Anda di halaman 1dari 11

Nama : RAHMAT MAULANA

NIM : 321710009
Class : B PAGI
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah
Dosen : Wiendi Wiranty, M.Pd.

1. Sejarah Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia yang kini kita gunakan sebagai bahasa resmi di negara kita berasal
dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu yang kita gunakan tersebut merupakan bahasa Melayu
tua yang sampai sekarang masih dapat kita selidiki sebagai peninggalan masa lampau.
Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh para ahli, bahkan menghasilkan penemuan
bahwa bahasa Austronesia itu juga mempunyai hubungan kekeluargaan dengan bahasa-
bahasa yang dipergunakan di daratan Asia tenggara.
Bukan baru sekarang bahasa Indonesia atau bahasa Melayu itu digunakan sebagai
bahasa penghubung di beberapa negara Asia Tenggara. Sudah sejak dulu kala, bahasa
Indonesia atau bahasa Melayu itu dikenal oleh penduduk daerah yang bahasa sehari-harinya
bukan bahasa Indonesia atau Melayu. Hal tersebut dibuktikan oleh adanya beberapa prasasti
yang ditemukan di daerah-daerah yang bahasa sehari-hari penduduknya bukan bahasa
Indonesia atau Melayu. Tentu saja ada juga ditemukan di daerah yang bahasa sehari-hari
penduduknya sudah menggunakan bahasa Indonesia atau Melayu. Sejarah perkembangan
bahasa ini dapat dibuktikan dengan adanya prasasti Kedukan Bukit (683 M), Talang Tuo
(684 M), Kota Kapur (686 M), Karah Barahi (686 M).
Ketika bangsa Eropa pertama kali datang ke Indonesia, bahasa Melayu sudah
mempunyai kedudukan yang luar biasa di tengah-tengah bahasa-bahasa daerah di Nusantara
ini. Pigafetta yang mengikuti perjalanan Magelhaen mengelilingi dunia, ketika kapalnya
berlabuh di Tidore pada tahun 1521 menuliskan kata-kata Melayu. Itu merupakan bukti yang
jelas bahwa bahasa Melayu yang berasal dari bagian barat Indonesia pada zaman itu pun
sudah menyebar sampai ke bagian Indonesia yang berada jauh di sebelah timur.
Demikian juga menurut Jan Huygen van Lischoten, pelaut Belanda yang 60 tahun
kemudian berlayar ke Indonesia, mengatakan bahwa bahasa Melayu bukan saja sangat
harum namanya tetapi juga dianggap bahasa yang terhormat di antara bahasa-bahasa negeri
timur. Hal tersebut dapat dibandingkan dengan orang yang tidak dapat atau tidak tahu
bahasa Indonesia, seperti orang yang tidak tahu dan tidak dapat berbahasa Prancis di Negeri
Belanda pada zaman itu. Berarti hal tersebut menunjukkan bahwa bahasa Indonesia sudah
demikian terkenal dan terhormat pada masa itu.
Pada tanggal 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia resmi menjadi bahasa persatuan atau
bahasa nasional. Nama bahasa Indonesia tersebut sifatnya adalah politis, karena setujuan
dengan nama negara yang diidam-idamkan yaitu Bangsa Indonesia. Sifat politik ditimbulkan
karena keinginan agar bangsa Indonesia mempunyai semangat juang bersama-sama dalam
memperoleh kemerdekaan agar lebih merasa terikat dalam satu ikatan: Satu Tanah Air, Satu
Bangsa, Satu Bahasa.
Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia diikrarkan melalui butir-butir Sumpah pemuda
sebagai berikut.
Pertama : Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah
Indonesia.
Kedua : Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga : Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Pada ketiga ikrar tersebut terdapat perbedaan ikrar antara ikrar ketiga dengan ikrar
pertama dan kedua yaitu pada kata mengaku dan menjunjung. Ikrar pertama dan kedua
menyatakan ”mengaku bertumpah darah yang satu dan mengaku berbangsa yang satu”.
Artinya, tanah air dan bangsa kami hanya satu yaitu Indonesia. Berbeda dengan
”menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Ikrar ini menunjukkan bahwa bahasa
Indonesia merupakan bahasa yang digunakan dalam mempersatukan bangsa Indonesia.
Tidak berarti bahwa, bahasa daerah dihapuskan. Bahasa daerah tetap harus dijaga dan
dilestarikan sebagai kekayaan budaya bangsa. Jadi, sangatlah keliru jika ada warga daerah
yang malu menggunakan bahasa daerahnya dalam berkomunikasi.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan diartikan sebagai bahasa yang digunakan di
dalam kegiatan berkomunikasi yang melibatkan banyak tokoh atau masyarakat yang berasal
dari berbagai daerah di Indonesia. Itulah sebabnya bahasa Indonesia memiliki fungsi dan
kedudukan sebagai bahasa persatuan.
Apa sebab justru bahasa Melayu yang dijadikan bahasa nasional? Mengapa bukan
bahasa Jawa atau bahasa Sunda yang jumlah pemakaiannya meliputi hampir seluruh
penduduk Indonesia. Juga bahasa yang kesusastraannya sudah maju dibandingkan dengan
bahasa Melayu dan bahasa-bahasa daerah lainnya? Prof. Dr. Slametmulyana mengemukakan
faktor-faktor yang menjadi penyebabnya, sebagai berikut.
a. Sejarah telah membantu penyebaran bahasa Melayu. Bahasa Melayu merupakan lingua
franca di Indonesia, bahasa perhubungan atau bahasa perdagangan. Dengan bantuan
para pedagang, bahasa Melayu disebarkan ke seluruh pantai Nusantara terutama di kota-
kota pelabuhan. Bahasa Melayu menjadi bahasa penghubung antara individu.
b. Bahasa Melayu mempunyai sistem yang sederhana, mudah dipelajari. Tak dikenal
tingkatan bahasa seperti dalam bahasa Jawa atau bahasa Bali, atau perbedaan pemakaian
bahasa kasar dan halus seperti dalam bahasa Sunda atau bahasa Jawa.
c. Faktor psikologis, yaitu suku bangsa Jawa dan Sunda telah dengan sukarela menerima
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, semata-mata didasarkan pada keinsafan akan
manfaatnya ada keikhlasan mengabaikan semangat dan rasa kesukuan karena sadar akan
perlunya kesatuan dan persatuan.
d. Kesanggupan bahasa itu sendiri juga menjadi salah satu faktor penentu. Jika bahasa itu
tidak mempunyai kesanggupan untuk dapat dipakai menjadi bahasa kebudayaan dalam
arti yang luas, tentulah bahasa itu tidak akan dapat berkembang menjadi bahasa yang
sempurna. Pada kenyataannya dapat dibuktikan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa
yang dapat dipakai untuk merumuskan pendapat secara tepat dan mengutarakan
perasaan secara jelas.
Prof. Soedjito menjelaskan secara sederhana alasan mengapa bahasa Melayu yang
dijadikan landasan lahirnya bahasa Indonesia sebagai berikut.
a. Bahasa Melayu telah digunakan sebagai lingua franca (bahasa perhubungan) selama
berabad-abad sebelumnya di seluruh kawasan tanah air kita (Nusantara). Hal tersebut
tidak terjadi pada bahasa Jawa, Sunda, ataupun bahasa daerah lainnya.
b. Bahasa Melayu memiliki daerah persebaran yang paling luas dan melampaui batas-batas
wilayah bahasa lain meskipun penutur aslinya tidak sebanyak penutur asli bahasa Jawa,
Sunda, Madura, ataupun bahasa daerah lainnya.
c. Bahasa Melayu masih berkerabat dengan bahasa-bahasa Nusantara lainnya sehingga
tidak dianggap sebagai bahasa asing.
d. Bahasa Melayu bersifat sederhana, tidak mengenal tingkat-tingkat bahasa sehingga
mudah dipelajari. Berbeda dengan bahasa Jawa, Sunda, Madura yang mengenal tingkat-
tingkat bahasa.
e. Bahasa Melayu mampu mengatasi perbedaan-perbedaan bahasa antar penutur yang
berasal dari berbagai daerah. Dipilihnya bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan tidak
menimbulkan perasaan kalah terhadap golongan yang lebih kuat dan tidak ada
persaingan antarbahasa daerah.
Sehubungan dengan hal yang terakhir itu, kita wajib bersyukur atas kerelaan mereka
membelakangkan bahasa ibunya demi cita-cita yang lebih tinggi, yakni cita-cita nasional.
Tiga bulan menjelang Sumpah Pemuda, tepatnya 15 Agustus 1926, Soekarno dalam
pidatonya menyatakan bahwa perbedaan bahasa di antara suku bangsa Indonesia tidak akan
menghalangi persatuan, tetapi makin luas bahasa Melayu (bahasa Indonesia) itu tersebar,
makin cepat kemerdekaan Indonesia terwujud.
Pada zaman Belanda ketika Dewan Rakyat dibentuk, yakni pada 18 Mei 1918 bahasa
Melayu memperoleh pengakuan sebagai bahasa resmi kedua di samping bahasa Belanda
yang berkedudukan sebagai bahasa resmi pertama di dalam sidang Dewan rakyat.
Sayangnya, anggota bumiputra tidak banyak yang memanfaatkannya.
Masalah bahasa resmi muncul lagi dalam Kongres Bahasa Indonesia pertama di Solo
pada tahun 1938. Pada kongres itu ada dua hal hasil keputusan penting yaitu bahasa
Indonesia menjadi (1) bahasa resmi dan (2) bahasa pengantar dalam badan-badan
perwakilan dan perundang-undangan.
Demikianlah ”lahir”nya bahasa Indonesia bukan sebagai sesuatu yang tiba-tiba jatuh
dari langit, tetapi melalui perjuangan panjang disertai keinsafan, kebulatan tekad, dan
semangat untuk bersatu. Api perjuangan itu berkobar terus untuk mencapai Indonesia
merdeka yang sebelum itu harus berjuang melawan penjajah.
Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia dan Jepang tidak dapat menggunakan
bahasa lain selain bahasanya sendiri. Bahasa Belanda jatuh dari kedudukannya sebagai
bahasa resmi. Bahkan, dilarang untuk digunakan. Jepang mengajarkan bahasa Jepang
kepada orang Indonesia dan bermaksud menggunakan bahasa Jepang sebagai pengganti
bahasa Belanda untuk digunakan oleh orang Indonesia. Akan tetapi, usaha itu tidak dapat
dilakukan secara cepat seperti waktu dia menduduki Indonesia. Karena itu, untuk sementara
Jepang memilih jalan yang praktis yaitu memakai Indonesia yang sudah tersebar di seluruh
kepulauan Indonesia. Satu hal yang perlu dicatat bahwa selama zaman pendudukan Jepang
1942-1945 bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di semua tingkat pendidikan.
Demikianlah, Jepang terpaksa harus menumbuhkan dan mengembangkan bahasa
Indonesia secepat-cepatnya agar pemerintahannya dapat berjalan dengan lancar. bagi orang
Indonesia hal itu merupakan keuntungan besar terutama bagi para pemimpin pergerakan
kemerdekaan. Dalam waktu yang pendek dan mendesak mereka harus beralih dari bahasa
Belanda ke Bahasa Indonesia. Selain itu, semua pegawai negeri dan masyarakat luas yang
belum paham akan bahasa Indonesia, secara cepat dapat memahami bahasa Indonesia.
Waktu Jepang menyerah, tampak bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
makin kuat kedudukannya. Berkaitan dengan hal di atas, semua peristiwa tersebut
menyadarkan kita tentang arti bahasa nasional. Bahasa nasional identik dengan bahasa
nasional yang didasari oleh nasionalisme, tekad, dan semangat kebangsaan. Bahasa nasional
dapat terjadi meskipun eksistensi negara secara formal belum terwujud. Sejarah bahasa
Indonesia berjalan terus seiring dengan sejarah bangsa pemiliknya.
Selain itu, terdapat beberapa peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi perkembangan
bahasa Indonesia, antara lain:
a. Budi Otomo
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang merupakan organisasi yang bersifat
kenasionalan yang pertama berdiri dan tempat terhidupnya kaum terpelajar bangsa
Indonesia, dengan sadar menuntut agar syarat-syarat untuk masuk ke sekolah Belanda
diperingan. Pada kesempatan permulaan abad ke-20, adanya tuntutan dan keinginan
kepada bangsa Indonesia akan penguasaan bahasa Belanda sebab bahasa Belanda
merupakan syarat utama untuk melanjutkan pelajaran menambang ilmu pengetahuan
barat.
b. Sarekat Islam
Sarekat Islam berdiri pada tahun 1912. mula-mula partai ini hanya bergerak di
bidang perdagangan, namun bergerak di bidang sosial dan politik juga. Sejak berdirinya,
Sarekat Islam yang bersifat non kooperatif dengan pemerintah Belanda di bidang politik
tidak pernah mempergunakan bahasa Belanda. Bahasa yang mereka pergunakan ialah
bahasa Indonesia.
c. Balai Pustaka
Dipimpin oleh Dr. G.A.J. Hazue pada tahun 1908 balai pustaka ini didirikan.
Mulanya badan ini bernama Commissie Voor De Volkslectuur, pada tahun 1917
namanya berubah menjadi Balai Pustaka. Selain menerbitkan buku-buku, Balai Pustaka
juga menerbitkan majalah.
Hasil yang diperoleh dengan didirikannya balai pustaka terhadap perkembangan
bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia dapat disebutkan sebagai berikut :
1) Memberikan kesempatan kepada pengarang-pengarang bangsa Indonesia untuk
menulis cerita ciptanya dalam bahasa Melayu.
2) Memberikan kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk membaca hasil ciptaan
bangsanya sendiri dalam bahasa Melayu.
3) Menciptakan hubungan antara sastrawan dengan masyarakat sebab melalui
karangannya sastrawan melukiskan hal-hal yang dialami oleh bangsanya dan hal-
hal yang menjadi cita-cita bangsanya.
4) Balai pustaka juga memperkaya dan memperbaiki bahasa Melayu sebab di antara
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh karangan yang akan diterbitkan di balai
pustaka ialah tulisan dalam bahasa Melayu yang bersusun baik dan terpelihara.
d. Sumpah Pemuda
Kongres pemuda yang paling dikenal ialah kongres pemuda yang diselenggarakan
pada tahun 1928 di Jakarta. Pada hal sebelumnya, yaitu tahun 1926, telah pula diadakan
kongres pemuda yang tepat penyelenggaraannya juga di Jakarta. Berlangsung kongres
ini tidak semata-mata bermakna bagi perkembangan politik, melainkan juga bagi
perkembangan bahasa dan sastra Indonesia.
Dari segi politik, kongres pemuda yang pertama (1926) tidak akan bisa dipisahkan
dari perkembangan cita-cita atau benih-benih kebangkitan nasional yang dimulai oleh
berdirinya Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Jon Sumatrenan Bond. Tujuan utama
diselenggarakannya kongres itu adalah untuk mempersatukan berbagai organisasi
kepemudaan pada waktu itu.
Pada tahun itu organisasi-organisasi pemuda memutuskan bergabung dalam wadah
yang lebih besar Indonesia muda. Pada tanggal 28 Oktober 1928 organisasi pemuda itu
mengadakan kongres pemuda di Jakarta yang menghasilkan sebuah pernyataan
bersejarah yang kemudian lebih dikenal sebagai sumpah pemuda. Pertanyaan bersatu itu
dituangkan berupa ikrar atas tiga hal, Negara, bangsa, dan bahasa yang satu dalam ikrar
sumpah pemuda.
Peristiwa ini dianggap sebagai awal permulaan bahasa Indonesia yang sebenarnya,
bahasa Indonesia sebagai media dan sebagai simbol kemerdekaan bangsa. Pada waktu
itu memang terdapat beberapa pihak yang peradaban modern. Akan tetapi, tidak bisa
dipungkiri bahwa cita-cita itu sudah menjadi kenyataan, bahasa Indonesia tidak hanya
menjadi media kesatuan, dan politik, melainkan juga menjadi bahasa sastra Indonesia
baru.
Setelah kejadian beberapa peristiwa sejarah perkembangan asal mula bahasa dalam
perjuangan bangsa Indonesia, ada juga sejarah perkembangan EYD.
Ejaan merupakan cara atau aturan menulis kata-kata dengan huruf menurut disiplin ilmu
bahasa. Dengan adanya ejaan diharapkan para pemakai menggunakan bahasa Indonesia
dengan baik dan benar sesuai aturan-aturan yang ada. Sehingga terbentuklah kata dan
kalimat yang mudah dan enak didengar dan dipergunankan dalam komonikasi sehari hari.
Sesuai dengan apa yang telah diketahui bahwa penyempurnaan ejaan bahsa Indonesia terdiri
dari:
a. Ejaan van Ophuijsen
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van
Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan
Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian
dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada
tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
1) Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus
disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan
untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
2) Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
3) Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4) Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata
ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.

b. Ejaan Soewandi
Ejaan Soewandi adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang berlaku sejak
17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga disebut dengan nama edjaan Soewandi,
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya,
yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.
1) Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
2) Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat,
dsb.
3) Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-
an.
4) Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya.

Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:


1) huruf ‘oe’ menjadi ‘u’, seperti pada goeroe → guru.
2) bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (‘) ditulis
dengan ‘k’, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
3) kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
4) awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya. Kata depan ‘di’ pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan
dengan imbuhan ‘di-’ pada dibeli, dimakan.

Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya
sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan
penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan
Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan
mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya saat itu, dari Djl.
Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.

c. Ejaan Yang Disempurnakan


Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku
sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan
Soewandi. Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama telah ditandatangani oleh
Menteri Pelajaran Malaysia pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut
mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli
dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16
Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972, berlakulah sistem
ejaan Latin (Rumi dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) bagi bahasa Melayu dan
bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi
Bersama (ERB). Selanjutnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
menyebarluaskan buku panduan pemakaian berjudul “Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan”.
Pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan buku “Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah penggunaan yang
lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya
No. 0196/1975 memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
‘tj’ menjadi ‘c’ : tjutji → cuci
‘dj’ menjadi ‘j’ : djarak → jarak
‘oe’ menjadi ‘u’ : oemoem -> umum
‘j’ menjadi ‘y’ : sajang → sayang
‘nj’ menjadi ‘ny’ : njamuk → nyamuk
‘sj’ menjadi ‘sy’ : sjarat → syarat
‘ch’ menjadi ‘kh’ : achir → akhir
Awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ dibedakan penulisannya. Kata depan ‘di’ pada
contoh “di rumah”, “di sawah”, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara ‘di-’
pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
2. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Kedudukan diartikan sebagai status relatif bahasa sebagai sistem lambang nilai budaya
yang dirumuskan atas dasar nilai sosial bahasa yang bersangkutan. Sedangkan fungsi adalah
nilai pemakaian bahasa yang dirumuskan sebagai tugas pemakaian bahasa itu dalam
kedudukan yang diberikan kepadanya.
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa
negara. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dimiliki sejak diikrarkan
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, sedangkan kedudukan sebagai bahasa
negara dimiliki sejak diresmikan Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945). Dalam
UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 tercantum ”Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia”.
a. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Salah satu kedudukan bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa nasional. Kedudukan
sebagai bahasa nasional tersebut dimiliki oleh bahasa Indonesia sejak dicetuskannya
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Kedudukan ini dimungkinkan oleh
kenyataan bahwa bahasa Melayu, yang mendasari bahasa Indonesia, telah dipakai
sebagai lingua franca selama berabad-abad sebelumnya di seluruh kawasan tanah air
kita. Dan ternyata di dalam masyarakat kita tidak terjadi persaingan bahasa, yaitu
persaingan di antara bahasa daerah yang satu dan bahasa daerah yang lain untuk
mencapai kedudukan sebagai bahasa nasional.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat
pemersatu berbagai suku bangsa yang berlatar belakang sosial budaya dan bahasa yang
berbeda, dan (4) alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya.
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai
sosial budaya yang mendasari rasa kebanggaan kita. Melalui bahasa nasional, bangsa
Indonesia menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya yang dijadikannya pegangan
hidup. Atas dasar itulah, bahasa Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan. Begitu
pula rasa bangga dalam memakai bahasa Indonesia wajib kita bina terus. Rasa bangga
merupakan wujud sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap positif itu terungkap
jika lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dari pada bahasa atau kata-kata asing.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia dapat menimbulkan wibawa,
harga diri, dan teladan bagi bangsa lain. Hal ini dapat terjadi jika bangsa Indonesia
selalu berusaha membina dan mengembangkan bahasa Indonesia secara baik sehingga
tidak tercampuri oleh unsur-unsur bahasa asing (terutama bahasa Inggris). Untuk itu
kesadaran akan kaidah pemakaian bahasa Indonesia harus selalu ditingkatkan.
Percampuran bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris dalam berbahasa masih
sering kita temukan, seperti contoh berikut ini.

Papan usaha : Anditya Tailor; Service Televisi.


Ujaran : ”Aku lebih suka belanja di supermarket daripada di pasar tradisional”.

Bahasa campuran seperti di atas tidak bagus dipandang dari segi kebanggaan suatu
bangsa dan tidak benar dipandang dari segi kebahasaan. Agar pemakai dapat dijadikan
teladan dan dihormati orang lain terutama orang asing, pemakaian bahasa seperti contoh
di atas harus diubah dan diperbaiki menjadi seperti berikut ini.

Papan usaha : Penjahit Anditya; memperbaiki Televisi.


Ujaran : ”Aku lebih suka belanja di swalayan dari pada di pasar tradisional”.

Sebagai alat pemersatu, bahasa Indonesia mampu menunjukkan fungsinya yaitu


mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku, agama, budaya, dan
bahasa ibunya. hal itu tampak jelas sejak diikrarkannya Sumpah Pemuda.
Pada zaman Jepang yang penuh kekerasan dan penindasan, bahasa Indonesia
digembleng menjadi alat pemersatu yang ampuh bagi bangsa Indonesia. Dengan bahasa
nasional itu kita letakkan kepentingan nasional di atas kepentingan daerah atau
golongan.
Sebagai alat perhubungan, bahasa Indonesia mampu memperhubungkan bangsa
Indonesia yang berlatar belakang sosial budaya dana bahasa ibu yang berbeda-beda.
Berkat bahasa Indonesia, suku-suku bangsa yang berbeda-beda bahasa ibu itu dapat
berkomunikasi secara akrab dan lancar sehingga kesalahpahaman antarindividu
antarkelompok tidak pernah terjadi. Karena bahasa Indonesia pula kita dapat menjelajah
ke seluruh pelosok tanah air tanpa hambatan.
Sehubungan dengan hal tersebut, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai suku
bangsa mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu
meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan pada nilai-nilai sosial budaya serta latar
belakang bahasa daerah yang bersangkutan. Dengan bahasa nasional, kita dapat
meletakkan kepentingan nasional kita jauh di atas kepentingan daerah dan golongan
kita.
Sejalan dengan fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya,
bahasa Indonesia telah berhasil pula melaksanakan fungsinya sebagai alat
pengungkapan perasaan. Jika beberapa tahun yang lalu masih ada orang yang merasa
bahwa bahasa Indonesia belum sanggup mengungkapkan nuansa perasaan yang halus,
maka sekarang dapat kita lihat dalam kenyataan bahwa seni sastra, baik yang tertulis
maupun lisan, serta dunia perfilman kita telah berkembang sedemikian rupa sehingga
nuansa perasaan yang betapa halus pun dapat diungkapkan dengan menggunakan
bahasa Indonesia. Kenyataan tersebut tentulah menambah tebalnya rasa bangga kita
akan kemampuan bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia.

b. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara


Selain kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan
sebagai bahasa negara, sesuai dengan ketentuan yang tertera di dalam Undang-Undang
Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36. Di dalam kedudukan sebagai bahasa negara, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai: (1) bahasa resmi negara; (2) bahasa pengantar di dalam
dunia pendidikan; (3) alat perhubungan dalam tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah; dan
(4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Salah satu fungsi bahasa Indonesia di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara
adalah pemakaiannya sebagai bahasa resmi kenegaraan. Di dalam hubungan dengan
fungsi ini, bahasa Indonesia dipakai di dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan
kenegaraan baik secara lisan maupun dalam bentuk tulisan.
Dokumen-dokumen dan keputusan-keputusan serta surat-surat yang dikeluarkan
oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya seperti Dewan Perwakilan Rakyat
dan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditulis di dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato,
terutama pidato kenegaraan, ditulis dan diucapkan di dalam bahasa Indonesia. Hanya di
dalam keadaan tertentu, demi kepentingan komunikasi antar bangsa, kadang-kadang
pidato resmi ditulis dan diucapkan di dalam bahasa asing, terutama bahasa Inggris.
Demikian pula halnya dengan pemakaian bahasa Indonesia oleh warga masyarakat kita
di dalam hubungan dengan upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan. Dengan kata
lain, komunikasi timbal balik antarpemerintah dan masyarakat berlangsung dengan
mempergunakan bahasa Indonesia.
Untuk melaksanakan fungsinya sebagai bahasa resmi kenegaraan dengan sebaik-
baiknya, pemakai bahasa Indonesia di dalam pelaksanaan administrasi pemerintahan
perlu senantiasa dibina dan dikembangkan, penguasaan bahasa Indonesia perlu
dijadikan salah satu faktor yang menentukan di dalam pengembangan ketenagaan
seperti penerimaan karyawan baru, kenaikan pangkat baik sipil maupun militer, dan
pemberian tugas-tugas khusus baik di dalam maupun di luar negeri. Di samping itu,
mutu kebahasaan siaran radio dan televisi perlu pula senantiasa dibina dan ditingkatkan.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi pula
sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari taman kanak-
kanak sampai dengan perguruan tinggi di seluruh Indonesia kecuali di daerah-daerah
bahasa seperti daerah bahasa Aceh, Batak, Sunda, Jawa, Madura, Bali, dan Makasar. Di
daerah-daerah bahasa ini bahasa daerah yang bersangkutan dipakai sebagai bahasa
pengantar sampai dengan tahun ketiga pendidikan dasar.
Sebagai alat perhubungan tingkat nasional, bahasa Indonesia dipakai sebagai alat
komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat luas, alat perhubungan
antardaerah dan antarsuku, dan juga sebagai alat perhubungan dalam masyarakat yang
latar belakang sosial budaya dan bahasa yang sama. Dewasa ini orang sudah banyak
menggunakan bahasa Indonesia apapun masalah yang dibicarakan, apakah itu masalah
yang bersifat nasional maupun kedaerahan.
Sebagai alat pengembang kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan teknologi,
bahasa Indonesia adalah satu-satunya bahasa yang digunakan untuk membina dan
mengembangkan kebudayaan nasional yang memiliki ciri-ciri dan identitas sendiri. Di
samping itu, bahasa Indonesia juga dipekai untuk memperluas ilmu pengetahuan dan
teknologi modern baik melalui penulisan buku-buku teks, penerjemahan, penyajian
pelajaran di lembaga-lembaga pendidikan umum maupun melalui sarana-sarana lain di
luar lembaga pendidikan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa
terpenting di kawasan republik kita ini. Penting tidaknya suatu bahasa didasari oleh tiga
faktor, yaitu (1) jumlah penuturnya, (2) luas penyebarannya, dan (3) peranannya sebagai
sarana ilmu, susastra, dan ungkapan budaya yang bernilai tinggi.
Penutur suatu bahasa yang berjumlah sedikit menutup kemungkinan bahasa tersebut
memiliki peranan yang penting. Artinya, jika ada dua bahasa yang satu jumlah
penuturnya sedikit dan bahasa yang satu memiliki jumlah penutur yang banyak, maka
bahasa dengan jumlah penutur sedikit akan kurang mendapat perhatian dari penutur
lainnya.
Luas penyebaran suatu bahasa menunjukkan banyak hal. Pertama, bahasa tersebut
banyak disenangi oleh pengguna. kedua, bahasa tersebut mudah dipelajari dan enak
digunakan. Ketiga, masyarakat penggunanya adalah orang-orang yang memiliki
wibawa, prestasi dan prestise yang tinggi sehingga masyarakat dari luar bahasa itu
berasal akan merasa bangga jika menggunakan bahasa tersebut.
Sebuah bahasa menjadi sangat penting jika memiliki fungsi atau selalu digunakan
dalam penyebaran ilmu pengetahuan, sastra, dan teknologi. Hanya orang-orang
terpelajar yang selalu berusaha menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan baik
sastra maupun teknologi. Tidak dapat dibayangkan jika bahasa yang berfungsi sebagai
pengembang ilmu pengetahuan tersebut tidak ada.
Sumber:
Pramuki, B. E. (2014). Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia. Tangerang: Universitas
Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai