Anda di halaman 1dari 23

UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH PERENCANAAN DAN EVALUASI


MEDIA KOMUNIKASI

DOSEN PEMBIMBING: DR. IR. AMIRUDDIN SALEH, MS

KARTIKA MAYASARI
NRP: I 352180181

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
DISEMINASI INOVASI BUDIDAYA BAWANG MERAH TSS
(TRUE SHALLOT SEED) DALAM POLYBAG MENGGUNAKAN
MEDIA CETAK (FOLDER)

PENDAHULUAN
Bawang merah merupakan salah satu komoditas strategis Kementerian
Pertanian yang terus diupayakan untuk ditingkatkan produksinya dalam rangka
memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri dan bahkan permintaan ekspor ke
sejumlah negara. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS),
perkembangan konsumsi bawang merah pada periode tahun 1981-2015 cenderung
meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 8,31% kg/kap/tahun. Konsumsi bawang
merah tahun 1981 sebesar 1,65 kg/kapita/tahun dan pada tahun 2015 konsumsinya
menjadi 2,71 kg/kapita/tahun. Konsumsi bawang merah tertinggi dicapai pada tahun
2007 yaitu sebesar 3,01 kg/kapita/tahun.
Meningkatnya permintaan bawang merah yang tidak diimbangi dengan supply
atau ketersediaan barang akan menyebabkan terjadinya lonjakan harga. Harga
bawang setiap tahunnya menunjukkan trend yang berfluktuasi, sewaktu-waktu dapat
terjadi lonjakan harga yang tinggi. Hal ini akan berdampak pada aksesbilitas
masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan pangan, khususnya bawang merah.
Tingginya harga bawang merah akan mengakibatkan besarnya kontribusi bawang
merah terhadap inflasi. Tercatat, berdasarkan data BPS bahwa pada bulan Januari
tahun 2016, nilai inflasi sebesar 0.15%, bawang merah menyumbang 0,9% atau
termasuk penyumbang inflasi terbesar bersama komoditas daging ayam dan tarif
listrik.
Oleh sebab itu, dalam rangka memenuhi kebutuhan bawang merah diperlukan
upaya peningkatan produksi yang bukan hanya dilakukan di sentra bawang merah
saja, namun juga perlu dilakukan upaya budidaya dalam skala rumah tangga. Hal ini
dimaksudkan supaya setiap rumah tangga mampu memenuhi kebutuhannya sendiri.
Dengan memanfaatkan pekarangan untuk berbudidaya bawang merah, maka
harapannya setiap rumah tangga tidak akan panik apabila terjadi kelangkaan produk
atau bahkan lonjakan harga.
Budidaya bawang merah telah banyak dilakukan dengan memanfaatkan
pekarangan, terutama di wilayah perkotaan. Dan kini, sedang dikembangkan
budidaya bawang merah menggunakan biji atau sering disebut dengan TSS (True
Shallot Seed), merupakan salah satu inovasi teknologi pertanian dalam budidaya
bawang merah. Adapun kelebihan dari bawang merah TSS antara lain
meningkatkan hasil umbi bawang merah sampai dua kali lipat dibandingkan
penggunaan benih umbi (produksi yang dihasilkan kurang lebih mencapai 26 ton/ha).
Selain itu, tanaman relative bebas dari penyakit dan virus, kebutuhan benih TSS
bawang merah lebih sedikit yaitu 3-5 kg/ha dibandingkan dengan benih umbi (1.5 –
2 ton/ha), pengangkutan yang leboh mudah dan daya simpan lebih lama
dibandingkan umbi.
Berangkat dari kondisi tersebut, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta
banyak melakukan pengkajian tentang budidaya bawang merah dalam pot/polybag
yang telah disesuaikan dengan karakteristik wilayah di perkotaan. Dan berdasarkan
Permentan No.19 Tahun 2017, bahwa BPTP mempunyai tugas, selain melakukan
pengkajian, perakitan dan pengembangan teknologi pertanian, harus pula melakukan
diseminasi hasil pengkajian teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi. Oleh sebab
itu, perlu dirancang media komunikasi untuk mendiseminasikan berbagai hasil
pengkajian yang telah dilakukan dalam rangka mempercepat proses adopsi inovasi
oleh stakeholder.
Diseminasi inovasi untuk menjangkau masyarakat luas dapat dilakukan melalui
media massa seperti televisi, koran, majalah dan media cetak lainnya seperti folder,
brosur, leaflet dan lain sebagainya. Menurut Marlina et all (2009), disamping media
elektronik ada juga media cetak yang memiliki beberapa keunggulan seperti:
bentuknya praktis, komunikan bisa mengatur sendiri suasana, metode dan kecepatan
pesannya, komunikan dapat mengulang-ulang pesan yang belum dipahami, dan pesan
dapat disimpan sehingga bisa dibaca kembali bila dibutuhkan. Salah satu media cetak
(printed material) yang murah dan mudah dibuat adalah media folder yang
merupakan media komunikasi grafis produk atau jasa yang bentuknya memiliki
beberapa lipatan. Folder termasuk ke dalam desain grafis yaitu merancang/menyusun
bahan (huruf, gambar dan unsur grafis lain) menjadi informasi visual pada media
(cetak) yang dimengerti publik.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan,
meliputi:
a) Bagaimana diseminasi inovasi teknologi budidaya bawang merah TSS dengan
menggunakan media cetak dalam bentuk folder ?
b) Bagaimana efektivitas media cetak (folder) dalam meningkatkan pengetahuan
masyarakat mengenai inovasi teknologi budidaya bawang merah TSS ?
Adapun tujuan yang ingin dicapai antara lain: a) Mendiseminasikan inovasi
teknologi budidaya bawang merah TSS dalam bentuk media cetak (folder), b)
menganalisis efektifitas media cetak (folder) dalam meningkatkan pengetahuan
masyarakat mengenai inovasi teknologi budidaya bawang merah
TSS.
TINJAUAN TEORI

Diseminasi Inovasi Teknologi


Menurut Irawan et all (2015), diseminasi adalah proses penyebaran inovasi yang
direncanakan, diarahkan, dan dikelola sehingga terjadi kesepakatan untuk
melaksanakan inovasi tersebut. Diseminasi adalah upaya pengelolaan dan penyebaran
informasi yang dilakukan dengan tujuan pesan yang disampaikan dapat diterima,
dimengerti, dipahami dan diaplikasikan seluas-luasnya dalam kehidupan sehari-hari
petani (Nurhayati et all, 2018). Diseminasi merupakan bagian integral dari kegiatan
penelitian dan pengembangan. Hasil-hasil penelitian dan pengembangan yang
didiseminasikan dapat berupa komponen teknologi, paket teknologi, formula, data
dan informasi serta alternatif rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian baik di
tingkat pusat maupun daerah (Adnyana 1996).
Terkait dengan tugas pokok Kementerian Pertanian, maka diseminasi
merupakan penyebaran informasi yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong
terjadinya perubahan sikap dan perilaku petani dalam pelaksanaan pembangunan
pertanian, melalui penerapan inovasi teknologi hasil penelitian dan pengembangan
pertanian (Irawan et all, 2015).
Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh
seseorang. Kebaruan inovasi diukur secara subyektif, menurut pandangan individu
yang menangkapnya (Hanafi 1981). Definisi yang lebih lengkap tentang inovasi
disampaikan oleh Van Den Ban dan Hawkins (1996) yang menyatakan: “an
innovation is an idea, method, or object which is regarded as new by individual, but
which is not always the result of recent research” (dalam Musyafak dan Ibrahim,
2005).
Berdasarkan Yuliaty et all (2011) menyatakan bahwa inovasi mempunyai tiga
komponen, yaitu; (a) ide atau gagasan, (b) metode atau praktek, dan (c) produk
(barang dan jasa). Untuk dapat disebut inovasi, ketiga komponen tersebut harus
mempunyai sifat “baru”. Sifat “baru” tersebut tidak selalu berasal dari hasil
penelitian mutakhir.
Definisi baru di sini dilihat dari sudut pandang masyarakat calon penerima inovasi
tersebut (calon adopter), bukan kapan inovasi tersebut dihasilkan. Artinya hasil
penelitian yang sudah lalupun jika baru diintroduksikan kepada calon adopter yang
belum mengetahui hasil tersebut maka disebut inovasi.
Menurut Indraningsih (2017) Diseminasi inovasi pertanian menggunakan media
dan komunikasi yang tepat diharapkan dapat meningkatkan adopsi inovasi. Hal ini
sejalan dengan pendapat Berlo (1960) bahwa media merupakan salah satu elemen
komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari sumber ke penerima.
Penyebarluasan informasi melalui media komunikasi merupakan rangkaian timbal
balik dan tak terpisahkan dalam upaya penyebaran inovasi (Rahmawati et al. 2017).
Peranan diseminasi dalam pembangunan pertanian sangat penting terutama bagi
para pelaku usaha pertanian dalam menghadapi tantangan yang semakin berat,
seperti era globalisasi, perdagangan bebas, dan perubahan iklim. Para pelaku usaha
pertanian dituntut meningkatkan efisiensi usahanya agar dapat bersaing dengan para
pelaku lain
baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk adaptasi terhadap dampak
perubahan
iklim. Oleh karena itu ketersediaan informasi hasil-hasil penelitian dan
pengembangan akan sangat membantu masyarakat petani dalam meningkatkan usaha
pertaniannya.
Penyelenggaraan kegiatan diseminasi memiliki tujuan untuk terjadinya
efek kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif meliputi kesadaran, belajar dan
tambahan pengetahuan. Efek afektif berhubungan dengan emosi, perasaan, dan sikap.
Kemudian efek konatif berhubungan dengan perilaku, dan niat untuk melakukan
suatu cara tertentu (Gonzales 1993). Ketiga efek diseminasi tersebut diharapkan dapat
mendorong petani untuk berusahatani dengan cara yang lebih baik.

Budidaya Bawang Merah TSS


Bawang merah merupakan salah satu komoditas strategis yang menjadi prioritas
Kementerian Pertanian. Oleh sebab itu, berbagai inovasi teknologi dikembangkan
untuk pengembangan bawang merah di nusantara. Dan, menjadi salah satu program
nasional yaitu pengembangan bawang merah dengan TSS (True Shallot Seed). Biji
bawang merah atau sering disebut dengan TSS adalah biji botani bawang merah yang
dihasilkan dari bunga/umbel bawang merah yang sudah tua (masa tanam sekitar
empat bulan) dan diproses sebagai benih. Adapun kelebihan dari TSS antara lain
input terhadap benih bawang merah lebih murah dibandingkan dengan umbi yaitu
selisihnya antara Rp.13.000.000 – Rp. 23.000.000 per hektar. Selain itu, daya simpan
yang lebih lama dibandingkan dengan umbi serta memudahkan dalam hal
pengangkutan. TSS menjadi salah satu alternatif dalam mengatasi kelangkaan benih
umbi bawang merah yang bermutu. Penggunaan TSS mempunyai potensi produksi
yang lebih tinggi yaitu sekitar >20 ton/ha, serta benih lebih sehat karena terhindar
dari akumulasi pathogen tular umbi seperti jamur, virus
dan bakteri.
BPTP Balitbangtan Jakarta pun telah menguji beberapa varietas bawang merah
TSS (Maserati, Pancasona, Trisula dan Tuktuk) di halaman kantor, dengan cara
sebagai berikut : a) Siapkan media tanam dengan komposisi : Tanah (1) : Pukan
Ayam (1), b) potong bagian ujung daun bibit tanaman +/- 1/3 bagian, c) pindah
tanam bibit pada polybag berukuran 30 dengan jumlah 3 tanaman per polybag, d)
taburkan pupuk TSP dengan dosis 3 gr/polybag pada saat pindah tanam, e)
pemberian pupuk susulan NPK sebanyak 3gr/polybag saat berumur 2 minggu setelah
pindah tanam, f) pemberian pupuk susulan NPK sebanyak 3gr/polybag saat berumur
4 minggu setelah pindah tanam, g) panen setelah +/- 4 bulan
(mulai dari semai).
Sampai saat ini, penggunaan TSS di tingkat petani masih menghadapi kendala,
budidaya bawang merah menggunakan benih umbi lebih mudah dan praktis
sedangkan budidaya bawang merah benih biji membutuhkan ketekunan
pemeliharaan, khususnya pada fase awal pertumbuhannya. Selain itu, persentase
hidup bawang merah yang langsung ditanam di lahan dari biji masih sangat rendah (>
50%). Oleh sebab itu, masih harus terus berupaya untuk mengintroduksi kepada
petani, terutama inovasi yang mudah dan murah untuk diaplikasikan (BPTP Jakarta,
2017).
Media Cetak Dalam Bentuk Folder
Diseminasi informasi mengenai inovasi teknologi (inotek) dapat dilakukan
melalui berbagai jenis media seperti buku, majalah, surat kabar (media generasi
pertama), film, televisi, radio, musik, game dan sebagainya (media generasi kedua),
dan internet (media generasi ketiga). Media informasi dan komunikasi yang masih
terus berkembang saat ini adalah media generasi kedua dan ketiga, namun hal ini
hanya berlaku bagi sebagian masyarakat kelas ekonomi menengah-atas yang
memiliki kemampuan untuk membeli perangkat informasi teknologi. Bagi
masyarakat yang kurang mampu secara finansial media generasi pertama dan kedua
tetap sangat penting.
Pesan pembangunan dapat disampaikan melalui media massa seperti televisi,
radio, surat kabar, majalah, film teatrikal dan media cetak lainnya seperti poster,
pamflet, spanduk dan lain sebagainya. Media cetak merupakan media generasi kedua
sebelum ada teknologi media elektronik. Jahi (1988) menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan media cetak yang berkaitan dengan pembangunan adalah surat
kabar.
Hamundu (1999), media cetak merupakan bagian dari media massa yang
digunakan dalam penyuluhan. Media cetak mempunyai karakteristik yang penting.
Literatur dalam pertanian dapat di temui dalam artikel, buku, jurnal, dan majalah
secara berulang-ulang terutama untuk petani yang buta huruf dapat mempelajarinya
melalui
gambar atau diagram yang diperlihatkan poster. Media cetak membantu
penerimaan
informasi untuk mengatur masukan informasi tersebut. Lebih jauh lagi media cetak
dapat di seleksi oleh pembacanya secara mudah dibandingkan dengan berita melalui
radio dan televisi.
Media cetak adalah suatu media statis yang mengutamakan sebagai media
penyampaian informasi. Maka media cetak terdiri dari lembaran dengan sejumlah
kata, gambar, atau oto dalam tata warna dan halaman putih, dengan fungsi utama
untuk memberikan informasi atau menghibur. Media cetak juga adalah suatu
dokumen atas segala hal yang dikatakan orang lain dan rekaman peristiwa yang
ditangkap oleh jurnalis dan diubah dalam bentuk kata-kata, gambar, foto, dan
sebagainya (Abbas dan
Passalo, 2013).
Berdasarkan Marlina et all (2009), disamping media elektronik ada juga media
cetak yang memiliki beberapa keunggulan seperti: bentuknya praktis, komunikan
bisa mengatur sendiri suasana, metode dan kecepatan pesannya, komunikan dapat
mengulang-ulang pesan yang belum dipahami, dan pesan bisa disimpan sehingga bisa
dibaca kembali bila dibutuhkan. Salah satu media cetak (printed material) yang
murah dan mudah dibuat adalah media folder yang merupakan media komunikasi
grafis produk atau jasa yang bentuknya memiliki beberapa lipatan. Folder termasuk
ke dalam desain grafis yaitu merancang/menyusun bahan (huruf, gambar dan unsur
grafis lain) menjadi informasi visual pada media (cetak) yang dimengerti publik.
Folder dan poster dipandang dapat menjangkau khalayak luas yang heterogen
dan tidak dikenal serta mampu mempertinggi minat dan meningkatkan pengetahuan.
Kondisi ini sangat cocok dalam upaya mendiseminasikan informasi inovasi kepada
ibu-ibu rumah tangga tentang pengusiran nyamuk dengan tanaman Zodia. Media ini
dipandang tepat untuk masyarakat dalam hal ini ibu-ibu rumah tangga usia menengah
ke atas dalam menggugah daya imajinatif serta meningkatkan pengetahuan (Marlina
et all, 2013).
Folder yaitu suatu publikasi yang dibuat di atas selembar kertas. Umumnya
kertas tersebut berukuran A4 atau 21 cm x 29,7 cm dan seringkali dilipat dua, lipat
tiga atau lipat empat. Lipatan dapat berupa lipatan ke samping atau ke atas dan setiap
bagian merupakan unit yang efektif (Montagnes 1991). Definisi lainnya, folder
adalah media cetak yang menyajikan pesannya melalui tulisan, terdiri dari sebuah
lembaran kertas yang dilipat sesuai dengan keinginan pembuatnya (Turnbull & Baird
1975, diacu dalam Rochalia 2005).
Sucahya (2013), mengungkapkan bahwa media cetak tradisional tidak akan
hilang dengan munculnya teknologi baru. Media baru merupakan bentuk media di
luar media elektronika (televisi, radio, film) dan media cetak (majalah, koran,
tabloid). Sejak kehadiran internet, media cetak (surat kabar, majalah, tabloid) dan
media elektronik (radio, televisi, film) sering dikategorikan media konvensional,
karena pesan yang disampaikan adalah one to many (satu untuk semua). Untuk
bertahan hidup, media cetak mungkin harus menjalankan suatu fungsi yang tidak
dilakukan oleh wahana komunikasi lain. Misalnya media cetak mungkin perlu
mengutamakan penilaian, evaluasi atau interpretasi.
Sumber informasi berupa media cetak lebih baik apabila dibuat dengan bahasa
yang sederhana dan menggunakan ilustrasi berupa gambar yang menarik dan mudah
dimengerti (Mulatmi et all, 2016). Media cetak, radio, televisi memiliki karakteristik
tersendiri dengan kelebihan dan kelemahan masing-masing sehingga saling
melengkapi. Inilah yang menyebabkan ketiga media itu sanggup bertahan bersama-
sama secara harmonis (Rivers, 2003).
Berdasarkan penelitian tentang media booklet dan leaflet yang dikaji oleh
Adawiyah (2003), Bangun (2001), Yanti (2002) dan Nuh (2004) telah membuktikan
bahwa media komunikasi berbentuk cetak tersebut sangat efektif dalam
meningkatkan pengetahuan dan mengubah sikap khalayak sasarannya. Pengaruh
bahasa daerah dan bahasa nasional tidak berbeda nyata terhadap tingkat pemahaman
dari responden. Penelitian yang dikaji oleh Rochalia (2005), Bangun (1994) dan
Harahap (1994) juga
telah membuktikan bahwa media folder tersebut efektif dalam
meningkatkan pengetahuan.
Berdasarkan hasil penelitian Wahyuningrum et all (2014) bahwa media yang
paling efektif dalam memotivasi audiens untuk menerapkan ayam KUB adalah media
tercetak (liptan, komik) dan media audio visual (Dialog interkatif di TV dan
sandiwara lawak di TV).
PROSEDUR KEGIATAN

Tahapan dalam penelitian ini meliputi :


a. Tahap penyiapan materi penelitian. Adapun tahapan ini mencakup beberapa
kegiatan, yaitu 1) Menentuan tema/topik materi, 2) Mengumpulkan data dan
informasi terkait materi, 3) Menyusun naskah folder sesuai dengan tema yang
disampaikan, 4) Menyusun design dan layout folder, 5) Proses produksi.
b. Tahap penyiapan instrument untuk pengumpulan data. Dalam penelitian ini,
menggunakan kuesioner sebagai pre-test dan post-test untuk mengukur tingkat
pengetahuan responden tentang inovasi teknologi budidaya bawang merah TSS.
c. Tahap pelaksanaan kegiatan. Sebelum kegiatan dilaksanakan, responden diminta
untuk mengisi pre-test terlebih dahulu, dan setelah dilaksanakan penyuluhan
menggunakan media folder, responden diminta kembali untuk mengisi post-test.
d. Tahap pengolahan dan analisis data. Untuk mengetahui efektifitas media cetak
(folder) dalam meningkatkan pengetahuan responden dalam inovasi teknologi
budidaya bawang merah TSS, digunakan alat analisis Paired Sample T-Test. Uji
ini digunakan karena data dikumpulkan dari dua sampel berpasangan (2-related
samples) dimana sampel yang sama diwawancari dua kali yaitu sebelum dan
sesudah (before and after) diberi perlakuan berupa membaca dan memahami
media diseminasi tercetak yaitu folder. Pengolahan data dilakukan menggunakan
computer software IBM-SPSS versi 21.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Diseminasi merupakan bagian integral dari kegiatan penelitian dan


pengembangan. Dalam rangka hilirisasi inovasi teknologi dan percepatan adopsi
inovasi, maka diperlukan suatu pendekatan strategi diseminasi atau model yang
mampu menjangkau stakeholder dengan memanfaatkan berbagai media dan saluran
komunikasi yang sesuai dengan karakteristik. Adapun analisis yang digunakan
meliputi :
1. Analisis audiens (audience analysis)
McQuail (1987) menyebutkan beberapa konsep alternatif tentang audiens sebagai
berikut:
a. Audiens sebagai kumpulan penonton, pembaca, pendengar, dan pemirsa.
Kumpulan inilah yang disebut sebagai audiens dalam bentuk yang
paling
dikenal dan menjadi perhatian seluruh penelitian media. Fokusnya adalah
pada jumlah total orang yang dapat dijangkau oleh satuan isi media tertentu
dan jumlah orang dalam karakteristik demografi tertentu yang penting bagi
pengirim. Dalam praktek, penerapan konsep tersebut tidaklah sesederhana itu
dan akhirnya menimbulkan pertimbangan yang melebihi soal kuantitatif
semata.
Audiens yang pertama dan yang terbesar adalah populasi yang tersedia untuk
menerima tawaran komunikasi tertentu. Dengan demikian, semau yang
memiliki pesawat televisi adlah audiens televisi adlam artian tertentu.
Kedua, terdapat audiens yang benar-benar menerima hal-hal yang ditawarkan
dengan kadar yang berbeda-beda seperti pemirsa televisi reguler, pembeli
surat kabar, dan sebagainya.
Ketiga, ada bagian audiens sebenarnya yang mencatat penerimaan isi, dan
yang terakhir ada bagian lebih kecil yang mengendpkan hal-hal yang
ditawarkan dan diterima.
b. Audiens sebagai massa
Massa seringkali sangat besar, lebih besar dari kebanyakan
kelompok,
kerumunan atau publik. Para anggota massa tersebar luas dan biasanya tidak
saling mengenal satu sama lain. Massa kurang memiliki kesadaran diri dan
identitas diri, serta tidak mampu bergerak secara serentak dan terorganisasi
untuk mencapai tujuan tertentu. Massa ditandai oleh komposisi yang selalu
berubah dan berada dalam batas wilayah yang selalu berubah pula. Ia tidak
bertindak untuk dirinya sendiri, tetapi “disetir” untuk melakukan suatu
tindakan.
Audiens sebagai massa lebih menekankan pada ukurannya yang besar,
heterogenitas, penyebaran, dan anonimitasnya serta lemahnya organisasi
sosial dan komposisi yang selalu berubah dengan cepat dan tidak konsisten.
Massa tidak memiliki keberadaan/eksistensi yang berlanjut kecuali dalam
pikiran mereka yang ingin memperoleh perhatian dari dan memanipulasi
orang- orang sebanyak mungkin.
Menurut Raymond William, tidak ada massa rakyat, yang ada hanya cara
pandang orang-orang sebagai massa. Meskipun demikian, hal itu telah
cenderung menjadi standar untuk memutuskan audiens, semakin mendekati
pengertian massa, telah menyamakan massa dengan audiens bagi media
massa.

c. Audiens sebagai publik atau kelompok sosial


Unsur penting dalam versi audiens ini adalah praeksistensi dari kelompok
sosial
yang aktif, interaktif, dan sebagian besar otonom yang sebagian besar dilayani
oleh media tertentu, tetapi keberadaannya tidak tergantung pada media.
Gagasan tetang publik telah dibahas melalui sosiologi dan teori demokrasi
liberal. Misalnya gagasan telah didefinisikan oleh Dewey sebagai
pengelompokan orang-orang secara politis yang terwujud sebagai unit sosial
melalui pengakuan bersama atas masalah bersama yang perlu ditanggulangi.
Pengelompokan seperti ini memerlukan berbagai sarana komunikasi bagi
pengembangan dan kesinambungannya.
Meskipun demikian, kita dapat melihat adanya bukti tentang eksistensi
berbagai bentukan audiens yang berciri publik. Hampir seluruh masyarkat
memiliki publik yang mengetahui, yaitu bagian audiens yang paling
aktif dalam kehidupan politik dn sosial serta memiliki banyak sumber
informasi, khususnya golongan elit, pembentukan opini, dan pers spesialis.
Bukti kedua, banyak negara menguasai beberapa pers partai tertentu
atau pers yang memang memiliki hubungan politik dengan kelompok
pembacanya. Di sini keanggotaan atau pendukung partai tertentu membentuk
publik yang juga adlah audiens. Bukti ketiga, terdapat audiens lokal atau
komunitas bagi publikasi yang bersifat lokal. Dalam hal ini audiens
cenderung serupa dengan anggota, khususnya anggota yang paling aktif dari
komunitas yang ad sebelumnya, yaitu kelompok sosial. Bukti terakhir,
terdapat sangat banyak audiens tertentu yang terbentuk atas dasar isu,
minat, atau bidang keahlian yang mungkin memiliki bentuk interaksi
lainnya dan bukan sekedar penciptaan pasokan media.

d. Audiens sebagai pasar


Audiens sebagai pasar muncul sebagai akibat perkembangan ekonomi. Produk
media merupakan komoditi atau jasa yang ditawarkan untuk dijual kepada
sekumpulan konsumen tertentu yang potensial, bersaing dengan produk media
lainnya.

Audiens sebagai pasar berarti sekumpulan calon konsumen dengan profil


sosial ekonomi yang diketahui yang merupakan sasaran suatu medium atau
pesan. Konsep audiens sebagai pasar ini mirip dengan audiens sebagai massa.
Dalam arti jumlahnya yang besar. Yang perlu diperhatikan adalah soal
selera dalam kaitannya dengan produk media yang akan menjadi minat
mereka.
Audiens dipandang memiliki signifikansi rangkap bagi media, sebagai
perangkat calon konsumen produk dan sebagai audiens jenis iklan tertentu.
Yang merupakan sumber pendapatan media yang penting. Dengan demikian,
pasar bagi produk media juga mungkin merupakan pasar bagi produk lainnya.
Meskipun media komersial perlu memandang audiensnya sebagai pasar dlam
arti itu dan adakalanya mencirikan audiens tertentu dalam hubungannya
dengan gaya hidup dan pola konsumsi, ada sejumlah konsekuensi pendekatan
ini terhadap cara memandang audiens. Sedangkan Allor (1988) menyebutkan
bahwa audiens itu berada dimana-mana dan tidak mempunyai tempat yang
real.

Menurut Nightingale (2003) ada 4 pengertian audiens, diantaranya :


1. Audiens yaitu “orang-orang yang berkumpul”,
2. Audiens yaitu “orang-orang yang dituju”. Berarti suatu grup yang terdiri dari
orang-orang yang dikirim pesan,
3. Audiens yaitu “yang terjadinya”. Pengalaman akan menerima pesan, apakah
sendiri atau dengan orang lain sebagai kejadian interaksi di
kehidupan,
4. Audiens yaitu”mendengar” atau “audisi.

Jenis-jenis Audiens
Audience/Khalayak yang muncul seiring dengan berjalannya waktu dan kemajuan
media.
 Massa
Massa secara umum berbeda dengan pengertian massa dalam
komunikasi.
Secara umum massa diartikan sebagai orang yang tidak saling mengenal,
berjumlah banyak, anggotanya heterogen, berkumpul di suatu tempat dan
tidak individualistis. Massa memiliki kesadaran diri yang rendah, tidak dapat
bergerak dengan terorganisir, tidak bertindak untuk dirinya sendiri melainkan
terdapat “dalang” di belakangnya yang berfungsi memanipulasi mereka. Ini
berbeda pengertiannya bila dikaitkan dengan ilmu komunikasi. Massa dalam
komunikasi lebih merujuk pada penerima pesan media massa atau disebut
audience.
 Publik
Kata publik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti orang banyak.
Berbeda dengan pengertian massa secara umum, publik tidak berkumpul
dalam suatu tempat tertentu melainkan tersebar. Publik mempunyai tujuan
yang lebih
6 terarah, pandangan terhadap masalah, dan menentukan sikap serta
menentukan pilihan. Dalam komunikasi, pengertian publik tidak jauh berbeda
dengan massa. Dalam komunikasi, publik dapat diartikan sebagai orang-orang
yang datang menonton atau mengunjungi.

 Kerumunan (Crowd)
Kerumunan dapat diartikan individu-individu yang bergabung atau
menghimpunkan diri untuk mengerubungi sesuatu. Kerumunan lebih mudah
dihasut dan digerakkan daripada massa dan publik. Objek yang menjadi
perhatian kerumunan adalah kejadian yang sedang terjadi saat itu. Dalam
menyikapi kejadian tersebut, kerumunan seringkali menggunakan cara-cara
yang emosional dan diluar rasional. Sulit dilakukan kontrol terhadap
kerumunan karena kadar kesadaran mereka tinggi namun hanya bersifat
sementara karena biasanya kerumunan tidak berstruktur, jadi sulit untuk
mendapatkan bentuk kerumunan yang sama seperti bentuk sebelumnya.
 Kelompok (Group)
Group atau kelompok adalah kumpulan manusia dalam lapisan masyarakat
yang mempunyai ciri atau atribut yang sama dan merupakan satu kesatuan
yang saling berinteraksi. Karena memiliki persamaan, kelompok-kelompok
mempunyai tingkat hasut yang tinggi. Hal ini juga dikarenakan kelompok
hanya berada di ruang lingkup yang kecil. Kelompok mempunyai tujuan yang
lebih transparan disbanding dengan massa, publik, dan kerumunan, maka dari
itu kelompok lebih mudah dikontrol karena mereka memiliki kesadaran
yang tinggi dan masing-masing anggota menyadari keanggotaannya.

Karakteristik Audiens
Sifat audiens berpengaruh terhadap strategi untuk mencapai tujuan presentasi,
karena itu analisis audiens merupakan elemen penting yang perlu diperhatikan
dalam persiapan presentasi. Yang perlu diperhatikan dalam analisis audiens, yaitu:
1) Jumlah dan komposisi audiens
 Memperkirakan jumlah audiens yang akan mengikuti presentasi.
 Mengetahui latar belakang profesi dan agama.
 Menganalisis bauran pria dan wanita, tingkat usia, kelompok sosial dan etnis,
serta tingkat ekonomi dan pekerjaan.
2) Kemungkinan reaksi audiens
 Menganalisis alasan audiens mengikuti presentasi.
 Memastikan sikap audiens secara umum pada topik presentasi:
 Memastikan minat audiens (sangat tertarik, tertarik, atau tidak tertarik) pada
topik presentasi.
 Meninjau reaksi audiens terhadap informasi yang sama dengan yang telah
mereka dengar pada waktu yang lalu.
 Mengetahui bagian materi presentasi yang mungkin dapat menyebabkan
kesulitan bagi audiens.
3) Memprediksi respon audiens
 Mencatat manfaat yang diperoleh audiens dari pesan yang mereka dapatkan.
 Merumuskan ide yang paling mungkin mendapat reaksi positif dari audien.
 Mengantisipasi kemungkinan timbulnya pertanyaan yang mencerminkan
rasa keberatan audiens.
 Menganalisis hal-hal yang terburuk yang mungkin terjadi dan cara
meresponnya.
4) Tingkat pemahaman audiens
 Mengetahui apakah audiens telah mengetahui sesuatu tentang pokok bahasan
dalam presentasi.
 Mengetahui kesetaraan tingkat pengetahuan audiens.
 Mempertimbangkan pengetahuan audiens tentang kosa kata yang digunakan
dalam presentasi.
 Memperkirakan tingkat kemampuan audiens untuk memahami pesan dan
presentasi.
 Mempertimbangkan bauran konsep umum dan rincian khusus yang akan
diterangkan.
5) Hubungan audiens dengan pembicara
 Menganalisis cara audiens bereaksi terhadap pembicara.
 Mengetahui sikap audiens untuk dapat menjadi akrab, berpikir terbuka atau
kurang ramah terhadap maksud pembicara.
6) Mengetahui cara audiens memberi respon
 Mengetahui yang diinginkan audiens.
 Mempertimbangkan kemungkinan sikap audiens terhadap
organisasi/lembaga yang diwakili oleh pembicara.

Sebelum menentukan media komunikasi, penting untuk mengidentifikasi


karakteristik audiens, hal ini dimaksudkan agar pesan yang disampaikan dapat
tepat sasaran. Salah satu cara menganalisis audiens adalah dengan analisa
demografi. Analisa demografis adalah ilmu statistik yang mempelajari populasi
manusia. Adapun aspek-aspek yang dianalisa adalah karakteristik audiens seperti
usia, jenis kelamin, pendidikan, dan latar belakang etnik dan kebudayaan.
1) Usia
Hal-hal yang harus dianalisa antara lain:
 Apakah pendengar adalah anak-anak usia remaja, usia pertengahan, atau
usia lanjut?
 Apakah ada sekelompok orang berusia sama yang mendominasi di antara
pendengar yang terdiri dari beragam usia?
 Apakah di antara pendengar/audiens memiliki hubungan tertentu
seperti misalnya hubungan orangtua-anak?
2) Jenis kelamin
Hal-hal yang harus dianalisa antara lain:
 Apakah pendengar didominasi oleh wanita atau laki-laki?
3) Pendidikan
Hal-hal yang harus dianalisa antara lain:
 Seberapa banyak pendengar memahami topik dari hal yang ingin kita
sampaikan?
 Apakah latar belakang pendidikan mereka mempermudah mereka untuk
mempelajari subjek itu dengan mudah?
4) Keanggotaan kelompok
Hal-hal yang harus dianalisa antara lain:
Apakah orang-orang tersebut terdaftar sebagai anggota dalam suatu kelompok?
5) Latar belakang etnik dan kebudayaan
Hal-hal yang harus dianalisa antara lain:
Apakah ada beberapa dari audiens yang berasal dari latar belakang
kebudayaan dan etnik yang berbeda-beda?
Sasaran dalam diseminasi inovasi teknologi budidaya bawang merah TSS dalam
polybag/pot adalah anggota kelompok tani baik laki-laki maupun perempuan,
khususnya di wilayah perkotaan. Hal ini dikarenakan, karakteristik pekarangan atau
lahan kosong di wilayah perkotaan sangat terbatas, sehingga inovasi yang tepat dalam
memanfaatkan pekarangannya adalah budidaya bawang merah dengan menggunakan
pot/polybag.

2. Analisis kebutuhan (needs analysis)


Menurut Purwanto D (2006) dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Bisnis,
mengungkapkan bahwa kunci komunikasi yang efektif adalah dengan
menentukan kebutuhan informasi audiens dan selanjutnya berusaha memenuhi
kebutuhan tersebut. Ada lima tahap yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
audiens, yaitu :
a. Temukan/cari apa yang diinginkan oleh audiens
Untuk dapat memenuhi kebutuhan audiens akan informasi, komunikator harus
dapat menemukan apa yang ingin mereka ketahui dan segera memberikan
informasi yang diminta. Jangan ditunda-tunda.
b. Antisipasi pertanyaan
Setelah memberikan informasi yang diinginkan, berikan tambahan informasi
yang mungkin sangat membantu meskipun informasi tersebut secara khusus
tidak diminta oleh audiens.
c. Berikan semua informasi yang diperlukan
Usahakan agar semua informasi penting yang diminta oleh audiens tidak ada
yang terlewatkan. Dengan kata lain, informasi-informasi penting telah
tercakup dalam pesan yang diberikan. Lakukan pengecekan terlebih dahulu
sebleum pesan disampaikan kepada audiens. Hal ini untuk menjaga agar apa
yang diminta audiens benar-benar telah sesuai dengan yang Anda kirimkan.
d. Pastikan bahwa informasinya akurat
Informasi yang disampaikan kepada audiens hendaklah informasi yang benar
- benar akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
e. Tekankan ide-ide yang paling menarik bagi audiens
Temukan hal penting yang sangat menarik bagi para audiens. Selanjutnya,
berikan perhatian yang lebih pada hal tersebut. Apabila hal tersebut telah
berhasil memberikan suatu kepuasan yang tidak terhingga kepada audiensnya.

Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow adalah sebagai berikut


(Sunyoto, Danang, 2013: 2-3):
a. Kebutuhan fisiologis (phisiological needs) Kebutuhan fisiologis merupakan
hierarki kebutuhan manusia yang paling dasar yang merupakan kebutuhan
untuk dapat hidup meliputi sandang, pangan, papan seperti makan, minum,
perumahan, tidur, dan lain sebagainya.
b. Kebutuhan rasa aman (safety needs) Kebutuhan akan rasa aman ini meliputi
keamanan secara fisik dan psikologis. Keamanan dalam arti fisik mencakup
keamanan di tempat pekerjaan dan keamanan dari dan ke tempat pekerjaan.
Kemanan fisik ini seperti keamanan dan perlindungan dari bahaya
kecelakaan
kerja dengan memberikan asuransi dan penerapan prosedur K3 (Keselamatan
dan Kesehatan Kerja), serta penyediaan transportasi bagi karyawan.
Sedangkan keamanan yang bersifat psikologis juga penting mendapat
perhatian. Keamanan dari segi psikologis ini seperti perlakuan yang
manusiawi dan adil, jaminan akan kelangsungan pekerjaannya, jaminan akan
hari tuanya pada saat mereka tidak ada lagi, dls. (Siagian, Sondang P.,
2012:
150-151)
c. Kebutuhan sosial (social needs) Meliputi kebutuhan untuk persahabatan,
afiliasi (hubungan antar pribadi yang ramah dan akrab), dan interaksi yang
lebih erat dengan orang lain. Dalam organisasi akan berkaitan dengan
kebutuhan akan adanya kelompok kerja yang kompak, supervisi yang baik,
rekreasi bersama.
d. Kebutuhan penghargaan (esteem needs) Kebutuhan ini meliputi kebutuhan
dan keinginan untuk dihormati, dihargai atas prestasi seseorang, pengakuan
atas faktor kemampuan dan keahlian seseorang serta efektivitas kerja
seseorang. (Sunyoto, Danang, 2013: 3) Maslow membagi kebutuhan akan
rasa harga diri/penghargaan ke dalam dua sub, yakni penghormatan dari diri
sendiri dan penghargaan dari orang lain. Sub pertama mencakup hasrat dari
individu untuk memperoleh kompetensi, rasa percaya diri, kekuatan pribadi,
adekuasi, prestasi, kemandirian, dan kebebasan. Kesemuanya
mengimplikasikan bahwa individu ingin dan perlu mengetahui bahawa
dirinya mampu menyelesaikan segenap tugas atau tantangan dalam
hidupnya. Sub yang kedua mencakup antara lain prestasi. Dalam hal ini
individu butuh penghargaan atas apa-apa yang dilakukannya. Penghargaan
ini dapat berupa pujian, pengakuan, piagam, tanda jasa, hadiah, kompensasi,
insentif, prestise (wibawa), status, reputasi, dls. (Koeswara, E., 1995: 228-
229)
e. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) Aktualisasi diri
merupakan hierarki kebutuhan dari Maslow yang paling tinggi. Aktualiasasi
diri berkaitan dengan proses pengembangan akan potensi yang
sesungguhnya dari seseorang. (Sunyoto, Danang, 2013: 3). Pemenuhan
kebutuhan ini dapat dilakukan oleh para pimpinan perusahaan dengan
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, memberikan otonomi untuk
berkreasi, memberikan pekerjaan yang menantang, dan lain sebagainya.

Berdasarkan uraian diatas, bahwa bawang merah dapat dikategorikan ke dalam


kebutuhan fisiologis, karena termasuk kebutuhan pangan dengan permintaannya
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu, bawang merah merupakan salah
satu komoditas strategis Kementerian Pertanian yang terus diupayakan untuk
ditingkatkan produksinya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Harga
bawang merah yang berfluktuasi tinggi menjadi permasalahan yang memerlukan
penanganan serius oleh pemerintah. Fluktuasi harga bawang merah di Indonesia dapat
digambarkan sebagai berikut:
Sumber : Outlook Bawang Merah (2016)

Bawang merah merupakan salah satu komoditas yang sangat fluktuatif


produksinya dari tahun ke tahun, salah satu penyebabnya adalah factor cuaca.
Adapun produksi bulanan bawang merah dari tahun 2013 sampai dengan 2015 dapat
digambarkan sebagai berikut:

Sumber : Outlook Bawang Merah (2016)


Kondisi saat ini adalah belum banyak masyarakat yang mengetahui tentang
inovasi budidaya bawang merah TSS dalam polybag, sehingga diperlukan diseminasi
inovasi budidaya bawang merah TSS dalam polybag yang disesuaikan dengan
karakteristik sasaran. Dengan demikian, kondisi yang diharapkan, salah satunya
adalah masyarakat dapat melakukan budidaya bawang merah TSS dalam polybag,
dengan memanfaatan pekarangan/ lahan kosong yang ada.
3. Analisis masalah
Salah satu tujuan mendiseminasikan inovasi adalah untuk memberikan alternatif
solusi terhadap permasalahan yang sedang dihadapi. Dari berbagai permasalahan yag
telah diuraikan diatas, maka salah satu solusinya adalah dengan pemberdayaan
masyarakat untuk memanfaatkan pekarangan atau lahan kosong lainnya sebagai
tempat budidaya bawang merah. Apabila disesuaikan dengan karakteristik lahan yang
terbatas, maka informasi yang diperlukan adalah budidaya bawang merah dalam
polybag/pot, dan inovasinya adalah budidaya menggunakan biji atau sering disebut
dengan TSS.
Oleh karena itu, BPTP Jakarta dalam hal ini Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian mempunyai fungsi untuk merakit teknlogi spesifik lokasi, dan salah satunya
adalah mengkaji komoditas bawang merah. Inovasi teknologi budidaya bawang
merah TSS dalam pot/polybag merupakan salah satu hasil kajian dari BPTP Jakarta
yang belum didiseminasikan secara massif, sehingga diperlukan media komunikasi
untuk
mendiseminasikan inovasi tersebut agar dapat diadopsi oleh masyarakat dalam skala
luas.
Berbicara tentang inovasi, selanjutnya adalah bagaimana inovasi tersebut
dapat diadopsi oleh stakeholder. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses
adopsi
inovasi, menurut Rogers (2003) faktor yang dapat mempengaruhi percepatan proses
adopsi inovasi adalah sifat inovasi itu sendiri, yaitu sifat keuntungan relative,
kesesuaian, kerumitan, kemudahan dicoba, dan dapt dibedakan dengan yang lama.
Keuntungan relatif (relative advantages) adalah tingkatan ketika suatu ide baru
dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya. Tingkat
keuntungan relatif seringkali dinyatakan dengan atau dalam bentuk keuntungan
ekonomis. Kesesuaian inovasi (compatibility) adalah kesesuaian dengan tata nilai
maupun pengalaman yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan penerima. Ide
yang tidak kompatibel dengan ciri-ciri sistem sosial yang menonjol akan tidak
diadopsi secepat ide yang kompatibel. Kompatibilitas memberi jaminan lebih besar
dan resiko lebih kecil bagi penerima dan membuat ide baru itu lebih berarti bagi
penerima.
Kerumitan (complexity) adalah tingkat ketika suatu inovasidianggap relatif sulit
untuk dimengerti dan digunakan. Suatu ide baru mungkin dapat digolongkan ke
dalam kontinum”rumit-sederhana”. Kerumitan teknologi menurut pengamatan
anggota sistem sosial, berhubungan negatif dengan kecepatan adopsinya. Ini berarti
makin rumit suatu inovasi bagi seseorang, maka akan makin lambat
pengadopsiannya. Kemudahan untuk diujicoba (trialability) adalah suatu tingkat
ketika teknologi dapat
dicoba dengan skala kecil. Ide baru yang dapat dicoba biasanya diadopsi lebih
cepat
dari pada inovasi yang tidak dapat dicoba terlebih dahulu. Kemudahan untuk
diamati (observability) adalah tingkat ketika hasil-hasil suatu inovasi dapat dilihat
oleh orang lain. Hasil inovasi-inovasi tertentu mudah dilihat dan dikomunikasikan
kepada orang lain.

4. Analisis kebijakan (policy analysis)


Me n u ru t Wil lia m (1 9 7 1) d ala m Si ma t up an g P ( 2 0 0 3 ) ba h wa
An a l i si s
k e bi ja ka n ia la h p r o se s a ta u k e gia ta n m e n si nt e sa i n fo r ma si , t er
ma su k h a sil - h a sil pe ne li tia n , u nt uk me n gh a sil kan r e ko me n da si
o p si de sa i n k e bij a kan
p u b l i c Me n u r u t Si m a t u p a n g ( 2 0 0 3 ) b a h wa k a r a k t e ri sti k
d a sa r a n a l isis k e bi ja ka n d a pat di r um u ska n se ba ga i b e ri k ut :
Pe r tam a , a nal i si s k eb ij ak an me r up ak a n sua tu p ro se s a ta u
ke gi ata n "si n t e sa " i nf o rm a si ya n g b e r ar ti p em a du an b e rb a gai i
nf o rm a si , te rm a su k h a sil p e nel i t ia n, seh in gga d i pe r ol eh su a tu ke
sim p ula n ya n g se la ra s. Ha l in i b e ra rt i ob ye k a n al i si s k eb ij ak an
i al ah p r o se s pe n yu su n a n d an p ake t k e bi ja ka n . Ke gi at an u tam
a a na li si s ke b ija ka n ial a h p e n gum p ul a n i nf o rm asi se ca ra si st em at
i s d a n p e na ri ka n ke sim p ul an l o gi s da r i i nf o rm a si te r se b ut . De n
ga n dem i kia n , a na li si s ke b ija k an b e rd a sa r ka n p ad a k ai da h i lmi a
h.
Ke d u a , sala h sat u sum be r ut am a i n fo rm a si ya n g m e n j ad i ba ha
n a na li si s k e bi ja ka n i al ah ha sil -h a sil pe n eli ti a n. Ha l in i be ra
rt i b a h wa a n ali si s k e bi ja ka n me ru p ak a n p r o se s p e n go l ah an
le b ih la n ju t da ri h a si l -ha si l p e ne li tia n se hi n gga si ap di gu n a
kan d ala m p en ga m bil a n ke p ut u san da n d e sai n k eb ij ak an p ub li
k . Ole h ka ren a i tu , a na li si s k e bij ak a n me r up aka n sa la h sa tu be
nt u k d i se mi na si h a si l -ha sil pe ne li tia n .
Ketiga, output analisis kebijakan ialah rekomendasi opsi keputusan atau desain
kebijakan publik. Hal ini berarti bahwa output kebijakan adalah berupa nasehat atau
petunjuk operasional tentang bahan pengambilan keputusan publik bagi spesifik
klien.
Oleh karena itu, analisis kebijakan haruslah disajikan secara jelas, singkat,
padat,
lengkap dan seksama.
Keempat, klien analisis kebijakan ialah para pengambil keputusan kebijakan
publik (pemerintah dan DPR) dan kelompok yang berkepentingan (interest groups)
atas kebijakan pemerintah tersebut. Klien pengguna analisis kebijakan bersifat
spesifik. Hal ini berkaitan langsung dengan output analisis kebijakan yang berupa
nasehat tentang kebijakan publik.
Kelima, analisis kebijakan berorientasi klien (client oriented). Hal ini
merupakan implikasi dari sifat analisis kebijakan yang menghasilkan nasehat
keputusan siap-guna bagi klien spesifik. Tanpa berorientasi klien analisis kebijakan
tak akan mungkin siap guna. Hal ini berarti analisis kebijakan haruslah didasarkan
pada "dari, oleh dan untuk klien". Analisis kebijakan hanya dilakukan apabila ada
permintaan atau "patut diduga" benar-benar dibutuhkan kliennya. Analisis kebijakan
didorong oleh kebutuhan mendesak kliennya (client's need push).
Berdasarkan uraian diatas, kebijakan Kementerian Pertanian tertuang dalam
Renstra 2015-2019. Arah kebijakan umum kedaulatan pangan dalam RPJMN
2015-
2019 adalah: pemantapan ketahanan pangan menuju kemandirian pangan dengan
peningkatan produksi pangan pokok, stabilisasi harga bahan pangan, terjaminnya
bahan pangan yang aman dan berkualitas dengan nilai gizi yang meningkat serta
meningkatnya kesejahteraan pelaku usaha pangan. Arah kebijakan Pemantapan
Kedaulatan Pangan tersebut dilakukan dengan 5 strategi utama, meliputi:
a. Peningkatan ketersediaan pangan melalui penguatan kapasitas produksi dalam
negeri, yang meliputi komoditas padi, jagung, kedelai, daging, gula, cabai dan
bawang merah.
b. Peningkatan kualitas Distribusi Pangan dan Aksesibilitas Masyarakat
terhadap
Pangan.
c. Perbaikan kualitas Konsumsi Pangan dan Gizi
Masyarakat
d. Mitigasi gangguan terhadap ketahanan pangan dilakukan terutama mengantisipasi
bencana alam dan dampak perubahan iklim dan serangan organisme tanaman dan
penyakit hewan.
e. Peningkatan kesejahteraan pelaku utama penghasil bahan pangan.

Dalam Renstra 2015-2019 dijelaskan bahwa salah satu fokus komoditas yang
dikembangkan yaitu, produk pertanian penting pengendali inflasi, meliputi cabai,
bawang merah, bawang putih. Salah satu strategi utama adalah “Peningkatan
ketersediaan pangan melalui penguatan kapasitas produksi dalam negeri, yang
meliputi komoditas padi, jagung, kedelai, daging, gula, cabai dan bawang merah”.

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik benang merahnya sebagai berikut:
1. Media cetak (folder) dapat menjadi alternatif media diseminasi inovasi budidaya
bawang merah TSS.
2. Berdasarkan penelitian terdahulu, media cetak (folder) efektif meningkatkan
pengetahuan sasaran, yang dapat diukur dengan menggunakan pre/post test.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas F, Pasallo S. 2013. eJournal Ilmu Komunikasi, 2013, Vol 1 No (4), Peran
Media Massa Cetak (Koran) Dalam Meningkatkan Pariwisata Danau Dua Rasa
(Labuan Cermin).
Adawiyah SE. 2003. Pengaruh Media Komunikasi HIV/AIDS Berbentuk Booklet
Dan Leaflet Terhadap Peningkatan Pengetahuan Mahasiswa Perguruan Tinggi
Swasta Di DKI Jakarta. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB
Bangun N. 1994. Pengaruh bentuk imbauan dan simpulan pesan folder tentang
bahaya limbah rumahtangga pada peningkatan pengetahuan dan perubahan
sikap menurut jender [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB.
Berlo D K. 1960. The process of communication: An introduction to theory and
practice. New York (US): Holt, Rinehart and Winston, Inc
Harahap H. 1994. Pengaruh Bentuk dan Frekuensi Penyajian Pesan Gizi Seimbang
Melalui Folder [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB
Indraningsih KS. 2017. Strategi Diseminasi Inovasi Pertanian Dalam Mendukung
Pembangunan Pertanian Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 35 No. 2,
Desember 2017: 107-123
Jahi A. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di NegaraNegara Dunia
Ketiga: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.
(Kementan). 2015. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019.
Koeswara, E., 1995, “Motivasi: Teori dan Penelitiannya”. Angkasa. Bandung.228-229
Littlejohn, W. Stephen. 2002. Theories of Human Communication, California:
Wadsworth Publishing Company.
Marlina L, Saleh A, dan R.W.E. Lumintang. 2009. Perbandingan Efektivitas Media
Cetak (Folder dan Poster-Kalender) dan Penyajian Tanaman Zodia
terhadapPeningkatan Pengetahuan Masyarakat. Jurnal Komunikasi
Pembangunan. ISSN 1693-3699 Juli 2009, Vol. 07, No. 2
McQuail, D. 1987. Teori Komunikasi Massa edisi 2. Jakarta. Erlangga.
Nuh M. 2004. Kajian Penggunaan Merek Dan Leaflet Sebagai Media Promosi
Terhadap Persepsi Konsumen Citra Produk Buah Keranji [tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana IPB.
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 35/Permentan/OT.140/7/2009
Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian
Dan Angka Kreditnya
Purwanto, D. 2006. Komunikasi Bisnis. Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta
Rahmawati, Saleh A, Hubeis M, Purnaningsih N. 2017. Factors Related To Use Of
Communication Media Spectrum Communication Network Dissemination In
Multi Channel. Int J Sci Basic
Rivers, William L & Peterson, Theodore & Jensen Jay W, 2003, Media M a s s a dan
Masyarakat M o d e r e n. Prenada Media, Jakarta
Rogers, E. 2003. Difussion of Innovations. Fifth Edition. Free Press. New York,
London, Toronto, Sidney
Siagian S P., 2012, “Teori Motivasi dan Aplikasinya”, Cetakan ke-4, PT. Rineka
Cipta, Jakarta., 150-151
Simatupang P. 2003. Analisis Kebijakan Pertanian Volume 1, No. 1, Maret 2003
Sunyoto, D, 2010, “Uji Khi Kuadrat & Regresi Untuk Penelitian”, Edisi Pertama,
Cetakan Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta., 97, 100-101, 108, 2013, “Perilaku
Organisasional: Teori, Kuesioner, dan Proses Analisis Data”, Cetakan Pertama,
CAPS (Center for Academic Publishing Service), Yogyakarta., 2-7, 10, 17, 148
Sucahya M. 2013. Teknologi Komunikasi dan Media. Jurnal Komunikasi, Volume 2,
Nomor 1, Jan - April 2013, halaman 6 - 21
Van den Ban AW, Hawkins HS. 1996. Agricultural Extension. Second Edition. New
York: John Wiley & Son, Inc
Wahyuningrum RD, Hariadi SS, Sulasmi & Gunawan 2014. Efektivitas Media
KOmunikasi Dalam Diseminasi INovasi Ayam KUB Untuk Mendukung
Kedaulatan pangan. Semnar Nasional “Kedaulan Pangan dan Pertanian” di
UGM Yogyakarta pada tanggal 6 Desember 2014
Yanti L. 2002. Pengaruh Bahasa dan Jenis Ilustrasi pada Buklet terhadap
Peningkatan Pemahaman Petani tentang Pendayagunaan Melinjo [tesis].
Bogor: Program Pascasarjana IPB.
Yuliaty C, Arthatiani F Y& Nasution Z. 2011. Diseminasi Dan Adopsi Inovasi
Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (Studi Kasus: Kegiatan Iptekmas
BBRP2BKP di Yogyakarta) Buletin Sosek Kelautan dan Perikanan Vol. 6 No. 1,
2011

Anda mungkin juga menyukai