Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II


Dosen pembimbing : Hana Nafi’ah, MNS

Kelompok 2

1. Kurnia Fitri (17.1337.S)


2. Risma Safitri (17.1382.S)
3. Sapitri Wulandari (17.1385.S)
4. Yogie Prasetya A (17.1407.S)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN
PEKALONGAN
2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam
sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri
sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri
yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan
individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Stuart dan Sundeen,
1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009).

Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian (Gail w. Stuart, 2007. Dikutip Dez, Delicious, 2009).

2. Tujuan Penulisan

1. Tujan Umum

Mahasiswa mampu mengetahui tentang konsep atau teoritis dari resiko bunuh diri

2 . Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep dasar resiko bunuh diri

b. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan resiko


bunuh diri.
BAB II

KONSEP TEORI

1. Pengertian

Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya
untuk mati. Perilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman
verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka atau menyakiti diri sendiri. Perilaku
merupakan salah satu gangguan respon protektif diri menurut Struat (2009).

2. Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009) :

1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.

2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.

3. Mengungkapkan rasa bersalah, keputusasaan, dan impulsif.

4. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).

6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.

7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis


mematikan).

8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan


mengasingkan diri).

9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis
dan menyalahgunakan alcohol).

3. Faktor-faktor
a. Faktor predisposisi
1.) Faktor kepribadian : impulsif,agresif,rasa bermusuhan, harga diri rendah,
gangguan kepribadian antisosial.
2.) Riwayat keluarga : riwayat keluarga pernah melakukan bunuh diri, mengalami
kecanduan alkohol, atau gangguan afektif.
3.) Penyakit psikiatrik : kelainan afektif, riwayat bunuh diri,alkoholisme,
gangguan perilaku, gangguan identitas diri pada masa remaja, demensia dini
maupun kekacauan mental pada lansia.

b. Faktor presipitasi
Dapat berupa stress psikososial seperti : perceraian, kehilangan pekerjaan, hidup
sendiri, tidak bekerja, penyakit kronik atau bahkan stres multipel yang melibatkan
banyak stresor dalam kehidupan individu.

4. Jenis – jenis Bunuh Diri

Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

A. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)

Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan


oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu
seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat
menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan
percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.

B. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)

Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung


untuk bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia
merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.

C. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)

Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara


individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-
norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan.
Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena
tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Dx 1 Risiko bunuh diri


Deskripsi : Adanya kemungkinan untuk melakukan tindakan mencederai diri untuk
tujuan kematian.
A. Data mayor
Subyektif :
1. Mengatakan hidupnya tak berguna lagi.
2. Ingin mati.
3. Menyatakan pernah mencoba bunuh diri.
4. Mengancam bunuh diri.
Objektif :
1. Ekspresi murung.
2. Tak bergairah.
3. Ada bekas percobaan bunuh diri.

B. Data minor
Subjektif :
1. Mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri.
2. Mengatakan lebih baik mati saja.
3. Mengatakan sudah bosan hidup.
Objektif :
1. Perubahan kebiasaan hidup.
2. Perubahan perangai.
2. Pohon masalah

Rsiko Bunuh Diri

Gangguan interaksi sosial (Menarik Diri)

Gangguan Konsep Diri (Harga Diri Rendah)

3. Diagnosa
1. Resiko bunuh diri
2. Gangguan interaksi sosial (Menarik diri)
3. Gangguan konsep diri (Harga diri rendah)

4. Intervensi

Struart dan sundeen (1987) mengidentifikasi intervensi utama pada klien tingkah laku
bunuh diri sebagai berikut :
1. Melindungi. Merupakan intervensi paling penting untuk mencegah klien melukai
dirinya. Tempatkan klien ditempat yang aman, bukan diisolasi, serta
semuatindakan dijelaskan pada klien. Pengawasan satu satu selama 24 jam harus
dilakukan pada klien yang resiko tinggi melakukan bunuh diri. Krisis intervensi
merupakan tindakan yang tepat. Kecenderungan bunuh diriyang ada dimasyarakat
memerlukan bantuan yang segera dari “klinis krisis” atau tenaga sukarela yang
membantu klien melalui telepon. Hot line biasanya tersedia tersedia 24 jam
melayani setiap orang. Tidak perlu perjanjian dan bayaran, memberi bantuan
dengan segera.
2. Meningkatkan harga diri. Klien yang ingin bunuh diri memiliki harga diri yang
rendah. Dengan menyediakan waktu dan diri bagi klien membuktikan bahwa klien
penting. Bantu klien mengekspresikan posisi yang positif dan negatif, berikan
pujian pada hal yang positif. Bersama klien identifikasi sumber kepuasan dan
rencana aktivitas yang memungkinkan akan keberhasilan
3. Menguatkan koping konstruktif atau sehat. Perawat perlu mengkaji koping yang
sering dipakai klien. Berikan pujian dan kekuatan untuk koping yang konstruktif.
Untuk koping yang desruktif perlu dimodifikasi atau diganti dengan koping baru
yang sehat. Misalnya klien yang selalu menekan perasaan marah dapat dibimbing
untuk mengikuti latihan asertif (mengekspresikan marah secara efektif dan
konstruktif)
4. Menggali perasaan. Perawat membantu klien untuk mengenal perasaannya.
Bersama mencari faktor predisposisi atau partisipasi yang mempengaruhi perilaku
klien. Dengan mengenal perasaan dan penyebab perilakunya, maka klien dapat
mengubahnya pada masa yang akan datang.
5. Menggerakkan dukungan sosial. Biasanya klien yang mempunyai kecenderungan
bunuh diri tidak atau kurang dukungan sosial. Untuk itu perawat mempunyai
peran menggerakkan sistem sosial klien, keluarga, teman terdekat atau lembaga
pelayanan di masyarakat dapat membantu mengontrol perilaku klien. Keluarga
dan klien memerlukan bantuan dalam meningkatkan pola dan kualitas
komunikasi.

4. Evaluasi
Evaluasi pada tingkah laku bunuh diri memerlukan pemantauan yang teliti tentang
tingkah laku klien setiap hari. Perubahan dapat segera terjadi yang memerlukan
modifikasi perencanaan. Peran serta klien dalam perencanaan evaluasi dan modifikasi
rencana sangat membantu pencapaian tujuan asuhan keperawatan. Tujuan utama
asuhan keperawatan adalah melindungi klien sampai ia dapat melindungi diri sendiri.
Melalui intervensi yang aktif dan efektif diharapkan klien dapat mengembangkan
alternatif pemecahan masalah bunuh diri.
BAB IV
STRATEGI PELAKSANAAN

1. SP I pasien : melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.


Orientasi :
“ Selamat pagi Ny. A, kenalkan saya adalah perawat B yang bertugas diruang Mawar
ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi sampai 2 siang”
“ Bagaimana perasan Ny. A hari ini ?”
“ bagaiman kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang Ny. A rasakan selama ini. Di
mana dan berapa lama kita bicara?”

Kerja :
“ Bagaimana erasaan Ny. A setelah ini terjadi? Apakah dengan bencana ini Ny.A
merasa paling menderita di dunia ini? Apakah Ny. A kehilangan kepercayaan diri? Apakah
Ny.A merasa tidak berharga atau bahkan lebih rendah daripada orang lain? Apakah Ny. A
merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah Ny. A sering mengalami
kesulitan berkonsentrasi? Apakah Ny. A berniat untuk menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri
atau berharap bahwa Ny. A mati? Apakah Ny.A pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa
sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang Ny. A rasakan? “ (Jika klien telah menyampaikan
ide bunuh dirinya, segera dilanjutkan dengan tindakan keperawatan untuk melindungi klien,
misalnya dengan mengatakan, ‘ Baiklah, tampaknya Ny. A membutuhkan pertolongan segera
karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar Ny. A
untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan Ny. A.)”
“ Karena Ny. A tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup Ny. A, saya tidak akan membiarkan Ny.A sendiri.”
“ Apa yang Ny. A lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu
muncul, maka untuk mengatasinya Ny. A harus langsung minta bantuan kepada perawat di
ruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi Ny. A jangan sendirian ya,
katakan pada perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan.”
“ Saya percaya Ny. A dapat mengatasi masalah.”
Terminasi :
“ Bagaimana perasaan Ny. A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan
ingin bunuh diri?”
“ Coba Ny. A sebutkan lagi cara tersebut!”
“ Saya akan menemani Ny. A terus sampai keinginan bunnuh diri hilang.” (Jangan
meninnggalkan pasien)
2. SP 1 keluarga : Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang
mencoba bunuh diri.
Orientasi :
“ Selamat pagi Bapak/Ibu, kenalkan saya suster B, yang merawat putri Bapak dan Ibu
di rumah sakit ini”.
“ Bagaiamana kalau kita berbincang-bincang tentang cara menjaga agar Ny. A tetap
selamat dan tidak melukai dirinya sendiri. Bagaimana kalau disini saja kita berbincang-
bincangnya Pak/Bu?” (Sambil kita awasi terus Ny. A)
Kerja :
“ Bapak/Ibu, Ny. A sedang mengalami putus asa yang berat karena kehilangan
kekasihnya akibat bencana yang lalu sehinga sekarang Ny.A selalu ingin mengakhiri
hidupnya. “ Karena kondisi Ny. A yang dapat mengakhiri kehidupannya s e waktu-waktu,
kita semua perlu mengawasi Ny. A terus-menerus. Bapak/Ibu harus ikut mengawasinya.
Dalam kondisi serius seperti ini, Ny. A tidak boleh ditinggal sendirian sedikitpun.”
“Bapak/Ibu bisa bantu saya untuk mengamankan barang-barang yang dapat
digunakan Ny. A untuk bunuh diri, seperti tali tambang, pisau, silet, dan ikat pinggang.
Semua barang-barang tersebut tidak boleh ada disekitar Ny. A. Selain itu, jika bicara dengan
Ny. A fokus pada hal-hal positif, hindarkan pernyatan negatif. Ny. A sebaiknya punya
kegiatan positif, seperti melakukan hobinya menari, supaya tidak sempat melamun sendiri.”
Terminasi :
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin
bunuh diri?”
“ Coba Bapak dan ibu sebutkan lagi cara menjaga Ny. A tetap selamat dan tidak
melukai dirinya. Baiklah, mari kita teamni Ny. A sampai keinginan bunuh dirinya hilang.”

3. SP 1 pasien : Melindungi dari Isyarat bunuh diri


Orientasi :
“ Selamat pagi Ny. A! Masih ingat dengan saya? Bagaimana perasaan Ny. A hari ini?
Jadi, Ny. A merasa tidak perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah Ny. A merasa ingin bunuh
diri?”
“ Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara
mengatasi keinginan bunuh diri. Mau berapa lama? Di mana? Di sini saja yah?”
Kerja :
“ Baiklah, tampaknya Ny. A membutuhkan pertolongsn segera karena ada keinginan
untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar Ny. A untuk memastikan
tidak ada bendaa-benda yang membahaykan Ny. A.”
“ Nah Ny. A, karena Ny. A tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk
mengakhiri hidup Ny. A , maka saya tidak akan membiarkan Ny. A sendiri.”
“ Apa yang Ny. A lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu
muncul, untuk mengatasinya Ny. A langsung minta bantuan kepada perawat atau keluarga
dan teman yang sedang besuk. Jadi, usahakan Ny. A jangan pernah sendirian.”
Terminasi :
“ Bagaimana perasaan Ny. A setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa
yang telah kita bicarakan tadi? Bagus Ny. A bagaimana masih ada dorongan untuk bunuh
diri? Kalau masih ada perasaaan atau dorongan bunuh diri, tolong panggil segera saya atau
perawat yang lain. Kalau sudah tidak ada keinginan bunuh diri saya akan bertemu Ny. A lagi,
untuk membicarakan cara meningkatkan harga diri setengah jam lagi dan di sini saja.”
4. SP 2 pasien : Meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri.
Orientasi :
“ Selamat pagi Ny. A! Bagaimana perasaan Ny. A saat ini? Masih adakah dorongan
mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita dua jam yang lalu, sekarang kita akan
membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih Ny. A miliki. Mau berapa
lama? Dimana?”
Kerja :
“ Apa saja dalam hidup Ny. A yang perlu disyukuri, siapa kira-kira yang sedih dan
rugi kalau Ny. A meninnggak. Coba Ny. A ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan Ny.
A. Keadaan yang bagaimana yang membuat Ny. A merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan
Ny. A masih ada yang baik yang patut disyukuri. Coba Ny. A sebutkan kegiatan apa yang
masih dapat Ny. A lakukan selama ini. Bagaimana kalau Ny. A mencoba melakukan kegiatan
tersebut. Mari kita latih”.
Terminasi :
“ Bagaiamana perasaan Ny. A setelag kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali
apa-apa saja yang Ny. A patut syukuri dalam kehidupan Ny. Ajika terjadi dorongan
mengakhiri kehidupan (afirmasi). Bagus Ny. A! Coba Ny. A ingat-ingat lagi hal-hal yang
masih Ny. A miliki dan perlu disyukuri! Nanti, jam 12 bahas tentang cara mengatasi masalah
dengan baik. Di mana tempatnya? Baiklah.”
“ Kalau ada perasaan-perasaan yang tidak terkendali segera hubungi suster ya!”

5. SP 3 pasien : Meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pada


papsien isyarat bunuh diri.
Orientasi :
“ selamat siang Ny. A bagaiaman perasaanya? Masih adakah keinginan bunuh diri?
Apalgi hal-hal postif yang perlu disyukuri? Bagus! Sekarang kita akan berdiskusi tentang
bagaimana cara mengatasi masalah yang selama ini timbul. Mau berapa lama? Di sini saja,
ya?”
Kerja :
“ Coba ceritakan situasi yang membuat Ny. A ingin bunuh diri. Selain bunuh diri,
apalagi kira-kira jalan keluarnya? Ternyata banyak juga jalan keluarnya. Nah, coba kita
diskusikan keuntungan dan kerugian masih-masih cara tersebut. Mari kita pilih cara masalah
yang paling menguntunkan! Menurut Ny. A cara yang mana?Ya, saya setuju. Ny. A bisa
coba! Mari kita buat rencana kegiatan untuk masa depan.”
Terminasi :
“ Bagaimana perasaan Ny. A, setelah kita bercakap-cakap? Apa cara mengatasi
masalah yang Ny. A akan gunakan? Coba dalam satu hari ini, Ny. A menyelesaikan masalah
dengan cara yang dipilih tadi. Besok di jam yang sama kita akan bertemu lagi disini untuk
membahas pengalaman Ny. A menggunakan cara yang dipilih.”

6. SP 1 keluarga : mengajarkan keluarga tentang cara melindungi anggota


keluarga berisiko bunuh diri (isyarat bunuh diri).
Orientasi
“Selamat siang pak, Bu!bagaimana keadaaan anak Bapak / Ibu?”
“Hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri dan cara
melindungi dari bunuh diri.
“Di mana kita akan diskusi?”
“Bagaiaman kalau di ruang wawancara? Berapa lama Bapak/Ibu punya waktu untuk
diskusi/”
Kerja
“Apa yang Bpak/Ibu lihat dari perilaku atau ucapan Ny. A?”
“Bapak/Ibu sebaiknya memperhatikan benar-benar munculnya tanda dan gejala bunuh
diri. Pada umumnya orang yang akan melakukan bunuh diri menunjukan tanda melalui
percakapan misalnya: Saya tidak ingin hidup lagi,orang lain lebih baik tanpa saya. Apakah
Ny. A pernah mengatakannya?”
“Kalau Bapak/Ibu menemukan tanda dan gejala tersebut,sebaiknya Bapak/Ibu
mendengarkan ungkapan perasaan dari Ny. A secara serius.”
“Pengawasan terhadap Ny.A di tingkatkan,jangan biarkan Ny.Asendirian di rumah
atau jarang dibiarkan mengunci diri di kamar. Kalau menemukan tanda dan gejala
tersebut,dan di temukan alat-alat yang akan digunakan untuk bunuh diri,sebaiknya dicegah
dengan meningkatkan pengawasan dan beri dukungan untuk tidak melakukan tindakan
tersebut. Katakan bahwa Bapak/Ibu sayang pada Ny. A. Katakan juga kebaikan-kebaikan Ny.
A!”
“usahakan sedikitnya 5 kali sehari Bapak dan Ibu memuji Ny. A dengan tulus. Tetapi
kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri,sebaiknya Bapak/Ibu mencari bantuan orang lain.
Jika tidak dapat diatasi segeralah rujuk ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk
mendapatkan perawatan yang lebih serius.”
“Setelah kembali ke rumah, Bapak/Ibu perlu membantu agar Ny. A terus berobat
untuk mengatasi keinginan bunuh diri.”
Terminasi
“Bagaimana Pak/Bu? Ada yang mau ditanyakan? Bapak/Ibu dapat di ulangi kembali
cara-cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri?”
“Ya, bagus. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan bunuh
diri segeralah hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk pembicaraan yang akan datang
tentang cara-cara meningkatkan harga diri Ny. A dan penyelesaian masalah.”
“Bagaimana Bapak/Ibu setuju?kalau demikian,sampai bertemu lagi minggu depan di
sini dan di waktu yang sama.”
7. SP 2 keluarga : melatih keluarga cara merawat pasien resiko bunuh diri/isyarat
bunuh diri.
Orientasi
“Selamat siang Pak,Bu,sesuai janji kita minggu lalu kita minggu lalu kita sekarang
ketemu lagi.”
“Bagaimana Pak,Bu ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan minggu
lalu?”
“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya Pak,Bu?”
“kita akan coba disini dulu,setelah itu baru kita coba langsung ke Ny. A ya?”
“Berapa lama Bapak dan Ibu mau kita latihan?”
Kerja
“Sekarang anggap saya Ny.A, coba Bapak dan Ibu praktikkan cara bicara yang benar
jika Ny.A sedang mengalami perasaan ingin mati.”
“Bagus,betul begitu caranya.”
“Sekarang coba praktikkan cara memberikan pujian kepada Ny. A.”
“Bagus, Bagaiman kalau cara memotivasi Ny. A minum obat dan melakukan kegiatan
positifnya sesuai jadwal?”
“Bagus sekali, ternyata Bapak dan Ibu sudah mengerti cara merawat Ny. A. ”
“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada Ny. A?” (ulangi lagi
semua cara di atas langsung kepada pasien ).
Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak dan Ibu setelah kita berlatih cara merawat Ny. A di
rumah?”
“Setelah ini coba Bapak dan Ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali Bpak
dan Ibu membesuk Ny. A.”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi Bapak dan Ibu datang kembali ke sini dan kita
akan mencoba lagi merawat Ny. A sampai Bapak dan Ibu lancar melakukannya.”
“jam berapa Bapak dan Ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu,kita ketemu lagi di tempat ini ya Pak,Bu.”

8. SP 3 keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga pasien risiko


bunuh diri.
Orientasi
“Selamat siang Pak,BU, hari ini Ny.A sudah boleh pulang ,sebaiknya kita
membicarakan jadwal selama di rumah. Berapa lama kita bisa diskusi? Kita bicara di sini saja
ya?”
Kerja
“Pak,Bu, ini jadwal Ny. A selama di rumah sakit,coba perhatikan,dapatkah dilakukan di
rumah?”
“Tolong dilanjutkan di rumah,baik jadwal aktivitaas maupun jadwal minum obtanya.”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang di tampilkan oleh Ny. A
selama di rumah. Misalnya, Ny. A terus-menerusmengatakan ingin bunuh diri,tampak gelisah
dan tidak terkendali serta tidak memperlihatkan perbaikan,menolak minum obat atau
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain,tolong Bapak dan Ibu segera hubungi
suster H di puskesmas inderapuri,puskesmas terdekat drai rumak Bapak dan Ibu,ini nomer
telepon puskesmasnya (0651)853xxx.”
“selanjutnya suster H yang akan membantu memantau perkembangan Ny. A.”
Terminasi
“Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian Ny. A untuk dibawa
pulang. Ini surat rujukan untuk perawatan K di puskesmas inderapuri. Jangan lupa kontrol
puskesmas sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak. Silahkan selesaikan
administrasinya!.”
Daftar Pustaka

Anna Keliat, Budi. Dkk. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC
Rochdiat Murdiono, Wahyu. Dkk. 2017. Sistem Saraf dan Sistem Sensori
Persepsi.Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai