Anda di halaman 1dari 18

KARYA TULIS

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN EJAAN BAHASA INDONESIA,


PERBEDAAN EYD DENGAN PUEBI, PEMAKAIAN HURUF PUEBI

Dosen : Bapak Imam Jahrudin Priyanto, Drs., M.Hum


Disusun Oleh:
Rudi Lukmana 41152010170254

VI Manajemen B2

UNIVERSITAS LANGLANGBUANA
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
Sejarah Perkembangan Ejaan di Indonesia

Bahasa Indonesia yang awalnya berakar dari bahasa Melayu sudah memiliki aksara sejak
beratus tahun yang lalu, yaitu aksara Arab Melayu.Di Nusantara ini, bukan saja aksara Arab
Melayu yang kita kenal. Kita juga mengenal aksara Jawa, aksara Sunda, aksara Bugis, aksara Bali,
aksara Lampung, aksara Kerinci, aksara Rejang, dan aksara Batak. Aksara itu masing-masing
memiliki nama, seperti aksara Kaganga dan aksara Rencong (incung).

1. Ejaan yang diresmikan (Ejaan Van Ophuijsen) 1901-1947


Charles Adrian van Ophuijsen (Ch. A. van Ophuysen) merupakan tokoh penting dalam
tonggak bahasa Indonesia. Ejaan Ophuijsen lahir dari niat pemerintah kolonial Belanda untuk
menengahi keberagaman variasi bahasa Melayu yang ada di Nusantara saat itu, sekaligus
memudahkan Belanda menyebarkan kekuasaan di daerah kolonisasinya.

Dulu, bahasa Melayu yang menjadi cikal bakal BI ditulis menggunakan huruf Jawi (Arab
Melayu atau Arab gundul). Meskipun bahasa ini tetap hidup di masyarakat, para sarjana Belanda
menilai bahasa Melayu tidak cocok menggunakan huruf Arab karena penulisan huruf vokal
seperti e, i, oditulis sama saja saat ingin menuliskan kata yang memiliki vocal adan u.

Sebenarnya bukan itu saja, salah satunya karena ancaman militansi umat Islam bagi
kolonial Belanda membuat Belanda merasa perlu mengurangi pengaruh Islam-arab di Nusantara.

Faktor lain penetapan ejaan baku ini diresmikan Belanda karena pada saat itu pemerintah
kolonial sedang menjalankan politik etisnya di Nusantara, yaitu sebuah kebijakan untuk membuka
peluang pendidikan bagi kaum ningrat Nusantara. Masalahnya, jika bahasa Melayu tidak
distandarkan, proses pendidikan ini akan terhambat.

Bahasa Belanda, kitab ini merupakan upaya Belanda dalam membuat standar bahasa saat
mereka bercokol di Nusantara. Namanya berbasis alasan kolonial, tentu ini dibuat agar bisa
meluaskan kekuasaan mereka sekaligus dapat menyatukan Nusantara di bawah
kendalinya.Belanda menerapkan bahasa ini mulai dari sekolah-sekolah bumiputera.Oleh karena
itu, bahasa Melayu Ophuijsen ini sering disebut “bahasa Melayu sekolahan”. Tidak berhenti di
situ, sejak penerbit Balai Poestaka (sekarang: Balai Pustaka) didirikan Belanda, bahasa ini semakin
menancap di kaum terdidik Nusantara. Artinya Belanda melalui pemerintah kolonialnya berhasil
melakukan politik bahasa dengan menjadikan bahasa (Melayu) Indonesia sebagai standar bahasa
kita, yang bahkan masih berlaku hingga saat ini.
Ciri-ciri Ejaan Van Ophuysen yaitu:
Huruf “I” untuk membedakan antara huruf I sebagai akhiran dan karenanya harus dengan
diftong seperti mulai dengan ramai, juga digunakan untuk huruf “y” soerabaia.
Huruf “j” untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang dan sebagainya. Huruf “oe” untuk
menuliskan kata-kata goeroe, itoe,oemoer, dan sebagainya.

2. Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) – 1947-1972


Ejaan ini disebut sebagai Ejaan Soewandi karena diresmikan tanggal 17 Maret 1947 oleh
Menteri, Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan saat itu, yaitu Raden Soeawandi, menggantikan
ejaan Ophuijsen. Sebenarnya nama resminya adalah ejaan Republik, namun lebih dikenal dengan
ejaan Soewandi

Ciri-ciri ejaan Republik yaitu:


Huruf “oe” diganti dengan “u” pada kata-kata guru, itu, umur, dan sebagainya.
Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan “k” pada kata-kata tak, pak, rakjat, dan sebagainya.
Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
Ejaan Soewandi EYD

Suharto Suharto

Rakyat Rakyat

Bersenang2 Bersenang-senang

3. Ejaan Pembaharuan 1957


Ejaan ini bermula dari polemik yang terjadi pada Kongres Bahasa Indonesia ke-2 di Medan
tahun 1954. Kongres kedua ini akhirnya diadakan setelah pertama kali diadakan di Solo tahun
1938. Yamin selaku Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan dan pemrakarsa Kongres
Bahasa Indonesia ke-2 mengatakan bahwa kongres ini merupakan bentuk rasa prihatinnya akan
kondisi bahasa Indonesia saat itu yang masih belum mapan. Medan pun dipilih karena di kota
itulah bahasa Indonesia dipakai dan terpelihara, baik dalam rumah tangga ataupun dalam
masyarakat, setidaknya itu alasan Yamin. Di kongres ini, memang diusulkan banyak hal dan salah
satunya adalah perubahan ejaan. Usulan ini ditindaklanjuti oleh pemerintah waktu itu dengan
membentuk panitia pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia.
Ciri-ciri ejaan Pembaharuan yaitu:
Gabungan konsonan dj diubah menjadi j
Gabungan konsonan tj diubah menjadi ts
Gabungan konsonan ng diubah menjadi ŋ
Gabungan konsonan nj diubah menjadi ń
Gabungan konsonan sj diubah menjadi š
Gabungan vokal (diftong) ai, au, dan oi, ditulis berdasarkan pelafalannya yaitu menjadi ay, aw,
dan oy.

Ejaan Pembaharuan EYD

Jakarta Jakarta

Paway Pawai

Kalaw Kalau

Tomboy Tomboi

4. Ejaan Melindo (Melayu Indonesia) 1959


Sejak Kongres bahasa tahun 1954 di Medan dan dihadiri oleh delegasi Malaysia, maka
mulailah ada keinginan di antara dua penutur Bahasa Melayu ini untuk menyatukan ejaan.
Keinginan ini semakin kuat sejak Malaysia merdeka tahun 1957 dan kita pun menandatangani
kesepakatan untuk membicarakan ejaan bersama tahun 1959-nya. Sayangnya, karena situasi
politik kita yang sedang memanas (Indonesia sedang condong ke poros Moskow-Peking-
Pyongyang, sedangkan Malaysia yang Inggris), akhirnya ditangguhkan dulu pembahasannya. Hal
lain yang membuat ejaan ini kurang menarik adalah perubahan huruf-huruf yang dianggap aneh.
Misalnya, kata "menyapu" akan
ditulis "meɳapu"; "syair" ditulis "Ŝyair"; "ngopi" menjadi "ɳopi";
atau "koboi" ditulis"koboy". Mungkin aneh karena belum biasa dan harus menyesuaikan diri
lagi. Tapi, akhirnya, usulan yang mustahil dilaksanakan ini dengan cepat ditinggalkan.

5. Ejaan LBK 1966


Sebelum adanya EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang bernama Pusat Bahasa),
pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan ini, sebenarnya estafet dari ikhtiar
yang sudah dirintis oleh panitia Ejaan Melindo.Anggota pelaksananya pun terdiri dari panitia ejaan
dari Malaysia.Pada intinya, hampir tidak ada perbedaan berarti di antara ejaan LBK dengan EYD,
kecuali pada rincian kaidah-kaidah saja.

6. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) – (1972-2015)


Atas kerja sama dua negara yakni Malaysia dan Indonesia yang masing-masing diwakili oleh
para menteri pendidikan kedua negara tersebut. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
menerbitkan buku yang berjudul Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
yang tercatat pada tanggal 12 Oktober 1972. Pemberlakuan Ejaan yang Disempurnakan dan
Pedoman Umum Pembentukan Istilah ditetapkan atas dasar keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan nomor 0196/U/1975.
Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada tahun 1967
mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha
yang telah dirintis oleh Ejaan Melindo. Para pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia
Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu konsep
ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan
menteri pendidikan dan kebudayaan No. 062/67, tanggal 19 September 1967.
Ejaan Baru di Malaysia disebut Ejaan Rumi Bersama (ERB) sementara Indonesia menggunakan
Ejaan yang Disempurnakan (EYD). EYD mengalami dua kali revisi, yakni pada tahun 1987 dan
2009.
Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, antara lain:

• Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan pemakaiannya.

• Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan, misalnya
pada kata furqan, dan xenon.

• Awalan “di-” dan kata depan “di” dibedakan penulisannya. Kata depan “di” pada contoh di rumah,
di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara “di-” pada dibeli atau dimakan ditulis
serangkai dengan kata yang mengikutinya.

• Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak digunakan sebagai
penanda perulangan

Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EYD adalah:


1. Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring.
2. Penulisan kata.
3. Penulisan tanda baca.
4. Penulisan singkatan dan akronim.
5. Penulisan angka dan lambang bilangan.
6. Penulisan unsur serapan.

7. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)


Sesuai dengan laju pembangunan nasional, penyempurnaan terhadap ejaan bahasa Indonesia
dilakukan oleh lembaga resmi milik pemerintah yaitu Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Usaha tersebut menghasilkan Peraturan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia.Pada tahun 2016 berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Dr. Anis Baswedan, aturan ejaan yang bernama PUEYD diganti dengan nama Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia (Tim Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia, 2016). Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia selanjutnya dikenal dengan singkatan PUEBI.

Perbedaan EYD dan PUEBI


Apabila kita membandingkan Permendiknas 46/2009 (revisi terakhir EYD) dengan
Permendikbud 50/2015 (EBI) secara saksama, kita akan menemukan 28 butir perubahan. Berikut
ini daftar penambahan, penghilangan, atau perubahan klausul dari revisi terakhir EYD ke EBI.

1. Penambahan informasi pelafalan menggunakan diakritik é (taling tertutup) dan è


(taling terbuka)
2. Penambahan tanda diakritik untuk huruf “e”: é [e], è [ɛ], dan ê [ə]
3. Penghilangan “k melambangkan bunyi hamzah”
4. Penambahan “x pada posisi awal diucapkan ‘s'”
5. Penambahan diftong “ei”, misalnya survei
6. Penambahan penjelasan unsur nama orang yang termasuk julukan ditulis dengan
huruf kapital, misalnya Dewa Pedang
7. Penambahan penjelasan unsur nama orang yang bermakna ‘anak dari’ (bin, van,
dll.) tidak ditulis dengan huruf kapital
8. Penambahan cara pembedaan unsur nama geografi yang menjadi bagian nama diri
dan nama jenis
9. Penambahan contoh gelar lokal (Daeng, Datuk, dll.)
10. Penambahan penjelasan penulisan kata atau ungkapan lain yang digunakan sebagai
penyapaan ditulis dengan huruf kapital, misalnya Hai, Kutu Buku
11. Perubahan “bukan bahasa Indonesia” menjadi “dalam bahasa daerah atau bahasa
asing” ditulis dengan huruf miring
12. Penambahan catatan bahwa nama diri dalam bahasa daerah atau bahasa asing tidak
perlu ditulis dengan huruf miring
13. Penghilangan klausul bahwa bukan huruf tebal yang dipakai untuk menegaskan,
melainkan huruf miring
14. Penghilangan klausul penggunaan huruf tebal dalam kamus
15. Penambahan klausul “Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang
sudah ditulis dengan huruf miring”
16. Penambahan contoh bagian karangan yang ditulis dengan huruf tebal
17. Penambahan klausul “Singkatan nama diri dan gelar yang terdiri atas dua huruf atau
lebih tidak dipenggal”
18. Perubahan judul “Kata Depan di, ke, dan dari” menjadi “Kata Depan”
19. Penambahan keterangan “Partikel pun yang merupakan unsur kata penghubung
ditulis serangkai”
20. Penambahan klausul “Bilangan yang digunakan sebagai unsur nama geografi
ditulis dengan huruf”, misalnya Kelapadua
21. Penghilangan “Kata ganti itu (-ku, -mu, dan -nya) dirangkaikan dengan tanda
hubung apabila digabung dengan bentuk yang berupa singkatan atau kata yang
diawali dengan huruf kapital”
22. Penambahan klausul penggunaan tanda hubung antara (1) kata dengan kata ganti
Tuhan, (2) huruf dan angka, serta (3) kata ganti dengan singkatan
23. Perubahan klausul “Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa
Indonesia dengan unsur bahasa daerah atau bahasa asing” dari awalnya hanya
bahasa asing saja, misalnya di-sowan-i
24. Penambahan klausul “Tanda hubung digunakan untuk menandai bentuk terikat
yang menjadi objek bahasan”
25. Penambahan judul lagu, film, dan sinetron sebagai judul yang diapit dengan tanda
petik
26. Perubahan klausul “Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau angka yang
digunakan sebagai penanda pemerincian”
27. Penambahan klausul “Tanda garis miring dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau
kelompok kata sebagai koreksi atau pengurangan atas kesalahan atau kelebihan di
dalam naskah asli yang ditulis orang lain”
28. Penambahan dan pendetailan banyak unsur serapan bahasa Arab (berikut huruf
Arabnya), misalnya “i” huruf Arab

Pemakaian Huruf

1. Huruf Abjad
Abjad yang dipakai dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas 26 huruf berikut :

Huruf Nama Pengucapan


Kapital Nonkapital
A a a a
B b be bé
C c ce cé
D d de dé
E e e é
F f ef éf
G g ge gé
H h ha ha
I i i i
J j je jé
K k ka ka
L l el él
M m em ém
N n en én
O o o o
P p pe pé
Q q ki ki
R r er ér
S s es és
T t te té
U u u u
V v ve vé
W w we wé
X x eks éks
Y y ye yé
Z z zet zét

2. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, i, u, e dan o.

Huruf Vokal Pemakaian Dalam Kata


Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
a api padi lusa
e* enak petak sore
ember pendek -
emas kena tipe
i itu simpan murni
o oleh kota radio
u ulang bumi ibu
Keterangan :

*Untuk keperluan pelafalan kata yang benar, diakriktik berikut ini dapat digunakan jika
ejaan kata menimbulkan keraguan.

(1) Diakritik (é) dilafalkan [e].


Misalnya :
Anak-anak bermain di teras (téras).

Kedelai merupakan bahan pokok kecap (kécap).

(2) Diakritik (é) dilafalkan [Ɛ].


Misalnya :

Kami penonton film seri (séri).

Pertahanan militer (militér) Indonesia cukup kuat.


(3) Diakritik (é) dilafalkan [Ə].
Misalnya :

Pertandingan itu berakhir seri (séri).

Upacara itu dihadiri pejabat teras (téras) Bank Indonesia.


Kecap (kécap) dulu makanan itu.

3. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas 21 huruf, yaitu
b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.

Huruf Pemakaian dalam Kata


Konsonan Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir

b bahasa sebut adab


c cakap kaca -
d dua ada abad
f fakir kafan maaf
g guna tiga gudeg
h hari saham tuah
j jalan manja mikraj
k kami paksa politik
l lekas alas kesal
m maka kami diam
n nama anak daun
p pasang apa siap
q qariah iqra -
r raih bara putar
s sampai asli lemas
t tali mata rapat
v variasi lava molotov
w wanita hawa takraw
x xenon - -
y yakin payung -
z zeni lazim juz
Keterangan:

• Huruf q dan x khusus digunakan untuk nama diri dan keperluan ilmu. Huruf x pada posisi
awal kata diucapkan [s].

4. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat diftong yang dilambangkan dengan gabungan huruf
vokal ai, au, ei, dan oi.

Huruf Diftong Pemakaian dalam Kata


Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
ai aileron balairung pandai
au autodidak taufik harimau
ei eigendom geiser survei
oi - boikot amboi

5. Gabungan Huruf Konsonan


Gabungan huruf konsonan kh, ng, ny, dan sy masing-masing melambangkan satu bunyi
konsonan.

Gabungan Huruf Pemakaian dalam Kata


Konsonan Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
kh khusus akhir tarikh
ng ngilu bangun senang
ny nyatas banyak -
sy syarat musyawarah arasy

6. Huruf Kapital
a) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama awal kalimat. Misalnya:
Apa maksudnya?
Dia membaca buku.
Kita harus bekerja keras.
Pekerjaan itu akan selesai dalam satu jam.
b) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang, termasuk julukan.
Misalnya:
Amir Hamzah
Dewi Sartika
Halim Perdanakusumah
Wage Rudolf Supratman

Jenderal Kancil
Dewa Pedang

Alessandro Volta
André-Marie Ampère
Mujair
Rudolf Diesel

Catatan :

(1) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang merupakan
nama jenis atau satuan ukuran
Misalnya:
ikan mujair
mesin diesel
5 ampere
10 volt

(2) Huruf kapital tidak dipakai untuk menuliskan huruf pertama kata yang bermakna
'anak dari', seperti bin, binti, boru, dan van, atau huruf pertama kata tugas.
Misalnya:
Abdul Rahman bin Zaini
Siti Fatimah binti Salim
Indani boru Sitanggang
Charles Adriaan van Ophuijsen
Ayam Jantan dari Timur
Mutiara dari Selatan

c) Huruf kapital dipakai pada awal kalimat dalam petikan langsung. Misalnya :
Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"
Orang itu menasihati anaknya, "Berhati-hatilah, Nak!"
"Mereka berhasil meraih medali emas," katanya.
"Besok pagi," katanya, "mereka akan berangkat."

d) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata nama agama, kitab suci, dan
Tuhan, termasuk sebutan dan kata ganti untuk Tuhan. Misalnya :
Islam Alquran Allah
Kristen Alkitab Tuhan
Hindu Weda
Allah akan menunjukkan jalan kepada hamba-Nya.
Ya, Tuhan, bimbinglah hamba-Mu ke jalan yang Engkau beri rahmat.

e) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan,
keagamaan, atau akademik yang diikuti nama orang, termasuk gelar akademik yang
mengikuti nama orang. Misalnya :
Sultan Hasanuddin
Mahaputra Yamin
Haji Agus Salim

Imam Hambali
Nabi Ibrahim
Raden Ajeng Kartini

Doktor Mohammad Hatta


Agung Permana, Sarjana Hukum

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan,
keagamaan, profesi, serta nama jabatan dan kepangkatan yang dipakai sebagai sapaan.
Misalnya :
Selamat datang, Yang Mulia.
Semoga berbahagia, Sultan.
Terima kasih, Kiai.

Selamat pagi, Dokter.


Silakan duduk, Prof.
Mohon izin, Jenderal.

f) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau
nama tempat. Misalnya :
Wakil Presiden Adam Malik

Perdana Menteri Nehru

Profesor Supomo

Gubernur Papua Barat

g) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya :
bangsa Indonesia

suku Dani

bahasa Bali

Catatan :

Nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai sebagi bentuk dasar kata turunan
tidak ditulis dengan huruf awal kapital. Misalnya :

pengindonesiaan kata asing

keinggris-inggrisan

kejawa-jawaan
h) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama, tahun , bulan , hari dan hari besar atau
hari raya. Misalnya :
tahun Hijriah tarikh Masehi

bulan Agustus bulan Maulid

hari Jumat hari Galungan

hari Lebaran hari Natal

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama peristiwa sejarah. Misalnya :

Konferensi Asia Afrika

Perang Dunia II

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

i) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi. Misalnya :


Jakarta Asia Tenggara
Pulau Mangas Amerika Serikat
Bukit Barisan Jawa Barat
Dataran Tinggi Dieng Danau Toba
Gang Kelinci Kelurahan Rawamangun

Catatan :
• Huruf pertama nama geografi yang bukan nama diri tidak ditulis dengan huruf
kapital.
Misalnya :
berlayar ke teluk mandi di sungai
menyebrangi selat berenang di danau
• Huruf pertama nama diri geografis yang dipakai sebagai nama jenis tidak ditulis
dengan huruf kapital.
Misalnya :
jeruk bali (Citrus maxima)
nangka belanda (Anona muricata)
petai cina (Leucaena glauca)
Nama yang disertai nama geografi dan merupakan nama jenis dapat dikontraskan
atau disejajarkan dengan nama jenis lain dalam kelompoknya.
Misalnya :
Kita mengenal berbagai macam gula , seperti gula jawa , gula pasir , dan gula
anggur.
Contoh berikut bukan nama jenis.
Dia mengoleksi batik Cirebon, batik Pekalongan , batik Solo , dan batik Madura.
Murid-murid sekolah dasar itu menampilkan tarian Sumatra Selatan, tarian
Kalimantan Timur, dan tarian Sulawesi Selatan.

j) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata ( termasuk semua unsur bentuk
ulang sempurna ) dalam nama negara, lembaga, badan, organisasai atau dokumen,
kecuali kata tugas , seperti di,ke,dari,dan,yang, dan untuk. Misalnya :
Republik Indonesia
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

k) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata ( termasuk semua unsur kata
ulang sempurna) dalam judul buku, karangan , artikel , dan makalah. Kecuali kata tugas
seperti di,ke,dari,dan,yang dan untuk, yang tidak terletak pada posisi. Misalnya :
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.
l) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, atau
sapaan. Misalnya :
S.H. Sarjana Hukum

S.K. M. Sarjana Kesehatan Masyarakat

Hj. Hajjah

Dr. Doktor

Prof. Profesor

m) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan,
seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik dan paman, serta kata atau ungkapan lain yang
dipakai dalam penyapaan atau pengacuan. Misalnya :
“ Kapan Bapak berangkat?” tanya Hasan.
Dendi bertanya, “ Itu apa, Bu?”
“ Silahkan duduk, Dik!” kata orang itu.
Catatan :
• Istilah kekerabatan berikut bukan merupakan penyapaan atau pengacuan.
Misalnya :
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
• Huruf pertama nama diri geografis yang dipakai sebagai nama jenis tidak ditulis
dengan huruf kapital. Misalnya :
Sudahkah Anda tahu?
Siapa nama Anda ?

7. Huruf Miring
a) Huruf Miring dipakai untuk menuliskan judul buku, nama majalah, atau surat kabar yang
dikutip dalam tulisan, termasuk dalam daftar pustaka. Misalnya :
Saya sudah membaca buku Salah Asuhan karangan Abdul Moeis.

Majalah Poedjangga Baroe menggelorakan semangat kebangsaan.

b) Huruf Miring dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata,
atau kelompok kata dalam kalimat. Misalnya :
Huruf terakhir kata abad adalah d.

c) Huruf miring dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan dalam bahasa daerah atau
bahasa asing. Misalnya :
Upacara Peusijuek ( tepung tawar ) menarik perhatian wisatawan asing yang berkunjung
ke Aceh.

Nama ilimiah buah manggis ialah Carcinia mangostana.

Catatan :

1. Nama diri , seperti nama orang , lembaga , atau organisasi, dalam bahasa asing atau bahasa
daerah tidak ditulis dengan huruf miring.
2. Dalam naskah tulisan tangan atau mesin tik ( bukan komputer ), bagian yang akan dicetak
miring ditandi dengan garis bawah.
3. Kalimat atau teks berbahasa asing atau berbahasa daerah yang dikutip secara langsung
dalam teks berbahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring.

8. Huruf Tebal
a) Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring.
Misalnya :

Huruf dh, seperti pada kata Ramadhan, tidak terdapat dalam Ejaan Bahasa Indonesia .

Kata et dalam ungkapan ora et labora berarti 'dan'.

b) Huruf tebal dapat dipakai untuk menegaskan bagian-bagian karangan, seperti judul buku,
bab, atau subbab.
Misalnya :

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Kondisi kebahasaan di Indonesia yang diwarnai oleh satu bahasa standar dan ratusan bahasa
daerah—ditambah beberapa bahasa asing, terutama bahasa Inggris— membutuhkan
penanganan yang tepat dalam perencanaan bahasa. Agar lebih jelas, latar belakang dan
masalah akan diuraikan secara terpisah seperti tampak pada paparan berikut.

1.1.1 Latar Belakang

Masyarakat Indonesia yang heterogen menyebabkan munculnya sikap yang beragam


terhadap penggunaan bahasa yang ada di Indonesia, yaitu (1) sangat bangga terhadap bahasa
asing, (2) sangat bangga terhadap bahasa daerah, dan (3) sangat bangga terhadap bahasa
Indonesia.

1.1.2 Masalah

Penelitian ini hanya membatasi masalah pada sikap bahasa masyarakat Kalimantan terhadap
ketiga bahasa yang ada di Indonesia. Sikap masyarakat tersebut akan digunakan sebagai
formulasi kebijakan perencanaan bahasa yang diambil.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengukur sikap bahasa masyarakat
Kalimantan, khususnya yang tinggal di kota besar terhadap bahasa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai