Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

INTOLERANSI AKTIVITAS

Disusun oleh Kelompok 1 :


1. Abu Toyyib
2. Baiq. Rohayati
3. Fathul Aziz
4. Kawaluddin
5. Eka Dahlia Yuni Ariyanti
6. Made Krisna Artha Herawati
7. Ni Kadeq Dwi Apriliani Puspitasari
8. Baiq Rohayati
9. Giyadi
10. Wawan Dwi Hadi Putra
11. Deny Firdaus
12. Hurrianti
13. Iza Umami
14. Fatratul Wahyisyah

SEKOALAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


MATARAM PRODI KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat rahmat dan karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang

disusun untuk memenuhi tugas KOMUNITAS 2 sesuai dengan waktu yang telah

ditentukan.

Terima kasih kami sampaikan kepada dosen bidang studi yang telah

memberikan kesempatan bagi kami untuk mengerjakan tugas makalah ini, sehingga

kami menjadi lebih mengerti dan memahami tentang materi “TB Pada Komunitas”.

Tak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada seluruh

pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam

upaya penyelesaian makalah ini baik mendukung secara moril dan materil.

Kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan, kekurangan dan kehilafan

dalam makalah ini. Untuk itu saran dan kritik tetap kami harapkan demi perbaikan

makalah ini kedepan.akhir kata kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi

kita semua.

Penyusun

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Keperawatan komunitas adalah pelayanan keperawatan professional yang

ditujukan pada masyarakat dengan penekanan kelompok risiko tinggi dalam

upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui peningkatan

kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan rehabilitasi dengan menjamin

keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien

sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan

keperawatan ( CHN,1977 cit R. Fallen & R Budi Dwi K, 2010). Di Indonesia

dikenal dengan sebutan perawatan kesehatan masyarakat (PERKESMAS) yang

dimulai sejak permulaan konsep Puskesmas diperkenalkan sebagai institusi

pelayanan kesehatan professional terdepan yang memberikan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat secara komprehensif.

Keperawatan sebagai bentuk komphrensif melakukan penekanan tujuan

untuk menekan stressor atau meningkatkan kemampuan komunitas mengatasi

stressor melalui pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Peningkatan

kesehatan berupa pencegahan penyakit ini bisa melalui pelayanan keperawatan

langsung dan perhatian langsung terhadap seluruh masyarakat dengan

mempertimbangkan bagaimana masalah kesehatan masyarakat mempengaruhi

kesehatan individu, keluarga dan kelompok. Peningkatan peran serta

masyarakat dalam bidang kesehatan merupakan suatu proses dalam upaya

meningkatkan kesehatan.

3
Asuhan keperawatan komunitas dilakukan dengan pendekatan proses

keperawatan. Penerapan dari proses perawatan bervariasi pada setiap situasi,

tetapi prosesnya memiliki kesamaan. Dalam melaksanakan keperawatan

kesehatan masyarakat, seorang perawat kesehatan komunitas harus mampu

memberi perhatian terhadap elemen-elemen tersebut yang akan tampak pada

rangkaian kegiatan dalam proses keperawatan yang berjalan berkesinambungan

secara dinamis dalam suatu siklus melalui tahap pengkajian, analisa data,

diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. (R. Fallen & R

Budi Dwi K, 2010).

Masyarakat atau komunitas sebagai bagian dari subyek dan obyek

pelayanan kesehatan dan dalam seluruh proses perubahan hendaknya perlu

dilibatkan secara lebih aktif dalam usaha peningkatan status kesehatannya dan

mengikuti seluruh kegiatan keperawatan komunitas. Hal ini dimulai dari

pengenalan masalah keperawatan sampai penanggulangan masalah dengan

melibatkan individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.

Transisi epidemiologis, yang di tandai dengan semakin berkembangnya

penyakit degeneratif dan penyakit tertentu yang belum dapat diatasi

sepenuhnya (seperti TBC, DHF dan malaria); hal ini merupakan sebagian

tantangan kesehatan di masa depan. Tantangan lainnya yang harus

ditanggulangi antara lain adalah meningkatnya masalah kesehatan kerja,

kesehatan lingkungan, masalah obat- obatan; dan perubahan dalam bidang

ekonomi, kependudukan, pendidikan, sosial budaya; dan dampak globalisasi

yang akan memberikan pergaruh terhadap perkembangan keadaan kesehatan

masyarakat.

4
Salah satu penyakit menular yang ada adalah penyakit yang disebabkan

oleh bakteri Mycrobacterium tuberculosis (TB), sebagian besar TB umumnya

menyerang paru-paru namun juga dapat menyerang organ lainnya. Bakteri ini

berbentuk batang dan bersifat tahan asam, sehingga dikenal dengan Basil

Tahan Asam (BTA). Penyakit ini dapat menyerang pada semua orang, baik

anak-anak maunpun orang dewasa. Penyakit ini sangat mudah ditularkan pada

orang lain, bakteri Microbacterium tuberculosis masuk ke dalam tubuh

manusia melalui udara pernapasan kedalam paru, kemudian bakteri tersebut

dapat menyebar dari paru-paru ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah,

sistem saluran limfe, saluran napas (bronkus) atau menyerang langsung ke

bagian tubuh lainnya.

TB Paru merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar

80% dari semua penderita. TB yang menyerang jaringan paru ini merupakan

satu-satunya bentuk dari TB yang dapat menular. TB merupakan salah satu

masalah kesehatan penting di Indonesia. Selain itu, Indonesia menduduki

peringkat ke-3 negara dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia setelah

India dan China. Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari total

jumlah pasien TB dunia.

Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru

dengan kematian sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di Indonesia pada

tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari

70% usia produktif. Laporan WHO tentang angka kejadian TBC evaluasi

selama 3 tahun dari 2008, 2009, 2010 menunjukkan bahwa kejadian TBC

Indonesia mencapai 189 per 100.000 penduduk. Secara global, angka kejadian

5
kasus kejadian TBC 128 per 100.000 penduduk. Data ini menunjukkan bahwa

kasus TBC berada di sekitar kita.

Daya penularan dari seorang penderita TB ditentukan oleh banyaknya

kuman yang terdapat dalam paru penderita. Persebaran dari kuman-kuman

tersebut dalam udara serta yang dikeluarkan bersama dahak berupa droplet dan

berada diudara disekitar penderita TB. Untuk membatasi terjadinya penyakit

TB paru pemerintah mengupayakan strategi untuk menanggulanginya seperti

dengan mencanangkan program DOTS (Directly Observed Treatment Short-

course) yang mana fokus utama dari program ini adalah penemuan dan

penyembuhan pasien, dengan prioritas diberikan kepada pasien TB tipe

menular.

Oleh karena itu, demi tercapainya program tersebut perlu adanya upaya

untuk menambahkan pengetahuan pada masyarakat mengenai pemahaman

anatomi sistem respirasi yang terkait erat dengan penyakit TB paru, pengertian

tentang, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pathway, pemeriksaan

penunjang, komplikasi, dan penatalaksanaan (medis, keperawatan, diet) serta

asuhan keperawatan bagi penderita TB paru

1.2. TUJUAN

1.2.1. TUJUAN UMUM

Untuk mengetahui asuhan keperawatan dan proses pengkajian

komunitas dengan masalah TB Paru

6
1.2.2. TUJUAN KHUSUS

1. Untuk mengetahui definisi TB paru

2. Untuk mengetahui etiologi TB Paru

3. Untuk mengetahui klasifikasi TB pru

4. Untuk mengetahui patofisiologi TB paru

5. Untuk mengetahui tanda dan gejala TB paru

6. Untuk mengetahui cara penularan Tb Paru

7. Untuk mengetahui penegakan Diagnostik

8. Untuk mengetahui pengobatan TB Paru

9. Untuk mengetahui komplikasi TB Paru

10. Untuk mengetahui pencegahan TB Paru

11. Untuk mengetahui Prognosis TB Paru

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. PENGERTIAN

7
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh kuman TBC (Depkes RI, 2002). Definisi lain menyebutkan

bahwa Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi menahun yang menular

yang disebabkan oleh mybacterium tuberculosis (Depkes RI, 1998).

Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara

(pernapasan) ke dalam paru. Kemudian kuman tersebut menyebar dari paru ke

organ tubuh yang lain melaui peredaran darah, kelenjar limfe, saluran nafas,

atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes RI, 2002).

Tuberculosis adalah penyakit disebabkan mycobacterium tuberculosa

yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi paling banyak

adalah paru-paru.

2. ETIOLOGI

1. Tuberculosis merupakan penyakit paru yang disebabkan mycobacterium

tuberculosis ditemukan oleh Robert Koch (1882).

2. Kuman berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap

asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan

Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung.

3. Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam

keadaan kering tetapi dapat mati pada suhu 60 derajad C dalam 15 – 20

menit.

3. KLASIFIKASI

Tuberkulosis dibedakan menjadi dua yaitu tuberkulosis primer dan

tuberkulosis post primer.

8
1. Tuberkulosis Primer penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman

dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara.

Dalam suasana gelap dan lembab kuman dapat bertahan berhari-hari

sampai berbulan-bulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang yang sehat

maka akan menempel pada jalan nafas atau paru. Kebanyakan partikel ini

akan mati atau dibersihkan oleh makrofag yang keluar dari cabang

trakheo-bronkhial beserta gerakan silia dengan sekretnya.

2. Tuberculosis Post Primerdari TBC primer akan muncul bertahun-tahun

lamanya menjadi TBC post Primer. Post Primer ini dimulai dengan

sarang dini yang berlokasi di sebagian apical posterior atau inferior pada

paru.

(Soeparman, 1990; Snieltzer, 2000).

4. PATOFOSIOLOGI

Bakteri juga dapat masuk melalui luka pada kulit atau mukosa tetapi

jarang sekali terjadi. Bila bakteri menetap di jaringan paru, akan tumbuh dan

berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Bakteri terbawa masuk ke organ

lainnya. Bakteri yang bersarang di jaringan paru akan membentuk sarang

tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek efek primer.

Sarang primer ini dapat terjadi di bagian-bagian jaringan paru. Dari sarang

primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening hilus (limfangitis

lokal), dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis hilus).

Sarang primer, limfangitis local, limfadenitis regional disebut sebagai

kompleks primer (Soeparman, 1990; Snieltzer, 2000).

9
Kompleks primer selanjutnya dapat menjadi sembuh dengan

meninggalkan cacat atau sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa

garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus atau kompleks (sarang) Ghon, ataupun

bisa berkomplikasi dan menyebar secara perkontinuitatum, yakni menyebar ke

sekitarnya, secara bronkhogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di

sebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah sehingga

menyebar ke usus, secara limfogen, secara hematogen, ke organ lainnya

(Soeparman, 1990; Snieltzer, 2000).

5. TANDA DAN GEJALA

Gejala-gejala klinis yang muncul pada klien TBC paru adalah sebagai berikut :

1. Demam yang terjadi biasanya menyerupai demam pada influenza,

terkadang sampai 40-41 C.

2. Batuk terjadi karena iritasi bronchus, sifat batuk dimulai dari batuk non

produktif kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif.

Keadaan lanjut dapat terjadi hemoptoe karena pecahnya pembuluh darah.

Ini terjadi karena kavitas, tapi dapat juga terjadi ulkus dinding bronchus.

3. Sesak nafas terjadi pada kondisi lanjut dimana infiltrasinya sudah

setengah bagian paru.

4. Nyeri dada timbul bila sudah terjadi infiltrasi ke pleura sehingga

menimbulkan pleuritis.

5. Malaise dengan gejala yang dapat ditemukan adalah anorexia, berat

badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam hari

(Soeparman, 1990; Heitkemper, 2000).

6. CARA PENULARAN

10
1. Penyakit TBC menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri

mycobacterium tuberculosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC

batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari

penderita TBC dewasa.

2. Bacteri bia masuk dan terkumpul dalam paru-paru akan berkembang biak

menjadi banyak (terutama daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat

menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh

sebab itu infeksi TBC menginfeksi hamper seluruh organ tubuh sesperti:

paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening.

3. Factor lain adalah kondisi rumah lembab karena cahaya matahari dan

udara tidak bersirkulasi dengan baik sehingga bakteri tuberculosis

berkembang dengan baik dan membahayakan orang yang tinggal didalam

rumah.

7. PENAGAKAN DIAGNOSTIK TB PARU

Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik, foto thoraks, uji tuberkulin, laboratorium, dan pemerikasaan

patologi anatomi (PA). Di Indonesia sebagai standar untuk penegakan

diagnosis tuberkulosis paru adalah pemeriksaan mikroskopis. Pemeriksaan

mikroskopis sangat cocok dengan kondisi Puskesmas dalam menegakkan

diagnosis tuberkulosis paru (Depkes RI, 2002). Oleh karena itu untuk deteksi

kuman TBC digunakan pemeriksaan mikroskopis dalam menetapkan diagnosis

dan pengobatan.

8. PENATALAKSANAAN

1. PENATALAKSANAAN MEDIS

11
Pengobatan Tuberkulosis Paru mempunyai tujuan :

1) Menyembuhkan klien dengan gangguan seminimal mungkin;

2) Mencegah kematian klien yang sakit sangat berat

3) Mencegah kerusakan paru lebih luas dan komplikasi yang terkait

4) Mencegah kambuhnya penyakit

5) Mencegah kuman TBC menjadi resisten

6) Melindungi keluarga dan masyarakat terhadap infeksi (Crofton,

Norman & Miller, 2002).

Sistem pengobatan klien tuberkulosis paru dahulu, seorang klien

harus disuntik dalam waktu 1-2 tahun. Akibatnya klien menjadi tidak

sabar dan bosan untuk berobat. Sistem pengobatan sekarang, seorang

klien diwajibkan minum obat selama 6 bulan. Jenis obat yang harus

diminum harus disesuaikan dengan kategori pengobatan yang diberikan

(Depkes RI, 1997).

Terapi obat yang dilakukan sekarang dengan terapi jangka pendek

selama enam bulan dengan jenis obat INH atau Isoniasid (H), Rifampicin

(R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E), dan Streptomisin (Soeparman,

1990). Paduan obat anti tuberkulosis tabel 1 adalah paduan yang

digunakan dalam program nasional penanggulangan tuberkulosis dan

dikemas dalam bentuk paket kombipak (Depkes RI, 2002). Paduan

pengobatan terbaru dengan menggunakan FDCs (Fix Dose

Combinations) yaitu kombinasi dari obat anti tuberkulosis dalam satu

kemasan (WHO, 2002)

PANDUAN OBAT

12
Kategori Tahap intensif Tahap lanjutan Untuk klien TBC
1. 2HRZE 4H3R3  TBC Paru baru BTA (+)
 TBC Paru BTA (-) Ro (+)
dengan kerusakan jaringan paru
yang luas
 TBC ekstra paru sakit berat
2. 2HRZES atau 5H3R3E3  TBC paru BTA (+), kambuh

1HRZE  TBC paru BTA (+), gagal


 TBC paru BTA (+), Pengobatan
ulang karena lalai berobat
3. 2HRZ 4H3R3  TBC paru BTA (-) Ro (+)
 TBC ekstra paru
Keterangan :
H : INH; R : Rifampicin; E : Etambutol; Z : Pirasinamid; S : Streptomisin
(Depkes, RI, 2002)
Angka yang berada di depan menunjukkan lamanya minum obat

dalam bulan, sedangkan angka di belakang huruf menunjukkan berapa

kali dalam seminggu obat tersebut diminum. Sebagai contoh 2HRZ

artinya INH, Rifampicin dan Pirasinamid diminum dalam jangka waktu 2

bulan dan minumnya setiap hari. 4H3R3 artinya INH, Rifampicin

diminum selama 4 bulan dan diminum 3 kali dalam seminggu (Depkes

RI, 2002).

Efek samping yang ditimbulkan dari obat-obat tersebut adalah :

INH : Hepatotoksik. Rifampicin dapat terjadi sindrom flu dan

hepatotoksik. Pada Streptomisin dapat mengakibatkan nefrotoksik,

gangguan nervus VIII cranial. Pirazinamid dapat mengakibatkan

hepatotoksik dan hiperurisemia. Etambutol dapat mengakibatkan neurosis

optika, nefrotoksik, skin rash atau dermatitis. Efek samping dari obat anti

13
tuberkulosis yang tersering terjadi pada klien adalah pusing, mual,

muntah-muntah, gatal-gatal, mata kabur dan nyeri otot atau tulang

(Depkes RI, 2002). Agar pengobatan berhasil, efek samping dapat

terdeteksi secara dini dan dapat segera dirujuk ke fasilitas pelayanan

terdekat, maka diperlukan pengawas minum obat karena ketidakteraturan

minum obat dapat menyebabkan resistensi terhadap obat.

Upaya untuk mencegah terjadinya resistensi, terapi tuberkulosis

paru dilakukan dengan memakai paduan obat, sedikitnya 2 macam obat

yang bakterisid. Dengan memakai obat ini, kemungkinan resistensi awal

dapat diabaikan karena jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam

obat atau lebih, dan pola resistensi yang terbanyak ditemukan ialah INH

(Soeparman, 1990; Depkes RI, 2001). Peran perawat komunitas untuk

menghindari terjadinya resistensi obat adalah dengan selalu memantau

pengobatan dengan kunjungan rumah dan memberikan penyuluhan akibat

ketidakteraturan minum obat.

Selain menggunakan OATS ada metode lain yang dapat digunakan

yaitu:Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS)Adalah nama

suatu strategi yang dilaksanakan di pelayanan kesehatan dasar di dunia

untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB paru.

Strategi ini terdiri dari lima komponen yaitu:

a. Dukungan politik para pemimpin disetiap jenjang sehongga

program ini menjadi salah satu prioritas dan pendanaan oun akan

tersedia.

14
b. Mikroskop sebagai komponene utama untuk mendiagnosa TB paru

melalui pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka dengan

penemuan secara pasif.

c. Pengawasan minum obat (PMO) yaitu orang yang dikenal dan

dipercaya baik oleh pasien maupun petugas kesehatan yang akan

ikut mengawasi pasien minum obat seluruh obatnya sehngga dapat

dipastikan bahwa pasien betul minum seluruh obat dan diharapkan

keswembuhan pada akhir masa pengobatannya

d. Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar sebagai bagian

dari sistem surveilans penyakit ini sehingga pemantauan pasien

dapat berjalan.

e. Panduan obat anti TB paru jangka pendek yang benar, termasuk

dosis, dan jangka waktu yang tepat sangat penting untuk

keberhasilan pengobatan.

2. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

Tentukan apakah pasien pernah terpajan pada individu dengan TB

atau tidak. Sering kali “sumber” dari infeksi tidak diketahui dan mungkin

tidak pernah ditemukan. Pada saat yang sama, kontak erat pasien harus

diidentifikasi sehingga mereka dapat menjalani “follow-up” untuk

menentukan apakah mereka terinfeksi dan mempunyai penyakit aktif atau

tes tuberculin positif. Keluhan pasien yang paling umum adalah batuk

produktif dan berkeringat malam hari.

Data yang harus dikumpulkan untuk mengkaji pasien dengan TB

mencakup batu produktif, kenaikan suhu tubuh siang hari, reaksi

15
tuberkulin dengan indurasi 10 mm atau lebih dan rotgen dada yang

menunjukkan infiltrat pulmonal (Niluh dan Christie, 2003).

3. PENATALAKSANAAN DIET

Terapi diet bertujuan untuk memberikan makanan secukupnya guna

memperbaiki dan mencegah kerusakan jaringan tubuh lebih lanjut serta

memperbaiki status gizi agar penderita dapat melakukan aktivitas normal.

Terapi diet untuk penderita kasus Tuberculosis paru adalah:

1) Energi diberikan sesuai dengan keadaan penderita untuk mencapai

berat badan normal

2) Protein yang tinggi untuk mengganti sel-sel yang rusak

meningkatkan kadar albumin serum yang rendah (75-100 gram)

3) Lemak cukup 15-25 % dari kebutuhan energy total

4) Karbohidrat cukup sisa dari kebutuhan energy total

5) Vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan total

6) Macam diet untuk penyakit TBC:

a. Diet Tinggi Energi Tinggi Protein I (TETP I)

b. Energy: 2600 kkal, protein 100 gram (2/kg BB)

c. Diet Tinggi Energi Tinggi Protein II (TETP II)

d. Energy: 3000 kkal, protein 125 gram (2,5 gr/kg BB)

9. KOMPLIKASI

Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :

1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya

jalan nafas.

16
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.

3. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan

jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps

spontan karena kerusakan jaringan paru.

5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan

sebagainya.

6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

10. PENCEGAHAN

1. Vaksinasi BCG

Pembrian BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh

basil tuberculosis yang virulen. Imunitas timbul enam sampai delapan

minggu setelah pemberian BCG. Imunitas yang terjadi tidaklah lengkap

sehingga masih mungkin terjadi super infeksi meskipun biasanya tidak

progresif dan menimbukan komplikasi yang berat.

2. Mempertahankan sistem imunitas seluler dalam keadaan optimal dengan

sedapat mungkin menghindarkan faktor-faktor yang dapat melemahkan

seperti kortikosteroid dan kurang gizi.

3. Menghindari kontak dengan penderita aktif TB

4. Menggunakan obat obatan sebagai langkah pencegahan pada kasus

beresiko tinggi.

5. Menjaga stándar hidup yang baik, kasus baru dan pasien yang berpotensi

tertular interprestasi melalui penggunaan dan interprestasi tes kulit

tuberculin yang tepat imunisasi BCG.

17
11. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Diagnosis TB paru

1) Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,

yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).

2) Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan

ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional,

penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis

merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,

biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang

diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

3) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan

foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran

yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

4) Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan

aktifitas penyakit.

5) Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB

paru.

2. Diagnosis TB ekstra paru

1) Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku

kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis),

pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan

deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan

lainlainnya.

18
2) Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja

dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat

(presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain.

Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan

pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji

mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.

19
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA TBC

3.1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber

data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Tahap

pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan

sesuai dengan kebutuhan individu. (Nursalam. 2001:17).

1. Pada pengkajian ada beberapa tahap yang perlu dilakukan:

a. Membina hubungan yang baik

Hubungan yang baik antara perawat klien (keluarga) merupakan

modal utama pelaksanaan asuhan keperawatan. Hubungan tersebut

dapat dibentuk dengan menerapkan komunikasi terapeutik yang

merupakan strategi perawat untuk memberikan bantuan kepada klien

untuk memenuhi kebutuhan kesehatannya.

b. Pengkajian awal

Pengkajian ini terfokus sesuai data yang diperoleh dari unit

pelayanan kesehatan.

c. Pengkajian lanjutan (tahap kedua)

20
Pengkajian lanjutan adalah tahap pengkajian untuk memperoleh data

yang lebih lengkap sesuai masalah kesehatan keluarga yang

berorientasi pada pengkajian awal. (Suprajitno. 2004:39)

2. Yang termasuk dalam tahap pengkajian yakni, pengumpulan data dari

keluarga dapat dilakukan dengan metode :

a. Wawancara

Berkaitan dengan hal-hal yang perlu diketahui, baik aspek fisik,

mental, sosial budaya, ekonomi, kebiasaan, lingkungan dan sebagainya.

b. Pengamatan

Pengamatan terhadap hal-hal yang tidak perlu dipertanyakan karena

sudah dianggap cukup melalui pengamatan saja, diantaranya yang

berkaitan dengan lingkungan fisik, misalnya ventilasi, penerangan,

kebersihan dan sebagainya.

c. Studi dokumentasi

Studi berkaitan dengan perkembangan kesehatan anak, diantaranya

melalui Kartu Menuju Sehat (KMS), Kartu Keluarga dan catatan-

catatan lainnya.

d. Pemeriksaan fisik

Dilakukan terhadap anggota keluarga yang mempunyai masalah

kesehatan dan keperawatan, berkaitan dengan keadaan fisik, misalnya :

kehamilan, kelainan organ tubuh dan tanda-tanda penyakit. (Effendy,

Narsul. 1998:47).

3. Dalam pengumpulan data yang perlu dikaji dalam keluarga adalah:

a. Data umum

21
1) Meliputi nama kepala keluarga, alamat, pekerjaan dan pendidikan

kepala keluarga, komposisi keluarga yang terdiri dari nama, jenis

kelamin, hubungan dengan kk, umur, pendidikan dan status

imunisasi dari masing-masing anggota keluarga serta genogram.

2) Tipe keluarga

Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala atau

masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga.

3) Suku bangsa

Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta

mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait dengan

kesehatan.

4) Agama

Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan

yang dapat mempengaruhi kesehatan.

5) Status Sosial Ekonomi keluarga

Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik

dari kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu

status sosial ekonomi keluarga ditentukan pula oleh keluarga serta

barang-barang yang dimiliki oleh keluarga.

6) Aktifitas rekreasi keluarga

Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan saja keluarga pergi

bersama-sama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu namun

dengan menonton TV dan mendengarkan radio juga merupakan

aktifitas rekreasi.

22
b. Riwayat dan Tahap perkembangan keluarga

1) Tahap perkembangan keluarga saat ini

Dimana ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti.

2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi.

Menjelaskan bagaimana tugas perkembangan yang belum terpenuhi

oleh keluarga serta kendalanya

3) Riwayat keluarga inti

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti, yang

meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-

masing anggota dan sumber pelayanan yang digunakan keluarga

c. Pengkajian lingkungan

1) Karakteristik rumah

Diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe rumah, jumlah

ruangan, jumlah jendela, pemanfaat ruangan, peletakan perabotan

rumah, dan denah rumah.

2) Karakteristik tetangga

Menjelaskan mengenai karakteristik tetangga dan komunitas

setempat yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan atau

kesepakatan penduduk setempat, budaya dan mempengaruhi

kesehatan.

3) Mobilitas geografis keluarga

Mobilitas geografis keluarga yang ditentukan dengan kebiasaan

keluarga berpindah tempat.

23
4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk

berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada.

5) Sistem pendukung keluarga

Jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas yang dimiliki

keluarga untuk menunjang kesehatan yang meliputi fasilitas fisik,

psikologis, atau dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas sosial

atau dukungan masyarakat setempat.

d. Struktur keluarga

1) Pola komunikasi keluarga

Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggota

kelurga.

2) Struktur kekuatan keluarga

Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan

mempengaruhi orang lain untuk mengubah perilaku.

3) Struktur peran

Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik

secara formal maupun informal.

4) Nilai atau norma keluarga

Menjelaskan mengenai nilai norma yang dianut keluarga yang

berhubungan dengan kesehatan.

24
e. Fungsi keluarga

1) Fungsi afektif

Mengkaji gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki

dan dimiliki keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota

keluarga lainnya, kehangatan pada keluarga dan keluarga

mengembangkan sikap saling menghargai.

2) Fungsi sosialisasi

Bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga dan

sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin, norma atau budaya

dan perilaku.

3) Fungsi perawatan kesehatan

Sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian dan

perlindungan terhadap anggota yang sakit. Pengetahuan keluarga

mengenai sehat-sakit, kesanggupan keluarga melakukan pemenuhan

tugas perawatan keluarga yakni : mengenal masalah kesehatan yang

tepat, merawat anggota keluarga yang sakit, memelihara lingkungan

rumah yang sehat, menggunakan fasilitas atau pelayanan kesehatan

di masyarakat.

4) Fungsi reproduksi

Mengkaji berapa jumlah anak, merencanakan jumlah anggota

keluarga, metode apa yang digunakan keluarga dalam

mengendalikan jumlah anggota keluarga.

25
5) Fungsi ekonomi

Mengkaji sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan

sandang, pangan dan papan, dan memanfaatkan sumber yang ada di

masyarakat dalam upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat

f. Stres dan koping keluarga

1) Stresor jangka pendek

Yaitu stresor yang dialami keluarga yang memerlukan

penyelesaiaan dalam waktu ± 6 bulan dan jangka panjang yaitu

yang memerlukan penyelesaian lebih dari 6 bulan.

2) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi atau stresor

Mengkaji sejauh mana keluarga berespon terhadap situasi atau

stresor.

3) Strategi koping yang digunakan

Strategi koping apa yang digunakan keluarga bila menghadapi

permasalahan.

4) Strategi adaptasi disfungsional

Dijelaskan mengenai adaptasi disfungsional yang digunakan

keluarga bila menghadapi permasalahan.

g. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan semua anggota keluarga. Metode yang

digunakan pada pemeriksaan tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik di

klinik.

26
h. Harapan keluarga

Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga

terhadap petugas kesehatan yang ada. (Mubarak, Wahid Iqbal.

2006:287-290)

3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik mengenai individu,

keluarga atau masyarakat yang diperoleh melalui suatu proses pengumpulan

data dan analisa cermat, memberikan dasar untuk menetapkan tindakan-

tindakan dimana perawat bertanggungjawab melaksanakannya. (Mubarak,

Wahid Iqbal. 2006:290)

1. Diagnosis keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang

didapatkan pada pengkajian komponen diagnosis keperawatan meliputi:

 Problem atau masalah (P)

 Etiologi atau penyebab (E)

 Sign atau tanda (S)

2. Tipologi dari diagnosis keperawatan terdiri dari ;

a. Diagnosis aktual (terjadi defisit atau gangguan kesehatan)

Dari hasil pengkajian didapatkan data mengenai gejala dari

gangguan kesehatan dimana masalah kesehatan yang dialami oleh

keluarga memerlukan bantuan untuk segera ditangani dengan cepat.

Pada diagnosis keperawatan aktual, faktor yang berhubungan

merupakan etiologi, atau faktor penunjang lain yang telah

mempengaruhi perubahan status kesehatan.

 Faktor tersebut dapat dikelompokkan dalam 4 kategori meliputi:

27
a) Patofisiologi (biologi dan psikologi)

b) Tindakan yang berhubungan

c) Situasional (lingkungan, personal)

d) Maturasional

Secara umum faktor-faktor yang berhubungan atau etiologi

diagnosis keperawatan keluarga adalah adanya : ketidaktahuan

(kurangnya pengetahuan, pemahaman, kesalahan persepsi),

ketidaktahuan (sikap dan motivasi), dan ketidakmampuan (kurangnya

keterampilan terhadap suatu prosedur atau tindakan, kurangnya sumber

daya keluarga baik finansial, sistem pendukung, lingkungan fisik dan

psikologis).

b. Diagnosis resiko tinggi (ancaman kesehatan)

Sudah ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan,

tetapi tanda tersebut dapat menjadi masalah aktual apabila tidak segera

mendapatkan bantuan pemecahan dari tim kesehatan atau keperawatan.

c. Diagnosis potensial (keadaan sejahtera atau ”Wellness”)

Suatu keadaan dimana keluarga dalam keadaan sejahtera sehingga

kesehatan keluarga dapat ditingkatkan. (Mubarak, Wahid Iqbal.

2006:290-291).

Setelah data dianalisa kemungkinan perawat kesehatan

masyarakat dalam satu keluarga dapat menemukan lebih dari satu

masalah kesehatan dan keperawatan keluarga yang mana masalah

tersebut tidak dapat ditangani sekaliguss mengingat kondisi dan sumber

daya yang dimiliki oleh keluarga atau petugas kesehatan. Mengingat

28
situasi tersebut maka perawat kesehatan masyarakat atau perawat

keluarga dapat menyusun masalah kesehatan keluarga sesuai dengan

prioritasnya. Proses skoring yang biasa digunakan menggunakan skala

yang dirumuskan oleh Baylon dan Maglaya (1979)

3. Kriteria Prioritas Masalah

No Kriteria Skor Bobot


1 Sifat masalah 1
 
  Tidak / kurang sehat 3

Ancaman kesehatan 2

Krisis atau keadaan sejahtera 1

2 Kemungkinan masalah dapat diubah 2

  Dengan mudah 2

Hanya sebagian 1

Tidak dapat 0

3 Potensi masalah dapat diubah 1

  Tinggi 3

Cukup 2

Rendah 1

4 Menonjolnya masalah 1

  Masalah berat, harus ditangani 2

Ada masalah, tetapi tidak perlu segera ditangani 1

Masalah tidak dirasakan 0

4. Proses skoring dilakukan untuk setiap diagnosis keperawatan :

29
 Tentukan skor untuk setiap kriteria yang telah dibuat

 Selanjutnya skor dibagi dengan angka yang tertinggi dan dikalikan

dengan bobot

5. Ada 4 kriteria yang dapat mempengaruhi penentuan prioritas masalah :

a. Sifat masalah

Sifat masalah kesehatan dapat dikelompokkan kedalam tidak atau

kurang sehat diberikan bobot yang lebih tinggi karena masalah tersebut

memerlukan tindakan yang segera dan biasanya masalahnya dirasakan

atau disadari oleh keluarga.

b. Kemungkinan masalah dapat diubah

Adalah kemungkinan berhasilnya mengurangi atau mencegah masalah

jika ada tindakan (intervensi). Faktor-faktor yang perlu diperhatikan

dalam menentukan skor kemungkinan masalah dapat diperbaiki

adalah :

1) Pengetahuan dan teknologi serta tindakan yang dapat dilakukan

untuk menangani masalah.

2) Sumber-sumber dari keperawatan misalnya : dalam bentuk

pengetahuan, ketrampilan dan waktu.

3) Sumber-sumber yang ada pada keluarga baik dalam bentuk fisik,

keuangan atau tenaga.

4) Sumber-sumber dimasyarakat misalnya : dalam bentuk fasilitas

kesehatan, organisasi masyarakat, dukungan sosial masyarakat.

c. Potensi masalah bila dicegah

30
Adalah sifat dan beratnya masalah yang akan timbul yang dapat

dikurangi atau dicegah. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam

menentukan skor kriteria potensi masalah bisa dicegah adalah :

1) Kepelikan dari masalah yang berkaitan dengan beratnya penyakit

atau masalah.

2) Lamanya masalah yang berkaitan dengan jangka waktu terjadinya

masalah tersebut

3) Adanya kelompok high risk atau kelompok yang peka atau rawan.

d. Menonjolnya masalah

Adalah merupakan cara keluarga melihat dan menilai masalah

tentang beratnya masalah serta mendesaknya masalah untuk diatasi. Hal

yang perlu diperhatikan dalam memberikan skor pada kriteria ini,

perawat perlu menilai persepsi atau bagaimana keluarga tersebut

melihat masalah. (Mubarak, Wahid Iqbal. 2006:293-294)

3.3. RENCANA KEPERAWATAN

Rencana keperawatan keluarga adalah merupakan kumpulan tindakan

yang direncanakan oleh perawat untuk dilaksanakan dalam menyelesaikan atau

mengatasi masalah kesehatan/masalah keperawatan yang telah diidentifikasi.

(Mubarak, Wahid Iqbal. 2006:294). Rencana Keperawatan yang berkualitas

akan menjamin keberhasilan dalam mencapai tujuan serta penyelesaian

masalah.

 Langkah-langkah dalam mengembangkan rencana keperawatan :

31
1. Menentukan sasaran atau goal

Sasaran adalah tujuan umum yang merupakan tujuan akhir yang

akan dicapai melalui segala upaya. Prinsip yang paling penting adalah

bahwa sasaran harus ditentukan bersama keluarga. Apabila keluarga

mengerti dan menerima sasaran yang telah ditentukan diharapkan

mereka dapat berpartisipasi secara aktif dalam mencapai sasaran

tersebut.

2. Menentukan tujuan atau objective

Objective merupakan pernyataan yang lebih spesifik atau lebih

terperinci tentang hasil yang diharapkan dari tindakan perawatan yang

akan dilakukan. Ciri tujuan atau objective yang baik adalah spesifik,

dapat diukur, dapat dicapai, realistik dan batas waktu.

3. Menentukan pendekatan dan tindakan keperawatan yang akan

dilakukan.

Dalam memilih tindakan keperawatan sangat tergantung pada

sifat masalah dan sumber-sumber yang tersedia untuk memecahkan

masalah. Dalam perawatan kesehatan keluarga tindakan keperawatan

yang dilakukan ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan

sebab-sebab yang mengakibatkan timbulnya ketidaksanggupan

keluarga dalam melaksanakan tugas-tugas kesehatan.

4. Menentukan kriteria dan standar kriteria

Kriteria merupakan tanda atau indikator yang digunakan untuk

mengukur pencapaian tujuan, sedangkan standar menunjukkan tingkat

performance yang diinginkan untuk membandingkan bahwa perilaku

32
yang menjadi tujuan tindakan keperawatan telah tercapai. Pernyataan

tujuan yang tepat akan menentukan kejelasan kriteria dan standar

evaluasi, sebagai berikut:

1) Tujuan

Sesudah perawat kesehatan masyarakat melakukan kunjungan

rumah, keluarga akan memanfaatkan puskesmas atau poliklinik

sebagai tempat mencari pengobatan.

2) Kriteria

Kunjungan ke puskesmas atau poliklinik.

3) Standart

Ibu memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas atauPoliklinik,

keluarga membawa berobat anaknya yang sakit ke puskesmas.

(Mubarak, Wahid Iqbal. 2006:296-297)

3.4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Pelaksanaan merupakan salah satu tahap dari proses keperawatan

keluarga dimana perawat mendapatkan kesempatan untuk membangkitkan

minat keluarga untuk mengadakan perbaikan kearah perilaku hidup sehat.

(Mubarak, Wahid Iqbal. 2006:297).

Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan

yang telah disusun. (Effendy, Nasrul. 1998:100). Dalam kondisi untuk

membangkitkan minat keluarga dalam berperilaku hidup sehat, maka harus

memahami teknik-teknik motivasi tindakan keperawatan keluarga yang

mencakup hal-hal yang terdiri dari :

33
1. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan

kebutuhan kesehatan dengan cara :

a. Memberikan informasi

b. Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan

c. Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah

2. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat

dengan cara:

a. Mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan

b. Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga

c. Mendiskusikan tentang konsekuensi tiap tindakan.

3. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit

dengan cara :

a. Mendemonstrasikan cara perawatan

b. Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah

c. Mengawasi keluarga melakukan perawatan

4. Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat

lingkungan menjadi sehat dengan cara :

a. Merumuskan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga

b. Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin.

5. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang dengan

cara:

a. Mengenal fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga.

b. Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

(Mubarak, Wahid Iqbal. 2006:297)

34
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan keperawatan

meliputi :

1. Keterlibatan petugas kesehatan non keperawatan, kader, tokoh masyarakat,

dalam rangka alih peran.

2. Terselenggaranya rujukan medis dan rujukan kesehatan

3. Keterpaduan (tenaga, biaya, waktu, lokasi, sarana dan prasarana)

4. Setiap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dicatat.

(Effendy, Narsul. 1998:100-101)

3.5. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil

implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat

keberhasilan (Suprajitno. 2004:57).

Langkah-langkah dalam mengevaluasi pelayanan keperawatan yang

diberikan baik kepada individu maupun keluarga meliputi :

1. Tentukan garis besar masalah kesehatan yang dihadapi dan bagaimana

keluarga mengatasi masalah tersebut.

2. Tentukan bagaimana rumusan tujuan perawatan yang akan dicapai.

3. Tentukan kriteria dan standar untuk evaluasi.

4. Tentukan metode atau teknik evaluasi yang sesuai serta sumber-sumber

data yang diperlukan.

5. Bandingkan keadaan yang nyata (sesudah perawatan) dengan kriteria dan

standar untuk evaluasi.

6. Identifikasi penyebab atau masalah penampilan yang tidak optimal atau

pelaksanaan yang kurang memuaskan.

35
7. Perbaiki tujuan berikutnya. Bila tujuan tidak tercapai perlu ditentukan

alasan : mungkin tujuan tidak realistik, mungkin tindakan tidak tepat, atau

mungkin ada faktor lingkungan yang tidak dapat diatasi.

Macam-macam evaluasi yaitu : evaluasi kuantitatif dan evaluasi kualitatif

1. Evaluasi kuantitatif

Evaluasi kuantitatif dilaksanakan dalam kuantitas atau jumlah pelayanan

atau kegiatan yang telah dikerjakan.

2. Evaluasi kualitatif

Evaluasi kualitatif merupakan evaluasi mutu yang dapat difokuskan pada

salah satu dari tiga (3) dimensi yang saling terkait yaitu :

a. Struktur atau sumber

Struktur atau sumber terkait dengan tenaga manusia, atau bahan-bahan

yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan.

b. Proses

Evaluasi proses berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan

untuk mencapai tujuan. Misalnya mutu penyuluhan kesehatan yang

diberikan kepada keluarga lansia dengan masalah nutrisi.

c. Hasil

Evaluasi ini difokuskan kepada bertambahnya kesanggupan keluarga

dalam melaksanakan tugas-tugas kesehatan.

(Mubarak, Wahid Iqbal. 2006:298-299).

36
BAB IV

PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

Penyakit TBC adalah penyakit yang dapat dengan mudah ditularkan dari

satu orang ke orang yang lain, baik itu dewasa maupun anak. Menjaga

kesehatan bukan hanya tanggung jawab petugas kesehatan, tetapi juga

tanggung jawab masyarakat.

Keperawatan komunitas adalah pelayanan keperawatan professional yang

ditujukan pada masyarakat dengan penekanan kelompok risiko tinggi dalam

upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui peningkatan

kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan rehabilitasi dengan menjamin

keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien

37
sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan

keperawatan ( CHN,1977 cit R. Fallen & R Budi Dwi K, 2010).

Dalam melaksanakan keperawatan kesehatan masyarakat, seorang

perawat kesehatan komunitas harus mampu memberi perhatian terhadap

elemen-elemen tersebut yang akan tampak pada rangkaian kegiatan dalam

proses keperawatan yang berjalan berkesinambungan secara dinamis dalam

suatu siklus melalui tahap pengkajian, analisa data, diagnose keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. (R. Fallen & R Budi Dwi K, 2010).

4.2. SARAN

1. Masyarakat hendaknya lebih menyadari akan pentingnya kesehatan dan

pendidikan bagi kelangsungan masa depan putra-putri di lingkungan

tersebut.

2. Masyarakat hendaknya lebih meningkatkan partisipasinya dalam

kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, termasuk program

yang berhubungan dengan kesehatan dan Pendidikan.

38
DAFTAR PUSTAKA

Efendi Ferry, Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Salemba

Medika : Jakarta

Fallen R., Dwi Budi R. (2010). Keperawatan Kommunitas. Nuha Medika :

Yogyakarta

Faisalado Candra widyanto (2014) Keperawatan komunitas dengan pendekatan

praktis Nuha medika : Yogyakarta

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.

Jakarta: EGC

39

Anda mungkin juga menyukai