Anda di halaman 1dari 7

Pengaruh Hirschsprung Associated Enterocolitis Prabedah Terhadap Hasil

Pascabedah Dengan Teknik Operasi Transanal Endorectal Pullthrough


Berdasarkan Skor Rintala

Abstract
Pendahuluan: Penyakit Hirschsprung merupakan sebuah kelainan kongenital tidak adanya
sel ganglion parasimpatis pada lapisan mienterikus dan submukosa dari usus bagian distal
yang bisa menyebabkan infeksi Hirschsprung associated enterocolitis. Pengobatan saat ini
berupa pembedahan transanal endorectal pullthrough. Penilaian hasil pascabedah dapat
dilakukan dengan Skor Rintala untuk mengetahui adanya gangguan pada fungsi kolon dan
defekasi. Tujuan: untuk mengeetahui adanya pengaruh Hirschsprung associated enterocolitis
prabedah terhadap hasil pascabedah dengan teknik operasi transanal endorectal pullthrough
berdasarkan skor Rintala. Metode: penelitian ini adalah penelitian observasional analitik pada
seluruh pasien anak dengan penyakit Hirschsprung yang menjalani operasi transanal
endorectal pullthrough di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin dengan atau tanpa riwayat
Hirschsprung associated enterocolitis sebelumnya. Data dikumpulkan dari rekam medik dan
kuesioner Skor Rintala. Data disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis dengan uji Chi-
square. Hasil penelitian: Rerata total skor Rintala kelompok A (19.34±2.575) lebih tinggi
dari kelompok B (16.03±3.180; p value <0.05). Secara berurutan skor Rintala kategori buruk
kelompok A sebanyak 1 pasien (3.8%) dan kelompok B dengan 2 pasien (7.7%); kategori
baik sebanyak 25 pasien (96.2%) dan kelompok B 24 pasien (92.3%; p value >0.05).
Simpulan: Terdapat perbedaan rerata yang signifikan secara statistik pada kelompok A dan
B. Tidak terdapat gangguan motilitas usus pada pasien Hirschsprung associated enterocolitis
prabedah yang menjalani operasi transanal endorectal pullthrough berdasarkan skor Rintala.

Pendahuluan
Hirschsprung associated enterocolitis merupakan suatu infeksi pada kolon yang
disebabkan oleh penyakit Hirschsprung karena adanya stagnasi dari feses sehingga
menyebabkan kolonisasi kuman dan menjadi enterokolitis.1,2 Insidensi Hirschsprung
associated enterocolitis adalah sekitar 20% sampai 58% dari seluruh kasus penyakit
Hirschsprung. Insidensi.3,4
Perubahan pada faktor penjamu, seperti gangguan komposisi musin usus, kuantitas
immunoglobulin A, serta terdapat sel limfosit T, menyebabkan mekanisme pertahanan tubuh
cenderung lemah sehingga bakteri yang bersifat enteroadhesif dan enteroinvasif mampu
menembus epitel usus dan menimbulkan peradangan akut pada kripta dan mukosa usus. 5
Proses peradangan dapat memberat sampai mencapai lapisan terluar usus (tunika serosa).8,9
Tindakan pembedahan definitif untuk penyakit Hirschsprung adalah prosedur
pullthrough.1,4 Dalam 15 tahun terakhir, teknik operasi jenis endorectal pullthrough satu tahap
melalui anus (Transanal endorectal pullthrough) sering digunakan.6,7 Teknik operasi ini
merupakan operasi satu tahap dengan pembuangan segmen usus aganglion dilakukan dengan
insisi melalui anus sehingga tidak ada sayatan pada dinding abdomen (segi kosmetik). 7 Risiko
kejadian adhesi pascabedah diasumsikan dapat berkurang dan tindakan ini tidak
memanipulasi persarafan dan suplai pembuluh darah sfinkter anorektal sehingga kontinensia
urin dan alvi dapat dihindari.10,11
Hasil pascabedah definitif penyakit Hirschsprung erat kaitannya dengan penilaian fungsi
kolon dan defekasi.8 Penilaian hasil pascabedah dapat menggunakan sistem penilaian melalui
pengisian kuesioner Rintala berupa penilaian klinis untuk mengevaluasi kontinensia.6,11
Penilaian diturunkan dari kuesioner yang telah tervalidasi dengan kelebihannya adalah
kuesioner yang dapat diisi oleh pasien atau orang tua pasien dan tidak diperlukan pemeriksaan
fisik.10,12
Penelitian ini berujuan untuk menganalisis pengaruh Hirschsprung associated
enterocolitis prabedah terhadap hasil pascabedah dengan teknik operasi transanal endorectal
pullthrough berdasarkan skor Rintala.

Metode
Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan potong lintang.
Seluruh pasien anak dengan diagnosis penyakit Hirschsprung yang menjalani operasi
transanal endorectal pullthrough di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin pada periode Januari
2014 sampai Desember 2017 yang telah memenuhi kriteria inklusi akan dimasukkan sebagai
subjek penelitian.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini termasuk anak yang telah berusia >3 tahun dengan
diagnosis sebagai penyakit Hirschsprung melalui pemeriksaan klinis, gambaran radiologis
(barium enema), dan/atau gambaran histopatologi (biopsi rektum), terdapat riwayat
Hirschsprung associated enterocolitis yang memiliki skor 10, panjang segmen aganglionosis
tidak melebihi rektosigmoid, dan telah menjalani operasi transanal endorectal pullthrough
sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum penelitian dilakukan.
Pasien dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu kelompok A yang tidak pernah
mengalami Hirschsprung associated enterocolitis sebelum menjalani operasi transanal
endorectal pullthrough dan kelompok B yang pernah mengalami Hirschsprung associated
enterocolitis sebelum menjalani operasi transanal endorectal pullthrough. Semua pasien
diminta mengisi kuesioner Rintala dengan wawancara terpimpin.
Analisis data dilakukan dengan uji chi-square untuk mengetahui perbedaan hasil
pascabedah pullthrough pada kelompok yang pernah mengalami Hirschsprung associated
enterocolitis dan yang tidak.

Hasil Penelitian
Kelompok
Variabel A B
N=26 N=26
Usia Saat ini
(tahun)
Mean±Std 4.46±0.581 5.57±0.902
Median 4.00 6.00
Range (min-max) 4.00-6.00 4.00-7.00

Usia Saat operasi


(bulan)
Mean±Std 11.96±4.975 19.38±5.953
Median 12.00 24.00
Range (min-max) 6.00-24.00 12.00-24.00

Jenis Kelamin
Laki-laki 22(84.6%) 20(76.9%)
Perempuan 4(15.4%) 6(23.1%)
Penelitian ini dilakukan pada 52 pasien anak dengan diagnosis penyakit Hirschsprung
yang menjalani operasi transanal endorectal pullthrough dan dirawat di Ruang Perawatan
Bedah Anak Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (Tabel 1) yang dikelompokkan menjadi 2
kelompok. Dari seluruh karakteristik yang dijumpai pada kelompok subjek, rerata usia saat
operasi cenderung lebih muda (11.96±4.975 bulan) pada kelompok A dibandingkan pada
kelompok B (19.38±5.953 bulan).
Tabel 1. Perbandingan antara Karakteristik Pasien pada kelompok A dan B
Pada kelompok A, pasien yang mengalami kejadian Hirschsprung associated
enterocolitis pascabedah sebanyak 2 (7.7%) dan yang tidak sebanyak 24 (92.3%) (Tabel 2).
Sedangkan pada kelompok B terdapat 15 pasien (57.7%) mengalami Hirschsprung associated
enterocolitis pascabedah. Terdapat perbedaan persentase yang signifikan secara statistik
dalam kejadian Hirschsprung associated enterocolitis pascabedah pada kelompok A dan B.

Tabel 2. Perbandingan antara kejadian Hirschsprung associated enterocolitis pascabedah


pada kelompok A dan B.

Kelompok
Variabel A B Nilai p
N=26 N=26
HAEC Post-op
Ya 2(7.7%) 15(57.7%) 0.0001
Tidak 24(92.3%) 11(42.3%)

Berdasarkan kuisioner skor Rintala didapatkan rerata total skor Rintala kelompok A
(19.34±2.575) lebih tinggi dari kelompok B (16.03±3.180) (Tabel 3) dengan hasil nilai p
lebih kecil dari 0.05 setelah menggunakan uji Mann Whitney. Terdapat perbedaan rerata yang
signifikan secara statistik pada kelompok A dan B.
Penelitian ini mengategorikan skor Rintala menjadi kategori baik dan buruk. Pada
kelompok A, skor Rintala kategori buruk sebanyak 1 pasien (3.8%) dan kategori baik
sebanyak 25 pasien (96.2%). Pada kelompok B dengan riwayat pernah mengalami
Hirschsprung associated enterocolitis sebelum menjalani operasi memiliki skor Rintala
kategori Buruk sebanyak 2 pasien (7.7%) dan kategori baik sebanyak 24 pasien (92.3%)
dengan nilai p >0.05 (tidak terdapat perbedaan persentase yang signifikan secara statistic
antara variabel kategori skor Rintala pada kelompok A dan B). Dapat disimpulkan bahwa
hipotesis penelitian ini tidak dapat diterima.

Tabel 3. Perbandingan Skor Rintala pada kelompok A dan B

Kelompok
Variabel A B Nilai p
N=26 N=26
Total Skor Rintala
Mean±Std 19.34±2.575 16.03±3.180
0.0001
Median 20.00 18.00
Range (min-max) 7.00-20.00 8.00-19.00

Kategori Skor Rintala


Buruk 1(3.8%) 2(7.7%) 1.000
Baik 25(96.2%) 24(92.3%)

Diskusi

Rerata umur penderita saat dilakukan operasi pada kelompok A adalah 11.96±4.975
bulan dan pada kelompok B adalah 19.38±5.953 bulan. Semakin tua usia anak, penderita
penyakit Hirschsprung memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami Hirschsprung
associated enterocolitis2,4,5
Anak dengan penyakit Hirschsprung yang pernah mengalami Hirschsprung associated
enterocolitis sebelum menjalani pembedahan akan cenderung mengalami Hirschsprung
associated enterocolitis berulang meskipun pembedahan sudah dilakukan.5,12,13 Hal ini dapat
dijelaskan melalui teori bahwa ditemukan perubahan gambaran histopatologis kolon yang
bersifat menetap setelah terjadi Hirschsprung associated enterocolitis baik di segmen yang
berganglion maupun aganglion. Pada penderita penyakit Hirschsprung, ditemukan jumlah sel
glia enterik yang berkurang jumlahnya sehingga menimbulkan gangguan dalam mengatur
integritas epitel dan meningkatkan permeabilitas epitel. 14,15,16
Gangguan pada sawar epitel usus ditandai oleh adanya motilitas yang tidak normal
menyerupai kondisi obstruksi intestinal. Lapisan mukus mengalami penurunan sekresi jumlah
mukus dan perubahan komposisi mukus yang menyebabkan daya bakterisidal dan
bakteriostatik yang dimiliki mucus glycosylated protein berkurang dan ekspresi vasoactive
intestinal peptide berkurang sehingga bakteri dan virus lebih mudah menginvasi enterosit.14,15
Respon imun yang tidak normal pada Hirschsprung associated enterocolitis berupa
penurunan jumlah IgA sekretori disertai reaksi hipersensitivitas. 5,13 Pada Hirschsprung
associated enterocolitis, yaitu, berupa perubahan gen ITGB2 (imunomodulator) sehingga
menyebabkan gangguan fungsi leukosit dan sel-T.12,14 Mutasi pada gen RET juga
menyebabkan perubahan motilitas usus. Seluruh serangkaian perubahan ini menyebabkan
gangguan fungsi kolon dari segi penyerapan, pertahanan, sekresi mukus, dan motilitas
meskipun operasi definitif sudah dilakukan. 15,16
Serangkaian perubahan histopatologi akibat Hirschsprung associated enterocolitis yang
bersifat menetap tersebut menimbulkan gangguan fungsi kolon. 9,14,15 Hal ini tergambar dari
total skor Rintala yang lebih rendah pada kelompok B (rerata 16.03±3.180) dibandingkan
pada kelompok A (rerata 19.34±2.575).
Skor Rintala menilai fungsi kolon untuk mengevaluasi kontinensia yang dipengaruhi oleh
tiga faktor, yaitu fungsi sfinkter anus, motilitas usus, dan sensasi anorektal. Perubahan
histopatologis yang menetap dan perubahan komposisi mukus kolon akibat Hirschsprung
associated enterocolitis yang terjadi preoperatif akan mempengaruhi dari segi motilitas
usus.14,15 Pada penelitian ini, perubahan motilitas usus akibat adanya Hirschsprung associated
enterocolitis yang terjadi preoperatif ternyata tidak banyak memberikan dampak pada fungsi
kolon pascabedah.
Rintala menyebutkan dalam penelitian yang dipublikasikan bahwa fungsi sfinkter interna
yang baik memiliki korelasi dengan hasil skor yang baik. Jika terjadi gangguan dari segi
motilitas usus saja, selama sfinkter anus dan sensasi anorektal masih baik, maka akan
didapatkan fungsi kolon yang baik. Dalam melakukan teknik operasi transanal endorectal
pullthrough, sfinkter anus dan linea dentata harus tetap dijaga keutuhan strukturnya agar tidak
cedera. Sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya Hirschsprung associated enterocolitis
yang terjadi preoperatif tidak memberikan perubahan fungsi kolon pascabedah secara
bermakna jika fungsi sfinkter anus dan sensasi anorektal tetap terjaga dengan baik.15,16
Pada penelitian ini, peneliti mengelompokkan menjadi dua kelompok skor yaitu Baik
(skor total Rintala lebih dari 10) dan Buruk (skor total Rintala kurang dari 10). Dengan
kategori seperti ini, hasil uji statistik menunjukkan tidak didapatkan perbedaan yang
bermakna pada kedua kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua kelompok
masuk dalam kategori Baik.

Simpulan
Dari hasil penelitian dan pengujian hipotesis, maka simpulan penelitian ini adalah tidak
terdapat gangguan motilitas usus pada pasien Hirschsprung associated enterocolitis prabedah
yang menjalani operasi transanal endorectal pullthrough berdasarkan skor Rintala.

References
1. Holder TM, Ashcraft KW. Pediatric Surgery. Philadelphia: W.B. Saunders Company.
1980. Hal: 389-400.
2. Grosfeld JL. Pediatric Surgery. Edisi ke-6. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2006. Hal:
1514-1559.
3. Coran AJ. Pediatric Surgery. Edisi ke-7. New York: Elsevier Saunders. 2012. Hal: 1264-
1287.
4. Holcomb III. Ashcraft’s Pediatric Surgery. Edisi ke-5. Philadelphia: Elsevier Saunders.
2014. Hal: 475-492.
5. Bill AH, Chapman ND. The Enterocolitis of Hirschsprung’s Disease: Its Natural History
and Treatment. 1962. Am J Surg 103:70–74
6. Teitelbaum DH, Cilley R, Sherman NJ, Bliss D, Uitvlugt ND, Renaud EJ, dkk. A Decade
of Experience with the Primary Pull-through for Hirschsprung’s Disease in the Newborn
Period: a Multicenter Analysis of Outcomes. 2000. Ann Surg 232:372–380.
7. Holschneider AM, Puri P. Hirschsprung’s Disease and Allied Disorders. Edisi ke-3.
Heidelberg: Springer. 2008.
8. Berry CL. Persistent Changes in the Large Bowel Following the Enterocolitis Associated
with Hirschsprung’s Disease. 1969. J Pathol 97:731-32.
9. Vieten D, Spicer R. Enterocolitis complicating Hirschsprung’s disease. 2004. Sem Ped
Surg. 13:263-72.
10. Rintala RJ dan Lindahl H. Is Normal Bowel Function Possible after Repair of
Intermediate and High ARM? 1995. J Pediatr Surg 30:491–494.
11. Orr J dan Scobie W. Presentation and Incidence of Hirschsprung’s Disease. BMJ 1983;
287:1671.
12. Bailee CT, Kenny SE, Rintala RJ, Booth JM, dan Lloyd DA. Long-Term Outcome and
Colonic Motility After the Duhamel Procedure for Hirschsprung’s Disease. 1999. J
Pediatr Surg. 34: 325-29
13. Di Lorenzo C, Solzi GF, Flores AF, Scwankovsky L, dan Hyman PE. Colonic Motility
after Surgery for Hirschsprung’s Disease. 2000. The American Journal of
Gastroenterology. 95: 1759-64.
14. Kleinhaus S, Boley SJ, dan Sheran M. Hirschsprung’s Disease: A Survey of the Members
of the American Academy of Pediatrics. 1979. J Pediatr Surg 14:588-597.
15. Swenson O, Sherman J, dan Fisher J. The Treatment and Postoperative Complication of
Congenital Megacolon: A 25 Year Follow Up. 1975. Ann Surg 182:266-273.
16. Austin, KM. The Pathogenesis of Hirschsprung’s Disease-Associated Enterocolitis. 2012.
SemPedSurg 21:319-327.

Anda mungkin juga menyukai