Disusun oleh
Kelompok 3
TADRIS BIOLOGI
MARET 2020
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah tenologi
pengelolaan Lingkungan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), yang
berjudul “Teknik Pengelolaan Lingkungan Pemukiman, Sampah Dan
Teknologi Pengelolaan Sampah”
Keberhasilan penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak, oleh karena itu selaku penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Maftukhin, M.Ag, selaku Rektor IAIN Tulungagung;
2. Desi Kartikasari, M.Si., selaku dosen pengampu mata kuliah Teknologi
Pengelolaan Lingkungan.
3. Kedua orangtua yang telah memberikan semangat dan dukungannya.
4. Semua pihak yang telah membantu demi terselesaikannya tugas makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi, dan gaya
hidup masyarakat telah meningkatkan jumlah timbulan sampah, jenis, dan
keberagaman karakteristik sampah. Meningkatnya daya beli masyarakat
terhadap berbagai jenis bahan pokok dan hasil teknologi serta meningkatnya
usaha atau kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga
memberikan kontribusi yang besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah
yang dihasilkan. Meningkatnya volume timbulan sampah memerlukan
pengelolaan. Pengelolaan sampah yang tidak mempergunakan metode dan
teknik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan selain akan dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan juga akan sangat
mengganggu kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungam pemukiman,
hutan, persawahan, sungai dan lautan.
Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap
aktifitas manusia pasti menghasilkan sampah. Jumlah atau volume sampah
sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang/material yang kita
gunakan sehari-hari. Demikian juga dengan jenis sampah, sangat tergantung
dari jenis material yang kita konsumsi. Oleh karena itu pegelolaan sampah
tidak bisa lepas juga dari ‘pengelolaan’ gaya hidup masyrakat. Masalah
sampah sudah menjadi topik utama yang ada pada bangsa kita. Mulai dari
lingkungan terkecil sampai kepada lingkup yang besar. Banyak hal yang
menyebabkan terjadinya penumpukan sampah ini. Namun yang pasti faktor
individu sangatlah berpengaruh dalam hal ini.
Fenomena sampah di negeri ini sukar untuk di hilangkan. Namun hal ini
tidaklah akan terjadi lama kalau saja setiap orang sadar akan masalah sampah
dan setiap orang mengerti akan dampak yang ditimbulkan dari sampah ini.
Perlu diketahui juga bahwa sampah ini ada dua jenis yaitu sampah organik
(biasa disebut sebagai sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering).
1
Sampah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-
daunan, sampah dapur, dll. Sampah jenis ini dapat terdegradasi
(membusuk/hancur) secara alami. Sebaliknya dengan sampah kering, seperti
kertas, plastik, kaleng, dll. Sampah jenis ini tidak dapat terdegradasi secara
alami.
B. Rumasan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penduduk?
2. Apa saja komposisi penduduk?
3. Apa yang dimaksud dengan perumahan dan pemukiman?
4. Bagaimana dasar-dasar perencanaan perumahan permukiman?
5. Bagaimana elemen dasar perumahan dan permukiman?
6. Bagaiaman pola pemukiman?
7. Bagaiamana faktor penyebab pertumbuhan kawasan pemukiman?
8. Bagaimana perubahan lingkuman pemukiman ke arah kekumuhan?
9. Bagaiaman selokan /gorong- gorong di pemukiman?
10. Bagaiamana pengelolaan limbah pemukiman?
11. Bagaiamana lomba kampung iklim?
12. Bagaiamana kampung lingkungan berseri?
13. Apa yang dimaksud dengan sampah?
14. Apa saja jenis-jenis dai sampah?
15. Bagaiamana sumber sampah berasal?
16. Bagaiamana pengelolaan sampah di TPA?
17. Bagaiaman tekhnik pengelolaan sampah di TPA?
18. Bagaimana teknologi pengelolaan dan pemanfaatan sampah di TPA?
19. Bagaiamana keterkaitan dengan AL-Quran?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian penduduk.
2. Untuk mengetahui jenis penduduk.
3. Untuk mengetahui pengertian perumahan dan pemukiman.
2
4. Untuk mengetahui dasar-dasar perencanaan perumahan permukiman.
5. Untuk mengetahui elemen dasar perumahan dan permukiman.
6. Untuk mengetahui pola pemukiman.
7. Untuk mengetahui faktor penyebab pertumbuhan kawasan pemukiman.
8. Untuk mengetahui perubahan lingkuman pemukiman ke arah kekumuhan.
9. Untuk mengetahui selokan /gorong- gorong di pemukiman.
10. Untuk mengetahui pengelolaan limbah pemukiman.
11. Untuk mengetahui lomba kampung iklim.
12. Untuk mengetahui kampung lingkungan berseri.
13. Untuk mengetahui sampah.
14. Untuk mengetahui jenis-jenis sampah.
15. Untuk mengetahui sumber sampah.
16. Untuk mengetahui pengelolaan sampah di TPA.
17. Untuk mengetahui teknik pengelolaan sampah di TPA.
18. Untuk mengetahui teknologi pengelolaan dan pemanfaatan sampah di
TPA.
19. Untuk mengetahui keterkaitan dengan AL-Quran.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penduduk
Penduduk adalah orang dalam matranya sebagai pribadi, anggota
keluarga, anggota masyarakat, warga Negara, dan himpunan kuantitas yang
bertempat tinggal di suatu tempat dalam batas wilayah Negara pada waktu
tertentu (Undang-Undang RI No.10 tahun 1992). Pengertian Penduduk
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah orang- atau orang-orang yang
mendiami suatu tempat (kampung, negeri, pulau, dan sebagainya) dengan hak-
hak dan kewajiban tertentu yang telah diatur dalam Undang-Undang.
Sedangkan penduduk atau warga suatu negara atau daerah bisa didefinisikan
menjadi dua:
1. Orang yang tinggal di daerah tersebut
2. Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut.
Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di
situ. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain.
Dalam ilmu sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati
wilayah geografi dan ruang tertentu.
B. Komposisi Penduduk
Komposisi penduduk adalah pengelompokan penduduk atas variable-
variabel tertentu. Komposisi penduduk menggambarkan susunan penduduk
yang dibuat berdasarkan pengelompokan penduduk menurut karakteristik-
karakteristik yang sama. Pengelompokkan penduduk atau komposisi
penduduk dapat digunakan untuk dasar dalam pengambilan kebijakan dan
pembuatan program dalam mengatasi masalah-masalah di bidang
kependudukan.
Komposisi penduduk juga dapat diartikan sebagai sebuah mata statistik
dari statistik kependudukan yang membagi dan membahas masalah
kependudukan dari segi umur dan jenis kelamin. Komposisi menurut umur
4
dan jenis kelamin ini sangat penting bagi pemerintah sebuah negara untuk
menentukan kebijakan kependudukan mereka untuk beberapa tahun ke
depan.1
Komposisi menurut umur biasanya dijabarkan dalam kelompok-
kelompok umur 5 tahun, sedangkan menurut jenis kelamin adalah laki-laki
dan perempuan. Komposisi penduduk dapat disebut sebagai mata statistik
karena di dalamnya ada penyederhanaan data ke dalam bentuk yang mudah
dibaca dan diiterprestasi atau menganalisa data.
Macam Jenis Komposisi Penduduk :
a. Komposisi Penduduk Biologis
Menurut Umur dan Jenis Kelamin Komposisi penduduk menurut jenis
kelamin sering digunakan untuk analisis dan perencanaan pembangunan
(Bagoes, Mantra, 2000:24). Pada masa Pemerintahan Orde baru Kantor
Menteri Negara Kependudukan/ Kepala BKKBN dalam mempersiapkan
alat kontrasepsi membutuhkan data pasangan usia subur. Kantor Menteri
Pendidikan Nasional membutuhkan data penduduk usia sekolah dalam
merencanakan wajib belajar atau pembangunan sarana pendidikan.
Umur biasanya digolongkan dengan jenjang lima tahunan, misalnya
kelompok umur 0-4, 5-9, 10-14, dst. Struktur umur penduduk antara
negara satu dengan negara lain itu tidak sama. Begitu pula keadaannya bila
dibandingkan antara struktur umum penduduk, negara- negara yang
sedang berkembang dengan negara-negara maju atau antara daerah
pedesaan dengan perkotaan. Struktur umur penduduk dipengaruhi oleh
tiga variabel demografi, yaitu: 1) Kelahiran 2) Kematian dan 3) Migrasi
b. Komposisi Penduduk Sosial
Komposisi Penduduk Menurut Pekerjaan Penduduk dapat
dikelompokkan berdasarkan pekerjaan yang dilakukan oleh tiap-tiap
orang. Pekerjaan-pekerjaan tersebut antara lain pegawai negeri sipil, TNI,
POLRI, buruh, pedagang, petani, pengusaha dan sopir.
1
Marhaeni, A A I N, Pengantar Kependudukan Jilid I, (Denpasar: Cv Sastra Utama,2018).,
hal.41.
5
Komposisi penduduk menurut Pendidikan Berdasarkan tingkat atau
jenjang pendidikan yang telah ditamatkan penduduk dapat dikelompokkan
dalam tingkat SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi. Pengelompokkan
ini dapat digunakan untuk menentukan besarnya tingkat pendidikan
penduduk. Komposisi Penduduk menurut Agama Pengelompokkan ini
berdasarkan kepada agama yang dianut penduduk yaitu Islam, Katolik,
Protestan, Hindu dan Budha.
c. Komposisi Penduduk Geografis
Komposisi Penduduk Menurut Tempat Tinggal Tempat tinggal yang
sering digunakan dalam komposisi ini adalah tempat tinggal penduduk di
desa dan di kota. Ciri khas negara agraris seperti Indonesia adalah
sebagian besar penduduknya tinggal di desa.2
2
Ibid., hal 43-44.
6
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal. Sebagai lingkungan tempat
tinggal, perumahan dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.3
Perumahan adalah suatu bangunan dimana manusia tinggal dan
melangsungkan kehidupanya, disamping itu rumah juga merupakan tempat
dimana berlangsungnya proses sosialisasi pada seorang individu
diperkenalkan norma dan adat kebiasaan yang berlaku dalam suatu
masyarakat. Sebagai wadah kehidupan manusia bukan menyangkut aspek
teknis dan fisik saja tetapi juga aspek sosial, ekonomi dan budaya dari
penghuninya.
Perbedaan nyata antara permukiman dan perumahan terletak pada
fungsinya. Pada kawasan permukiman, lingkungan tersebut memiliki fungsi
ganda yaitu sebagai tempat tinggal dan sekaligus tempat mencari nafkah bagi
sebagian penghuniannya. Pada perumahan, lingkungan tersebut hanya berupa
sekumpulan rumah yang berfungsi sebagai tempat tinggal bagi para
penghuninya. Fungsi perumahan hanya sebagai tempat tinggal, dan tidak
merangkap sebagai tempat mencari nafkah.
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman terdapat pengertian-pengertian sebagai berikut:
1. Pengertian rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat
tinggal/hunian dan sarana pembinaan keluarga.
2. Yang dimaksud dengan perumahan adalah kelompok rumah yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian yang dilengkapi
dengan sarana dan prasarana lingkungan.
3. Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung (kota dan desa) yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan.
4. Rumah merupakan bagian yang tidak dapat dilihat sebagai hasil
fisik yang rampung semata, melainkan merupakan proses yang
3
Bakhrani Rauf, Analisis Pengelolaan Lingkungan Permukiman Di Kabupaten Soppeng,
(Makassar: Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar, 2015). Jurnal SCIENTIFIC PINISI,
Vol.1 No.1 Oktober 2015., hal 54.
7
berkembang dan berkaitan dengan mobilitas sosial-ekonomi
penghuninya dalam suatu kurun waktu.
Seperti kebanyakan wajah permukiman di Indonesia banyak kita jumpai
permukiman penduduk yang sering disebut kampung. Adapun pengertian
kampung identik dengan suatu wilayah yang terdapat di pedesaan dan
berada pada kondisi yang terpenuhi kebutuhan masyarakatnya dengan
sarana dan prasarana yang layak. Kampung merupakan lingkungan suatu
masyarakat yang sudah mapan, yang terdiri dari golongan berpenghasilan
rendah dan menengah dan pada umumnya tidak memiliki prasarana,
utilitas dan fasilitas sosial yang cukup baik jumlah maupun kualitasnya dan
dibangun di atas tanah yang telah dimiliki, disewa atau dipinjam
pemiliknya (Yudosono, dkk dalam Komarudin). Pengertian kampung dapat
didefinisikan sebagai:
a. Kampung merupakan kawasan hunian masyarakat berpendapatan rendah
dengan kondisi fisik kurang baik.
b. Kampung merupakan kawasan permukiman kumuh dengan ketersediaan
sarana umum buruk atau tidak sama sekali. Kerap kawasan ini disebut
slum atau squatter.
c. Kampung merupakan lingkungan tradisional khas Indonesia, ditandai ciri
kehidupan yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang erat (Herbasuki,
1984: 112).
d. Kampung kotor yang merupakan bentuk permukiman yang unik, tidak
dapat disamakan dengan slum atau squatter atau juga disamakan dengan
permukiman penduduk berpenghasilan rendah.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa kampung
kota adalah suatu bentuk permukiman di wilayah perkotaan yang khas
Indonesia dengan ciri:
1) Penduduk masih membawa sifat dan perilaku kehidupan pedesaan
yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang erat.
2) Kondisi fisik bangunan dan lingkungan kurang baik dan tidak beraturan.
3) Kerapatan bangunan dan penduduk tinggi.
8
4) Sarana pelayanan dasar serba kurang, seperti air bersih, saliran air
limbah dan air hujan, pembuangan sampah dan lainnya.
9
kualitas lingkungan yang sehat, yaitu keadaan lingkungan yang bebas dari
risiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia.
1. Jaringan Jalan Jarak minimum setiap rumah 100 m Pada prinsipnya, jaringan jalan
dari jalan kendaraan satu arah dan harus mampu melayani
300 m dari jalan 2 arah. kepentingan mobil kebakaran.
Lebar perkerasan minimum untuk
Disamping itu, maksimal 15
jalan 2 arah 4 m.
menit jalan kaki harus terlayani
Kepadatan jalan minimal 50-100
oleh angkutan umum. Dimensi
m/ha untuk jalan 2 arah.
minimal pejalan kaki sebanding
Pedestrian yang diperkeras
dengan lebar
minimal berjarak 20 m,dengan
gerobagdorong/beca.
perkerasan 1-3 m
2. Air bersih (kran Kapasitas layanan minimum Perehitungan kebutuhan lebih
umum) 201/org/hari rinci mengenai kran umum
Kapasitas jaringan jaringan didasarkan atas jumlah
minimum 60 lt/org/hr pelanggan PAM dan kualitas air
10
Setiap gerobag melayani 30 sampai pelayanan sampah yang
50 unit rumah dikelola lingkungan mampu
Pengelolaan sampah lingkungan dikelola oleh lingkungan yang
ditangani masyarakat setempat. bersangkutan
11
5. Networks (jaringan atau sarana prasarana) yaitu jaringan yang
mendukung fungsi permukiman baik alami maupun buatan manusia
seperti jalan lingkungan, pengadaan air bersih, listrik, drainase, dan lain-
lain.
Dalam membicarakan alam adalah alam pada saat permukiman akan
dibangun, bukan kondisi pada suatu saat dimasa lampau. Karena seiring
berjalannya waktu, alam pun mengalami perubahan. Kondisi alam pada
waktu manusia pada jaman purba dengan kondisi sekarang sangatlah
berbeda. Untuk mencapai tujuan permukiman yang ideal sangatlah
dipengaruhi oleh kelima elemen dasar tersebut. Yaitu kombinasi antara
alam, manusia, bangunan, masyarakat dan sarana prasarana. Elemen dasar
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Alam: iklim, kekayaan alam, topografi, kandungan air, tempat
tumbuh tanaman, tempat binatang hidup.
b. Manusia: kebutuhan biologi (ruang, udara, air, suhu,dll), rasa,
kebutuhan emosi (hubungan manusia, keamanan, keindahan, dll), nilai
moral dan budaya.
c. Masyarakat: kepadatan penduduk, tingkat strata, budaya, ekonomi,
pendidikan, kesehatan, hiburan, hukum.
d. Bangunan: rumah, fasilitas umum (sekolah, rumah sakit, perdagangan,
dll), tempat rekreasi, perkantoran, industri, transportasi.
e. Sarana prasarana: jaringan (sistim air bersih, listrik, jalan, telepon,
TV), sarana transportasi, drainase, sampah, MCK.
Adapun elemen dasar lingkungan perumahan menurut Dirjen Cipta
Karya yaitu jalan lingkungan, jalan setapak, sistem drainase, penyediaan air
bersih, pengumpulan dan pembuangan sampah, serta fasilitas penyehatan
lingkungan (MCK).
F. Pola Pemukiman
Pola permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan
bertempat tinggal menetap dan melakukan kegiatan/aktivitas sehari-harinya.
12
Permukiman dapat diartikan sebagai suatu tempat (ruang) atau suatu daerah
dimana penduduk terkonsentrasi dan hidup bersama menggunakan
lingkungan setempat, untuk mempertahankan, melangsungkan, dan
mengembangkan hidupnya. Pengertian pola dan sebaran permukiman
memiliki hubungan yang sangat erat. Sebaran permukiman membahas hal
dimana terdapat permukiman dan atau tidak terdapat permukiman dalam
suatu wilayah, sedangkan pola permukiman merupakan sifat sebaran, lebih
banyak berkaitan dengan akibat kondisi alam, ekonomi, sejarah dan faktor
budaya.
Pola permukiman dapat diartikan sebagai suatu bentuk atau morfologi
dari permukiman itu. Hal tersebut terbentuk karena pengaruh atau sebab-
sebab kondisi geografis yang terjadi di desa tersebut. Permukiman
berkembang membentuk suatu pola karena adanya faktor pendorong dan
faktor-faktor yang menghambat. K. Wardiyatmoko (2006:150)
mengungkapkan tentang pola permukiman desa, yaitu: “Pola persebaran
permukiman desa sangat dipengaruhi oleh keadaan tanah, tata air, topografi,
dan ketersediaan sumber daya alam yang terdapat di desa tertentu. Ada tiga
pola pemukiman desa dalam hubungannya dengan bentang alamnya, yaitu
sebagai pola terpusat, pola tersebar dan pola memanjang.
1. Pola Permukiman Memanjang
Pola memanjang permukiman penduduk dikatakan Memanjang bila
rumah-rumah yang dibangun membentuk pola berderet-deret hingga
panjang. Pola memanjang umumnya ditemukan pada kawasan
permukiman yang berada di tepi sungai, jalan raya, atau garis pantai. Pola
ini dapat terbentuk karena kondisi lahan di kawasan tersebut memang
menuntut adanya pola ini. Seperti kita ketahui, sungai, jalan, maupun
garis pantai memanjang dari satu titik tertentu ke titik lainnya, sehingga
masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut pun membangun rumah-
rumah mereka dengan menyesuaikan diri pada keadaan tersebut.
Pola memanjang terjadi ketika kondisi fisik geografis permukiman
menghambat perkembangan ke arah yang berlawanan dengan jalan atau
13
sungai. Hambatan ini dapat berupa lereng yang terjal, perairan, hutan, dan
lain sebagainya. Kondisi fisik hanya memungkinkan perkembangan pola
permukiman yang memanjang dari pada melebar. Hadi Sabari Yunus
(2001: 118) menjelaskan bahwa: “Adanya peranan jalur memanjang
(jalur transportasi) yang sangat dominan dalam mempengaruhi
perkembangan areal kekotaannya, serta terhambatnya perluasan areal ke
samping. Sepanjang lembah pegunungan, sepanjang jalur transportasi
darat utama adalah bagian-bagian yang memungkinkan terciptanya bentuk
seperti ini.” Pola permukiman memanjang memiliki ciri permukiman
berupa deretan memanjang karena mengikuti jalan, sungai, rel kereta api
atau pantai.
14
Gambar. Pola Pemukiman Memanjang Mengikuti Jalan
b. Mengikuti Rel Kereta Api
Pada daerah ini permukiman berada di sebelah kanan dan kiri rel
kereta api. Umumnya pola permukiman seperti ini banyak terdapat di
daerah perkotaan dan daerah yang padat penduduknya.
15
Gambar. Pola Pemukiman Memanjang Mengikuti Sungai
d. Mengikuti Garis Pantai
Daerah pantai pada umumnya merupakan permukiman penduduk
yang bermata pencaharian nelayan. Pada daerah ini permukiman
terbentuk memanjang mengikuti garis pantai. Hal itu untuk
memudahkan penduduk dalam melakukan kegiatan ekonomi yaitu
mencari ikan di laut.
16
mendekati lokasi pertambangan. Penduduk yang tinggal di permukiman
terpusat biasanya masih memiliki hubungan kekerabatan dan hubungan
dalam pekerjaan. Pola permukiman ini sengaja dibuat untuk
mempermudah komunikasi antar keluarga atau antar teman bekerja.
17
Gambar. Pola Pemukiman Tersebar
Permukiman merupakan suatu proses dimana awalnya manusia
berkumpul dan tinggal bersama pada tempat-tempat tertentu. Kemudian
manusia tersebut hidup secara berkelompok yang didasari oleh hubungan
kekerabatan, status kemasyarakatan ataupun pekerjaan yang sama. Seiring
dengan berjalannya waktu, maka terbentuklah suatu area hunian dengan latar
belakang masyarakat yang beragam. Proses terbentuknya suatu area hunian
manusia terjadi melalui proses yang panjang. Proses inilah yang dinamakan
sejarah atau asal usul terjadinya suatu permukiman. Sejarah mempunyai peran
penting dalam menjelaskan suatu kronologis peristiwa yang terjadi, dimana
selalu ada kesinambungan antara kejadian sebelumnya dengan kejadian
selanjutnya.
Perhatikan gambar dibawah dapat dilihat bahwa pola pemukiman
tersebut dirancang suatu tapak yang tadinya terlihat rata menjadi sesuatu yang
berkarakter. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari pola sirkulasi jalannya
yang berliku dan penyusunan blok-blok yang memiliki ciri khas dari kawasan
tersebut. Penyusunan blok-blok dan pola sirkulasi jalan yang berliku
memberikan kesan romantis sehingga membuat kawasan tersebut memiliki
keunikan. Hal ini dapat menjadi gambaran bahwa seorang arsitek dalam
merancang suatu kawasan harus memiliki dasar pemikiran. Begitu juga halnya
dengan masyarakat yang menciptakan suatu area hunian yang menjadi tempat
tinggal mereka. Suatu bentuk kawasan ataupun permukiman yang diciptakan
18
oleh seseorang haruslah memiliki dasar pemikiran yang dapat membuat
kawasan tersebut memiliki ciri khas.
19
Permukiman yang terbentuk tidak terencana tidak selalu sudah jelas,
karena adanya unsur campuran antara sifat yang statis dan dinamis . Bangunan
dan aspek fisik yang mempengaruhi keberadaan suatu massa bangunan
dianggap sebagai elemen statis. Jalan sebagai ruang penghubung merupakan
elemen dinamis. Jalan merupakan ruang luar utama dan komponen dasar dari
permukiman. Secara umum, bentuk dari permukiman tidak terencana menurut
Fernandez (2011) adalah bentuk grid teratur, bentuk grid tidak teratur, bentuk
dengan koridor sentral dan bentuk dengan koridor pusat.
Bentuk permukiman tidak terencana dengan grid teratur memliki bentuk
grid urban dengan jalan yang paralel dan melintang dengan dimensi yang
hampir seragam. Hal ini biasa terjadi pada lahan yang relatif datar. Bentuk
yang teratur ini mengikuti kondisi lahan dan sangat memungkinkan untuk
menemukan kekacauan konfisgurasi pada lahan yang datar.
Bentuk permukiman tidak terencana dengan grid tidak teratur memiliki
konfigurasi fisik dan spasial dalam bentuk yang tidak teratur . Hal ini terjadi
karena perbedaan antara sistem jalan dan jalur garis alam yang terbentu secara
alami, seperti garis sungai.
20
Gambar. Pemukiman bentuk Grid Tidak Teratur
Sementara itu pola permukiman tidak terencana menurut Wiriaatmadja
(1981) pada umumnya adalah pola permukiman dengan cara tersebar
berjauhan satu sama lain ,pola permukiman dengan cara berkumpul dan
tersusun memanjang mengikuti jalan lalu lintas , pola permukiman dengan
cara terkumpul dan menggerombol dalam sebuah kampung atau desa dan pola
permukiman berkumpul dan tersusun melingkar mengikuti jalan .
21
menyebar. Pola persebara permukiman mengelompok tersusun dari dusun-
dusun atau bangunan-bangunan rumah yang lebih kompak dengan jarak
tertentu, sedangkan pola persebaran permukiman menyebar terdiri dari dusun-
dusun atau bangunan-bangunan rumah yang tersebar dengan jarak tertentu
5
Raisya Nursyabahni & Bitta Pigawati, Kajian Karakteristik Kawasan Pemukiman Kumuh di
Kampung Kota, (Lampung: Jurnal Tekhnik PWK Volume 4 Nomor 2 Tahun, 2005)., hal 89-91.
22
Kecepatan urbanisasi merupakan akibat dari lajunya pembangunan
kota dan sekitarnya antara lain perluasan daerah industri maupun
perdagangan di kota, sehingga kesempatan kerja pun meningkat dan
menarik tenaga kerja dari daerah di sekitar kota tersebut. Menurut
Bintarto (1983: 35) jika diinventarisasi masalah-masalah tersebut
adalah :
1) Urbanisasi ini menyebabkan beberapa masalah dan problema-
problema bagi kota-kota yang jumlahnya tidak sedikit.
2) Kepadatan penduduk kota menimbulkan masalah kesehatan
lingkungan, masalah perumahan,
3) Pertambahan penduduk kota yang menimbulkan masalah
kesempatan dan mendapatkan pekerjaan yang layak dan
memadai, masalah pengangguran dan gelandangan, Penyempitan
ruang dengan segala akibat negatifnya di kota karena banyaknya
orang, bertambahnya bangunan untuk perumahan, perkantoran,
kegiatan industri dan bertambahnya kendaraan bermotor yang
terus membanjiri kota-kota di negara berkembang,
4) Masalah lalu lintas, kemacetan jalan dan masalah parkir yang
menghambat kelancaran kota.
5) Industrialisasi di kota yang menimbulkan polusi udara, polusi air
dan polusi kebisingan.
23
hunian ini akan merubah wajah suatu hunian. Hal ini akan berpengaruh pada
penyediaan fasilitas sarana prasarana lingkungan yang harus bertambah juga
jika jumlah permukiman bertambah.
Selain hal tersebut di atas, faktor kemiskinan juga sangat berpengaruh
pada kualitas lingkungan fisik permukiman. Karena dana yang terbatas dan
hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, maka masyarakat
kurang mampu tidak dapat memperbaiki maupun memelihara bangunan
rumah hunian mereka. Yang akan berakibat pada kekumuhan lingkungan
permukiman.
Menurut Constantinos A. Doxiadis dalam bukunya An Introduction To
The Science Of Humman Settlements (1969: 25) menyebutkan bahwa
mempelajari tentang kawasan Perumahan Permukiman tidak hanya
mempelajari area terbangun dan area terbuka saja tetapi juga fungsi dari
kawasan tersebut. Oleh karenanya dalam mempelajari tentang perumahan
permukiman atau fungsinya, kita juga harus mengetahui hubungan kawasan
tersebut dengan lingkungan sekitar di luar kawasan tersebut dan mengetahui
jalur transportasi yang menghubungkan kawasan tersebut dengan kawasan
lainnya. Karena aktifitas disekitar kawasan permukiman juga sangat
mmempengaruhi fungsi dari permukiman.
1. Pengertian Lingkungan Kumuh
Pemukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena
ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan
kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.
Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas
fungsi sebagai tempat hunian (UU No.1 tahun 2011). Menurut Mulyono
(2009: 134), permukiman merupakan suatu kelompok rumah hunian pada
suatu areal atau wilayah beserta prasarana yang ada di dalamnya. Bentuk
permukiman dapat berupa kelompok rumah, kampung, atau wilayah
permukiman yang luas.6
6
Mulyono Sadyohutomo, Manajemen Kota dan Wilayah Realita dan Tantangan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2208)., hal 134.
24
Definisi permukiman juga tercantum dalam Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
14/PRT/M/2018, bahwa: Permukiman adalah bagian dari lingkungan
hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuanPerumahan yang mempunyai
prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan
fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. 7
Sifat dan karakter suatu permukiman biasanya lebih kompleks karena
permukiman mencakup suatu batasan wilayah yang lebih luas
dibandingkan dengan luas dan ruang lingkup perumahan. Biasanya suatu
perumahan hanya dikelola oleh suatu pengembangan di bawah koordinasi
pemerintah, sedangkan pengeloaan sebuah permukiman biasanya langsung
ditangani oleh pemerintah dan konsep dan rencana pengembangannya
sudah ditentukan dalam bentuk konsep pengembangan wilayah secara
makro melalui RUTRK, RDTRK, maupun RTRK.8
Parsudi dalam Adisasmita (2010: 118) menyatakan bahwa: Kumuh
atau slum, adalah permukiman atau perumahan orang-orang miskin kota
yang berpenduduk padat, terdapat lorong-lorong yang kotor dan
merupakan bagian dari kota secara keseluruhan, juga biasa disebut dengan
wilayah pencomberan (semrawut).
2. Penyebab munculnya lingkungan kumuh
Permukiman kumuh yang muncul salah satunya terjadi karena
ketidakmerataan pembangunan dan ekonomi yang terpusat pada daerah
perkotaan sehingga menyebabkan adanya migrasi dari desa ke kota.
Menurut Ramadlan (2014) penyebab tingginya resistensi dari penghuni
permukiman kumuh untuk tetap berada pada lokasi semula adalah jarak
yang dekat antara permukiman dengan pusat-pusat lapangan kerja yang
akan digeluti.
7
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
14/PRT/M/2018.
8
Suparno Sartra, Endy Marlina, Perencanangan dan Pengembangan Perumahan, (Yogyakarta:
Andi Offset, 2006)., hal 37-38.
25
Sebagian besar lokasi permukiman kumuh berada ditempat strategis
pusat kota, dekat pergudangan, tepi sungai, belakang pertokoan, atau
dipinggiran kota. Kondisi lingkungan di bawah standar dengan sarana dan
prasaran yang kurang memadai tidak menjadi masalah bagi penghuninya,
namun faktor penentu yang penting yaitu dekat dengan tempat kerja
khususnya seperti pekerja pasar, bangunan, maupun buruh industri.
Penyebab munculnya permukiman kumuh 9adalah sebagai berikut:
a. Pertumbuhan kota yang tinggi yang tidak diimbangi oleh tingkat
pendapatan yang cukup
b. Keterlambatan pemerintah kota dalam merencanakan dan membangun
prasarana (terutama jalan) pada daerah perkembangan permukiman
baru. Seiring dengan kebutuhan perumahan yang meningkat maka
masyarakat secara swadaya memecah bidang tanah dan membangun
permukiman tanpa didasari perencanaan tapak (site plan) yang
memadai. Akibatnya bentuk dan tata letak kavling tanah menjadi tidak
teratur dan tidak dilengkapi prasaranadasar permukiman.
Muta’ali (2016 : 63) mengatakan bahwa penyebab adanya permukiman
kumuh dibatasi dalam hal faktor-faktor yang memicu perkembangan
permukiman kumuh tersebut, yaitu :
a. Faktor Ekonomi
Bagi masyarakat berpenghasilan rendah, faktor jarak antara lokasi
rumah dengan tempat kerja menempati prioritas utama. Faktor
kejelasan status kepemilikan rumah menjadi kualitas kedua,
sedangkan bentuk dan kualitas bangunan tetap menempati prioritas
yang paling rendah.
b. Faktor Geografi
Faktor geografi dalam hal ini meliputi letak dan ketersediaan lahan.
Lahan diperkotaan untuk perumahan semakin sulit diperoleh dan
semakin mahal, hal ini tentu saja diluar keterjangkauan sebagian besar
anggota masyarakat.
9
Sadyohutomo, M, Manajemen Kota dan Wilayah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008)., hal 116.
26
c. Faktor Psikologis
Kebutuhan kehidupan manusia tidak hanya sekedar kebutuhan fisik
saja namun juga kebutuhan psikis seperti kebutuhan rasa aman,
kebutuhan untuk aktualisasi diri, dan kasih sayang untuk sesama.
Kebutuhan rasa aman bagi penghuni permukiman kumuh dinilai
sangat penting, mereka betah tinggal dipermukiman kumuh karena
merasa aman dan terlindungi.
Permukiman kumuh semakin berkembang terutama di wilayah padat
penduduk, The upgrading included physical improvements of houses and
infrastructures.10 Without displacing, it was found that people felt more
comfortably and safely. Permukiman kumuh berasosiasi dengan kualitas
lingkungan permukiman buruk, ketidaknyamanan penduduk terhadap
keamanan, dan kondisi sarana dan prasarana lingkungan tidak sesuai
standar. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya penuaan bangunan dan
pemadatan bangunan.
Permukiman kumuh terjadi karena kebutuhan tempat tinggal dan
sarana prasarana pendukung kehidupan manusia tidak sebanding dengan
jumlah penduduk yang semakin meningkat serta terbatasnya lahan
permukiman.
3. Ciri – ciri Lingkungan Kumuh
Menurut Adisasmita (2010: 119) pengertian lingkungan permukiman
kumuh secara umum di perkotaan yakni:
a. Dari Segi Fisik
Pada umumnya ukuran persil dan tanah sempit serta di bawah standar
dalam arti rasio luas ruang tempat tinggal per satu jiwa sangat rendah,
pola penggunaan tanah tak teratur, letak dan bentuk bangunan tidak
teratur, prasarana fisik lingkungan seperti air minum, drainase, air
limbah dan sampah di bawah standar.
b. Dari Segi Sosial
10
Sunarti, Slum Upgrading Without Deplacement at Danukusuman Sub District Surakarta City,
(Surakarta: International Transaction Journal Management, applied Scince, and Technology. Vol
5. No 3, 2014)., hal 213.
27
Lingkungan yang dihuni oleh sejumlah penduduk yang padat dalam
area terbatas. Tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat rata-rata
rendah, hubungan antara individu lebih menonjol,
kegotongroyongannya relatif lebih kuat dibanding masyarakat kota
lainnya.
c. Dari Segi Hukum
Sebagian besar kawasan kumuh umumnya terbentuk tanpa melalui
prosedur perundang-undangan yang ada, hal ini disebablan karena
langka dan mahalnya tanah di perkotaan.
d. Dari Segi Ekonomi
Tingkat keinginan menabung penduduk umumnya rendah karena
tingkat pendapatan yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
4. Kriteria Permukiman Kumuh
Karakteristik permukiman kumuh mempunyai kondisi perumahan
dengan kepadatan tinggi dan ukuran unit perumahan relatif kecil, atap
rumah di daerah kumuh biasanya terbuat dari bahan yang sama dengan
dinding. Karakteristik pemukiman kumuh yang paling menonjol adalah
kualitas bangunan rumahnya yang tidak permanen, dengan kerapatan
bangunan yang tinggi dan tidak teratur, prasarana jalan yang sangat
terbatas kalaupun ada berupa gang-gang sempit yang berliku-liku, tidak
adanya saluran drainase dan tempat penampungan sampah, sehingga
terlihat kotor.
Menurut Deliana (2015) permukiman kumuh dapat dilihat
berdasarkan kondisi fisik, sosial, dan ekonomi dan dapat dipastikan
kondisi fisiknya tidak sesuai dengan standar rumah yang layak huni serta
kondisi sosial ekonomi yang tidak mendukung. Dari kondisi fisik dapat
dilihat bagaimana kualitas bangunannya, kepadatan bangunan, dan
kondisi sarana dan prasarana permukiman.11
11
Deliana, Ranella, Kajian Karakteristik Permukiman Kumuh di kecamatan Gayamsari Kota
Semarang, (Semarang: Jurnal Teknik PWK. Vol 4. No 1, 2015)., hal 118-132.
28
Pendapat A.A. Laquaian (dalam Suherlan 1996), mengemukakan
beberapa karakteristik daerah kumuh, yaitu :
a. Permukiman tersebut dihuni oleh penduduk yang padat dan berjubel
karena adanya pertumbuhan penduduk alamiah maupun migrasi yang
tinggi dari pedesaan.
b. Perkampungan tersebut dihuni oleh warga yang berpenghasilan rendah
atau berproduksi subsistem yang hidup di bawah garis kemiskinan.
c. Perumahan di permukaan tersebut berkualitas rendah atau masuk
dalam kategori kondisi rumah darurat (substandart housing
conditions), yaitu bangunan rumah yang terbuat dari bahan-bahan
tradisional, seperti bambu, kayu, alang-alang, dan bahan sepat hancur
lainnya.
d. Kondisi kesehatan dan sanitasi yang rendah, perkampungan miskin
memang selalu ditandai oleh persebaran penyakit menular dan
lingkungan fisik yang jorok.
e. Langkanya pelayanan kota (urban service) seperti air minum, fasilitas
MCK, listrik, sistem pembuangan kotoran dan sampah, dan
perlindungan kebakaran.
f. Pertumbuhannya tidak terencana sehingga penampilan fisiknya tidak
teratur dan terurusdalam hal bangunan, halaman, dan jalan-jalan,
sempitnya ruang antar bangunan, terbuka sama sekali.
g. Penghuni permukiman miskin ini mempunyai gaya hidup pedesaan
karena sebagian besar penghuninya merupakan migran dari pedesaan
yang masih mempertahankan pola kehidupan tradisional, seperti
hubungan-hubungan yang bersifat pribadi dan gotong royong.
h. Munculnya perilaku menyimpang seperti pencurian, pelacuran,
kenakalan, perjudian dan kebiasaan minum-minuman keras sebagai
ciri lainnya perkampungan miskin tersebut. Tetapi karena
permukiman lapisan masyarakat lainnya juga terjadi pola-pola
perilaku menyimpang tersebut, maka kurang tepat kiranya bila hal itu
dijadikan sebagai ciri khas permukiman miskin.
29
Tingkat permukiman kumuh kota dapat diukur dengan variabel –
variabel yang menyebabkan kekumuhan. Menurut Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (2016) kriteria permukiman kumuh
merupakan kriteria yang digunakan untuk menentukan kondisi
kekumuhan pada perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Kriteria
perumahan kumuh dan permukiman kumuh ditinjau dari Kondisi fisik
bangunan dan sarana prasarana, yaitu :
a. Kondisi bangunan
b. Jalan lingkungan
c. Penyediaan air minum
d. Drainase lingkungan
e. Pengelolaan air limbah
f. Pengelolaan persampahan
g. Proteksi kebakaran
Berdasarkan beberapa kriteria permukiman kumuh di atas, yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu kriteria permukiman kumuh menurut
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat karena ini
merupakan kriteria terbaru dan telah disahkan oleh pemerintah. Adapun
kriteria menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,
2016 ditinjau dari :
a. Bangunan gedung.
Bangunan gedung merupakan bangunan rumah sebagai tempat
tinggal bagi penghuninya. Kriteria kekumuhan ditinjau dari bangunan
gedung yaitu:
1) Ketidakteraturan Bangunan
Ketidakteraturan bangunan merupakan bangunan permukiman
yang tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dalam Rencana
Detil Tata Ruang dan Rencana Tata Bangunan Lingkungan, paling
sedikit pengaturan bentuk, besaran, perletakan, dan tampilan
bangunan pada suatu zona. Ketidakteraturan bangunan juga
ditinjau dari ketidak memenuhan ketentuan tata bangunan dan tata
30
kualitas lingkungan dalam RTBL mengenai pengaturan blok
lingkungan, kapling, bangunan, ketinggian dan elevasi lantai,
konsep identitas lingkungan, dan wajah jalan.
2) Tingkat kepadatan bangunan
Tingkat kepadatan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai dengan
ketentuan keteraturan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai
dengan ketentuan rencana tata ruang seperti Koefisien Dasar
Bangunan (KDB) maupun Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
yang melebihi Rencana Detil Tata Ruang (RDTR).
3) Kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat
Kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat yaitu kondisi
bangunan gedung permukiman yang tidak sesuai dengan
persyaratan teknis. Adapun persyaratan teknis yang dimaksud
yaitu mengenai pengendalian dampak lingkungan, keselamatan
bangunan gedung, kesehatan bangunan gedung, kenyamanan
bangunan gedung.dan pembangunan bangunan gedung diatas atau
dibawah tanah, air, mauoun sarana dan prasarana umum.
b. Jalan lingkungan
Kriteria kekumuhan ditinjau dari jalan lingkungan yitu jaringan jalan
lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan permukiman, dan
kualitas permukaan jalan lingkungan yang buruk yaitu terjadi
kerusakan pada permukaan jalan sehingga mengganggu kenyamanan
aksesibilitas lingkungan permukiman.
c. Penyediaan air minum
Kriteria kekumuhan ditinjau dari penyediaan air minum yaitu
ketidaktersediaan akses aman air minum yaitu kondisi dimana
penduduk di lingkungan permukiman tidak dapat mengakses air
minum yang memenuhi standar kesehatan, dan tidak terpenuhinya
kebutuhan air minum setiap individu dalam lingkungan permukiman
yaitu 60 liter/hari.
d. Drainase lingkungan
31
Kriteria kekumuhan ditinjau dari drainase lingkungan yaitu
drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air huan
sehingga menimbulkan genangan dengan tinggi lebih dari 30 cm
selama lebih dari 20 jam dan terjadi lebih dari 2 kali setahun,
ketidaktersediaan drainase baik saluran tersier maupun saluran lokal,
drainase lokal tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan pada
hierarki di atasnya sehingga menyebabkan air tidak dapat mengalir
dan menimbulkan genangan, drainase lingkungan permukiman tidak
terpelihara dengan baik sehingga pada saluran drainase terjadi
akumulasi limbah padat dan cair, kontruksi drainase lingkungan yang
buruk yaitu berupa galian tanah tanpa material pelapis maupun
kontruksi yang telah rusak.
e. Air limbah
Kriteria pengelolaan ditinjau dari air limbah yaitu sistem dan
sarana prasarana pengelolaan air limbah yang tidak sesuai dengan
standar teknis yang berlaku yaitu tidak memiliki sistem yang
memadahi seperti kakus/kloset yang terhubung dengan tangki septik
baik secara individual maupun komunal, tidak tersedianya sistem
pengolahan air limbah setempat atau terpusat.
f. Pengelolaan persampahan
Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan persampahan yaitu
prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan
teknis seperti tempat sampah dengan pemilahan sampah pada skala
domestik atau rumah tangga, tempat pengumpulan sampah dengan
sistem 3R (reduce, reuse, recycle), gerobak atau truk sampah pada
skala lingkungan, tempat pengolahan sampah terpadu pada skala
lingkungan. Sistem pengelolaan persampahan yang tidak memenuhi
persyaratan teknis pada lingkungan permukiman yaitu pewadahan dan
pemilahan domestik, pengumpulan lingkungan, pengangkutan
lingkungan, dan pengolahan lingkungan. Tidak terpeliharanya sarana
dan prasarana pengelolaan persampahan sehingga terjadi pencemaran
32
lingkungan sekitar oleh sampah, baik sumber air bersih, tanah,
maupun jaringan drainase.
g. Proteksi kebakaran
Kriteria kekumuhan ditinjau dari proteksi kebakaran yaitu kondisi
dimana ketidaktersediaan pasokan air yang diperoleh dari sumber alam
dan buatan, jalan lingkungan yang memudahkan masuk keluarnya
kendaraan pemadam kebakaran, sarana komunikasi untuk
pemberitahuan terjadi kebakaran, data tentang sistem proteksi
kebakaran lingkungsn mudah diskses.
12
Melissa Masie dkk, Penataan Sistem Drainase di Kampung Tubir Kelurahan PAAL 2 Kota
Manado, Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.2. (Universitas Sam Ratulangi : Manado, 2015)., hal 29-33.
33
anak sungai yang mengalir bercabang ke seluruh bagian perkotaan sampai ke
pinggiran kota dan masuk hingga pedesaan.13
Drainase memiliki beberapa tujuan antara lain sebagai berikut: suripin
1. Untuk mengurangi kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehigga
lahan dapat difungsikan secara optimal.
2. Sebagai pengendali air kepermukaan dengan tindakan untuk memperbaiki
daerah becek, genangan air/banjir.
3. Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal.
4. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada.
5. Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehinga tidak terjadi bencana
banjir.
6. Mengeringkan bagian wilayah kota yang permukaan lahannya rendah dari
genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negative berupa kerusakan
infrastruktur kota dan harta benda milik masyarakat.
7. Mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air terdekat secepatnya
agar tidak membanjiri/menggenangi kota yang dapat merusak selain harta
benda masyarakat juga infrastruktur perkotaan.
8. Mengendalikan sebagian air permukaan akibat hujan yang dapat
dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan akuatik.
9. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah.
10. Mengeringkan daerah becek dan genangan air
11. Mengendalikan akumulasi limpasan air hujan yang berlebihan.
12. Mengendalikan erosi,kerusakan jalan dan bangunan-bangunan.
Jenis-jenis pola aliran drainase
1. Siku
13
Heni Irawati & Ragil Haryanto, Perubahan Fungsi Lahan Koridor Jalan Selokan Mataram
Kabupaten Sleman,Jurnal Teknik PWK Vol. 4 nomor 2 (Universitas Diponegoro : Semarang).
2015, Hal. 177
34
Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari
pada sungai. Sungai sebagai saluran pembuang akhir berada akhir berada
di tengah kota.
2. Paralel
35
Untuk daerah dimana sungainya terletak di pinggir kota, sehingga saluran-
saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpulan.
5. Alamiah
Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah lebih besar
6. Radial
Pada daerah berbukit, sehingga pola saluran memencar ke segala arah.
36
Saluran Cabang adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit
yang diperolah dari saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya dibuang
ke saluran utama. Saluran Utama adalah saluran yang berfungsi sebagai
pembawa air buangan dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus
membahayakan daerah yang dilaluinya.
Bentuk Saluran Drainase
37
2. Ekonomis dan aman
Pemilihan dimensi dari fasilitas drainase haruslah mempertimbangkan
faktor ekonomis dan faktor keamanan.
3. Pemeliharan
Perencanaan drainase haruslah mempertimbangkan pula segi kemudahan
dan nilai ekonomis dari pemilihan sistem drainase tersebut.
Kemiringan Perkerasan dan Bahu Jalan
1. Pada daerah jalan yang datar dan lurus.
Penanganan pengendalian air untuk daerah ini biasanya dengan membuat
kemiringan perkerasan dan bahu jalan mulai dari tengah perkerasan
menurun/melandai kearah selokan samping.Besarnya kemiringan bahu
jalan biasanya diambil 2% lebih besar daripada kemiringan permukaan
jalan.
2. Daerah jalan yang lurus pada tanjakan/penurunan
Penanganan pengendalian air pada daerah ini perlu mempertimbangkan
pula besarnya kemiringan alinyemen vertikal jalan yang berupa tanjakan
dan turunan agar supaya aliran air secepatnya bisa mengalir ke selokan
samping
3. Pada daerah tikungan.
Kemiringan melintang perkerasan jalan pada daerah ini biasnya harus
mempertimbangkan pula kebutuhan kemiringan jalan menurut persyaratan
alinyemen horizontal jalan. Karena itu kemiringan perkerasan jalan harus
dimulai dari sisi luar tikungan menurun/melandai kesisi dalam tikungan.
Besarnya kemiringan pada daerah ini ditentukan oleh nilai maksimum
dari kebutuhan kemiringan alinyemen horizontal atau kebutuhan
kemiringan menurut keperluan drainase.
Selokan Samping
Selokan samping adalah selokan yang dibuat disisi kiri dan kanan badan
jalan.Fungsi selokan samping antara lain sebagai berikut :
1. Menampung dan membuang air yang berasal dari permukaan jalan.
38
2. Menampung dan membuang air yang berasal dari daerah pengaliran
sekitar jalan.
3. Dalam hal daerah pengaliran luas sekali atau terdapat air limbah maka
untuk itu harus di buat sistem drainase terpisah atau tersendiri. Dalam
pemilihan jenis material untuk seokan samping pada umumnya ditentukan
oleh besarnya kecepatan rencana aliran air yang akan melewati selokan
samping tersebut. Kecepatan aliran air ditentukan oleh sifat hidrolis
penampang saluran, salah satunya adalah kemiringan saluran.
Goriong-Gorong
Gorong-gorong adalah saluran air yang memungkinkan air untuk
mengalir dari sisi jalan ke sisi lainnya yang terletak di bawah jalan raya, jalur
kereta api atau konstruksi lainnya. Gorong-gorong berfungsi untuk
mengalirkan air dari sisi jalan ke sisi lainnya dan menghubungkan dua ruas
jalan yang terpisah akibat adanya aliran air yang memotong ruas jalan
tersebut.Berdasarkan fungsinya, maka gorong-gorong disarankan dibuat
dengan tipe konstruksi yang permanen dan desain umur rencana 10 tahun.
Jenis-jenis gorong-gorong berdasarkan material konstruksinya yaitu gorong-
gorong dari baja, PVC dan beton.
1. Bulat
Bentuk gorong-gorong yang paling banyak dipakai adalah bentuk bulat.
Bentuk ini secara konstruksi efisien dalam kondisi pembebanan paling
besar. Berbagai panjang baku pipa bulat dalam kelas kekuatan baku
biasanya tersedia dari persediaan lokal dengan harga yang wajar.
39
2. Pipa dan elips
Bentuk busur pipa dan bentuk ellips umumnya digunakan sebagai
pengganti pipa bulat di mana terbatas penutup atau timbunan penutup.
Karakteristik kekuatan konstruksi biasanya membatasi tinggi timbunan di
atas bentuk ini kecuali kalau sumbu utama bentuk ellips berada pada
bidang vertikal. Kalau dibandingkan dengan bentuk bulat, bentuk ini lebih
mahal untuk kapasitas hidrolik yang sama karena tambahan bahan
konstruksi yang diperlukan.
3. Kotak atau persegi
Gorong-gorong dengan penampang persegi dapat dirancang untuk
menyalurkan banjir besar dan menyesuaikan hampir semua kondisi
setempat. Gorong-gorong persegi menjadikannya lebih siap dibandingkan
bentuk lain untuk keadaan tinggi air rendah yang diperkenankan, karena
tingginya dapat diturunkan dan panjang total dinaikkan untuk memenuhi
persyaratan lokasi. Panjang total yang diperlukan dapat terdiri dari sel
tunggal atau jamak. Bentuk kotak yang dimodifikasi ke bentuk heksagon
atau oktagon telah digunakan dan terbukti ekonomis dalam keadaan
pembangunan
tertentu.
40
4. Busur
Gorong-gorong busur dipergunakan dalam lokasi di mana sedikit
hambatan pada jalan air merupakan keadaan yang diinginkan, dan di mana
fondasi memadai sebagai penyangga konstruksi.14
14
Jenis Gorong-Gorong dan Bahannya dalam Https://www.situstekniksipil.com. Diakses 19 maret
2020 pukul 12.00
15
Jessica, dkk, Kajian Sistem Pengelolaan Air Limbah pada Pemukiman di Kawasan Sekitar
Danau Tondano, (Sulawesi Utara: Sabua, Vol. 7, No. 1: 395-406, 2015)., hal
41
6. Konstruksi agar dibuat secara sederhana dengan bahan yang mudah
didapat dan murah.
7. Jarak minimal antara sumber air dengan bak resapan 10 m.
Pengelolaan limbah rumah tangga yang paling sederhana adalah
pengelolaan dengan menggunakan pasir dan bendabenda terapung melalui bak
penangkap pasir dan saringan. Benda yang melayang dapat dihilangkan oleh
bak pengendap yang dibuat khusus untuk menghilangkan minyak dan lemak.
Lumpur dari bak pengendap pertama dibuat stabil dalam bak pembusukan
lumpur, di mana lumpur menjadi semakin pekat dan stabil, kemudian
dikeringkan dan dibuang. Pengelolaan sekunder dibuat untuk menghilangkan
zat organik melalui oksidasi dengan menggunakan saringan khusus.
Pengelolaan secara tersier hanya untuk membersihkan saja. Cara pengelolaan
yang digunakan tergantung keadaan setempat, seperti sinar matahari, suhu
yang tinggi di daerah tropis yang dapat dimanfaatkan.16
Sumber air limbah berasal dari air buangan yang bersumber dari rumah
tangga (domestic wastes water), yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman
penduduk. Secara umum air limbah rumah tangga dapat dikelompokkan dalam
2 jenis, yaitu:
1. Grey water, merupakan air bekas cucian dapur, mesin cuci dan kamar
mandi. Grey water sering juga disebut dengan istilah sullage. Campuran
feses dan urin disebut sebagai excreta, sedangkan campuran excreta
dengan air bilasan toilet disebut sebagai black water. Mikroba pathogen
banyak terdapat pada excreta. Excreta ini merupakan cara transport utama
bagi penyakit bawaan.
2. Black water, Tinja (feses), berpotensi mengandung mikroba pathogen dan
air seni (urin), umumnya mengandung Nitrogen (N) dan Fosfor, serta
mikroorganisme.
Sistem pembuangan air limbah domestik terbagi menjadi 2 (dua) macam
yaitu: 1) Sistem pembuangan setempat (on site system) adalah fasilitas
16
Elvi Sunarsih, Konsep Pengolahan Limbah Rumah Tangga dalam Upaya Pencegahan
Pencemaran Lingkungan, (Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Vol. 5, No. 03 November 2014).,
hal
42
pembuangan air limbah yang berada di dalam daerah persil pelayananya (batas
tanah yang dimiliki). Contoh sistem pembuangan air limbah domestik
setempat adalah sistem cubluk atau septic tank. 2) Sistem pembuangan
terpusat (off site system) adalah sistem pembuangan yang berada di luar persil.
Contoh sistem penyaluran air limbah yang dibuang ke suatu tempat
pembuangan (disposal site) yang aman dan sehat dengan atau tanpa
pengolahan sesuai kriteria baku mutu dan besarnya limpasan.
Dalam Materi Bidang Air Limbah I dijelaskan tentang keuntungan dan
kerugian dalam pemakaian sistem pembuangan setempat dan sistem
pembuangan terpusat, yaitu:
1. Sistem pembuangan setempat (on site system)
43
b. Menampung semua jenis limbah domestik
c. Pencemaran air tanah dan lingkungan dapat dihindari
d. Cocok untuk daerah dengan tingkat kepadatan tinggi
e. Masa/umur pemakaian relatif lebih lama
17
Jessica, dkk, Kajian Sistem Pengelolaan Air Limbah pada Pemukiman di Kawasan Sekitar
Danau Tondano............, hal
18
Lorensius Yanuar Dalengkade, Studi Pengolahan Air Limbah untuk Kawasan Pemukiman
Kabupaten Kubu Raya, (Pontianak: Jurnal, Universitas Tanjungpuro Pontianak, 2016)., hal 1-10.
44
aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi dan
19
konsentrasi GRK (gas rumah kaca) di atmosfer secara global dan selain itu
juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun
waktu yang dapat dibandingkan. Perubahan Iklim berkaitan dengan emisi gas
rumah kaca dan peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) akibat dari kegiatan
pertanian, agroindustri dan industri. Sektor energi menjadi salah satu
penyumbang emisi karena kegiatan pembakaran bahan bakar fosil yang
menghasilkan CO2, N2O, dan CH4. Adapun Sektor Energi terbagi atas Sub
Sektor Perumahan, Komersial, Industri, dan Transportasi. Berdasarkan
Bappenas pada dokumen Indonesia Climate Change Sektoral Roadmap –
ICCSR telah mengklasifikasikan fenomena perubahan iklim menjadi berikut :
1. Suhu udara permukaan
2. Peningkatan suhu permukaan air
3. Kenaikan permukaan curah hujan
4. Perubahan curah hujan
5. Cuaca ekstrem20
19
Rencana Aksi Nasional penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, 2010, Draft Perpres RAN-GRK,
Hal 4
20
Atur Ekharisma Dewi dkk, Implementasi program Kampung Iklim di Kota Surakarta,
Proceeding Biology Education ConferenceVol. 16 (1), 2016
45
lingkungan tersebut. Masyarakat menjadi aktor utama yang terlibat secara
langsung dalam pengelolaan lingkungan tersebut. 21
21
Ibid, Hal. 223-224
22
Rencana..., Hal. 2
46
Dibawah ini adalah tabel uraian kegiatan Program Kampung Iklim yang
Disusun oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan23
23
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Program Kampung Iklim (ProKLim), 2012. Hal.
1-6
47
g. Rancang bangun Memodifikasi kontruksi bangunan merupakan bentuk
yang adaptif upaya
48
beradaptasi terhadap kondisi iklim ekstrim.
dan pemupukan
1.3 Penanganan atau antisipasi kenaikan muka laut, rob, intrusi air laut, abrasi,
ablasi atau erosi akibat angin, gelombang tinggi (untuk daerah pesisir)
49
kenaikan muka air laut dapat dikurangi dan penaatan
aturan batas sempadan pantai.
50
2. Kegiatan mitigasi perubahan iklim
51
sebagai sumber energi baru, misalnya IPAL anaerob
yang dilengkapi penangkap methane.
52
a. Sistem pengendalian Masyarakat sudah memiliki kelembagaan dan sistem
untuk mengendalikan kebakaran hutan dan lahan
kebakaran hutan dan
lahan
53
c. Pemerintah (BLH, Dinas Pertanaian, Disperindag, DPU, DKP, UMKM
PLUT, Bapermas PP PA dan KB)
d. swasta.24
Kampung Ngemplak Sutan di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres
terletak dipaling utara Kota Surakarta, merupakan daerah berbukit-bukit dan
dataran tertinggi di kota Surakarta.Sumber Air tanah hanya bisa diambil
dengan sumur dalam. Kampung Iklim Ngemplak Sutan berdiri tahun 2017 dan
mendapat penghargaan sertifikat sebagai kampung iklim utama. Kampung
iklim ngemplak sutan dahulu dikenal dengan kampung sayur organik. Banyak
warga membudidayakan bibit tanaman untuk dijual, dan menanam sayur
organik di halaman rumah dan sepanjang pinggir jalan kampung. Sayur
dipupuk dari hasil pengomposan. Produk sayuran mulai dari sawi, terong,
paria, cabe, kembang kol, sawi putih, hingga kubis sudah mulai dipanen dan
hasilnya dapat mengurangi pengeluaran rumah tangga dan untuk ketahanan
pangan. Produk olahan sayur seperti stik sayur. Ngemplak sutan RW 37
memiliki 2 bank sampah yang menghasilkan produk kreatif dengan konsep
zero waste. Dukungan kelembagaan masyarakat lokal melalui kelompok yang
mendukung kegiatan kampung iklim antara lain, yaitu :
a) KSM Kahuripan Sejahtera
b) Bank Sampah Amanah
c) Pengurus Posyandu dan Balita
d) KSM Tirto Langgeng “ Ngemplak Sutan”
Dukungan partisipasi masyarakat lokal dan institusi yaitu :
Perguruan tinggi (UNS, UNISRI, UTP)
LSM (Rumah zakat, Solo Kotaku),
Pemerintah (DLH, DPUPR, Dinas Pertanaian)
swasta.
24
Atur Ekharisma, Implementasi..., Hal. 225
54
L. Kampung Lingkungan Berseri
Kegiatan-kegiatan tanggung jawab sosial (corporate social responsibility)
perusahaan dengan demikian membutuhkan pemahaman yang baik dan mendalam
mengenai kondisi masyarakat setempat dimana kegiatan corporate social
responsibility (CSR) perusahaan tersebut diwujudkan. Peran serta masyarakat dan
stakeholder menjadi penting untuk dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan CSR
tersebut. Kegiatan CSR bagi masyarakat merupakan suatu proses yang bergerak
dan bertalian dengan sumber-sumber yang ada di masyarakat, yang saat ini mulai
dimanfaatkan oleh perusahaan.25
Dalam penerapan CSR oleh perusahaan, perlu hati-hati dan cara-cara yang
benar agar tidak memperkuat kondisi relasi ketergantungan dari masyarakat akan
kehadiran perusahaan. Keuntungan-keuntungan yang secara otomatis didapat dari
pelaksanaan kegiatan CSR bagi masyarakat di sini adalah adanya pengurangan
resiko, meningkatnya good will, mengurangi biaya, membangun sumber daya
manusia, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
25
Meilany Budiarti & Santoso Tri Raharjo, Corporate Social Responsibility (CSR) dari Sudut
Pandang Perusahaan, Jurnal UNPAD, (Bandung : Universitas Padjajaran), 2014, Hal. 13
55
PT Astra Internasional Tbk Indonesia, merupakan salah satu perusahaan
Badan Usaha Milik Swasta Nasional (BUMS) yang berdiri sendiri, serta
perusahaan ini telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak 4 April 1990,
perusahaan ini bergerak di bidang jasa keuangan, alat berat dan pertambangan,
agrobisinis, infarastruktur, logistik, dan lainnya seperti teknologi informasi, serta
property. PT Astra Internasional Tbk Indonesia sendiri memiliki 218,127
karyawan, pada 183 anak perusahaan, memiliki 1.8.14 outlet.
PT Astra Internasional Tbk Indonesia mecetuskan inisiatif SATU
Indonesia (Semangat Astra Untuk Indonesia) yang merupakan sinergi bersama
delapan yayasan yang berperan aktif meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia.
Empat bidang yang dibidik adalah pendidikan, pelestarian lingkungan, pelayanan
kesehatan, pengembangan usaha kecil menengah (UKM). Salah satu perwujudan
dari program CSR PT Astra SATU adalah kampung Berseri Astra. Per Februari
2018 sudah tercatat ada 72 Kampung berseri yang tersebar di seluruh Indonesia
dan sekarang sudah mencapai 81 kampung
Kampung Berseri Astra merupakan program Kontribusi Sosial
Berkelanjutan Astra yang diimplementasikan kepada masyarakat dengan konsep
pengembangan yang mengintegrasikan 4 nilai program, yaitu: Pendidikan,
Kewirausahaan, Lingkungan, dan Kesehatan. Melalui program Kampung Berseri
Astra, masyarakat dan perusahaan dapat berkolaborasi untuk bersama
mewujudkan wilayah yang bersih, sehat, cerdas, dan produktif sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup masyarakat di wilayah Kampung Berseri Astra.
Kampung Wisata
Kampung Berseri Astra Wisata merupakan Kampung yang menawarkan
keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian perkampungan, baik dari
kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adata istiadat dan keseharian.
Kampung Hijau
Kampung Berseri Astra Hijau merupakan suatu perkampungan yang
memiliki lingkungan hijau yang asri dan sehat, serta menerapkan program
56
pelestarian fungsi lingkungan baik pada komponen lingkungan (biotik dan
abiotic) maupun komponen sosial ekonomi, pendidikan dan budaya serta
kesehatan masyarakat.
Kampung Produktif
Kampung Cyber
Kampung Berseri Astra Cyber merupakan suatu konsep Kampung modern
dengan memanfaatkan perkembangan Teknologi dan Informasi dalam setiap
komponen kehidupan Kampung, mulai dari yang berkaitan dengan administrasi
Kampung, interaksi sosial, kehidupan ekonomi, pendidikan dan budaya.
Kampung Budaya
Kampung Berseri Astra Budaya merupakan Kampung yang mempunyai
potensi adat, tradisi, kesenian, kerajinan, arsitektur, dan tata ruang yang masih
nyata ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari dan masyarakat kampung
berupaya nyata untuk melestarikan dan mengembangkannya.26
M. Pengertian Sampah
Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan
limbah padat. Sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-
perlakuan, baik karena sudah diambil bagian utamanya, atau karena
pengolahan, atau karena sudah tidak ada manfaatnya yang ditijnau dari segi
sosial ekonomis tidak ada harganya dan dari segi lingkungan dapat
menyebabkan pencemaran atau gangguan terhadap lingkungan hidup.
26
Kampung Berseri Astra dalam Https://www.satu-indonesia.com/satu/, diakses 19 Maret 2020
pukul 16.20
57
Sampah adalah bahan yang terbuang atau dibuang dari hasil aktifitas
manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomi.27 Menurut
kamus istilah lingkungan hidup, sampah mempunyai definisi sebagai bahan
yang tidak mempunyai nilai, bahan yang tidak berharga untuk maksud biasa,
pemakaian bahan rusak, barang yang cacat dalam pembuatan manufaktur,
materi berlebihan, atau bahan yang ditolak.
Sampah adalah limbah yang berbentuk padat dan juga setengah padat,
dari bahan organik atau anorganik, baik benda logam maupun benda bukan
logam, yang dapat terbakar dan yang tidak dapat terbakar. Bentuk fisik benda-
benda tersebut dapat berubah menurut cara pengangkutannya atau cara
pengolahannya. Sampah padat adalah semua barang sisa yang ditimbulkan
dari aktivitas manusia dan binatang yang secara normal padat dan dibuang
ketika tidak dikehendaki atau sia-sia.28 Sedangkan yang dimaksud dengan
sampah perkotaan adalah sampah yang timbul di kota (tidak termasuk sampah
yang berbahaya dan beracun).
Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga
untuk maksud biasa atau utama dalam pembuatan atau pemakaian abarng
rusak atau bercacat dalam pembuatan manufaktur atau materi berkelebihan
atau ditolak atau buangan. Sampah merupakan bahan yang terbuang atau
dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum
memiliki nilai ekonomis.29 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
sampah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya dari
pemakai semula, atau sampah adalah sumber daya yang tidak siap pakai.
Penumpukan sampah disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah volume sampah yang sangat besar sehingga melebihi kapasitas daya
tampung tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Pengelolaan sampah yang
terjadi selama ini dirasakan tidak memberikan dampak positif kepada
lingkungan, dan kuranganya dukungan kebijakan dari pemerintah.
27
E. Colink, Istilah Lingkungan Untuk Manajemen, 1996
28
Tchobanoglous, Integrated Solid Waste Management, (Mc. Grw Hill: Kogakusha, 1993)., 82.
29
Alex S, Sukses Mengolah Sampah Organik menjadi Pupuk Organik, (Yogyakarta: Baru Press),
hal.3-4.
58
Pemerintah belum begitu serius dalam memikirkan masalah sampah ini.
Meski pemerintah sudah melakukan beberapa terobosan namun di beberapa
tempat pembuangan sementara (TPS) gunungan sampah masih sangat
mengganggu masyarakat dan masih menjadi perhatian. Permasalahan sampah
merupakan hal yang krusial (sulit terselesaikan). Bahkan, dapat diartikan
sebagai masalah kultural/kebiasaan karena dampaknya mengenai berbagai sisi
kehidupan, terutama di kota besar. Oleh sebab itu bila tidak ditangani secara
benar, maka akan menimbulkan dampak seperti pencemaran air, udara, dan
tanah yang mengakibatkan sumber penyakit.
Pengolahan sampah membutuhkan lahan sebagai tempat pembuangan
akhir (TPA). Sampah sebagai barang yang masih bisa dimanfaatkan tidak
seharusnya diperlakukan sebagai barang yang menjijikan, melainkan harus
dapat dimanfaatkan sebagai bahan mentah atau bahan yang berguna lainnya.
Seharusnya pengolahan sampah harus dilakukan dengan efisien dan efektif,
yaitu sebisa mungkin dekat dengan sumbernya, seperti dilingkungan RT/RW,
sekolah, dan rumah tangga sehingga jumlah sampah dapat dikurangi.
Pengelolaan sampah diantaranya dapat dimanfaatkan menjadi kompos organik
yang didalamnya terkandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman, perbaikan
struktur tanah dan zat yang dapat mengurangi bakteri yang merugikan dalam
tanah. Pupuk organik biasanya tidak meninggalkan residu / sisa dalam
tanaman sehingga hasil tanaman akan aman bila dikonsumsi.
N. Jenis Sampah
Jenis-jenis sampah dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, antara
lain:
1. Berdasarkan sumbernya
a. Sampah alam
Ssampah yang ada oleh proses alam yang dapat di daur ulang alami,
seperti halnya daun-daunan kering di hutan yang terurai menjaditanah .
Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah,
misalnya daun-daun kering di lingkungan pemukiman.
59
b. Sampah manusia
Sampah manusia (human waste) adalah istilah yang biasa digunakan
terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin.
Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena
dapat digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang
disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan dalam
mengurangi penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara
hidup yang higenis dan sanitasi. Termasuk didalamnya adalah
perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing).
c. Sampah konsumsi
Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh
manusia(pengguna barang), dengan kata lain adalah sampah hasil
konsumsi sehari -hari. Ini adalah sampah yang umum, namun
meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini masih jauh lebih kecil
dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses
pertambangan dan industri.
d. Sampah industri
Sampah industri adalah bahan sisa yang dikeluarkan akibat proses
proses industri. Sampah yang dikeluarkan dari sebuah industri dangan
jumlah yang besar dapat dikatakan sebagai limbah.30 Berikut adalah
gambaran dari limbah yang berasal dari beberapa industri, yaitu :
1) Limbah industri pangan (makanan), sebagai contoh yaitu hasil
ampas makanan sisa produksi yang dibuang dapat menimbulkan
bau dan polusi jika pembuangannya tidak diberi perlakuan yang
tepat.
2) Limbah Industri kimia dan bahan bangunan, sebagai contoh
industri pembuat minyak pelumas (OLI) dalam proses
pembuatannya membutuhkan air skala besar, mengakibatkan pula
besarnya limbah cair yang dikeluarkan ke lingkungan sekitarnya.
30
Cecep Dani Sucipto, Teknologi Pengolahan Daur Ulang Sampah, (Jakarta: Goysen Publising,
2009)., hal 2-3.
60
air hasil produksi ini mengandung zat kimia yang tidak baik bagi
tubuh yang dapat berbahaya bagi kesehatan.
3) Limbah industri logam dan elektronika, bahan buangan seperti
serbuk besi, debu dan asap dapat mencemari udara sekitar jika
tidak ditangani dengan cara yang tepat.
2. Berdasarkan sifatnya
a. Sampah organik
Sampah organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa
makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini
dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos.
b. Sampah anorganik
Sampah anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti
plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan
gelas minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya. Sampah ini dapat
dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk
dijadikan produk laiannya. Beberapa sampah anorganik yang dapat
dijual adalah plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas
bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas.31
3. Berdasarkan bentuknya
a. Sampah padat
Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia,
urine dan sampah cair. Dapat berupa sampah dapur, sampah kebun,
plastik, metal, gelas dan lain-lain. Menurut bahannya sampah ini
dikelompokkan menjadi sampah organik dan sampah anorganik.
Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (biodegradability), maka
dapat dibagi lagi menjadi:
1) Biodegradable
2) Yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses
biologi baik aerob (menggunakan udara/terbuka) atau anaerob
31
Alex S, Sukses Mengolah Sampah Organik menjadi Pupuk Organik, (Yogyakarta: Baru Press),
hal 9-10.
61
(tidak menggunakan udara/tertutup), seperti sampah dapur, sisa-
sisa hewan, sampah pertanian dan perkebunan.
3) 2). Non-biodegradable Yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan
oleh proses biologi, yang dapat dibagi lagi menjadi: (a) Recyclable
yaitu sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena
memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan
lain-lain. (b) Non-recyclable yaitu sampah yang tidak memiliki
nilai ekonomi dan tidak dapat diolah atau diubah kembali seperti
tetra packs(kemasan pengganti kaleng), carbon paper, thermo coal
dan lain-lain.
b. Sampah cair
Sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak
diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.
1) Limbah hitam yaitu sampah cair yang dihasilkan dari toilet.
Sampah ini mengandung patogen yang berbahaya.
2) Limbah rumah tangga seperti sampah cair yang dihasilkan dari
dapur, kamar mandi dan tempat cucian. Sampah ini mungkin
mengandung patogen.
O. Sumber Sampah
Sampah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
domestik (rumah tangga) maupun industri. Dalam Undang-undang No 18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan bahwa sampah adalah
sisa kegiatan sehari hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat atau
semi padat berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak
dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang ke
lingkungan. Ditinjau dari sumbernya, sampah berasal dari beberapa tempat,
yakni :
1. Sampah dari pemukiman penduduk pada suatu pemukiman biasanya
sampah dihasilkan oleh suatu keluarga yang tinggal di suatu bangunan
62
atau asrama. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya organik, seperti sisa
makanan atau sampah yang bersifat basah, kering, abu plastik dan lainnya.
2. Sampah dari tempat-tempat umum dan perdagangan tempat tempat umum
adalah tempat yang dimungkinkan banyaknya orang berkumpul dan
melakukan kegiatan. Tempat-tempat tersebut mempunyai potensi yang
cukup besar dalam memproduksi sampah termasuk tempat perdagangan
seperti pertokoan dan pasar. Jenis sampah yang dihasilkan umumnya
berupa sisa-sisa makanan, sayuran dan buah busuk, sampah kering, abu,
plastik, kertas, dan kaleng-kaleng serta sampah lainnya.
Sampah dari kedua jenis sumber tersebut dikenal sebagai sampah
domestik. Sedang sampah non-domestik adalah sampah atau limbah yang
bukan sejenis sampah rumah tangga, misalnya limbah dari proses industri.
Bila sampah domestik ini berasal dari lingkungan perkotaandan dikenal
sebagai municipal solid waste (MSW).
Sumber sampah pada umumnya berhubungan erat dengan penggunaan
tanah dan pembagian daerah untuk berbagai kegunaan. Di Indonesia, sekitar
60-70% dari total volume sampah yang dihasilkan merupakan sampah basah
dengan kadar air antara 65-75%. Sumber sampah terbanyak berasal dari pasar
tradisional dan pemukiman. Sampah pasar tradisional, seperti pasar lauk-pauk
dan sayur-mayur membuang hampir 95% sampah organic. Di dalam
kehidupan manusia, sebagian besar jumlah sampah berasal dari beberapa
aktivitas, di bawah ini sumber sampah dapat digolongkan dalam beberapa
kategori, yaitu :
a. Sampah dari Pemukiman / Rumah Tangga
Umumnya sampah rumah tangga berupa sisa pengolahan makanan,
perlengkapan rumah tangga bekas, kertas, kardus, gelas, kain, sampah
kebun/halaman, dan lain-lain.
b. Sampah dari Pertanian dan Perkebunan
Sampah dari kegiatan pertanian tergolong bahan organik, seperti jerami
dan sejenisnya. Sebagian besar sampah yang dihasilkan selama musim
panen dibakar atau dimanfaatkan untuk pupuk. Untuk sampah bahan kimia
63
seperti pestisida dan pupuk buatan perlu perlakuan khusus agar tidak
mencemari lingkungan. Sampah pertanian lainnya adalah lembaran plastik
penutup tempat tumbuh-tumbuhan yang berfungsi untuk mengurangi
penguapan dan penghambat pertumbuhan gulma, namun plastik ini bisa
didaur ulang.
c. Sampah dari Sisa Bangunan dan Konstruksi Gedung
Sampah yang berasal dari kegiatan pembangunan dan pemugaran gedung
ini bisa berupa bahan organik maupun anorganik. Sampah Organik,
misalnya: kayu, bambu, triplek. Sampah Anorganik, misalnya: semen,
pasir, spesi, batu bata, ubin, besi dan baja, kaca, dan kaleng.
d. Sampah dari Perdagangan dan Perkantoran
Sampah yang berasal dari daerah perdagangan seperti: toko, pasar
tradisional, warung, pasar swalayan ini terdiri dari kardus, pembungkus,
kertas, dan bahan organik termasuk sampah makanan dan restoran.
Sampah yang berasal dari lembaga pendidikan, kantor pemerintah dan
swasta biasanya terdiri dari kertas, alat tulis-menulis (bolpoint, pensil,
spidol, dll), toner foto copy, pita printer, kotak tinta printer, baterai, bahan
kimia dari laboratorium, pita mesin ketik, klise film, komputer rusak, dan
lain-lain. Baterai bekas dan limbah bahan kimia harus dikumpulkan secara
terpisah dan harus memperoleh perlakuan khusus karena berbahaya dan
beracun.
e. Sampah dari Industri
Sampah ini berasal dari seluruh rangkaian proses produksi (bahan-bahan
kimia serpihan/potongan bahan), perlakuan dan pengemasan produk
(kertas, kayu, plastik, kain/lap yang jenuh dengan pelarut untuk
pembersihan). Sampah industri berupa bahan kimia yang seringkali
beracun memerlukan perlakuan khusus sebelum dibuang.
Industriitumacam-macam, ada yang industry beratmaupun yang ringan,
contohnya :
1) Pertambangan
2) Sumber-sumber alam misalnya sumber energi.
64
3) Pabrik.
4) Perusahaan kayu.
5) Perusahaan kimia.
6) Perusahaan logam.
7) Tempat pengolahan air kotor.
f. Sampah Alam
Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses
daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai
menjadi tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi
masalah, misalnya daun-daun kering di lingkungan pemukiman.
g. Sampah Manusia
Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa
digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin.
Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat
digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang
disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan utama pada
dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui
sampah manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi. Termasuk
didalamnya adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing).
Sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui
sistem urinoir tanpa air.
h. Sampah Konsumsi
Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia)
pengguna barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang
ke tempat sampah. Ini adalah sampah yang umum dipikirkan manusia.
Meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih jauh lebih
kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses
pertambangan dan industri.
i. Sampah Nuklir
Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang
menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya bagi
65
lingkungan hidupdan juga manusia. Oleh karena itu sampah nuklir
disimpan ditempat-tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan
aktivitas tempat-tempat yang dituju biasanya bekas tambang garam atau
dasar laut (walau jarang namun kadang masih dilakukan).32
32
Chandra, budiman, Pengantar kesehatan lingkungan,( Jakarta: EGC,2007)., hal 22- 24.
33
Stiyono dan sri wahyono, SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DI KABUPATEN BEKASI – JAWA
BARAT. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 2, No. 2, Mei 2002 hlm 19
66
pewadahan, tahap pengumpulan, tahap pengangkutan dan tahap pemusnahan
sampah.
1. Tahap pewadahan sampah
Pewadahan sampah (sebelum diangkut ke lokasi pengolahan)
merupakan tanggung jawab setiap sumber penghasil sampah baik rumah
tangga maupun non-rumah tangga.
2. Tahap pengumpulan sampah
Ada beberapa teknik operasional pengumpulan sampah yang dilakukan
oleh Dinas Kebersihan Kabupaten Bekasi, yaitu :
a. Sistem container
Sistem ini dilakukan dengan menempatkan kontainer di lokasi-lokasi
strategis yang ada. Kontainer yang sudah penuh diambil kemudian
dibawa ke TPA dan digantikan dengan kontainer yang kosong.
67
Sistem ini dilakukan dengan dua tahap pengangkutan. Sampah dari
lingkungan permukiman dikumpulkan oleh tenaga pengumpul
setempat dengan menggunakan gerobak sampah yang keliling untuk
dibawa ke transfer depo. Dari beberapa gerobak yang beroperasi akan
berkumpul di suatu tempat khusus yang dibangun untuk memindahkan
sampahnya ke dalam truk pengangkut yang telah menunggu. Truk
pengangkut ini kemudian membawa sampah ke TPA.
d. Sistem TPS
Sistem ini dilakukan dengan menyediakan tempat pembuangan
sampah yang bersifat sementara. Biasanya masyarakat membuang
sampahnya secara langsung ke lokasi TPS atau petugas pengumpul
setempat yang akan membawa sampah dari lokasi pewadahan atau
rumah tangga ke lokasi TPS. Pada periode tertentu truk sampah akan
datang untuk mengambil sampah yang terkumpul di TPS ini kemudian
dibawa ke TPA.
68
truk Dinas Kebersihan, sedangkan secara tidak langsung sampah dari
sumbernya dibuang ke TPS baru dipindahkan ke truk sampah untuk di
bawa ke TPA atau sampah dari sumbernya dibawa gerobak kemudian
dilakukan pemindahan ke truk sampah di lokasi transfer depo.
Supaya penanganan sampah ini dapat memberikan hasil yang optimal,
pola operasional pengelolaan sampah yang diterapkan disesuaikan dengan
sumber- sumber sampah yang ada dengan mempertimbangkan kondisi dari
masing- masing sumber.
4. Tahap pembuangan sampah
Sampah dari wilayah Kabupaten Bekasi dibuang di TPA Burangkeng
yang terletak di desa Burangkeng, kecamatan Setu. PA Burangkeng pada
awalnya seluas 3,5 Ha dengan sistem open dumping, beroperasi sejak
tahun 1995. Saat ini TPA Burangkeng diperluas menjadi 10 Ha dan
sistemnya diperbaiki menjadi seperti sistem sanitary landfill. Sistem open
dumping dirubah menjadi sistem sanitary landfill karena sistem open
dumping menghasilkan bau busuk tak terkendali, air leachatenya
mencemari air tanah dan air permukaan, tempat berkembangbiaknya lalat,
dan rawan terhadap bahaya kebakaran. Dari 15 kecamatan yang ada di
wilayah Kabupaten Bekasi belum semuanya mendapatkan pelayanan
dalam pengelolaan sampah oleh Pemda.
Beberapa wilayah yang belum mendapatkan pelayanan tersebut
merupakan daerah pedesaan, karena di wilayah pedesaan sampah belum
menjadi masalah. Karena di beberapa wilayah belum memerlukan
pelayanan pengelolaan sampah oleh Pemda, maka wilayah operasioanal
TPA Burangkeng tidak mencakup seluruh wilayah Kabupaten Bekasi,
tetapi hanya mencakup delapan kecamatan, yaitu : Kecamatan Tambun,
Kecamatan Lemah Abang, Kecamatan Cikarang, Kecamatan Babelan,
Kecamatan Cibitung, Kecamatan Serang, Kecamatan Kedungwaringin dan
Kecamatan Setu. Jumlah sampah yang masuk ke TPA Burangkeng dapat
mencapai 3000 m3/hari. Pada TPA Burangkeng dilengkapi pula dengan
suatu unit pengelolaan leachate (air lindi) dan gas. Air lindi dari TPA
69
dikumpulkan di dalam unit pengolahan limbah cair. Sedangkan gas yang
terbentuk dari hasil pembusukan sampah dialirkan melalui cerobong dan
dibakar.
Teknik pembuangan sampah di TPA Burangkeng dilakukan dengan
menempatkan sampah di lokasi landfill yang pada bagian dasarnya telah
dilapisi dengan lapisan kedap air dan dilengkapi saluran pengumpul lindi
serta cerobong gas. Sampah tersebut, kemudian diratakan dan dipadatkan.
Setelah padat, lapisan tersebut ditutup dengan lapisan tanah dan
dipadatkan kembali. Tujuan penimbunan dan pemadatan ini adalah untuk
mencegah kontak antara sampah dengan lalat, insekta dan binatang lainnya
serta mengurangi bau busuk yang timbul dari TPA. Kegiatan di TPA
Burangkeng melibatkan para pemulung yang mengambil sampah
anorganik, seperti plastik, gelas/kaca, besi, aluminium, logam-logam,
untuk dijual atau didaur ulang. Kegiatan tersebut akan membantu
mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA sehingga usia
operasional TPA akan lebih panjang dan dampak negatif akibat dari
pembuangan bahan-bahan yang tidak dapat teruraikan secara alami dapat
dikurangi.34
70
adalah menengahi penghasil sampah, baik sampah rumah tangga ataupun
kantor, untuk kemudian diperjualbelikan kepada pengepul atau pemulung.
Melalui platform ini, masyarakat juga dapat membeli produk-produk yang
ramah lingkungan.
MallSampah adalah layanan pengelola sampah online untuk rumah
tangga dan kantor. MallSampah menghubungkan pengguna dengan
pengepul, pemulung dan unit-unit pengelola sampah terdekat agar lebih
mudah menjual dan mendaur ulang sampah. MallSampah berbeda dengan
Bank Sampah karena Mallsampah bukan perusahaan layanan penjemputan
sampah, melainkan sampah yang di jemput oleh mitra, seluruh dari
sampah akan di daur ulang dan tidak di buang ke TPA. Baik menjual atau
membuang sampah melalui MallSampah, semuanya akan di daur ulang
kembali.
Proses menjual sampah melalui MallSampah sangatlah mudah, cukup
memilih kategori jual sampah pada bagian atas halaman depan aplikasi,
kemudian tentukan lokasi, selanjutnya akan disajikan rekomendasi
pengepul terdekat dari alamat terakhir, selanjutnya menghubungi kontak
pengepul yang dipilih untuk menjemput dan membeli sampah.
Sumber : www.mallsampah.com
71
bersifat prototipe diharapkan Dispenser Mas Eco dapat ditemui di titik-
titik keramaian sehingga mendorong masyarakat membawa kemasan
minumnya sendiri dan terhindar dari masalah kehausan. Nantinya,
Dispenser Mas Eco ini akan berfungsi hanya dengan menempelkan kartu
uang elektronik.
72
yang menggunakan batu bara untuk mengubah abu terbang dan abu dasar
menjadi batubara kembali atau menjadi material setara beton. TOSS akan
membuka industri rakyat setempat sehingga membuka banyak lapangan
kerja.
Hasil uji coba yang dilakukan oleh STT-PLN telah berhasil
menanggulangi sampah sebanyak 1 ton per hari (organik dan/atau non
organik), dikonversi menjadi briket sampah sebagai bahan bakar pembangkit
listrik gas sampah melalui proses gasifikasi. Terkait briket sampah ini,
penelitian yang dilakukan oleh STT-PLN di Laboraturium Pengujian Pusat
Penelitian dan Pengembangan teknologi Mineral dan Batu Bara (TekMIRA)
Kementerian ESDM membuktikan bahwa kadar kalori briket sampah ini
berkisar antara 2500 kkal (kalori rendah), 4.445 kkal (kalori sedang), dan
6.730 kkal (kalori tinggi). Dalam hal ini, briket sampah ini mampu menjadi
energi baru dan mampu menggantikan energi batu bara.
Metode yang digunakan pada TOOS Listrik Kerakyatan sebagai berikut :
a. Digester untuk sampah organik
Metode Biodigester adalah proses pengolahan sampah dengan
memanfaatkan ruangan kedap udara untuk membuat bakteri-bakteri
baik yang mampu mengubah dampak negatif sampah menjadi positif.
Bakteri yang dikenal dengan sebutan anaerobic mampu mengolah
sampah organik khususnya sisa makanan yang menjadi sumber utama
bau sampah. Manfaat metode biodigester ini adalah menghilangkan
bau busuk yang dihasilkan sampah organik yang tidak dikelola, lindi
sebagai bahan untuk proses peuyeumisasi pembuatan briket, gas
methan untuk kompor atau ganset, pupuk cair.
b. Metode Peyeumisasi dalam proses Peuyeumisasi
Seluruh sampah, baik organik dan non organik, di satukan dalam
suatu wadah bambu untuk kemudian ditutup terpal dengan
memanfaatkan bakteri anaerob sehingga sampah tersebut dapat
menghasilkan suatu produk briket sampah yang memiliki kadar kalori
2500 - 4000 kkal. Dalam hal ini, ada sirkulasi udara dan penutupan
73
sampah dengan terpal tersebut ditambahkan dengan suatu blower agar
mampu menjaga stabilitas suhu wadah pada 60 derajat celcius. Dalam
waktu 10 hari (instalasi), maka akan terpisahkan sampah organik dan
non organik.
74
Gambar Briketisasi, Sumber : https://scholar.google.co.id
d. L-Box
Salah satu cara yang dilakukan untuk meningkatkan cara pengelolaan
sampah di DKI Jakarta adalah dengan menggunakan L-box. Alat ini
dirancang untuk memusnahkan sampah, dengan sistem bara dan ionisasi
dalam ruang penguraian. Sistem tersebut dianggap lebih hemat energi
dibandingkan alat lain karena pemanasan hanya dilakukan satu kali
dengan melakukan pembakaran di ruang abu.
75
Kapasitas L-box yang digunakan di Kepulauan Seribu, DKI
Jakarta, hanya sekitar 1,5 ton karena ditujukan untuk tingkat kelurahan.
Walau demikian, penggunaan alat itu dapat menekan biaya transportasi
untuk pemindahan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sekaligus
menjaga lingkungan sekitarnya dari penumpukan sampah.
Alat tersebut dipasang oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta di Pulau
Pramuka, Pulau Kelapa, Pulau Kelapa Dua, Pulau Harapan, dan Pulau
Sebira. Biaya operasional dianggarkan oleh Dinas Kebersihan yang
dikelola oleh kelurahan setempat. Sementara itu, listrik yang diperlukan
untuk pengoperasian L-box diinstalasi oleh Suku Dinas Perindustrian dan
Energi Kepulauan Seribu.
76
Gambar Pola Pengelolaan Persampahan
Ada tiga jenis teknologi yang saat ini banyak diterapkan untuk
pengolahan sampah yaitu teknologi pengomposan sampah, teknologi
pembakaran sampah dan teknologi daur ulang sampah.
77
Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah ini dapat digunakan
untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah
pertanian, menggemburkan kembali lahan pertamanan, sebagai bahan
penutup sampah di TPA, reklamasi pantai, pasca penambangan, dan
sebagai media tanaman, mengurangi pupuk kimia.
2. Pembakaran Sampah
Teknologi pembakaran sampah dalam skala besar/skala kota dilakukan
di instalasi pembakaran yang disebut juga dengan insinerator. Dengan
teknologi ini, pengurangan sampah dapat mencapai 80 % dari sampah
yang masuk, sehingga hanya sekitar 20% yang merupakan sisa
pembakaran yang harus dibuang ke TPA. Sisa pembakaran ini relatif stabil
dan tidak dapat membusuk lagi, sehingga lebih mudah penanganannya.
Keberhasilan penerapan teknologi pembakaran sampah sangat
tergantung dari sifat fisik dan kimia sampah serta kemampuan dana
maupun manajemen dari Pemerintah Daerah. Sifat fisik dan kimia sampah
yang sesuai diolah dengan teknologi ini menurut instalasi-instalasi yang
sudah beroperasi terdahulu adalah nilai kalor sampah campuran antara 950
– 2.100 kkal/kg, kadar air antara 35 – 55 % dan kadar abu antara 10 – 30
%.
Pemanfaatan sisa abu hasil pembakaran ini dapat digunakan antara lain
sebagai pengganti tanah penutup lahan TPA, pasca penambangan, sebagai
tanah urug, sebagai campuran bahan konstruksi (batako, paving block,
dsb), dan sebagai campuran kompos.
Teknologi ini kurang direkomendasi mengingat proses pembakaran
sampah menghasilkan gas-gas yang dibuang ke udara dan bisa
menyebabkan problem lain, seperti kerawanan gangguan kesehatan akibat
efek samping gas-gas pembakaran tersebut. Beberapa penelitian yang
dilakukan gas yang dihasilkandari pembakaran sampah berpotensi
menyebabkan karsinogenik.
3. Daur Ulang Sampah
78
Kegiatan daur ulang sampah sudah dimulai sejak beberapa tahun
terakhir ini yang diakukan oleh sektor informal. Para pemungut barang
bekas yang disebut pula dengan pemulung, melaksanakan kegiatan
pemungutan sampah dihampir seluruh subsistem pengelolaan sampah.
Komponen sampah yang mempunyai nilai tinggi untuk dimanfaatkan
kembali, berdasarkan penelitian BPP Teknologi 2004, adalah sampah
kertas, logam dan gelas. Presentase sampah tersebut (dari jumlah awal)
yang diambil oleh pemulung adalah seperti pada Tabel berikut ini:
Tabel Prosentase Pengambilan Sampah Oleh Pemulung Sumber : BPPT 2004
No. Komponen Sampah %
1. Kertas 71,20
2. Plastik 67,05
3. Logam 96,09
4. Gelas 85,05
Beberapa pemanfaatan sampah kering yang dapat dihasilkan dari
pengolahan sampah untuk daur ulang dan mempunyai nilai ekonomis
antara lain :
a. Sampah Kertas
Jenis kertas bekas serta produk daur ulang yang dapat dihasilkan dari
hasil pengolahan kertas dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel Produk Daur Ulang dari Hasil Pengolahan Kertas, Sumber : Kajian Pengelolaan Kertas,
Dep. PU, DTW, 2004
79
b. Sampah Plastik Pada umumnya sampah plastik sebagian besar dapat
diolah baik menjadi produk baru ; alat rumah tangga seperti ember,
bak tali plastik; digunakan kembali seperti pembungkus, pot tanaman,
tempat bumbu; sebagai bahan industri daur ulang seperti pellet, biji
plastik.
c. Logam
Logam yang dihasilkan dari sampah kota dapat dimanfaatkan antara
lain digunakan kembali seperti kaleng susu, dijadikan produk baru,
seperti tutup botol kecap, mainan, sebagai bahan tambahan atau bahan
baku industri seperti industri logam.
d. Bahan Lain
Bahan lain seperti, gelas, karet mempunyai prosentase yang cukup
kecil dalam komponen sampah kecuali pada kasus tertentu. Oleh
karena itu dalam skala kecil tidak ekonomis untuk diolah.
Aplikasi teknologi pengolahan sampah, sedikitnya dapat memberikan
solusi pada permasalahan kesulitan lahan untuk TPA. Akan tetapi, ada
beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dengan matang untuk menerapkan
teknologi diatas. Teknologi yang saat ini digunakan untuk pengolahan sampah
skala besar, baik itu pengomposan maupun pembakaran sampah, rata-rata
menggunakan teknologi yang cukup canggih, melalui sistem mekanis/hidrolis
yang bekerja semi atau bahkan otomatis penuh. Instalasi pengolahan tersebut
biasanya memerlukan dana yang cukup besar untuk operasi maupun investasi
dan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian tertentu.
Pengelolaan Sampah (Model Kawasan 2-5 ton/hari)
80
Pemberdayaan masyarakat dalam industri daur ulang sampah merupakan
salah satu sistem pelayanan dari, oleh dan untuk masyarakat dengan
menggunakan sistem pengolahan secara terpadu yaitu menerapkan beberapa
jenis pengolahan secara simultan untuk menghasilkan produk maupun bahan
daur ulang.
35
Bambang Sudarmanto, Penerapan Teknologi Pengelolahan dan Pemanfaatannya dalam
Pengelolahan Sampah, (Semarang: Universitas Semarang, 2010)., hal 1-15.
81
Gambar Diagram sistem pengelolaan sampah skala pelayanan
1000 KK (2 ton/hari)
82
muka bumi adalah untuk menjadi mandataris Allah secara fungsional, karena
manusialah yang pantas mengemban amanah setelah langit, bumi dan gunung
tidak mampu mengemban amanah ini. Kata kunci ayat ini terdapat kata
amanah yang dalam al- Qur`an berkonotasi mengutamakan akal pikiran.
Konotasi akal dan pikiran sangat pantas dan sesuai, karena manusia mampu
bertauhid, berkeseimbangan dan belajar berbagai ilmu. Konteks ayat ini yang
menekankan tentang amanah yang berarti mandat dan kepercayaan yang
diberikan oleh Allah kepada manusia sebagai mahluk berakal. Langit, bumi,
gunung tidak bersedia menerima mandat dari Allah, karena mereka menyadari
bahwa diri mereka tidak mampu mengemban amanah tersebut, karena mereka
tidak memiliki potensi rasional, tapi manusia bersedia menerima mandat yang
ditawarkan oleh Allah kepadanya, karena manusia menyadari bahwa dirinya
mampu mengembannya disebabkan potensi rasionalitas.
Wawasan Allah dalam penciptaan alam semesta, demikian sempurnanya,
sampai pada perlindungan bumi terhadap tata surya alam semesta dengan 7
lapis langit, yang terdiri dari; biosfer, antroposfer, atmosfer, mesosfer,
ionosfer, dan eksosfer. semuanya ini berupa atmosfer yang tebalnya yang
tebalnya kira-kira 900 km. Tetapi kerusakan kerusakan yang terjadi dari
tangan-tangan manusia yang dipercaya sebagai mandataris Allah, sangatlah
jelas bahwa semua kerusakan di langit dan di bumi adalah akibat tangantangan
manusia itu sendiri, sedang bencana yang ada akibat dari kerusakan yang
diperbuat manusia itu sendiri. Di sinilah pentingnya menyadari bahwa
manusia sebagai khalifah di muka bumi agar tidak membuat kerusakan, serta
menjaga lingkungan agar tetap asri. Kerusakan di bumi dan di langit akibat
tangan manusia yang diabadikan dalam al-Qur’an yang berbunyi:
83
perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. Ar-Rum
(40): 31)
Oleh karena itu, al-Qur’an menekankan kepada manusia untuk selalu
menjaga kelestarian alam, agar keberlangsungan bumi sebagai tempat manusia
hidup akan selalu terjaga dan lestari, sehingga bencana alam tidak akan pernah
lagi terjadi di bumi ini.36
36
Muhammad Qomarullah, Lingkungan dalam Kajian Al-Qur’an, (Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-
Qur’an Dan Hadis, Vol. 15, No. 1, Januari 2014)., hal 24-26.
84
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penduduk adalah kumpulan orang-orang yang bertempat tinggal di suau
wilayah / pemukiman. Permukiman yang baik harus memiliki sarana dan
prasarana yang memadai bagi seluruh warganya yang meliputi jalan yang
mudah diakses, air bersih yang mudah terjangkau, sanitasi yang baik,
pengelolaan sampah yang memadai dan sistem drainase yang baik.
Apabila hal tersebut tidak terpenuhi maka akan menimbulkan permukiman
yang kumuh. Untuk menghindari permukiman yang kumuh maka perlu
perencanaan tata kota yang baik serta peningkatan taraf hidup masyarakat.
2. Drainase merupakan usaha atau tindakan teknis untuk menangani
kelebihan air, sehingga fungsi dari suatu kawasan / lahan tidak terganggu.
Drainase memiliki fungsi penting bagi pemukiman antara lain mengurangi
kelebihan air, mengendalikan hujan dan erosi tanah, mengalirkan air yang
dapat digunakan sebagai persediaan air, mengeringkan daerah becek, dan
meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian tanah. Sistem
sanitasi dan drainase yang tidak baik akan menyebabkan kontaminasi
terhadap kualitas air tanah.
3. Program kampung iklim adalah program Lingkungan hidup untuk
mendorong partisipasi aktif masyarakat dan seluruh pihak melaksanakan
aksi lokal dalam menghadapi dampak perubahan iklim dan upaya
pengurangan emisi gas ruang kaca. Program lain yang melibatkan
masyarakat dalam pengelolaan lingkungan adalah program kampung
berseri yang berperaan aktif meningkatkan kualitas hidup masyarakat
Indonesia.
4. Sampah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
domestik (rumah tangga) maupun industri. Sebagian besar sampah yang
dihasilkan adalah sampah domestik atau sampah rumah tangga. Sampah-
sampah ini perlu dikelola agar tidak menimbulkan masalah lain seperti
pencemaran. Pengelolaan sampah di Indonesia ternyata masih terdapat
permasalahan yaitu seperti yang terdapat di Kabupaten Bekasi.
Penanganan dan pengelolaan sampah hendaknya dilakukan secara
seksama, serius dan terpadu, sejak tahap perencanaan, pembangunan
sampai dengan tahap operasional, dengan melibatkan partisipasi aktif
berbagai pihak.
5. Teknologi pengelolaan sampah ialah tindakan yang bisa diambil adalah
mengurangi penumpukan sampah dengan cara mengelolanya. Pengelolaan
sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur
ulangan, atau pembuangan dari material sampah dengan teknologi yang
sudah banyak dikembangkan dan dilakukan masyarakat. Teknologi
85
pengelolaan sampah zaman sekarang sudah sangat maju. Hal ini membuat
masyarakat semakin mudah untuk mengelola sampah sehingga tidak
menumpuk dan menimbulkan pencemaran hal ini merupakan dampak
positif dari teknologi yang semakin maju
B. Saran
Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi pada makalah ini,
tentunya kami merasa masih ada kekurangan dalam penyusunan. Terutama karena
terbatasnya kemampuan dan pengetahuan kami. Kami berharap, untuk
kedepannya dapat memberikan pembahasan yang lebih baik dari pada hari ini.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis dan pembaca.
86
DAFTAR PUSTAKA
Budiarti, Meilany & Santoso Tri Raharjo. 2014. Corporate Social Responsibility
(CSR) dari Sudut Pandang Perusahaan, Jurnal UNPAD. Bandung :
Universitas Padjajaran.
Dewi, Atur Ekharisma dkk. 2016. Implementasi program Kampung Iklim di Kota
Surakarta, Proceeding Biology Education ConferenceVol. 16 (1). 2016.
Irawati, Heni & Ragil Haryanto. 2015. Perubahan Fungsi Lahan Koridor Jalan
Selokan Mataram Kabupaten Sleman. Semarang: Undip. Jurnal Teknik PWK
Vol. 4 nomor 2.
Jessica, dkk. 2015. Kajian Sistem Pengelolaan Air Limbah pada Pemukiman di
Kawasan Sekitar Danau Tondano. Sulawesi Utara: Sabua. Vol. 7, No. 1: 395-
406, 2015.
87
Masie, Melissa dkk. 2015. Penataan Sistem Drainase di Kampung Tubir
Kelurahan PAAL 2 Kota Manado. Manado: . Universitas Sam Ratulangi.
Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.2.
Rencana Aksi Nasional penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, 2010, Draft Perpres
RAN-GRK.
Stiyono dan sri wahyono. 2002. Sistem Pengelolaan Sampah Kota Di Kabupaten
Bekasi – Jawa Barat. Bekasi: Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol. 2, No. 2,
Mei 2002. .
Sucipto, Cecep Dani. 2009. Teknologi Pengolahan Daur Ulang Sampah. Jakarta:
Goysen Publising.
Sunarsih, Elvi. 2014. Konsep Pengolahan Limbah Rumah Tangga dalam Upaya
Pencegahan Pencemaran Lingkungan. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Vol. 5, No. 03 November 2014.
88
Surtiani, Eny Endang. 2006. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terciptanya
Kawasan Permukiman Kumuh Di Kawasan Pusat Kota. Semarang: Magister
Teknik Pembangunan Wilayah Dan Kota Program Pasca Sarjana-Universitas
Dipaonegoro.
89