Anda di halaman 1dari 3

Muhammad Zulhaq Nur

60100118031
Arsitektur 4 B

DIMENSI SOSIAL PERENCANAAN KOTA


Risma Handayani, S. IP., M. Si

BAB IV
MASALAH SOSIAL PERKOTAAN

Bab 4 membahas tentang masalah social yang banyak ditemui di daerah perkotaan.
Diawali dengan membahas konsep masalah social dan beberapa perspektif mengenai masalah
social, serta pendekatan yang dapat diintegrasikan dengan perencanaan kota dalam
menangani masalah social perkotaan.

Masalah social merupakan suatu fenomena yang memiliki banyak dimensi. Masalah
social sering kali ditafsirkan sebagai suatu kondisi yang tidak diinginkan oleh sebagian besar
warga masyarakat, hal ini disebabkan karena gejala tersebut merupakan kondisi yang tidak
sesuai dengan harapan, atau tidak sesuai dengan nilai, norma dan standarsosial yang berlaku.

Salah satu penyebab utama timbulnya masalah social adalah pemeuhan akan
kebutuhan hidup, artinya jika seorang anggota masyarakat gagal memenuhi kebutuhan
hidupnya maka ia akan cenderung melakukan tindak kejahatan dan kekerasan.

BAB V
MULTIKULTURISME DALAM KEBIJAKAN PERMUKIMAN KOTA

Bab 5 membahas mengenai multikulturisme dan kebijakan permukiman. Pada bagian


ini secara khusus mengkaji tentang kebijakan permukiman dalam kaitannya dengan
multikulturisme masyarakat perkotaan, baik secara konseptual maupun konflik masyarakat
yang mungkin timbul akibat multicultural masyarakat kota, dan pertumbuhan permukiman
kota.

Difokuskan mengenai permasalahan peemukiman didaerah perkotaan dengan latar


belakang keanekaragaman masyarakat yang menghuninya. Multikural yang dimiliki
Indonesia dianggap factor utama terjadinya konflik. Konflik berbau sara yaitu suku, agama,
ras dan antargolongan yang terjadi di aceh, ambon, papua, kupang, Maluku, dan berbagai
daerah lainnya adalah realitas yang dapat mengancam integrasi bangsa disatu sisi dan
membutuhkan solusi konkret dalam penyelesaiannya di sisi lain. Hingga muncullah konsep
multikulturisme. Multikulturisme dijadikan sebagai acuan utama terbentuknya masyarakat
multikulturalyang damai.
KOTA UNTUK SEMUA
Parmonangan Manurung

BAB IV
CITRA VISUAL KOTA

Bab ini akan membahas beberapa kondisi visual yang tercipta dan bagaimana elemen
elemen visual tersebut memengaruhi citra kota secara keseluruhan. Selain itu akan dibahas
pula mengenai bagaimana elemen elemen kota seperti bangunan, baik bangunan baru maupun
bangunan lama, jembatan, signage, dan lainnya dapat memberikan kesan visual yang
menimbulkan persepsi bagi orang yang melihatnya.

Dalam membentuk citra kota yang baik, komponen atau elemen elemen didalamnya
harus ditata dan dirancang dengan baik pula agar mampu memberikan persepsi yang baik.
Agar menciptakan citra visual yang baik, maka komponen atau elemen elemen kota harus
mampu dibaca dengan baik pula ; disinilah peran penataan kota yang komperhensif
dibutuhkan.

Penataan kota secara komprehensif akan membuat berbagai elemen visual dan fisik
kota dapat saling mendukung dan tidak tumpang tindih sehingga menimbulkan kekacauan
visual.

BAB V
MENUJU KOTA YANG BERKELANJUTAN

Pembangunan yang tidak berkelanjutan mengakibatkan kurangnya area resapan air,


hilangnya ruang terbuka hijau ( RTH ), dan lain-lain. Sementara itu, perilaku masyarakat
dalam membuang sampah sembarangan serta permukiman liar ditepian sungai berdampak
pendangkalan dasar sungai. Pada akhirnya, kondisi ini berdampak pada munculnya banjir
tahunan seiring dengan datangnya musim hujan.

Dalam kondisi ini, kota berkelanjutan yang ramah lingkungan menjadi suatu
pendekatan yang harus dilakukan. Kota atau lingkungan binaan sudah seharusnya merespon
dan mengapresiasi alam tempat mereka bereda. Respon atau apresiasi ini dapat diwujudkan
dalam bentuk pendekatan desain yang menghargai alam dan lingkungan serta penggunaan
energy terbarukan. Pada akhirnya, pendekatan ini akan membawa hubungan yang selaras dan
harmonis antara lingkungan binaan dan alam sebagai konteksnya.
KOTA KOTA INDONESIA : BUNGA RAMPAI
Peter J.M.Nas

BAB III
SEMARANG
APAKAH H.F. TILLEMA SEORANG SUTRADARA PERUBAHAN KOTA?

OLEH : Peter J.M. Nas dan Kirsten Theuns

Pada akhir masa colonial aparat-aparat pemerintah eselon atas, baik pribumi maupun
orang barat memiliki pengaruh sangat besar. Namun, ada juga penduduk yang juga
menghasilkan gagasan – gagasan yang menonjol tentang perbaikan kota. Selain perencana
kota terkenal Thomas karsten dan arsitek kondang gedung gedung ITB Henri Maclaine Pont,
yang keduanya bisa dinggap sebagai sutradara perubahan kota pada periode colonial ini,
Hendrik Freerk Tillema juga berhak mendapat perhatian ilmiah dalam konteks ini.

Hasil karya Tillema mengenai hygiene dan keadaan daerah kumuh harus
dipertimbangkan dalam konteks wacana public ini, yang tidak hanya terbatas disemarang dan
hindia belanda tetapi juga dilontarkan di London dan dikota kota lain di eropa. Meskipun
Tillema seorang amatir dengan pendekatan polemiknya yang kental.

Tillema lahir pada tanggal 5 juli 1870, lulus sebagai seorang apoteker di negeri
belanda pada tahun 1984. Setelah dua tahun bekerja di bolsward, di pergi ke semarang di
hindia belanda tempat dia mulai bekerja di samarangsche apotheek.

BAB IV
KOTA YANG BERJIWA
SIMBOLIK PERKOTAAN DI INDONESIA

OLEH : Peter J.M. Nas

Sesungguhnya simbol-simbol dan ritual perkotaan berhubungan erat dengan identitas


dan hubungan kekuasaaan. Berbagai symbol dan acara ritual perkotaan ini secara terus
menerus memerlukan banyak kreativitas, tenaga dan uang serta seringkali menjadi tema
konflik atau bahkan sebaiknya menjadi peredam berbagai perselisihan antar kelompok. Pada
kenyataannya ekologi perkotaan simbolis berperan dalam berbagai proses konstitusional
terpenting dari kehidupan masyarakat perkotaan seperti yang akan terlihat dari analisa
terhadap kota kota Jakarta, Denpasar, dan Lasem.

Anda mungkin juga menyukai