PENDAHULUAN
dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah usia kehamilan kurang dari 20
kontraksi. Hal ini terjadi akibat adanya pembukaan dari daerah mulut rahim atau
servik. Terdapat beberapa penyebab abortus antara lain; kelainan kromosom, infeksi,
hematologik serta faktor lingkungan2. Secara klinis terdapat beberapa macam abortus
yaitu abortus spontan dan abortus yang di induksi. Abortus spontan terdiri dari:
missed abortion dan abortus habitualis. Abortus yang di induksi meliputi abortus
recurrent pregnancy loss) didefinisikan sebagai abortus spontan yang terjadi 3 kali
atau lebih berturut-turut.2 Ibu yang mengalami kejadian ini umumnya tidak mendapat
kesulitan untuk hamil, tetapi kehamilannya tidak dapat berlanjut dan akan berhenti
sebelum waktunya. Terkadang muncul pada trimester pertama atau pada kehamilan
lebih lanjut. Dari seluruh kehamilan terdapat 0,4% kejadian abortus habitualis 1.
1
Faktor penyebab abortus habitualis sangat banyak, diantaranya adalah faktor janin,
maternal, infeksi, kelainan endometrium, namun sebesar 40% lebih tidak diketahui
faktor penyebabnya.3
terdapat sekitar 5 juta kehamilan pertahun dengan kejadian abortus yang terjadi 37
kasus untuk setiap 1.000 wanita di usia produkif. Pada tahun 2006 ditemukan
sebanyak 42.354 orang dan riwayat abortus dengan jumlah pasien meninggal dunia
sebanyak 205 orang. Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung tahun 2003
sempurna, anjuran istirahat cukup banyak, larangan koitus dan olah raga. Terapi
dengan hormon progesteron, vitamin, hormon tiroid dan lainnya mungkin hanya
maka dapat dilakukan operasi untuk mengecilkan ostium uteri yang sebaiknya
wajar untuk memikirkan adanya sebab dasar yang mengakibatkan peristiwa berulang
ini. Sebab dasar ini kurang lebih 40% tidak diketahui; yang diketahui, dapat dibagi 3
2
pertumbuhan mudigah; c) kelainan anatomik pada uterus yang dapat menghalangi
Bila menghadapi seorang ibu dengan riwayat abortus berulang maka harus
mempelajari kasus ini dengan baik dengan melakukan pendataan tentang riwayat
suami istri dan pemeriksaan fisik ibu baik secara anatomis maupun laboratorik
Perhatikan apakah abortus terjadi pada trimester pertama atau trimester kedua. Bila
terjadi pada trimester pertama maka banyak faktor yang harus dicari sesuai
kemungkinan etiologi atau mekanisme terjadinya abortus berulang. Bila terjadi pada
trimester kedua maka faktor – faktor penyebab lebih cenderung pada faktor anatomis
terjadinya inkompetensi serviks dan adanya tumor (mioma uteri) serta infeksi yang
Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang
sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus adalah 7 - 7,5 cm, lebar di tempat yang paling
lebar 5,25 cm dan tebal 2,5 cm. uterus terdiri atas korpus uteri (2/3 bagian atas) dan
serviks uteri (1/3 bagian bawah). 4 Di dalam korpus uteri terdapat rongga (kavum
uteri), yang membuka keluar melalui saluran (kanalis servikalis) yang terletak di
serviks. Bagian bawah serviks yang terletak di vagina dinamakan porsio uteri (pars
vaginalis servisis uteri), sedangkan yang berada di atas vagina disebut pars
supravaginalis servisis uteri. Antara korpus dan serviks masih ada bagian yang disebut
isthmus uteri.4 Bagian atas uterus disebut fundus uteri. Di situ tuba fallopii kanan dan
kiri masuk ke uterus. Dinding uterus terdiri atas miometrium, yang merupakan otot
3
polos berlapis tiga; yang sebelah luar longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang
Kavum uteri dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar, disebut
Uterus ini sebenarnya terapung-apung dalam rongga pelvis dan jaringan ikat dan
terpenting, mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal, dan
4
berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya
ditemukan banyak pembuluh darah, antara lain vena dan arteri uterina.
menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang,
uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah
inguinal kiri dan kanan. Pada kehamilan kadang-kadang terasa sakit di daerah inguinal
waktu berdiri cepat karena uterus berkontraksi kuat, dan ligamentum rotundum
menjadi kencang serta mengadakan tarikan pada daerah inguinal. Pada persalinan ia
berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat. Sebenarnya
ligamentum ini adalah bagian peritoneum viserale yang meliputi uterus dan kedua
tuba dan berbentuk segitiga lipatan. Di bagian dorsal ligamentum ini ditemukan
berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan urat saraf,
5
Disamping ligamentum tersebut di atas ditemukan pada sudut kiri dan kanan
belakang fundus uteri ligamentum ovarii proprium kiri dan kanan yang menahan
sebenarnya asalnya seperti ligamentum rotundum yang juga embriologis berasal dari
gubernakulum.3
Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak di sumbu tulang panggul dalam
sedang korpus uteri berarah ke depan dan membentuk sudut 120o-130o dengan
serviks uteri. Di Indonesia uterus sering ditemukan dalam retrofleksio (korpus uteri
6
pertumbuhan. Pada bayi perbandingan itu adalah 1:2, sedangkan pada wanita dewasa
2:1..4
Di luar, uterus dilapisi oleh serosa (peritoneum viserale). Jadi, dari luar ke dalam
ditemukan pada dinding korpus uteri serosa atau perimetrium, miometrium, dan
endometrium.4
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 DEFINSI
dapat hidup di luar kandungan, yaitu sebelum janin mencapai berat 500 gram atau
Secara klinis terdapat beberapa macam abortus yaitu abortus spontan dan
abortus yang di induksi. Abortus spontan terdiri dari: abortus iminens, abortus
insipiens, abortus inkompletus dan abortus kompletus, missed abortion dan abortus
medisinalis. 2
recurrent pregnancy loss) didefinisikan sebagai abortus spontan yang terjadi 3 kali
janin pada masa embrionik atau pada awal pertumbuhannya, dan sangat jarang yang
habitulis mencakup abortus yang terjadi sebanyak tiga kali atau lebih, banyak pula
yang berpendapat bahwa keguguran yang dialami sebanyak dua kali berturut-turut
dianggap sebagai abortus habitualis. Hal ini dikarenakan risiko untuk mengalami
keguguran berulang setelah dua kali abortus akan sama dengan risiko setelah
8
mengalami tiga kali abortus (kira-kira 30%). Walaupun demikian, keberhasilan
kehamilan aterm dimana wanita tersebut melahirkan bayi yang sehat. Yang lainnya
membedakan abortus rekuren primer (tidak ada kehamilan yang berhasil) dengan
abortus rekuren sekunder (kehamilan sebelumnya bayi lahir hidup) dimana kelompok
terakhir tersebut 32% tidak berisiko mengalami abortus berulang sampai abortus tiga
kali berturut-turut2
1.2 EPIDEMIOLOGI
angka keguguran pada awal kehamilan sebenarnya hampir mencapai 50% karena
tingginya jumlah kehamilan yang tidak diketahui dalam 2-4 minggu setelah
(misalnya, disfungsi sperma atau oosit). Dalam sebuah studi klasik oleh Wilcox, dkk
pada tahun 1988, 221 perempuan diamati selama 707 siklus menstruasi total.
Sebanyak 198 kehamilan dapat dicapai. Dari jumlah tersebut, 43 (22%) yang
mengalami keguguran sebelum onset menstruasi, dan lain 20 (10%) secara klinis
setelah 1 abortus spontan, risiko abortus selanjutnya adalah sekitar 15%. Namun, jika
2 abortus spontan terjadi, risiko berikutnya meningkat menjadi sekitar 30%. Angka ini
lebih tinggi bagi perempuan yang belum memiliki setidaknya 1 bayi lahir hidup.
9
berturut-turut adalah 30-45%, yang sebanding dengan risiko pada wanita yang
mengalami abortus 2 kali. Hal ini membuat banyak kontroversi tentang waktu
berturut-turut. 4
Pada umumnya penderita tidak sukar untuk hamil, tetapi kehamilannya berakhir
semua kehamilan. 1
Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagi pada seorang
wanita yang mengalami abortus habitualis ialah 73% dan 83,6%. Sebaliknya Warton
dan Fraser memberikan prognosis yang lebih baik yaitu 25,9% dan 39%. 1, 2
1.3 ETIOLOGI
Abortus habitualis merupakan kondisi yang heterogen dan dapat lebih dari satu
1. Faktor Epidemiologi
a. Usia Ibu Risiko abortus meningkat dengan bertambahnya usia ibu, tanpa
memperhatikan riwayat reproduksi, sebagai akibat dari kelainan kromosom pada hasil
konsepsi yang berhubungan dengan peningkatan usia atau penurunan fungsi uterus
dan ovarium.5,6 Berikut ini merupakan hasil suatu studi tentang hubungan antara usia
dengan risiko abortus dalam kehamilan: - 13,3% pada usia 12-19 tahun - 11,1% pada
usia 20-24 tahun - 11,9% pada usia 25-29 tahun - 15% pada usia 30-34 tahun - 24,6%
pada usia 35-39% - 51% usia 40-44 tahun - 93,4% pada usia 45 tahun ke atas Baru-
baru ini peningkatan usia ayah dianggap sebagai suatu faktor risiko terjadinya
10
abortus. Suatu penelitian yang dilakukan di Eropa melaporkan bahwa risiko abortus
tertinggi ditemukan pada pasangan dimana usia wanita ≥35 tahun dan pria ≥40 tahun.
b.Riwayat reproduksi
setelah suatu abortus yang berulang terjadi (kira-kira 40%). Salah satu yang penting
dari riwayat reproduksi ini adalah riwayat abortus sebelumnya. Sebagai contoh,
abortus pada kehamilan berikutnya yang secara signifikan lebih rendah dibandingkan
dengan wanita memiliki riwayat abortus pada kehamilan sebelumnya (19%). 5,6
2.faktor Genetik
pertama sekitar 50% dan 29% - 57% kejadian abortus pada pasangan dengan abortus
baru ini analisis jaringan dengan hibridisasi genomik, suatu teknik yang mendeteksi
Abortus adalah kasus yang sangat sering terjadi dan dianggap sebagai suatu
seleksi alam untuk memilih keturunan yang normal. Kenyataannya, ada studi yang
11
mengatakan bahwa sedikitnya 50% abortus disebabkan oleh karena kelainan
Wanita lebih mungkin menjadi carrier dibandingkan dengan laki-laki. Tipe kelainan
kromosom parental yang paling banyak adalah translokasi seimbang, baik timbal balik
(resiprokal) atau Robertsonian. Pada translokasi timbal balik, segmen distal terbagi
pendek. Walaupun carrier translokasi seimbang ini memiliki fenotip yang normal,
lahirnya anak dengan cacat bawaan atau cacat mental karena pengaturan kromosom
yang tidak seimbang. Risiko abortus dipengaruhi oleh ukuran dan isi genetik dari
seimbang dapat menyebabkan abortus, anomali fetus, atau bayi lahir mati. Walaupun
demikian, prognosisnya masih baik dan 85% pasangan dapat memiliki bayi yang sehat.
Dengan demikian, riwayat abortus atau anomali fetus pada trimester kedua
seharusnya dicurigai adanya kelainan pola kromosom pada salah satu pasangan .1,2
12
Gambar 2.1. Translokasi resiprokal dan Robertsonian
tetraploidi terkait dengan fertilisasi yang tidak normal. Triploidi biasanya terjadi
karena fertilisasi oosit oleh dua spermatozoa atau akibat kegagalan salah satu bagian
pematangan baik pada oosit maupun pada spermatozoa. Tetraploidi (empat kali
sebagai efek peningkatan usia ibu, dengan kromosom 16 dan 22 paling sering terlibat.
Sekitar 30% abortus spontan karena kelainan kromosom adalah tipe triploid dan
13
tetraploid. Fetus yang triploid biasanya memiliki kromosom 69, XXY atau 69, XXX dan
berasal dari fertilisasi dispermik seperti yang telah disebutkan di atas. Beberapa hasil
konsepsi triploid muncul sebagai mola parsial yang ditandai dengan kantong
kehamilan yang besar dan degenerasi kistik plasenta. Tetraploid jarang berkembang
kromosom tunggal yang paling sering terjadi di antara aborsi spontan, kirakira 15%-
Risiko monosomi kromosom seks dan konsepsi polipoid tidak meningkat sejalan
dengan usia ibu. Beberapa pasangan dengan riwayat abortus habitualis berisiko untuk
abnormal yang menunjukkan bahwa mekanisme lain selain kromosom fetal yang
c. Mekanisme molekuler
mekanisme tertentu seperti mutasi gen tunggal dan inaktivasi kromosom X pada
etiologi abortus. Peran mutasi gen tunggal yang menyebabkan kelainan pada embrio,
perkembangan plasenta atau jantung penting untuk diteliti. Wanita dengan inaktivasi
kromosom X yang tidak simetris mungkin membawa gen resesif terkait X pada janin
14
3. Kelainan anatomi
habitualis. 15% wanita dengan tiga atau lebih abortus secara berturut-turut memiliki
kelainan uterus baik yang bersifat kongenital ataupun yang didapat. Kelainan uterus
kelainan kongenital uterus terhadap abortus habitualis masih belum jelas karena
prevalensi yang sesungguhnya dan implikasi reproduksi pada kelainan uterus pada
populasi umum tidak diketahui. Pada pasien dengan abortus berulang, frekuensi
pasien dengan anomali uterus bervariasi dari 1,8% - 37,6%. Variasi ini terjadi akibat
perbedaan dalam kriteria dan teknik yang digunakan untuk mendiagnosisnya dan
fakta bahwa studi yang dilakukan melibatkan wanita dengan dua, tiga atau lebih
riwayat abortus pada tahap awal dan akhir kehamilan. Prevalensi kelainan uterus
paling tinggi ditemukan pada wanita dengan riwayat abortus terakhir yang
uterus.5
15
Gambar 2.2 jenis-jenis anomali mullerian
Dengan menggunakan USG tiga dimensi sebagai alat diagnostik, sebuah studi
prospektif baru-baru ini melaporkan bahwa frekuensi anomali uterus adalah sekitar
23,8% pada wanita dengan abortus habitualis pada trimester pertama dibandingkan
dengan frekuensi 5,3% pada wanita dengan risiko rendah. Selanjutnya, distorsi
anatomi uterus lebih parah ditemukan pada wanita dengan abortus berulang.
terjadinya abortus pada sebagian kecil wanita dengan abortus habitualis. Pada suatu
studi retrospektif, pasien dengan anomali uterus yang tidak ditangani cenderung
memiliki risiko tinggi abortus dan partus prematurus dan tingkat partus aterm hanya
50% saja.5 Retroversio uteri, mioma uteri atau kelainan bawaan uterus dapat
menyebabkan abortus. Tetapi, harus diingat bahwa hanya retroversio uteri gravid
inkarserata atau mioma submukosa yang memegang peranan penting. 1 Terdapat lima
modalitas utama yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap anatomi
pelvis, yakni:
16
Sonografi transvaginal dengan atau tanpa pemberian normal saline
Histerosalfingografi
Histeroskopi
Laparoskopi
MRI pelvis
b.serviks inkompeten
fungsi maupun struktur pada serviks. Serviks inkompeten yang parah menyebabkan
abortus pada midtrimester dan derajatnya lebih rendah pada kasus dengan partus
prematurus. Insiden serviks inkompeten masih belum diketahui secara pasti karena
diagnosisnya ditegakkan secara klinis dan belum ada kriteria objektif yang disetujui
secara umum untuk mendiagnosis keadaan tersebut. Secara kasar, suatu studi
pada populasi pasien obstetri secara umum dan 8% pada wanita dengan abortus
dan trauma serviks yang luas, kebanyakan wanita dengn diagnosis klinis serviks
inkompeten memiliki anatomi serviks yang normal. Pematangan serviks yang dini
mungkin merupakan jalur akhir dari berbagai proses patofisiologi seperti infeksi,
17
Serviks merupakan barier mekanik yang memisahkan kehamilan dari flora
bakteri vagina. Banyak pasien dengan dilatasi serviks pada midtrimester yang
asimptomatis memiliki bukti adanya infeksi intrauterine subklinis. Tidak jelas apakah
ini merupakan invasi mikroba akibat dilatasi serviks yang prematur. Ketika terjadi
pematangan serviks yang prematur, barier mekanik terganggu dan selanjutnya dapat
menyebabkan proses patologis (misalnya kolonisasi pada saluran kemih bagian atas)
yang berakhir pada kelahiran prematur spontan. Pada serviks inkompeten yang
Sebaliknya, jika perubahan pada serviks adalah akibat proses non mekanik, maka
cerclage menjadi kurang efektif dan bahkan berbahaya dalam beberapa kasus karena
c.fibroid
reproduksi termasuk abortus. Hal tersebut dipengaruhi oleh ukuran dan lokasi fibroid.
Meskipun mekanisme yang terjadi belum diketahui secara pasti, teori patofisiologi
yang selama ini dipahami adalah distorsi mekanik kavum uteri, vaskularisasi
miometrium. Bukti adanya hubungan antara fibroid uterus dan abortus habitualis
bersifat retrospektif dan tidak cukup untuk menentukan perbedaan dalam hasil
kehamilan atau menilai efek ukuran dan lokasi fibroid. Data terbaru dari pasien
18
dengan infertilitas menunjukkan bahwa hanya fibroid pada submukosa atau
kasus abortus. Fibroid subserosa tidak memiliki efek merusak dan peranan fibroid
b. Adhesi intrauterin
Defek pada uterus dapat menyebabkan kesulitan reproduksi pada seorang wanita,
termasuk kejadian abortus pada trimester pertama dan kedua kehamilan, persalinan
preterm dan presentasi fetal yang abnormal. Kelainan anatomi ini dapat bersifat
Defek pada uterus dapat menyebabkan kesulitan reproduksi pada seorang wanita,
termasuk kejadian abortus pada trimester pertama dan kedua kehamilan, persalinan
preterm dan presentasi fetal yang abnormal. Kelainan anatomi ini dapat bersifat
Mekanisme yang diduga terjadi adalah adanya penurunan volume kavum uteri dan
fibrosis serta inflamasi pada endometrium sehingga terjadi kelainan plasentasi dan
menyebabkan abortus.5
4. Faktor endokrin
19
Defek fase luteal disebut juga defisiensi progesteron merupakan suatu keadaan
untuk diagnosis secara tepat dan efek dari defek fase luteal sebagai penyebab abortus
berulang masih kurang. Variasi hormon yang sering berubah dan sekresi pulsatil
interpretasi hasil biopsi endometrium rentan terhadap variasi sampel. Tetapi ada
penelitian yang menunjukkan bahwa penanganan pada defek fase luteal telah
habitualis.2,5
Sindrom ovarium polikistik terkait dengan infertilitas dan abortus. Dua mekanisme
yang mungkin menyebabkan hal tersebut terjadi adalah peningkatan hormon LH dan
ovarium polikistik dan telah dilaporkan sebagai faktor risiko terjadinya abortus
abortus dan inhibisi hormon tersebut selama siklus induksi ovulasi gonadotropin
sering ditemukan pada pasien dengan abortus berulang, ovarium polikistik tersebut
20
tidak dapat memprediksi terjadinya kehamilan pada wanita yang ovulatorik dengan
dengan kehamilan pada seorang wanita ovulatorik dengan riwayat abortus habitualis.
Supresi kadar LH yang tinggi tidak selalu meningkatkan angka kelahiran hidup dan
kehamilan pada wanita dengan penggunaan placebo sama dengan wanita yang
memiliki kadar LH yang normal. 5 Baru-baru ini, ditemukan hubungan antara sindrom
ovarium polikistik yang sedang menjalani induksi ovulasi dibandingkan dengan yang
sindrom ovarium polikistik selama induksi ovulasi dan kehamilan muda sehingga
Diabetes melitus dan penyakit tiroid dihubungkan dengan abortus, tetapi masih
belum ada bukti langsung bahwa keduanya berperan pada kejadian abortus
habitualis. Wanita dengan diabetes di mana kadar HbA1c yang tinggi pada trimester
melitus yang terkontrol bukan merupakan faktor risiko abortus rekuren begitu juga
dengan disfungsi tiroid yang telah diterapi. Prevalensi DM dan disfungsi tiroid pada
wanita abortus habitualis sama dengan yang diharapkan pada populasi umum. 5,6
21
Autoantibodi tiroid tidak berhubungan dengan abortus habitualis. Wanita dengan
abortus habitualis tidak lebih cenderung dibandingkan dengan wanita subur yang juga
memiliki antibodi tiroid dalam sirkulasi darahnya. Adanya antibodi tiroid pada wanita
mendatang. Oleh karena belum jelas apakah penyakit tiroid menyebabkan terjadinya
(2001) menyimpulkan bahwa tidak ada indikasi screening terhadap wanita yang
tes yang dilakukan tidak mahal dan pengobatannya memiliki efektivitas yang tinggi.
Oleh karena itu, screening TSH direkomendasikan pada wanita dengan abortus
habitualis.5,6
a. Trombofilia
suatu kehamilan. Defek trombofilia adalah kelainan sistem koagulasi yang mengarah
suatu defek trombofilik telah ditetapkan dan ditangani sebagai penyebab abortus
maupun diturunkan secara genetik). Hipotesis yang diduga adalah bahwa pada
beberapa kasus abortus habitualis dan komplikasi akhir dari suatu kehamilan
22
terjadinya trombosis pada pembuluh darah uteroplasenta dan selanjutnya dapat
b.Antibodi Antifosfolipid
bereaksi dengan epitop pada protein yang bergabung dengan fosfolipid bermuatan
mencakup abortus rekuren pada trimester pertama, satu atau lebih kematian janin
yang secara morfologi normal setelah 10 minggu gestasi dan satu atau lebih kelahiran
insufisiensi plasenta. APS pada pasien dengan penyakit inflamasi kronik, seperti SLE
disebut sebagai APS sekunder. Sebaliknya, APS primer mempengaruhi pasien dengan
utama APS adalah abortus rekuren. Pada 15% wanita dengan abortus berulang, aPLs
(antikoagulan lupus dan antikardiolipin IgG atau IgM) ditemukan. Patogenesis aPL
terkait dengan trombosis plasenta. Namun, trombosis sendiri tidak spesifik ataupun
desidualisasi pada endometrium dan kelainan fungsi dan diferensiasi tropoblas dini
23
c.Defek Trombofilik yang diturunkan
antara jalur pembekuan darah dan antikoagulasi. Teori yang paling banyak
menjelaskan tentang hal ini adalah resistensi terhadap protein C yang disebabkan
oleh mutasi faktor V Leiden atau yang lainnya, penurunan atau tidak adanya aktivitas
antitrombin III, mutasi gen protrombin dan mutasi gen untuk methylene
(hiperhomosisteinemia). 2,5
d.Imunologi
Yetman dan Kutteh melaporkan bahwa sekitar 15% dari 1000 wanita dengan
menjelaskan kejadian tersebut yaitu teori autoimun (imunitas yang menyerang diri
1) Faktor autoimun.
Abortus lebih sering terjadi pada wanita dengan SLE. Kebanyakan dari wanita tersebut
keduanya. Antibodi tersebut dapat juga ditemukan pada wanita tanpa lupus. Memang
>5% wanita dengan kehamilan normal, antikoagulan lupus (LAC) dan antibodi
kejadian abortus, LAC dan ACA lebih banyak ditemukan pada kematian fetus setelah
pertengahan trimester kehamilan. Oleh sebab itu, kematian fetus merupakan salah
24
satu kriteria diagnosis sindrom antifosfolipid. Wanita yang memiliki riwayat abortus
dan kadar antibodi yang tinggi mungkin berpotensi mengalami abortus habitualis
sekitar 70%. 5
Trombosis Vaskular
- Satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapiler yang dibuktikan
Komplikasi kehamilan
- Tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa kelainan
- Satu atau lebih kematian janin dimana gambaran morfologi pada sonografi
normal
-Satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan
berhubungan
Kriteria Laboratorium
- pemeriksaan IgG dan/ IGM antibodi antikardiolipin (aCL): ditemukan hasil positif
pada dua kali pemeriksaan dengan interval ≥6 minggu dalam jumlah sedang sampai
tinggi
Antibodi antifosfolipid/antikoagulan
25
- Pemanjangna tes skrining koagulasi fosfolipid (aPTT, PT,CT)
platelet normal
- Singkirkan dulu kelainan pembekuan darah yang lain dan pemakaian heparin.
2.Faktor alloimun.
rejeksi maternal terhadap antigen asing fetus yang diperoleh secara paternal. Seorang
wanita tidak akan menghasilkan faktor penghambat serum ini jika dia memiliki HLA
yang mirip dengan suaminya. Gangguan alloimun lainnya juga menyebabkan abortus
habitualis temasuk perubahan aktivitas sel natural killer dan peningkatan antibodi
untuk dilakukan termasuk imunisasi dengan menggunakan sel paternal, third party
dianjurkan untuk dilakukan. Salah satu terapi yang mungkin dapat dilakukan adalah
b.Faktor Lingkungan
terhadap logam berat, pelarut organik, alkohol dan radiasi ionisasi yang dikenal
26
teratogen. Wanita hamil yang sering terpapar akan berisiko untuk mengalami
abortus.5,7
1.4 Klasifikasi
maupun mekanis
a) Abortus imminens
b) Abortus insipiens
c) Abortus inkomplit
Abortus yang terjadi pada umur kehamilan <20 minggu yang ditandai
27
d) Abortus komplit
e) Missed abortus
rahim dan hasil konspesi masih tertahan dalam rahim selama 4-8
a) Abortus medisinalis
b) Abortus Kriminalis
yang sah atau oleh orang yang tidak berwenang dan dilarang oleh
1.5 Diagnosis
Gejala umum pada abortus seperti perdarahan pervaginam dan perut nyeri atau
kaku juga ditemukan pada kehamilan normal, kehamilan ektopik dan kehamilan mola.
28
Sebelum memulai terapi, penting untuk membedakan antara abortus dengan
normal, komplikasi kehamilan, dan defek persalinan. Oleh sebab itu perlu dilakukan
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, USG dan pemeriksaan beta-hCG. 8 Tanda dan
gejala abortus antara lain: 9 – Perdarahan pervaginam dari bercak hingga berjumlah
banyak – Perut nyeri dan kaku – Pengeluaran sebagian produk konsepsi – Serviks
dapat tertutup maupun terbuka – Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya Jika
kehamilan intrauterin yang viabel. Pada keadaan dimana kehamilan intrauterin tidak
dapat diidentifikasi dengan pasti, pemeriksaan beta-hCG serial dan pemeriksaan USG
karena inkompetensia yang menunjukkan gambaran klinik yang khas yaitu dalam
kehamilan trimester kedua terjadi pembukaan serviks tanpa rasa mulas, ketuban
menonjol dan pada suatu saat pecah. Kemudian timbul mulas yang selanjutnya diikuti
dengan pengeluaran janin yang biasanya masih hidup dan normal. Apabila penderita
datang dalam trimester pertama, maka gambaran klinik tersebut dapat diikuti dengan
29
1.6 Tatalaksana
a. Tatalaksana umum
– Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tandatanda
– Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan sistolik <90
mmHg). Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok . Jika tidak terlihat tanda-
tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong melakukan evaluasi
– Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi, berikan
30
b. Tatalaksana abortus Habitualis
anjuran istirahat cukup banyak, larangan koitus dan olah raga. Terapi dengan hormon
pengaruh psikologis. Calvin melaporkan penelitiannya tentang 141 wanita hamil yang
mengalami abortus dan pada 76,6% kehamilan berlangsung terus tanpa pengobatan
kelainan seperti mioma submukosa atau uterus bikornis maka kelainan tersebut
dapat diperbaiki dengan operasi atau penyatuan kornu uterus dengan operasi
menurut Strassman. Pada serviks inkompeten apabila penderita hamil, maka operasi
minggu atau lebih sedikit. Dasar operasinya adalah memperkuat jaringan serviks yang
lemah dengan melingkari daerah ostium uteri internum dengan benang sutera atau
dakron yang tebal. Jika berhasil maka kehamilan dapat dilanjutkan sampai hampir
cukup bulan dan benang dipotong pada usia kehamilan 38 minggu. Operasi tersebut
dapat dilakukan menurut cara Shirodkar atau cara Mac Donald. 1,10,11 Berikut
a. Faktor genetik
Dapat dilakukan pemeriksaan Kariotyping darah perifer pada kedua pasangan. Setelah
abnormal dapat di tatalaksana dengan IVF (in Vitro Fertilization) yang diikuti dengan
31
diagnosis genetik pra-implantasi. Dapat dilakukan analisis kromosom terhadap
b. Penyebab anatomis
lisis adhesi secara histeroskopi. Pada serviks inkompeten diagnosis dapat dilakukan
Tatalaksana berupa tindakan sirklase serviks. 1,8 Pada anomali duktus muleri umumnya
pasien jarang menunjukkan gejala dan baru ditemukan saat evaluasi komplikasi
c. Penyebab imunologis
dosis rendah (75 mg) dan heparin (5000 U 1-2 kali/hari). Pemberian L-tiroksin
selama kehamilan
d. Penyebab endokrin
Pemeriksaan kadar FSH, LH, globulin dan USG transvaginal pada pasien dengan
dugaan PCOS. Pasien dengan Diabetes melitus sebaiknya dilakukan pemeriksaan rutin
Hba1c, TTGO dan KGDS. Pada pasien dengan kelainan tiroid dilakukan pemeriksaan
32
kadar TSHs, FT3 dan FT4. Pasien harus mendapatkan penanganan lebih lanjut oleh
bagian endokrinologi.
e. Infeksi
Diagnosis dapat dilakukan melalui kultur cairan serviks untuk evaluasi clamidia,
penyebab.
f. Latrogenik
alkohol, mengurangi intake kafein dan paparan rokok. Terapi kombinasi dapat
diberikan prednisolon 20 mg/hari, progesteron 200 mg/hari, aspirin 100 mg/hari, dan
pemberian multivitamin seperti vitamin B kompleks dan asam folat serta mengurangi
stres.
PROGNOSIS
prognosis yang baik untuk terjadinya kehamilan yang sukses (> 90%). Pada
• Prognosis yang kurang baik bila pada pemeriksaan USG didapatkan tingkat
aktivitas jantung janin kurang dari dari 90 kali per menit, suatu kantung
33
DAFTAR PUSTAKA
22/09/2011]
5. Petrozza, J.C dan Cowan, B.D. Recurrent Early Pregnancy Loss. Avalaible
6. Stead, G.L. Recurrent Abortion. First Aid For The Obstetrics and Gynecology
34