DI SELANGKANGAN
Kelompok: A-10
Ketua : Khadijah Hania BSA (1102017122)
Sekretaris : Hasna Salsabila (1102017103)
Anggota : Adilla Pratiwi Putri Sutisna (1102017006)
Dwiky Ananda Ramadhan (1102017076)
Diandra Ayu Dhita (1102017071)
Adelia Evita Lestari (1102017003)
Ahmad Furqon Abdusyakur (1102017011)
Keysha Farach Dwikhanza (1102017121)
Adilah Rifat Hakimah (1102017005)
Dysa Ayu Shalsabilla (1102017077)
Dhea Putri Ardita (1102016052)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
2019/2020
SKENARIO 1
BERCAK MERAH DAN GATAL DI SELANGKANGAN
Seorang wanita berusia 28 tahun datang ke Poliklinik dengan keluhan bercak merah dan gatal terutama
bila berkeringat di selangkangan sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai dengan beruntus dan kulit
yang menebal berwarna gelap. Kelainan ini hilang timbul selama 6 bulan, hilang apabila diobati dan
timbul saat menstruasi atau menggunakan celana berlapis. Riwayat keputihan disangkal. Kelainan ini
dirasakan setelah berat badan penderita bertambah.
Pada pemeriksaan generalis : dalam batas normal.
Pada pemeriksaan dermatologis : Regioner, bilateral pada ke-2 sisi medial paha atas tampak lesi multiple,
berbatas tegas, bentuk beraturan, ukuran bervariasi dari diameter 0,03 cm sp 0,1 cm, kering, permukaan
halus dengan efloresensi berupa plak eritem, sebagian likhenifikasi yang hiperpigmentasi, pada bagian
tengah tampak central healing dengan ditutupi skuama halus.
Setelah mendapatkan terapi, penderita diminta untuk kontrol rutin dan menjaga serta memelihara
kesehatan kulit sesuai tuntutan ajaran agama islam.
KATA SULIT
1. Efloresensi : Kelainan kulit yang terlihat oleh mata
: Kelainan kulit dan selaput lender yang terlihat oleh mata
2. Skuama : Lapisan tanduk dari epidermis mati yang menumpuk pada kulit yang
dapat berkembang sebagai akibat dan perubahan inflamasi
3. Central Healing : Kelainan kulit yang ditengahnya bersih dan pinggirnya aktif bernilai
positif jika terinfeksi jamur
4. Likhenifikasi : Penebalan dan pengerasan kulit dengan garis kulit berlebihan
5. Eritem : Kemerahan pada kulit akibat perubahan pembuluh darah kulit yang
reversible
6. HIperpigmentasi : Kondisi kulit dimana area tertentu menjadi lebih gelap akibat produksi
berlebihan dari melanin
7. Regioner : Mengenai daerah tertentu
8. Plak : Peninggian diatas permukaan kulit, permukaan datar dan berisi zat padat
(infiltrate) diameter kurang lebih 2 cm
PERTANYAAN
1. Mengapa kelainan timbul saat menstruasi atau memakai celana berlapis?
2. Mengapa setelah diobati gejala dapat timbul kembali?
3. Kenapa rasa gatal dan kemerahan timbul saat berkeringat?
4. Mengapa terdapat central healing?
5. Apa hubungan kelainan ini dengan pertambahan berat badan?
6. Apa diagnosis sementara dari skenario ini?
7. Bagaimana cara memelihara kesehatan kulit sesuai dengan anjuran islam?
8. Bagaimana cara penularan penyakit ini?
9. Pemeriksaan apa saja untuk menegakan diagnosis?
10. Apa saja faktor resiko terjadinya penyakit tersebut?
11. Apa penyebab penyakit ini?
12. Daerah anggota tubuh mana saja yang bisa terkena?
13. Bagaimana tatalaksananya?
14. Mengapa daerah kulit selangkangan terjadi penebalan dan menggelap?
15. Bagaimana cara pencegahannya?
JAWABAN
1. Meningkatkan kelembaban, menyebabkan pertumbuhan jamur di selangkangan.
2. Karena tidak menghindari faktor resiko dan kebersihan tubuh kurang.
3. Keringat → kulit lembab → mudah jamur untuk tubuh → bermanifestasi klinis gatal dan
kemerahan.
4. Karena terinfeksi oleh jamur.
5. Produksi kelenjar keringat lebih banyak sehingga menjadi lembab.
6. Mikosis.
7. Wudhu, mandi, bersuci dari hadast, tidak menggunakan pakaian ketat, menutup aurat,
sunnah mencukur rambut pubis setiap 40 hari.
8. Kontak fisik, penggunaan barang secara bersamaan.
9. KOH 20 – 30%, agar sabaroud untuk golongan candida.
10. Kebersihan lingkungan kurang, suka pakai pakaian ketat, personal hygine, obesitas
11. Jamur (dermatofita)
12. Dagu, Kepala, Selangkangan, Kuku, Pedis
13. Antijamur (Mikonazole, ketoconazole, nystatin), Antihistamin (Ceterizin, CTM)
14. Karena ada bekas garukan yang berulang kali, sehingga menimbulkan peradangan yang
terus menerus
15. Menjaga kebersihan kulit, tidak menggunakan barang secara bersamaan, tidak pakai pakaian
ketat, menggunakan pakaian yang menyerap keringat
HIPOTESIS
Mikosis disebabkan oleh infeksi jamur yang dapat terjadi karena kebersihan lingkungan kurang
baik, suka pakai pakaian ketat, personal hygine yang kurang baik, obesitas dan dapat menyerang
daerah dagu, kepala, selangkangan, kuku dan pedis. Untuk menegakkan diagnosis dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dapat ditemukan penebalan karena ada bekas garukan yang
berulang kali, sehingga menimbulkan peradangan yang terus – menerus. Selain itu juga
ditemukan central healing sebagai akibat dari infeksi oleh jamur. Pemeriksaan penunjangnya
berupa menggunakan KOH 20 – 30% atau di kultur dalam agar sabaroud plate untuk golongan
candida. Tatalaksananya berupa pemberian antijamur seperti mikonazole, ketoconazole, nistatin
dan juga diberikan antihistamin seperti ceterizin dan CTM. Pencegahannya dengan menjaga
kebersihan kulit, tidak menggunakan barang secara bersamaan, tidak pakai pakaian ketat,
menggunakan pakaian yang meyerap keringat. Dalam islam untuk memelihara kesehatan kulit
dengan melakukan berwudhu, mandi, bersuci dari hadast, tidak menggunakan pakaian ketat,
menutup aurat, melakukan sunnah mencukur fisik, penggunaan barang secara bersamaan.
SASARAN BELAJAR
LI 1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI DAN FUNGSINYA
LI 2 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MIKOSIS
LO 2.1 MENJELASKAN DEFINISI MIKOSIS
LO 2.2 MENJELASKAN EPIDEMIOLOGI MIKOSIS
LO 2.3 MENJELASKAN KLASIFIKASI MIKOSIS
LO 2.4 MENJELASKAN DIAGNOSIS MIKOSIS
LO 2.5 MENJELASKAN TATALAKSANA MIKOSIS
LO 2.6 MENJELASKAN PENCEGAHAN MIKOSIS
LO 2.7 MENJELASKAN PROGNOSIS MIKOSIS
LI 3 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN CARA MEMELIHARA KULIT MENURUT
PANDANGAN ISLAM
LI 1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI DAN FUNGSINYA
Kulit terbagi menjadi 3 lapisan:
EPIDERMIS
Terbagi atas 5 lapisan:
1. Stratum korneum/Lapisan tanduk
Terdiri dari beberapa lapis sel gepeng yang mati dan tidak berinti
Protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk)
2. Stratum Lusidum
Lapisan sel gepeng tanpa inti
protoplasma berubah menjadi protein (eleidin)
Biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan
Tidak tampak pada kulit tipis
3. Stratum granulosum / Lapisan Granular
Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng
Sitoplasma berbutir kasar yang terdiri atas keratohialin dan terdapat inti
diantaranya
Mukosa tidak mempunyai lapisan ini
4. Stratum spinosum / lapisan Malphigi
Lapisan epidermis yang paling tebal
Terdiri dari sel polygonal, besarnya berbeda-beda karena ada proses mitosis
Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti terletak
ditengah
Terdapat jembatan antarsel (intecelluler bridges) yg tdd: protoplasma dan
tonofibril
Perlekatan antar jembatan membentuk nodulus Bizzozero
Terdapat juga sel langerhans yang berperan dalam respon – respon antigen
kutaneus. Seperti ditunjukan dibawah
5. Stratum basale
Terdiri dari sel – sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis
Tersusun sebagai tiang pagar atau palisade
Lapisan terbawah dari epidermis
Mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif
Terdapat melanosit (clear cell) yaitu sel dendritik yang yang membentuk melanin
melindungi kulit dari sinar matahari. Dengan sitoplasma yang basofilik dan inti
gelap, mengandung butir pigmen (melanosomes)
Setiap kulit yang mati banyak mengandung keratin yaitu protein fibrous insoluble yang
membentuk barier terluar kulit yang berfungsi:
Mengusir mikroorganisme patogen
Mencegah kehilangan cairan yang berlebihan dari tubuh
Unsur utam yang mengerskan rambut dan kuku.
Setiap kulit yang mati akan terganti tiap 3-4 minggu. Epidermis akan bertambah tebal
jika bagian tersebut sering digunakan. Persambungan antara epidermis dan dermis di sebut rete
ridge yang berfunfgsi sebagai tempat pertukaran nutrisi yang essensial. Dan terdapat kerutan
yang disebut fingers prints.
DERMIS
Merupakan lapisan dibawah epidermis. Terdiri dari jaringan ikat yang terdiri dari 2 lapisan:
1. Pars papilare
Bagian yang menonjol ke epidermis
Berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah
2. Pars retikulare
Bagian yang menonjol ke subkutan
Terdiri atas: serabut-serabut penunjang (kolagen, elastin, retikulin), matiks (cairan
kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat serta fibroblas)
Terdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen dan retikularis yang
terdapat banyak p. darah, limfe, akar rambut, kelenjar kerngat dan k. sebaseus.
HIPODERMIS/SUBCUTIS
Terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Pada lapisan ini terdapat
ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening.
1. Sel lemak
Sel lemak dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa
Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan banyak
lemak. Disebut juga panikulus adiposa yang berfungsi sebagai cadangan makanan
Berfungsi juga sebagai bantalan antara kulit dan setruktur internal seperti otot dan
tulang. Sebagai mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan panas.
Sebagai bantalan terhadap trauma. Tempat penumpukan energi
NON DERMATOFITOSIS
1. Pitiriasis Versikolor
Pitiriasis Versikolor atau tinea versicolor atau panu adalah penyakit infeksi jamur
superfisial kronis pada kulit yang disebabkan oleh Malassezia furfur atau Pityrosporum
orbiculare. Malassezia furfur juga merupakan penyebab folikulitis malassezia. Pitiriasis
Versikolor dapat menyerang hampir semua umur, pria dan wanita, semua bangsa dan ras,
penyebarannya di seluruh dunia, kurangnya kebersihan diri, dan menyerang bagian –
bagian kulit yang basah atau berkeringat.
Keadaan atau kondisi tubuh yang basah atau berkeringat dapat menyebabkan stratum
korneum melunak sehingga memudahkan Malassezia furfur masuk. Pada anamnesis pasien
akan merasakan kulit seperti ditutupi sisik halus dengan rasa gatal, atau tanpa keluhan dan
hanya gangguan kosmetik saja. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan berupa makula
yang dapat hipopigmentasi, kecoklatan, keabuan atau kehitam – hitaman dalam berbagai
ukuran, dengan skuama halus diatasnya. Pada pemeriksaan penunjang menggunakan sinar
wood akan ditemukan fluoresensi kuning keemasan akibat metabolit asam dikarboksilat,
yang digunakan sebagai petunjuk lesi dan mendeteksi sebaran lokasi lesi. Dilakuakn
pemeriksaan mikologis yaitu dengan specimen kerokan kulit akan menjukan kumpulan
hifa pendek dan sel ragi bulat, kadang oval. Gambaran demikian menyebabkan sebutan
serupa ‘spaghetti and meatballs’ atau ‘bananas and grapes’. Sediaan diambil dengan
kerokan kulit ringan menggunakan scalpel atau dengan merekatkan selotip. Pemeriksaan
dengan menggunakan larutan KOH 20% dan dapat ditambahkan sedikit tinta biru-hitam
untuk memperjelas gambaran elemen jamur.
Keadaan klinis yang perlu dibedakan dari pityriasis versicolor antara lain pitiriasis
alba, eritrasma, vitiligo, dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, morbus Hansen tipe
tuberculoid, dan tinea.
Tatalaksananya adalah pemberian obat topikal. Untuk macular diberikan salep
Whitefield atau larutan natrium tiosulfit 20% dioles setiap hari. Untuk bentuk folikular
dapat dipakai tiosulfas natrikus 20 – 30%. Juga diberikan obat – obat anti jamu golongan
imidazole (ekonazol, mikonazol, klotrimazol, dan tolsiklat) dalam krim atau salep 1-2%
juga berkhasiat. Dapat juga diberikan ketokonazol 200 mg/hari selama 10 hari atau
Itrakonazol 100 mg/hari selama 2 minggu. Prognosis dari penyakit ini baik.
DERMATOFITOSIS SUPERFICIAL
1. Dermatofitosis
Dermatofitosis adalah infeksi mikosis superfisialis yang menginvasi jaringan yang
mengandung keratin seperti stratum korneum, epidermis, rambut, dan kuku. Etiologi dari
dermatofitosis adalah golongan jamur dermatofita. Dermatofita terbagi dalam 3 genus,
yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidemophyton. Klasifikasi dermatofitosis :
a. Tinea Kapitis : Dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala akibat Trichopyton dan
Microsporum.
Etiologi dan Epidemiologi
- Penyebab : Golongan dermatofita, terutama T. rubrum, T. mentagrophytes dan M.
gypseum.
- Umur : umumnya anak – anak sekolah dasar
- Jenis kelamin : Anak pria lebih banyak daripada anak wanita
Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Penyakit
- Bangsa : semua bangsa dapat terkena penyakit ini.
- Daerah : Lebih banyak pada daerah beriklim panas.
- Kebersihan : Kebersihan yang buruk dan kontak dengan binatan peliharaan seperti anjing
atau kucing berperan dalam penularan.
Gejala Singkat Penyakit
Jamur dapat masuk ke dalam kulit kepala atau rambut, dan selanjutnya berkembang
membenruk kelainan di kepala tergantung dari bentuknya. Biasanya memberi keluhan gatal
atau nyeri.
Pemeriksaan Kulit
- Lokalisasi : Daerah kulit kepala dan rambut
- Efloresensi : Bergantung dari jenisnya:
2. Tipe Kerion
- Reaksi peradangan berat pada tinea kapitis berupa pembengkakan yang menyerupai
sarang lebah dengan sebukan sel radang di sekitarnya
- Bila penyebabnya Microsporum canis & Microsporum gypseum, pembentukan kerion
lebih sering terlihat
- Menimbulkan jaringan parut →alopesia menetap
- Lesi biasanya gatal, dapat disertai nyeri dan limfadenopati servikalis posterior.
3. Black dotring worm
- Penyebab: Trichophyton tonsurans dan Trichophyton violaceum.
- Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada muara folikel, dan yang tertinggal adalah
ujung rambut yang penuh dengan spora. Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut
memberi gambaran black dot.
- kadang masih teradapat sisa rambut normal di antara alopesia. Skuama difusi juga umum
ditemui.
4. Fovus
- Penyebab utama: Trichophyton schoenleinii
- Dimulai di kepala sebagai titik kecil di bawah kulit yang berwarna merah kuning dan
berkembang menjadi krusta berbentuk cawan (scutula).
- Krusta ditembus oleh satu atau dua rambut dan bila krusta diangkat terlihat dasar yang
cekung merah dan basah. Rambut tidak berkilat dan akhirnya terlepas.
- Biasanya tercium bau tikus (mousy odor).
Diagnosis Banding
1. Alopesia
2. Dermatitis seboroika
3. Psoriasis
Tatalaksana
- Sistemik : Griseofulvin 10-25 mg/KgBB; Dewasa 500 mg/hari.
Ketokonazol 5-10 mg/kgBB; Dewasa 200 mg/hari selama 7-14 hari.
- Topikal : Mencuci kepala dan rambut dengan shampoo desinfektan antimikoyik seperti
larutan asam salisilat, asam benzoate, dan sulfur presipitatum. Obat-obat derivate
imidazole 1-2% dalam krim atau larutan dapat menyembuhkan, demikian pula ketokonazol
krim atau larutan 2%.
Prognosis
Jika penyembuhan telah dicapai dan faktor-faktor infeksi dapat dihindari, prognosis
umumnya baik.
b. Tinea Barbae : Dermatofitosis pada dagu dan janggut menyerang kulit dan folikel
rambut. Terdapat 2 tipe tinea barbae yaitu, Tipe superfisial & Tipe inflamatorik.
Etiologi dan Epidemiologi
- Penyebab : Sering disebabkan oleh T. mentagrophytes var mentagrophytes &
T.verrucosum.
- Umur : Selalu pada orang dewasa, tak pernah pada anak – anak.
- Jenis kelamin : Terjadi pada pria dewasa dan lebih sering mengenai daerah janggut
dibandingkan kumis/bibir atas.
- Kebersihan : banyak orang – orang dengan kebersihan kurang baik.
Lingkungan : Kotor merupakan faktor yang mempermudah infeksi.
Gejala Singkat Penyakit
Penderita biasanya mengeluh gatal dan pedih pada daerah yang terkena, disertai bintik-
bintik kemerahan yang terkadang bernanah.
- Gambaran klinis: gatal, nyeri, papul eritematous atau pustul yang ditengahnya terdapat
folikel rambut. Kadang terlihat krusta dan eksudasi
- Rambut yang terkena rontok dan mudah tercabut.
- Pada tipe inflamatorik, gambaran mirip seperti kerion pada tines kapitis.
Pemeriksaan Kulit
- Lokalisasi : Biasanya pada daerah dagu/jenggot, tapi dapat menyebar ke wajah dan leher.
- Efloresensi : Rambut daerah yang terkena menjadi rapuh dan tidak mengkilat, tampak
reaksi radang pada folikel berupa kemerahan, edema, kadang – kadang ada pustula.
Gambaran Histopatologi
Pada batang dan folikel rambut terkadang tampak organisme, tetapi jarang pada lesi yang
lebih dalam. Pada keadaan kronik terlihat nanah, sel raksasa dan infiltrasi sel-sel radang
kronik.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Kerokan kulit atau rambut jenggot yang terkena (terputus-putus, tidak mengkilap)
dengan larutan KOH 10-20%, dilihat langsung di bawah mikroskop untuk mencari hifa
atau infeksi endotriks/eksotriks.
2. Biakan pada media agar sabaroud
3. Sinar Wood: Fluoresensi kehijauan
Diagnosis Banding
1. Dermatitis kontak alergika
2. Akne kistika
3. Dermatitis Seborika
Dapat dibedakan dengan pemeriksaan mikologis
Tatalaksana
Umum : Rambut daerah jenggot dicukur bersih. Jaga kebersihan umum.
Khusus :
Sistemik:
- Dapat diberikan griseovulfin 500 mg – 1 gr/hari selama 2-4 minggu
- Itrakonazol 100 mg/hari selama 2 minggu atau ketokanazol 200 mg/hari selama 3 minggu
Topikal:
- Kompres sol. Kaliumpermangans 1:4000 atau sol. Asam asetat 0,025%, 2-3 kali sehari.
- Antifungi: Ketokonazol krim/ointment 2% selama 5-7 hari atau itrakonazol 1% 5-7 hari.
- Epilasi rambut yang terinfeksi
- Antibiotik jika ada infeksi sekunder
Prognosis
Umumnya baik
c. Tinea Korporis : Dermatofitosis pada kulit glabrosa (kulit tubuh yang tidak berambut)
pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5 tinea lainnya. Merupakan dermatofitosis
pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous skin).
Penyebab dan Epidemiologi
- Penyebab : T.rubrum, M. canis, T.tonsurans
- Umur : Semua umur, tetapi lebih sering menyerang orang dewasa.
- Bangsa/ras : Penyakit ini tersebar di seluruh dunia.
- Daerah : terutama pada daerah tropis.
- Musim/Iklim : insiden meningkat pada kelembapan udara yang tinggi.
- Kebersihan : sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan penyakit ini.
- Keturunan : Tak berpengaruh
- Lingkungan : Kebersihan lingkungan/lingkungan yang kotor mempengaruhi kebersihan
perorang dalam perkembangan penyakit pada kulit manusia
Gejala Singkat Penyakit
Gejala subjektif : keluhan gatal, terutama jika berkeringat.
Gejala objektif : makula hiperpigmentasi dengan tepi yang lebih aktif. Oleh karena gatal
dan digaruk, lesi akan meluas, terutama pada daerah kulit yang lembap.
- Kelainan kulit berupa lesi bulat atau lonjong, batas tegas, terdiri atas eritema, skuama,
dan kadang – kadang vesikel dan papul di tepi. Kadang – kadang terlihat erosi dan krusta
akibat garukan.
- Daerah tengah biasanya lebih tenang.
- Disertai gatal ringan
- Lesi – lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain.
- Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi – lesi dengan pinggir yang polisiklik,
karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu.
Pemeriksaan Kulit
- Lokalisasi : wajah, anggota gerak atas dan bawah, dada, punggung.
- Efloresensi : Lesi berbentuk makula/plak yang merah/hiperpigmentasi dengan tepi aktif
dan penyembuhan sentral. Pada tepi lesi dijumpai papula-papula eritematosa atau vesikel.
Pada perjalanan penyakit yang kronik dapat dijumpai likenifikasi. Gambaran lesi dapat
polisiklik, anular atau geografis.
Gambaran Histopatologi
Tidak Khas
Pemeriksaan Laboratorium
Kerokan kulit dengan KOH 10% dijumpai hifa
Diagnosis Banding
1. Morbus Hansen
2. Pitiriasis Rosea
3. Neurodermatitis
Penatalaksanaan
- Umum : Meningkatkan kebersihan badan, menghindari pakaian yang tidak menyerap
keringan.
- Khusus :
Sistemik :
- Antihistamin
- Griseofulvin, anak – anak : 15 – 20 mg/kgBB/hari
Dewasa : 500 – 1000 mg per hari
- Itrakonazol 100 mg/hari selama 2 minggu
- Ketokonazol 200 mg/hari dalam 3 minggu
Topikal :
- Salep Whitefield
- Campuran asam salisilat 5%, asam benzoate 10% dan resorsinol 5% dalam spirtus
- Castellani’s paint
- Tolnaftat
- Imidazol
- Ketokonazol
- Piroksolamin siklik
Prognosis
Baik
d. Tinea Kruris : Dermatofitosis pada genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang –
kadang sampai perut bagian bawah.
e. Tinea Pedis : Dermatofitosis pada kaki.
Penyebab dan Epidemiologi
- Penyebab : Epidemophyton, Trichophyton, Microsporum dan C.albicans, yang ditularkan
secara kontak langsung atau tidak langsung
- Umur : Semua umur
- Jenis kelamin : Dapat menyerang pria dan wanita
- Daerah : lebih banyak di daerah tropis
- Musim : iklim panas memperburuk penyakit
- Lingkungan : panas dan udara lembab, serta sepatu yang sempit sering mempermudah
infeksi
Gejala Singkat Penyakit
Bentuk Klinik :
1. Tipe papulo-skuamosa hiperkeratonik kronik:
Jarang didapat vesikel dan pustula, sering pada tumit dan tepi kaku dan kadang – kadang
sampai ke punggung kaki. Eritema dan plak hiperkeratotik di atas daerah lesi yang
mengalami likhenifikasi. Biasanya simetris, jarang dikeluhkan dan kadang – kadang tak
begitu dihiraukan oleh penderita
2. Tipe Intertriginosa kronik :
Manifestasi klinis berupa fisura pada jari – jari, tersering pada sela jari kaki ke-4 dan 5,
basah dan maserasi disertai bau yang tidak enak
3. Tipe Subakut:
Lesi intertriginosa berupa vesikel atau pustula. Dapat sampai ke punggung kaku dan tumit
dengan eksudat yang jernih, kecuali jika mengalami infeksi sekunder. Proses subakut dapat
diikuti selulitis, limfangitis, limfadenitis dan erysipelas.
4. Tipe Akut :
Gambaran lesi akut, eritema, edema, berbau. Lebih sering menyerang pria. KOndisi
hyperhidrosis dan maserasi pada kaki, stasis vascular, dan bentuk sepatu yang kurang baik
terutama merupakan predisposisi untuk mengalami infeksi
Pemeriksaan Kulit
- Lokalisasi : Interdigitalis, anta jari – jari ke-3, 4, dan 5, serta telapak kaki.
- Efloresensi : - Fisura pada sisi kaki, beberapa millimeter sampai 0,5 cm
- Sisik halus putih kecoklatan
- Vesikula miliar dan dalam
- Vesikopustula miliar sampai lenticular pada telapak kaki dan sela jari
- Hiperkeratotik biasanya pada telapak kaki
Gambaran Histopatologi
Keadaan akut, pada epidermis tampak migrasi leukosit, edema intraselular, spongiosis dan
parakeratosis. Jika terdapat vesikel intraepidermal, biasanya superfisial, multinukleus,
mengandung serum, fibrin dan neutrophil. Pada lesi yang aktif tampak akantosis, dan pada
dermis terlihat infiltrasi sel radang akut, filamen dan spora.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Kerokan kulit + KOH 10% hifa positif
2. Biakan agar sabouraud: tumbuh koloni-koloni jamur
3. Sinar wood: fluoresensi positif
Diagnosis Banding
1. Kandidiasis
2. Akrodermatitis perstans
3. Pustular Bacterid
Tatalaksana
- Profilaksis sangat penting, mengeringkan kaki dengan baik setiap habis mandi, kaus kaki
yang selalu bersih dan bentuk sepatu yang baik
- Griseofulvin 500 mg sehari selama 1-2 bulan
- Salep whitefield I atau II, tolnaftate dan toksiklat
- Obat – obat golongan azol dan terbinafine memberi hasil yang baik dan preparat triazol
baik dalam bentuk tablet, krim, atau turunan memberi hasil yang baik
Prognosis
Pencegahan dan pengobatan yang adekuat memberikan prognosis yang baik.
DERMATOFITOSIS PROFUNDA
1. Kriptokokosis
Definisi
Kriptokokal meningitis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur berkapsul
genus Cryptococcus yaitu Cryptococcus neoformans yang mengenai sistem saraf pusat
dengan gejala meningitis dan meningoensefalitis . Penyakit ini muncul sebagai kasus
sporadis yang tersebar di seluruh dunia, merupakan infeksi oportunistik terutama terjadi
pada individu immunocompromised (umumnya pada penderita HIV/AIDS), tetapi kasus
dapat juga terjadi pada individu yang imunokompeten.
Transmisi Penyakit
Transmisi penyakit ini terjadi secara inhalasi. Basidiospora terhirup bersama debu
lingkungan, biasanya terdapat di sekitar tempat tenggeran merpati, pada kayu yang lapuk,
dan tanah yang terkontaminasi kotoran burung. Penyakit ini tidak ditularkan langsung dari
orang ke orang melalui jalur respirasi atau dari binatang ke manusia. C. neoformans
banyak terdapat pada lingkungan yang tercemar kotoran burung atau kelelawar, tetapi
burung tersebut tidak terinfeksi. Transmisi terjadi melalui jalur pulmonal dan menyebar
secara hematogen sampai ke target utamanya pada sistem saraf pusat.
Epidemiologi
Kriptokokosis tidak hanya merupakan penyakit infeksi yang umumnya berakibat
fatal pada individu yang immunocompromised tetapi Cryptococcus juga merupakan suatu
patogen pada individu imunokompeten. Mortalitas pasien HIV terkait meningitis yang
disebabkan oleh Cryptococcus cukup tinggi yaitu sekitar 10%-30%. Suatu analisis kohor
pasien dengan infeksi HIV di Afrika menunjukkan persentase kriptokokosis adalah 13%-
44% dari semua penyebab kematian. Defek sistem imun yang dimediasi oleh sel T (seperti
penderita AIDS) merupakan faktor predisposisi pada 80%-90% pasien dengan infeksi
Cryptococcus. Insidensi kriptokokosis juga meningkat pada pasien dengan keganasan
limforetikular (khususnya penyakit Hodgkin’s)
Patogenesis dan Patofisiologi
Infeksi berawal dari inhalasi sel ragi kecil atau basidiospora yang memicu terjadinya
kolonisasi pada saluran nafas dan kemudian diikuti oleh infeksi. Makrofag pada paru-paru
sangat penting dalam sistem kontrol terhadap inokulasi jamur. Makrofag dan sel dendritik
berperan penting dalam respons terhadap infeksi Cryptococcus. Sel ini berperan dalam
pengenalan terhadap jamur, dalam fagositosis, presentasi antigen, dan aktivasi respons
pada pejamu, serta meningkatkan efektivitas opsonisasi fagositosis terhadap jamur. Pada
sel dendritik reseptor mannose berperan penting untuk pengenalan jamur dan presentasi
antigen terhadap sel T, sel ini bereaksi dengan C. neoformans dan mengekspresikannya ke
limfosit kemudian bermigrasi ke jaringan limfoid. Makrofag memberikan respons terhadap
C. neoformans dengan melepaskan sitokin proinflamasi yaitu IL-1. Sekresi IL-1 mengatur
proliferasi dan aktivasi limfosit T yang penting dalam memediasi pembersihan paru.
Imunitas yang dimediasi oleh sel memiliki peranan penting dalam pertahanan terhadap
Cryptococcus. Pada banyak kasus penyebaran kriptokokosis terjadi pada keadaan
defisiensi sel T CD4+ (HIV/AIDS), imunitas dihubungkan dengan respons sel Th1 yang
aktif menghancurkan C. neoformans. Sel CD4+ dan CD8+ berperan pada jaringan yang
terinfeksi. Limfosit T CD4+ dan CD8+ secara langsung menghambat pertumbuhan jamur
melalui perlekatan terhadap permukaan sel Cryptococcus. Kurangnya atau tidak adanya
respons imun yang baik untuk menginaktifkan dan menghancurkan organisme yang masuk
menyebabkan perluasan dan peningkatan kerusakan sel/jaringan akibat infeksi
Manifestasi Klinis
Paru merupakan gerbang utama tempat masuknya Cryptococcus neoformans. Infeksi
primer pada paru sering asimptomatik, namun gejala bervariasi tergantung pada faktor
pejamu, inokulum, dan virulensi organisme sehingga penyakit dapat menyebar secara
sistemik dengan tempat predileksi utamanya adalah pada otak. Gejala penyakit ini bisa
asimptomatis sampai yang berat yaitu meningitis. Secara umum kriptokokosis pada paru
dapat menimbulkan gejala seperti batuk, nyeri dada, pleuritis, demam, sesak nafas, dan
sindrom distres pernafasan akut (terutama pada pasien Meningitis merupakan manifestasi
paling sering kriptokokosis, peradangan ini juga disertai dengan peradangan parenkim otak
sehingga istilah meningoensefalitis lebih tepat digunakan. Kriptokokal meningitis harus
selalu dimasukkan dalam diagnosis diferensial pada kasus meningoensefalitis kronis atau
subakut karena gambaran klinis yang tidak spesifik. Sekitar 10 % -15 % dari pasien yang
terinfeksi dengan C neoformans mengembangkan keterlibatan kulit . Pada host
imunokompeten , kulit mungkin satu-satunya tempat infeksi ; Namun , pasien
imunosupresi , terutama mereka dengan AIDS , memiliki keterlibatan kulit yang harus
diperhatikan bukti penyakit disebarluaskan. Lesi kulit termasuk nodul , borok , papula , dan
lesi vaskulitis
Pemeriksaan Laboratorium Cryptococcus neoformans
Pemeriksaan C. neoformans yang akan dibahas pada tinjauan ini adalah pemeriksaan
mikroskopis langsung menggunakan tinta India, deteksi antigen, metode enzyme
immunoassay, kultur, dan metode molekular.
2. Koksidiomikosis
Koksidiomikosis merupakan infeksi jamur yang disebabkan oleh Coccidioides
posadasii dan C. immitis yang merupakan kapang tanah yang tidak dapat dibedakan
fenotipnya. Infeksi ini ditemukan pada daerah yang sangat kering dengan batas jelas di
bagian barat daya Amerika Serikat. Selain itu infeksi ini juga ditemukan di Amerika tengah
dan Amerika Selatan. Penyebaran infeksi jarang terjadi, namun bila terjadi penyebaran
umumnya selalu berat dan mematikan. Koksidioidomikosis pada umumnya dapat sembuh
sendiri (Brooks et al, 2012).
Spora jamur Coccidioides terdapat di debu dan berukuran 2 x 5 mikron. Saat berada
di paru, dinding spora menebal dan ukuran bertambah besar menjadi 20 x 80 mikron
sehingga disebut dengan sporangis atau spherules. Sporangis berisikan endospora yang
apabila terbebas akan menjadi sporangis baru dijaringan. Terdapat 2 bentuk
koksidiodomikosis yaitu bentuk primer dan progresif. Koksidiomikosis paru primer terjadi
setelah 10 hingga 18 hari pertama sejak dimulainya infeksi. Koksidiomikosis paru primer
yang berlanjut akan menjadi Koksidiomikosis paru progresif yang terjadi beberapa bulan
setelah terjadinya infeksi primer (Sukamto, 2011).
Pada koksidiomikosis primer mucul gejala mirip influenza dan nasopharingitis. Pada
gambaran radiologik foto dada dapat terlihat pengaburan berupa Patchy opacities, yaitu
kelompok – kelompok yang tersebar luas dan disertai bayangan hilar adenopathy bilateral.
Pada kasus ini juga bisa ditemukan efusi pleura. Koksidiosis primer dapat berkembang
menjadi koksidiomikosis paru progresif yang menunjukkan gejala klinis berupa demam,
anoreksia, tubuh semakin kurus disertai tanda bronkopneumoni. Gambaran radiologi paru
pada koksidiomikosis paru progresif dapat berupa pengaburan yang berkumpul (confluent)
maupun tersebar (patchy). Dapat dilakukan diagnosis laboratorium dengan temuan spora di
sputum, diagnosis cepat dapat dilakukan dengan pemeriksaan fluorescent antibodi.
3. Blastomikosis
Blastomikosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh Blastomyces dermatitidis
dan paracoccidioides. Infeksi ini bersifat kronis dan menyebabkan suatu lesi granulomatosa
dan supuratif yang bermula di dalam paru, dari paru dapat terjadi penyebaran ke berbagai
organ terutama ke kulit dan tulang. Penyakit ini disebut juga sebagai blastomikosis
Amerika Utara karena kebanyakan kasus dijumpai di Amerika Serikat dan Kanada.
Penyakit ini endemis pada manusia dan anjing di Amerika Serikat bagian timur, namun
dapat juga ditemukan di Afrika, Amerika Selatan dan Asia (Brooks et al, 2012).
Etiologi blastomikosis berbeda berdasarkan tempat, pada Amerika Utara organisme
yang menyebabkan umumnya Blastomyces dermatitides, sedangan pada Amerika Selatan
organisme penyebabnya adalah Paracoccidioides brasielensis. Gejala klinis umumnya tidak
khas, yaitu berupa batuk kronis. Namun, pada blastomikosis Amerika Utara selalu muncul
gejala menyerupai pneumoni sub akut dengan demam yang tidak begitu tinggi, sesak, dan
batuk- batuk dengan sputum purulen yang kadang bercampur darah. Pada perkembangan
selanjutnya dapat ditemukan nyeri dada dan pleuritis dengan efusi (Sukamto, 2011).
LO 2.4 MENJELASKAN DIAGNOSIS MIKOSIS
Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas
pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan lain, misalnya pemeriksaan
histopatologik, percobaan binatang, dan imunologik tidak diperlukan. Pada pemeriksaan
mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis, yang dapat berupa kerokan
kulit, rambut, dan kuku. Bahan untuk pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan
sebagai berikut: terlebih dahulu tempat kelainan dibersihkan dengan spiritus 70%, kemudia
untuk:
1. Kulit tidak berambut (glabrous skin)
Dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit di luas kelainan sisik kulit
dan kulit dikerok dengan pisau tumpul steril
2. Kulit berambut
Rambut dicabut pada bagian kulit yang mengalami kelainan. Kulit di daerah
tersebut dikerok untuk mengumpulkan sisik kulit. Pemeriksaan dengan lampu wood
dilakukan sebelum pengumpulan bahan untuk mengetahui labih jelas daerha yang terkena
infeksi dengan kemungkinan adanya fluoresensi pada kasus-kasus tinea kapitis tertentu
3. Kuku
Bahan diambil dari bagian kuku yang sakit dan diambil sedalam-dalamnya
sehingga mengenai seluruh tebal kuku, bahan di bawah kuku diambil pula.
Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop dengan
perbesaran kecil ke perbesaran yang besar. Sediaan basah dibuat dengan meletakan bahan
diatas gelas alas, kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH. Konsenterasi larutan KOH
untuk sediaan rmabut adalah 10% dan untuk kulit dan kuku 20%. Setelah sediaan dicampur
dengan larutan KOH, ditunggu 15-20 menit hal ini diperlukan untuk melarutkan jaringan.
Untuk mempercepat proses pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah diatas api
kecil. Untuk melihat elemen jamur yang nyata, dapat ditambahkan zat warna pada sediaan
KOH. Misalnya tinta parker superchroom blue black.
Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis sejajar,
terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (antrospora) pada kelainan kulit
lama dan sudah diobati. Pada sediaan rambut yang dilihat adalah spora kecil (mikospora)
atau besar (makrospora). Spora dapat tersusun di luar rambut (ektotriks atau di dalam
rambut (endotriks). Kadang – kadang dapat terlihat juga hifa pada sediaan rambut.
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan
langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakuakn
dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling baik pada
waktu ini adalah medium agar dekstrosa sabouraud. Pada agar sabouraud dapat ditambah
antibiotic saja (kloramfenikol) atau ditambha klorheksimid. Kedua zat tersebut diperlukan
untuk menghindarkan kontaminasi bakteri maupun jamur kontaminan.
LO 2.5 MENJELASKAN TATALAKSANA MIKOSIS
Tesedia berbagai pengobatan topikal maupun sistemik untuk berbagai tipe
dermatofitosis. Sejalan dengan penetrasi dermatofita ke dalam folikel rambut, maka infeksi
yang mengenai daerah berambut memerlukan pengobatan oral. Selama ini pengobatan
standa untuk tinea kapitis di Amerika serikat adalah gliserofulvin, sedangkan golongan
triazol dan alilamin menunjukkan keamanan, efikasi dan manfaat lebih karena
penggunaannya yang memerlukan waktu singkat, namun semenjak tahun 2007, terbinafine
juga di rekomendasika untuk pengobatan tinea kapitis pada anak berusia diatas 4 tahun.
Dosis pengobatan griseofulvin dalam bentuk fine particle dapat diberikan dengan
dosis 0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anak-anak atau 10-25 mg/kg berat
badan untuk anak sehari atau 10-25 mg/kgBB, diberikan 1-2 kali sehari, lama pengobatan
bergantung pada lokasi penyakit.
Efek samping griseofulvin jarang dijumpai, yang merupakan keluhan utama ialah
sefalgia, dizziness dan insomnia . Efek samping yang lain dapat berupa gangguan traktus
digestivus ialah nausea , vomitus , dan diare . Obat tersebut juga bersifat fotosensitif dan
dapat mengganggu fungsi hepar.
Obat per oral, yang juga efektif untuk derma- tofitosis yaitu ketokonazol yang
bersifatfungistatik. Pada kasus-kasus resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan obat
tersebut sebanyak 200 mg/ hari selama 10 hari-2 minggu pada pagi hari setelah makan.
Ketokonazol merupakan kontra- indikasi untuk penderita kelainan hepar.
Sebagai pengganti ketokonazol yang mem- punyai sifat hepatotoksik terutama
bila diberikan lebih dari sepuluh hari , dapat diberikan suatu obat triazol yaitu itrakonazol
yang merupakan pemilihan yang baik. Pemberian obat tersebut untuk penyakit kul it dan
selaput lendir oleh penyakitjamur biasanya cukup 2 x 100-200 mg sehari dalam kapsul
selama 3 hari. Khusus untuk onikomikosis dikenal sebagai dosis denyut selama 3 bulan.
Cara pemberiannya sebagai berikut, diberikan 3 tahap dengan interval 1 bulan. Setiap
tahap selama 1 minggu dengan dosis 2 x 200 mg sehari dalam kapsul.
Hasil pemberian itrakonazol dosis denyut untuk onikomikosis hampir sama
dengan pemberian terbinafin 250 mg sehari selama 3 bulan. Ke- lebihan itrakonazol
terhadap terbinafin adalah efektif terhadap onikomikosis.
Obat antijamur golongan azol dan golongan alilamin mengalami proses
metabolisme oleh enzim sitokrom P450 sehingga dapat terjadi interaksi dengan berbagai
obat lain yang mengalami metabolisme oleh kelompok enzim yang sama misalnya
rifampisin, simetidin . Sebagai contoh interaksi itrakonazol dengan berbagai obat lain.
Terbinafin yang bersifat fungisidal juga dapat diberikan sebagai pengganti
griseofulvin selama 2-3 minggu, dosisnya 62,5 mg-250 mg sehari bergantung pada berat
badan.
Efek samping terbinafin ditemukan pada kira-kira 10% penderita, yang tersering
gangguan gastrointestinal di antaranya nausea , vomitus , nyeri lambung, diarea ,
konstipasi , umumnya ringan. Efek samping yang lain dapat berupa gangguan
pengecapan, presentasinya kecil. Rasa pengecapan hilang sebagian atau seluruhnya
setelah beberapa minggu makan obat dan bersifat sementara . Sefalgia ringan dapat pula
terjadi. Gangguan fungsi hepar dilaporkan pada 3,3- 7% kasus. lnteraksi obat dapat
terjadi antara lain dengan enmetideine dan ritompisin.
Pada masa kini selain obat-obat topikal kon- vensional, misalnya asam salisilat 2-
4% , asam benzoat 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, asam undesilenat 2-5% , dikenal
banyak obat topikal baru. Obat-obat baru ini di antaranya tolnaftat 2%; tolsiklat,
haloprogin, derivat-derivat imidazol, siklo- piroksolamin, dan naftifine masing-masing
1%.
Pada penggunaan obat topikal, selain pe- milihan obat yang begitu banyak
ragamnya perlu juga diterapkan cara pengobatan yang efektif dengan menggunakan
vehikulum yang sesuai.
LO 2.6 MENJELASKAN PENCEGAHAN MIKOSIS
Untuk mencegah penyakit ini kita harus menjaga kebersihan tubuh. Karena
jamur senang ditempat – tempat atau bigian tubuh yang kebersihannya kurang. Selain itu
menjaga kulit agar tetap lembab juga merupakan salah satu cara untuk mencegah
timbulnya mikosis pada tubuh. Tubuh yang basah dapat dengan mudah terinfeksi oleh
jamur – jamur yang sudah disebutkan sebelumnya.
LO 2.7 MENJELASKAN PROGNOSIS MIKOSIS
Prognosis pada penyakit bergantung pada jenis jamurnya, umumnya prognosis
dari penyakit ini adalah baik. Akan tetapi apabila pengobatan yang tidak adekuat,
kebersihan tubuh dan lingkungan kurang baik akan menimbulkan penyakit ini datang
kembali.
LI 3 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN CARA MEMELIHARA KULIT MENURUT
PANDANGAN ISLAM
Wudhu tidak hanya berfungsi sebagai sarana untuk membersihkan diri dari hadats
kecil. Wudhu juga memiliki fungsi atau manfaat lainnya. Dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan Abu Nujaih Amr bin Abasah al-Sulami, Rasulullah bersabda bahwa wudhu
dapat menggugurkan atau menghapuskan dosa-dosa seseorang. Saat seseorang berwudhu,
maka dosa-dosanya akan berguguran melalui anggota tubuh yang dibasuhnya. wudhu juga
memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh. Di dalam bukunya Prayers, A Sport for The Body
and Soul, Mokhtar Salem menjelaskan kalau berwudhu yang baik dan benar dapat mencegah
timbulnya berbagai macam penyakit. Alasannya, orang yang berwudhu secara otomatis pasti
juga membersihkan anggota tubuh dan kulitnya. ia selalu menjaga kebersihan hidungya
(dengan istinsyaq), tangannya, wajahnya, hingga kedua kakinya.
Dari A’isyah radliallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Ada sepuluh hal dari fitrah (manusia); Memangkas kumis, memelihara jenggot,
bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung), potong kuku, membersihkan ruas jari-
jemari, mencabut bulu ketiak, mencukup bulu pubis dan istinjak (cebok) dengan air. ” (H.r.
Muslim, Abu Daud, Turmudzi, Nasa’i, dan Ibn Majah).
Dalam hadits diatas memperlihatkan jika mencukur bulu atau pun rambut tertentu
hukumnya adalah disyariatkan dan tidak dilarang. Imam Syaukani juga menjelaskan di
dalam kitab Nailul Authar,
“Batas waktu maksimal adalah empat puluh hari sebagaimana yang telah ditentukan
oleh Nabi SAW, maka tidak diperbolehkan untuk seorang muslim untuk tidak memotong
melebihi empat puluh hari. Apabila dalam rentang sebelum 40 hari dan anda ingin
memotongnya, maka hal ini juga masih diperbolehkan dan tidak melanggar sunnah”.
Selain itu dalam agama islam, manusia di wajibkan untuk menutup auratnya. Seperti
Firman Allah SWT dibawah ini,
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan wanita-
wanita (keluarga) orang-orang mukmin, agar mereka mengulurkan atas diri mereka (ke
seluruh tubuh mereka) jilbab mereka. Hal itu menjadikan mereka lebih mudah dikenal
(sebagai para wanita muslimah yang terhormat dan merdeka) sehingga mereka tidak
diganggu. Dan Allah senantiasa Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. al-Ahzab :
59)
Dengan menutup aurat, seorang wanita justru akan menjadi lebih sehat karena ia
akan terhindar dari berbagai macam penyakit, termasuk penyakit kanker kulit. Allah
berfirman,
“Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata:”Ya Allah, jika betul
(al-Qur’an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami batu dari langit,
atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.”(QS. Al-Anfaal: 32)
DAFTAR PUSTAKA