Anda di halaman 1dari 92

TEKNIK PENGELOLAAN LINGKUNGAN PEMUKIMAN, SAMPAH

DAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN SAMPAH


MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Dampak Lingkungan

Yang Diampu oleh:

Desi Kartikasari, M.Si.

Disusun oleh

Kelompok 3

1. Ginaris Nurul Haqiqi 12208173012


2. Indra Yanti Novia. M 12208173028
3. Miftacul Aulia F 12208173040
4. Dewi Ratna Sari 12208173043
5. Fa’iz Firmansyah Fahmi 12208173103
6. Heppy Kharisma A 12208173120
7. Kiki Hardiana 12208173121

TADRIS BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG

MARET 2020
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah tenologi
pengelolaan Lingkungan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), yang
berjudul “Teknik Pengelolaan Lingkungan Pemukiman, Sampah Dan
Teknologi Pengelolaan Sampah”
Keberhasilan penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak, oleh karena itu selaku penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Maftukhin, M.Ag, selaku Rektor IAIN Tulungagung;
2. Desi Kartikasari, M.Si., selaku dosen pengampu mata kuliah Teknologi
Pengelolaan Lingkungan.
3. Kedua orangtua yang telah memberikan semangat dan dukungannya.
4. Semua pihak yang telah membantu demi terselesaikannya tugas makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Tulungagung, 19 Maret 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii


DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Penduduk ................................................................... 4
B. Komposisi Penduduk ................................................................... 4
C. Pengertian Perumahan dan Pemukiman ........................................... 6
D. Dasar-dasar Perencanaan Perumahan Permukiman ............................ 9
E. Elemen Dasar Perumahan dan Permukiman .................................... 11
F. Pola Pemukiman ..................................................................... 12
G. Faktor Penyebab Pertumbuhan Kawasan Pemukiman ......................... 22
H. Perubahan Lingkuman Pemukiman ke Arah Kekumuhan........................... 23
I. Selokan / Gorong- gorong di Pemukiman ......................................... 33
J. Pengelolaan Limbah Pemukiman ................................................ 41
K. Lomba Kampung Iklim ................................................................ 44
L. Kampung Lingkungan Berseri ..... .............................................. 55
M. Pengertian Sampah ................................................................... 57
N. Jenis-jenis Sampah ................................................................... 59
O. Sumber Sampah .......................................................................... 62
P. Pengelolaan Sampah di TPA ...................................................... 66
Q. Teknik Pengelolaan Sampah di TPA ............................................... 70
R. Teknologi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah di TPA ................. 76
S. Keterkaitan dengan AL-Quran .................................................... 85
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 85
B. Saran ........................................................................................ 85
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi, dan gaya
hidup masyarakat telah meningkatkan jumlah timbulan sampah, jenis, dan
keberagaman karakteristik sampah. Meningkatnya daya beli masyarakat
terhadap berbagai jenis bahan pokok dan hasil teknologi serta meningkatnya
usaha atau kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga
memberikan kontribusi yang besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah
yang dihasilkan. Meningkatnya volume timbulan sampah memerlukan
pengelolaan. Pengelolaan sampah yang tidak mempergunakan metode dan
teknik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan selain akan dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan juga akan sangat
mengganggu kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungam pemukiman,
hutan, persawahan, sungai dan lautan.
Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap
aktifitas manusia pasti menghasilkan sampah. Jumlah atau volume sampah
sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang/material yang kita
gunakan sehari-hari. Demikian juga dengan jenis sampah, sangat tergantung
dari jenis material yang kita konsumsi. Oleh karena itu pegelolaan sampah
tidak bisa lepas juga dari ‘pengelolaan’ gaya hidup masyrakat. Masalah
sampah sudah menjadi topik utama yang ada pada bangsa kita. Mulai dari
lingkungan terkecil sampai kepada lingkup yang besar. Banyak hal yang
menyebabkan terjadinya penumpukan sampah ini. Namun yang pasti faktor
individu sangatlah berpengaruh dalam hal ini.
Fenomena sampah di negeri ini sukar untuk di hilangkan. Namun hal ini
tidaklah akan terjadi lama kalau saja setiap orang sadar akan masalah sampah
dan setiap orang mengerti akan dampak yang ditimbulkan dari sampah ini.
Perlu diketahui juga bahwa sampah ini ada dua jenis yaitu sampah organik
(biasa disebut sebagai sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering).

1
Sampah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-
daunan, sampah dapur, dll. Sampah jenis ini dapat terdegradasi
(membusuk/hancur) secara alami. Sebaliknya dengan sampah kering, seperti
kertas, plastik, kaleng, dll. Sampah jenis ini tidak dapat terdegradasi secara
alami.

B. Rumasan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penduduk?
2. Apa saja komposisi penduduk?
3. Apa yang dimaksud dengan perumahan dan pemukiman?
4. Bagaimana dasar-dasar perencanaan perumahan permukiman?
5. Bagaimana elemen dasar perumahan dan permukiman?
6. Bagaiaman pola pemukiman?
7. Bagaiamana faktor penyebab pertumbuhan kawasan pemukiman?
8. Bagaimana perubahan lingkuman pemukiman ke arah kekumuhan?
9. Bagaiaman selokan /gorong- gorong di pemukiman?
10. Bagaiamana pengelolaan limbah pemukiman?
11. Bagaiamana lomba kampung iklim?
12. Bagaiamana kampung lingkungan berseri?
13. Apa yang dimaksud dengan sampah?
14. Apa saja jenis-jenis dai sampah?
15. Bagaiamana sumber sampah berasal?
16. Bagaiamana pengelolaan sampah di TPA?
17. Bagaiaman tekhnik pengelolaan sampah di TPA?
18. Bagaimana teknologi pengelolaan dan pemanfaatan sampah di TPA?
19. Bagaiamana keterkaitan dengan AL-Quran?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian penduduk.
2. Untuk mengetahui jenis penduduk.
3. Untuk mengetahui pengertian perumahan dan pemukiman.

2
4. Untuk mengetahui dasar-dasar perencanaan perumahan permukiman.
5. Untuk mengetahui elemen dasar perumahan dan permukiman.
6. Untuk mengetahui pola pemukiman.
7. Untuk mengetahui faktor penyebab pertumbuhan kawasan pemukiman.
8. Untuk mengetahui perubahan lingkuman pemukiman ke arah kekumuhan.
9. Untuk mengetahui selokan /gorong- gorong di pemukiman.
10. Untuk mengetahui pengelolaan limbah pemukiman.
11. Untuk mengetahui lomba kampung iklim.
12. Untuk mengetahui kampung lingkungan berseri.
13. Untuk mengetahui sampah.
14. Untuk mengetahui jenis-jenis sampah.
15. Untuk mengetahui sumber sampah.
16. Untuk mengetahui pengelolaan sampah di TPA.
17. Untuk mengetahui teknik pengelolaan sampah di TPA.
18. Untuk mengetahui teknologi pengelolaan dan pemanfaatan sampah di
TPA.
19. Untuk mengetahui keterkaitan dengan AL-Quran.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penduduk
Penduduk adalah orang dalam matranya sebagai pribadi, anggota
keluarga, anggota masyarakat, warga Negara, dan himpunan kuantitas yang
bertempat tinggal di suatu tempat dalam batas wilayah Negara pada waktu
tertentu (Undang-Undang RI No.10 tahun 1992). Pengertian Penduduk
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah orang- atau orang-orang yang
mendiami suatu tempat (kampung, negeri, pulau, dan sebagainya) dengan hak-
hak dan kewajiban tertentu yang telah diatur dalam Undang-Undang.
Sedangkan penduduk atau warga suatu negara atau daerah bisa didefinisikan
menjadi dua:
1. Orang yang tinggal di daerah tersebut
2. Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut.
Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di
situ. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain.
Dalam ilmu sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati
wilayah geografi dan ruang tertentu.

B. Komposisi Penduduk
Komposisi penduduk adalah pengelompokan penduduk atas variable-
variabel tertentu. Komposisi penduduk menggambarkan susunan penduduk
yang dibuat berdasarkan pengelompokan penduduk menurut karakteristik-
karakteristik yang sama. Pengelompokkan penduduk atau komposisi
penduduk dapat digunakan untuk dasar dalam pengambilan kebijakan dan
pembuatan program dalam mengatasi masalah-masalah di bidang
kependudukan.
Komposisi penduduk juga dapat diartikan sebagai sebuah mata statistik
dari statistik kependudukan yang membagi dan membahas masalah
kependudukan dari segi umur dan jenis kelamin. Komposisi menurut umur

4
dan jenis kelamin ini sangat penting bagi pemerintah sebuah negara untuk
menentukan kebijakan kependudukan mereka untuk beberapa tahun ke
depan.1
Komposisi menurut umur biasanya dijabarkan dalam kelompok-
kelompok umur 5 tahun, sedangkan menurut jenis kelamin adalah laki-laki
dan perempuan. Komposisi penduduk dapat disebut sebagai mata statistik
karena di dalamnya ada penyederhanaan data ke dalam bentuk yang mudah
dibaca dan diiterprestasi atau menganalisa data.
Macam Jenis Komposisi Penduduk :
a. Komposisi Penduduk Biologis
Menurut Umur dan Jenis Kelamin Komposisi penduduk menurut jenis
kelamin sering digunakan untuk analisis dan perencanaan pembangunan
(Bagoes, Mantra, 2000:24). Pada masa Pemerintahan Orde baru Kantor
Menteri Negara Kependudukan/ Kepala BKKBN dalam mempersiapkan
alat kontrasepsi membutuhkan data pasangan usia subur. Kantor Menteri
Pendidikan Nasional membutuhkan data penduduk usia sekolah dalam
merencanakan wajib belajar atau pembangunan sarana pendidikan.
Umur biasanya digolongkan dengan jenjang lima tahunan, misalnya
kelompok umur 0-4, 5-9, 10-14, dst. Struktur umur penduduk antara
negara satu dengan negara lain itu tidak sama. Begitu pula keadaannya bila
dibandingkan antara struktur umum penduduk, negara- negara yang
sedang berkembang dengan negara-negara maju atau antara daerah
pedesaan dengan perkotaan. Struktur umur penduduk dipengaruhi oleh
tiga variabel demografi, yaitu: 1) Kelahiran 2) Kematian dan 3) Migrasi
b. Komposisi Penduduk Sosial
Komposisi Penduduk Menurut Pekerjaan Penduduk dapat
dikelompokkan berdasarkan pekerjaan yang dilakukan oleh tiap-tiap
orang. Pekerjaan-pekerjaan tersebut antara lain pegawai negeri sipil, TNI,
POLRI, buruh, pedagang, petani, pengusaha dan sopir.

1
Marhaeni, A A I N, Pengantar Kependudukan Jilid I, (Denpasar: Cv Sastra Utama,2018).,
hal.41.

5
Komposisi penduduk menurut Pendidikan Berdasarkan tingkat atau
jenjang pendidikan yang telah ditamatkan penduduk dapat dikelompokkan
dalam tingkat SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi. Pengelompokkan
ini dapat digunakan untuk menentukan besarnya tingkat pendidikan
penduduk. Komposisi Penduduk menurut Agama Pengelompokkan ini
berdasarkan kepada agama yang dianut penduduk yaitu Islam, Katolik,
Protestan, Hindu dan Budha.
c. Komposisi Penduduk Geografis
Komposisi Penduduk Menurut Tempat Tinggal Tempat tinggal yang
sering digunakan dalam komposisi ini adalah tempat tinggal penduduk di
desa dan di kota. Ciri khas negara agraris seperti Indonesia adalah
sebagian besar penduduknya tinggal di desa.2

C. Pengertian Perumahan dan Pemukiman


Dalam undang-undang Nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan
kawasan permukiman, yaitu permukiman adalah bagian dari lingkungan
hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai
prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi
lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Sedangkan perumahan
adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan
maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas
umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.
Permukiman Menurut Hadi Sabari Yunus (1987) dalam Wesnawa
(2015:2) dapat diartikan sebagai bentukan baik buatan manusia ataupun alami
dengan segala kelengkapannya yang digunakan manusia sebagai individu
maupun kelompok untuk bertempat tinggal baik sementara maupun menetap
dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya. Sedangkan Perumahan
dikenal dengan istilah housing. Housing berasal dari bahasa inggris yang
memiliki arti kelompok rumah. Perumahan adalah kumpulan rumah yang

2
Ibid., hal 43-44.

6
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal. Sebagai lingkungan tempat
tinggal, perumahan dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.3
Perumahan adalah suatu bangunan dimana manusia tinggal dan
melangsungkan kehidupanya, disamping itu rumah juga merupakan tempat
dimana berlangsungnya proses sosialisasi pada seorang individu
diperkenalkan norma dan adat kebiasaan yang berlaku dalam suatu
masyarakat. Sebagai wadah kehidupan manusia bukan menyangkut aspek
teknis dan fisik saja tetapi juga aspek sosial, ekonomi dan budaya dari
penghuninya.
Perbedaan nyata antara permukiman dan perumahan terletak pada
fungsinya. Pada kawasan permukiman, lingkungan tersebut memiliki fungsi
ganda yaitu sebagai tempat tinggal dan sekaligus tempat mencari nafkah bagi
sebagian penghuniannya. Pada perumahan, lingkungan tersebut hanya berupa
sekumpulan rumah yang berfungsi sebagai tempat tinggal bagi para
penghuninya. Fungsi perumahan hanya sebagai tempat tinggal, dan tidak
merangkap sebagai tempat mencari nafkah.
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman terdapat pengertian-pengertian sebagai berikut:
1. Pengertian rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat
tinggal/hunian dan sarana pembinaan keluarga.
2. Yang dimaksud dengan perumahan adalah kelompok rumah yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian yang dilengkapi
dengan sarana dan prasarana lingkungan.
3. Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung (kota dan desa) yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan.
4. Rumah merupakan bagian yang tidak dapat dilihat sebagai hasil
fisik yang rampung semata, melainkan merupakan proses yang
3
Bakhrani Rauf, Analisis Pengelolaan Lingkungan Permukiman Di Kabupaten Soppeng,
(Makassar: Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar, 2015). Jurnal SCIENTIFIC PINISI,
Vol.1 No.1 Oktober 2015., hal 54.

7
berkembang dan berkaitan dengan mobilitas sosial-ekonomi
penghuninya dalam suatu kurun waktu.
Seperti kebanyakan wajah permukiman di Indonesia banyak kita jumpai
permukiman penduduk yang sering disebut kampung. Adapun pengertian
kampung identik dengan suatu wilayah yang terdapat di pedesaan dan
berada pada kondisi yang terpenuhi kebutuhan masyarakatnya dengan
sarana dan prasarana yang layak. Kampung merupakan lingkungan suatu
masyarakat yang sudah mapan, yang terdiri dari golongan berpenghasilan
rendah dan menengah dan pada umumnya tidak memiliki prasarana,
utilitas dan fasilitas sosial yang cukup baik jumlah maupun kualitasnya dan
dibangun di atas tanah yang telah dimiliki, disewa atau dipinjam
pemiliknya (Yudosono, dkk dalam Komarudin). Pengertian kampung dapat
didefinisikan sebagai:
a. Kampung merupakan kawasan hunian masyarakat berpendapatan rendah
dengan kondisi fisik kurang baik.
b. Kampung merupakan kawasan permukiman kumuh dengan ketersediaan
sarana umum buruk atau tidak sama sekali. Kerap kawasan ini disebut
slum atau squatter.
c. Kampung merupakan lingkungan tradisional khas Indonesia, ditandai ciri
kehidupan yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang erat (Herbasuki,
1984: 112).
d. Kampung kotor yang merupakan bentuk permukiman yang unik, tidak
dapat disamakan dengan slum atau squatter atau juga disamakan dengan
permukiman penduduk berpenghasilan rendah.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa kampung
kota adalah suatu bentuk permukiman di wilayah perkotaan yang khas
Indonesia dengan ciri:
1) Penduduk masih membawa sifat dan perilaku kehidupan pedesaan
yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang erat.
2) Kondisi fisik bangunan dan lingkungan kurang baik dan tidak beraturan.
3) Kerapatan bangunan dan penduduk tinggi.

8
4) Sarana pelayanan dasar serba kurang, seperti air bersih, saliran air
limbah dan air hujan, pembuangan sampah dan lainnya.

D. Dasar-dasar Perencanaan Perumahan Permukiman


Menurut Direktorat Jenderal Cipta Karya, lokasi kawasan perumahan
yang layak adalah:
1. Tidak terganggu oleh polusi (air, udara, suara)
2. Tersedia air bersih
3. Memiliki kemungkinan untuk perkembangan pembangunannya
4. Mempunyai aksesibilitas yang baik
5. Mudah dan aman mencapai tempat kerja
6. Tidak berada dibawah permukaan air setempat
7. Mempunyai kemiringan rata-rata
Adapun dasar-dasar perencanaan perumahan harus memperhatikan
standart prasarana lingkungan perumahan. Seperti yang terdapat dalam buku
Pelatihan Substantif Perencanaan Spasial tentang Dasar-dasar Perencanaan
Perumahan oleh Pusbindiklatren Bappenas (Tahun 2003: 2-4), Standart
prasarana lingkungan permukiman4 adalah:
a. Jenis Prasarana Lingkungan
Secara umum prasarana lingkungan dikenal sebagai utilities dan
amenities atau disebut juga wisma, marga, suka dan penyempurna. Lebih
spesifik lagi, jenis-jenis tersebut adalah fasilitas, sistim jaringan sirkulasi,
drainasi dan kesehatan lingkungan. Rumah harus memenuhi persyaratan
rumah sehat. Dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang “Kesehatan”
ditegaskan, bahwa kesehatan lingkungan untuk mewujudkan derajat
kesehatan masyarakat yang optimal, dilakukan antara lain melalui
peningkatan sanitasi lingkungan pada tempat tinggal maupun terhadap
bentuk atau wujud substantifnya berupa fisik, kimia atau biologis
termasuk perubahan perilaku yang diselenggarakan untuk mewujudkan
4
Eny Endang Surtiani, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terciptanya Kawasan Permukiman
Kumuh Di Kawasan Pusat Kota, (Semarang: Magister Teknik Pembangunan Wilayah Dan Kota
Program Pasca Sarjana-Universitas Dipaonegoro, 2006)., hal 119-121.

9
kualitas lingkungan yang sehat, yaitu keadaan lingkungan yang bebas dari
risiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia.

STANDART MINIMAL KOMPONEN FISIK PRASARANA


LINGKUNGAN PERMUKIMAN

NO KOMPONEN KRITERIA TEKNIS KETERANGAN

1. Jaringan Jalan  Jarak minimum setiap rumah 100 m Pada prinsipnya, jaringan jalan
dari jalan kendaraan satu arah dan harus mampu melayani
300 m dari jalan 2 arah. kepentingan mobil kebakaran.
 Lebar perkerasan minimum untuk
Disamping itu, maksimal 15
jalan 2 arah 4 m.
menit jalan kaki harus terlayani
 Kepadatan jalan minimal 50-100
oleh angkutan umum. Dimensi
m/ha untuk jalan 2 arah.
minimal pejalan kaki sebanding
 Pedestrian yang diperkeras
dengan lebar
 minimal berjarak 20 m,dengan
gerobagdorong/beca.
perkerasan 1-3 m
2. Air bersih (kran  Kapasitas layanan minimum Perehitungan kebutuhan lebih
umum)  201/org/hari rinci mengenai kran umum
 Kapasitas jaringan jaringan didasarkan atas jumlah
 minimum 60 lt/org/hr pelanggan PAM dan kualitas air

 Cakupan layanan 20-50 kk/unit. setempat.

 Fire Hidrant dalam radius 60 m-


 120 m
3. Sanitasi  Tangki septict individu, resapan Pada prinsipnya, lingkungan
individu harus bersih dari pencemaran
 Tangki septict bersama, resapan limbah rumah tangga.
bersama Mini IPAL
4. Persampahan  Minimal jarak TPS/Transfer Pelayanan sampah sangat
 Depo 15 menit perjalanan gerobag tergantung pada sistim
sampah penanganan lingkungan/sector
kota. Pada prinsipnya

10
 Setiap gerobag melayani 30 sampai pelayanan sampah yang
50 unit rumah dikelola lingkungan mampu
 Pengelolaan sampah lingkungan dikelola oleh lingkungan yang
ditangani masyarakat setempat. bersangkutan

5. Drainase  Jaringan drainasi dibangun Bentuk penangananya dapat


memanfaatkan jaringan jalan dan merupakan bagian dari sistim
badan air yang ada. jaringan kota atau sistim
 Dimensi saluran diperhitungkan atas setempat.
dasar layanan (coverage area)
blok/lingkungan bersangkutan.
 Penempatan saluran
memperhitungkan ketersediaan lahan
(dapat disamping atau dibawah
jalan).
 Jika tidak tersambung dengan sistim
kota,harus disiapkan resapan
setempat atau kolam retensi.

E. Elemen Dasar Perumahan Permukiman


Dari artian perumahan permukiman dapat disimpulkan bahwa
permukiman terdiri dari dua bagian yaitu: manusia (baik sebagai pribadi
maupun dalam hubungan sosial) dan tempat yang mewadahi manusia yang
berupa bangunan (baik rumah maupun elemen penunjang lain). Menurut
Constantinos A. Doxiadis (1968: 21-35) ada lima elemen dasar permukiman.
1. Nature (alam) yang bisa dimanfaatkan untuk membangun rumah dan
difungsikan semaksimal mungkin,
2. Man (manusia) baik pribadi maupun kelompok
3. Society (Masyarakat) bukan hanya kehidupan pribadi yang ada tapi juga
hubungan sosial masyarakat,
4. Shells (rumah) atau bangunan dimana didalamnya tinggal manusia dengan
fungsinya masing-masing.

11
5. Networks (jaringan atau sarana prasarana) yaitu jaringan yang
mendukung fungsi permukiman baik alami maupun buatan manusia
seperti jalan lingkungan, pengadaan air bersih, listrik, drainase, dan lain-
lain.
Dalam membicarakan alam adalah alam pada saat permukiman akan
dibangun, bukan kondisi pada suatu saat dimasa lampau. Karena seiring
berjalannya waktu, alam pun mengalami perubahan. Kondisi alam pada
waktu manusia pada jaman purba dengan kondisi sekarang sangatlah
berbeda. Untuk mencapai tujuan permukiman yang ideal sangatlah
dipengaruhi oleh kelima elemen dasar tersebut. Yaitu kombinasi antara
alam, manusia, bangunan, masyarakat dan sarana prasarana. Elemen dasar
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Alam: iklim, kekayaan alam, topografi, kandungan air, tempat
tumbuh tanaman, tempat binatang hidup.
b. Manusia: kebutuhan biologi (ruang, udara, air, suhu,dll), rasa,
kebutuhan emosi (hubungan manusia, keamanan, keindahan, dll), nilai
moral dan budaya.
c. Masyarakat: kepadatan penduduk, tingkat strata, budaya, ekonomi,
pendidikan, kesehatan, hiburan, hukum.
d. Bangunan: rumah, fasilitas umum (sekolah, rumah sakit, perdagangan,
dll), tempat rekreasi, perkantoran, industri, transportasi.
e. Sarana prasarana: jaringan (sistim air bersih, listrik, jalan, telepon,
TV), sarana transportasi, drainase, sampah, MCK.
Adapun elemen dasar lingkungan perumahan menurut Dirjen Cipta
Karya yaitu jalan lingkungan, jalan setapak, sistem drainase, penyediaan air
bersih, pengumpulan dan pembuangan sampah, serta fasilitas penyehatan
lingkungan (MCK).

F. Pola Pemukiman
Pola permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan
bertempat tinggal menetap dan melakukan kegiatan/aktivitas sehari-harinya.

12
Permukiman dapat diartikan sebagai suatu tempat (ruang) atau suatu daerah
dimana penduduk terkonsentrasi dan hidup bersama menggunakan
lingkungan setempat, untuk mempertahankan, melangsungkan, dan
mengembangkan hidupnya. Pengertian pola dan sebaran permukiman
memiliki hubungan yang sangat erat. Sebaran permukiman membahas hal
dimana terdapat permukiman dan atau tidak terdapat permukiman dalam
suatu wilayah, sedangkan pola permukiman merupakan sifat sebaran, lebih
banyak berkaitan dengan akibat kondisi alam, ekonomi, sejarah dan faktor
budaya.
Pola permukiman dapat diartikan sebagai suatu bentuk atau morfologi
dari permukiman itu. Hal tersebut terbentuk karena pengaruh atau sebab-
sebab kondisi geografis yang terjadi di desa tersebut. Permukiman
berkembang membentuk suatu pola karena adanya faktor pendorong dan
faktor-faktor yang menghambat. K. Wardiyatmoko (2006:150)
mengungkapkan tentang pola permukiman desa, yaitu: “Pola persebaran
permukiman desa sangat dipengaruhi oleh keadaan tanah, tata air, topografi,
dan ketersediaan sumber daya alam yang terdapat di desa tertentu. Ada tiga
pola pemukiman desa dalam hubungannya dengan bentang alamnya, yaitu
sebagai pola terpusat, pola tersebar dan pola memanjang.
1. Pola Permukiman Memanjang
Pola memanjang permukiman penduduk dikatakan Memanjang bila
rumah-rumah yang dibangun membentuk pola berderet-deret hingga
panjang. Pola memanjang umumnya ditemukan pada kawasan
permukiman yang berada di tepi sungai, jalan raya, atau garis pantai. Pola
ini dapat terbentuk karena kondisi lahan di kawasan tersebut memang
menuntut adanya pola ini. Seperti kita ketahui, sungai, jalan, maupun
garis pantai memanjang dari satu titik tertentu ke titik lainnya, sehingga
masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut pun membangun rumah-
rumah mereka dengan menyesuaikan diri pada keadaan tersebut.
Pola memanjang terjadi ketika kondisi fisik geografis permukiman
menghambat perkembangan ke arah yang berlawanan dengan jalan atau

13
sungai. Hambatan ini dapat berupa lereng yang terjal, perairan, hutan, dan
lain sebagainya. Kondisi fisik hanya memungkinkan perkembangan pola
permukiman yang memanjang dari pada melebar. Hadi Sabari Yunus
(2001: 118) menjelaskan bahwa: “Adanya peranan jalur memanjang
(jalur transportasi) yang sangat dominan dalam mempengaruhi
perkembangan areal kekotaannya, serta terhambatnya perluasan areal ke
samping. Sepanjang lembah pegunungan, sepanjang jalur transportasi
darat utama adalah bagian-bagian yang memungkinkan terciptanya bentuk
seperti ini.” Pola permukiman memanjang memiliki ciri permukiman
berupa deretan memanjang karena mengikuti jalan, sungai, rel kereta api
atau pantai.

Gambar. Pola Pemukiman Memanjang


a. Mengikuti Jalan
Pada daerah ini permukiman berada di sebelah kanan dan kiri
jalan. Umumnya pola permukiman seperti ini banyak terdapat di
dataran rendah yang morfologinya landai sehingga memudahkan
pembangunan jalan - jalan di permukiman. Pola ini terbentuk secara
alami untuk mendekati sarana transportasi

14
Gambar. Pola Pemukiman Memanjang Mengikuti Jalan
b. Mengikuti Rel Kereta Api
Pada daerah ini permukiman berada di sebelah kanan dan kiri rel
kereta api. Umumnya pola permukiman seperti ini banyak terdapat di
daerah perkotaan dan daerah yang padat penduduknya.

Gambar. Pola Pemukiman Memanjang Mengikuti Rel Keret a

c. Mengikuti Alur Sungai


Pada daerah ini permukiman terbentuk memanjang mengikuti
aliran sungai. Biasanya pola permukiman ini terdapat di daerah
pedalaman yang memiliki sungai-sungai besar. Sungai-sungai tersebut
memiliki fungsi yang sangat penting bagi kehidupan penduduk.

15
Gambar. Pola Pemukiman Memanjang Mengikuti Sungai
d. Mengikuti Garis Pantai
Daerah pantai pada umumnya merupakan permukiman penduduk
yang bermata pencaharian nelayan. Pada daerah ini permukiman
terbentuk memanjang mengikuti garis pantai. Hal itu untuk
memudahkan penduduk dalam melakukan kegiatan ekonomi yaitu
mencari ikan di laut.

Gambar. Pola Pemukiman Memanjang Mengikuti Garis Pantai


2. Pola Permukiman Terpusat
Pola permukiman ini mengelompok membentuk unit-unit yang kecil
dan menyebar. Pola terpusat merupakan pola permukiman penduduk di
mana rumah-rumah yang dibangun memusat pada satu titik. Pola terpusat
umumnya ditemukan pada kawasan permukiman di desa-desa yang
terletak di kawasan pegunungan.
Pola ini biasanya dibangun oleh penduduk yang masih satu keturunan.
Sedangkan daerah pertambangan di pedalaman permukiman memusat

16
mendekati lokasi pertambangan. Penduduk yang tinggal di permukiman
terpusat biasanya masih memiliki hubungan kekerabatan dan hubungan
dalam pekerjaan. Pola permukiman ini sengaja dibuat untuk
mempermudah komunikasi antar keluarga atau antar teman bekerja.

Gambar. Pola Pemukiman Memusat


3. Pola Permukiman Tersebar
Pola permukiman tersebar terdapat di daerah dataran tinggi atau daerah
gunung api dan daerah- daerah yang kurang subur. Pada pola tersebar,
rumah-rumah penduduk dibangun di kawasan luas dan bertanah kering
yang menyebar dan sedikit renggang satu sama lain. Pola tersebar
umumnya ditemukan pada kawasan luas yang bertanah kering. Pola ini
dapat terbentuk karena penduduk mencoba untuk bermukim di dekat
suatu sumber air, terutama air tanah, sehingga rumah dibangun pada titik-
titik yang memiliki sumber air bagus.
Sebagaimana kamu ketahui, bahwa dalam persebarannya biasanya
penduduk membangun rumah di kawasan-kawasan yang dapat menunjang
kegiatan kesehariannya, terutama kegiatan yang menunjang ekonomi
mereka. Oleh karena beragamnya pencaharian masyarakat, maka
permukiman-permukiman penduduk di Indonesia pun tersebar pada
kawasan-kawasan tertentu. Mata pencaharian penduduk pada daerah ini
sebagian besar dalam bidang pertanian, lading, perkebunan dan
peternakan.

17
Gambar. Pola Pemukiman Tersebar
Permukiman merupakan suatu proses dimana awalnya manusia
berkumpul dan tinggal bersama pada tempat-tempat tertentu. Kemudian
manusia tersebut hidup secara berkelompok yang didasari oleh hubungan
kekerabatan, status kemasyarakatan ataupun pekerjaan yang sama. Seiring
dengan berjalannya waktu, maka terbentuklah suatu area hunian dengan latar
belakang masyarakat yang beragam. Proses terbentuknya suatu area hunian
manusia terjadi melalui proses yang panjang. Proses inilah yang dinamakan
sejarah atau asal usul terjadinya suatu permukiman. Sejarah mempunyai peran
penting dalam menjelaskan suatu kronologis peristiwa yang terjadi, dimana
selalu ada kesinambungan antara kejadian sebelumnya dengan kejadian
selanjutnya.
Perhatikan gambar dibawah dapat dilihat bahwa pola pemukiman
tersebut dirancang suatu tapak yang tadinya terlihat rata menjadi sesuatu yang
berkarakter. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari pola sirkulasi jalannya
yang berliku dan penyusunan blok-blok yang memiliki ciri khas dari kawasan
tersebut. Penyusunan blok-blok dan pola sirkulasi jalan yang berliku
memberikan kesan romantis sehingga membuat kawasan tersebut memiliki
keunikan. Hal ini dapat menjadi gambaran bahwa seorang arsitek dalam
merancang suatu kawasan harus memiliki dasar pemikiran. Begitu juga halnya
dengan masyarakat yang menciptakan suatu area hunian yang menjadi tempat
tinggal mereka. Suatu bentuk kawasan ataupun permukiman yang diciptakan

18
oleh seseorang haruslah memiliki dasar pemikiran yang dapat membuat
kawasan tersebut memiliki ciri khas.

Gambar. Rancangan Tapak Pemukiman Desa Riverside, Illinois


Pada dasarnya bentuk permukiman terdiri dari dua jenis, yaitu
permukiman terencana dan permukiman tidak terencana. Permukiman
terencana merupakan suatu area hunian yang dirancang oleh seseorang tokoh.
Permukiman ini biasanya berbentuk grid, lingkaran atau poligon dengan
sirkulasi jalan berbentuk radial dan berasal dari pusat permukiman.
Permukiman tidak terencana berkembang sesuai dengan berjalannya waktu.
Permukiman ini biasanya memiliki beberapa keunikan antara lain bentuknya
yang tidak beraturan, sirkulasi jalan yang berliku, dan munculnya lorong-
lorong di sekitar bangunan.
Kajian ini akan membahas mengenai permukiman yang berkembang
secara tidak berencana. Permukiman jenis ini berkembang sesuai dengan
aktifitas manusia didalamnya yang pada dasarnya dilakukan sesuai
keinginannya sendiri (Kostof, 1991:48). Terbentuknya permukiman tidak
terencana dapat dijelaskan melalui proses dimana awalnya individu
mendatangi suatu kawasan tertentu dan kemudian bermukim di kawasan
tersebut yang disebutkan oleh F. Castagnoli dalam bukunya yang berjudul
Orthogonal Town – Planning in Antiquity, 1971 (Kostof, 1991: 43).
Kemudian individu tersebut akan menghasilkan keturunan sehingga pada
permukiman tidak terencana mayoritas penduduknya memiliki hubungan
saudara.

19
Permukiman yang terbentuk tidak terencana tidak selalu sudah jelas,
karena adanya unsur campuran antara sifat yang statis dan dinamis . Bangunan
dan aspek fisik yang mempengaruhi keberadaan suatu massa bangunan
dianggap sebagai elemen statis. Jalan sebagai ruang penghubung merupakan
elemen dinamis. Jalan merupakan ruang luar utama dan komponen dasar dari
permukiman. Secara umum, bentuk dari permukiman tidak terencana menurut
Fernandez (2011) adalah bentuk grid teratur, bentuk grid tidak teratur, bentuk
dengan koridor sentral dan bentuk dengan koridor pusat.
Bentuk permukiman tidak terencana dengan grid teratur memliki bentuk
grid urban dengan jalan yang paralel dan melintang dengan dimensi yang
hampir seragam. Hal ini biasa terjadi pada lahan yang relatif datar. Bentuk
yang teratur ini mengikuti kondisi lahan dan sangat memungkinkan untuk
menemukan kekacauan konfisgurasi pada lahan yang datar.
Bentuk permukiman tidak terencana dengan grid tidak teratur memiliki
konfigurasi fisik dan spasial dalam bentuk yang tidak teratur . Hal ini terjadi
karena perbedaan antara sistem jalan dan jalur garis alam yang terbentu secara
alami, seperti garis sungai.

Gambar. Pemukiman dengan Bentuk Grid Teratur


Bentuk permukiman tidak terencana dengan koridor sentral merupakan
permukiman yang tumbuh dengan mengikuti jalur lalu lintas utama yang
memberikan nilai sebagai sumbu fokus utama dan beberapa cabang yang
lateral .

20
Gambar. Pemukiman bentuk Grid Tidak Teratur
Sementara itu pola permukiman tidak terencana menurut Wiriaatmadja
(1981) pada umumnya adalah pola permukiman dengan cara tersebar
berjauhan satu sama lain ,pola permukiman dengan cara berkumpul dan
tersusun memanjang mengikuti jalan lalu lintas , pola permukiman dengan
cara terkumpul dan menggerombol dalam sebuah kampung atau desa dan pola
permukiman berkumpul dan tersusun melingkar mengikuti jalan .

Gambar. Pemukiman dengan bentuk Koridor Pusat


Berdasarkan teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa permukiman
tidak terencana, cenderung memiliki pola yang tidak terencana pula. Hal itu
biasanya diakibatkan oleh pergerakan manusia di dalam permukiman tersebut.
Namun pola yang tidak terencana tersebut dapat memberikan suatu keunikan
tersendiri terhadap permukiman tersebut. Sesuatu yang cenderung terjadi
secara acak, dapat memberikan kesan yang menyenangkan, penasaran dan
kebahagiaan.
Pola Permukiman adalah kekhasan distribusi fenomena permukiman di
dalam ruang atau wilayah, dalam hal ini didalamnya di bahas tentang
bentukbentuk permukiman secara individual dan persebaran dari individu-
individu permukiman dalam kelompok. Secara garis besar pola persebaran
permukiman berbentuk pola permukiman mengelompok dan pola permukiman

21
menyebar. Pola persebara permukiman mengelompok tersusun dari dusun-
dusun atau bangunan-bangunan rumah yang lebih kompak dengan jarak
tertentu, sedangkan pola persebaran permukiman menyebar terdiri dari dusun-
dusun atau bangunan-bangunan rumah yang tersebar dengan jarak tertentu

G. Faktor Penyebab Pertumbuhan Kawasan Pemukiman


Dalam perkembangannya perumahan permukiman di pusat kota ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Constantinos A. Doxiadis
disebutkan bahwa perkembangan perumahan permukiman (development of
human settlement) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Growth of density (Pertambahan jumlah penduduk)
Dengan adanya pertambahan jumlah penduduk yaitu dari kelahiran dan
adanya pertambahan jumlah keluarga, maka akan membawa masalah baru.
Secara manusiawi mereka ingin menempati rumah milik mereka sendiri.
Dengan demikian semakin bertambahlah jumlah hunian yang ada di
kawasan permukiman tersebut yang menyebabkan pertumbuhan
perumahan permukiman.
2. Urbanization (Urbanisasi)
Dengan adanya daya tarik pusat kota maka akan menyebabkan arus
migrasi desa ke kota maupun dari luar kota ke pusat kota. Kaum urbanis
yang bekerja di pusat kota ataupun masyarakat yang membuka usaha di
pusat kota, tentu saja memilih untuk tinggal di permukiman di sekitar
kaeasan pusat kota (down town). Hal ini juga akan menyebabkan
pertumbuhan perumahan permukiman di kawasan pusat kota. Menurut
Danisworo dalam Khomarudin (1997: 83-112) bahwa kita harus akui pula
bahwa tumbuhnya permukiman-permukiman spontan dan permukiman
kumuh adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses
urbanisasi.5
a. Dampak Proses Urbanisasi

5
Raisya Nursyabahni & Bitta Pigawati, Kajian Karakteristik Kawasan Pemukiman Kumuh di
Kampung Kota, (Lampung: Jurnal Tekhnik PWK Volume 4 Nomor 2 Tahun, 2005)., hal 89-91.

22
Kecepatan urbanisasi merupakan akibat dari lajunya pembangunan
kota dan sekitarnya antara lain perluasan daerah industri maupun
perdagangan di kota, sehingga kesempatan kerja pun meningkat dan
menarik tenaga kerja dari daerah di sekitar kota tersebut. Menurut
Bintarto (1983: 35) jika diinventarisasi masalah-masalah tersebut
adalah :
1) Urbanisasi ini menyebabkan beberapa masalah dan problema-
problema bagi kota-kota yang jumlahnya tidak sedikit.
2) Kepadatan penduduk kota menimbulkan masalah kesehatan
lingkungan, masalah perumahan,
3) Pertambahan penduduk kota yang menimbulkan masalah
kesempatan dan mendapatkan pekerjaan yang layak dan
memadai, masalah pengangguran dan gelandangan, Penyempitan
ruang dengan segala akibat negatifnya di kota karena banyaknya
orang, bertambahnya bangunan untuk perumahan, perkantoran,
kegiatan industri dan bertambahnya kendaraan bermotor yang
terus membanjiri kota-kota di negara berkembang,
4) Masalah lalu lintas, kemacetan jalan dan masalah parkir yang
menghambat kelancaran kota.
5) Industrialisasi di kota yang menimbulkan polusi udara, polusi air
dan polusi kebisingan.

H. Perubahan Lingkuman Pemukiman ke Arah Kekumuhan


Seiring dengan pertumbuhan kehidupan manusia baik ekonomi, sosial
maupun budaya maka manusia berkeinginan untuk memiliki kehidupan dan
status yang lebih baik yaitu dengan mengadakan perubahan-perubahan,
seperti gaya hidup dan bentuk hunian yang mereka tinggali. Pertumbuhan
berarti pula berubah baik bentuk dan ukurannya. Tidak dimungkinkan
pertumbuhan ukuran dengan tidak menyebabkan perubahan bentuk fisiknya.
Dengan bertambahnya jumlah penghuni rumah dan dengan
bertambahnya penghasilan mereka membuat ruang-ruang baru. Perubahan

23
hunian ini akan merubah wajah suatu hunian. Hal ini akan berpengaruh pada
penyediaan fasilitas sarana prasarana lingkungan yang harus bertambah juga
jika jumlah permukiman bertambah.
Selain hal tersebut di atas, faktor kemiskinan juga sangat berpengaruh
pada kualitas lingkungan fisik permukiman. Karena dana yang terbatas dan
hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, maka masyarakat
kurang mampu tidak dapat memperbaiki maupun memelihara bangunan
rumah hunian mereka. Yang akan berakibat pada kekumuhan lingkungan
permukiman.
Menurut Constantinos A. Doxiadis dalam bukunya An Introduction To
The Science Of Humman Settlements (1969: 25) menyebutkan bahwa
mempelajari tentang kawasan Perumahan Permukiman tidak hanya
mempelajari area terbangun dan area terbuka saja tetapi juga fungsi dari
kawasan tersebut. Oleh karenanya dalam mempelajari tentang perumahan
permukiman atau fungsinya, kita juga harus mengetahui hubungan kawasan
tersebut dengan lingkungan sekitar di luar kawasan tersebut dan mengetahui
jalur transportasi yang menghubungkan kawasan tersebut dengan kawasan
lainnya. Karena aktifitas disekitar kawasan permukiman juga sangat
mmempengaruhi fungsi dari permukiman.
1. Pengertian Lingkungan Kumuh
Pemukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena
ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan
kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.
Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas
fungsi sebagai tempat hunian (UU No.1 tahun 2011). Menurut Mulyono
(2009: 134), permukiman merupakan suatu kelompok rumah hunian pada
suatu areal atau wilayah beserta prasarana yang ada di dalamnya. Bentuk
permukiman dapat berupa kelompok rumah, kampung, atau wilayah
permukiman yang luas.6

6
Mulyono Sadyohutomo, Manajemen Kota dan Wilayah Realita dan Tantangan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2208)., hal 134.

24
Definisi permukiman juga tercantum dalam Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
14/PRT/M/2018, bahwa: Permukiman adalah bagian dari lingkungan
hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuanPerumahan yang mempunyai
prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan
fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. 7
Sifat dan karakter suatu permukiman biasanya lebih kompleks karena
permukiman mencakup suatu batasan wilayah yang lebih luas
dibandingkan dengan luas dan ruang lingkup perumahan. Biasanya suatu
perumahan hanya dikelola oleh suatu pengembangan di bawah koordinasi
pemerintah, sedangkan pengeloaan sebuah permukiman biasanya langsung
ditangani oleh pemerintah dan konsep dan rencana pengembangannya
sudah ditentukan dalam bentuk konsep pengembangan wilayah secara
makro melalui RUTRK, RDTRK, maupun RTRK.8
Parsudi dalam Adisasmita (2010: 118) menyatakan bahwa: Kumuh
atau slum, adalah permukiman atau perumahan orang-orang miskin kota
yang berpenduduk padat, terdapat lorong-lorong yang kotor dan
merupakan bagian dari kota secara keseluruhan, juga biasa disebut dengan
wilayah pencomberan (semrawut).
2. Penyebab munculnya lingkungan kumuh
Permukiman kumuh yang muncul salah satunya terjadi karena
ketidakmerataan pembangunan dan ekonomi yang terpusat pada daerah
perkotaan sehingga menyebabkan adanya migrasi dari desa ke kota.
Menurut Ramadlan (2014) penyebab tingginya resistensi dari penghuni
permukiman kumuh untuk tetap berada pada lokasi semula adalah jarak
yang dekat antara permukiman dengan pusat-pusat lapangan kerja yang
akan digeluti.

7
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
14/PRT/M/2018.
8
Suparno Sartra, Endy Marlina, Perencanangan dan Pengembangan Perumahan, (Yogyakarta:
Andi Offset, 2006)., hal 37-38.

25
Sebagian besar lokasi permukiman kumuh berada ditempat strategis
pusat kota, dekat pergudangan, tepi sungai, belakang pertokoan, atau
dipinggiran kota. Kondisi lingkungan di bawah standar dengan sarana dan
prasaran yang kurang memadai tidak menjadi masalah bagi penghuninya,
namun faktor penentu yang penting yaitu dekat dengan tempat kerja
khususnya seperti pekerja pasar, bangunan, maupun buruh industri.
Penyebab munculnya permukiman kumuh 9adalah sebagai berikut:
a. Pertumbuhan kota yang tinggi yang tidak diimbangi oleh tingkat
pendapatan yang cukup
b. Keterlambatan pemerintah kota dalam merencanakan dan membangun
prasarana (terutama jalan) pada daerah perkembangan permukiman
baru. Seiring dengan kebutuhan perumahan yang meningkat maka
masyarakat secara swadaya memecah bidang tanah dan membangun
permukiman tanpa didasari perencanaan tapak (site plan) yang
memadai. Akibatnya bentuk dan tata letak kavling tanah menjadi tidak
teratur dan tidak dilengkapi prasaranadasar permukiman.
Muta’ali (2016 : 63) mengatakan bahwa penyebab adanya permukiman
kumuh dibatasi dalam hal faktor-faktor yang memicu perkembangan
permukiman kumuh tersebut, yaitu :
a. Faktor Ekonomi
Bagi masyarakat berpenghasilan rendah, faktor jarak antara lokasi
rumah dengan tempat kerja menempati prioritas utama. Faktor
kejelasan status kepemilikan rumah menjadi kualitas kedua,
sedangkan bentuk dan kualitas bangunan tetap menempati prioritas
yang paling rendah.
b. Faktor Geografi
Faktor geografi dalam hal ini meliputi letak dan ketersediaan lahan.
Lahan diperkotaan untuk perumahan semakin sulit diperoleh dan
semakin mahal, hal ini tentu saja diluar keterjangkauan sebagian besar
anggota masyarakat.

9
Sadyohutomo, M, Manajemen Kota dan Wilayah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008)., hal 116.

26
c. Faktor Psikologis
Kebutuhan kehidupan manusia tidak hanya sekedar kebutuhan fisik
saja namun juga kebutuhan psikis seperti kebutuhan rasa aman,
kebutuhan untuk aktualisasi diri, dan kasih sayang untuk sesama.
Kebutuhan rasa aman bagi penghuni permukiman kumuh dinilai
sangat penting, mereka betah tinggal dipermukiman kumuh karena
merasa aman dan terlindungi.
Permukiman kumuh semakin berkembang terutama di wilayah padat
penduduk, The upgrading included physical improvements of houses and
infrastructures.10 Without displacing, it was found that people felt more
comfortably and safely. Permukiman kumuh berasosiasi dengan kualitas
lingkungan permukiman buruk, ketidaknyamanan penduduk terhadap
keamanan, dan kondisi sarana dan prasarana lingkungan tidak sesuai
standar. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya penuaan bangunan dan
pemadatan bangunan.
Permukiman kumuh terjadi karena kebutuhan tempat tinggal dan
sarana prasarana pendukung kehidupan manusia tidak sebanding dengan
jumlah penduduk yang semakin meningkat serta terbatasnya lahan
permukiman.
3. Ciri – ciri Lingkungan Kumuh
Menurut Adisasmita (2010: 119) pengertian lingkungan permukiman
kumuh secara umum di perkotaan yakni:
a. Dari Segi Fisik
Pada umumnya ukuran persil dan tanah sempit serta di bawah standar
dalam arti rasio luas ruang tempat tinggal per satu jiwa sangat rendah,
pola penggunaan tanah tak teratur, letak dan bentuk bangunan tidak
teratur, prasarana fisik lingkungan seperti air minum, drainase, air
limbah dan sampah di bawah standar.
b. Dari Segi Sosial
10
Sunarti, Slum Upgrading Without Deplacement at Danukusuman Sub District Surakarta City,
(Surakarta: International Transaction Journal Management, applied Scince, and Technology. Vol
5. No 3, 2014)., hal 213.

27
Lingkungan yang dihuni oleh sejumlah penduduk yang padat dalam
area terbatas. Tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat rata-rata
rendah, hubungan antara individu lebih menonjol,
kegotongroyongannya relatif lebih kuat dibanding masyarakat kota
lainnya.
c. Dari Segi Hukum
Sebagian besar kawasan kumuh umumnya terbentuk tanpa melalui
prosedur perundang-undangan yang ada, hal ini disebablan karena
langka dan mahalnya tanah di perkotaan.
d. Dari Segi Ekonomi
Tingkat keinginan menabung penduduk umumnya rendah karena
tingkat pendapatan yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
4. Kriteria Permukiman Kumuh
Karakteristik permukiman kumuh mempunyai kondisi perumahan
dengan kepadatan tinggi dan ukuran unit perumahan relatif kecil, atap
rumah di daerah kumuh biasanya terbuat dari bahan yang sama dengan
dinding. Karakteristik pemukiman kumuh yang paling menonjol adalah
kualitas bangunan rumahnya yang tidak permanen, dengan kerapatan
bangunan yang tinggi dan tidak teratur, prasarana jalan yang sangat
terbatas kalaupun ada berupa gang-gang sempit yang berliku-liku, tidak
adanya saluran drainase dan tempat penampungan sampah, sehingga
terlihat kotor.
Menurut Deliana (2015) permukiman kumuh dapat dilihat
berdasarkan kondisi fisik, sosial, dan ekonomi dan dapat dipastikan
kondisi fisiknya tidak sesuai dengan standar rumah yang layak huni serta
kondisi sosial ekonomi yang tidak mendukung. Dari kondisi fisik dapat
dilihat bagaimana kualitas bangunannya, kepadatan bangunan, dan
kondisi sarana dan prasarana permukiman.11

11
Deliana, Ranella, Kajian Karakteristik Permukiman Kumuh di kecamatan Gayamsari Kota
Semarang, (Semarang: Jurnal Teknik PWK. Vol 4. No 1, 2015)., hal 118-132.

28
Pendapat A.A. Laquaian (dalam Suherlan 1996), mengemukakan
beberapa karakteristik daerah kumuh, yaitu :
a. Permukiman tersebut dihuni oleh penduduk yang padat dan berjubel
karena adanya pertumbuhan penduduk alamiah maupun migrasi yang
tinggi dari pedesaan.
b. Perkampungan tersebut dihuni oleh warga yang berpenghasilan rendah
atau berproduksi subsistem yang hidup di bawah garis kemiskinan.
c. Perumahan di permukaan tersebut berkualitas rendah atau masuk
dalam kategori kondisi rumah darurat (substandart housing
conditions), yaitu bangunan rumah yang terbuat dari bahan-bahan
tradisional, seperti bambu, kayu, alang-alang, dan bahan sepat hancur
lainnya.
d. Kondisi kesehatan dan sanitasi yang rendah, perkampungan miskin
memang selalu ditandai oleh persebaran penyakit menular dan
lingkungan fisik yang jorok.
e. Langkanya pelayanan kota (urban service) seperti air minum, fasilitas
MCK, listrik, sistem pembuangan kotoran dan sampah, dan
perlindungan kebakaran.
f. Pertumbuhannya tidak terencana sehingga penampilan fisiknya tidak
teratur dan terurusdalam hal bangunan, halaman, dan jalan-jalan,
sempitnya ruang antar bangunan, terbuka sama sekali.
g. Penghuni permukiman miskin ini mempunyai gaya hidup pedesaan
karena sebagian besar penghuninya merupakan migran dari pedesaan
yang masih mempertahankan pola kehidupan tradisional, seperti
hubungan-hubungan yang bersifat pribadi dan gotong royong.
h. Munculnya perilaku menyimpang seperti pencurian, pelacuran,
kenakalan, perjudian dan kebiasaan minum-minuman keras sebagai
ciri lainnya perkampungan miskin tersebut. Tetapi karena
permukiman lapisan masyarakat lainnya juga terjadi pola-pola
perilaku menyimpang tersebut, maka kurang tepat kiranya bila hal itu
dijadikan sebagai ciri khas permukiman miskin.

29
Tingkat permukiman kumuh kota dapat diukur dengan variabel –
variabel yang menyebabkan kekumuhan. Menurut Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (2016) kriteria permukiman kumuh
merupakan kriteria yang digunakan untuk menentukan kondisi
kekumuhan pada perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Kriteria
perumahan kumuh dan permukiman kumuh ditinjau dari Kondisi fisik
bangunan dan sarana prasarana, yaitu :
a. Kondisi bangunan
b. Jalan lingkungan
c. Penyediaan air minum
d. Drainase lingkungan
e. Pengelolaan air limbah
f. Pengelolaan persampahan
g. Proteksi kebakaran
Berdasarkan beberapa kriteria permukiman kumuh di atas, yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu kriteria permukiman kumuh menurut
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat karena ini
merupakan kriteria terbaru dan telah disahkan oleh pemerintah. Adapun
kriteria menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,
2016 ditinjau dari :
a. Bangunan gedung.
Bangunan gedung merupakan bangunan rumah sebagai tempat
tinggal bagi penghuninya. Kriteria kekumuhan ditinjau dari bangunan
gedung yaitu:
1) Ketidakteraturan Bangunan
Ketidakteraturan bangunan merupakan bangunan permukiman
yang tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dalam Rencana
Detil Tata Ruang dan Rencana Tata Bangunan Lingkungan, paling
sedikit pengaturan bentuk, besaran, perletakan, dan tampilan
bangunan pada suatu zona. Ketidakteraturan bangunan juga
ditinjau dari ketidak memenuhan ketentuan tata bangunan dan tata

30
kualitas lingkungan dalam RTBL mengenai pengaturan blok
lingkungan, kapling, bangunan, ketinggian dan elevasi lantai,
konsep identitas lingkungan, dan wajah jalan.
2) Tingkat kepadatan bangunan
Tingkat kepadatan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai dengan
ketentuan keteraturan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai
dengan ketentuan rencana tata ruang seperti Koefisien Dasar
Bangunan (KDB) maupun Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
yang melebihi Rencana Detil Tata Ruang (RDTR).
3) Kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat
Kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat yaitu kondisi
bangunan gedung permukiman yang tidak sesuai dengan
persyaratan teknis. Adapun persyaratan teknis yang dimaksud
yaitu mengenai pengendalian dampak lingkungan, keselamatan
bangunan gedung, kesehatan bangunan gedung, kenyamanan
bangunan gedung.dan pembangunan bangunan gedung diatas atau
dibawah tanah, air, mauoun sarana dan prasarana umum.
b. Jalan lingkungan
Kriteria kekumuhan ditinjau dari jalan lingkungan yitu jaringan jalan
lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan permukiman, dan
kualitas permukaan jalan lingkungan yang buruk yaitu terjadi
kerusakan pada permukaan jalan sehingga mengganggu kenyamanan
aksesibilitas lingkungan permukiman.
c. Penyediaan air minum
Kriteria kekumuhan ditinjau dari penyediaan air minum yaitu
ketidaktersediaan akses aman air minum yaitu kondisi dimana
penduduk di lingkungan permukiman tidak dapat mengakses air
minum yang memenuhi standar kesehatan, dan tidak terpenuhinya
kebutuhan air minum setiap individu dalam lingkungan permukiman
yaitu 60 liter/hari.
d. Drainase lingkungan

31
Kriteria kekumuhan ditinjau dari drainase lingkungan yaitu
drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air huan
sehingga menimbulkan genangan dengan tinggi lebih dari 30 cm
selama lebih dari 20 jam dan terjadi lebih dari 2 kali setahun,
ketidaktersediaan drainase baik saluran tersier maupun saluran lokal,
drainase lokal tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan pada
hierarki di atasnya sehingga menyebabkan air tidak dapat mengalir
dan menimbulkan genangan, drainase lingkungan permukiman tidak
terpelihara dengan baik sehingga pada saluran drainase terjadi
akumulasi limbah padat dan cair, kontruksi drainase lingkungan yang
buruk yaitu berupa galian tanah tanpa material pelapis maupun
kontruksi yang telah rusak.
e. Air limbah
Kriteria pengelolaan ditinjau dari air limbah yaitu sistem dan
sarana prasarana pengelolaan air limbah yang tidak sesuai dengan
standar teknis yang berlaku yaitu tidak memiliki sistem yang
memadahi seperti kakus/kloset yang terhubung dengan tangki septik
baik secara individual maupun komunal, tidak tersedianya sistem
pengolahan air limbah setempat atau terpusat.
f. Pengelolaan persampahan
Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan persampahan yaitu
prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan
teknis seperti tempat sampah dengan pemilahan sampah pada skala
domestik atau rumah tangga, tempat pengumpulan sampah dengan
sistem 3R (reduce, reuse, recycle), gerobak atau truk sampah pada
skala lingkungan, tempat pengolahan sampah terpadu pada skala
lingkungan. Sistem pengelolaan persampahan yang tidak memenuhi
persyaratan teknis pada lingkungan permukiman yaitu pewadahan dan
pemilahan domestik, pengumpulan lingkungan, pengangkutan
lingkungan, dan pengolahan lingkungan. Tidak terpeliharanya sarana
dan prasarana pengelolaan persampahan sehingga terjadi pencemaran

32
lingkungan sekitar oleh sampah, baik sumber air bersih, tanah,
maupun jaringan drainase.
g. Proteksi kebakaran
Kriteria kekumuhan ditinjau dari proteksi kebakaran yaitu kondisi
dimana ketidaktersediaan pasokan air yang diperoleh dari sumber alam
dan buatan, jalan lingkungan yang memudahkan masuk keluarnya
kendaraan pemadam kebakaran, sarana komunikasi untuk
pemberitahuan terjadi kebakaran, data tentang sistem proteksi
kebakaran lingkungsn mudah diskses.

I. Selokan atau Gorong-gorong di Pemukiman


Drainase berasal dari bahasa inggris “drainage yang mempunyai arti
mengalirkan menguras, membuang atau mengalirkan air. Secara umum
drainase didefinisikan suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air,
baik yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi atau
air buangan lainnya sehingga fungsi dari suatu kawasan/lahan tidak terganggu.
Drainase merupakan usaha atau tindakan teknis untuk menangani
kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan, kelebihan air irigasi
atau air buangan lainnya sehingga fungsi dari suatu kawasan/lahan tidak
terganggu. Sistem drainase menjadi salah satu prasarana untuk menciptakan
kehidupan yang bersih dan menyenangkan bagi masyarakat yang tinggal
disekitarnya. Sistem drainase yang buruk dapat menimbulkan dampak negatif
bagi suatu kawasan/lahan.12
Sungai di perkotaan adalah jaringan pengaliran air dari hulu ke hilir
dengan dibatasi oleh sempadan yang mengalir di daerah perkotaan, baik di
pinggiran kota, maupun tengah kota. Sungai yang mengalir memiliki anak-

12
Melissa Masie dkk, Penataan Sistem Drainase di Kampung Tubir Kelurahan PAAL 2 Kota
Manado, Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.2. (Universitas Sam Ratulangi : Manado, 2015)., hal 29-33.

33
anak sungai yang mengalir bercabang ke seluruh bagian perkotaan sampai ke
pinggiran kota dan masuk hingga pedesaan.13
Drainase memiliki beberapa tujuan antara lain sebagai berikut: suripin
1. Untuk mengurangi kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehigga
lahan dapat difungsikan secara optimal.
2. Sebagai pengendali air kepermukaan dengan tindakan untuk memperbaiki
daerah becek, genangan air/banjir.
3. Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal.
4. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada.
5. Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehinga tidak terjadi bencana
banjir.
6. Mengeringkan bagian wilayah kota yang permukaan lahannya rendah dari
genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negative berupa kerusakan
infrastruktur kota dan harta benda milik masyarakat.
7. Mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air terdekat secepatnya
agar tidak membanjiri/menggenangi kota yang dapat merusak selain harta
benda masyarakat juga infrastruktur perkotaan.
8. Mengendalikan sebagian air permukaan akibat hujan yang dapat
dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan akuatik.
9. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah.
10. Mengeringkan daerah becek dan genangan air
11. Mengendalikan akumulasi limpasan air hujan yang berlebihan.
12. Mengendalikan erosi,kerusakan jalan dan bangunan-bangunan.
Jenis-jenis pola aliran drainase
1. Siku

13
Heni Irawati & Ragil Haryanto, Perubahan Fungsi Lahan Koridor Jalan Selokan Mataram
Kabupaten Sleman,Jurnal Teknik PWK Vol. 4 nomor 2 (Universitas Diponegoro : Semarang).
2015, Hal. 177

34
Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari
pada sungai. Sungai sebagai saluran pembuang akhir berada akhir berada
di tengah kota.
2. Paralel

Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran


cabang (sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek, apabila terjadi
perkembangan kota, saluran-saluran akan dapat menyesuaikan diri.
3. Grid iron

35
Untuk daerah dimana sungainya terletak di pinggir kota, sehingga saluran-
saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpulan.
5. Alamiah
Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah lebih besar

6. Radial
Pada daerah berbukit, sehingga pola saluran memencar ke segala arah.

36
Saluran Cabang adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit
yang diperolah dari saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya dibuang
ke saluran utama. Saluran Utama adalah saluran yang berfungsi sebagai
pembawa air buangan dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus
membahayakan daerah yang dilaluinya.
Bentuk Saluran Drainase

Prinsip perencanaan drainase


1. Daya guna dan hasil guna (efektif dan efisien)
Perencanaan drainase haruslah sedemikian rupa sehingga fungsi fasilitas
drainase sebagai enampung, pembagi dan pembuang air dapat sepenuhnya
berdaya guna dan berhasil guna.

37
2. Ekonomis dan aman
Pemilihan dimensi dari fasilitas drainase haruslah mempertimbangkan
faktor ekonomis dan faktor keamanan.
3. Pemeliharan
Perencanaan drainase haruslah mempertimbangkan pula segi kemudahan
dan nilai ekonomis dari pemilihan sistem drainase tersebut.
Kemiringan Perkerasan dan Bahu Jalan
1. Pada daerah jalan yang datar dan lurus.
Penanganan pengendalian air untuk daerah ini biasanya dengan membuat
kemiringan perkerasan dan bahu jalan mulai dari tengah perkerasan
menurun/melandai kearah selokan samping.Besarnya kemiringan bahu
jalan biasanya diambil 2% lebih besar daripada kemiringan permukaan
jalan.
2. Daerah jalan yang lurus pada tanjakan/penurunan
Penanganan pengendalian air pada daerah ini perlu mempertimbangkan
pula besarnya kemiringan alinyemen vertikal jalan yang berupa tanjakan
dan turunan agar supaya aliran air secepatnya bisa mengalir ke selokan
samping
3. Pada daerah tikungan.
Kemiringan melintang perkerasan jalan pada daerah ini biasnya harus
mempertimbangkan pula kebutuhan kemiringan jalan menurut persyaratan
alinyemen horizontal jalan. Karena itu kemiringan perkerasan jalan harus
dimulai dari sisi luar tikungan menurun/melandai kesisi dalam tikungan.
Besarnya kemiringan pada daerah ini ditentukan oleh nilai maksimum
dari kebutuhan kemiringan alinyemen horizontal atau kebutuhan
kemiringan menurut keperluan drainase.
Selokan Samping
Selokan samping adalah selokan yang dibuat disisi kiri dan kanan badan
jalan.Fungsi selokan samping antara lain sebagai berikut :
1. Menampung dan membuang air yang berasal dari permukaan jalan.

38
2. Menampung dan membuang air yang berasal dari daerah pengaliran
sekitar jalan.
3. Dalam hal daerah pengaliran luas sekali atau terdapat air limbah maka
untuk itu harus di buat sistem drainase terpisah atau tersendiri. Dalam
pemilihan jenis material untuk seokan samping pada umumnya ditentukan
oleh besarnya kecepatan rencana aliran air yang akan melewati selokan
samping tersebut. Kecepatan aliran air ditentukan oleh sifat hidrolis
penampang saluran, salah satunya adalah kemiringan saluran.
Goriong-Gorong
Gorong-gorong adalah saluran air yang memungkinkan air untuk
mengalir dari sisi jalan ke sisi lainnya yang terletak di bawah jalan raya, jalur
kereta api atau konstruksi lainnya. Gorong-gorong berfungsi untuk
mengalirkan air dari sisi jalan ke sisi lainnya dan menghubungkan dua ruas
jalan yang terpisah akibat adanya aliran air yang memotong ruas jalan
tersebut.Berdasarkan fungsinya, maka gorong-gorong disarankan dibuat
dengan tipe konstruksi yang permanen dan desain umur rencana 10 tahun.
Jenis-jenis gorong-gorong berdasarkan material konstruksinya yaitu gorong-
gorong dari baja, PVC dan beton.
1. Bulat
Bentuk gorong-gorong yang paling banyak dipakai adalah bentuk bulat.
Bentuk ini secara konstruksi efisien dalam kondisi pembebanan paling
besar. Berbagai panjang baku pipa bulat dalam kelas kekuatan baku
biasanya tersedia dari persediaan lokal dengan harga yang wajar.

39
2. Pipa dan elips
Bentuk busur pipa dan bentuk ellips umumnya digunakan sebagai
pengganti pipa bulat di mana terbatas penutup atau timbunan penutup.
Karakteristik kekuatan konstruksi biasanya membatasi tinggi timbunan di
atas bentuk ini kecuali kalau sumbu utama bentuk ellips berada pada
bidang vertikal. Kalau dibandingkan dengan bentuk bulat, bentuk ini lebih
mahal untuk kapasitas hidrolik yang sama karena tambahan bahan
konstruksi yang diperlukan.
3. Kotak atau persegi
Gorong-gorong dengan penampang persegi dapat dirancang untuk
menyalurkan banjir besar dan menyesuaikan hampir semua kondisi
setempat. Gorong-gorong persegi menjadikannya lebih siap dibandingkan
bentuk lain untuk keadaan tinggi air rendah yang diperkenankan, karena
tingginya dapat diturunkan dan panjang total dinaikkan untuk memenuhi
persyaratan lokasi. Panjang total yang diperlukan dapat terdiri dari sel
tunggal atau jamak. Bentuk kotak yang dimodifikasi ke bentuk heksagon
atau oktagon telah digunakan dan terbukti ekonomis dalam keadaan
pembangunan
tertentu.

40
4. Busur
Gorong-gorong busur dipergunakan dalam lokasi di mana sedikit
hambatan pada jalan air merupakan keadaan yang diinginkan, dan di mana
fondasi memadai sebagai penyangga konstruksi.14

J. Pengelolaan Limbah Pemukiman


Air limbah domestik adalah limbah cair yang berasal dari dapur, kamar
mandi, cucian, dan kotoran manusia. Menurut Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah
Rumah Tangga yang dimaksud dengan air limbah rumah tangga adalah air
limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate),
rumah makan (restoran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.
Pada air limbah rumah tangga non septic tank biasanya mengandung partikel-
partikel koloid yang dapat mengakibatkan adanya kekeruhan. Kandungan zat-
zat kimia yang terkandung dalam air limbah rumah tangga sangat tergantung
pada sabun, deterjen, dan pengharum baju. Seiring dengan tingginya
pertumbuhan penduduk mengakibatkan terjadinya peningkatan pemakaian air
dalam rumah tangga yang menyebabkan peningkatan jumlah limbah cair. 15
Air limbah harus dikelola untuk mengurangi pencemaran. Pengelolaan
air limbah rumah tangga dapat dilakukan dengan membuat saluran air kotor
dan bak peresapan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
1. Tidak mencemari sumber air minum yang ada di daerah sekitarnya baik air
dipermukaan tanah maupun air di bawah permukaan tanah.
2. Tidak mengotori permukaan tanah.
3. Menghindari tersebarnya cacing tambang pada permukaan tanah.
4. Mencegah berkembangbiaknya lalat dan serangga lain.
5. Tidak menimbulkan bau yang mengganggu.

14
Jenis Gorong-Gorong dan Bahannya dalam Https://www.situstekniksipil.com. Diakses 19 maret
2020 pukul 12.00
15
Jessica, dkk, Kajian Sistem Pengelolaan Air Limbah pada Pemukiman di Kawasan Sekitar
Danau Tondano, (Sulawesi Utara: Sabua, Vol. 7, No. 1: 395-406, 2015)., hal

41
6. Konstruksi agar dibuat secara sederhana dengan bahan yang mudah
didapat dan murah.
7. Jarak minimal antara sumber air dengan bak resapan 10 m.
Pengelolaan limbah rumah tangga yang paling sederhana adalah
pengelolaan dengan menggunakan pasir dan bendabenda terapung melalui bak
penangkap pasir dan saringan. Benda yang melayang dapat dihilangkan oleh
bak pengendap yang dibuat khusus untuk menghilangkan minyak dan lemak.
Lumpur dari bak pengendap pertama dibuat stabil dalam bak pembusukan
lumpur, di mana lumpur menjadi semakin pekat dan stabil, kemudian
dikeringkan dan dibuang. Pengelolaan sekunder dibuat untuk menghilangkan
zat organik melalui oksidasi dengan menggunakan saringan khusus.
Pengelolaan secara tersier hanya untuk membersihkan saja. Cara pengelolaan
yang digunakan tergantung keadaan setempat, seperti sinar matahari, suhu
yang tinggi di daerah tropis yang dapat dimanfaatkan.16
Sumber air limbah berasal dari air buangan yang bersumber dari rumah
tangga (domestic wastes water), yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman
penduduk. Secara umum air limbah rumah tangga dapat dikelompokkan dalam
2 jenis, yaitu:
1. Grey water, merupakan air bekas cucian dapur, mesin cuci dan kamar
mandi. Grey water sering juga disebut dengan istilah sullage. Campuran
feses dan urin disebut sebagai excreta, sedangkan campuran excreta
dengan air bilasan toilet disebut sebagai black water. Mikroba pathogen
banyak terdapat pada excreta. Excreta ini merupakan cara transport utama
bagi penyakit bawaan.
2. Black water, Tinja (feses), berpotensi mengandung mikroba pathogen dan
air seni (urin), umumnya mengandung Nitrogen (N) dan Fosfor, serta
mikroorganisme.
Sistem pembuangan air limbah domestik terbagi menjadi 2 (dua) macam
yaitu: 1) Sistem pembuangan setempat (on site system) adalah fasilitas
16
Elvi Sunarsih, Konsep Pengolahan Limbah Rumah Tangga dalam Upaya Pencegahan
Pencemaran Lingkungan, (Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Vol. 5, No. 03 November 2014).,
hal

42
pembuangan air limbah yang berada di dalam daerah persil pelayananya (batas
tanah yang dimiliki). Contoh sistem pembuangan air limbah domestik
setempat adalah sistem cubluk atau septic tank. 2) Sistem pembuangan
terpusat (off site system) adalah sistem pembuangan yang berada di luar persil.
Contoh sistem penyaluran air limbah yang dibuang ke suatu tempat
pembuangan (disposal site) yang aman dan sehat dengan atau tanpa
pengolahan sesuai kriteria baku mutu dan besarnya limpasan.
Dalam Materi Bidang Air Limbah I dijelaskan tentang keuntungan dan
kerugian dalam pemakaian sistem pembuangan setempat dan sistem
pembuangan terpusat, yaitu:
1. Sistem pembuangan setempat (on site system)

Keuntungan pemakaian sistem pembuangan setempat adalah:


a. Biaya pembuatan murah
b. Biasanya dibuat oleh sector swasta/pribadi
c. Teknologi cukup sederhana
d. Sistem sangat privasi karena terletak pada persilnya
e. Operasi dan pemeliharaan dilakukan secara pribadi masing-masing
f. Nilai mamfaat dapat dirasakan segera seperti bersih, saluran air hujan
tidak lagi dibuangi air limbah, terhindar dari bau busuk, timbul estetika
pekarangan dan populasi nyamuk berkurang
Kerugian pemakaian Sistem Pembuangan Setempat adalah:

a. Tidak selalu cocok disemuah daerah


b. Sukar mengontrol operasi dan pemeliharaan
c. Bila pengendalian tidak sempurna maka air limbah dibuang kesaluran
drainase
d. Risiko mencemari air tanah bila pemeliharaan tidak dilakukan dengan
baik.

2. Sistem pembuangan terpusat (off site system)

Keuntungan Pemakaian Sistem penyaluran terpusat adalah:


a. Pelayanan yang lebih aman

43
b. Menampung semua jenis limbah domestik
c. Pencemaran air tanah dan lingkungan dapat dihindari
d. Cocok untuk daerah dengan tingkat kepadatan tinggi
e. Masa/umur pemakaian relatif lebih lama

Kerugian pemakaian sistem penyaluran terpusat:17

a. Memerlukan pembiayaan yang tinggi


b. Memerlukan tenagan yang trampil untuk operasional
c. Memerlukan perencanaan dan pelaksanaan untuk jangka panjang
d. Nilai manfaat terlihat apabila sistem telah berjalan dan semua
penduduk terlayani

Sistem sanitasi/sistem pembuangan limbah rumah tangga penduduk


merupakan hal yang penting dalam menjaga kualitas air tanah karena sistem
pembungan limbah yang tidak baik akan menyebabkan kontaminasi terhadap
kualitas air tanah. Kondisi sistem pembuangan limbah yang buruk ini dapat
menyebabkan tingginya kontaminasi dan pengaruh terhadap kualitas air sumur
serta dapat menyebabkan tingginya jumlah bakteri E. coli.
Dalam penerapannya, opsi teknologi sistem pengolahan air limbah
sangat tergantung pada kebutuhan atau kapasitas pengolahan, kondisi
lingkungan, ketersediaan ruang, serta kemampuan pengguna atau pengelola
dalam mengoperasikan dan memeliharanya.18

K. Lomba Kampung Iklim


Menurut Peraturan Presiden Tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan
Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) pengertian perubahan iklim adalah
berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh

17
Jessica, dkk, Kajian Sistem Pengelolaan Air Limbah pada Pemukiman di Kawasan Sekitar
Danau Tondano............, hal
18
Lorensius Yanuar Dalengkade, Studi Pengolahan Air Limbah untuk Kawasan Pemukiman
Kabupaten Kubu Raya, (Pontianak: Jurnal, Universitas Tanjungpuro Pontianak, 2016)., hal 1-10.

44
aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi dan
19
konsentrasi GRK (gas rumah kaca) di atmosfer secara global dan selain itu
juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun
waktu yang dapat dibandingkan. Perubahan Iklim berkaitan dengan emisi gas
rumah kaca dan peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) akibat dari kegiatan
pertanian, agroindustri dan industri. Sektor energi menjadi salah satu
penyumbang emisi karena kegiatan pembakaran bahan bakar fosil yang
menghasilkan CO2, N2O, dan CH4. Adapun Sektor Energi terbagi atas Sub
Sektor Perumahan, Komersial, Industri, dan Transportasi. Berdasarkan
Bappenas pada dokumen Indonesia Climate Change Sektoral Roadmap –
ICCSR telah mengklasifikasikan fenomena perubahan iklim menjadi berikut :
1. Suhu udara permukaan
2. Peningkatan suhu permukaan air
3. Kenaikan permukaan curah hujan
4. Perubahan curah hujan
5. Cuaca ekstrem20

Berdasarkan Kajian World Commision on Environment and


Development (WCED, 1987) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan
adalah suata upaya yang mendorong tercapainyanya kebutuhan generasi kini
tanpa mengorbankan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya.
Salah satu upaya dalam mengatasi perubahan iklim adalah dengan
pengelolaan lingkungan agar dapat mengurangi dampak dari perubahan iklim
tersebut. Pengelolaan lingkungan tersebut harus melibatkan semua pihak. Atas
dasar kerjasama tersebut tujuan mengurangi dampak perubahan iklim akan
tercapai. Aspek yang panting dalam pengelolaan lingkungan adalah dengan
melibatkan seluruh masyarakat dalam seluruh aspek kegiatan pengelolaan

19
Rencana Aksi Nasional penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, 2010, Draft Perpres RAN-GRK,
Hal 4
20
Atur Ekharisma Dewi dkk, Implementasi program Kampung Iklim di Kota Surakarta,
Proceeding Biology Education ConferenceVol. 16 (1), 2016

45
lingkungan tersebut. Masyarakat menjadi aktor utama yang terlibat secara
langsung dalam pengelolaan lingkungan tersebut. 21

Program kampung iklim adalah program Lingkungan hidup untuk


mendorong partisipasi aktif masyarakat dan seluruh pihak melaksanakan aksi
lokal dalam menghadapi dampak perubahan iklim dan upaya pengurangan
emisi gas ruang kaca. Menurut UU Nomor 19 pasal 1 yaitu program kampung
iklim yang selanjutnya disebut Proklim adalah program berlingkup nasional
yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dalam rangka mendorong
masyarakat untuk melakukan peningkatan kapasitas adaptasi terhadap dampak
perubahan iklim dan penurunan emisi gas rumah kaca serta memberikan
penghargaan terhadap upaya-upaya adaptasi dan mitigasi program kampung
iklim (ProKlim) sebagai upaya tindak lanjut RAN-GRK (Rencana Aksi
Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca). RAN-GRK merupakan
dokumen kerja yang menyediakan landasan bagi berbagai
Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Daerah untuk pelaksanaan berbagai
kegiatan yang secara langsung dan tidak langsung akan menurunkan emisi gas
rumah kaca dalam kerangka penurunan laju perubahan iklim global.22

PROKLIM adalah program sertifikasi yang diprakarsai oleh Pemerintah


Indonesia untuk meningkatkan partisipasi masyarakat lokal dalam
mengimplementasikan tindakan di bidang iklim mengubah mitigasi dan
adaptasi. Selain itu, dirancang untuk meningkatkan kesadaran lokal masalah
perubahan iklim dan mendorong implementasi mitigasi dan lokal langkah-
langkah adaptasi. Ini akan menyebabkan masyarakat menjadi kurang rentan
dan menjadi lebih tangguh terhadap bencana perubahan iklim.

Program Kampung Iklim

21
Ibid, Hal. 223-224
22
Rencana..., Hal. 2

46
Dibawah ini adalah tabel uraian kegiatan Program Kampung Iklim yang
Disusun oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan23

Komponen Penjelasan dan Contoh Kegiatan

1. Kegiatan adaptasi perubahan iklim

1.1 Pengendalian kekeringan, banjir dan longsor

a. Pemanenan air hujan Pemanenan air hujan adalah upaya


penanganan/antisipasi kekeringan misalnya dengan
membangun embung, dan penampungan air hujan
(PAH).

b. Peresapan air Peresapan air adalah upaya penanganan/antisipasi


kekeringan dengan meningkatkan resapan air misalnya
melalui pembuatan biopori, sumur resapan, Bangunan
Terjunan Air (BTA) atau rorak, dan Saluran Pengelolaan
Air (SPA).

c. Perlindungan dan Perlindungan dan pengelolaan mata air adalah upaya


pengelolaan mata air
penanganan/antisipasi kekeringan dengan melakukan
perlindungan mata air, yang dilakukan dengan berbagai
cara, seperti pembuatan aturan, penjagaan, dan upacara
adat.

d. penghematan Penghematan penggunaan air adalah upaya untuk


penggunaan air menggunakan air secara efektif dan efisien sehingga
tidak mengalami pemborosan

e. Penyediaan sarana Pembuatan sarana dan prasarana bertujuan untuk


dan prasarana menanggulangi banjir, misal: membangun saluran
pengendalian banjir drainase, kanal, kolam retensi, rumah pompa, dan
melakukan pengerukan.

f. Sistem peringatan Sistem peringatan dini bertujuan untuk penanganan/


antisipasi bencana banjir, misal: informasi ketinggian
dini (early warning muka air sungai, pemasangan alat tradisional,
system) pemakaian alat komunikasi jarak jauh, rute evakuasi.

23
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Program Kampung Iklim (ProKLim), 2012. Hal.
1-6

47
g. Rancang bangun Memodifikasi kontruksi bangunan merupakan bentuk
yang adaptif upaya

penanganan/antisipasi bencana banjir misalnya dengan


meninggikan struktur bangunan, desain rumah
panggung, atau rumah apung.

h. Terasering Penanganan/antisipasi bencana longsor dan erosi dapat


dilakukan dengan membuat terasering, yaitu bangunan
berundak-undak yang tegak lurus arah lereng dan
mengikuti garis horizontal

i. Penanaman vegetasi Penanaman vegetasi adalah upaya penanganan/antisipasi


bencana longsor, erosi, dan penanganan lahan kritis,
seperti dengan penanaman vegetasi jenis tertentu yang
sesuai dengan kondisi lokal.

1.2 Peningkatan ketahanan pangan

a. sistem pola tanam Sistem pola tanam merupakan upaya penanganan/


antisipasi gagal tanam dan gagal panen, misalnya
dengan mempraktikan sistem tumpangsari, dll.

b. Sistem irigasi / Sistem irigasi/drainase ini adalah sebagai upaya


drainase penanganan/antisipasi gagal tanam dan gagal panen,
misalnya membangun sistem irigasi hemat air (kondisi
air macak-macak, tidak tergenang), dll.

c. Pertanian terpadu Penanganan/antisipasi gagal tanam dan gagal panen


dengan melakukan praktik pertanian terpadu, yaitu
(integrated farming kombinasi budidaya tanaman semusim, peternakan,
/mix farming) perikanan, perkebunan, dan kehutanan yang berada
dalam satu lokasi dan terjadi interaksi antar-komponen
tersebut. Misalnya: kotoran ternak digunakan untuk
pupuk kandang, sisa seresah tanaman dijadikan kompos,
dll.

d. Pengelolaan potensi Upaya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan


tanaman dan hewan
local
lokal untuk peningkatan ketahanan pangan, terutama
tanaman dan hewan lokal yang memiliki potensi untuk

48
beradaptasi terhadap kondisi iklim ekstrim.

e. Penganekaragaman Penanganan/antisipasi gagal tanam dan gagal panen


dengan melakukan penganekaragaman tanaman pangan.
tanaman pangan

f. Sistem dan teknologi Penanganan/antisipasi gagal tanam dan gagal panen


dengan menerapkan teknologi pengelolaan lahan
pengelolaan lahan

dan pemupukan

g. Teknologi Mengaplikasikan teknologi pemuliaan tanaman, spt:


pemuliaan penyilangan spesies tanaman untuk menghasilkan
varietas yang tahan perubahan iklim, seperti cuaca
tanaman dan hewan ekstrim (panas terik, kekeringan, dan hujan angin).
ternak

h. Pemanfaatan lahan Pemanfaatan lahan pekarangan dengan tanaman


bermanfaat, seperti mengembangkan apotek hidup dan
pekarangan lumbung hidup.

1.3 Penanganan atau antisipasi kenaikan muka laut, rob, intrusi air laut, abrasi,
ablasi atau erosi akibat angin, gelombang tinggi (untuk daerah pesisir)

a. Struktur pelindung Pemeliharaan dan rehabilitasi daerah pantai dengan


melakukan penanaman vegetasi pantai (misalnya
alamiah ketapang, cemara laut, mangrove, kelapa) dan
perlindungan pesisir (misalnya melindungi gumuk pasir,
pengelolaan terumbu karang).

b. Struktur Membuat konstruksi perlindungan pantai dan pesisir,


perlindungan buatan misalnya

membangun struktur tembok laut (sea wall), pemecah


gelombang, sabuk hijau (green belt), terumbu buatan
dan pintu air pasang surut.

c. Struktur konstruksi Modifikasi struktur bangunan dengan melakukan


misalnya peninggian ketinggian bangunan, rumah
bangunan panggung, dan struktur terapung.

d. Relokasi Melakukan relokasi pemukiman/bangunan dan aset


penting lainnya menjauhi pantai sehingga dampak

49
kenaikan muka air laut dapat dikurangi dan penaatan
aturan batas sempadan pantai.

e. Penyediaan air Upaya penyediaan air bersih di daerah pesisir, seperti


bersih Upaya pengendalian pengambilan air tanah dan penampungan
air hujan.

f. Sistem pengelolaan Penerapan konsep pengelolaan sumberdaya pesisir


secara terpadu, contohnya adalah pengintegrasian
pesisir terpadu kegiatan wisata dengan budidaya pesisir (mina wisata).

g. Mata pencaharian Upaya masyarakat untuk memperoleh mata pencaharian


baru menyesuaikan dengan perubahan kondisi
alternative lingkungan, misalnya budidaya kepiting dan
penggantian spesies ikan yang adaptif terhadap
perubahan iklim.

1.4 Pengendalian penyakit terkait iklim

a. Pengendalian vektor Upaya surveilans (pemantauan terus menerus) dan


pengendalian vektor, misalnya dengan melaksanakan
3M (menguras, menimbun,menutup) sarang nyamuk,
pengendalian perindukan nyamuk dan tikus, modifikasi
dan memperbaiki lingkungan (misal untuk mencegah
timbulnya genangan air), memasukkan ikan dalam
kolam/pot tanaman, dan keberadaan tim Jumantik (Juru
Pemantau Jentik) di daerah setempat.

b. Sistem kewaspadaan Upaya masyarakat untuk mengetahui lebih dini


mengenai kondisi penyakit terkait perubahan iklim,
dini contohnya adalah penerapan sistem kewaspadaan dini
untuk mengantisipasi terjadinya penyakit akibat
perubahan iklim seperti diare, malaria, DBD.

c. Sanitasi dan air Upaya peningkatan fasilitas sanitasi/air bersih, misalnya


bersih dengan memiliki rumah yang sehat, tersedia akses air
bersih dan jamban.

d. Perilaku hidup Upaya sosialisasi dan pelembagaan PHBS, contohnya


bersih mencuci tangan dengan sabun, menggunakan jamban
sehat dan menggunakan air bersih.
dan sehat (PHBS)

50
2. Kegiatan mitigasi perubahan iklim

2.1 Pengelolaan sampah dan limbah padat

a. Pewadahan dan Upaya pencegahan dekomposisi (pembusukan) sampah


yang tidak pada
pengumpulan
tempat-nya baik di tingkat rumah tangga dan komunal,
seperti dengan

menyediakan tempat sampah yang layak, tidak


membuang sampah ke sungai/media lingkungan lain,
melakukan kegiatan pemilahan, dan memiliki TPS.

b. Pengolahan Upaya masyarakat untuk mengolah sampah di tingkat


komunal, misalnya dengan melakukan pengomposan,
tidak melakukan pembakaran sampah, dan memiliki
fasilitas pengolahan sampah.

c. Pemanfaatan Upaya masyarakat untuk memanfaatkan limbah padat


dan gas methane yang dihasilkan dari proses pengolahan
limbah, misalnya dengan melakukan 3R (Reduce, Reuse,
and Recycle), pemanfatan gas metan dari limbah organik
sebagai sumber energi, dan pemanfaatan pupuk organik
dari proses pengomposan.

d. Penerapan konsep Upaya masyarakat mengolah limbah padat dari kegiatan


rumah tangga sehingga tidak ada sampah dibuang ke
zero-waste lingkungan, misalnya pengurangan jumlah sampah,
pengomposan tingkat rumah tangga dan bank sampah.

2.2. Pengolahan dan pemanfaatan limbah cair

a. Domestik Masyarakat telah memiliki sistem pengolahan limbah


cair domestik di tingkat komunal yang dilengkapi
dengan instalasi penangkap methane, contohnya tanki
septik dilengkapi dengan instalasi penangkap methane,
dan memanfaatkan gas methane sebagai sumber energi
baru.

b. Industri rumah Telah memiliki sistem pengolahan limbah cair yang


dilengkapi dengan instalasi penangkap methane dan
tangga industri rumah tangga telah memanfaatkan gas methane

51
sebagai sumber energi baru, misalnya IPAL anaerob
yang dilengkapi penangkap methane.

2.3. Penggunaan energi baru, terbarukan dan konservasi energi

a. Teknologi rendah Penerapan teknologi rendah emisi GRK, misalnya


penggunaan tungku hemat energi, kompor sekam padi,
emisi gas rumah kaca kompor berbahan bakar biji-bijian nonpangan, lampu
biogas, dan briket sampah.

b. Energi baru Pemanfaatan energi baru terbarukan misalnya


mikrohidro, kincir angin, sel surya, biogas, gelombang,
terbarukan dan biomasa.

c. Efisiensi energy Melakukan kegiatan efisiensi energi, contohnya perilaku


hemat listrik, penggunaan lampu hemat energi (non-
pijar), dan pencahayaan alami.

2.4. Pengelolaan budidaya pertanian

a. Pengurangan pupuk Upaya masyarakat untuk mengurangi emisi GRK akibat


penggunaan pupuk dan pestisida kimia, misalnya
dan modifikiasi menggunakan pupuk organik, pengolahan biomasa
sistem pengairan menjadi pupuk, model irigasi berselang/bertahap
(intermittent irigation).

b. Kegiatan Masyarakat melakukan kegiatan pertanian yang dapat


pascapanen mengurangi emisi GRK dengan menghindari
pembakaran pasca-panen, misal: tidak membakar jerami
di sawah, menghindari proses pembusukan jerami akibat
penggenangan sawah.

2.5. Peningkatan tutupan vegetasi

a. Penghijauan Upaya meningkatkan tutupan vegetasi dengan


melakukan penghijauan.

b. Praktik wanatani Upaya meningkatkan tutupan vegetasi dengan


melakukan praktik wanatani seperti pembibitan,
pemilihan jenis tanaman, penanaman, pemeliharaan, dan
sistem pemanenan hasil hutan.

2.6. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan

52
a. Sistem pengendalian Masyarakat sudah memiliki kelembagaan dan sistem
untuk mengendalikan kebakaran hutan dan lahan
kebakaran hutan dan

lahan

b. Pengelolaan lahan Upaya masyarakat untuk mengelola lahan gambut secara


lestari dengan meng-hindari pembukaan lahan tanpa
gambut bakar dan pengelolaan tata air lahan gambut.

Beberapa Contoh Kampung Iklim


Kampung Iklim Sekip Asri Kadipiro RW 23 berdiri tahun 2015, pernah
menjuarai kampung iklim Juara 2 tingkat Nasional. Lokasi terletak di dataran
rendah 20-400 m dpl, dan curah hujan 2000-3000 mm/tahun. Kampung iklim
sekip asri RW 23 terdiri dari 380 KK dengan jumlah penduduk 1243 jiwa.
Peran perempuan di Kampung iklim memiliki kearifan lokal melalui produk
kerajinan Bank sampah, pupuk kompos, pembibitan tannaman hias dan
ekonomi kreatif seperti pembuatan telur asin, sirup belimbing wuluh, sirup
seruni, sirup sereh, serbuk jahe merah, dawet lele dan lain-lain. Dukungan
kelembagaan masyarakat lokal melalui kelompok yang mendukung kegiatan
kampung iklim antara lain, yaitu :
a. Kelompok tani surya mentari
b. Bank sampah soluta
c. Bank sampah greenlife
d. Kelompok ikaboga
e. Posyandu
f. PKK
Kampung sekip RW 23 terdapat 120 LBR (Lubang Biopori Resapan), 9
Sumur resapan dan solarcell. Kebijakan lokal dalam meningkatkan tutupan
vegetasi yaitu dengan mewajibkan warga membawa 3 bibit tanaman setiap
pertemuan bulanan warga.Dukungan partisipasi masyarakat lokal dan institusi
yaitu :
a. Perguruan tinggi (UNS, UMS, UNISRI, UTP)
b. LSM (GIZ)

53
c. Pemerintah (BLH, Dinas Pertanaian, Disperindag, DPU, DKP, UMKM
PLUT, Bapermas PP PA dan KB)
d. swasta.24
Kampung Ngemplak Sutan di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres
terletak dipaling utara Kota Surakarta, merupakan daerah berbukit-bukit dan
dataran tertinggi di kota Surakarta.Sumber Air tanah hanya bisa diambil
dengan sumur dalam. Kampung Iklim Ngemplak Sutan berdiri tahun 2017 dan
mendapat penghargaan sertifikat sebagai kampung iklim utama. Kampung
iklim ngemplak sutan dahulu dikenal dengan kampung sayur organik. Banyak
warga membudidayakan bibit tanaman untuk dijual, dan menanam sayur
organik di halaman rumah dan sepanjang pinggir jalan kampung. Sayur
dipupuk dari hasil pengomposan. Produk sayuran mulai dari sawi, terong,
paria, cabe, kembang kol, sawi putih, hingga kubis sudah mulai dipanen dan
hasilnya dapat mengurangi pengeluaran rumah tangga dan untuk ketahanan
pangan. Produk olahan sayur seperti stik sayur. Ngemplak sutan RW 37
memiliki 2 bank sampah yang menghasilkan produk kreatif dengan konsep
zero waste. Dukungan kelembagaan masyarakat lokal melalui kelompok yang
mendukung kegiatan kampung iklim antara lain, yaitu :
a) KSM Kahuripan Sejahtera
b) Bank Sampah Amanah
c) Pengurus Posyandu dan Balita
d) KSM Tirto Langgeng “ Ngemplak Sutan”
Dukungan partisipasi masyarakat lokal dan institusi yaitu :
 Perguruan tinggi (UNS, UNISRI, UTP)
 LSM (Rumah zakat, Solo Kotaku),
 Pemerintah (DLH, DPUPR, Dinas Pertanaian)
 swasta.

24
Atur Ekharisma, Implementasi..., Hal. 225

54
L. Kampung Lingkungan Berseri
Kegiatan-kegiatan tanggung jawab sosial (corporate social responsibility)
perusahaan dengan demikian membutuhkan pemahaman yang baik dan mendalam
mengenai kondisi masyarakat setempat dimana kegiatan corporate social
responsibility (CSR) perusahaan tersebut diwujudkan. Peran serta masyarakat dan
stakeholder menjadi penting untuk dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan CSR
tersebut. Kegiatan CSR bagi masyarakat merupakan suatu proses yang bergerak
dan bertalian dengan sumber-sumber yang ada di masyarakat, yang saat ini mulai
dimanfaatkan oleh perusahaan.25

Dalam penerapan CSR oleh perusahaan, perlu hati-hati dan cara-cara yang
benar agar tidak memperkuat kondisi relasi ketergantungan dari masyarakat akan
kehadiran perusahaan. Keuntungan-keuntungan yang secara otomatis didapat dari
pelaksanaan kegiatan CSR bagi masyarakat di sini adalah adanya pengurangan
resiko, meningkatnya good will, mengurangi biaya, membangun sumber daya
manusia, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Penerapan kegiatan corporate social responsibility didasarkan pada banyak


alasan dan tuntutan, sebagai paduan antara faktor internal dan eksternal.
Sebagaimana dijelaskan lebih jauh oleh Frynas (2009) yang melihat bahwa
pertimbangan perusahaan untuk melakukan kegiatan CSR antara lain umumnya
karena alasan-alasan berikut:

1. Untuk memenuhi regulasi, hukum dan aturan

2. Sebagai investasi sosial perusahaan untuk mendapatkan image yang positif

3. Bagian dari strategi bisnis perusahaan

4. Untuk memperoleh licence to operate dari masyarakat setempat

5. Bagian dari risk management perusahaan untuk meredam dan menghindari


konflik social

25
Meilany Budiarti & Santoso Tri Raharjo, Corporate Social Responsibility (CSR) dari Sudut
Pandang Perusahaan, Jurnal UNPAD, (Bandung : Universitas Padjajaran), 2014, Hal. 13

55
PT Astra Internasional Tbk Indonesia, merupakan salah satu perusahaan
Badan Usaha Milik Swasta Nasional (BUMS) yang berdiri sendiri, serta
perusahaan ini telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak 4 April 1990,
perusahaan ini bergerak di bidang jasa keuangan, alat berat dan pertambangan,
agrobisinis, infarastruktur, logistik, dan lainnya seperti teknologi informasi, serta
property. PT Astra Internasional Tbk Indonesia sendiri memiliki 218,127
karyawan, pada 183 anak perusahaan, memiliki 1.8.14 outlet.
PT Astra Internasional Tbk Indonesia mecetuskan inisiatif SATU
Indonesia (Semangat Astra Untuk Indonesia) yang merupakan sinergi bersama
delapan yayasan yang berperan aktif meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia.
Empat bidang yang dibidik adalah pendidikan, pelestarian lingkungan, pelayanan
kesehatan, pengembangan usaha kecil menengah (UKM). Salah satu perwujudan
dari program CSR PT Astra SATU adalah kampung Berseri Astra. Per Februari
2018 sudah tercatat ada 72 Kampung berseri yang tersebar di seluruh Indonesia
dan sekarang sudah mencapai 81 kampung
Kampung Berseri Astra merupakan program Kontribusi Sosial
Berkelanjutan Astra yang diimplementasikan kepada masyarakat dengan konsep
pengembangan yang mengintegrasikan 4 nilai program, yaitu: Pendidikan,
Kewirausahaan, Lingkungan, dan Kesehatan. Melalui program Kampung Berseri
Astra, masyarakat dan perusahaan dapat berkolaborasi untuk bersama
mewujudkan wilayah yang bersih, sehat, cerdas, dan produktif sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup masyarakat di wilayah Kampung Berseri Astra.

Daftar Kampung Berseri

Kampung Wisata
Kampung Berseri Astra Wisata merupakan Kampung yang menawarkan
keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian perkampungan, baik dari
kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adata istiadat dan keseharian.

Kampung Hijau
Kampung Berseri Astra Hijau merupakan suatu perkampungan yang
memiliki lingkungan hijau yang asri dan sehat, serta menerapkan program

56
pelestarian fungsi lingkungan baik pada komponen lingkungan (biotik dan
abiotic) maupun komponen sosial ekonomi, pendidikan dan budaya serta
kesehatan masyarakat.
Kampung Produktif

Kampung Berseri Astra Produktif merupakan salah satu konsep kampung


mandiri yang mampu menjadi pusat pembelajaran dan memenuhi kebutuhan
sendiri melalui kegiatan produktif dan meningkatkan kualitas hidup di bidang
pendidikan, lingkungan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi

Kampung Cyber
Kampung Berseri Astra Cyber merupakan suatu konsep Kampung modern
dengan memanfaatkan perkembangan Teknologi dan Informasi dalam setiap
komponen kehidupan Kampung, mulai dari yang berkaitan dengan administrasi
Kampung, interaksi sosial, kehidupan ekonomi, pendidikan dan budaya.

Kampung Budaya
Kampung Berseri Astra Budaya merupakan Kampung yang mempunyai
potensi adat, tradisi, kesenian, kerajinan, arsitektur, dan tata ruang yang masih
nyata ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari dan masyarakat kampung
berupaya nyata untuk melestarikan dan mengembangkannya.26

M. Pengertian Sampah
Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan
limbah padat. Sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-
perlakuan, baik karena sudah diambil bagian utamanya, atau karena
pengolahan, atau karena sudah tidak ada manfaatnya yang ditijnau dari segi
sosial ekonomis tidak ada harganya dan dari segi lingkungan dapat
menyebabkan pencemaran atau gangguan terhadap lingkungan hidup.

26
Kampung Berseri Astra dalam Https://www.satu-indonesia.com/satu/, diakses 19 Maret 2020
pukul 16.20

57
Sampah adalah bahan yang terbuang atau dibuang dari hasil aktifitas
manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomi.27 Menurut
kamus istilah lingkungan hidup, sampah mempunyai definisi sebagai bahan
yang tidak mempunyai nilai, bahan yang tidak berharga untuk maksud biasa,
pemakaian bahan rusak, barang yang cacat dalam pembuatan manufaktur,
materi berlebihan, atau bahan yang ditolak.
Sampah adalah limbah yang berbentuk padat dan juga setengah padat,
dari bahan organik atau anorganik, baik benda logam maupun benda bukan
logam, yang dapat terbakar dan yang tidak dapat terbakar. Bentuk fisik benda-
benda tersebut dapat berubah menurut cara pengangkutannya atau cara
pengolahannya. Sampah padat adalah semua barang sisa yang ditimbulkan
dari aktivitas manusia dan binatang yang secara normal padat dan dibuang
ketika tidak dikehendaki atau sia-sia.28 Sedangkan yang dimaksud dengan
sampah perkotaan adalah sampah yang timbul di kota (tidak termasuk sampah
yang berbahaya dan beracun).
Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga
untuk maksud biasa atau utama dalam pembuatan atau pemakaian abarng
rusak atau bercacat dalam pembuatan manufaktur atau materi berkelebihan
atau ditolak atau buangan. Sampah merupakan bahan yang terbuang atau
dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum
memiliki nilai ekonomis.29 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
sampah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya dari
pemakai semula, atau sampah adalah sumber daya yang tidak siap pakai.
Penumpukan sampah disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah volume sampah yang sangat besar sehingga melebihi kapasitas daya
tampung tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Pengelolaan sampah yang
terjadi selama ini dirasakan tidak memberikan dampak positif kepada
lingkungan, dan kuranganya dukungan kebijakan dari pemerintah.

27
E. Colink, Istilah Lingkungan Untuk Manajemen, 1996
28
Tchobanoglous, Integrated Solid Waste Management, (Mc. Grw Hill: Kogakusha, 1993)., 82.
29
Alex S, Sukses Mengolah Sampah Organik menjadi Pupuk Organik, (Yogyakarta: Baru Press),
hal.3-4.

58
Pemerintah belum begitu serius dalam memikirkan masalah sampah ini.
Meski pemerintah sudah melakukan beberapa terobosan namun di beberapa
tempat pembuangan sementara (TPS) gunungan sampah masih sangat
mengganggu masyarakat dan masih menjadi perhatian. Permasalahan sampah
merupakan hal yang krusial (sulit terselesaikan). Bahkan, dapat diartikan
sebagai masalah kultural/kebiasaan karena dampaknya mengenai berbagai sisi
kehidupan, terutama di kota besar. Oleh sebab itu bila tidak ditangani secara
benar, maka akan menimbulkan dampak seperti pencemaran air, udara, dan
tanah yang mengakibatkan sumber penyakit.
Pengolahan sampah membutuhkan lahan sebagai tempat pembuangan
akhir (TPA). Sampah sebagai barang yang masih bisa dimanfaatkan tidak
seharusnya diperlakukan sebagai barang yang menjijikan, melainkan harus
dapat dimanfaatkan sebagai bahan mentah atau bahan yang berguna lainnya.
Seharusnya pengolahan sampah harus dilakukan dengan efisien dan efektif,
yaitu sebisa mungkin dekat dengan sumbernya, seperti dilingkungan RT/RW,
sekolah, dan rumah tangga sehingga jumlah sampah dapat dikurangi.
Pengelolaan sampah diantaranya dapat dimanfaatkan menjadi kompos organik
yang didalamnya terkandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman, perbaikan
struktur tanah dan zat yang dapat mengurangi bakteri yang merugikan dalam
tanah. Pupuk organik biasanya tidak meninggalkan residu / sisa dalam
tanaman sehingga hasil tanaman akan aman bila dikonsumsi.

N. Jenis Sampah
Jenis-jenis sampah dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, antara
lain:
1. Berdasarkan sumbernya
a. Sampah alam
Ssampah yang ada oleh proses alam yang dapat di daur ulang alami,
seperti halnya daun-daunan kering di hutan yang terurai menjaditanah .
Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah,
misalnya daun-daun kering di lingkungan pemukiman.

59
b. Sampah manusia
Sampah manusia (human waste) adalah istilah yang biasa digunakan
terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin.
Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena
dapat digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang
disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan dalam
mengurangi penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara
hidup yang higenis dan sanitasi. Termasuk didalamnya adalah
perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing).
c. Sampah konsumsi
Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh
manusia(pengguna barang), dengan kata lain adalah sampah hasil
konsumsi sehari -hari. Ini adalah sampah yang umum, namun
meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini masih jauh lebih kecil
dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses
pertambangan dan industri.
d. Sampah industri
Sampah industri adalah bahan sisa yang dikeluarkan akibat proses
proses industri. Sampah yang dikeluarkan dari sebuah industri dangan
jumlah yang besar dapat dikatakan sebagai limbah.30 Berikut adalah
gambaran dari limbah yang berasal dari beberapa industri, yaitu :
1) Limbah industri pangan (makanan), sebagai contoh yaitu hasil
ampas makanan sisa produksi yang dibuang dapat menimbulkan
bau dan polusi jika pembuangannya tidak diberi perlakuan yang
tepat.
2) Limbah Industri kimia dan bahan bangunan, sebagai contoh
industri pembuat minyak pelumas (OLI) dalam proses
pembuatannya membutuhkan air skala besar, mengakibatkan pula
besarnya limbah cair yang dikeluarkan ke lingkungan sekitarnya.
30
Cecep Dani Sucipto, Teknologi Pengolahan Daur Ulang Sampah, (Jakarta: Goysen Publising,
2009)., hal 2-3.

60
air hasil produksi ini mengandung zat kimia yang tidak baik bagi
tubuh yang dapat berbahaya bagi kesehatan.
3) Limbah industri logam dan elektronika, bahan buangan seperti
serbuk besi, debu dan asap dapat mencemari udara sekitar jika
tidak ditangani dengan cara yang tepat.
2. Berdasarkan sifatnya
a. Sampah organik
Sampah organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa
makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini
dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos.
b. Sampah anorganik
Sampah anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti
plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan
gelas minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya. Sampah ini dapat
dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk
dijadikan produk laiannya. Beberapa sampah anorganik yang dapat
dijual adalah plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas
bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas.31
3. Berdasarkan bentuknya
a. Sampah padat
Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia,
urine dan sampah cair. Dapat berupa sampah dapur, sampah kebun,
plastik, metal, gelas dan lain-lain. Menurut bahannya sampah ini
dikelompokkan menjadi sampah organik dan sampah anorganik.
Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (biodegradability), maka
dapat dibagi lagi menjadi:
1) Biodegradable
2) Yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses
biologi baik aerob (menggunakan udara/terbuka) atau anaerob
31
Alex S, Sukses Mengolah Sampah Organik menjadi Pupuk Organik, (Yogyakarta: Baru Press),
hal 9-10.

61
(tidak menggunakan udara/tertutup), seperti sampah dapur, sisa-
sisa hewan, sampah pertanian dan perkebunan.
3) 2). Non-biodegradable Yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan
oleh proses biologi, yang dapat dibagi lagi menjadi: (a) Recyclable
yaitu sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena
memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan
lain-lain. (b) Non-recyclable yaitu sampah yang tidak memiliki
nilai ekonomi dan tidak dapat diolah atau diubah kembali seperti
tetra packs(kemasan pengganti kaleng), carbon paper, thermo coal
dan lain-lain.
b. Sampah cair
Sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak
diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.
1) Limbah hitam yaitu sampah cair yang dihasilkan dari toilet.
Sampah ini mengandung patogen yang berbahaya.
2) Limbah rumah tangga seperti sampah cair yang dihasilkan dari
dapur, kamar mandi dan tempat cucian. Sampah ini mungkin
mengandung patogen.

O. Sumber Sampah
Sampah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
domestik (rumah tangga) maupun industri. Dalam Undang-undang No 18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan bahwa sampah adalah
sisa kegiatan sehari hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat atau
semi padat berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak
dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang ke
lingkungan. Ditinjau dari sumbernya, sampah berasal dari beberapa tempat,
yakni :
1. Sampah dari pemukiman penduduk pada suatu pemukiman biasanya
sampah dihasilkan oleh suatu keluarga yang tinggal di suatu bangunan

62
atau asrama. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya organik, seperti sisa
makanan atau sampah yang bersifat basah, kering, abu plastik dan lainnya.
2. Sampah dari tempat-tempat umum dan perdagangan tempat tempat umum
adalah tempat yang dimungkinkan banyaknya orang berkumpul dan
melakukan kegiatan. Tempat-tempat tersebut mempunyai potensi yang
cukup besar dalam memproduksi sampah termasuk tempat perdagangan
seperti pertokoan dan pasar. Jenis sampah yang dihasilkan umumnya
berupa sisa-sisa makanan, sayuran dan buah busuk, sampah kering, abu,
plastik, kertas, dan kaleng-kaleng serta sampah lainnya.
Sampah dari kedua jenis sumber tersebut dikenal sebagai sampah
domestik. Sedang sampah non-domestik adalah sampah atau limbah yang
bukan sejenis sampah rumah tangga, misalnya limbah dari proses industri.
Bila sampah domestik ini berasal dari lingkungan perkotaandan dikenal
sebagai municipal solid waste (MSW).
Sumber sampah pada umumnya berhubungan erat dengan penggunaan
tanah dan pembagian daerah untuk berbagai kegunaan. Di Indonesia, sekitar
60-70% dari total volume sampah yang dihasilkan merupakan sampah basah
dengan kadar air antara 65-75%. Sumber sampah terbanyak berasal dari pasar
tradisional dan pemukiman. Sampah pasar tradisional, seperti pasar lauk-pauk
dan sayur-mayur membuang hampir 95% sampah organic. Di dalam
kehidupan manusia, sebagian besar jumlah sampah berasal dari beberapa
aktivitas, di bawah ini sumber sampah dapat digolongkan dalam beberapa
kategori, yaitu :
a. Sampah dari Pemukiman / Rumah Tangga
Umumnya sampah rumah tangga berupa sisa pengolahan makanan,
perlengkapan rumah tangga bekas, kertas, kardus, gelas, kain, sampah
kebun/halaman, dan lain-lain.
b. Sampah dari Pertanian dan Perkebunan
Sampah dari kegiatan pertanian tergolong bahan organik, seperti jerami
dan sejenisnya. Sebagian besar sampah yang dihasilkan selama musim
panen dibakar atau dimanfaatkan untuk pupuk. Untuk sampah bahan kimia

63
seperti pestisida dan pupuk buatan perlu perlakuan khusus agar tidak
mencemari lingkungan. Sampah pertanian lainnya adalah lembaran plastik
penutup tempat tumbuh-tumbuhan yang berfungsi untuk mengurangi
penguapan dan penghambat pertumbuhan gulma, namun plastik ini bisa
didaur ulang.
c. Sampah dari Sisa Bangunan dan Konstruksi Gedung
Sampah yang berasal dari kegiatan pembangunan dan pemugaran gedung
ini bisa berupa bahan organik maupun anorganik. Sampah Organik,
misalnya: kayu, bambu, triplek. Sampah Anorganik, misalnya: semen,
pasir, spesi, batu bata, ubin, besi dan baja, kaca, dan kaleng.
d. Sampah dari Perdagangan dan Perkantoran
Sampah yang berasal dari daerah perdagangan seperti: toko, pasar
tradisional, warung, pasar swalayan ini terdiri dari kardus, pembungkus,
kertas, dan bahan organik termasuk sampah makanan dan restoran.
Sampah yang berasal dari lembaga pendidikan, kantor pemerintah dan
swasta biasanya terdiri dari kertas, alat tulis-menulis (bolpoint, pensil,
spidol, dll), toner foto copy, pita printer, kotak tinta printer, baterai, bahan
kimia dari laboratorium, pita mesin ketik, klise film, komputer rusak, dan
lain-lain. Baterai bekas dan limbah bahan kimia harus dikumpulkan secara
terpisah dan harus memperoleh perlakuan khusus karena berbahaya dan
beracun.
e. Sampah dari Industri
Sampah ini berasal dari seluruh rangkaian proses produksi (bahan-bahan
kimia serpihan/potongan bahan), perlakuan dan pengemasan produk
(kertas, kayu, plastik, kain/lap yang jenuh dengan pelarut untuk
pembersihan). Sampah industri berupa bahan kimia yang seringkali
beracun memerlukan perlakuan khusus sebelum dibuang.
Industriitumacam-macam, ada yang industry beratmaupun yang ringan,
contohnya :
1) Pertambangan
2) Sumber-sumber alam misalnya sumber energi.

64
3) Pabrik.
4) Perusahaan kayu.
5) Perusahaan kimia.
6) Perusahaan logam.
7) Tempat pengolahan air kotor.
f. Sampah Alam
Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses
daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai
menjadi tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi
masalah, misalnya daun-daun kering di lingkungan pemukiman.
g. Sampah Manusia
Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa
digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin.
Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat
digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang
disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan utama pada
dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui
sampah manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi. Termasuk
didalamnya adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing).
Sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui
sistem urinoir tanpa air.
h. Sampah Konsumsi
Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia)
pengguna barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang
ke tempat sampah. Ini adalah sampah yang umum dipikirkan manusia.
Meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih jauh lebih
kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses
pertambangan dan industri.
i. Sampah Nuklir
Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang
menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya bagi

65
lingkungan hidupdan juga manusia. Oleh karena itu sampah nuklir
disimpan ditempat-tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan
aktivitas tempat-tempat yang dituju biasanya bekas tambang garam atau
dasar laut (walau jarang namun kadang masih dilakukan).32

P. Pengelolaan Sampah TPA


Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitasnya, jumlah
sampah yang dihasilkan oleh kegiatan perkotaan bertambah dari waktu ke
waktu. Jenisnya pun semakin beragam. Oleh karena jumlah dan volume
sampah yang besar serta jenisnya yang beranekaragam, maka jika tidak
dikelola dengan benar, sampah perkotaan akan menimbulkan dampak negatif
berupa permasalahan lingkungan yang kompleks, seperti pencemaran air,
tanah dan udara, berkembang biaknya bibit penyakit, terganggunya ketertiban,
kebersihan dan keindahan lingkungan. Salah satu contoh aktual timpangnya
pengelolaan sampah kota adalah kasus TPA , tempat pembuangan sampah .
TPA tersebut, yang terletak di wilayah Pemerintah Kota Bekasi, telah
menimbulkan gejolak sosial dan akan ditutup sebelum waktunya karena
pengelolaannya dianggap tidak memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan.
Kasus-kasus serupa diperkirakan akan muncul di kota-kota lain karena
pengelolaan sampah perkotaan belum menjadi salah satu prioritas
pembangunan. Penanganan dan pengelolaan sampah hendaknya dilakukan
secara seksama, serius dan terpadu, sejak tahap perencanaan, pembangunan
sampai dengan tahap operasional, dengan melibatkan partisipasi aktif berbagai
33
pihak.
Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten Bekasi
Pengelolaan sampah di kabupaten Bekasi masih berpijak pada sistem
pengelolaan konvensional. Ada beberapa tahap kegiatan pengelolaan sampah
yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan Pemda Kabupaten Bekasi, yaitu tahap

32
Chandra, budiman, Pengantar kesehatan lingkungan,( Jakarta: EGC,2007)., hal 22- 24.
33
Stiyono dan sri wahyono, SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DI KABUPATEN BEKASI – JAWA
BARAT. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 2, No. 2, Mei 2002 hlm 19

66
pewadahan, tahap pengumpulan, tahap pengangkutan dan tahap pemusnahan
sampah.
1. Tahap pewadahan sampah
Pewadahan sampah (sebelum diangkut ke lokasi pengolahan)
merupakan tanggung jawab setiap sumber penghasil sampah baik rumah
tangga maupun non-rumah tangga.
2. Tahap pengumpulan sampah
Ada beberapa teknik operasional pengumpulan sampah yang dilakukan
oleh Dinas Kebersihan Kabupaten Bekasi, yaitu :
a. Sistem container
Sistem ini dilakukan dengan menempatkan kontainer di lokasi-lokasi
strategis yang ada. Kontainer yang sudah penuh diambil kemudian
dibawa ke TPA dan digantikan dengan kontainer yang kosong.

Gambar : Pengumpulan sampah dengan container

b. Sistem door to door


Sistem ini dilakukan dengan menggunakan truk sampah yang
mengadakan perjalanan keliling lingkungan disertai oleh tiga sampai
empat tenaga kerja untuk menaikkan sampah dari tempat pewadahan
ke atas truk.

Gambar : Pengumpulan sampah dengan sistem door to door

c. Sistem jemput bola atau sistem transfer depo

67
Sistem ini dilakukan dengan dua tahap pengangkutan. Sampah dari
lingkungan permukiman dikumpulkan oleh tenaga pengumpul
setempat dengan menggunakan gerobak sampah yang keliling untuk
dibawa ke transfer depo. Dari beberapa gerobak yang beroperasi akan
berkumpul di suatu tempat khusus yang dibangun untuk memindahkan
sampahnya ke dalam truk pengangkut yang telah menunggu. Truk
pengangkut ini kemudian membawa sampah ke TPA.

Gambar :Pengumpulan sampah dengan transfer depo

d. Sistem TPS
Sistem ini dilakukan dengan menyediakan tempat pembuangan
sampah yang bersifat sementara. Biasanya masyarakat membuang
sampahnya secara langsung ke lokasi TPS atau petugas pengumpul
setempat yang akan membawa sampah dari lokasi pewadahan atau
rumah tangga ke lokasi TPS. Pada periode tertentu truk sampah akan
datang untuk mengambil sampah yang terkumpul di TPS ini kemudian
dibawa ke TPA.

Gambar : pengumpulan sampah dengan sistem TPS

3. Tahap pengangkutan sampah


Sampah yang sudah terkumpul harus segera diangkut ke TPA dan
tidak boleh tertahan di sumber terlalu lama. Pengangkutan sampah di
Bekasi dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung
sampah dari sumbernya dilayani langsung (door to door) dilakukan oleh

68
truk Dinas Kebersihan, sedangkan secara tidak langsung sampah dari
sumbernya dibuang ke TPS baru dipindahkan ke truk sampah untuk di
bawa ke TPA atau sampah dari sumbernya dibawa gerobak kemudian
dilakukan pemindahan ke truk sampah di lokasi transfer depo.
Supaya penanganan sampah ini dapat memberikan hasil yang optimal,
pola operasional pengelolaan sampah yang diterapkan disesuaikan dengan
sumber- sumber sampah yang ada dengan mempertimbangkan kondisi dari
masing- masing sumber.
4. Tahap pembuangan sampah
Sampah dari wilayah Kabupaten Bekasi dibuang di TPA Burangkeng
yang terletak di desa Burangkeng, kecamatan Setu. PA Burangkeng pada
awalnya seluas 3,5 Ha dengan sistem open dumping, beroperasi sejak
tahun 1995. Saat ini TPA Burangkeng diperluas menjadi 10 Ha dan
sistemnya diperbaiki menjadi seperti sistem sanitary landfill. Sistem open
dumping dirubah menjadi sistem sanitary landfill karena sistem open
dumping menghasilkan bau busuk tak terkendali, air leachatenya
mencemari air tanah dan air permukaan, tempat berkembangbiaknya lalat,
dan rawan terhadap bahaya kebakaran. Dari 15 kecamatan yang ada di
wilayah Kabupaten Bekasi belum semuanya mendapatkan pelayanan
dalam pengelolaan sampah oleh Pemda.
Beberapa wilayah yang belum mendapatkan pelayanan tersebut
merupakan daerah pedesaan, karena di wilayah pedesaan sampah belum
menjadi masalah. Karena di beberapa wilayah belum memerlukan
pelayanan pengelolaan sampah oleh Pemda, maka wilayah operasioanal
TPA Burangkeng tidak mencakup seluruh wilayah Kabupaten Bekasi,
tetapi hanya mencakup delapan kecamatan, yaitu : Kecamatan Tambun,
Kecamatan Lemah Abang, Kecamatan Cikarang, Kecamatan Babelan,
Kecamatan Cibitung, Kecamatan Serang, Kecamatan Kedungwaringin dan
Kecamatan Setu. Jumlah sampah yang masuk ke TPA Burangkeng dapat
mencapai 3000 m3/hari. Pada TPA Burangkeng dilengkapi pula dengan
suatu unit pengelolaan leachate (air lindi) dan gas. Air lindi dari TPA

69
dikumpulkan di dalam unit pengolahan limbah cair. Sedangkan gas yang
terbentuk dari hasil pembusukan sampah dialirkan melalui cerobong dan
dibakar.
Teknik pembuangan sampah di TPA Burangkeng dilakukan dengan
menempatkan sampah di lokasi landfill yang pada bagian dasarnya telah
dilapisi dengan lapisan kedap air dan dilengkapi saluran pengumpul lindi
serta cerobong gas. Sampah tersebut, kemudian diratakan dan dipadatkan.
Setelah padat, lapisan tersebut ditutup dengan lapisan tanah dan
dipadatkan kembali. Tujuan penimbunan dan pemadatan ini adalah untuk
mencegah kontak antara sampah dengan lalat, insekta dan binatang lainnya
serta mengurangi bau busuk yang timbul dari TPA. Kegiatan di TPA
Burangkeng melibatkan para pemulung yang mengambil sampah
anorganik, seperti plastik, gelas/kaca, besi, aluminium, logam-logam,
untuk dijual atau didaur ulang. Kegiatan tersebut akan membantu
mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA sehingga usia
operasional TPA akan lebih panjang dan dampak negatif akibat dari
pembuangan bahan-bahan yang tidak dapat teruraikan secara alami dapat
dikurangi.34

Q. Teknik Pengelolaan Sampah


Teknologi pengelolaan sampah ialah tindakan yang bisa diambil adalah
mengurangi penumpukan sampah dengan cara mengelolanya. Pengelolaan
sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur ulangan,
atau pembuangan dari material sampah dengan teknologi yang sudah banyak
dikembangkan dan dilakukan masyarakat. Beriku adalah teknologi dalam
pengelolaan sampah :
1. MallSampah
Mallsampah merupakan startup asal Makassar yang berdiri sejak 2015
dan kini sudah menjadi perseroan terbatas. Cara kerja Mallsampah ini
34
Stiyono dan sri wahyono, Sistem Pengelolaan Sampah Kota Di Kabupaten Bekasi – Jawa Barat,
(Bekasi: urnal Teknologi Lingkungan, Vol. 2, No. 2, Mei 2002)., hal 196.

70
adalah menengahi penghasil sampah, baik sampah rumah tangga ataupun
kantor, untuk kemudian diperjualbelikan kepada pengepul atau pemulung.
Melalui platform ini, masyarakat juga dapat membeli produk-produk yang
ramah lingkungan.
MallSampah adalah layanan pengelola sampah online untuk rumah
tangga dan kantor. MallSampah menghubungkan pengguna dengan
pengepul, pemulung dan unit-unit pengelola sampah terdekat agar lebih
mudah menjual dan mendaur ulang sampah. MallSampah berbeda dengan
Bank Sampah karena Mallsampah bukan perusahaan layanan penjemputan
sampah, melainkan sampah yang di jemput oleh mitra, seluruh dari
sampah akan di daur ulang dan tidak di buang ke TPA. Baik menjual atau
membuang sampah melalui MallSampah, semuanya akan di daur ulang
kembali.
Proses menjual sampah melalui MallSampah sangatlah mudah, cukup
memilih kategori jual sampah pada bagian atas halaman depan aplikasi,
kemudian tentukan lokasi, selanjutnya akan disajikan rekomendasi
pengepul terdekat dari alamat terakhir, selanjutnya menghubungi kontak
pengepul yang dipilih untuk menjemput dan membeli sampah.

Sumber : www.mallsampah.com

2. Dispenser Mas Eco


Sesuai namanya, Dispenser Mas Eco merupakan dispenser pintar yang
telah dirancang dengan memiliki sistem komputerisasi. Meski masih

71
bersifat prototipe diharapkan Dispenser Mas Eco dapat ditemui di titik-
titik keramaian sehingga mendorong masyarakat membawa kemasan
minumnya sendiri dan terhindar dari masalah kehausan. Nantinya,
Dispenser Mas Eco ini akan berfungsi hanya dengan menempelkan kartu
uang elektronik.

Gambar : Dispenser Mas Eco, Sumber : www.idntimes.com

3. TOSS Listrik Kerakyatan


Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) Listrik Kerakyatan merupakan
program pengolahan limbah organik, seperti dedaunan, rumput, dan
pepohonan yang kemudian akan dijadikan sumber energi ekonomi
alternatif. Inovasi ini diciptakan oleh Pemda Klungkung yang bekerja
sama dengan STT PLLN dan Indonesia Power. Tidak hanya itu, sampah
organik yang berasal dari rumah tangga juga dapat disulap menjadi pakan
ikan yang bisa diperjualbelikan.
Model Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) dalam kerangka Listrik
Kerakyatan (LK) dapat menjadi alternatif untuk menjawab dilema Tempat
Pembuangan Akhir (TPA), karena sampah bisa dijadikan energi listrik di
banyak tempat yang dekat dengan sumbernya. Selain bermanfaat bagi
lingkungan, TOSS bisa memberikan peluang bisnis dengan pendapatan
dari Tipping Fee, pupuk, energi listrik, dan penjualan briket. Briket bisa
dijual ke pembangkit LK sebagai bahan bakar dan ke PLTU atau pabrik

72
yang menggunakan batu bara untuk mengubah abu terbang dan abu dasar
menjadi batubara kembali atau menjadi material setara beton. TOSS akan
membuka industri rakyat setempat sehingga membuka banyak lapangan
kerja.
Hasil uji coba yang dilakukan oleh STT-PLN telah berhasil
menanggulangi sampah sebanyak 1 ton per hari (organik dan/atau non
organik), dikonversi menjadi briket sampah sebagai bahan bakar pembangkit
listrik gas sampah melalui proses gasifikasi. Terkait briket sampah ini,
penelitian yang dilakukan oleh STT-PLN di Laboraturium Pengujian Pusat
Penelitian dan Pengembangan teknologi Mineral dan Batu Bara (TekMIRA)
Kementerian ESDM membuktikan bahwa kadar kalori briket sampah ini
berkisar antara 2500 kkal (kalori rendah), 4.445 kkal (kalori sedang), dan
6.730 kkal (kalori tinggi). Dalam hal ini, briket sampah ini mampu menjadi
energi baru dan mampu menggantikan energi batu bara.
Metode yang digunakan pada TOOS Listrik Kerakyatan sebagai berikut :
a. Digester untuk sampah organik
Metode Biodigester adalah proses pengolahan sampah dengan
memanfaatkan ruangan kedap udara untuk membuat bakteri-bakteri
baik yang mampu mengubah dampak negatif sampah menjadi positif.
Bakteri yang dikenal dengan sebutan anaerobic mampu mengolah
sampah organik khususnya sisa makanan yang menjadi sumber utama
bau sampah. Manfaat metode biodigester ini adalah menghilangkan
bau busuk yang dihasilkan sampah organik yang tidak dikelola, lindi
sebagai bahan untuk proses peuyeumisasi pembuatan briket, gas
methan untuk kompor atau ganset, pupuk cair.
b. Metode Peyeumisasi dalam proses Peuyeumisasi
Seluruh sampah, baik organik dan non organik, di satukan dalam
suatu wadah bambu untuk kemudian ditutup terpal dengan
memanfaatkan bakteri anaerob sehingga sampah tersebut dapat
menghasilkan suatu produk briket sampah yang memiliki kadar kalori
2500 - 4000 kkal. Dalam hal ini, ada sirkulasi udara dan penutupan

73
sampah dengan terpal tersebut ditambahkan dengan suatu blower agar
mampu menjaga stabilitas suhu wadah pada 60 derajat celcius. Dalam
waktu 10 hari (instalasi), maka akan terpisahkan sampah organik dan
non organik.

c. Pemanfaatan Waste Briquette/Pellet


Waste Briquette/Pellet dapat digunakan untuk kebutuhan gasifikasi
skala menengah dan perumahan dengan memanfaatkan mesin gasifier
(proses pirolisa). Gas yang dihasilkan (Syngas) setelah mengalami
permurnian dapat digunakan sebagai bahan bakar Generator Listrik
serta dapat mengganti sumber bahan bakar lain seperti bensin & diesel.
Waste briquette/pellet tersebut dapat juga dimanfaatkan untuk
kebutuhan campuran dengan batu bara pada Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan batu bara sebagai sumber
energi. Dengan demikian akan dapat mengurangi penggunaan batubara
dan biaya produksi listrik serta waste briquette dapat dipakai sebagai
campuran batu bara pada PLTU.


Gambar Digester untuk sampah organik

74
Gambar Briketisasi, Sumber : https://scholar.google.co.id

d. L-Box
Salah satu cara yang dilakukan untuk meningkatkan cara pengelolaan
sampah di DKI Jakarta adalah dengan menggunakan L-box. Alat ini
dirancang untuk memusnahkan sampah, dengan sistem bara dan ionisasi
dalam ruang penguraian. Sistem tersebut dianggap lebih hemat energi
dibandingkan alat lain karena pemanasan hanya dilakukan satu kali
dengan melakukan pembakaran di ruang abu.

Gambar Skema L-box (Sumber: lbox.co.id)

Setelah kira-kira satu jam pembakaran, pintu ruang abu ditutup


sehingga api akan mati dan menjadi bara. Perbedaan suhu antara di dalam
alat dengan dengan di luar L-box akan menyebabkan oksigen masuk
melewati ionisator sehingga bara akan bertahan dan menyebar ke sampah
yang ada di atasnya, mengubah sampah menjadi abu. Gas buang yang
dihasilkan akan keluar dari lubang asap setelah bersirkulasi dengan air
sehingga tidak mencemari udara.

75
Kapasitas L-box yang digunakan di Kepulauan Seribu, DKI
Jakarta, hanya sekitar 1,5 ton karena ditujukan untuk tingkat kelurahan.
Walau demikian, penggunaan alat itu dapat menekan biaya transportasi
untuk pemindahan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sekaligus
menjaga lingkungan sekitarnya dari penumpukan sampah.
Alat tersebut dipasang oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta di Pulau
Pramuka, Pulau Kelapa, Pulau Kelapa Dua, Pulau Harapan, dan Pulau
Sebira. Biaya operasional dianggarkan oleh Dinas Kebersihan yang
dikelola oleh kelurahan setempat. Sementara itu, listrik yang diperlukan
untuk pengoperasian L-box diinstalasi oleh Suku Dinas Perindustrian dan
Energi Kepulauan Seribu.

R. Teknologi Pengelolaan dan Pemanfaatannya Sampah di TPA


Pengolahan sampah dari sumbernya akan menghemat biaya transportasi.
Biaya transportasi pengangkutan sampah dari RT/RW/Kelurahan/ Pasar
menuju TPA dapat dihemat sampai 80 %, bila sampah sudah bisa diolah
menjadi pupuk organik pada skala kawasan. Sebagai contoh 10 truk sampah
apabila dicacah dan difermentasi akan menjadi sekitar 2 truk pupuk organic.
Selanjutnya, hal tersebut juga mampu menghemat biaya Tipping Fee TPA.
Dengan berkurannya jumlah truk sampah yang masuk ke lokasi TPA dengan
sendirinya akan menghemat biaya tipping fee TPA karena volume sampah
yang diterima TPA menjadi berkurang dan sudah dalam bentuk pupuk
organik. Pola pengelolaan sampah yang biasa dilakukan pada saat ini
mengikuti skema sebagai berikut:

76
Gambar Pola Pengelolaan Persampahan
Ada tiga jenis teknologi yang saat ini banyak diterapkan untuk
pengolahan sampah yaitu teknologi pengomposan sampah, teknologi
pembakaran sampah dan teknologi daur ulang sampah.

Gambar Diagram Penerapan Teknologi Pengolahan Sampah Perkotaan dan Pemanfaatannya


1. Pengomposan Sampah
Pengomposan merupakan salah cara dalam mengolah bahan padatan
organik untuk menjadi kompos yang secara nasional ketersediaan bahan
organik dalam sampah kota cukup melimpah yaitu antara 70 – 80 %.
Sayangnya, sebagian besar sampah kota belum dimanfaatkan secara
maksimal sebagai kompos. Pada dasarnya pengomposan merupakan
proses degradasi materi organik menjadi stabil melalui reaksi biologis
mikroorganisme dalam kondisi yang terkendali. Teknologi pengomposan
sampah yang dilakukan saat ini sangat beragam ditinjau dari segi teknologi
maupun kapasitas produksinya antara lain : pengomposan dengan cara
aerobik, pengomposan dengan cara semi aerobik, pengomposan dengan
reaktor cacing, dan pengomposan dengan menggunakan additive.
Kompos sebenarnya mempunyai nilai pasar yang cukup tinggi, hanya
saja belum banyak orang yang mengetahui pangsa pasar yang luas.

77
Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah ini dapat digunakan
untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah
pertanian, menggemburkan kembali lahan pertamanan, sebagai bahan
penutup sampah di TPA, reklamasi pantai, pasca penambangan, dan
sebagai media tanaman, mengurangi pupuk kimia.
2. Pembakaran Sampah
Teknologi pembakaran sampah dalam skala besar/skala kota dilakukan
di instalasi pembakaran yang disebut juga dengan insinerator. Dengan
teknologi ini, pengurangan sampah dapat mencapai 80 % dari sampah
yang masuk, sehingga hanya sekitar 20% yang merupakan sisa
pembakaran yang harus dibuang ke TPA. Sisa pembakaran ini relatif stabil
dan tidak dapat membusuk lagi, sehingga lebih mudah penanganannya.
Keberhasilan penerapan teknologi pembakaran sampah sangat
tergantung dari sifat fisik dan kimia sampah serta kemampuan dana
maupun manajemen dari Pemerintah Daerah. Sifat fisik dan kimia sampah
yang sesuai diolah dengan teknologi ini menurut instalasi-instalasi yang
sudah beroperasi terdahulu adalah nilai kalor sampah campuran antara 950
– 2.100 kkal/kg, kadar air antara 35 – 55 % dan kadar abu antara 10 – 30
%.
Pemanfaatan sisa abu hasil pembakaran ini dapat digunakan antara lain
sebagai pengganti tanah penutup lahan TPA, pasca penambangan, sebagai
tanah urug, sebagai campuran bahan konstruksi (batako, paving block,
dsb), dan sebagai campuran kompos.
Teknologi ini kurang direkomendasi mengingat proses pembakaran
sampah menghasilkan gas-gas yang dibuang ke udara dan bisa
menyebabkan problem lain, seperti kerawanan gangguan kesehatan akibat
efek samping gas-gas pembakaran tersebut. Beberapa penelitian yang
dilakukan gas yang dihasilkandari pembakaran sampah berpotensi
menyebabkan karsinogenik.
3. Daur Ulang Sampah

78
Kegiatan daur ulang sampah sudah dimulai sejak beberapa tahun
terakhir ini yang diakukan oleh sektor informal. Para pemungut barang
bekas yang disebut pula dengan pemulung, melaksanakan kegiatan
pemungutan sampah dihampir seluruh subsistem pengelolaan sampah.
Komponen sampah yang mempunyai nilai tinggi untuk dimanfaatkan
kembali, berdasarkan penelitian BPP Teknologi 2004, adalah sampah
kertas, logam dan gelas. Presentase sampah tersebut (dari jumlah awal)
yang diambil oleh pemulung adalah seperti pada Tabel berikut ini:
Tabel Prosentase Pengambilan Sampah Oleh Pemulung Sumber : BPPT 2004
No. Komponen Sampah %
1. Kertas 71,20
2. Plastik 67,05
3. Logam 96,09
4. Gelas 85,05
Beberapa pemanfaatan sampah kering yang dapat dihasilkan dari
pengolahan sampah untuk daur ulang dan mempunyai nilai ekonomis
antara lain :
a. Sampah Kertas
Jenis kertas bekas serta produk daur ulang yang dapat dihasilkan dari
hasil pengolahan kertas dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel Produk Daur Ulang dari Hasil Pengolahan Kertas, Sumber : Kajian Pengelolaan Kertas,
Dep. PU, DTW, 2004

No. Jenis Kertas Bekas Sumber Produk Recycling


1. Kertas komputer dan Perkantoran, percetakan Kertas komputer, kertas tulis dan
kertas tulis dan sekolah art paper
2. Kantong kraft Pabrik, pasar dan pertokoan Kertas kraft dan art paper
3. Karton dan box Pabrik, pertokoan dan pasar Karton dan art paper
4. Koran, majalah dan Perkantoran, pasar dan Kertas koran dan art paper
buku rumah tangga
5. Kertas bekas campuran Rumah tangga, Kertas tissue, kertas tulis kualitas
perkantoran, LPS/ TPA dan rendah dan art paper
Pertokoan
6. Kertas pembungkus Pertokoan, rumah tangga Tidak dapat di daur ulang
makanan dan perkantoran
7. Kertas tissue Rumah tangga, Kertas tissue (tetapi sangat jarang
perkantoran, rumah makan yang dapat didaur ulang kembali)
dan pertokoan

79
b. Sampah Plastik Pada umumnya sampah plastik sebagian besar dapat
diolah baik menjadi produk baru ; alat rumah tangga seperti ember,
bak tali plastik; digunakan kembali seperti pembungkus, pot tanaman,
tempat bumbu; sebagai bahan industri daur ulang seperti pellet, biji
plastik.
c. Logam
Logam yang dihasilkan dari sampah kota dapat dimanfaatkan antara
lain digunakan kembali seperti kaleng susu, dijadikan produk baru,
seperti tutup botol kecap, mainan, sebagai bahan tambahan atau bahan
baku industri seperti industri logam.
d. Bahan Lain
Bahan lain seperti, gelas, karet mempunyai prosentase yang cukup
kecil dalam komponen sampah kecuali pada kasus tertentu. Oleh
karena itu dalam skala kecil tidak ekonomis untuk diolah.
Aplikasi teknologi pengolahan sampah, sedikitnya dapat memberikan
solusi pada permasalahan kesulitan lahan untuk TPA. Akan tetapi, ada
beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dengan matang untuk menerapkan
teknologi diatas. Teknologi yang saat ini digunakan untuk pengolahan sampah
skala besar, baik itu pengomposan maupun pembakaran sampah, rata-rata
menggunakan teknologi yang cukup canggih, melalui sistem mekanis/hidrolis
yang bekerja semi atau bahkan otomatis penuh. Instalasi pengolahan tersebut
biasanya memerlukan dana yang cukup besar untuk operasi maupun investasi
dan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian tertentu.
Pengelolaan Sampah (Model Kawasan 2-5 ton/hari)

Sejalan dengan Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Pembangunan


Bidang Persampahan yaitu ditekankan perlunya melakukan proses
pengurangan volume sampah dan penanganan sampah sedekat mungkin
dengan sumbernya, maka konsep ini dilakukan dengan mendirikan industri
kecil daur ulang sampah di daerah kawasan melalui pemberdayaan masyarakat
sekitar untuk diajak berperan aktif dalam membentuk usaha daur ulang.

80
Pemberdayaan masyarakat dalam industri daur ulang sampah merupakan
salah satu sistem pelayanan dari, oleh dan untuk masyarakat dengan
menggunakan sistem pengolahan secara terpadu yaitu menerapkan beberapa
jenis pengolahan secara simultan untuk menghasilkan produk maupun bahan
daur ulang.

Sampah yang dihasilkan dari setiap sumber di kawasan tersebut diangkut


menuju ke lokasi industri, selanjutnya dilakukan pemisahan sampah organik
dan anorganik. Proses pengolahan yang dilakukan adalah pengomposan
(windrow/ vermi/additive), daur ulang kertas, plastik dan logam. Sisa bahan
yang tidak dapat didaur ulang direduksi dengan instalasi pembakaran skala
kecil. Sisa abu hasil pembakaran diproses sebagai bahan konstruksi maupun
campuran kompos untuk menaikkan karbon pada produk tertentu.
Produk yang dihasilkan industri kecil daur ulang sampah skala kawasan
3
dengan kapasitas 10 m sampah adalah :
1. Kompos/Vermi Compost 0,4 ton/hari atau 12 ton/bln.
2. Bahan daur ulang 0,28 ton/hari atau 84 ton/bln yang terdiri dari kertas
karton, biji plastik dan logam.
3. Cacing tanah sebagai reaktor sampah.35

35
Bambang Sudarmanto, Penerapan Teknologi Pengelolahan dan Pemanfaatannya dalam
Pengelolahan Sampah, (Semarang: Universitas Semarang, 2010)., hal 1-15.

81
Gambar Diagram sistem pengelolaan sampah skala pelayanan
1000 KK (2 ton/hari)

S. Keterkaitan dengan Al-Qur’an


Tradisi ekologi Islam terdapat suatu keyakinan yang mempercayai
bahwa secara operasional kepemeliharaan Tuhan terhadap lingkungan adalah
tidak secara langsung, melainkan diserahkan kepada sunnah lingkungan yang
menjadi salah satunya adalah manusia yang memiliki kekhasan tersendiri.
Manusia di dalam ekosistem lingkungan mereka memiliki peranan yang
sangat penting sebagai pengelola lingkungan.
Peran fungsional inilah merupakan kepanjangan dari tangan Tuhan
dalam mengelola lingkungan. Peran fungsional ekologis manusia yang
demikian lazim dikenal dengan istilah khalifah. dengan demikian, dalam
mengelola lingkungan hakikatnya manusia berperan sebagai mandataris Allah
atau kepanjangan dari tangan Tuhan. Tegasnya manusia adalah pengelola
lingkungan atau penerima mandat (amanah). Seperti firman Allah yang
berbunyi:

“Ingatlah saat Tuhanmu mengatakan kepada malaikat bahwa `Sesungguhnya


Aku akan menjadikan khalifah di muka bumi. Mereka (malaikat) berkata:
`Akankah Engaku ingin menjadikan perusak lingkungan dan sering
bertumpah darah? padahal kami selalu memujimu serta mensucikan-Mu.
Tuhan berkata: Sesungguhnya Aku lebih tahu apa yang tidak kalian ketahui.”
(QS. Al-Baqoroh (2): 30).
Pokok pikiran ayat ini menyatakan bahwa manusia sebagai khalifah di

82
muka bumi adalah untuk menjadi mandataris Allah secara fungsional, karena
manusialah yang pantas mengemban amanah setelah langit, bumi dan gunung
tidak mampu mengemban amanah ini. Kata kunci ayat ini terdapat kata
amanah yang dalam al- Qur`an berkonotasi mengutamakan akal pikiran.
Konotasi akal dan pikiran sangat pantas dan sesuai, karena manusia mampu
bertauhid, berkeseimbangan dan belajar berbagai ilmu. Konteks ayat ini yang
menekankan tentang amanah yang berarti mandat dan kepercayaan yang
diberikan oleh Allah kepada manusia sebagai mahluk berakal. Langit, bumi,
gunung tidak bersedia menerima mandat dari Allah, karena mereka menyadari
bahwa diri mereka tidak mampu mengemban amanah tersebut, karena mereka
tidak memiliki potensi rasional, tapi manusia bersedia menerima mandat yang
ditawarkan oleh Allah kepadanya, karena manusia menyadari bahwa dirinya
mampu mengembannya disebabkan potensi rasionalitas.
Wawasan Allah dalam penciptaan alam semesta, demikian sempurnanya,
sampai pada perlindungan bumi terhadap tata surya alam semesta dengan 7
lapis langit, yang terdiri dari; biosfer, antroposfer, atmosfer, mesosfer,
ionosfer, dan eksosfer. semuanya ini berupa atmosfer yang tebalnya yang
tebalnya kira-kira 900 km. Tetapi kerusakan kerusakan yang terjadi dari
tangan-tangan manusia yang dipercaya sebagai mandataris Allah, sangatlah
jelas bahwa semua kerusakan di langit dan di bumi adalah akibat tangantangan
manusia itu sendiri, sedang bencana yang ada akibat dari kerusakan yang
diperbuat manusia itu sendiri. Di sinilah pentingnya menyadari bahwa
manusia sebagai khalifah di muka bumi agar tidak membuat kerusakan, serta
menjaga lingkungan agar tetap asri. Kerusakan di bumi dan di langit akibat
tangan manusia yang diabadikan dalam al-Qur’an yang berbunyi:

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan


manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat

83
perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. Ar-Rum
(40): 31)
Oleh karena itu, al-Qur’an menekankan kepada manusia untuk selalu
menjaga kelestarian alam, agar keberlangsungan bumi sebagai tempat manusia
hidup akan selalu terjaga dan lestari, sehingga bencana alam tidak akan pernah
lagi terjadi di bumi ini.36

36
Muhammad Qomarullah, Lingkungan dalam Kajian Al-Qur’an, (Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-
Qur’an Dan Hadis, Vol. 15, No. 1, Januari 2014)., hal 24-26.

84
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Penduduk adalah kumpulan orang-orang yang bertempat tinggal di suau
wilayah / pemukiman. Permukiman yang baik harus memiliki sarana dan
prasarana yang memadai bagi seluruh warganya yang meliputi jalan yang
mudah diakses, air bersih yang mudah terjangkau, sanitasi yang baik,
pengelolaan sampah yang memadai dan sistem drainase yang baik.
Apabila hal tersebut tidak terpenuhi maka akan menimbulkan permukiman
yang kumuh. Untuk menghindari permukiman yang kumuh maka perlu
perencanaan tata kota yang baik serta peningkatan taraf hidup masyarakat.
2. Drainase merupakan usaha atau tindakan teknis untuk menangani
kelebihan air, sehingga fungsi dari suatu kawasan / lahan tidak terganggu.
Drainase memiliki fungsi penting bagi pemukiman antara lain mengurangi
kelebihan air, mengendalikan hujan dan erosi tanah, mengalirkan air yang
dapat digunakan sebagai persediaan air, mengeringkan daerah becek, dan
meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian tanah. Sistem
sanitasi dan drainase yang tidak baik akan menyebabkan kontaminasi
terhadap kualitas air tanah.
3. Program kampung iklim adalah program Lingkungan hidup untuk
mendorong partisipasi aktif masyarakat dan seluruh pihak melaksanakan
aksi lokal dalam menghadapi dampak perubahan iklim dan upaya
pengurangan emisi gas ruang kaca. Program lain yang melibatkan
masyarakat dalam pengelolaan lingkungan adalah program kampung
berseri yang berperaan aktif meningkatkan kualitas hidup masyarakat
Indonesia.
4. Sampah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
domestik (rumah tangga) maupun industri. Sebagian besar sampah yang
dihasilkan adalah sampah domestik atau sampah rumah tangga. Sampah-
sampah ini perlu dikelola agar tidak menimbulkan masalah lain seperti
pencemaran. Pengelolaan sampah di Indonesia ternyata masih terdapat
permasalahan yaitu seperti yang terdapat di Kabupaten Bekasi.
Penanganan dan pengelolaan sampah hendaknya dilakukan secara
seksama, serius dan terpadu, sejak tahap perencanaan, pembangunan
sampai dengan tahap operasional, dengan melibatkan partisipasi aktif
berbagai pihak.
5. Teknologi pengelolaan sampah ialah tindakan yang bisa diambil adalah
mengurangi penumpukan sampah dengan cara mengelolanya. Pengelolaan
sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur
ulangan, atau pembuangan dari material sampah dengan teknologi yang
sudah banyak dikembangkan dan dilakukan masyarakat. Teknologi

85
pengelolaan sampah zaman sekarang sudah sangat maju. Hal ini membuat
masyarakat semakin mudah untuk mengelola sampah sehingga tidak
menumpuk dan menimbulkan pencemaran hal ini merupakan dampak
positif dari teknologi yang semakin maju
B. Saran
Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi pada makalah ini,
tentunya kami merasa masih ada kekurangan dalam penyusunan. Terutama karena
terbatasnya kemampuan dan pengetahuan kami. Kami berharap, untuk
kedepannya dapat memberikan pembahasan yang lebih baik dari pada hari ini.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis dan pembaca.

86
DAFTAR PUSTAKA

Alex S. Sukses Mengolah Sampah Organik menjadi Pupuk Organik. Yogyakarta:


Baru Press.

Budiarti, Meilany & Santoso Tri Raharjo. 2014. Corporate Social Responsibility
(CSR) dari Sudut Pandang Perusahaan, Jurnal UNPAD. Bandung :
Universitas Padjajaran.

Chandra, budiman. 2007. Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: EGC.

Deliana, Ranella. 2015. Kajian Karakteristik Permukiman Kumuh di kecamatan


Gayamsari Kota Semarang. Semarang: Jurnal Teknik PWK. Vol 4. No 1,
2015.

Dewi, Atur Ekharisma dkk. 2016. Implementasi program Kampung Iklim di Kota
Surakarta, Proceeding Biology Education ConferenceVol. 16 (1). 2016.

E. Colink. 1996. Istilah Lingkungan Untuk Manajemen.

Irawati, Heni & Ragil Haryanto. 2015. Perubahan Fungsi Lahan Koridor Jalan
Selokan Mataram Kabupaten Sleman. Semarang: Undip. Jurnal Teknik PWK
Vol. 4 nomor 2.

Jenis Gorong-Gorong dan Bahannya dalam Https://www.situstekniksipil.com.


Diakses 19 maret 2020 pukul 20.45 WIB.

Jessica, dkk. 2015. Kajian Sistem Pengelolaan Air Limbah pada Pemukiman di
Kawasan Sekitar Danau Tondano. Sulawesi Utara: Sabua. Vol. 7, No. 1: 395-
406, 2015.

Kampung Berseri Astra dalam Https://www.satu-indonesia.com/satu/, diakses 19


Maret 2020 pukul 21.10 WIB.

Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Program Kampung Iklim


(ProKLim), 2012.

Lorensius Yanuar Dalengkade. 2016. Studi Pengolahan Air Limbah untuk

Kawasan Pemukiman Kabupaten Kubu Raya. Pontianak: Jurnal, Universitas


Tanjungpuro Pontianak.

Marhaeni, A A I N. 2018. Pengantar Kependudukan Jilid I. Denpasar: Cv Sastra


Utama.

87
Masie, Melissa dkk. 2015. Penataan Sistem Drainase di Kampung Tubir
Kelurahan PAAL 2 Kota Manado. Manado: . Universitas Sam Ratulangi.
Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.2.

Nursyabahni, Raisya & Bitta Pigawati. 2005. Kajian Karakteristik Kawasan


Pemukiman Kumuh di Kampung Kota. Lampung: Jurnal Tekhnik PWK
Volume 4 Nomor 2 Tahun 2005.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia


Nomor 14/PRT/M/2018.

Qomarullah, Muhammad. 2014. Lingkungan dalam Kajian Al-Qur’an, (Jurnal


Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Dan Hadis, Vol. 15, No. 1, Januari 2014.

Rauf, Bakhrani. 2015. Analisis Pengelolaan Lingkungan Permukiman Di


Kabupaten Soppeng. Makassar: Fakultas Teknik Universitas Negeri
Makassar. Jurnal SCIENTIFIC PINISI, Vol.1 No.1 Oktober 2015.

Rencana Aksi Nasional penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, 2010, Draft Perpres
RAN-GRK.

Sadyohutomo, M. 2008. Manajemen Kota dan Wilayah Realita dan Tantangan.


Jakarta: Bumi Aksara.

Sartra, Suparno, Endy Marlina. 2006. Perencanangan dan Pengembangan


Perumahan. Yogyakarta: Andi Offset.

Stiyono dan sri wahyono. 2002. Sistem Pengelolaan Sampah Kota Di Kabupaten
Bekasi – Jawa Barat. Bekasi: Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol. 2, No. 2,
Mei 2002. .

Sucipto, Cecep Dani. 2009. Teknologi Pengolahan Daur Ulang Sampah. Jakarta:
Goysen Publising.

Sudarmanto, Bambang. 2010. Penerapan Teknologi Pengelolahan dan


Pemanfaatannya dalam Pengelolahan Sampah. Semarang: Universitas
Semarang.

Sunarsih, Elvi. 2014. Konsep Pengolahan Limbah Rumah Tangga dalam Upaya
Pencegahan Pencemaran Lingkungan. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Vol. 5, No. 03 November 2014.

Sunarti. 2014. Slum Upgrading Without Deplacement at Danukusuman Sub


District Surakarta City. Surakarta: International Transaction Journal
Management, applied Scince, and Technology. Vol 5. No 3, 2014.

88
Surtiani, Eny Endang. 2006. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terciptanya
Kawasan Permukiman Kumuh Di Kawasan Pusat Kota. Semarang: Magister
Teknik Pembangunan Wilayah Dan Kota Program Pasca Sarjana-Universitas
Dipaonegoro.

89

Anda mungkin juga menyukai