Anda di halaman 1dari 3

Nama : Aulia Mala Tsurayya

Nim :1720110046
Makul : Hukum Peradilan Niaga
Dosen : Ariatoni, S.H.I., M.H.
JAWABAN SOAL UTS :
1. Bedanya pengadilan niaga dengan pengadilan umum lainnya;
a. Kompetensi absolut, adalah kewenangan lembaga pengadilan untuk memeriksa jenis
perkara tertentu secara mutlak. Pada mulanya, sesuai dengan Perppu Nomor 1 Tahun
1998, kompetensi absout pengadilan niaga adalah memeriksa dan memutus permohonan
pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang.
b. Kedudukan pengadilan, tidak seperti halnya pengadilan negeri yang berkedudukan di
setiap kotamadya/kabupaten di Indonesia, pengadilan niaga berkedudukan hanya di lima
kota besar yaitu Jakarta, Makassar, Medan, Surabaya, dan Semarang. Masing-masing
pengadilan niaga meliputi regional tertentu. Misal, Pengadilan Niaga Jakarta meliputi
regional Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Barat, Riau, dan Aceh. Karakteristik khas
lainnya terkait kedudukan, pengadilan niaga berlokasi di pengadilan negeri kota
setempat. Pengadilan Niaga Jakarta berlokasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
Pengadilan Niaga Medan berlokasi di Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Niaga
Makassar berlokasi di Pengadilan Negeri Makassar, dan seterusnya.
c. Sistem pembuktian, dari aspek hukum acara, satu hal yang khas dari pengadilan niaga
khusus dalam hal penanganan perkara kepailitan adalah diberlakukannya sistem
pembuktian sederhana. Sistem tersebut intinya menekankan bahwa syarat kepailitan
yakni terdapat dua/lebih kreditor serta terdapat utang yang telah jatuh tempo dan dapat
ditagih yang tidak dibayar lunas oleh debitor dapat dibuktikan secara sederhana.
d. Upaya hukum, di pengadilan umum berlaku jenjang upaya hukum standar mulai dari
banding, kasasi, dan peninjauan kembali. Pengecualian dari jenjang standar ini adalah
untuk jenis-jenis putusan tertentu seperti putusan bebas dalam ranah pidana, maka upaya
hukum yang tersedia adalah kasasi dan/atau peninjauan kembali.
Berbeda dengan pengadilan umum, di pengadilan niaga tidak dikenal upaya hukum
banding. Makanya, tidak ada pengadilan tinggi niaga.
2. Menurut pasal 2 ayat (1) UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitian dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, seseorang dinyatakan pailit apabila; “Debitur yang memiliki dua atau lebih
Kreditor dan tidak membayar lunas yang lebih dari satu yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih,
disetujui pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permintaannya sendiri maupun atas
permintaan satu atau lebih kreditornya”.
Terdapat 6 pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit yaitu;
a. Debitor yang memiliki hutang yang telah jatuh tempo terhadap 2 kreditor atau lebih dan tidak
dapat membayar salah satu dari hutang tersebut;
b. Kreditor yang meminjamkan uang kepada Debitor dengan mengajak 1 Kreditor lainnya untuk
mengajukan permohonan pailit
c. Kejaksaan, atas alasan kepentingan umum;
d. Bank Indonesia, apabila debitornya adalah Bank;
e. Badan pengawas Pasar Modal, apabila debitor adalah Perusahaan Efek
f. Menteri Keuangan, apabila debitornya adalah BUMN di bidang kepentingan public,
perusahaan dana pensiun, asuransi dan reasuransi.
Contoh kasus kepailitan di Indonesia ; Kasus kepailitan PT Sariwangi ;
Vonis pailit perusahaan yang pertama kali memperkenalkan the celup sariwangi pada 1973
itu tak lain karena PT Sariwangi AEA tak mampu membayar utang senilai Rp 288,9 miliar
kepada Bank Industrial and Commercial Bank of China (ICBC) Indonesia.
3. Actio pauliana, yaitu upaya hukum oleh para kreditor untuk membatalkan transaksi debitor yang
dinilai menimbulkan kerugian terhadap kreditor. Dalam praktiknya, sering terjadi debitor
melakukan hibah sebelum dirinya dinyatakan pailit yang mengurangi pembayaran utang-
utangnya. Hal ini tentu bisa merugikan kreditor. Karena itu, kreditor bisa melakukan upaya
hukum actio pauliana.
Gugatan actio paulina dapat diajukan di pengadilan maupun di pengadilan Niaga dengan
perbedaan antara lain;
a. Dasar Gugatan Berdasarkan dasar gugatan, gugatan Actio Pauliana yang diajukan ke
Pengadilan Negeri dan gugatan yang didasarkan pada Pasal 1341 KUHPerdata. Sementara
gugatan Actio Pauliana diajukan ke Pengadilan Niaga, gugatan ini harus disetujui
berdasarkan Pasal 41 UU Kepailitan.
b. Subyek yang Mengajukan Gugatan Gugatan Actio Pauliana Yang diajukan di Pengadilan
Negeri ialah Gugatan Yang diajukan Oleh Kreditor (parties Yang memiliki PT Patra
Telekomunikasi). Sementara gugatan Actio Pauliana yang diajukan di Pengadilan Niaga
diajukan oleh Kurator ke Pengadilan, sedangkan ditanyakan pada Pasal 1 angka 7 UU
Kepailitan “Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum”.
c. Hukum Acara Pemeriksaan yang Digunakan Undang-undang yang berlaku untuk gugatan
Actio Pauliana yang diajukan di Pengadilan Negeri yang memuat HIR dan RBG. Namun
meminta Actio Pauliana mengajukan di Pengadilan Niaga, acara hukum yang berlaku adalah
acara hukum yang diatur oleh UU Kepailitan.
d. Jangka Waktu Aktual Pauliana yang diajukan ke Pengadilan Negeri diajukan pada SEMA
Nomor 3 Tahun 1998 tentang Penyelesaian Perkara dalam angka 1 huruf (a) menyebutkan
jangka waktu penyelesaian perkara perdata umum adalah enam bulan. Undang-undang lain
Pauliana yang diajukan di Pengadilan Niaga menetapkan pada Pasal 8 ayat (5) UU KPKPU
yang menyatakan: “Putusan Pengadilan atas persetujuan pailit harus diucapkan paling lambat
enam puluh hari setelah tanggal yang ditentukan sesuai permintaan pailit yang didaftarkan”.
Jadi, penanganan perkara relatif singkat dengan tenggat waktu enam puluh hari.
e. Sifat Pembuktian Pembuktian dalam Actio Pauliana yang diajukan ke Pengadilan Niaga
dituntut untuk dapat dibuktikan secara sederhana. Namun Actio Pauliana mengajukan ke
Pengadilan Negeri manakala pembuktian tidak dapat dilakukan secara sederhana.
4. Pada dasarnya pihak pengadilan tidak dapat menolak atas permohonan yang diajukan, kalu
memang itu menjadi wewenang absolut dan relatifnya. Begitu juga peradilan niaga dengan asas-
asas yang khusus tentunya. Jadi ketika ada pihak yang mengajukan permohonan pailit harus
diterima jika terdapat bukti yang menguatkan pemohonan tersebut dan proses pengadilan
dilaksanakan dengan sederhana tidak berbelit-belit.
5. Menurut saya sangat penting sekali adanya pengaturan tentang kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran hutang, karena sangat dibutuhkan dalam proses hutang piutang utamanya
untuk kebaikan bersama dan adanya rasa keadilan. Kepailitan dapat melindungi kepentingan
kreditur atas piutangnya atas debitur yang tak dapat membayar hutangnya sedangkan penundaan
pembayar hutang dapat memberi kelonggaran pihak debitur melunasi hutangnya kepada kreditur.
Dan hal-hal ini sangat penting dalam proses hutang piutang pada umumnya.

Anda mungkin juga menyukai