.
Pada pemeriksaan dermatologis : Regioner, bilateral pada ke-2 sisi medial paha atas tampak lesi multiple,
berbatas tegas, bentuk beraturan, ukuran bervariasi dari diameter 0,03 cm sp 0,1 cm, kering, permukaan
halus dengan efloresensi berupa plak eritem, sebagian likhenifikasi yang hiperpigmentasi, pada bagian
tengah tampak central healing dengan ditutupi skuama halus.
Setelah mendapatkan terapi, penderita diminta untuk kontrol rutin dan menjaga serta memelihara
kesehatan kulit sesuai tuntutan ajaran agama islam.
KATA SULIT
1. Efloresensi : Kelainan kulit yang terlihat oleh mata
: Kelainan kulit dan selaput lender yang terlihat oleh mata
2. Skuama : Lapisan tanduk dari epidermis mati yang menumpuk pada kulit yang
dapat berkembang sebagai akibat dan perubahan inflamasi
3. Central Healing : Kelainan kulit yang ditengahnya bersih dan pinggirnya aktif bernilai
positif jika terinfeksi jamur
4. Likhenifikasi : Penebalan dan pengerasan kulit dengan garis kulit berlebihan
5. Eritem : Kemerahan pada kulit akibat perubahan pembuluh darah kulit yang
reversible
6. HIperpigmentasi : Kondisi kulit dimana area tertentu menjadi lebih gelap akibat produksi
berlebihan dari melanin
7. Regioner : Mengenai daerah tertentu
8. Plak : Peninggian diatas permukaan kulit, permukaan datar dan berisi zat padat
(infiltrate) diameter kurang lebih 2 cm
PERTANYAAN
1. Mengapa kelainan timbul saat menstruasi atau memakai celana berlapis?
2. Mengapa setelah diobati gejala dapat timbul kembali?
3. Kenapa rasa gatal dan kemerahan timbul saat berkeringat?
4. Mengapa terdapat central healing?
5. Apa hubungan kelainan ini dengan pertambahan berat badan?
6. Apa diagnosis sementara dari skenario ini?
7. Bagaimana cara memelihara kesehatan kulit sesuai dengan anjuran islam?
8. Bagaimana cara penularan penyakit ini?
9. Pemeriksaan apa saja untuk menegakan diagnosis?
10. Apa saja faktor resiko terjadinya penyakit tersebut?
11. Apa penyebab penyakit ini?
12. Daerah anggota tubuh mana saja yang bisa terkena?
13. Bagaimana tatalaksananya?
14. Mengapa daerah kulit selangkangan terjadi penebalan dan menggelap?
15. Bagaimana cara pencegahannya?
JAWABAN
1. Meningkatkan kelembaban, menyebabkan pertumbuhan jamur di selangkangan.
2. Karena tidak menghindari faktor resiko dan kebersihan tubuh kurang.
3. Keringat → kulit lembab → mudah jamur untuk tubuh → bermanifestasi klinis gatal dan
kemerahan.
4. Karena terinfeksi oleh jamur.
5. Produksi kelenjar keringat lebih banyak sehingga menjadi lembab.
6. Mikosis.
7. Wudhu, mandi, bersuci dari hadast, tidak menggunakan pakaian ketat, menutup aurat,
sunnah mencukur rambut pubis setiap 40 hari.
8. Kontak fisik, penggunaan barang secara bersamaan.
9. KOH 20 – 30%, agar sabaroud untuk golongan candida.
10. Kebersihan lingkungan kurang, suka pakai pakaian ketat, personal hygine, obesitas
11. Jamur (dermatofita)
12. Dagu, Kepala, Selangkangan, Kuku, Pedis
13. Antijamur (Mikonazole, ketoconazole, nystatin), Antihistamin (Ceterizin, CTM)
14. Karena ada bekas garukan yang berulang kali, sehingga menimbulkan peradangan yang
terus menerus
15. Menjaga kebersihan kulit, tidak menggunakan barang secara bersamaan, tidak pakai pakaian
ketat, menggunakan pakaian yang menyerap keringat
HIPOTESIS
Mikosis disebabkan oleh infeksi jamur yang dapat terjadi karena kebersihan lingkungan kurang
baik, suka pakai pakaian ketat, personal hygine yang kurang baik, obesitas dan dapat menyerang
daerah dagu, kepala, selangkangan, kuku dan pedis. Untuk menegakkan diagnosis dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dapat ditemukan penebalan karena ada bekas garukan yang
berulang kali, sehingga menimbulkan peradangan yang terus – menerus. Selain itu juga
ditemukan central healing sebagai akibat dari infeksi oleh jamur. Pemeriksaan penunjangnya
berupa menggunakan KOH 20 – 30% atau di kultur dalam agar sabaroud plate untuk golongan
candida. Tatalaksananya berupa pemberian antijamur seperti mikonazole, ketoconazole, nistatin
dan juga diberikan antihistamin seperti ceterizin dan CTM. Pencegahannya dengan menjaga
kebersihan kulit, tidak menggunakan barang secara bersamaan, tidak pakai pakaian ketat,
menggunakan pakaian yang meyerap keringat. Dalam islam untuk memelihara kesehatan kulit
dengan melakukan berwudhu, mandi, bersuci dari hadast, tidak menggunakan pakaian ketat,
menutup aurat, melakukan sunnah mencukur fisik, penggunaan barang secara bersamaan.
SASARAN BELAJAR
LI 1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI DAN FUNGSINYA
LI 2 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MIKOSIS
LO 2.1 MENJELASKAN DEFINISI MIKOSIS
LO 2.2 MENJELASKAN EPIDEMIOLOGI MIKOSIS
LO 2.3 MENJELASKAN KLASIFIKASI MIKOSIS
LO 2.4 MENJELASKAN DIAGNOSIS MIKOSIS
LO 2.5 MENJELASKAN TATALAKSANA MIKOSIS
LO 2.6 MENJELASKAN PENCEGAHAN MIKOSIS
LO 2.7 MENJELASKAN PROGNOSIS MIKOSIS
LI 3 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN CARA MEMELIHARA KULIT MENURUT
PANDANGAN ISLAM
LI 1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI DAN FUNGSINYA
Kulit terbagi menjadi 3 lapisan:
EPIDERMIS
Terbagi atas 5 lapisan:
1. Stratum korneum/Lapisan tanduk
 Terdiri dari beberapa lapis sel gepeng yang mati dan tidak berinti
 Protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk)
2. Stratum Lusidum
 Lapisan sel gepeng tanpa inti
 protoplasma berubah menjadi protein (eleidin)
 Biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan
 Tidak tampak pada kulit tipis
3. Stratum granulosum / Lapisan Granular
 Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng
 Sitoplasma berbutir kasar yang terdiri atas keratohialin dan terdapat inti
diantaranya
 Mukosa tidak mempunyai lapisan ini
4. Stratum spinosum / lapisan Malphigi
 Lapisan epidermis yang paling tebal
 Terdiri dari sel polygonal, besarnya berbeda-beda karena ada proses mitosis
 Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti terletak
ditengah
 Terdapat jembatan antarsel (intecelluler bridges) yg tdd: protoplasma dan
tonofibril
 Perlekatan antar jembatan membentuk nodulus Bizzozero
 Terdapat juga sel langerhans yang berperan dalam respon – respon antigen
kutaneus. Seperti ditunjukan dibawah
5. Stratum basale
 Terdiri dari sel – sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis
 Tersusun sebagai tiang pagar atau palisade
 Lapisan terbawah dari epidermis
 Mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif
 Terdapat melanosit (clear cell) yaitu sel dendritik yang yang membentuk melanin
melindungi kulit dari sinar matahari. Dengan sitoplasma yang basofilik dan inti
gelap, mengandung butir pigmen (melanosomes)
Setiap kulit yang mati banyak mengandung keratin yaitu protein fibrous insoluble yang
membentuk barier terluar kulit yang berfungsi:
 Mengusir mikroorganisme patogen
 Mencegah kehilangan cairan yang berlebihan dari tubuh
 Unsur utam yang mengerskan rambut dan kuku.
Setiap kulit yang mati akan terganti tiap 3-4 minggu. Epidermis akan bertambah tebal
jika bagian tersebut sering digunakan. Persambungan antara epidermis dan dermis di sebut rete
ridge yang berfunfgsi sebagai tempat pertukaran nutrisi yang essensial. Dan terdapat kerutan
yang disebut fingers prints.

DERMIS
Merupakan lapisan dibawah epidermis. Terdiri dari jaringan ikat yang terdiri dari 2 lapisan:
1. Pars papilare
 Bagian yang menonjol ke epidermis
 Berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah
2. Pars retikulare
 Bagian yang menonjol ke subkutan
 Terdiri atas: serabut-serabut penunjang (kolagen, elastin, retikulin), matiks (cairan
kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat serta fibroblas)
 Terdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen dan retikularis yang
terdapat banyak p. darah, limfe, akar rambut, kelenjar kerngat dan k. sebaseus.

HIPODERMIS/SUBCUTIS
Terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Pada lapisan ini terdapat
ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening.
1. Sel lemak
 Sel lemak dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa
 Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan banyak
lemak. Disebut juga panikulus adiposa yang berfungsi sebagai cadangan makanan
 Berfungsi juga sebagai bantalan antara kulit dan setruktur internal seperti otot dan
tulang. Sebagai mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan panas.
Sebagai bantalan terhadap trauma. Tempat penumpukan energi

Kulit berfungsi untuk:


1. Proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis,
gangguan kimiawi, gangguan bersifat panas, serta gangguan infeksi luar terutama
kuman/bakteri maupun jamur.
Gangguan fisik dan mekanik ditanggulangi dengan adanya bantalan lemak
subkutis, tebalnya lapisan kilit, dan serabut penunjang yang berfungsi sebagai pelindung
bagian luar tubuh. Gangguan sinar UV diatasi oleh sel melanin yang menyerap sebagian
sinar tersebut. Gangguan kimiawi ditanggulangi dengan adanya lemak permukaan kulit
yang berasal dari kelenjar palit kulit yang mempunyai pH 5,0 – 6,5. Lemak permukaan
kulit juga berperan dalam mengatasi banyak mikroba yang ingin masuk ke dalam kulit.
2. Absorpsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, maupun benda padat. tetapi
cairan yang mudah menguap lebih mungkin diserap kulit, begitu pula zat yang larut
dalam minyak. Permeabilitas kulit terhadap gas CO2 atau O2 mengungkapkan
kemungkinan kulit mempunyai peran dalam fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi
tersebut dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis
vehikulum.
3. Eksresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme berupa NaCl.
Urea, asam urat, dan ammonia. Sebum yang dihasilkan berfungsi untuk melindungi kulit
karena selain meminyaki kulit juga menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit
tidak menjadi kering.
4. Persepsi
Rangsang panas: badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis.
Rangsang dingin: badan-badan Krause yang terletak di dermis.
Rangsang rabaan: badan taktil Meissner di papilla dermis dan badan Merkel Ranvier di
epidermis.
Rangsang tekan: badan Paccini di epidermis.
5. Pengaturan suhu tubuh
Termoregulasi kulit dilakukan dengan mengeluarkan keringat dan mengerutkan
pembuluh darah kulit.
6. Pembentukan pigmen
Perbandingan jumlah sel basal : melanosit adalah 10 : 1. Jumlah melanosit dan
jumlah serta besarnya butiran pigmen menentukan warna kulit ras maupun individu.
Pajanan sinar matahari mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke
epidermis melalui tangan-tangan dendrite, sedangkan pada dermis melalui sel melanofag.
Warna kulit juga dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb dan karoten.
7. Keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan, sel basal yang
lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas
makin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilangdan
keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung normal selama kira-
kira 14-21 hari dan member perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis
fisiologik.
8. Pembentukan vitamin D
Dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan
sinar matahari.
9. Fungsi Ekspresi Emosi
Hasil gabungan fungsi yang telah disebut di atas menyebabkan kulit mampu
berfungsi sebagai alat untuk menentukan emosi yang terdapat dalam jiwa manusia.
Kegembiraan dapat dinyatakan oleh otot kulit muka yang relaksasi dan tersenyum,
kesedihan diutarakan oleh kelenjar air mata yang meneteskan air matanya, ketegangan
dengan otot kulit dan kelenjar keringat, ketakutan oleh kontraksi pembuluh darah kapiler
kulit sehingga kulit menjadi pucat dan rasa erotik oleh kelenjar minyak dan pembuluh
darah kulit yang melebar sehingga kulit tampak semakin merah, berminyak, dan
menyebarkan bau khas. Semua fungsi kulit pada manusia berguna untuk
mempertahankan kehidupannya sama seperti organ tubuh lain.
LI 2 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MIKOSIS
LO 2.1 MENJELASKAN DEFINISI MIKOSIS
Mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur. Jamur dapat
menginfeksi bagian tubuh manapun salah satunya adalah kulit. Kelainan kulit yang
disebabkan oleh jamur disebut dengan dermatomikosis. Dermatomikosis umumnya
digolongkan menjadi 2 kelompok, yakni : mikosis superfisialis dan mikosis subkutan.
Mikosis superfisialis adalah infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh kolonisasi
jamur atau ragi. Angka kejadian mikosis superfisialis diperkirakan sekitar 20-25% populasi
dunia dan merupakan salah satu bentuk infeksi yang paling sering pada manusia. Mikosis
Subkutan adalah kelainan akibat jamur yang melibatkan jaringan di bawah kulit. Kelainan
ini relative jarang dijumpai. Beberapa di antaranya adalah: misetoma, kromomikosis,
zigomikosis subkutan, sporotrikosis, rinosporidiosis. Jamur Candida spp merupakan
penyakit jamur yang banyak ditemukan bersifat oportunistik dan dapat memberi berbagai
bentuk klinis, baik superfisialis maupun sistemik.
LO 2.2 MENJELASKAN EPIDEMIOLOGI MIKOSIS
Mikosis superfisialis merupakan infeksi jamur pada kulit yang disebabkan oleh
kolonisasi jamur atau ragi. Penyakit yang termasuk mikosis superfisialis adalah
dermatofitosis, pitiriasis versikolor, dan kandidiasis superfisialis. Mikosis superfisialis
cukup banyak diderita penduduk negara tropis. Indonesia merupakan salah satu negara
beriklim tropis yang memiliki suhu dan kelembaban tinggi, merupakan suasana yang baik
bagi pertumbuhan jamur, sehingga jamur dapat ditemukan hampir di semua tempat.
Mikosis superfisial mengenai lebih dari 20% hingga 25% populasi sehingga menjadi
bentuk infeksi yang tersering.3 Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan tubuh yang
mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, serta kuku
yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita, yang mampu mencernakan keratin.
Insiden dan prevalensi dermatofitosis cukup tinggi di dalam masyarakat baik di dalam
maupun diluar negeri.
Di Indonesia, dermatofitosis merupakan 52% dari seluruh dermatomikosis dan tinea
kruris dan tinea korporis merupakan dermatofitosis terbanyak. Dermatofit tersebar di
seluruh dunia dan menjadi masalah terutama di negara berkembang. Berdasarkan urutan
kejadian dermatofitosis, tinea korporis (57%), tinea unguinum (20%), tinea kruris (10%),
tinea pedis dan tinea barbae (6%), dan sebanyak 1% tipe lainnya.7 Di berbagai negara saat
ini terjadi peningkatan bermakna dermatofitosis. Di Kroasia dilaporkan prevalensi
dermatofitosis 26% pada tahun 1986 dan meningkat menjadi 73% pada tahun 2001. Di
negara berkembang. Berdasarkan urutan kejadian dermatofitosis, tinea korporis (57%),
tinea unguinum (20%), tinea kruris (10%), tinea pedis dan tinea barbae (6%), dan sebanyak
1% tipe lainnya.7 Di berbagai negara saat ini terjadi peningkatan bermakna dermatofitosis.
Di Kroasia dilaporkan prevalensi dermatofitosis 26% pada tahun 1986 dan meningkat
menjadi 73% pada tahun 2001.penyebaran tinea kruris adalah kondisi kebersihan
lingkungan yang buruk, daerah pedesaan yang padat, dan kebiasaan menggunakan pakaian
yang ketat atau lembab. Obesitas dan diabetes melitus juga merupakan faktor resiko
tambahan oleh karena keadaan tersebut menurunkan imunitas untuk melawan infeksi.
Penyakit ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang
berlangsung seumur hidup.
Data dari berbagai rumah sakit pendidikan kedokteran negeri umum di Indonesia
pada tahun 2009-2011 didapatkan angka proporsi dermatomikosis terhadap dermatosis
terendah di Yogyakarta sebesar 4,06% dan tertinggi di Semarang sebesar 26,4%. Data yang
didapat di RSUD Dr. Soetomo pada tahun 2010 terjadi peningkatan dari tahun 2009
sebesar 7,1% menjadi 13,2%. Penelitian retrospektif Citrashanty I pada tahun 2008 sampai
dengan 2010 di Unit Rawat Jalan (URJ) Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Dr. Soetomo Surabaya menunjukkan kasus mikosis superfisialis yang
paling banyak ditemukan adalah tinea korporis pada tahun 2008 sebesar 34,4% dan 2009
sebesar 31,0%, sedangkan pada tahun 2010 yang terbanyak adalah pitiriasis versikolor
sebesar 28,4%.
LO 2.3 MENJELASKAN KLASIFIKASI MIKOSIS
DERMATOMIKOSIS
SUPERFICIALIS INTERMEDIATE PROFUNDA
Dermatofitosis Non- Subcutis Sistemik
Dermatofitosis

Tinea Capitis Pitiriasis Kandidiasis Misetoma Aktinomikosis


Tinea Barbae Versikolor Aspergillosis Kromomikosis Nokardiosis
Tinea Corporis Piedra Hitam Sporotrikosis Histoplasmosis
Tinea Manum Piedra Putih Fikomikosis- Kriptokokosis
Tinea Pedis Tinea Nigra subkutan Koksidioidomikosis
Tinea Kruris Palmaris Rinosporodio-sis Blastomikosis
Tinea Otomikosis Fikomikosis-
unguium sistemik

NON DERMATOFITOSIS
1. Pitiriasis Versikolor
Pitiriasis Versikolor atau tinea versicolor atau panu adalah penyakit infeksi jamur
superfisial kronis pada kulit yang disebabkan oleh Malassezia furfur atau Pityrosporum
orbiculare. Malassezia furfur juga merupakan penyebab folikulitis malassezia. Pitiriasis
Versikolor dapat menyerang hampir semua umur, pria dan wanita, semua bangsa dan ras,
penyebarannya di seluruh dunia, kurangnya kebersihan diri, dan menyerang bagian –
bagian kulit yang basah atau berkeringat.
Keadaan atau kondisi tubuh yang basah atau berkeringat dapat menyebabkan stratum
korneum melunak sehingga memudahkan Malassezia furfur masuk. Pada anamnesis pasien
akan merasakan kulit seperti ditutupi sisik halus dengan rasa gatal, atau tanpa keluhan dan
hanya gangguan kosmetik saja. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan berupa makula
yang dapat hipopigmentasi, kecoklatan, keabuan atau kehitam – hitaman dalam berbagai
ukuran, dengan skuama halus diatasnya. Pada pemeriksaan penunjang menggunakan sinar
wood akan ditemukan fluoresensi kuning keemasan akibat metabolit asam dikarboksilat,
yang digunakan sebagai petunjuk lesi dan mendeteksi sebaran lokasi lesi. Dilakuakn
pemeriksaan mikologis yaitu dengan specimen kerokan kulit akan menjukan kumpulan
hifa pendek dan sel ragi bulat, kadang oval. Gambaran demikian menyebabkan sebutan
serupa ‘spaghetti and meatballs’ atau ‘bananas and grapes’. Sediaan diambil dengan
kerokan kulit ringan menggunakan scalpel atau dengan merekatkan selotip. Pemeriksaan
dengan menggunakan larutan KOH 20% dan dapat ditambahkan sedikit tinta biru-hitam
untuk memperjelas gambaran elemen jamur.
Keadaan klinis yang perlu dibedakan dari pityriasis versicolor antara lain pitiriasis
alba, eritrasma, vitiligo, dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, morbus Hansen tipe
tuberculoid, dan tinea.
Tatalaksananya adalah pemberian obat topikal. Untuk macular diberikan salep
Whitefield atau larutan natrium tiosulfit 20% dioles setiap hari. Untuk bentuk folikular
dapat dipakai tiosulfas natrikus 20 – 30%. Juga diberikan obat – obat anti jamu golongan
imidazole (ekonazol, mikonazol, klotrimazol, dan tolsiklat) dalam krim atau salep 1-2%
juga berkhasiat. Dapat juga diberikan ketokonazol 200 mg/hari selama 10 hari atau
Itrakonazol 100 mg/hari selama 2 minggu. Prognosis dari penyakit ini baik.

Tinea Vesikolor bentuk macular Tampak makula hipopigmentasi ditutupi skuama


halus.
2. Folikulitis Malassezia
Folikulitis Malassezia adalah penyakit kronis pada folikel pilosebasea yang
disebabkan oleh jamur Malassezia spp. Penyakit ini biasanya mengenai dewasa muda
sampai usia pertengahan, dan lebih banyak ditemui di daerah tropis, mungkin karena
kelembaban tinggi dan suhu panas, tetapi juga dilaporkan pada daerah beriklim dingin saat
musim panas.
Jamur dengan spesies Malassezia yang merupakan flora normal kulit, bersifat
lipofilik, serupa dengan penyebab pitiriasis versicolor. Apabila pasien yang terkena
penyakit ini dengan faktor predisposisi, spesies Malassezia akan tumbuh berlebihan dalam
folikel sehingga folikel dapat pecah, menyebabkan reaksi peradangan terhadap lemak
bebas yang dihasilkan lipase dan memberikan gambaran klinis folikulitis. Faktor
predisposisi antara lain adalah suhu dan kelembaban udara yang tinggi, hyperhidrosis,
pakaian oklusif, penggunaan bahan – bahan berlemak untuk pelembab badan yang
berlebihan, penggunaan antibiotic (sering pada akne vulgaris), kortikosteroid
local/sistemik, sitostatik dan penyakit serta keadaan tertentu, misalnya diabetes melitus,
keganasan, kehamilan, keadaan imunokompromais dan Acquired Immunodeficiency
(AIDS), serta sindrom down.
Untuk menegakan diagnosis, dilakukan anamnesis dan ditemukan keluhan gatal pada
tempat predileksi yaitu dada, punggung, dan lengan atas. Terkadang dapat ditemukan juga
pada leher dan jarang ditemukan di wajah. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan papul
dan pustule perifolikular berukuran 2-3 mm diameter, dengan peradangan minimal. Selain
itu harus dikonfirmasi dengan pemberian larutan KOH dan tinta parker biru hitam sehingga
akan ditemukan kelompok sel ragi dan spora bulat atau blastospora Malassezia pada
pemeriksaan isi folikel yang dikeluarkan dengan ekstrator komedo. Jacinto-jamora
menambahakn kriterian yakni dianggap flikulitis Malassezia jika temuan jumlah organisme
lebih dari sama dengan 3+; yakni lebih dari 2-6 spora dalam kelompok atau 3-12 spora
tunggal tersebar. Pemeriksaan penunjang lain adalah dengan menemukan organisme dalam
ostium folikel rambut pada sediaan histopatologi yang kadang ruptut folikel dan tanda
peradangan.
Diagnosis banding yang utama adalah akne vulgaris, erupsi akneiformis, dan
folikulitis eosinofilik. Pada akne vulgaris banyak ditemukan komedo dan umumnya tidak
gatal.
Tatalaksananya adalah pemberian anti jamur oral misalnya ketokonazol 200 g/hari
selama 4 minggu, Itrakonazol 200 g/hari selama 2 minggu, Flukonazol 150 g seminggu
selama 4 minggu. Anti jamur topikal biasanya kurang efektif, walaupun dapat menolong,
misalnya sampo ketokonazol atau selenium sulfide. Prognosisnya secara umum baik, tetapi
faktor perdisposisi tidak dapat dihilangkan makan akan bersifat ke kambuhan.
3. Piedra
Piedra adalah infeksi jamur pada helai rambut. Dikenal dengan 2 jenis, yaitu Piedra
hitam yang disebabkan oleh jamur Piedra hortae, dan Piedra putih yang dulu dianggap
disebabkan oleh trichosporon beigelli, ternyata kemudian terbukti di sebabkan oleh
beberapa genus Trichosporon. Piedra hitam terutama menyerang rambut kepala, meskipun
pernah dilaporkan pada area tubuh lain yakni jenggot, kumis, dan pubis. Kelainan ini
terutama ditemui di daerah topis amerika selatan, kepulauan pasifik, dan Timur jauh.
Piedra putih terutama menyerang rambut aksila genital, dan jenggot. Ditemukan di daerah
beriklim sedang atau subtropics, hanya kadang di daerah tropis. Faktor kebersihan tubuh
memegang peran pada terjadinya infeksi. Jamur penyebab masuk ke kutikula rambut,
tumbuh mengelilingi rambut membentuk benjolan-benjolan, dan dapat menimbulkan
rupture dan trikoreksis dan patah rambut. Transmisi dari orang ke orang jarang.
Gejala klinis pada Piedra hitam terutama pada rambut kepala, bersifat asimtomatik,
ditandai dengan benjolan atau nodul hitam lonjong, keras, multiple, yang melekat erat pada
rambut, berukuran mikroskopik sampai 1 milimeter, berwarna putih sampai coklat muda,
dan tidak terlalu melekat erat pada rambut, sehingga mudah dilepaskan. Kadang benjolan
menyatu membentuk selubung mengelilingi rambut. Rambut patah dapat terjadi, tetapi
lebih jarang dibandingkan dengan piedrahitam.
Diagnosis Piedra berdasarkan gambaran klinis dan didukung oleh pemeriksaan
sediaan langsung dan biakan. Pada pemeriksaan mikroskopis Piedra hitam dengan larutan
KOH, tampak benjolan – benjolan terpisah yang terdiri atas anyaman padat hifa berwarna
coklat-hitam, tersusun regular dalam substansi seperti semen. Di bagian tepi dapat
ditemukan artrokonidia berdiameter 4-8 mikrometer, dan ditengah dapat ditemukan askus
yang berisi 8 askospora berbentuk fusiformis. Pada Piedra putih, benjolan cenderung
menyatu, terdiri atas anyaman hifa yang tersusun kurang regular, membentuk massa seperti
gelatin menyelubungi rambut. Benjolan Piedra putih kadang memberikan fluoresensi pada
pemeriksaan dengan lampu wood.
Pengobatannya dengan memotong rambut yang terkena infeksi adalah pengobatan
terbaik untuk Piedra. Cara pengobatan lain dapat dengan larutan sublimat 1/2000 setiap
hari, atau sediaan azol topikal.
4. Tinea Nigra Palmaris
Tinea nigra adalah infeksi jamur superfisial yang asimptomatik pada stratum
korneum, biasanya pada telapak tangan, walaupun telapak kaki dan permukaan kulit lain
dapat terkena. Kelainan kulit berupa makula coklat sampai hitam. Penyakit ini sering
ditemuka di daerah tropis dan subtropis.
Kelainan kulit umumnya di telapak tanagn, meskipun juga dapat di telapak kaki dan
permukaan kulit lainnya. Berupa makula coklat hitam berbatas tegas, tidak bersisik. Sangat
jarang ditemui lesi bersisik. Penderita umumnya berusia muda dibawah 19 tahun, jika
penyakitnya berlangsung kronik sehingga dapat dilihat pada orang dewasa di atas 19 tahun.
Perbandingan penderita wanita 3x lebih banyak daripada pria.
Diagnosis dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan kerokan kulit dan
biakan. Pada pemeriksaan sediaan langsung dalam larutan KOH jamur terlihat sebagai hifa
bercabang, bersekat ukuran sampai 5 mikrometer, berwarna coklat muda sampai hijau tua.
Biakan agar sabourud (suhu kamar) menghasilkan koloni yang tampak sebagai koloni yang
semula menyerupai ragi dan koloni filamen berwarna hijau tua atau hitam.
Diagnosis banding dapat menyerupai nevuc junctional, dermatitis kontak, kulit yang
terkena zat kimia, pugmentasi pada penyakit Addison, sifilis, pinta, dan melanoma.
Pengobatannya dapat dengan obat – obat antijamur konvensional dan kombinasi
bahan antijamur dengan keratolitik, misalnya salap salisil sulfur, whitefield, dan tincture
jodii, selain dengan antijamur topikal golongan azol. Prognosis tinea nigra palmaris karena
asimtomatik, tidak memberi keluhan pada penderita kecuali keluhan estetik, kalau tidak
diobati akan menjadi kronik.
Pityriasis versicolor Folikulitis Piedra Tinea nigra
Malassezia palmaris
Definisi Pityriasis versicolor Penyakit kronis Infeksi jamur Infeksi jamur
sering disebut pada folikel pada helai superficial
panu/tinea vesikolor polisebasea rambut asimptomatik
adalah infeksi kulit ditandai pada stratum
superficial kronik dengan nodul korneum,
sepanjang biasanya pada
rambut telapak
tangan.
Kelainan kulit
macula
coklat-hitam
Etiologic ragi genus Jamur Malassezia PH: Piedraia Jamur
Malassezia spp. hortae dematiaceae
PP: atau
Trichosporon berpigmen
beigelli hitam hortaea
werneckii
Gejala klinis Lesi PV: badan Papul dan pustule PH pada Kelainan pada
bagian atas,leher, folikular 2-3 mm, rambut kepala telapak
perut, ekstremitas sisi gatal, berlokasi di (asimtomatik) tangan bias
proksimal,wajah dll batang nodul hitam juga pada
Lesi berupa macula tubuh,leher,lengan lonjong,keras, telapak kaki
berbatas tegas, bagian atas. multiple, dan
hipopigmentasi/hiper melekat pada permukaan
, kadang eritematosa, rambut kulit lainnya,
berbagai ukuran, dan PP: pada berupa
berskuama halus. rambut aksila, macula coklat
genital, hitam
jenggot, berbatas
benjolan lunak tegas, tidak
multiple, uk. bersisik,
Mikro 1 mm,
warna putih
sampai coklat
muda tidak
terlalu
melekat pada
rambut
Pengobatan Obat topical : Antimikotik oral Memotong Salap salisil
selenium sulfat 1,8% -ketokonazol rambut yang sulfur,
Obat sistemik : -flukonazol terinfeksi tincture jodii
ketokonazol Larutan
sublimat
1/2000 setiap
hari
Source : BUKU ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN UI

DERMATOFITOSIS SUPERFICIAL
1. Dermatofitosis
Dermatofitosis adalah infeksi mikosis superfisialis yang menginvasi jaringan yang
mengandung keratin seperti stratum korneum, epidermis, rambut, dan kuku. Etiologi dari
dermatofitosis adalah golongan jamur dermatofita. Dermatofita terbagi dalam 3 genus,
yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidemophyton. Klasifikasi dermatofitosis :
a. Tinea Kapitis : Dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala akibat Trichopyton dan
Microsporum.
Etiologi dan Epidemiologi
- Penyebab : Golongan dermatofita, terutama T. rubrum, T. mentagrophytes dan M.
gypseum.
- Umur : umumnya anak – anak sekolah dasar
- Jenis kelamin : Anak pria lebih banyak daripada anak wanita
Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Penyakit
- Bangsa : semua bangsa dapat terkena penyakit ini.
- Daerah : Lebih banyak pada daerah beriklim panas.
- Kebersihan : Kebersihan yang buruk dan kontak dengan binatan peliharaan seperti anjing
atau kucing berperan dalam penularan.
Gejala Singkat Penyakit
Jamur dapat masuk ke dalam kulit kepala atau rambut, dan selanjutnya berkembang
membenruk kelainan di kepala tergantung dari bentuknya. Biasanya memberi keluhan gatal
atau nyeri.
Pemeriksaan Kulit
- Lokalisasi : Daerah kulit kepala dan rambut
- Efloresensi : Bergantung dari jenisnya:

3 Bentuk klinis tinea kapitis


1. Tipe gray patch ring worm
- Biasanya disebabkan oleh Microsporum
- Sering ditemukan pada anak – anak
- Penyakit mulai dengan papul merah yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan
membentuk bercak yang menjadi pucat dan bersisik.
Lesi tampak berskuama, hyperkeratosis, dan berbatas tegas karena rambut yang patah
- Rambut berwarna abu – abu, mudah patah dan terlepas dari akarnya (mudah dicabut
tanpa rasa nyeri) sehingga menimbulkan alopesia setempat →gray patch.
- Pasien merasa gatal
- Pemeriksaan lampu Wood →Fluoresensi berwarna hijau kekuningan-kuningan.

2. Tipe Kerion
- Reaksi peradangan berat pada tinea kapitis berupa pembengkakan yang menyerupai
sarang lebah dengan sebukan sel radang di sekitarnya
- Bila penyebabnya Microsporum canis & Microsporum gypseum, pembentukan kerion
lebih sering terlihat
- Menimbulkan jaringan parut →alopesia menetap
- Lesi biasanya gatal, dapat disertai nyeri dan limfadenopati servikalis posterior.
3. Black dotring worm
- Penyebab: Trichophyton tonsurans dan Trichophyton violaceum.
- Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada muara folikel, dan yang tertinggal adalah
ujung rambut yang penuh dengan spora. Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut
memberi gambaran black dot.
- kadang masih teradapat sisa rambut normal di antara alopesia. Skuama difusi juga umum
ditemui.

4. Fovus
- Penyebab utama: Trichophyton schoenleinii
- Dimulai di kepala sebagai titik kecil di bawah kulit yang berwarna merah kuning dan
berkembang menjadi krusta berbentuk cawan (scutula).
- Krusta ditembus oleh satu atau dua rambut dan bila krusta diangkat terlihat dasar yang
cekung merah dan basah. Rambut tidak berkilat dan akhirnya terlepas.
- Biasanya tercium bau tikus (mousy odor).
Diagnosis Banding
1. Alopesia
2. Dermatitis seboroika
3. Psoriasis
Tatalaksana
- Sistemik : Griseofulvin 10-25 mg/KgBB; Dewasa 500 mg/hari.
Ketokonazol 5-10 mg/kgBB; Dewasa 200 mg/hari selama 7-14 hari.
- Topikal : Mencuci kepala dan rambut dengan shampoo desinfektan antimikoyik seperti
larutan asam salisilat, asam benzoate, dan sulfur presipitatum. Obat-obat derivate
imidazole 1-2% dalam krim atau larutan dapat menyembuhkan, demikian pula ketokonazol
krim atau larutan 2%.
Prognosis
Jika penyembuhan telah dicapai dan faktor-faktor infeksi dapat dihindari, prognosis
umumnya baik.

b. Tinea Barbae : Dermatofitosis pada dagu dan janggut menyerang kulit dan folikel
rambut. Terdapat 2 tipe tinea barbae yaitu, Tipe superfisial & Tipe inflamatorik.
Etiologi dan Epidemiologi
- Penyebab : Sering disebabkan oleh T. mentagrophytes var mentagrophytes &
T.verrucosum.
- Umur : Selalu pada orang dewasa, tak pernah pada anak – anak.
- Jenis kelamin : Terjadi pada pria dewasa dan lebih sering mengenai daerah janggut
dibandingkan kumis/bibir atas.
- Kebersihan : banyak orang – orang dengan kebersihan kurang baik.
Lingkungan : Kotor merupakan faktor yang mempermudah infeksi.
Gejala Singkat Penyakit
Penderita biasanya mengeluh gatal dan pedih pada daerah yang terkena, disertai bintik-
bintik kemerahan yang terkadang bernanah.
- Gambaran klinis: gatal, nyeri, papul eritematous atau pustul yang ditengahnya terdapat
folikel rambut. Kadang terlihat krusta dan eksudasi
- Rambut yang terkena rontok dan mudah tercabut.
- Pada tipe inflamatorik, gambaran mirip seperti kerion pada tines kapitis.
Pemeriksaan Kulit
- Lokalisasi : Biasanya pada daerah dagu/jenggot, tapi dapat menyebar ke wajah dan leher.
- Efloresensi : Rambut daerah yang terkena menjadi rapuh dan tidak mengkilat, tampak
reaksi radang pada folikel berupa kemerahan, edema, kadang – kadang ada pustula.
Gambaran Histopatologi
Pada batang dan folikel rambut terkadang tampak organisme, tetapi jarang pada lesi yang
lebih dalam. Pada keadaan kronik terlihat nanah, sel raksasa dan infiltrasi sel-sel radang
kronik.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Kerokan kulit atau rambut jenggot yang terkena (terputus-putus, tidak mengkilap)
dengan larutan KOH 10-20%, dilihat langsung di bawah mikroskop untuk mencari hifa
atau infeksi endotriks/eksotriks.
2. Biakan pada media agar sabaroud
3. Sinar Wood: Fluoresensi kehijauan
Diagnosis Banding
1. Dermatitis kontak alergika
2. Akne kistika
3. Dermatitis Seborika
Dapat dibedakan dengan pemeriksaan mikologis
Tatalaksana
Umum : Rambut daerah jenggot dicukur bersih. Jaga kebersihan umum.
Khusus :
Sistemik:
- Dapat diberikan griseovulfin 500 mg – 1 gr/hari selama 2-4 minggu
- Itrakonazol 100 mg/hari selama 2 minggu atau ketokanazol 200 mg/hari selama 3 minggu
Topikal:
- Kompres sol. Kaliumpermangans 1:4000 atau sol. Asam asetat 0,025%, 2-3 kali sehari.
- Antifungi: Ketokonazol krim/ointment 2% selama 5-7 hari atau itrakonazol 1% 5-7 hari.
- Epilasi rambut yang terinfeksi
- Antibiotik jika ada infeksi sekunder
Prognosis
Umumnya baik

c. Tinea Korporis : Dermatofitosis pada kulit glabrosa (kulit tubuh yang tidak berambut)
pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5 tinea lainnya. Merupakan dermatofitosis
pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous skin).
Penyebab dan Epidemiologi
- Penyebab : T.rubrum, M. canis, T.tonsurans
- Umur : Semua umur, tetapi lebih sering menyerang orang dewasa.
- Bangsa/ras : Penyakit ini tersebar di seluruh dunia.
- Daerah : terutama pada daerah tropis.
- Musim/Iklim : insiden meningkat pada kelembapan udara yang tinggi.
- Kebersihan : sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan penyakit ini.
- Keturunan : Tak berpengaruh
- Lingkungan : Kebersihan lingkungan/lingkungan yang kotor mempengaruhi kebersihan
perorang dalam perkembangan penyakit pada kulit manusia
Gejala Singkat Penyakit
Gejala subjektif : keluhan gatal, terutama jika berkeringat.
Gejala objektif : makula hiperpigmentasi dengan tepi yang lebih aktif. Oleh karena gatal
dan digaruk, lesi akan meluas, terutama pada daerah kulit yang lembap.
- Kelainan kulit berupa lesi bulat atau lonjong, batas tegas, terdiri atas eritema, skuama,
dan kadang – kadang vesikel dan papul di tepi. Kadang – kadang terlihat erosi dan krusta
akibat garukan.
- Daerah tengah biasanya lebih tenang.
- Disertai gatal ringan
- Lesi – lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain.
- Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi – lesi dengan pinggir yang polisiklik,
karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu.
Pemeriksaan Kulit
- Lokalisasi : wajah, anggota gerak atas dan bawah, dada, punggung.
- Efloresensi : Lesi berbentuk makula/plak yang merah/hiperpigmentasi dengan tepi aktif
dan penyembuhan sentral. Pada tepi lesi dijumpai papula-papula eritematosa atau vesikel.
Pada perjalanan penyakit yang kronik dapat dijumpai likenifikasi. Gambaran lesi dapat
polisiklik, anular atau geografis.
Gambaran Histopatologi
Tidak Khas
Pemeriksaan Laboratorium
Kerokan kulit dengan KOH 10% dijumpai hifa
Diagnosis Banding
1. Morbus Hansen
2. Pitiriasis Rosea
3. Neurodermatitis
Penatalaksanaan
- Umum : Meningkatkan kebersihan badan, menghindari pakaian yang tidak menyerap
keringan.
- Khusus :
Sistemik :
- Antihistamin
- Griseofulvin, anak – anak : 15 – 20 mg/kgBB/hari
Dewasa : 500 – 1000 mg per hari
- Itrakonazol 100 mg/hari selama 2 minggu
- Ketokonazol 200 mg/hari dalam 3 minggu
Topikal :
- Salep Whitefield
- Campuran asam salisilat 5%, asam benzoate 10% dan resorsinol 5% dalam spirtus
- Castellani’s paint
- Tolnaftat
- Imidazol
- Ketokonazol
- Piroksolamin siklik
Prognosis
Baik

d. Tinea Kruris : Dermatofitosis pada genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang –
kadang sampai perut bagian bawah.
e. Tinea Pedis : Dermatofitosis pada kaki.
Penyebab dan Epidemiologi
- Penyebab : Epidemophyton, Trichophyton, Microsporum dan C.albicans, yang ditularkan
secara kontak langsung atau tidak langsung
- Umur : Semua umur
- Jenis kelamin : Dapat menyerang pria dan wanita
- Daerah : lebih banyak di daerah tropis
- Musim : iklim panas memperburuk penyakit
- Lingkungan : panas dan udara lembab, serta sepatu yang sempit sering mempermudah
infeksi
Gejala Singkat Penyakit
Bentuk Klinik :
1. Tipe papulo-skuamosa hiperkeratonik kronik:
Jarang didapat vesikel dan pustula, sering pada tumit dan tepi kaku dan kadang – kadang
sampai ke punggung kaki. Eritema dan plak hiperkeratotik di atas daerah lesi yang
mengalami likhenifikasi. Biasanya simetris, jarang dikeluhkan dan kadang – kadang tak
begitu dihiraukan oleh penderita
2. Tipe Intertriginosa kronik :
Manifestasi klinis berupa fisura pada jari – jari, tersering pada sela jari kaki ke-4 dan 5,
basah dan maserasi disertai bau yang tidak enak
3. Tipe Subakut:
Lesi intertriginosa berupa vesikel atau pustula. Dapat sampai ke punggung kaku dan tumit
dengan eksudat yang jernih, kecuali jika mengalami infeksi sekunder. Proses subakut dapat
diikuti selulitis, limfangitis, limfadenitis dan erysipelas.
4. Tipe Akut :
Gambaran lesi akut, eritema, edema, berbau. Lebih sering menyerang pria. KOndisi
hyperhidrosis dan maserasi pada kaki, stasis vascular, dan bentuk sepatu yang kurang baik
terutama merupakan predisposisi untuk mengalami infeksi
Pemeriksaan Kulit
- Lokalisasi : Interdigitalis, anta jari – jari ke-3, 4, dan 5, serta telapak kaki.
- Efloresensi : - Fisura pada sisi kaki, beberapa millimeter sampai 0,5 cm
- Sisik halus putih kecoklatan
- Vesikula miliar dan dalam
- Vesikopustula miliar sampai lenticular pada telapak kaki dan sela jari
- Hiperkeratotik biasanya pada telapak kaki
Gambaran Histopatologi
Keadaan akut, pada epidermis tampak migrasi leukosit, edema intraselular, spongiosis dan
parakeratosis. Jika terdapat vesikel intraepidermal, biasanya superfisial, multinukleus,
mengandung serum, fibrin dan neutrophil. Pada lesi yang aktif tampak akantosis, dan pada
dermis terlihat infiltrasi sel radang akut, filamen dan spora.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Kerokan kulit + KOH 10% hifa positif
2. Biakan agar sabouraud: tumbuh koloni-koloni jamur
3. Sinar wood: fluoresensi positif
Diagnosis Banding
1. Kandidiasis
2. Akrodermatitis perstans
3. Pustular Bacterid
Tatalaksana
- Profilaksis sangat penting, mengeringkan kaki dengan baik setiap habis mandi, kaus kaki
yang selalu bersih dan bentuk sepatu yang baik
- Griseofulvin 500 mg sehari selama 1-2 bulan
- Salep whitefield I atau II, tolnaftate dan toksiklat
- Obat – obat golongan azol dan terbinafine memberi hasil yang baik dan preparat triazol
baik dalam bentuk tablet, krim, atau turunan memberi hasil yang baik
Prognosis
Pencegahan dan pengobatan yang adekuat memberikan prognosis yang baik.

f. Tinea Unguium : Dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki.


Penyebab dan Epidemiologi
Dapat ditularkan secara langsung atau tidak langsung
- Penyebab : Golongan dermatofita yang sama dengan penyebab tinea pedis dan manus,
misalnya T. mentagrophytes dan T. rubrum
- Umur : Lebih sering pada orang dewasa, bersamaan dengan tinea pedis et manus.
- Jenis Kelamin : menyerang pria dan wanita
- Bangsa/ras : semua ras terutama yang bermukim di daerah tropis
- Daerah : Daerah tropis
- Musim/iklim : Tak jelas pengaruhnya terhadap penyakit ini
- Kebersihan : pada orang yang banyak bekerja dengan air kotor
- Keturunan : Tak berpengaruh
- Lingkungan : lembab atau basah, dan sering kontak dengan air kotor
Gejala Singkat Penyakit
Keluhan utama berupa kerusakan kuku. Kuku menjadi suram, lapuk dan rapuh, dapat
dimulai dari arah distal (perimarginal) atau proksimal. Bagian yang bebas tampak menebal
Pemeriksaan Kulit
- Lokalisasi : semua kuku jari tangan dan kaki
- Efloresensi : kuku menjadi rusuk dan rapuh serta suram warnanya, permukaan kuku
menebal, dibawah kuku tampak detritus yang mengandung elemen-elemen jamur. Pada
infeksi ringan hanya dijumpai bercak – bercak putih dan kasar di permukaan kuku
(leukonikia).
Gambaran Histopatologi
Tidak Khas
Pemeriksaan Laboratorium
1. Kerokan kuku + KOH 40%
2. Biakan kerokan skuama di bawah/di atas kuku menghasilkan koloni jamur.
Diagnosis Banding
1. Onikodistrofi Candida Albicans
2. Onikodistrofi akibat trauma
3. Psoriasis pada kuku
Tatalaksana
- Umum : Meningkatkan kebersihan
- Khusus :
Sistemik :
- Griseofulvin; dosis anak 15-20 mg/kgBB/hari, dosis dewasa 500-1000 mg/hari selama 2-
4 minggu.
- Obat – obat Itrakonazol atau golongan terbinafin 2 x 100 mg/hari selama 3-6 bulan
memberi hasil yang memuaskan.
Topikal :
- Salep Whitefield I. II
- Kompres asam salisilat 5%, asam benzoate 10% dan resolsinol 5% dalam spiritus
- Castellani’s paint
- Asam undesilenat dalam bentuk cairan
- Tolnaftat dalam bentuk cairan.
- Imidazol dalam bentuk cairan.
- Siklopiroksolamin dalam bentuk cairan.
Prognosis
Baik

g. Tinea Imbrikata : Dermatofitosis dengan susunan skuama yang konsentris dan


disebabkan Tricophyton concentricum.
Penyebab dan Epidemiologi
- Penyebab : Trichophyton concentrium
- Umur : Semua umur
- Jenis Kelamin : Tidak berbeda pada pria dan wanita
- Bangsa/ras : Dapat menyerang semua ras
- Daerah : Banyak di daerah tropis
- Musim/iklim : Iklim panas mempermudah perkembangan
- Kebersihan : Kebersihan memengaruhi infeksi T. concentricum
- Keturunan : tidak berpengaruh
- Lingkungan : lembab dan panas mempengaruhi
Gejala Singkat Penyakit
Dimulai dengan papul berwarna coklat, yang perlahan – lahan menjadi besar. Stratum
korneum bagian tengah terlepas dari dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa
waktu mulai lagi dari bagian tengah sehingga terbentuk lingkaran – lingkaran skuama yang
konsentris.
Pemeriksaan Kulit
- Lokalisasi : biasanya sluruh tubuh
- Efloresensi : Makula berwarna seperti kulit normal, berbentuk lingkaran dan ditutupi sisik
– sisik kasar, atau beberapa lingkaran dapat menyatu (polisiklis); skuama saling menindih
seperti susunan atap genting
Pemeriksaan Laboratorium
1. Kerokan Kulit KOH 10%, dipanasi sebentar tidak sampai mendidih. Dapat ditemukan
hifa, miselium dan spora
2. dibiarkan skuama pada media sabouraud, menghasilkan koloni ragi
Diagnosis Banding
Gambaran klini yang khas in, tidak ditemukan pada penyakit lain sehingga memudahkan
diagnosis pasti
Tatalaksana
- Sistemik : Griseofulvin 0,5 g selama 1-2 bulan
- Topikal : - Keratolitik kuat yang bersifat fungisid antara lain: krisarobin 5%, sulfur 5%
atau asam salisilat 5%
- Castellanis’s paint
- Salep whitefield 2 kali sehari
- Antimikotik golongan imidazole mempunyai khasiat baik
- Itrakonazol 100 mg/hari selama 3 minggu
- Ketokonazol 200 mg/hari selama 2-4 minggu
Prognosis
Sering kali resisten terhadap pengobatan dan sering kambuh

h. Tinea Favus : Dermatofitosis yang terutama disebabkan Tricophyton schoenleini;


secara klinis antara lain terbentuk scutula dan berbau seperti tikus (mousy odor).
i. Tinea Fasialis, Tinea aksilaris (penamaan menunjukan daerah kelainan).
j. Tinea sirsinata, arkuata (penamaan menunjukan deskripsi morfologis).
k. Tinea incognito : Dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah
diobati dengan steroid topikal kuat.

DERMATOFITOSIS PROFUNDA
1. Kriptokokosis
Definisi
Kriptokokal meningitis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur berkapsul
genus Cryptococcus yaitu Cryptococcus neoformans yang mengenai sistem saraf pusat
dengan gejala meningitis dan meningoensefalitis . Penyakit ini muncul sebagai kasus
sporadis yang tersebar di seluruh dunia, merupakan infeksi oportunistik terutama terjadi
pada individu immunocompromised (umumnya pada penderita HIV/AIDS), tetapi kasus
dapat juga terjadi pada individu yang imunokompeten.
Transmisi Penyakit
Transmisi penyakit ini terjadi secara inhalasi. Basidiospora terhirup bersama debu
lingkungan, biasanya terdapat di sekitar tempat tenggeran merpati, pada kayu yang lapuk,
dan tanah yang terkontaminasi kotoran burung. Penyakit ini tidak ditularkan langsung dari
orang ke orang melalui jalur respirasi atau dari binatang ke manusia. C. neoformans
banyak terdapat pada lingkungan yang tercemar kotoran burung atau kelelawar, tetapi
burung tersebut tidak terinfeksi. Transmisi terjadi melalui jalur pulmonal dan menyebar
secara hematogen sampai ke target utamanya pada sistem saraf pusat.
Epidemiologi
Kriptokokosis tidak hanya merupakan penyakit infeksi yang umumnya berakibat
fatal pada individu yang immunocompromised tetapi Cryptococcus juga merupakan suatu
patogen pada individu imunokompeten. Mortalitas pasien HIV terkait meningitis yang
disebabkan oleh Cryptococcus cukup tinggi yaitu sekitar 10%-30%. Suatu analisis kohor
pasien dengan infeksi HIV di Afrika menunjukkan persentase kriptokokosis adalah 13%-
44% dari semua penyebab kematian. Defek sistem imun yang dimediasi oleh sel T (seperti
penderita AIDS) merupakan faktor predisposisi pada 80%-90% pasien dengan infeksi
Cryptococcus. Insidensi kriptokokosis juga meningkat pada pasien dengan keganasan
limforetikular (khususnya penyakit Hodgkin’s)
Patogenesis dan Patofisiologi
Infeksi berawal dari inhalasi sel ragi kecil atau basidiospora yang memicu terjadinya
kolonisasi pada saluran nafas dan kemudian diikuti oleh infeksi. Makrofag pada paru-paru
sangat penting dalam sistem kontrol terhadap inokulasi jamur. Makrofag dan sel dendritik
berperan penting dalam respons terhadap infeksi Cryptococcus. Sel ini berperan dalam
pengenalan terhadap jamur, dalam fagositosis, presentasi antigen, dan aktivasi respons
pada pejamu, serta meningkatkan efektivitas opsonisasi fagositosis terhadap jamur. Pada
sel dendritik reseptor mannose berperan penting untuk pengenalan jamur dan presentasi
antigen terhadap sel T, sel ini bereaksi dengan C. neoformans dan mengekspresikannya ke
limfosit kemudian bermigrasi ke jaringan limfoid. Makrofag memberikan respons terhadap
C. neoformans dengan melepaskan sitokin proinflamasi yaitu IL-1. Sekresi IL-1 mengatur
proliferasi dan aktivasi limfosit T yang penting dalam memediasi pembersihan paru.
Imunitas yang dimediasi oleh sel memiliki peranan penting dalam pertahanan terhadap
Cryptococcus. Pada banyak kasus penyebaran kriptokokosis terjadi pada keadaan
defisiensi sel T CD4+ (HIV/AIDS), imunitas dihubungkan dengan respons sel Th1 yang
aktif menghancurkan C. neoformans. Sel CD4+ dan CD8+ berperan pada jaringan yang
terinfeksi. Limfosit T CD4+ dan CD8+ secara langsung menghambat pertumbuhan jamur
melalui perlekatan terhadap permukaan sel Cryptococcus. Kurangnya atau tidak adanya
respons imun yang baik untuk menginaktifkan dan menghancurkan organisme yang masuk
menyebabkan perluasan dan peningkatan kerusakan sel/jaringan akibat infeksi
Manifestasi Klinis
Paru merupakan gerbang utama tempat masuknya Cryptococcus neoformans. Infeksi
primer pada paru sering asimptomatik, namun gejala bervariasi tergantung pada faktor
pejamu, inokulum, dan virulensi organisme sehingga penyakit dapat menyebar secara
sistemik dengan tempat predileksi utamanya adalah pada otak. Gejala penyakit ini bisa
asimptomatis sampai yang berat yaitu meningitis. Secara umum kriptokokosis pada paru
dapat menimbulkan gejala seperti batuk, nyeri dada, pleuritis, demam, sesak nafas, dan
sindrom distres pernafasan akut (terutama pada pasien Meningitis merupakan manifestasi
paling sering kriptokokosis, peradangan ini juga disertai dengan peradangan parenkim otak
sehingga istilah meningoensefalitis lebih tepat digunakan. Kriptokokal meningitis harus
selalu dimasukkan dalam diagnosis diferensial pada kasus meningoensefalitis kronis atau
subakut karena gambaran klinis yang tidak spesifik. Sekitar 10 % -15 % dari pasien yang
terinfeksi dengan C neoformans mengembangkan keterlibatan kulit . Pada host
imunokompeten , kulit mungkin satu-satunya tempat infeksi ; Namun , pasien
imunosupresi , terutama mereka dengan AIDS , memiliki keterlibatan kulit yang harus
diperhatikan bukti penyakit disebarluaskan. Lesi kulit termasuk nodul , borok , papula , dan
lesi vaskulitis
Pemeriksaan Laboratorium Cryptococcus neoformans
Pemeriksaan C. neoformans yang akan dibahas pada tinjauan ini adalah pemeriksaan
mikroskopis langsung menggunakan tinta India, deteksi antigen, metode enzyme
immunoassay, kultur, dan metode molekular.
2. Koksidiomikosis
Koksidiomikosis merupakan infeksi jamur yang disebabkan oleh Coccidioides
posadasii dan C. immitis yang merupakan kapang tanah yang tidak dapat dibedakan
fenotipnya. Infeksi ini ditemukan pada daerah yang sangat kering dengan batas jelas di
bagian barat daya Amerika Serikat. Selain itu infeksi ini juga ditemukan di Amerika tengah
dan Amerika Selatan. Penyebaran infeksi jarang terjadi, namun bila terjadi penyebaran
umumnya selalu berat dan mematikan. Koksidioidomikosis pada umumnya dapat sembuh
sendiri (Brooks et al, 2012).
Spora jamur Coccidioides terdapat di debu dan berukuran 2 x 5 mikron. Saat berada
di paru, dinding spora menebal dan ukuran bertambah besar menjadi 20 x 80 mikron
sehingga disebut dengan sporangis atau spherules. Sporangis berisikan endospora yang
apabila terbebas akan menjadi sporangis baru dijaringan. Terdapat 2 bentuk
koksidiodomikosis yaitu bentuk primer dan progresif. Koksidiomikosis paru primer terjadi
setelah 10 hingga 18 hari pertama sejak dimulainya infeksi. Koksidiomikosis paru primer
yang berlanjut akan menjadi Koksidiomikosis paru progresif yang terjadi beberapa bulan
setelah terjadinya infeksi primer (Sukamto, 2011).
Pada koksidiomikosis primer mucul gejala mirip influenza dan nasopharingitis. Pada
gambaran radiologik foto dada dapat terlihat pengaburan berupa Patchy opacities, yaitu
kelompok – kelompok yang tersebar luas dan disertai bayangan hilar adenopathy bilateral.
Pada kasus ini juga bisa ditemukan efusi pleura. Koksidiosis primer dapat berkembang
menjadi koksidiomikosis paru progresif yang menunjukkan gejala klinis berupa demam,
anoreksia, tubuh semakin kurus disertai tanda bronkopneumoni. Gambaran radiologi paru
pada koksidiomikosis paru progresif dapat berupa pengaburan yang berkumpul (confluent)
maupun tersebar (patchy). Dapat dilakukan diagnosis laboratorium dengan temuan spora di
sputum, diagnosis cepat dapat dilakukan dengan pemeriksaan fluorescent antibodi.

3. Blastomikosis
Blastomikosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh Blastomyces dermatitidis
dan paracoccidioides. Infeksi ini bersifat kronis dan menyebabkan suatu lesi granulomatosa
dan supuratif yang bermula di dalam paru, dari paru dapat terjadi penyebaran ke berbagai
organ terutama ke kulit dan tulang. Penyakit ini disebut juga sebagai blastomikosis
Amerika Utara karena kebanyakan kasus dijumpai di Amerika Serikat dan Kanada.
Penyakit ini endemis pada manusia dan anjing di Amerika Serikat bagian timur, namun
dapat juga ditemukan di Afrika, Amerika Selatan dan Asia (Brooks et al, 2012).
Etiologi blastomikosis berbeda berdasarkan tempat, pada Amerika Utara organisme
yang menyebabkan umumnya Blastomyces dermatitides, sedangan pada Amerika Selatan
organisme penyebabnya adalah Paracoccidioides brasielensis. Gejala klinis umumnya tidak
khas, yaitu berupa batuk kronis. Namun, pada blastomikosis Amerika Utara selalu muncul
gejala menyerupai pneumoni sub akut dengan demam yang tidak begitu tinggi, sesak, dan
batuk- batuk dengan sputum purulen yang kadang bercampur darah. Pada perkembangan
selanjutnya dapat ditemukan nyeri dada dan pleuritis dengan efusi (Sukamto, 2011).
LO 2.4 MENJELASKAN DIAGNOSIS MIKOSIS
Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas
pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan lain, misalnya pemeriksaan
histopatologik, percobaan binatang, dan imunologik tidak diperlukan. Pada pemeriksaan
mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis, yang dapat berupa kerokan
kulit, rambut, dan kuku. Bahan untuk pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan
sebagai berikut: terlebih dahulu tempat kelainan dibersihkan dengan spiritus 70%, kemudia
untuk:
1. Kulit tidak berambut (glabrous skin)
Dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit di luas kelainan sisik kulit
dan kulit dikerok dengan pisau tumpul steril
2. Kulit berambut
Rambut dicabut pada bagian kulit yang mengalami kelainan. Kulit di daerah
tersebut dikerok untuk mengumpulkan sisik kulit. Pemeriksaan dengan lampu wood
dilakukan sebelum pengumpulan bahan untuk mengetahui labih jelas daerha yang terkena
infeksi dengan kemungkinan adanya fluoresensi pada kasus-kasus tinea kapitis tertentu
3. Kuku
Bahan diambil dari bagian kuku yang sakit dan diambil sedalam-dalamnya
sehingga mengenai seluruh tebal kuku, bahan di bawah kuku diambil pula.
Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop dengan
perbesaran kecil ke perbesaran yang besar. Sediaan basah dibuat dengan meletakan bahan
diatas gelas alas, kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH. Konsenterasi larutan KOH
untuk sediaan rmabut adalah 10% dan untuk kulit dan kuku 20%. Setelah sediaan dicampur
dengan larutan KOH, ditunggu 15-20 menit hal ini diperlukan untuk melarutkan jaringan.
Untuk mempercepat proses pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah diatas api
kecil. Untuk melihat elemen jamur yang nyata, dapat ditambahkan zat warna pada sediaan
KOH. Misalnya tinta parker superchroom blue black.
Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis sejajar,
terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (antrospora) pada kelainan kulit
lama dan sudah diobati. Pada sediaan rambut yang dilihat adalah spora kecil (mikospora)
atau besar (makrospora). Spora dapat tersusun di luar rambut (ektotriks atau di dalam
rambut (endotriks). Kadang – kadang dapat terlihat juga hifa pada sediaan rambut.
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan
langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakuakn
dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling baik pada
waktu ini adalah medium agar dekstrosa sabouraud. Pada agar sabouraud dapat ditambah
antibiotic saja (kloramfenikol) atau ditambha klorheksimid. Kedua zat tersebut diperlukan
untuk menghindarkan kontaminasi bakteri maupun jamur kontaminan.
LO 2.5 MENJELASKAN TATALAKSANA MIKOSIS
Tesedia berbagai pengobatan topikal maupun sistemik untuk berbagai tipe
dermatofitosis. Sejalan dengan penetrasi dermatofita ke dalam folikel rambut, maka infeksi
yang mengenai daerah berambut memerlukan pengobatan oral. Selama ini pengobatan
standa untuk tinea kapitis di Amerika serikat adalah gliserofulvin, sedangkan golongan
triazol dan alilamin menunjukkan keamanan, efikasi dan manfaat lebih karena
penggunaannya yang memerlukan waktu singkat, namun semenjak tahun 2007, terbinafine
juga di rekomendasika untuk pengobatan tinea kapitis pada anak berusia diatas 4 tahun.
Dosis pengobatan griseofulvin dalam bentuk fine particle dapat diberikan dengan
dosis 0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anak-anak atau 10-25 mg/kg berat
badan untuk anak sehari atau 10-25 mg/kgBB, diberikan 1-2 kali sehari, lama pengobatan
bergantung pada lokasi penyakit.
Efek samping griseofulvin jarang dijumpai, yang merupakan keluhan utama ialah
sefalgia, dizziness dan insomnia . Efek samping yang lain dapat berupa gangguan traktus
digestivus ialah nausea , vomitus , dan diare . Obat tersebut juga bersifat fotosensitif dan
dapat mengganggu fungsi hepar.
Obat per oral, yang juga efektif untuk derma- tofitosis yaitu ketokonazol yang
bersifatfungistatik. Pada kasus-kasus resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan obat
tersebut sebanyak 200 mg/ hari selama 10 hari-2 minggu pada pagi hari setelah makan.
Ketokonazol merupakan kontra- indikasi untuk penderita kelainan hepar.
Sebagai pengganti ketokonazol yang mem- punyai sifat hepatotoksik terutama
bila diberikan lebih dari sepuluh hari , dapat diberikan suatu obat triazol yaitu itrakonazol
yang merupakan pemilihan yang baik. Pemberian obat tersebut untuk penyakit kul it dan
selaput lendir oleh penyakitjamur biasanya cukup 2 x 100-200 mg sehari dalam kapsul
selama 3 hari. Khusus untuk onikomikosis dikenal sebagai dosis denyut selama 3 bulan.
Cara pemberiannya sebagai berikut, diberikan 3 tahap dengan interval 1 bulan. Setiap
tahap selama 1 minggu dengan dosis 2 x 200 mg sehari dalam kapsul.
Hasil pemberian itrakonazol dosis denyut untuk onikomikosis hampir sama
dengan pemberian terbinafin 250 mg sehari selama 3 bulan. Ke- lebihan itrakonazol
terhadap terbinafin adalah efektif terhadap onikomikosis.
Obat antijamur golongan azol dan golongan alilamin mengalami proses
metabolisme oleh enzim sitokrom P450 sehingga dapat terjadi interaksi dengan berbagai
obat lain yang mengalami metabolisme oleh kelompok enzim yang sama misalnya
rifampisin, simetidin . Sebagai contoh interaksi itrakonazol dengan berbagai obat lain.
Terbinafin yang bersifat fungisidal juga dapat diberikan sebagai pengganti
griseofulvin selama 2-3 minggu, dosisnya 62,5 mg-250 mg sehari bergantung pada berat
badan.
Efek samping terbinafin ditemukan pada kira-kira 10% penderita, yang tersering
gangguan gastrointestinal di antaranya nausea , vomitus , nyeri lambung, diarea ,
konstipasi , umumnya ringan. Efek samping yang lain dapat berupa gangguan
pengecapan, presentasinya kecil. Rasa pengecapan hilang sebagian atau seluruhnya
setelah beberapa minggu makan obat dan bersifat sementara . Sefalgia ringan dapat pula
terjadi. Gangguan fungsi hepar dilaporkan pada 3,3- 7% kasus. lnteraksi obat dapat
terjadi antara lain dengan enmetideine dan ritompisin.
Pada masa kini selain obat-obat topikal kon- vensional, misalnya asam salisilat 2-
4% , asam benzoat 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, asam undesilenat 2-5% , dikenal
banyak obat topikal baru. Obat-obat baru ini di antaranya tolnaftat 2%; tolsiklat,
haloprogin, derivat-derivat imidazol, siklo- piroksolamin, dan naftifine masing-masing
1%.
Pada penggunaan obat topikal, selain pe- milihan obat yang begitu banyak
ragamnya perlu juga diterapkan cara pengobatan yang efektif dengan menggunakan
vehikulum yang sesuai.
LO 2.6 MENJELASKAN PENCEGAHAN MIKOSIS
Untuk mencegah penyakit ini kita harus menjaga kebersihan tubuh. Karena
jamur senang ditempat – tempat atau bigian tubuh yang kebersihannya kurang. Selain itu
menjaga kulit agar tetap lembab juga merupakan salah satu cara untuk mencegah
timbulnya mikosis pada tubuh. Tubuh yang basah dapat dengan mudah terinfeksi oleh
jamur – jamur yang sudah disebutkan sebelumnya.
LO 2.7 MENJELASKAN PROGNOSIS MIKOSIS
Prognosis pada penyakit bergantung pada jenis jamurnya, umumnya prognosis
dari penyakit ini adalah baik. Akan tetapi apabila pengobatan yang tidak adekuat,
kebersihan tubuh dan lingkungan kurang baik akan menimbulkan penyakit ini datang
kembali.
LI 3 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN CARA MEMELIHARA KULIT MENURUT
PANDANGAN ISLAM
Wudhu tidak hanya berfungsi sebagai sarana untuk membersihkan diri dari hadats
kecil. Wudhu juga memiliki fungsi atau manfaat lainnya. Dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan Abu Nujaih Amr bin Abasah al-Sulami, Rasulullah bersabda bahwa wudhu
dapat menggugurkan atau menghapuskan dosa-dosa seseorang. Saat seseorang berwudhu,
maka dosa-dosanya akan berguguran melalui anggota tubuh yang dibasuhnya. wudhu juga
memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh. Di dalam bukunya Prayers, A Sport for The Body
and Soul, Mokhtar Salem menjelaskan kalau berwudhu yang baik dan benar dapat mencegah
timbulnya berbagai macam penyakit. Alasannya, orang yang berwudhu secara otomatis pasti
juga membersihkan anggota tubuh dan kulitnya. ia selalu menjaga kebersihan hidungya
(dengan istinsyaq), tangannya, wajahnya, hingga kedua kakinya.
Dari A’isyah radliallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Ada sepuluh hal dari fitrah (manusia); Memangkas kumis, memelihara jenggot,
bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung), potong kuku, membersihkan ruas jari-
jemari, mencabut bulu ketiak, mencukup bulu pubis dan istinjak (cebok) dengan air. ” (H.r.
Muslim, Abu Daud, Turmudzi, Nasa’i, dan Ibn Majah).
Dalam hadits diatas memperlihatkan jika mencukur bulu atau pun rambut tertentu
hukumnya adalah disyariatkan dan tidak dilarang. Imam Syaukani juga menjelaskan di
dalam kitab Nailul Authar,
“Batas waktu maksimal adalah empat puluh hari sebagaimana yang telah ditentukan
oleh Nabi SAW, maka tidak diperbolehkan untuk seorang muslim untuk tidak memotong
melebihi empat puluh hari. Apabila dalam rentang sebelum 40 hari dan anda ingin
memotongnya, maka hal ini juga masih diperbolehkan dan tidak melanggar sunnah”.
Selain itu dalam agama islam, manusia di wajibkan untuk menutup auratnya. Seperti
Firman Allah SWT dibawah ini,
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan wanita-
wanita (keluarga) orang-orang mukmin, agar mereka mengulurkan atas diri mereka (ke
seluruh tubuh mereka) jilbab mereka. Hal itu menjadikan mereka lebih mudah dikenal
(sebagai para wanita muslimah yang terhormat dan merdeka) sehingga mereka tidak
diganggu. Dan Allah senantiasa Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. al-Ahzab :
59)
Dengan menutup aurat, seorang wanita justru akan menjadi lebih sehat karena ia
akan terhindar dari berbagai macam penyakit, termasuk penyakit kanker kulit. Allah
berfirman,  
“Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata:”Ya Allah, jika betul
(al-Qur’an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami batu dari langit,
atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.”(QS. Al-Anfaal: 32)
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, D. Fluor Albus in Penyakit Menular Seksual. 2003.LKiS : Jogjakarta


Anindita, Wiki. Santi Martini. 2006. Faktor Resiko Kejadian Kandidiasis vaginalis pada akseptor
KB. Fakultas Kesehatan Masyarakat. UNAIR. Surabaya.
Mansjoer, Arif dll. Kapita selekta kedokteran edisi 3 jilid 1. Media aesculapius: Jakarta
Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan dan Kandungan Dan Keluarga Berencana
untuk pendidikan Bidan, EGC: Jakarta
Sofwan, Achmad. Sistem Reproduksi. 2011. FK YARSI: Jakarta
Textbook Histology. Saunders, 2004
5. Jarvis G.J. The management of gynaecological infections in Obstetric and Gynaecology A
Critical Approach to the Clinical Problems. 1994. Oxford University Press : Oxford
Sumber : https://www.nu.or.id/post/read/96043/manfaat-wudhu-bagi-kesehatan-tubuh
Sumber :https://dalamislam.com/landasan-agama/mencukur-bulu-kemaluan-menurut-islam
Yosella, T., 2015. Diagnosis and treatment of Tinea cruris volume 4 nomor 2. J MAJORITY. FK
Universitas Lampung.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai