CASE
CASE
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identifikasi
a. Nama : Ny. S
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Tanggal Lahir/Umur : 21-04-1958 / 61 tahun
d. Alamat : Lorong Keramat, Plaju
e. Pekerjaan : IRT
f. Agama : Islam
g. No. RM : 17-97-58
h. Dokter Pemeriksa : dr. Amrizal, Sp. PD, KKV, FINASIM
i. Tanggal Masuk : 14 November 2019
j. Ruang : AD 8 Bed 4
Anamnesis
2.2 Keluhan Utama
Penurunan kesadaran
2
2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit gastritis disangkal
- Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal
- Riwayat penyakit hipertensi ada (± 2 tahun)
- Riwayat penyakit asma disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
3
- Frekuensi : 95 kali per menit
- Irama : Reguler
- Isi : Cukup
- Tegangan : Kuat
- Kualitas : Baik
8. Pernafasan
- Frekuensi : 20 kali per menit
- Irama : Reguler
- Tipe : Thoraco-abdominal
9. Temperatur : 36,8 °C
b.Keadaan Spesifik:
1. Pemeriksaan Kepala:
- Bentuk : Normocepali
- Rambut : Hitam, lebat, tidak mudah dicabut
- Simetris Muka : Simetris
- Ekspresi : Sesuai
2. Pemeriksaan Mata:
- Eksophtalmus : Tidak ada (-/-)
- Endophtalmus : Tidak ada (-/-)
- Palpebra : Tidak ada edema (-/-)
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Pupil : Isokor, refleks cahaya ada kiri dan kanan (+/+)
- Pergerakan mata : Kesegala arah baik
3. Pemeriksaan Telinga :
- Liang Telinga : Lapang
- Serumen : Tidak ada
- Sekret : Tidak ada
- Nyeri Tekan Tragus : Tidak ada
4
- Gangguan Pendengaran : Tidak ada
4. Pemeriksaan Hidung :
- Deforrmitas : Tidak ada
- Sekret : Tidak ada
- Epitaksis : Tidak ada
- Mukosa Hiperemis : Tidak ada
- Septum Deviasi : Tidak ada
6. Pemeriksaan Leher
- Inspeksi : Simetris, tidak terlihat benjolan
- Palpasi : Pembesaran Tiroid (-), Pembesaran KGB (-)
- JVP : 5-2 cmH2O
7. Kulit
- Hiperpigmentasi : Tidak ada
- Ikterik : Tidak ada
- Ptekhie : Tidak ada
- Sianosis : Tidak ada
- Pucat pada telapak tangan : Tidak ada
- Pucat pada telapak kaki : Tidak ada
- Turgor : Kembali cepat
5
8. Pemeriksaan Thorax
Bentuk dada : Simetris, Sela iga tidak tampak melebar.
Pembuluh darah : Spider nevi tidak ada, venektasi tidak ada
Nyeri ketok : Tidak ada
Krepitasi : Tidak ada
Paru Depan
- Inspeksi : Statis: Simetris, dinamis: Simetris, paru kanan = paru
kiri tidak ada yang tertinggal. Sela iga: Retraksi tidak
ada, Sela iga tidak tampak melebar. Jejas tidak ada.
- Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama. Sela iga tidak
melebar.
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru kanan dan kiri,
nyeri ketok tidak ada, batas paru hepar ICS V
dan batas peranjakan paru hepar adalah 1 jari.
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler normal, ronchi tidak ada,
wheezing tidak ada
Paru Belakang
- Inspeksi : Statis: Simetris, dinamis: Simetris, paru kanan = paru
kiri tidak ada yang tertinggal. Sela iga: Retraksi tidak
ada. Jejas tidak ada.
- Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama.
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru kanan dan kiri,
nyeri ketok tidak ada.
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler normal, ronchi tidak ada,
wheezing tidak ada.
9. Jantung
- Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat.
- Palpasi : Iktus cordis tidak teraba.
- Perkusi : Batas jantung kanan atas ICS II linea parasternalis dextra.
6
Batas jantung kanan bawah ICS IV linea parasternalis
dextra. Batas jantung kiri atas ICS II linea parasternalis
sinistra, batas jantung kiri bawah ICS V linea
midclavicularis sinistra.
-Auskultasi : HR: 95x/ menit reguler, bunyi jantung S1- S2 reguler,
murmur tidak ada, gallop tidak ada.
7
Kimia Darah
Gula Darah Sewaktu 28 < 180 mg/dl
Ureum 42 20-50 mg/dL
Kreatinin 0,8 0,6 – 1,1 mg/dL
Natrium 142 135-155 mmol/l
Kalium 3,4 3,6-6,5 mmol/l
2.10 Resume
Pasien datang ke IGD RSMP dengan penurunan kesadaran sejak 1
jam SMRS. Menurut keluarga, pasien tiba-tiba pingsan dan tidak sadar
ketika dibangunkan. Sebelumnya pasien mengeluh badan lemas,
sempoyongan disertai mual, muntah, dan nyeri ulu hati. Keluhan tidak
diserta nyeri dada, demam, batuk, pilek. Nafsu makan menurun. BAB dan
BAK seperti biasa.
Pasien memiliki riwayat penyakit kencing manis sejak 5 tahun yang
lalu dan pasien mengkonsumsi obat kencing manis secara rutin. Riwayat
penyakit hipertensi juga ada sejak 2 tahun yang lalu dan pasien
mengkonsumsi obat hipertensi jika hanya ada keluhan saja. Pasien baru
pertama kalinya mengalami keluhan sepertin ini.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum:
Keadaan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 69 kg
Tinggi badan : 172 cm
Keadaan Gizi : Normal
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi
- Frekuensi : 95 kali per menit
- Irama : Reguler
- Isi : Cukup
- Tegangan : Kuat
- Kualitas : Baik
8
Pernafasan
- Frekuensi : 20 kali per menit
- Irama : Reguler
- Tipe : Thoraco-abdominal
- Temperatur : 36,8°C
Pemeriksaan Thorax
Bentuk dada : Simetris, Sela iga tidak tampak melebar.
Pembuluh darah : Spider nevi tidak ada, venektasi tidak ada
Nyeri ketok : Tidak ada
Krepitasi : Tidak ada
Paru Depan
- Inspeksi : Statis: Simetris, dinamis: Simetris, paru kanan = paru
kiri tidak ada yang tertinggal. Sela iga: Retraksi tidak
ada, Sela iga tidak tampak melebar. Jejas tidak ada.
- Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama. Sela iga tidak
melebar.
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru kanan dan kiri,
nyeri ketok tidak ada, batas paru hepar ICS V
dan batas peranjakan paru hepar adalah 1 jari.
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler normal, ronchi tidak ada,
wheezing tidak ada
Paru Belakang
- Inspeksi : Statis: Simetris, dinamis: Simetris, paru kanan = paru
kiri tidak ada yang tertinggal. Sela iga: Retraksi tidak
ada. Jejas tidak ada.
- Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama.
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru kanan dan kiri,
nyeri ketok tidak ada.
- Auskultasi :Suara nafas vesikuler normal, ronchi tidak ada,
wheezing tidak ada.
9
Jantung
- Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat.
- Palpasi : Iktus cordis tidak teraba.
- Perkusi : Batas jantung kanan atas ICS II linea parasternalis dextra.
Batas jantung kanan bawah ICS IV linea parasternalis
dextra. Batas jantung kiri atas ICS II linea parasternalis
sinistra, batas jantung kiri bawah ICS V linea
midclavicularis sinistra.
-Auskultasi : HR: 90x/ menit reguler, bunyi jantung S1- S2 reguler,
murmur tidak ada, gallop tidak ada.
2.12 Penatalaksanaan
Non-Medikamentosa
1. Istirahat
2. Edukasi
a. Edukasi mengenai DM, faktor risiko, gejala klinis, komplikasi
terutama tentang hipoglikemia dan penatalaksanaannya.
b. Mengatur pola hidup (Pola makan teratur dan olahraga teratur)
c. Minum obat teratur dan sering kontrol ke dokter teratur.
Medikamentosa
- IVFD D5% gtt 20 x/m
- Injeksi D40% secara bolus iv
- Inj. Lansoprazole 1x1 iv
10
- Amlodipin 1x5 mg
- Neurodex 1x1 tab
- Stop OAT
2.14 Prognosis
- Quo Ad Vitam : Dubia ad bonam
- Quo Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
2.14 Follow Up
Tanggal 16 November 2019
S O A P
- Badan TD: 180/100 Hipoglikemia - IVFD D5% gtt 20 x/m
lemas mmHg ec Diabetes - Inj. Lansoprazole 1x1 iv
berukurang HR: 87x/menit Melitus tipe 2 - Inj. Novorapid 3x5 ui
- Os tampak RR: 20x/menit
- Amlodipin 1x5 mg
berbicara T: 36,7 C
- Neurodex 1x1 tab
sendiri
- Konsul dokter spesialis
GDS: 230
jiwa
mg/dl
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.1 Definisi
3.1.2 Klasifikasi
12
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional
3.1.3 Patofisiologi
13
DM tipe-2. Delapan organ penting dalam gangguan toleransi glukosa ini
(ominous octet) penting dipahami karena dasar patofisiologi ini memberikan
konsep tentang3:
1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis,
bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat
pada gangguan multipel dari patofisiologi DM tipe 2.
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau
memperlambat progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada
penyandang gangguan toleransi glukosa.
DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver
dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita
DM tipe-2 tetapi terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai
the ominous octet (gambar-1) 3.
14
yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-1
agonis dan DPP-4 inhibitor.
2. Liver: Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan
memicu gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal
oleh liver (HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang
bekerja melalui jalur ini adalah metformin, yang menekan proses
gluconeogenesis. 3. Otot: Pada penderita DM tipe-2 didapatkan
gangguan kinerja insulin yang multiple di intramioselular, akibat
gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport glukosa
dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi
glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin, dan
tiazolidindion.
4. Sel lemak: Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari
insulin, menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak
bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan
merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin
di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan
yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang
bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.
5. Usus: Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar
dibanding kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai
efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like
polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotrophic polypeptide
atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM
tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping
hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4,
sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja
menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran
pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat
melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang memecah polisakarida
menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan berakibat
15
meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk
menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase adalah akarbosa.
6. Sel Alpha Pancreas: Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang
berperan dalam hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α
berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di
dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP
dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu
yang normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat
reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP4 inhibitor dan amylin.
7. Ginjal: Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam
pathogenesis DM tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa
sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap
kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose coTransporter) pada
bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di
absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden,
sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM
terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat
kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di
tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang
bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah
satu contoh obatnya.
8. Otak: Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu
yang obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia
yang merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada
golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi
insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah
GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin.
3.1.4 Diagnosis
16
1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
17
Tabel 2. Kradar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring
dan diagnosis DM4
3.1.5 Tatalaksana3,6
1. Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang
dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.
Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan
dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka
yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Standar yang
dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% danprotein 10-15%.
3. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan
kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok
18
masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada
kelompok pasien DM. Sedangkan pendidikan kesehatan untuk pencegahan
tersier diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM dengan penyulit
menahun.
19
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV
karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada
gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion
perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
5. Insulin
Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan respons individu, dinilai dari hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah harian. Insulin merupakan
hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh
sel beta pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan
pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam
20
darah sesuai kebutuhan tubuh untik keperluan regulasi glukosa
darah
3.1.6 Komplikasi5,7
1. Komplikasi akut
a) Hiperglikemia
Ketoasidosis diabetik (KAD)
Hiperosmolar non ketotik (HNK)
b) Hipoglikemia
2. Komplikasi kronis
a) Makroangiopati
Penyakit jantung koroner
Penyakit arteri perifer
Penyakit serebrovaskular
Kaki diabetes
b) Mikroangiopati
Retinopati diabetik
Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dan gejala
berkurangnya ketajaman penglihatan atau gangguan lain pada mata
21
yang dapat mengarah pada kebutaan. Retinopati diabetes dibagi
dalam 2 kelompok, yaitu Retinopati non proliferatif dan
Proliferatif. Retinopati non proliferatif merupkan stadium awal
dengan ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan
retinoproliferatif, ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh
darah kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia retina.
Nefropati diabetik
Diabetes mellitus tipe 2, merupaka penyebab nefropati paling
banyak, sebagai penyebab terjadinya gagal ginjal terminal.
Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM mengaikibatkan
perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar
seperti protein dapat lolos ke dalam kemih (mis. Albuminuria).
Akibat nefropati diabetika dapat timbul kegagalan ginjal yang
progresif. Nefropati diabetic ditandai dengan adanya proteinuri
persisten ( > 0.5 gr/24 jam), terdapat retinopati dan hipertensi.
Dengan demikian upaya preventif pada nefropati adalah kontrol
metabolisme dan kontrol tekanan darah.
Gastropati diabetik
Gastroparesis diabetika adalah suatu kelainan motilitas lambung
yang terjadi pada penderita diabetes yang dapat dimanisfestasikan
oleh berbagai macam gejala serta dijumpainya kelainan pada uji
pengosongan lambung. Gejala-gejala yang bisa ditemukan pada
penderita gastroparesis diabetika antara lain mual, muntah,
anoreksia, nyeri abdomen, rasa cepat kenyang, rasa tidak enak
diperut bagian atas, rasa terbakar di dada (heart burn), regurgitasi
asam, sendawa, halitosis dan penurunan berat badan.
Disfungsi ereksi
c) Neuropati
Neuropati perifer
Neuropati otonom
22
3.2 Hipoglikemia
3.2.1 Definisi5
3.2.2 Klasifikasi5
3.2.3 Etiologi5
23
6. Infeksi berat, kanker yang lanjut, gagal ginjal, gagal hepar.
7. Insufisiensi adrenal.
8. Kelainan kongenital yang menyebabkan sekresi insulin berlebihan
(pada bayi).
9. Hepatoma, mesothelioma, fibrosarkoma.
10. Insulinoma.
3.3.3 Patofisiologi5
1. Sel alfa pp. Langerhans: memberi efek penekanan sekresi insulin (sel
beta), serta meningkatkan sekresi glukagon, yang akan meningkatkan gula
darah melalui mekanisme glikogenolisis dan glukoneogenesis di hepar.
2. Hypothalamic glucose sensor di otak: mengaktivasi sistem saraf simpatis
untuk menghasilkan adrenalin yang aksinya di hepar akan meningkatkan
kadar gluosa darah melalui mekanisme yang sama dengan glukagon.
24
3. Hipofise anterior: mensekresikan hormon ACTH yang menstimulasi
kelenjar adrenal melepaskan kortisol kedalam sirkulasi darah, yng
menimbulkan efek yang sama seperti glukagon. Demikian pula growth
hormone, disekresikan oleh hipofise anterior yang juga berdampak pada
peningkatan produksi glukosa di hepar. Patut dicatat bahwa khusus untuk
hormon kortisol dan growth hormone, dapat memberikan efek sebaliknya
yakni menurunkan kadar glukosa melalui mekanisme deposit glukosa di
jaringan perifer. Namun efek ini baru timbul setelah beberapa jam setelah
pemberian sehingga pada prolonged hipoglikemia, fenomena ini harus
dipikirkan.
25
hipoglikemia, respon pertama dari tubuh adalah peningkatan hormon
adrenalin/epinefrin sehingga menimbulkan gejala neurogenik seperti:
Gemetaran
Kulit lembab dan pucat
Rasa cemas
Keringat berlebihan
Rasa lapar
Mudah rangsang
Penglihatan kabur atau kembar
Gejala klinis biasanya muncul pada kadar glukosa darah (GD) <60
mg/dL, meskipun pada orang tertentu sudah dirasakan dia atas kadar <70
mg/dL. Tapi umumnya pada kadar GD <50 mg/dL telah memberi dampak
pada fungsi serebral.
26
3.3.5 Diagnosis3
3.3.6 Tatalaksana5,3
27
B. Pada hipoglikemi tahap lanjut, terutama yang telah memperlihatkan
gejala neuroglikopeni, memerlukan pengobatan lebih intensif:
Pemberian dekstrose 20% sebanyak 50 cc (bila terpaksa bisa
diberikan dextore 40% sebanyak 25 cc), diikuti dengan infus D5%
atau D10%.
Periksa glukosa darah 15 menit setelah pemberian i.v tersebut. Bila
kadar glukosa darah belum mencapai target, dapat diberikan ulang
pemberian dextrose 20%.
Selanjutnya lakukan monitoring glukosa darah setiap 1- 2 jam kalau
masih terjadi hipoglikemia berulang pemberian Dekstrose 20% dapat
diulang.
Lakukan evaluasi terhadap pemicu hipoglikemia
Bila tidak berhasil ditambahkan suntikan glukagon iv atau im.
Basanya dalam 10 menit akan mengembalikan kesadaran penderita.
Jika masih gagal, diaxozide (Proglycem) atau streptozotocin
(Zanosar) yang berkhasiat menekan sekresi insulin oleh sel beta.
3.3.7 Pencegahan5,3
28
penyerta yang memerlukan obat lain yang mungkin berpengaruh
terhadap glukosa darah
- Bila diperlukan mengganti obat-obatan yang lebih kecil kemungkinan
menimbulkan hipoglikemi.
29
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien memiliki riwayat penyakit kencing manis sejak 5 tahun yang lalu dan
pasien mengkonsumsi obat kencing manis secara rutin. Menurut American
Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Kecurigaan adanya DM
perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini:
30
Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk acuan diagnosis diabetes
melitus.
Pada pasien ini diberikan tatalaksana IVFD D10% gtt 20 x/m, Injeksi D40%
secara bolus iv, Inj. Lansoprazole 1x1 iv, Amlodipin 1x5 mg,, dan Neurodex 1x1
tab.
Dextrose adalah gabungan antara senyawa gula sederhana dan air, yang
digunakan untuk meningkatkan kadar gula di dalam darah, pada kondisi
hipoglikemia. Indikasi dan dosis dari larutan dextrose tergantung dari tipe cairan
dan kondisi klinis pasien. Indikasi dari pemberian dextrose adalah untuk sumber
kalori dan penggantian cairan tergantung dari tonisitas cairan tersebut. Selain itu,
larutan dextrose juga dapat digunakan untuk melarutkan obat, baik untuk
pemberian secara bolus intravena, maupun melalui drip infus.
31
jumlah asam yang dihasilkan oleh dinding lambung. Lambung menghasilkan
asam secara alami untuk mencerna makanan dan membunuh bakteri. Namun asam
ini bisa menyebabkan iritasi pada lambung sendiri. Oleh karena itu mukosa atau
lendir pelindung diproduksi untuk melindungi dinding lambung.
Neurodex adalah obat untuk mengatasi kram otot, kesemutan, dan gangguan
saraf tepi lainnya akibat kekurangan vitamin B. Neurodex mengandung vitamin B
kompleks seperti vitamin B1, B6, dan B12. Vitamin B kompleks sendiri berfungsi
untuk melindungi dan menjaga fungsi saraf akan berjalan normal. Obat ini juga
berfungsi meningkatkan nafsu makan.
32
BAB V
KESIMPULAN
33
DAFTAR PUSTAKA
34