Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Konsep Pencegahan Kegawatdaruratan Head Injury


Dosen Pengampu : Sutarman S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :
S16C
Kelompok 2

PROGRAM STUDI PROFESI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KKESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Cedera Kepala
B. Klasifikasi Cedera Kepala
C. Etiologi Cedera Kepala
D. Patofisiologi Cedera Kepala
E. Manifestasi Klinis Cedera Kepala
F. Pemeriksaan penunjang Cedera Kepala
G. Penatalaksanaan Cedera Kepala
H. Komplikasi Cedera Kepala
I. Pencegahan Cedera Kepala
BAB III Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecatatan utama pada kelompok produktif dan sebagian besar terjadi
akibat kecelakaan lalu lintas. Diperkirakan 100.000 orang meninggal
setiap tahunnya dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat
yang memerlukan perawatn di rumah sakit, dua pertiga berusia di
bawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan
jumlah wanita, lebih dari setengah pasien cedera kepala mempunyai
signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainnya.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian
pada pengguna kendaraan bermotor karena tingginya tingkat
mobilitas dan kurangnya kesadaran untuk menjaga keselamatan di
jalan raya. Di samping penerangan di lokasi kejadian dan selama
transportasi ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang
gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis
selanjutnya.Lebih dari 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala
dan kecelakaan kendaraan bermotor. Setiap tahun, lebih dari 2 juta
orang mengalami cedera kepala, 75.000 diantaranya meninggal dunia
dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami
disabilitas.
Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas,
disamping kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari
ketinggian maupun akibat kekerasan.Trauma kepala didefinisikan
sebagai trauma non degeneratif-non konginetal yang terjadi akibat
ruda paksa mekanis eksteral yang menyebabkan kepala mengalami
gangguan kognitif, fisik dan psikososial baik sementara atau
permanen. Trauma kepala dapat menyebabkan kematian/ kelumpuhan
pada usia dini.
 Menurut penelitian nasional Amerika, di bagian kegawatdaruratan
menunjukkan bahwa penyebab primer cedera kepala karena trauma
pada anak-anak adalah karena jatuh, dan penyebab sekunder adalah
terbentur oleh benda keras.Penyebab cedera kepala pada remaja dan
dewasa muda adalah kecelakaan kendaraan bermotor dan terbentur,
selain karena kekerasan. Insidensi cedera kepala karena trauma
kemudian menurun pada usia dewasa; kecelakaan kendaraan
bermotor dan kekerasan yang sebelumnya merupakan etiologi cedera
utama, digantikan oleh jatuh pada usia >45 tahun.

B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari cedera kepala?
b. Berapa klasifikasi dari cedera kepala?
c. Bagaimana etiologi dari cedera kepala?
d. Bagaimana patofisiologi cedera kepala?
e. Bagaimana manifestasi klinis dari cedera kepala?
f. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan cedera kepala?
g. Bagaimana penatalaksanaancedera kepala?
h. Bagaimana komplikasi cedera kepala?
i. Bagaimana pencegahancedera kepala?
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui pengertian cedera kepala.
b. Untuk mengetahui klasifikasi cedera kepala.
c. Untuk mengetahui etiologi cedera kepala.
d. Untuk mengetahui patofisiologi cedera kepala.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis cedera kepala.
f. Untuk mengetahui pemeriksaaan penunjang cedera kepala.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan cedera kepala.
h. Untuk mengetahui komplikasi cedera kepala.
i. Untuk mengetahui pencegahan cedera kepala.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Cedera Kepala


Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam
substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.Cedera
kapala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak, dan otak.
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang
secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang
mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak,
robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu sendiri, serta
mengakibatkan gangguan neurologis.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar
terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganan di
lokasi kejadian dan selama transpotasi korban kerumah sakit,
penilaian dan tindakan awal di ruan gawat darurat sangat
menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan
resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisis umum serta neurologis
harus dilakukan secara serentak.Pendekatan yang sistematis dapat
mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital.Tingkat
keparahan cedara kepala menjadi ringan segera di tentukan saat
pasien tiba di rumah sakit.
Trauma atau cedera kepala juga di kenal sebagai cedera otak
adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma
tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena
robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena
hemoragik, serta edema serebral di sekitar jaringan otak.
Cedera kepala, dikenal juga sebagai cedera otak, adalah
gangguan fungsi otak normal karena trauma (trauma tumpul atau
trauma tusuk). Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia
alba, iskemia dan pengaruh masa karena hemoragi, serta edema
serebral disekitar jaringan otak. Jenis-jenis cedera otak meliputi
komosio, kontusio serebri, kontusio batang otak, hematoma
epidural, hematoma subdural, dan fraktur tengkorak.
B. Klasifikasi Cedera Kepala
Klasifikasi cedera kepala yang terjadi melalui dua cara yaitu efek langsung
trauma pada fungsi otak (cedera primer) dan efek lanjutan dari sel-sel otak yang bereaksi
terhadap trauma (cedera sekunder).
1. Cedera primer
Cedera primer, terjadi pada waktu benturan, mungkin karena
memar pada permukaan otak, lasetasi substansi alba, cedera
robekan atau hemoragi.
2. Cedera sekunder
Cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral dikurangi atau tidak ada pada area cedera.Konsekuensinya
meliputi hyperemia (peningkatan volume darah) pada area
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial dan akhirnya peningkatan
tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat
menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia
dan hipotensi
Trauma kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai dari Glasgow Coma
Scale (GCS) nya, yaitu:
a. Ringan
1. GCS = 13 – 15
2. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi
kurang dari 30 menit.
3. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral,
hematoma.
b. Sedang
1. GCS = 9 – 12
2. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit
tetapi kurang dari 24 jam.
3. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Berat
1. GCS = 3 – 8
2. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24
jam.
3. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma
intrakranial.
C. Etiologi Cedera Kepala
Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis
kekerasan yaitu jenis kekerasan benda tumpul dan benda tajam.Benda
tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas (kecepatan
tinggi, kecepatan rendah), jatuh, pukulan benda tumpul, Sedangkan
benda tajam berkaitan dengan benda tajam (bacok) dan tembakan.
Menurut penelitian Evans di Amerika (1996), penyebab cedera
kepala terbanyak adalah 45% akibat kecelakaan lalu lintas, 30% akibat
terjatuh, 10% kecelakaan dalam pekerjaan,10% kecelakaaan waktu
rekreasi,dan 5% akibat diserang atau di pukul.
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah
kecelakaan sepeda motor. Hal ini disebabkan sebagian besar (>85%)
pengendara sepeda motor tidak menggunakan helm yang tidak
memenuhi standar. Pada saat penderita terjatuh helm sudah terlepas
sebelum kepala menyentuh tanah, akhirnya terjadi benturan langsung
kepala dengan tanah atau helm dapat pecah dan melukai kepala.
D. Patofisiologi
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera
otak, yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder.Cedera otak
primer adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan
kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik.Umumnya
menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan
kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa
mengalami proses penyembuhan yang optimal.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena


memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan
atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat
lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh
sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil
dari proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera
primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cedera kepala
terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra kranial akan
dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa
perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan
yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi
peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas
kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK),
adapun, hipotensi.
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan
robekan dan terjadi perdarahan juga. Cedera kepala intra kranial dapat
mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak
bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial terutama motorik
yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain,
2009).

E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan
distribusi cedera otak.
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap
setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan
cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah
tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa
minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat
trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan
kebingungan atau hahkan koma.
b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba
defisit neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan
pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala,
vertigo dan gangguan pergerakan.
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan
sesudah terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya
cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan
pada area tersebut.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos tengkorak (skull X-ray)
Untuk mengetahui lokasi dan tipe fraktur.
2. Angiografi cerebral
Bermanfaat untuk memperkirakan diagnosis adanya suatu
pertumbuhan intrakranial hematoma.
3. CT-Scan
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya perdarahan intrakranial,
edema kontosio dan pergeseran tulang tengkorak.
4. Pemeriksaan darah dan urine.
5. Pemeriksaan MRI
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang
penting diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat
pernafasan (medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.
G. Penatalaksaanan
Penanganan medis pada kasus cedera kepala yaitu :
1. Stabilisasi kardio pulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC
(Airways-Brething-Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi,
anemia, akan cenderung memper-hebat peninggian TIK dan
menghasilkan prognosis yang lebih buruk.
2. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan inkubasi pada
kesempatan pertama.
3. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera
atau gangguan-gangguan di bagian tubuh lainnya.
4. Pemeriksaan neurologos mencakup respon mata, motorik,
verbal, pemeriksaan pupil, refleks okulor sefalik dan reflel
okuloves tubuler. Penilaian neurologis kurang bermanfaat bila
tekanan darah penderita rendah (syok).
5. Pemberian pengobatan seperti : antiedemaserebri, anti kejang
dan natrium bikarbonat.
6. Tindakan pemeriksaan diagnostik seperti : scan tomografi,
komputer otak, angiografi serebral, dan lainnya.
Penanganan non medis pada cedera kepala, yaitu:
1. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi
vasodilatasi.
3. Pemberian analgetik.
4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol
20%, glukosa 40% atau gliserol.
5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau
untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole.
6. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel
(18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian
diberikan makanan lunak.
Prinsip penanganan awal pada pasien cedera kepala meliputi survei
primer dan survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-
hal yang diprioritaskan antara lain airway, breathing, circulation,
disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi.
Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala
beratsurvei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak
sekunder dan mencegah homeostasis otak.
H. Komplikasi
Rosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari
perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif dan
herniasi otak, komplikasi dari cedera kepala adalah;
1. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi
mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom
distress pernafasan dewasa.Edema paru terjadi akibat refleks
cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan
perfusi dalam keadaan konstan.Saat tekanan intrakranial meningkat
tekanan darah sistematik meningkat untuk mencoba
mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin kritis,
denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi
berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan
memburuk keadaan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling
sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan tekanan sistol 100-110
mmHg pada penderita kepala. Peningkatan vasokonstriksi tubuh
secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru,
perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses
berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan
karbondioksida dari darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih
lanjut.
2. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama
fase akut.Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan
kejang dengan menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau
jalan nafas oral disamping tempat tidur klien, juga peralatan
penghisap.Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya
mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah cedera
lanjut.Salah satunya tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah
pemberian obat, diazepam merupakan obat yang paling banyak
digunakan dan diberikan secara perlahan secara intavena.Hati-hati
terhadap efek pada sistem pernafasan, pantau selama pemberian
diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.
3. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau
dari fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan
temporal akan merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area
drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi
bantalan steril di bawah hidung atau telinga.Instruksikan klien untuk
tidak memanipulasi hidung atau telinga.
4. Hipoksia
5. Gangguan mobilitas
6. Hidrosefalus
7. Oedem otak
8. Dipnea
I. Pencegahan
Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu
tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang
berakibat trauma.
Upaya yang dilakukan yaitu :
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa
terjadinya kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-
faktor yang menunjang terjadinya cedera seperti pengatur lalu
lintas, memakai sabuk pengaman, dan memakai helm.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa
terjadi yang dirancang untuk mengurangi atau meminimalkan
beratnya cedera yang terjadi. Dilakukan dengan pemberian
pertolongan pertama, yaitu :
1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan
pembunuh tercepat pada kasus cedera.Untuk menghindari
gangguan tersebut penanganan masalah airway menjadi
prioritas utama dari masalah yang lainnya.Beberapa kematian
karena masalah airway disebabkan oleh karena kegagalan
mengenali masalah airway yang tersumbat baik oleh karena
aspirasi isi gaster maupun kesalahan mengatur posisi sehingga
jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri.Pada pasien dengan
penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya
gangguan jalan nafas, selain memeriksa adanya benda asing,
sumbatan jalan nafas dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya
terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran udara ke dalam
paru.Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang
mengancam airway.

2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)


Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada
hambatanadalah membantu pernafasan. Keterlambatan dalam
mengenali gangguan pernafasan dan membantu pernafasan
akan dapat menimbulkan kematian.
3. Menghentikan perdarahan (Circulations).
Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada
tempat yang berdarah sehingga pembuluh darah tertutup.Kepala
dapat dibalut dengan ikatan yang kuat.Bila ada syok, dapat
diatasi dengan pemberian cairan infus dan bila perlu dilanjutkan
dengan pemberian transfusi darah.Syok biasanya disebabkan
karena penderita kehilangan banyak darah.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya
komplikasi yang lebih berat, penanganan yang tepat bagi penderita
cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas untuk mengurangi
kecacatan dan memperpanjang harapan hidup.Pencegahan tertier
ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita,
meneruskan pengobatan serta memberikan dukungan psikologis
bagi penderita.Upaya rehabilitasi terhadap penderita cedera kepala
akibat kecelakaan lalu lintas perlu ditangani melalui rehabilitasi
secara fisik, rehabilitasi psikologis dan sosial.
1. Rehabilitasi Fisik
a. Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih
aktif pada lengan atas dan bawah tubuh.
b. Perlengkapan splint dan caliper.
c. Transplantasi tendon
2. Rehabilitasi Psikologis
Pertama-tamadimulai agar pasien segera menerima
ketidakmampuannya dan memotivasi kembali keinginan dan
rencana masa depannya.Ancaman kerusakan atas kepercayaan
diri dan harga diri datang dari ketidakpastian financial, sosial
serta seksual yang semuanya memerlukan semangat hidup.
3. Rehabilitasi Sosial
a. Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi
roda, perubahan paling sederhana adalah pada kamar mandi
dan dapur sehingga penderita tidak ketergantungan terhadap
bantuan orang lain.
b. Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialisasi
dengan masyarakat).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara
hasil CT Scan dengan nilai GCS pada pasien cedera kepala. Dimana hal
ini dapat dipengaruhi oleh efek buruk cedera kepala karena melalui
mekanisme langsung dan tidak langsung. Pengaruh secara langsung
terjadi beberapa saat setelah trauma terjadi sedangkan trauma secara
tidak langsung merupakan cedera otak sekunder yang bisa terjadi
beberapa jam setelah kejadian bahkan beberapa hari setelah penderita
terpapar trauma. Cedera otak sekunder terjadi karena perubahan
aliran darah ke otak dan juga terjadi peningkatan tekanan intrakranial
karena meningkatnya volume isi kepala.Kedua mekanisme tersebut
memperberat cedera otak yang sudah ada.Cedera otak bisa
menimbulkan dampak fisik, kognitif, emosi dan sosial. Prognosis
cedera otak bisa sangat bervariasi dari mulai sembuh total sampai
cacat menetap bahkan kematian.
B. Saran

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada


makalah ini.Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang
membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik
lagi di kemudian hari.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Kozier, Berman dan Audrey. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan


Klinis. Edisi 5. Jakarta: EGC
Sylvia, Price dan Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 6. Vol. 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, dan Bare, BG. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8. Alih bahasa: Kuncara. Jakarta: EGC
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Diagnosa Medis Dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:
Mediaction Publishing

Anda mungkin juga menyukai