Anda di halaman 1dari 8

JURNAL REKAYASA PROSES

Research article / Vol. 12, No. 2, 2018, hlm. 19-26

Journal homepage: http://journal.ugm.ac.id/jrekpros

Studi Kinetika Proses Atmospheric Pressure Acid Leaching Bijih


Laterit Limonit Menggunakan Larutan Asam Nitrat Konsentrasi
Rendah
Kevin Cleary Wanta 1,*, Felisha Hapsari Tanujaya1, Ratna Frida Susanti1, Himawan Tri Bayu Murti
Petrus2, Indra Perdana2, dan Widi Astuti3
1
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Katolik Parahyangan
Jl Ciumbuleuit No. 94, Bandung, 40141
2
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
Jl Grafika No. 2 Kampus UGM, Yogyakarta, 55281
3
Balai Penelitian Teknologi Mineral, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Jl. Ir. Sutami Km. 15, Tanjung Bintang, Lampung Selatan, 35361
*Alamat korespondensi: kcwanta@unpar.ac.id

(Submisi 20 Mei 2018 ; Revisi 25 Oktober 2018 ; Penerimaan 28 Oktober 2018)

ABSTRACT
Kinetics study of atmospheric pressure acid leaching (APAL) process is indispensable for extractor
design in an industrial scale. So far, the kinetic model used for this process is the shrinking core
model. In this study, the shrinking core model was evaluated against experimental data for laterite
leaching process using a solution of low concentration nitric acid (0.1 M). Variations in temperature
and particle size were carried out at 303–358 K and <75–250 microns. Other operating conditions,
such as pulp density, stirring speed, and time were kept at 20% w/v, 200 rpm, and 120 minutes,
respectively. The model evaluation results showed that the shrinking core model was not suitable for
this process because the process controlling stage is not just one stage only.

Keywords: kinetics; laterite; leaching; shrinking core.

ABSTRAK
Studi terkait kinetika proses atmospheric pressure acid leaching (APAL) sangat diperlukan untuk
proses perancangan ekstraktor dalam skala industri. Selama ini, model kinetika yang digunakan untuk
proses tersebut adalah model shrinking core. Dalam studi ini, model shrinking core dievaluasi
terhadap data percobaan proses leaching bijih laterit dengan menggunakan larutan asam nitrat
konsentrasi rendah, 0,1 M. Variasi suhu dan ukuran partikel dilakukan pada 303–358 K dan <75–250
mikron. Kondisi operasi lainnya, seperti densitas pulp, kecepatan pengadukan, dan lama proses dijaga
tetap pada 20%b/v, 200 rpm, dan 120 menit, secara berurutan. Hasil evaluasi model menunjukkan
bahwa model shrinking core tidak cocok untuk proses ini karena tahapan pengendali proses tidak
hanya satu tahapan saja.

Kata kunci: kinetika; laterit; leaching; shrinking core

DOI: 10.22146/jrekpros.35644
Copyright © 2018 THE AUTHOR(S). This article is distributed under a e-ISSN 2549-1490 p-ISSN 1978-287X
Creartive Commons Distribution-ShareAlike 4.0 International license.
20 Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 2, 2018, hlm. 19-26

1. Pendahuluan model shrinking core cocok untuk proses


leaching ion logam (ekstraksi padat–cair) karena
Dewasa ini, kebutuhan logam di dunia
proses ini merupakan proses heterogen yang
meningkat sebagai akibat dari berkembangnya
memiliki 3 tahapan utama, yaitu difusi eksternal
industri kimia dan manufaktur yang sangat pesat.
(pada lapisan film), difusi internal (pada lapisan
Salah satu unsur logam yang banyak digunakan
abu–padatan), dan tahap reaksi kimia (Astuti,
pada industri tersebut adalah nikel. Aplikasi
dkk., 2015).
penggunaan unsur logam nikel ini sangat luas,
Akan tetapi, Wanta, dkk. (2016) menunjukkan
terutama dalam industri stainless atau alloy steel
hal yang berbeda. Dalam studinya menunjukkan
dan industri pelapisan logam (Kuck, 2011;
ketidakcocokan penggunaan model shrinking
Tundermann, dkk., 2013). Pemenuhan kebutuhan
core dalam proses leaching dengan menggunakan
unsur logam ini dapat diperoleh dengan
asam sitrat. Salah satu alasan ketidakcocokan ini
memanfaatkan bijih laterit yang secara khusus
adalah penggunaan asumsi satu tahap yang
banyak ditemukan di negara–negara tropis seperti
mengontrol proses ekstraksi pada setiap
Indonesia.
penyusunan persamaan matematika-nya. Selain
Proses pengolahan bijih laterit dapat
itu, “keraguan” validitas model ini terhadap
dilakukan dengan menggunakan metode
proses leaching (metode hidrometalurgi) juga
hidrometalurgi, seperti proses Caron, proses high
diungkapkan oleh Liddell (2005). Oleh karena
pressure acid leaching (HPAL), dan proses
itu, studi kali ini difokuskan pada studi kinetika
atmospheric pressure acid leaching (APAL)
proses APAL bijih laterit dengan menggunakan
(Kyle, 2010). Penggunaan metode hidrometalurgi
jenis asam lain, yaitu asam nitrat pada
ini memiliki keunggulan, yaitu menghasilkan
konsentrasi rendah. Evaluasi validitas model
produk utama yang jauh lebih murni
shrinking core terhadap data percobaan dilakukan
dibandingkan dengan penggunaan metode
hingga diperoleh parameter yang sesuai sehingga
pirometalurgi. Dari ketiga contoh proses dari
dapat diaplikasikan saat tahap perancangan
metode hidrometalurgi tersebut, proses APAL
ekstraktor.
merupakan proses yang dipandang lebih
ekonomis untuk diaplikasikan dalam skala
industri dibandingkan kedua proses lainnya. Hal 2. Bahan, Alat dan Metode Penelitian
ini disebabkan oleh penggunaan tekanan Bijih laterit limonit yang digunakan pada studi
atmosferis dalam prosesnya sehingga kebutuhan ini berasal dari wilayah pertambangan di
energi dan biaya operasional proses ini rendah Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Sampel bijih ini
(McDonald dan Whittington, 2008; Habbache, dianalisis terlebih dahulu karakteristiknya dengan
dkk., 2009). menggunakan alat X–ray diffraction (XRD) dan
Untuk dapat diaplikasikan dalam skala komposisi yang terkandung dalam sampel dengan
industri, studi kinetika proses APAL ini harus menggunakan alat X–ray fluorescence (XRF).
dilakukan sebab dengan mempelajari kinetika Hasil analisis XRD dan XRF tersaji pada bab
proses tersebut, parameter–parameter Hasil dan Pembahasan. Asam nitrat 65%v/v
perancangan ekstraktor akan diperoleh dan (Merck) digunakan sebagai pelarut, kemudian
informasi tersebut sangat penting untuk tahap diencerkan sampai diperoleh larutan asam nitrat
perancangan (Wanta, dkk. 2016). Selama ini, 0,1 M.
hampir seluruh studi kinetika terkait pengolahan Secara umum, proses ekstraksi ini dilakukan
mineral dengan metode hidrometalurgi dengan mengikuti prosedur kerja dalam studi
menggunakan model shrinking core yang yang telah dilakukan oleh Wanta, dkk. (2017).
dikenalkan oleh Yagii dan Kuni (1955) dan dapat Proses dilakukan pada sebuah rangkaian alat
dilihat pada buku Chemical Reaction yang terdiri dari labu leher tiga, kondensor,
Engineering (Levenspiel, 1995). Sebagian besar termometer, waterbath dan termostat, serta
penelitian sebelumnya, menganggap bahwa pengaduk (seperti pada Gambar 1).
Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 2, 2018, hlm. 19-26 21

3. Hasil dan Pembahasan


3.1. Analisis Sampel Bijih Laterit
Karakteristik sampel bijih laterit berjenis
Keterangan:
1. Motor pengaduk limonit yang digunakan dalam studi ini dianalisis
2. Pengaduk dengan menggunakan X–ray diffraction (XRD).
3. Temometer
4. Labu leher tiga Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui
5. Waterbath fase kristal yang terkandung di dalamnya. Hasil
6. Pendingin balik
7. Pengatur suhu analisis XRD disajikan pada Gambar 2.
8. Tombol on/off Gambar 2 menunjukkan bahwa sampel bijih
 Aliran air pendingin
laterit ini didominasi oleh mineral dalam fase
kristal hematite (Fe2O3), goethite (FeOOH),
Gambar 1. Rangkaian alat percobaan (Wanta, dkk., quartz (SiO2), dan talc (Mg3Si4O10). Unsur nikel
2017)
(Ni) pada sampel bijih laterit terdapat dalam
bentuk spinel, lindackerit, phlogopite, dan
Parameter suhu divariasikan pada 303, 333,
sederholmite tampak pada Gambar 2
dan 358 K. Sedangkan ukuran partikel sampel
menunjukkan puncak yang rendah. Hal ini
divariasikan pada <75, 125–150, 210–250
menandakan bahwa kandungan unsur nikel tidak
mikron. Kondisi operasi lainnya, seperti densitas
lebih banyak dibandingkan dengan unsur besi
pulp, kecepatan pengadukan, dan waktu proses
(Fe) dan silikon (Si).
dijaga tetap pada 20%b/v, 200 rpm, dan 120
Pengujian sampel dengan menggunakan alat
menit, secara berurutan.
X–ray fluoroscence (XRF) juga dilakukan untuk
Setelah proses berjalan, larutan sampel
mengetahui unsur–unsur logam yang terkandung
diambil secara bertahap pada menit ke–5, 10, 15,
di dalam bijih laterit ini secara kuantitatif. Hasil
30, 60, dan 120 menit. Sampel yang diambil
analisis XRF tersebut disajikan pada Tabel 1.
tersebut disentrifugasi, lalu supernatan yang
Hasil pengujian XRF pada Tabel 1 semakin
terbentuk dianalisis kadar nikelnya dengan
mendukung hasil pengujian XRD. Sampel bijih
menggunakan alat Atomic Absorption
laterit yang digunakan dalam studi ini didominasi
Spectroscopy (AAS). Model kinetika shrinking
oleh unsur besi (Fe) dan silikon (Si) sebesar
core akan dievaluasi validitas-nya terhadap hasil
79,80 dan 6,31%b, secara berurutan. Unsur nikel
analisis tersebut.
yang terkandung dalam sampel sebesar 2,27%b.

Gambar 2. Hasil analisis XRD sampel bijih laterit


22 Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 2, 2018, hlm. 19-26

Tabel 1. Kandungan unsur–unsur logam bijih laterit 1.0

Persentase Recovery Nikel (%)


Pomalaa 0.9
Unsur Komposisi, %b 0.8
0.7 303 K
Fe 79,80 0.6 333 K
Si 6,31 0.5
Al 5,04 358 K
0.4
Ni 2,93 0.3
Cr 2,84 0.2
0.1
Mn 1,23
0.0
Mg 0,94 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100110120
Co 0,13 Waktu leaching (menit)
Ti 0,11
Gambar 3. Pengaruh suhu terhadap nilai recovery nikel
Zn 0,07
V 0,04
3.3. Pengaruh Variasi Ukuran Partikel
3.2. Pengaruh Variasi Suhu terhadap Proses terhadap Proses Leaching Bijih Laterit
Leaching Bijih Laterit Selain parameter suhu, tahapan difusi dalam
Suhu merupakan salah satu parameter yang proses leaching bijih laterit juga dipengaruhi oleh
penting dalam proses leaching karena suhu ukuran partikel. Variasi ukuran partikel sampel
mempengaruhi laju kinetika dari proses ini, baik yang dipelajari dalam studi ini adalah <75, 125–
laju difusi dan laju reaksi yang terjadi. Pada studi 150, 210–250 mikron pada suhu 358 K. Hasil
ini, parameter suhu divariasikan pada 303, 333, eksperimen yang diperoleh tersaji pada Gambar
dan 358 K dengan ukuran partikel sebesar –200 4.
1.2
mesh dan hasil eksperimen disajikan pada
Persentase Recovery Nikel (%)

Gambar 3. 1.0

Gambar 3 menunjukkan bahwa 0.8


kecenderungan data yang diperoleh, yaitu
0.6
semakin tinggi suhu yang digunakan, semakin -60+70 mesh
banyak nikel yang dapat terambil dari bijih 0.4
-100+120 mesh
laterit. Hal ini dapat terjadi karena peningkatan 0.2 -200 mesh
suhu operasi menyebabkan energi kinetik
0.0
antarmolekul akan semakin tinggi sehingga 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
frekuensi tumbukan antarmolekul akan semakin Waktu leaching (menit)

meningkat. Peningkatan frekuensi tumbukan ini Gambar 4. Pengaruh ukuran partikel terhadap nilai
menyebabkan reaksi pembentukan produk nikel recovery nikel

nitrat juga akan semakin besar. Persamaan reaksi


pembentukan nikel nitrat mengikuti Persamaan 1 Secara teoritis, peningkatan nilai recovery
(Fathoni dan Mubarok, 2015; Astuti, dkk., 2016): nikel akan terjadi apabila ukuran partikel
semakin kecil. Hal ini disebabkan ukuran partikel
NiO(s) + 2HNO3(aq)  Ni(NO3)2(aq) + H2O(l) (1) yang kecil akan memiliki luas kontak reaksi yang
lebih banyak dan jalur tahapan difusi internal
Peningkatan frekuensi tumbukan ini juga juga akan semakin kecil. Hasil eksperimen pada
dapat dilakukan dengan memperpanjang lama Gambar 4 memberikan hasil yang serupa dengan
proses leaching. Hal ini dapat dilihat pada teori. Akan tetapi, kenaikan nilai persentase
Gambar 3, semakin lama waktu proses maka recovery nikel tersebut sangat tidak signifikan,
semakin tinggi pula nilai recovery nikel yang bahkan fenomena yang diperoleh tersebut dapat
diperoleh. dianggap tidak memberikan pengaruh apapun.
Selain itu, Gambar 4 memiliki hasil yang
serupa dengan Gambar 3 yaitu persentase nilai
recovery nikel yang diperoleh tergolong rendah.
Hal ini disebabkan oleh penggunaan larutan asam
Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 2, 2018, hlm. 19-26 23

nitrat yang rendah, yaitu sebesar 0,1 M. simulasi terhadap hasil percobaan variasi suhu
Penggunaan konsentrasi yang rendah ini akan yang diperoleh tersaji pada Gambar 5.
berhubungan dengan kebutuhan asam dalam Gambar 5 menunjukkan bagaimana hasil
reaksi kimia. Persamaan 1 menunjukkan bahwa simulasi model terhadap data percobaan dan
untuk bereaksi dengan senyawa NiO secara berdasarkan nilai koefisien korelasi (R2) yang
stokiometri, jumlah asam nitrat yang dibutuhkan diperoleh. Hasil simulasi menunjukkan nilai R2
sebanyak 2 kali dari jumlah senyawa NiO yang baik, yaitu mendekati 1. Akan tetapi,
tersebut. Hal ini berbeda dengan proses leaching apabila dilihat dan dicocokkan terhadap
bijih laterit dengan menggunakan asam sulfat Persamaan 3 sampai 5, terdapat kekeliruan yang
yang biasanya digunakan dengan reaksi kimia ada pada proses simulasi ini. Persamaan 3 sampai
yang terjadi seperti pada Persamaan 2 (Astuti, 5 merupakan persamaan linier tanpa intercept (y
dkk, 2016): = mx) sedangkan persamaan yang terbentuk dari
proses simulasi adalah persamaan linier dengan
NiO(s) + H2SO4(aq)  NiSO4(aq) + H2O(l) (2)
intercept (y = mx+c). Hal ini tidak mungkin
Persamaan 2 menunjukkan bahwa pada saat terjadi karena apabila digunakan persamaan y =
konsentrasi larutan asam sulfat yang sama mx+c, maka nilai recovery nikel hasil simulasi
dengan konsentrasi larutan asam nitrat, pada saat t = 0 menit tidak sama dengan nol.
persentase recovery nikel yang diperoleh akan Gambar 6 menunjukkan bahwa data model yang
banyak sebab kebutuhan asam untuk bereaksi menggunakan persamaan y = mx+c kurang tepat
dengan senyawa NiO lebih sedikit. Studi lain untuk menggambarkan fenomena fisis proses
yang dilakukan oleh Astuti, dkk. (2016), Fathoni leaching yang terjadi. Kekeliruan penggunaan
dan Mubarok (2015), dan Ayanda, dkk. (2011) model shrinking core ini banyak dilakukan oleh
menunjukkan bahwa apabila nilai recovery nikel beberapa studi terkait kinetika proses leaching
yang diinginkan cukup tinggi, maka penggunaan mineral, khususnya nikel laterit. Sebagai contoh,
konsentrasi asam nitrat harus lebih dari 0,1 M dalam studi yang telah dilakukan oleh
dan bahkan dapat mencapai 8 M. Akan tetapi Thubakgale, dkk., 2012 yaitu penentuan tahapan
pada studi ini, pemilihan konsentrasi asam 0,1 M pengendali dari proses leaching dilakukan
dilakukan karena fokus studi ini adalah melihat dengan menggunakan persamaan y = mx+c.
validitas penggunaan model shrinking core Gambar 7 dan 8 menunjukkan bagaimana
terhadap data eksperimen yang diperoleh. hasil simulasi yang terjadi apabila intercept
persamaan dibuat nol. Hasil simulasi
3.4. Studi Kinetika menyimpulkan bahwa ketidakcocokan model
Studi kinetika yang dilakukan dalam studi ini shrinking core terhadap proses leaching terjadi.
mengikuti model shrinking core yaitu terdapat Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi
tiga persamaan yang terbentuk, yaitu (Levenspiel, (R2) yang semakin jauh dari nilai ideal, yaitu 1.
1995; Wanta, dkk., 2017): Hasil ini semakin menguatkan studi kami lainnya
yaitu model shrinking core juga tidak cocok
Difusi eksternal mengontrol: kf. t = x (3) digunakan dalam proses leaching nikel laterit
Difusi internal mengontrol: dengan menggunakan asam sitrat (asam organik)
kd. t = 1 – 3(1 – x)0,67 + 2 (1 – x) (4) sebagai pelarutnya. Ketidakcocokan model ini
Reaksi kimia mengontrol: dapat disebabkan oleh asumsi yang digunakan
kr. t = 1 – (1 – x)0,33 (5) yaitu dalam penyusunan persamaan matematika,
tahapan pengontrol proses leaching hanya satu
dengan x merupakan nilai recovery nikel, t tahapan saja. Padahal proses leaching ini
merupakan lama proses, kf, kd, dan kr merupakan merupakan proses heterogen, yang melibatkan
konstanta laju proses leaching. Dengan tiga tahapan utama, yaitu difusi eksternal, difusi
menggunakan Persamaan 3 sampai 5, hasil internal, dan reaksi kimia (Wanta, dkk., 2016).
24 Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 2, 2018, hlm. 19-26

0.012 0.000035
y = 1.654E-07x + 9.851E-06
y = 3.325E-05x + 5.550E-03 0.000030 R² = 9.536E-01
0.010
R² = 9.335E-01
0.000025
0.008

1-3(1-X)0.67+2(1-X)
0.000020
y = 7.411E-08x + 6.146E-06
X

0.006 R² = 7.891E-01
y = 2.105E-05x + 4.287E-03 0.000015
R² = 7.446E-01
0.004
0.000010
y = 1.223E-08x + 1.702E-06
0.002 y = 6.933E-06x + 2.268E-03 0.000005 R² = 9.023E-01
R² = 8.897E-01

0.000 0.000000
0 20 40 60 80 100 120 0 20 40 60 80 100 120
Waktu leaching (menit) Waktu leaching (menit)

(a) (b)
0.004
y = 1.114E-05x + 1.853E-03
0.003 R² = 9.336E-01

0.003
1-(1-X)0.33

0.002
y = 7.043E-06x + 1.431E-03
R² = 7.448E-01
0.002

0.001
y = 2.315E-06x + 7.566E-04
0.001 R² = 8.897E-01

0.000
0 20 40 60 80 100 120
Waktu leaching (menit)

(c)
Gambar 5. Hasil simulasi model shrinking core (y = mx +c) di mana (a) difusi eksternal yang mengontrol, (b) difusi
internal yang mengontrol, (c) reaksi kimia yang mengontrol

0.012 Apabila diamati hasil eksperimen yang


Fraksi Recovery Nikel (X)

0.010
diperoleh dalam studi ini, tahapan pengendali
proses leaching tidak hanya tergantung pada satu
0.008
tahapan saja, melainkan terdapat tahapan reaksi
0.006
kimia dan tahapan difusi yang mempengaruhi
0.004 proses. Hal ini dapat dilihat pada menit–menit
Data penelitian
0.002 Data simulasi SCM awal yaitu terdapat kenaikan data yang cukup
0.000
cepat kemudian diikuti dengan kenaikan nilai
0 20 40 60 80 100 120 recovery nikel yang melambat. Dengan demikian,
Waktu leaching (menit)
terdapat kemungkinan untuk menyusun model
Gambar 6. Perbandingan fraksi recovery data kinetika baru dengan seluruh tahapan yang
penelitian dengan model shrinking core mempengaruhi proses leaching, seperti difusi
dengan intercept (y = mx + c)
eksternal, difusi internal, dan reaksi kimia perlu
dipertimbangkan.
Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 2, 2018, hlm. 19-26 25

0.000040
0.014
0.000035 y = 2.883E-07x
0.012 y = 1.024E-04x R² = 4.019E-01
R² = -7.964E-01 0.000030

1-3(1-X)0.67+2(1-X)
0.010
0.000025
y = 1.507E-07x
0.008 R² = 7.607E-02
0.000020
X

0.006 y = 7.450E-05x 0.000015


R² = -1.006E+00
0.004 0.000010 y = 3.345E-08x
R² = -5.520E-01
0.002 y = 3.521E-05x 0.000005
R² = -1.557E+00
0.000000
0.000
0 20 40 60 80 100 120
0 20 40 60 80 100 120
Waktu leaching (menit) Waktu leaching (menit)

(a) (b)
0.0045

0.0040 y = 3.425E-05x
R² = -7.923E-01
0.0035

0.0030
1-(1-X)0.33

0.0025

0.0020 y = 2.488E-05x
R² = -1.003E+00
0.0015

0.0010
y = 1.175E-05x
0.0005 R² = -1.556E+00

0.0000
0 20 40 60 80 100 120
Waktu leaching (menit)

(c)
Gambar 7. Hasil simulasi model shrinking core (y = mx) di mana (a) difusi eksternal yang mengontrol, (b) difusi
internal yang mengontrol, (c) reaksi kimia yang mengontrol

0.012 perolehan nikel. Namun, kedua parameter


0.010 tersebut sama–sama mempengaruhi kinetika
Fraksi Recovery Nikel

0.008
proses yang terjadi. Hasil simulasi terhadap
model shrinking core menunjukkan
0.006
ketidakcocokan terhadap data percobaan (dengan
0.004
Data Percobaan persamaan linier tanpa intercept).
0.002 Ketidakcocokan ini dapat terjadi sebagai akibat
Data Simulasi SCM dengan Intercept
0,0 dari penggunaan asumsi yaitu hanya satu tahapan
0.000
0 20 40 60 80 100 120
yang mengendalikan proses leaching. Hal ini
Waktu (menit)
Gambar 8. Perbandingan fraksi recovery data
menandakan bahwa diperlukan penyusunan
penelitian dengan model shrinking core model matematika baru yang melibatkan seluruh
tanpa intercept (y = mx) tahapan yang mengendalikan proses leaching,
yaitu tahapan difusi dan tahapan reaksi kimia.

4. Kesimpulan Ucapan Terima Kasih


Proses leaching bijih laterit dipengaruhi oleh Penulis mengucapkan terima kasih kepada
faktor suhu secara signifikan yaitu semakin tinggi Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
suhu maka semakin tinggi pula perolehan nikel. Masyarakat, Universitas Katolik Parahyangan
Akan tetapi, perubahan ukuran partikel kurang (LPPM UNPAR) yang telah membantu penulis
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap dalam hal finansial dan Lembaga Ilmu
26 Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 2, 2018, hlm. 19-26

Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang telah McDonald, R.G., Whittington, B.I., 2008,
membantu penulis sebagai penyedia bahan baku Atmospheric acid leaching of nickel laterites
penelitian. review Part I. Sulphuric acid technologies,
Hydrometallurgy, 91, 35–55.
Daftar Pustaka Thubakgale Thubakgale, C.K., Mbaya, R.K.K.,
Kabongo, K., 2012, Leaching Behaviour of a
Astuti, W., Hirajima, T., Sasaki, K., Okibe, N.,
low–grade South African nickel laterite,
2015, Kinetics of nickel extraction from
International Journal of Chemical, Molecular,
Indonesian saprolitic ore by citric acid
Nuclear, Materials and Metallurgical
leaching under atmospheric pressure, Miner.
Engineering, 6(8), 228–232.
Metall. Process., 32(3), 176–185.
Tundermann, J.H., Tien, J.K., Howson, T.E.,
Astuti, W., Hirajima, T., Sasaki, K., Okibe, N.,
2013, Nickel and Nickel Alloys, Kirk –
2016, Comparison of effectiveness of citric
Othmer Encyclopedia of Chemical
acid and other acids in leaching of low–grade
Technology, John Wiley & Sons, New York,
Indonesian saprolitic ores, Miner. Eng., 85, 1–
USA
16.
Wanta, K.C., Perdana, I., Petrus, H.T.B.M., 2016,
Ayanda, O.S., Adekola, F.A., Baba, A.A., Fatoki,
Evaluation of shrinking core model in
O.S., dan Ximba, B.J., 2011, Comparative
leaching process of Pomalaa nickel laterite
study of the kinetics of dissolution of laterite
using citric acid as leachant at atmospheric
in some acidic media, J. Miner. Mater.
conditions, IOP Conf. Ser.: Mater. Sci. Eng.,
Charact. Eng., 10(15), 1457 – 1472.
162, 012018.
Fathoni M.W. dan Mubarok, M.Z., 2015, Studi
Wanta, K.C., Petrus, H.T.B.M, Perdana, I., dan
perilaku pelindian bijih besi nikel limonit dari
Astuti, W., 2017, Uji validitas model
Pulau Halmahera dalam larutan asam nitrat,
shrinking core terhadap pengaruh konsentrasi
Majalah Metalurgi, 3, 115–124.
asam sitrat dalam proses leaching nikel laterit,
Habbache, N., Alane, N., Djerad, S., Tifouti, L.,
J. Rek. Pros., 11(1), 30–35.
2009, Leaching of copper oxide with different
acid solutions, Chem. Eng. J., 152, 503–508.
Kuck, P.H., 2011, Nickel, Mineral Commodity
Summaries 2011: U.S. Geological Survey,
108–109.
Kyle, J., 2010, Nickel laterite processing
technologies–where to next?, ALTA 2010
Nickel/Cobalt/Copper Conference, Perth, 24–
27 Mei 2010.
Levenspiel, O., 1995, Chemical Reaction
Engineering, 2nd edition, John Wiley & Sons,
Inc, New York, USA
Liddell, K.C., 2005, Shrinking core models in
hydrometallurgy: What students are not being
told about the pseudo–steady approximation,
Hydrometallurgy, 79, 62–68.

Anda mungkin juga menyukai