Anda di halaman 1dari 21

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH: KOMUNIKASI DALAM PENGEMBANGAN


KELOMPOK DAN ORGANISASI

Dosen:
Prof. Dr. Ir. Sumardjo, M.S.
Dr. Dwi Retno Hapsari, SP, M. Si

Disusun oleh:
KARTIKA MAYASARI
I 352180181

PROGRAM PASCASARJANA
KOMUNIKASI PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
STRATEGI KOMUNIKASI DALAM DISEMINASI INOVASI
TEKNOLOGI PERTANIAN MENDUKUNG PERCEPATAN ADOPSI
INOVASI

PENDAHULUAN

Dalam rangka mewujudkan visi Kementerian Pertanian, yaitu terwujudnya


sistem pertanian-bioindustri berkelanjutan yang menghasilkan beragam pangan
sehat dan produk bernilai tambah tinggi berbasis sumberdaya local untuk
kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani, maka diperlukan dukungan inovasi
teknologi pertanian yang memiliki scientific recognition dengan produktivitas dan
efeisiensi tinggi. Dengan demikian tidak dapat dipungkiri bahwa, pembangunan
pertanian sangat bertumpu pada inovasi teknologi dan sesuai dengan tugas dan
fungsinya, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) telah
banyak menghasilkan inovasi dan teknologi pertanian. Tercatat, terdapat 400
teknologi inovatif Balitbangtan yang siap untuk diintroduksikan kepada
stakeholder terkait.
Inovasi teknologi pertanian tidak berarti apa-apa tanpa disertai dengan
diseminasi. Proses diseminasi menjadi salah satu kunci dalam adopsi inovasi oleh
stakeholder, sehingga berbagai upaya proaktif telah dilakukan Balitbangtan untuk
hilirisasi dan masalisasi inovasi teknologi pertanian. Merupakan salah satu tolok
ukur keberhasilan diseminasi inovasi pertanian adalah tingkat adopsi atau
penerapan inovasi. Syakir (2016) berpendapat bahwa banyak inovasi teknologi
yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian belum diadopsi dengan baik dan
dalam skala luas. Hal ini mengindikasikan bahwa segmen rantai pasok inovasi
pada subsistem penyampaian (delivery subsystem) dan subsistem penerima
(receiving subsystem) merupakan bottleneck yang menyebabkan lambannya
penyampaian informasi dan rendahnya tingkat adopsi inovasi yang dihasilkan
Badan Litbang Pertanian. Selain itu, diduga pelaksanaan diseminasi tidak
memperhatikan aspek komunikasi sehingga terjadi lambatnya proses adopsi
inovasi.
Selain dilihat dari sifat inovasinya, perlu juga mengedepankan aspek
komunikasi dalam mendiseminasikan inovasi teknologi sehingga mempercepat
proses adopsi. Oleh sebab itu dibutuhkan strategi komunikasi mendukung proses
diseminasi inovasi teknologi. Strategi komunikasi menurut Nurhayati, et al (2018)
adalah melakukan tahapan konkret dalam rangkaian aktivitas komunikasi yang
berbasis pada satuan teknik bagi implementasian tujuan komunikasi. Strategi
berperan memfasilitasi perubahan perilaku untuk mencapai tujuan komunikasi.
Aspek komunikasi selalu dihubungkan dengan komunikator, pesan, media
komunikasi, komunikan, dan feedback.
Komunikasi memiliki tujuan tertentu, baik untuk mentransfer ide,
mengedukasi, atau untuk mengubah sesuatu. Agar tujuan komunikasi tercapai
maka seluruh proses komunikasi harus berjalan dengan baik. Agar proses
komunikasi berjalan dengan baik, maka setiap unsur dalam komunikasi harus
diperhatikan sedemikian rupa, sehingga dapat menghasilkan feedback positif dari
komunikan, yang dalam hal ini muaranya adalah adopsi inovasi teknlogi oleh
stakeholder.
Berdasarkan uraian diatas maka rumusan permasalahannya adalah bagaimana
implementasi diseminasi inovasi teknologi pertanian, dan bagaimanakah strategi
komunikasi diseminasi yang harus dilakukan dalam rangka mendukung
percepatan adopsi inovasi. Adapun tujuan dari tulisan ini adalah untuk
mengidentifikasi proses diseminasi inovasi sehingga dapat direkomendasikan
strategi komunikasi dalam diseminasi inovasi teknologi pertanian sehingga
tercapai tujuan utama yaitu percepatan adopsi inovasi.

KAJIAN LITERATUR

Proses dan Strategi Komunikasi


Komunikasi yang efektif adalah apabila penerima menginterpretasikan
pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim (Supratikno,
1995). Apabila telah terjadi kesamaan makna dalam proses komunikasi seperti
diuraikan di atas maka akan terjadi saling pengertian antara kedua belah pihak
Adapun fungsi komunikasi menurut Effendy (1984) dalam bukunya Dimensi-
Dimensi Komunikasi, meliputi:
a) Memberikan informasi (public information)
b) Mendidik masyarakat (public education)
c) Mempengaruhi masyarakat (public persuation)
d) Menghibur masyarakat (public entertainment)
Strategi merujuk pada pendekatan komunikasi menyeluruh yang akan
diambil dalam rangka menghadapi tantangan yang akan dihadapi selama
berlangsungnya proses komunikasi.  Berbagai pendekatan dapat dilakukan
tergantung pada situasi dan kondisi, misalnya pendekatan kesehatan masyarakat,
pendekatan pasar bebas, model pendidikan, atau pendekatan konsorsium. Salah
satu dari pendekatan-pendekatan itu dapat dianggap sebagai dasar dari sebuah
strategi dan berfungsi sebagai sebuah kerangka kerja untuk perencanaan
komunikasi selanjutnya. Sebuah strategi hendaknya menyuguhkan keseluruhan
arah bagi inisiatif, kesesuaian dengan berbagai sumber daya yang tersedia,
meminimalisir resistensi, menjangkau kelompok sasaran, dan mencapai tujuan
inisiatif komunikasi.
Menurut Effendy (1984), strategi adalah perencanaan atau planning dan
manajemen untuk mencapai suatu tujuan yang hanya dapat dicapai melalui taktik
operasional. Sebuah strategi komunikasi hendaknya mencakup segala sesuatu
yang dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana berkomunikasi dengan khalayak
sasaran. Strategi komunikasi mendefinisikan khalayak sasaran, berbagai tindakan
yang akan dilakukan, mengatakan bagaimana khalayak sasaran akan memperoleh
manfaat berdasarkan sudut pandangnya, dan bagaimana khalayak sasaran yang
lebih besar dapat dijangkau secara lebih efektif.
Menurut Effendy (2006) strategi komunikasi adalah metode atau langkah-
langkah yang diambil untuk keberhasilan proses penyampaian pesan oleh
seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat
dan perilaku, baik secara langsung (lisan) maupun tidak langsung melalui media.
Sehingga dapat dikatakan strategi komunikasi adalah metode atau langkah-
langkah yang diambil untuk keberhasilan proses penyampaian pesan oleh
seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat
dan perilaku, baik secara langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui
media untuk mencapai suatu tujuan.
Untuk mengimplementasikan strategi komunikasi dibutuhkan taktik atau
metode yang tepat. Taktik dan strategi memiliki keterkaitan yang kuat. Jika
sebuah strategi yang telah kita susun dengan hati-hati adalah strategi yang tepat
untuk digunakan, maka taktik dapat dirubah sebelum strategi. Namun, jika kita
merasa ada hal yang salah pada tataran taktik maka kita harus mengubah strategi.
Rogers dalam Cangara (2013) memberi batasan pengertian komunikasi
sebagai suatu rancangan yang dibuat untuk mengubah tingkah laku manusia
dalam skala lebih besar melalui transfer ide-ide baru. Menurut seorang pakar
perencanaan komunikasi Middleton dalam Cangara (2013) juga membuat definisi
dengan menyatakan bahwa strategi komunikasi adalah kombinasi terbaik dari
semua elemen komunikasi mulai dari komunikator, pesan, saluran (media),
penerima sampai pada pengaruh (efek) yang dirancang mencapai tujuan
komunikasi yang optimal.
Strategi komunikasi memungkinkan suatu tindakan komunikasi dilakukan
untuk target-terget komunikasi yang dirancang sebagai target perubahan. Bahwa
di dalam strategi komunikasi pemasaran, target utamanya adalah pertama,
bagaimana membuat orang sadar bahwa dia memerlukan suatu produk, jasa atau
nilai dan apbila perhatian sudah terbangun, maka target terpentingnya adalah agar
orang loyal untuk membeli produk, jasa atau nilai itu (Bungin, 2015).
Di dalam menjalankan strategi komunikais maka seluruh proses komunikasi
harus dipahami sebagai proses mentrasformasikan pesan diantara kedua belah
pihak. Kedua pihak, memiliki kepentingan di dalam prpses ini dan memiliki
pengetahuan yang saling dipertukarkan satu dengan yang lainnya, oleh karena itu
strategi komunikasi harus mempertimbangkan semua pihak yang terlibat di dalam
proses komunikasi (Bungin, 2015).
Strategi komunikasi merupakan manajemen perencanaan menyeluruh dalam
sebuah komunikasi untuk mencapai efek yang diinginkan. Dalam menyusun suatu
strategi komunikasi perlu mengembalikan kembali pada elemen-elemen
komunikasi, yaitu who says what, to whom, through what channels, and what
effect. Berdasarkan elemen komunikasi diatas, Cangara (2014) menuliskan
beberapa langkah-langkah dalam perencanaan strategi komunikasi, diantaranya
menetapkan komunikator, menetapkan target sasaran, menyusun pesan, memilih
media komunikasi, serta evaluasi.
Komunikator merupakan hal utama dalam suatu kegiatan komunikasi. Hal
ini disebabkan karena komunikator adalah perantara pesan yang akan disampaikan
kepada khalayak atau tujuan pesan. Cangara menyatakan seorang komunikator
yang akan bertindak sebagai ujung tombak suatu program harus terampil
berkomunikasi, kaya akan ide, serta penuh kreativitas. Oleh karena itu, pemilihan
komunikator yang tepat dapat membawa efek bagi komunikasi yang dilakukan.
Selain komunikator, langkah lain dalam perencanaan strategi komunikasi
adalah penetapan target sasaran. Penetapan target sasaran ini akan berhubungan
juga dengan penyusunan pesan yang akan disampaikan serta media yang
digunakan. Disebutkan pula oleh Cangara (2014) bahwa dalam menentukan target
sasaran dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek yaitu; sosiodemografis, psikologis, serta
perilaku masyarakat. Penyesuaian terhadap tiga hal tersebut akan membawa
pengaruh terhadap pesan yang akan disampaikan serta media yang akan
digunakan
Strategi komunikasi hakekatnya merupakan perencanaan (planning) dan
manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Didalamnya terdapat
tujuan atau arah dan taktik operasional. Harold Laswell mendeskripsikan “Who
Says What in Which Channel to Whom With What Effect” sebagai deskripsi dari
komunikasi. Dan strategi komunikasi dapat dihubungkan dengan komponen-
komponen yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan dalam pemikiran
Laswell tersebut.
Dalam menetapkan strategi komunikasi, terdapat beberapa tahapan,
diantaranya :
1. Menetapkan komunikator
Komunikator merupakan sumber dan kendali segala aktivitas komunikasi.
Sebagai pelaku utama dalam aktivitas komunikasi, komunikator memegang
peranan yang penting. Tiga syarat yang harus dipenuhi oleh seorang
komunikator adalah: kredibilitas atau tingkat kepercayaan orang lain kepada
dirinya, daya tarik atau attractive, dan kekuatan atau power.
2. Menetapkan target sasaran dan analisis kebutuhan khalayak
Masyarakat disebut dengan khalayak atau audience. Hal inilah yang perlu
diperhatikan karena masyarakat merupakan target program komunikasi, sebab
semua aktivitas komunikasi diarahkan kepada mereka. Mereka yang
menentukan berhasil atau tidaknya suatu program, jika mereka tidak tertarik
pada program yang ditawarkan, maka kegiatan komunikasi yang dilakukan
akan menjadi sia-sia.
a. Aspek Sosiodemografik, mencakup usia, jenis kelamin, pekerjaan,
pendidikan, tingkat pendapatan, agama, ideologi, etnis, dan pemilikan
media.
b. Aspek Profil Psikologis, hal ini mencakup sikap yang terlihat dari
kejiwaan masyarakat. Contohnya; tenang, tempramen, sabar, dendam,
antipati, terus terang, jujur, penakut, dan lain-lain.
c. Aspek Karakteristik Perilaku Masyarakat, hal ini mencakup kebiasaan-
kebiasaan yang dijalani dalam kehidupan suatu masyarakat. Apakah
agamis (religious). Santun, suka berpesta dan ambuk-mabukan, suka
menabung, suka protes, tenggang rasa, boros, suka menolong, dan lain-
lain.
3. Menyusun pesan
Pesan merupakan segala sesuatu yang disampaikan oleh seseorang dalam
bentuk simbol yang dipersepsi dan diterima oleh kyalayak dalam serangkaian
makna. Pesan sangat tergantung pada program yang ingin disampaikan. Jika
program bersifat komersial maka pesan harus bersifat persuasive dan
provokatif, sedangkan jika program bersifat penyuluhan maka pesan harus
bersifat persuasive dan edukatif.
4. Memilih media dan saluran komunikasi
Memilih media komunikasi harus mempertimbangkan karakteristik isi dan
tujuan isi pesan yang ingin disampaikan, serta jenis media yang dimiliki oleh
khalayak. Isi pesan maksudnya adalah kemasan pesan yang ditujukan untuk
masyarakat luas dan kemasan pesan untuk komunitas tertentu. Untuk
masyarakat luas, pesan sebaiknya disalurkan melalui media massa seperti surat
kabar atau radio dan televisi, dan untuk komunitas tertentu menggunakan
media selebaran atau saluran komunikasi kelompok.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah metode pengkajian dan penilaian keberhasilan kegiatan
komunikasi yang telah dilakukan, dengan tujuan memperbaiki atau
meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai sebelumnya
Hasil penelitian oleh Nurhayati et all (2018), menunjukkan bahwa strategi
komunikasi yang tepat dalam pendiseminasaian inovasi teknologi budidaya padi
di Kabupaten Sidrap adalah pendekatan komunikasi interpersonal (dialog/ tukar
pendapat, diskusi/musyawarah, ceramah/ pengarahan, kunjungan usaha tani,
kunjungan petani kepada petugas). Media massa yang paling efektif dalam proses
pendiseminasian adalah menggunakan poster, pamplet dan siaran radio. Faktor-
faktor dominan yang berkorelasi dengan strategi pendiseminasian inovasi
teknologi budidaya padi terdiri dari: (1) Faktor karakteristik petani yaitu
pendidikan, status petani, motivasi, etos kerja dan kekosmopolitan; (2) Faktor
karakteristik inovasi yaitu keuntungan relatif, kesesuaian dan dapat dicoba; (3)
Faktor lingkungan fisik yang terdiri dari keterjangkauan saprodi dan informasi;
dan (4) Faktor lingkungan sosial yaitu dukungan keluarga dan mitra usaha.
Menurut Nasution (2002) prinsip prinsip pemakaian strategi komunikasi
pembangunan untuk menghindari kemungkinan efek-efek yang tidak diinginkan
ada beberapa antara lain :
a) Pengunaan pesan yang dirancang secara khusus (tailored message) untuk
khalayak yang spesifik,
b) Pendekatan "ceiling effect" yaitu dengan mengkomunikasikan pesan-pesan bagi
golongan yang dituju
c) Penggunaan pendekatan "narrow casting" atau melokalisir penyampaian pesan
bagi kepentingan khalayak
d) Pemanfaatan saluran tradisional, yaitu berbagai bentuk pertunjukkan rakyat
yang sejak lama berfungsi sebagai saluran pesan yang akrab dengan
masyarakat setempat
e) Pengenalan para pemimpin opini di kalangan lapisan masyarakat yang
berkekurangan (disadvantage), dan meminta bantuan mereka untuk menolong
mengkomunikasikan pesan-pesan pembangunan.
f) Mengaktifkan keikutsertaan agen-agen perubahan yang berasal dari kalangan
masyarakat sendiri sebagai petugas lembaga pembangunan yang beroperasi di
kalangan rekan sejawat mereka sendiri.
g) Diciptakan dan dibina cara-cara atau mekanisme keikutsertaan khalayak bagai
pelaku-pelaku pembangunan itu sendiri) dalam proses pembangunan, yaitu
sejak tahap perencanaan sampai evaluasinya

Tujuan Strategi Komunikasi


Strategi menggambarkan sebuah arah yang didukung oleh berbagai sumber
daya yang ada. Menurut R. Wayne Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dallas
Burnett menyatakan bahwa strategi komunikasi memiliki 3 (tiga) tujuan, yaitu
(Effendy, 1984 : 35-36) :
1. To secure understanding – memastikan pesan diterima oleh komunikan.
2. To establish acceptance – membina penerimaan pesan.
3. To motivate action – kegiatan yang dimotivasikan.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam komunikasi terdapat beberapa
komponen yang mendukung berjalannya proses komunikasi. Berbagai literatur
menyatakan bahwa terdapat sebuah paradigma atau formula yang sering
digunakan untuk mengetahui komponen-komponen komunikasi. Paradigma atau
formula itu adalah paradigma atau formula yang dikemukakan oleh Harold D.
Lasswell. Melalui paradigma atau formula yang telah dirumuskannya, Harold D.
Lasswell mencoba untuk memberikan penjelasan kepada kita bahwa untuk
mengetahui apa saja yang menjadi komponen-komponen komunikasi maka harus
menjawab beberapa pertanyaan seperti Who Says What In What Channel To
Whom With What Effect.
Jika kita menjawab pertanyaan-pertanyaan itu maka dapat kita ketahui
komponen-komponen komunikasi yaitu komunikator, pesan, media atau saluran
komunikasi, khalayak, dan efek. Penjelasan secara lebih detil tentang paradigma
atau formula Lasswell ini pun telah digambarkan ke dalam sebuah model
komunikasi yaitu model komunikasi Lasswell.
Formula Lasswell ini tidak luput dari kritik yang salah satunya datang dari
Gerhard Maletzke. Maletzke menyatakan bahwa paradigma atau formula yang
dikemukakan oleh Lasswell tidak mempertimbangkan hal yang sangat penting,
yakni tujuan yang akan dicapai oleh komunikator. Tidak sedikit ahli yang
menyatakan bahwa tujuan komunikasi hendaknya dinyatakan secara eksplisit
karena tujuan komunikasi berkaitan erat dengan khalayak sasaran dalam strategi
komunikasi.

Diseminasi Inovasi Pertanian


Diseminasi adalah upaya pengelolaan dan penyebaran informasi yang
dilakukan dengan tujuan pesan yang disampaikan dapat diterima, dimengerti,
dipahami dan diaplikasikan seluas-luasnya dalam kehidupan sehari-hari petani
(Nurhayati et al, 2018).
Diseminasi inovasi pertanian menggunakan media dan komunikasi yang
tepat diharapkan dapat meningkatkan adopsi inovasi. Hal ini sejalan dengan
pendapat Berlo (1960) bahwa media merupakan salah satu elemen komunikasi
yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari sumber ke penerima.
Penyebarluasan informasi melalui media komunikasi merupakan rangkaian timbal
balik dan tak terpisahkan dalam upaya penyebaran inovasi (Rahmawati et al.
2017).
Sumardjo (2012) berpendapat bahwa kendala dalam diseminasi inovasi
pertanian adalah: (1) Pihak penyedia atau penghasil inovasi yang berorientasi
pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bukan pada kebutuhan
petani pengguna; (2) Pihak pelaksana diseminasi, kelembagaan penyuluhan di
daerah dalam era otonomi terjadi kelemahan pemahaman dan komitmen pimpinan
daerah terhadap pengembangan dan penyelenggaran penyuluhan; dan (3) Petani
pengguna inovasi, yang sebagian besar merupakan petani skala kecil dan kurang
berani menanggung risiko dalam mengadopsi inovasi pertanian. Selain itu, semua
petani dianggap sama, dan sering yang dimaksud dengan petani hanya sebatas
petani yang dinilai mampu melaksanakan program pemerintah, yang secara umum
adalah petani menengah ke atas, dengan jumlah yang relatif terbatas. Petani
menengah ke bawah sebenarnya akan mampu melaksanakan program pemerintah
apabila diberi kepercayaan dan kesempatan untuk melaksanakannya, dengan
diawali fasilitasi dan bimbingan dari penyuluh.

Menurut Basuno (2003), sistem diseminasi teknologi pertanian, memerlukan


pergeseran, dari bergantung pada penyuluh lapangan semata, menjadi bergantung
juga pada petani, sebab pada hakekatnya pertanian progresif selalu berubah.
Dengan demikian perlu dipikirkan kemungkinan menggunakan petani sebagai
penyuluh sebagai mitra kerja penyuluh profesional. Proses diseminasi inovasi
pertanian sangat ditentukan oleh tingkat motivasi petani yang akan mengadopsi
teknologi tersebut.

Proses Adopsi Inovasi


Adopsi dalam proses penyuluhan (pertanian), pada hakekatnya dapat
diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan
(cognitive), sikap (affective), maupun keterampilan (psychomotoric) pada diri
seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan penyuluh kepada
masyarakat sasarannya. Penerimaan di sini mengandung arti tidak sekedar ”tahu”
tetapi sampai benar-benar dapat melaksanakan atau menerapkannya dengan benar
serta menghayatinya dalam kehidupan dan usaha taninya.
Penerimaan inovasi tersebut, biasanya dapat diamati secara langsung
maupun tidak langsung oleh orang lain, sebagai cerminan dari adanya perubahan:
pengetahuan, sikap dan keterampilannya. Adopsi merupakan hasil dari kegiatan
penyampaian pesan penyuluhan yang berupa inovasi, maka proses adopsi dapat
digambarkan sebagai suatu proses komunikasi yang diawali dengan penyampaian
inovasi sampai dengan terjadinya perubahan, seperti ditampilkan pada gambar
dibawah ini (Mardikanto 1993).

Gambar 1. Proses adopsi inovasi dalam penyuluhan

Kendala yang dihadapi oleh kelompok dalam adopsi teknologi antara lain
adalah: (1) kemajemukan budaya menciptakan persepsi yang berbeda terhadap
introduksi teknologi baru, (2) etos kerja dan profesionalisme pengurus kelompok
yang umumnya masih rendah, (3) kesadaran sebagian anggota yang rendah
mempersulit untuk mempertahankan keutuhan kelompok, (4) konflik kepentingan
antara beberapa anggota kelompok, sehingga menyulitkan pencapaian tujuan
kelompok dalam adopsi teknologi.
Untuk memanfaatkan potensi yang ada serta meminimalkan dampak negatif
dari kendala yang dihadapai, maka diperlukan berbagai langkah kebijakan
strategis antara lain: (1) peningkatan kapasitas petani untuk bekerjasama dalam
kelompok melalui berbagai sekolah lapang atau pelatihan kelembagaan petani, (2)
menumbuhkembangkan kesamaan persepsi tentang pentingnya kerjasama dalam
kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian akan tercipta rasa
kebersamaan (kekompakan) yang kuat dari tiap anggota kelompok yang
merupakan modal dasar keberhasilan kelompok dalam proses adopsi teknologi
(Nuryanti dan Swastika 2011).
Menurut Rogers (1983), adopsi adalah keputusan untuk menggunakan
sepenuhnya ide baru sebagai cara bertindak yang baik dan benar. Tingkat adopsi
merupakan kecepatan relatif suatu inovasi yang diadopsi oleh anggota dalam
kelompok suatu sistem sosial. Tingkat adopsi biasanya diukur dengan lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk persentase tertentu dari anggota dalam kelompok
suatu sistem untuk mengadopsi suatu inovasi. Oleh karena itu, untuk melihat
tingkat adopsi diukur dengan menggunakan suatu inovasi dan sistem, sebagai unit
analisis. Berikut proses adopsi inovasi ada 5 tahapan yaitu:
a. Pengenalan adalah proses seseorang mengetahui adanya inovasi dan
memperoleh beberapa pengetahuan tentang bagaimana inovasi itu berfungsi
baik dan benar.
b. Persuasi adalah proses seseorang membentuk sikap berkenan atau tidak
berkenan terhadap inovasi tersebut.
c. Keputusan adalah proses seseorang terlibat dalam kegiatan yang di hadapi
pada pilihan untuk menerima atau menolak inovasi tersebut.
d. Implementasi adalah proses seseorang melaksanakan keputusan yang telah
diambilnya.
e. Konfirmasi adalah proses seseorang mencari penguat bagi keputusan inovasi
yang telah dibuatnya dan akan melakukannya secara berkelanjutan pada
inovasi tersebut. Pada tahap ini mungkin terjadi seseorang merubah
keputusannya jika memperoleh informasi yang bertentangan dan berbeda.

Sifat Inovasi dan Adopter


Menurut Soekartawi (1988), sifat sifat inovasi menentukan kecepatan adopsi
inovasi dan peranan komunikator sangat berpengaruh terhadap kecepatan proses
adopsi inovasi. Beberapa sifat-sifat inovasi sebagai berikut:
1. Relative Advantage (apakah memberi keuntungan atau tidak) Sejauh mana
suatu teknologi baru akan memberikan keuntungan lebih dari pada teknologi
sebelumnya. Jika teknologi baru akan memberikan keuntungan yang relatif
lebih besar dari pada teknologi sebelumnya, maka kecepatan proses adopsi
inovasi akan berjalan lebih cepat.
2. Kompatibilitas (keserasian) Teknologi baru dapat menggantikan teknologi
sebelumnya karena teknologi tersebut tidak saling mendukung, namun banyak
pergantian teknologi sebelumnya dengan teknologi baru yang merupakan
kelanjutan saja. Jika teknologi baru tersebut merupakan kelanjutan dari
teknologi sebelumnya yang telah dilaksanakan petani, maka kecepatan proses
adopsi inovasi akan berjalan relatif lebih cepat.
3. Kompleksitas (kerumitan) Inovasi teknologi yang cukup rumit untuk
diterapkan akan mempengaruhi kecepatan proses adopsi inovasi tersebut.
Artinya, semakin mudah teknologi baru dapat akan cepat proses praktek kan
dan semakin cepat juga proses adopsi inovasi yang dilakukan petani. Oleh
karena itu, agar proses adopsi inovasi dapat berjalan lebih cepat, maka
penyajian inovasi baru tersebut harus lebih sederhana.
4. Triabilitas (kemudahan) Kemudahan artinya, semakin mudah teknologi baru
tersebut dilakukan, maka relatif makin cepat proses adopsi inovasi yang
dilakukan petani.
5. Observabilitas (dapat dilihat) Pola pikir petani sering kali sulit diajak untuk
tahu tentang cara mengadopsi inovasi teknologi, walaupun inovasi teknologi
tersebut telah memberikan keuntungan yang lebih. Jadi bagaimana cara
memberikan pengertian itu semudah mungkin agar petani dapat mengerti
sehingga ia mampu dan mau melakukan adopsi inovasi

Rogers (2003) menyatakan bahwa pengelompokan adopter terdiri dari:


1) Innovators merupakan individu yang secara aktif mencari gagasan baru dan
bersifat dinamis. Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi
tergolong kepada jenis innivators dengan ciri-cirinya yaitu: petualang, berani
mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi
2) Early Adopters (Perintis/Pelopor) merupakan tipe individu yang memiliki
kepedulian untuk membantu mengembangkan sistem sosianya. sekitar 13,5%
yang memiliki tipe early adopters ini yang menjadi para perintis dalam
penerimaan inovasi. Cirinya adalah: para teladan (pemuka pendapat), orang
yang dihormati, akses di dalam tinggi
3) Early Majority (Pengikut Dini) merupakan individu yang termasuk pengikut
dini dalam kelompoknya. Tipe ini berkisar 34% yang menjadi pengikut awal
dengan cirinya: penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.
4) Late Majority (Pengikut Akhir) merupakan individu yang mengikuti
kelompoknya, saat seluruh anggota kelompok sudah mengadopsi suatu inovasi.
Pengikut akhir ini berkisar 34% dalam penerimaan inovasi. adapun ciri-ciri
dari pengikut akhir ini adalah: skeptis, menerima karena pertimbangan
ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati.
5) Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional), keberadaan pengikut laggard atau
individu yang paling akhir menerima inovasi. Kelompok laggarad berkisar
16% dalam suatu sistem sosial dengan cirinya yaitu tradisional, terisolasi,
wawasan terbatas, bukan opinion leaders, sumberdaya terbatas.
PEMBAHASAN

Implementasi Diseminasi Inovasi Teknologi Pertanian


Berbagai upaya dilakukan Balitbangtan untuk mendiseminasikan inovasi
teknologi pertanian kepada stakeholder. Menurut Hasan et al (2012), salah satu
kebijakan program percepatan adopsi dan difusi inovasi Badan Litbang Pertanian
adalah program Prima Tani. Mulai tahun 2011 Badan Litbang Pertanian
melaksanakan diseminasi dengan pendekatan model Spectrum Diseminasi Multi
Channel (SDMC), yaitu suatu terobosan mempercepat dan memperluas jangkauan
diseminasi dengan memanfaatkan berbagai saluran komunikasi dan pemangku
kepentingan (stakeholders) yang terkait secara optimal melalui berbagai media
secara simultan dan terkoordinasi.
Pendekatan model Spectrum Diseminasi Multi Channel (SDMC), yaitu
suatu terobosan mempercepat dan memperluas jangkauan diseminasi inovasi
teknologi budi daya dengan memanfaatkan berbagai saluran komunikasi dan
pemangku kepentingan (stakeholder) yang terkait secara optimal melalui berbagai
media secara simultan dan terkoordinasi (Balitbangtan 2011). Adapun
Indraningsih (2017) menyatakan bahwa diseminasi inovasi teknologi dengan
pola/model SDMC yang diawali dengan sosialisasi dan advokasi kepada para
pemangku kepentingan sehingga yang bersangkutan dapat menjadi penyalur
inovasi teknologi kepada petani, Sekolah lapang (SL), penerbitan dan
penyebarluasan media cetak leaflet serta pelaksanaan demplot teknologi budi daya
dan pascapanen (dimana ditentukan satu orang petani kooperator untuk masing-
masing lokasi).
Masih berdasarkan Indraningsih (2017), pendekatan SDMC terdapat tiga
komponen penting yang saling terkait antara satu sama lainnya, yakni generating
system, delivery system dan receiving system. Pada tingkat generating system,
sumber inovasi teknologi yang dikembangkan bersumber dari Balitbangtan yang
terdiri dari Pusat Penelitian, Balai Besar, Balit, BPTP, dan Lolit. Dalam
pendekatan ini BPTP berperan ganda, sebagai penyedia teknologi sekaligus
sebagai penyalur teknologi untuk mendiseminasikan teknologi yang bersumber
dari Puslit/Balit dan Balai Besar. Jalur komunikasi yang dilakukan untuk
menyebarluaskan teknologi dilakukan melalui cara langsung ke pengguna (pelaku
usaha dan pelaku utama), atau dilakukan melalui institusi yang berperan sebagai
delivery system. Pada delivery system, penyampaian informasi teknologi dari
sumber teknologi kepada pengguna dilakukan dengan mengoptimalkan pemangku
kepentingan dan memanfaatkan media diseminasi. Pemangku kepentingan yang
terkait dengan diseminasi ini meliputi Pustaka, Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD), lembaga penyuluhan, LSM, Ditjen teknis, BPTP, dan BPATP. Adapun
jenis mediasi dan saluran komunikasi dibedakan atas empat bentuk, yaitu: 1)
pameran (in-house visitor display, public-display/expo, visitor plot/petak
percontohan, technology showcase/ gelar teknologi); 2) forum pertemuan (temu
informasi, temu lapang, temu aplikasi teknologi, rapat kerja, rapat teknis, seminar,
simposium, pelatihan, lokakarya, sekolah lapang, kegiatan partisipatif lainnya), 3)
media cetak (buku, booklet, komik, brosur, leaflet, flyer, poster, baliho, koran,
majalah/jurnal, tabloid, warta/newsletter, buletin, liputan), 4) media
elektronik/digital (radio, televisi, internet, mobile phone (WAP), SMS Center,
CD/VCD/DVD), dan 5) media sosial (twitter, youtube, facebook, instragram).
Pada receiving system, target diseminasi adalah pengguna teknologi yang
meliputi pelaku utama dan pelaku usaha dalam bidang pertanian. Pengguna
teknologi dimaksud terdiri dari petani, baik secara individual maupun tergabung
dalam kelompok tani dan Gapoktan, Pemda, BUMN, pengambil keputusan
nasional/daerah, penyuluh, pengusaha/swasta/ industri, peneliti/ilmuwan.
Terdapat enam tahapan kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam rangka
implementasi SDMC, yaitu 1) rancangan model, 2) meningkatkan kemampuan
petani dalam inovasi produksi dan pasar untuk peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan petani, 3) menyediakan teknologi tepat guna untuk mendukung
pembangunan pertanian di wilayah, 4) memberdayakan petani melalui
peningkatkan partisipasi dan pengembangan kelembagaan, 5) perbaikan
infrastruktur desa yang dibutuhkan untuk mendukung inovasi pertanian/agribisnis
di perdesaan, dan 6) meningkatkan akses petani terhadap informasi pasar dan
teknologi pertanian (Syakir, 2016).
Berdasarkan hasil penelitian Hasan et al. (2012) dapat disimpulkan sebagai
berikut: (1) Pola/model Diseminasi Multi Channel (DMC) dapat meningkatkan
adopsi inovasi teknologi budi daya dan pascapanen kakao dari 19,4% menjadi
45,6% di Nagari Parit Malintang Kabupaten Padang Pariaman dan dari 30,0%
menjadi 73,9% di Nagari Simpang Sugiran Kabupaten Limapuluh Kota; (2)
Peningkatan adopsi inovasi teknologi budi daya dan pascapanen kakao
mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas kakao dari 450,7 kg/ha/th
menjadi 720,5 kg/ha/th di Nagari Parit Malintang Kabupaten Padang Pariaman
dan dari 570,3 kg/ha/th menjadi 1.239,71 kg/ha/th di Nagari Simpang Sugiran
Kabupaten Limapuluh Kota.(3) Selain itu juga terjadi peningkatan mutu biji
kakao yang dihasilkan petani pada ke dua lokasi sehingga sesuai dengan SNI.
Dalam upaya peningkatan produksi kakao di Provinsi Sumatera Barat perlu
dilakukan percepatan adopsi inovasi teknologi melalui pola/model Diseminasi
Multi Channel (DMC) dengan demplot dan Sekolah Lapang (SL) budi daya dan
pascapanen kakao pada setiap kecamatan daerah pengembangan kakao.
Implementasi diseminasi inovasi teknologi pertanian pun tidak luput dari
peran Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), yang merupakan
perpanjangan tangan dari Kementerian Pertanian. Tercatat, sampai saat ini telah
berdiri 34 BPTP yang tersebar di setiap provinsi di Indonesia. Keberadaannya
yang dekat dengan stakeholder, seharusnya menjadikan proses diseminasi lebih
singkat sehingga mampu mempercepat adopsi. Akan tetapi, faktor pengambilan
keputusan adopsi dipengaruhi oleh banyak faktor, bukan hanya dari aspek
diseminasinya saja.
Menghadapi tuntutan kebutuhan yang semakin meingkat dan untuk meningkatkan
kinerja BPTP, tugas dan fungsi BPTP pun terjadi penyempurnaan, dengan
berlakunya Permentan No.19/ Permentan/ OT.020/ 5/2017 yang menggantikan
Permentan No. 20/Permentan/OT.140/3/2013 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
BPTP. Adapun penyempurnaannya adalah terdapat pada diseminasi inovasi
teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi. Selain melaksanakan kegiatan
penelitian, pengkajian dan perakitan teknologi, BPTP mempunyai tanggung jawab
terhadap pelaksanaan bimbingan teknis materi penyuluhan dan diseminasi hasil
pengkajian teknologi pertanian spesifik lokasi.
Di sisi lain, upaya diseminasi inovasi berbasis teknologi informasi yang
dilakukan Kementan adalah berupa cyber extension. Hal ini dikukuhkan melalui
Keputusan Kepala BPPSDMP No 2/Kpta/OT.130/ J/3/2010 tentang Pembagian
Wilayah Kerja Unit Pelaksana Teknis terkait dengan mekanisme pengembangan
jaringan komunikasi inovasi pertanian (Indraningsih et al. 2014). Menurut Helmy
(2013) cyber extension dapat meningkatkan keberdayaan penyuluh melalui
penyiapan informasi pertanian yang tepat waktu, dan relevan dalam mendukung
proses pengambilan keputusan penyuluh, guna penyampaian data dan informasi
pertanian kepada petani dan kelompok taninya. Dalam sektor pertanian, informasi
melalui media elektronik dan alur informasi melalui sistem jaringan dunia maya
telah merambah sampai ke pelosok desa. Cyber extensión merupakan
pengembangan informasi dan inovasi pertanian berbasis teknologi informasi
komunikasi (TIK), dilakukan menggunakan jaringan komputer terprogram, yang
terkoneksi dengan internet. Berkembangnya sistem penyuluhan melalui cyber
extensión secara leluasa akan lebih mampu mengembangkan sistem akses
informasi aktual, inovasi, kreativitas, dan uji lokal. Cyber extension merupakan
alternatif metoda penyuluhan yang efektif dan tepat guna dalam rangka
memberdayakan petani dan masyarakat pertanian pada umumnya.

Strategi Komunikasi dalam Diseminasi Inovasi Pertanian


Strategi komunikasi merupakan manajemen perencanaan menyeluruh dalam
sebuah komunikasi untuk mencapai efek yang diinginkan. Dalam menyusun suatu
strategi komunikasi perlu mengembalikan kembali pada elemen-elemen
komunikasi, yaitu who says what, to whom, through what channels, and what
effect. Dalam menetapkan strategi komunikasi, terdapat beberapa tahapan
berdasarkan elemen diatas, diantaranya:
1. Menetapkan komunikator
Komunikator merupakan sumber dan kendali segala aktivitas komunikasi.
Sebagai pelaku utama dalam aktivitas komunikasi, komunikator memegang
peranan yang penting. Dalam hal ini, Balitbangtan di bawah Kementerian
Pertanian tidak hanya mempunyai fungsi sebagai penghasil inovasi, akan
tetapi juga bertanggung jawab terhadap hilirisasi dan masalisasi teknologi
pertanian.
Secara hierarki, tugas dan fungsi tersebut pun menjadi tugas dan fungsi setiap
BPTP yang menjadi UPT Balitbangtan. BPTP berperan sebagai ujung tombak
dalam diseminasi inovasi teknologi hasil Balitbangtan. Sebagai komunikator,
BPTP perlu memperhatikan kualifikasi yang harus dipenuhi meliputi:
kredibilitas atau tingkat kepercayaan orang lain kepada dirinya, daya tarik
atau attractive, dan kekuatan atau power. James McCroskey dalam (Cangara,
2014) menjelaskan bahwa kredibilitas dapat diperoleh dari beberapa hal yaitu:
kompetensi, sikap, tujuan, kepribadian dan dinamika.
Dalam mendiseminasikan inovasi, BPTP harus merancang strategi
komunikasi sehingga tujuan dapat dicapai. Kemampuan sebagai komunikator
pun harus dibangun, sehingga perlu untuk mengagendakan pelatihan/training
agar lebih memahami peran menjadi seorang komunikator. Komunikator
dimaksudkan disini bukan hanya menyampaikan pesan yang bermuatan
inovasi saja, akan tetapi juga mempersuasi seseorang agar mampu dan mau
mengadopsi inovasi teknologi tersebut. Tentunya, hal ini bukan sesuatu hal
yang mudah diperlukan ketrampilan bahkan keahlian khusus dalam
mempengaruhi dan membujuk seseorang untuk bersedia
mengimplementasika inovasi yang diintroduksikan.
2. Menetapkan target sasaran dan analisis kebutuhan khalayak
Sebagai seorang komunikator, haruslah mengenal karakteristik dari target
sasaran, yang dalam hal ini adalah petani dan keluarganya. Hal ini tentunya
akan berpengaruh terhadap metode dan media yang akan digunakan dalam
diseminasi. Setiap ada inovasi teknologi yang akan diintroduksikan kepada
stakeholder, BPTP sebaiknya mengadakan survey untuk menentukan target
sasarannya, tentunya salah satu kriteria adalah petani yang sedang
membutuhkan suatu inovasi teknologi dalam memecahkan permasalahannya.
Target sasaran yang diintroduksikan inovasi teknologi tersebut sebagai pilot
project/model atau local champion bagi petani yang lain, sehingga dapat
menarik minat petani di sekitar untuk lebih aware dan bahkan mau mengikuti
untuk mengadopsi inovasi tersebut.
Di sisi lain, dalam menentukan inovasi teknologi yang akan dikaji dan
diintroduksikan, merupakan hasil dari PRA (Participatory Rural Appraisal),
sehingga sesuai dengan kebutuhan stakeholder. Selanjutnya proses
diseminasinya tentu dengan mengutamakan target sasaran yang memang
membutuhkan inovasi tersebut.
Pertimbangan lainnya yang harus diperhatikan oleh komunikator yaitu setiap
khalayak adalah unik. Respon dari setiap khalayak terhadap pesan yang
disampaikan akan berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh faktor motivasi,
tingkat pendidikan, latar belakang sosial, minat dan budaya. Tentunya hal ini
akan meminimalisir hambatan komunikasi.
3. Menyusun pesan
Pesan inovasi teknologi yang diintroduksikan oleh BPTP akan dibungkus
dalam program. Meskipun berbunyi program, tentunya hal tersebut tidak
mengindahkan kaida-kaidah komunikasi dalam mendiseminasikannya, karena
dalam sebuah program terdapat pesan inovasi yang bertujuan agar diadopsi
oleh stakeholder sehingga berdampak pada perubahan kesejahteraan adopter.
Satu hal terpenting yang harus diperhatikan dalam pemilihan pesan adalah
harus sesuai dengan kebutuhan dari target sasaran. Dalam menyampaikan
pesan pun hendaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Completeness (Lengkap)
Suatu pesan atau informasi dapat dikatakan lengkap, bila berisi semua
materi yang diperlukan agar penerima pesan dapat memberikan tanggapan
yang sesuai dengan harapan pengirim pesan
b. Conciseness (Singkat)
Suatu pesan dikatakan concise bila dapat mengutarakan gagasannya
dalam jumlah kata sekecil mungkin (singkat, padat tetapi jelas) tanpa
mengurangi makna, namun tetap menonjolkan gagasannya
c. Consideration (Pertimbangan)
Penyampaian pesan, hendaknya menerapkan empati dengan
mempertimbangkan dan mengutamakan penerima pesan.
d. Concreteness (konkrit)
Penyampaian pesan hendaknya disampaikan dengan bahasa yang
gambalang, pasti dan jelas
e. Clarity (Kejelasan)
Pesan hendaknya disampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan
mudah diinterpretasikan serta memiliki makna yang jelas.
f. Courtessy (Kesopanan)
Pesan disampaikan dengan gaya bahasa dan nada yang sopan, akan
memupuk hubungan baik dalam komunikasi bisnis.
g. Correctness (ketelitian)
Pesan hendaknya dibuat dengan teliti, dan menggunakan tata bahasa,
tanda baca dan ejaan dengan benar (formal atau resmi)
4. Memilih media dan saluran komunikasi
Media merupakan sarana yang digunakan sebagai perantara dalam
menyampaikan pesan dari komunikator ke komunikan. Dalam memilih media
komunikasi harus mempertimbangkan karakteristik khalayak (target sasaran)
dan tujuan yang ingin dicapai. BPTP yang berperan sebagai komunikator
telah mengimplementasikan berbagai media dan saluran komunikasi,
meliputi:
1) pameran (in-house visitor display, public-display/expo, visitor plot/petak
percontohan, technology showcase/ gelar teknologi); 2) forum pertemuan
(temu informasi, temu lapang, temu aplikasi teknologi, rapat teknis, seminar,
simposium, pelatihan, lokakarya, sekolah lapang, kegiatan partisipatif
lainnya), 3) media cetak (buku, booklet, komik, brosur, leaflet, flyer, poster,
baliho, koran, majalah/jurnal, tabloid, warta/newsletter, buletin, liputan), 4)
media elektronik/digital (radio, televisi, internet, mobile phone (WAP), SMS
Center, CD/VCD/DVD), dan 5) media sosial (twitter, youtube, facebook,
instragram).
Adapun fungsi media komunikasi sebagai berikut :
a. Efektifitas: media komunikasi sebagai sarana untuk mempermudah
dalam penyampaian informasi
b. Efesiensi: media komunikasi sebagai sarana untuk mempercepat dalam
penyampaian informasi
c. Konkrit: media komunikasi sebagai sarana untuk membantu
mempercepat isi pesan yang mempunyai sifat abstrak,
d. Motivatif: media komunikasi sebagai sarana agar lebih semangat
melakukan komunikasi
Secara garis besar hubungan antara tingkat adopsi, pendekatan dan
media/metode komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui tingkat adopsi yang akan dituju
sebaiknya menggunakan pendekatan seperti apa, dan pemilihan metode serta
media komunukasinya pun harus disesuaikan. Dalam strategi komunikasi, hal
ini penting untuk diperhatikan sehingga tujuan akan tercapai.
Diseminasi inovasi oleh BPTP mempnyai tujuan akhir yaitu adopsi pada
tingkatan menerapkan, sehingga metode dan media diseminasinya pun harus
disesuaikan berdasarkan gambar diatas. Pendampingan yang intensif terhadap
inovasi yang diintroduksikan menjadi faktor penting dalam upaya diseminasi
inovasi. Pendampingan ini pun harus disesuaikan dengan kebutuhan di
lapangan, mulai dengan membuat petak percontohan, menyediakan
komponen teknologinya sampai dengan pendampingan terhadap pemecahan
permasalahan yang dihadapi.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah metode pengkajian dan penilaian keberhasilan kegiatan
komunikasi yang telah dilakukan, dengan tujuan memperbaiki atau
meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai sebelumnya. Dalam
mengevaluasi, penting untuk mengetahui hambatan yang dihadapi dalam
proses komunikasi, meliputi :
a. Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan yang akan disampaikan
belum jelas bagi dirinya atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi oleh
perasaan atau situasi emosional sehingga mempengaruhi motivasi, yaitu
mendorong seseorang untuk bertindak sesuai keinginan, kebutuhan atau
kepentingan.
b. Hambatan dalam penyandian/simbol. Hal ini dapat terjadi karena bahasa
yang dipergunakan tidak jelas sehingga mempunyai arti lebih dari satu,
simbol yang digunakan antara si pengirim dengan si penerima tidak sama
atau bahasa yang dipergunakan terlalu sulit.
c. Hambatan media, adalah hambatan yang terjadi dalam penggunaaan media
komunikasi, misalnya gangguan suara radio sehingga tidak dapat
mendengarkan pesan dengan jelas.
d. Hambatan dalam bahasa sandi. Hambatan terjadi dalam menafsirkan sandi
oleh si penerima.
e. Hambatan dari penerima pesan. Misalnya kurangnya perhatian pada saat
menerima/mendengarkan pesan, sikap prasangka tanggapan yang keliru
dan tidak mencari informasi lebih lanjut (Effendy, 2009)

Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu komunikasi.


Misalnya komunikan yang masih trauma karena tertimpa musibah bencana
alam. Selain dari hambatan-hambatan di atas, menurut Onong Uchjana
Effendy (2009) dalam bukunya yang berjudul dinamika komunikasi, faktor-
faktor penghambat komunikasi terdiri dari:
a) Hambatan sosio-antro-psikologis.
Proses komunikasi berlangsung dalam konteks situasional (situational
context). Ini berarti bahwa komunikator harus memperhatikan situasi
ketika komunikasi dilangsungkan, sebab situasi amat berpengaruh
terhadap kelnacaran komunikasi, terutama situasi yang berhubungan
dengan faktor-faktor sosiologisantropologis-psikologis. a. Hambatan
sosiologis b. Hambatan antropologis c. Hambatan psikologis

b) Hambatan semantik
Jika hambatan sosiologis-antropologis-psikologis terdapat pada pihak
komunikan, maka hambatan semantis terdapat pada diri komunikator.
Faktor semantis menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator
sebagai “alat” untuk menyalurkan pikiran dan perasaannya kepada
komunikan. Demi kelancaran komunikasinya seorang komunikator harus
benar-benar memperhatikan gangguan semantis ini, sebab salah ucap
atau tulis dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding) atau
salah tafsir (misinterpretation) yang pada gilirannya bisa menimbulkan
salah komunikasi (miscommunication).
Menurut Onong Uchjana Efendy dalam buku dinamika komunikasi
(2009), Sering kali salah ucap disebabkan komunikator berbicara terlalu
cepat sehingga ketika pikiran dan perasaan belum mantap
terformulasikan, kata-kata sudah terlanjur dilontarkan. Maksudnya akan
mengatakan “kedelai” yang terlontar “kedelai”. Gangguan semantis
kadang-kadang disebabkan pula oleh aspek antropologis, yakni kata-kata
yang sama bunyinya dan tulisannya, tetapi memiliki makna yang
berbeda. Salah komunikasi atau misscommunication ada kalanya
disebabkan oleh pemilihan kata yang tidak tepat, kata-kata yang sifatnya
konotatif. Dalam komunikasi bahasa yang sebaiknya digunakan adalah
kata-kata yang denotatif. Kalau terpaksa menggunakan kata-kata yang
konotatif, maka seyogyanya dijelaskan apa yang dimaksudkan
sebenarnya, sehingga tidak terjadi salah tafsir. Kata-kata denotatif adalah
yang mengandung makna sebagaimana tercantum dalam kamus dan
diterima secara umum oleh kebanyakan orang yang sama dalam
kebudayaan dan bahasanya. Sementara kata-kata yang mempunyai
pengertian konotatif adalah yang mengandung makna emosional atau
evaluatif disebabkan oleh latar belakang kehidupan dan pengalaman
seseorang.
c) Hambatan mekanis.
Hambatan mekanis dijumpai pada media yang dipergunakan dalam
melancarkan komunikasi. Banyak contoh yang kita alami dalam
kehidupan sehari-hari, suara telepon yang tidak jelas, ketika huruf buram
pada surat, suara yang hilang-muncul pada pesawat radio, berita surat
kabar yang sulit dicari sambungan kolomnya, gambar yang meliuk-liuk
pada pesawat televisi, dan lain-lain.
d) Hambatan ekologis
Hambatan ekologis yang terjadi disebabkan oleh gangguan lingkungan
terhadap proses berlangsungnya komunikasi, jadi datangnya dari
lingkungan. Contoh hambatan ekologis adalah suara riuh orang-orang
atau kebisingan lalulintas, suara hujan atau petir, suara pesawat terbang
lewat, dan lain-lain. Situasi komunikasi yang tidak menyenangkan seperti
itu dapat diatasi komunikator dengan menghindarkannya jauh sebelum
atau dengan mengatasi pada saat ia sedang berkomunikasi. Untuk
menghindarkannya komunikator harus mengusahakan tempat komunikasi
yang bebas dari gangguan-gangguan tersebut.
Dalam suatu program yang didiseminasikan kepada stakeholder, tahapan
akhir adalah evaluasi, yang dalam hal ini adalah evaluasi terhadap
komunikasi dalam diseminasi inovasi teknologi pertanian. Evaluasi
komunikasi dapat dilihat berdasarkan ketepatan komunikasi. Adapun faktor-
faktor yang mempengaruhi ketepatan komunikasi menurut Berlo (1960) :
 Fidelity Sumber, meliputi ketrampilan berkomunikasi, sikap komunikator,
tingkat pengetahuan terhadap materi pesan, dan system sosial budaya.
 Fidelity Penerima, meliputi ketrampilan berkomunikasi, sikap, tingkat
pengetahuan serta system sosial budaya
 Fidelity Pesan, meliputi kode pesan, isi pesan, perlakukan terhadap pesan
 Fidelity Saluran, meliputi pengaruh saluran komunikasi, feedback
Sejauh ini, BPTP memang terhitung sangat jarang untuk melakukan evaluasi
terhadap diseminasi inovasinya. Ke depan, perlu diperhatikan bahwa tahapan
evaluasi merupakan satu kesatuan dalam mendiseminasikan suatu inovasi.
Selain itu, evaluasi terhadap proses komunikasinya pun sangat perlu untuk
dilakukan sehingga akan diketahui penyebab kurang dan lambatnya proses
adopsi dari stakeholder.

PENUTUP

Dalam mendiseminasikan inovasi teknologi pertanian penting untuk


direncanakan terlebih dahulu strategi komunikasinya, karena dalam proses adopsi
tidak hanya dipengaruhi oleh sifat inovasi dan sifat adopter saja, akan tetapi juga
dipengaruhi oleh bagaimana cara mengkomunikasikan inovasi tersebut. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian, yang merupakan UPT Balitbangtan, mempunyai
peran yang sangat strategis dalam melakukan kegiatan diseminasi inovasi
teknologi pertanian, perlu menerapkan perencanaa strategi komunikasi. Strategi
komunikasi adalah metode atau langkah-langkah yang diambil dalam proses
penyampaian pesan untuk mengubah perilaku seseorang. Secara keseluruhan
apabila digambarkan, alur dari diseminasi inovasi teknologi pertanian yang dapat
diterapkan di BPTP adalah sebagai berikut :
Gambar 2. Alur Proses Diseminasi Inovasi Teknologi Pertanian

Berdasarkan gambar diatas, maka dalam menentukan kebutuhan inovasi


teknologi, perlu dilakukan PRA, sehingga inovasi menjadi tepat sasaran. Hasil
dari PRA menjadi dasar untuk melakukan kegiatan pengkajian, setelah diperoleh
hasil dari pengkajian tersebut, dilanjutkan dengan merencanakan strategi
diseminasi inovasi. Tahapan berikutnya adalah pelaksanaan dari strategi tersebut
dan tahapan terakhir adalah evaluasi. Berkaitan dengan evaluasi, maka BPTP
diarahkan untuk melakukan dua macam evaluasi, yaitu evaluasi terkait dengan
inovasinya, hal ini dapat dilihat dari tingkatan adopsi yang dicapai serta seberapa
banyak yang mengadopsi inovasi tersebut. Sedangkan evaluasi yang kedua adalah
terkait dengan strategi komunikasinya.

DAFTAR PUSTAKA

[Balitbangtan] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2011. Pedoman


Umum Spectrum Diseminasi Multi Channel (SDMC). Jakarta (ID): Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian
Basuno E. 2003. Kebijakan sistem diseminasi teknologi pertanian: Belajar dari
BPTP NTB. AnalKebijakan Pert. 1(3):238-254.
Berlo, David K. 1960. The Process of Communication: An Introduction to Theory
and Practice. Holt, Rinehart and Winston, New York
Bungin B. 2015. Komunikasi Pariwisata (Tourism Communication) Pemasaran
dan Brand Destinasi. Jakarta Prenamedia Group.
Cangara, H. 2013. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. PT. Raja Graffindo
Persada.
Cangara, Hafied. 2014. Perencanaan Strategi Komunikasi edisi Revisi. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada
Effendy, O U. 1984, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Effendy, Onong Uchjana. 2009. Dinamika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya Offset.
Hasan N, Roswita R, Syafril, Zulrasdi. 2012. Kajian Percepatan Adopsi Inovasi
Teknologi Budi Daya Dan Pasca Panen Kakao Melalui Diseminasi Multi
Channel Mendukung Gernas Kakao Di Sumatera Barat. Prosiding Insentif
Riset Sistem Inovasi Nasional. Jakarta (ID): Kementerian Riset dan
Teknologi.
Helmy Z, Sumardjo, Purnaningsih N, Tjitropranoto P. 2013. Hubungan
kompetensi penyuluh dengan karakteristik pribadi, persepsi penyuluh
terhadap dukungan kelembagaan dan persepsi penyuluh terhadap sifat
inovasi Cyber Extensión. J Agro Ekon. 31(1):1-18
Kementerian Pertanian. 2015. Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun
2015-2019. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian
Mardikanto T. 1993. Penyuluhan pembangunan pertanian. Surakarta (ID): Sebelas
Maret University Press
Nasution. Z. 2002. Komunikasi Pembangunan: Pengenalan Teori dan
Penerapannya. Edisi Revisi.Jakarta: Divisi Buku Perguruan Tinggi PT Raja
Grafindo Persada.
Nurhayati, Hubeis AVS, Saleh A & Ginting Basita. Strategi Komunikasi dalam
Diseminasi Inovasi Teknologi Budidaya Padi Berbasis Pemetaan Pengguna
di Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan. Jurnal Penyuluhan, September 2018
Vol. 14 No. 2.
Nuryanti S, Swastika DKS. 2011. Peran Kelompok Tani Dalam Penerapan
Teknologi Pertanian. Forum Penel Agro Ekon. 29(2):115-128.
(Kementan). Kementerian Pertanian. 2017. Permentan No. 19 Tahun 2017
Tentang Tata Organisasi dan Tata Kerja BPTP.
Rahmawati, Saleh A, Hubeis M, Purnaningsih N. 2017. Factors Related To Use
Of Communication Media Spectrum Communication Network
Dissemination In Multi Channel. Int J Sci Basic and Applied Res [Internet].
[cited 2018 Feb 10]; 34(1):182-192.
Rogers, E. M. (1983). Diffusions of innovations, Third Edition. New York: Free
Press.
Rogers. EM. 2003. Diffusion of Innovations. 5th ed. New York: Free Press
Soekartawi. (1988). Prinsip dasar komunikasi pertanian. Jakarta: Universitas
Indonesia (UI-Press).
Supratikno. 1995. Komunikasi Antar Pribadi Tinjauan Psikologis. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Sumardjo. 2012. Review Dan Refleksi Model Penyuluhan Dan Inovasi
Penyuluhan Masa Depan. Seminar Nasional Membangun Penyuluhan Masa
Depan yang Berkeadilan dan Menyejahterakan. 22 Februari 2012. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Syakir M. 2016. Pemantapan Inovasi Dan Diseminasi Teknologi Dalam
Memberdayakan Petani. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Jakarta [Internet]. [diunduh 2018 Feb 5]. Tersedia dari:
http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/prosid ing_2016/0_1.pdf
.

Anda mungkin juga menyukai