Anda di halaman 1dari 13

RANGKUMAN KOMUNIKASI KESEHATAN KESELAMATAN

KERJA

Dosen Pengampu:
Ir.
Maslina,MM.,MT

DISUSUN OLEH :
Bagoes Rifaldi (217053037)
Kelas A5
Semester 5

PROGRAM STUDI KESELAMATAN DAN KESEHATAN


KERJA
FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS BALIKPAPAN
BALIKPAPAN
2023
STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PENERAPAN PROGRAM
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DI PT. BORNEO
TRI PUTRA

Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari satu sumber
kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku
mereka. Definisi ini kemudian dikembangkan sehingga melahirkan suatu definisi
baru yang menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu peroses dimana dua orang
atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama
lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam,
Rogers yang dikutip oleh Cangara (2010: 20). Dari pengertian tersebut terdapat
suatu kesamaan bahwa adanya pertukaran informasi antara satu sama lainnya yang
bertujuan baik untuk mengubah perilaku atau untuk menciptakan suatu pengertian
maksud yang sama.

Strategi Komunikasi
Strategi komunikasi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan
manajemen (management) untuk mencapai satu tujuan. Strategi komunikasi
merupakan paduan dari perencanaan komunikasi dan manajemen komunikasi untuk
mencapai suatu tujuan (Effendy,2003:301). Demikian pula strategi komunikasi
merupakan paduan dari perencanaan komunikasi (communication planning) dan
manajemen komunikasi (communication management) untuk mencapai suatu
tujuan.Untuk mencapai suatu tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat
menunjukan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti
kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung dari
situasi dan kondisi.

Teori Difusi Inovasi


Difusi inovasi adalah suatu proses penyebarluasan ide-ide atau hal yang
baru dalam upaya untuk merubah suatu masyarakat yang terjadi secara terus
menerus. Everett M. Rogers mendefinisikan difusi inovasi adalah proses sosial
yang mengomunikasikan informasi tentang ide baru yang dipandang secara
subjektif. Makna inovasi dengan demikian perlahan-lahan dikembangkan melalui
sebuah proses konstruksi sosial (Mulyana 2005;120). Maka difusi inovasi adalah
suatu proses penyebar serapan ide-ide atau hal-hal yang baru dalam upaya untuk
merubah suatu masyarakat yang terjadi secara terus menerus dari suatu tempat ke
tempat yang lain, dari suatu kurun waktu ke kurun waktu yang berikut, dari suatu
bidang tertentu ke bidang yang lainnya kepada sekelompok anggota dari sistem
sosial.

Sosialisasi
Rincian Mc Qual (2005;503) dalam berbagai definisi sosialisasi, antara lain
sebagai ”pengajaran nilai-niali dan norma-norma yang dibangun dengan cara
memberi ganjaran dan imbalan simbolik untuk berbagai jenis perilaku”. Sosialisasi
dimaksudkan pula sebagai proses pembelajaran dimana kita mempelajari harapan
yang seiring dengan suatu peran atau status tertentu dalam masyarakat. Jadi
sesungguhnya, seperti diungkapkan potter (2001;284) ”a life long process” proses
yang berlangsung seumur hidup. Sesuai dengan teori difusi yang dikemukakan oleh
Everett Roger dan para koleganya. Roger menyajikan deskripsi yang menarik
mengenai penyebaran dengan proses perubahan sosial, dimana terdiri dari
penemuan, difusi dan konsekuensi – konsekuensi. Perubahan seperti diatas dapat
terjadi secara internaldari dalam kelompok atau secara eksternal melalui kontak
dengan agenagen perubahan dari luar. Dalam teori difusi inovasi, satu ide atau
kebijakan munkin memerlukan waktu yang cukup lama untuk dapat tersebar dan
diterima. Roger menyatakan bahwa pada realisasinya, satu tujuan dari penelitian
difusi adalah untuk menemukan sarana guna memperpendek keterlambatan ini,
setelah terselenggara, suatu inovasi akan mempunyai konsekuensi- konsekuensi
mungkin karena meraka berfungsi atau tidak, langsung atau tidak langsung, nyata
atau laten ( Roger dalam Littlejohn;336).

Kebijakan K3 PT. Borneo Tri Putra


Kegiatan konstruksi paket pekerjaan belanja jasa pengadaan dan
pemeliharaan Lampu Penerangan Jalanan Umum (LPJU) tersebar di Kabupaten
Penajam Paser Utara merupakan suatu kegiatan yang kompleks, perpaduan antara
kondisi lingkungan dan tuntutan spesifikasi teknis jalan yang didalamnya banyak
terjadi interaksi antara alat/bahan kerja dan sumber daya manusia. Interaksi tersebut
diatas berpotensi menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja
serta dapat mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan akibat pembuangan
limbah dari proses produksi dan ketidak sesuaian mutu produk dengan spesifikasi
teknisnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pencegahan sejak dini sebagai
langkah awal untuk menimalisasir tingkat resiko kecelakaan dan penyakit akibat
kerja, efisiensi kerja serta meningkatkan kualitas produk jalan yang dihasilkan.
Strategi Komunikasi secara Makro
Berdasarkan pernyataan hasil wawancara kepada pimpinan perusahaan PT.
Borneo Tri Putra diatas bahwa strategi komunikasi secara makro ini tidak
diterapkan oleh pimpinan PT. Borneo Tri Putra dikarenakan kurang efisien dan
efektif dalam memperoleh target sasaran yang diinginkan oleh pihak PT. Borneo
Tri Putra dalam menyebarkan informasi terkait K3 terhadap pekerja dan masyarakat
disekitar lokasi proyek.

Strategi Komunikasi secara Mikro


Berdasarkan dari dua pernyataan diatas selain penggunaan media cetak
seperti spanduk dan poster, perusahaan juga memiliki media internal yang umum
dan sering digunakan seperti rambu-rambu K3L. Rambu-rambu K3L adalah rambu-
rambu yang memuat informasi petunjuk, peringatan, himbauan ataupun larangan
akan potensi bahaya kepada seluruh personil proyek agar pekerjaan dilaksanakan
dengan aman dan selamat. Tulisan atau gambar pada rambu-rambu K3L sebagai
tanda adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan atau dihindari. Pesan-pesan
rambu antara lain harus menarik perhatian, mudah dibaca, mudah dimengerti serta
efektif, baik pada siang maupun malam hari. Penempatan harus baik dan terencana
harus diusahakan agar pengemudi dapat dengan leluasa mengambil langkah-
langkah tertentu terhadap apa yang diinformasikan oleh suatu rambu tentang
hambatan maupun situasi dihadapan pengemudi secara cepat dan tepat, guna
keselamatan dan kelancaran lalu lintas.
Berdasarkan pernyataan tersebut peneliti mendapatkan infomasi tentang
kegiatan komunikasi apa saja yang dilakukan oleh PT. Borneo Tri Putra sebagai
usaha untuk strategi komunikasi mensosialisasikan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja terhadap pekerja. Dari strategi yang digunakan peneliti bisa melihat dari
bentuk strategi komunikasi yaitu perencanaan dan manajemen yang dibagi 5 bentuk
untuk mengukur strategi komunikasi yang digunakan itu sudah berjalan baik atau
belum, berikut bentuk-bentuknya :
1. Planning (perencanaan)
2. Sasaran dan tujuan
3. Pembentukan pesan
4. Media choice
5. Evaluasi

Faktor Hambatan Dalam sosialisasi K3


Dalam pelaksanaan sosisalisasi program sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja (SMK3) di PT. Borneo Tri Putra, terdapat hambatanhambatan
yang mempengaruhi dalam pemenuhan penerapan sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja terhadap para pekerja di PT. Borneo Tri Putra tersebut. Adapun
beberapa faktor yang hambatan dalam sosialisasi K3 yaitu :
1. Anggaran
2. Waktu
3. Alat Pelindung Diri (APD)
Selain hal diatas, hal yang juga menghambat dalam proses sosialisasi adalah
dipengaruhi oleh kegaduhan atau noise, Kegaduhan atau noise ialah setiap
rangsangan atau stimulus yang mengganggu dalam proses pembuatan pesan.
Kegaduhan/kebisingan atau noise dapat bersifat eksternal, internal, atau semantik,
sebagaimana yang dikatakan Verderber et alj. (2007) dalam Budyatna (2011: 18).
Konteks jasmaniah atau fisik meliputi lokasi, kondisi lingkungan seperti suhu
udara, pencahayaan, dan tingkat kebisingan. Hal tersebut dapat mempengaruhi
proses komunikasi. Dimana posisi kantor atau basecamp yang berada di pinggir
jalan poros serta tempat yang kurang representatif karena bangunan kantor atau
basecamp tidak tetap atau menyewa sehingga dalam bentuk susunan didalam ruang
untuk rapat atau mengadakan seminar masih kurang nyaman.
Dari hal-hal diatas dapat disimpulkan bahwa faktor penghambat dalam
proses mensosialisasikan program sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja di PT. Borneo Tri Putra memiliki faktor yang menghambatnya diantaranya,
Anggaran, Waktu, Alat Pelindung Diri dan gangguan dari luar (Noise). Sementara
sehingga diperlukan beberapa perbaikan-perbaikan terhadap hal-hal tersebut
dikemudian hari.
Sosialisasi adalah proses yang membantu individu untuk belajar dan
menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup dan berfikir kelompoknya agar dia dapat
berperan dan berfungsi didalam kelompoknya. Komunikasi merupakan sarana
untuk menginformasikan, mempengaruhi atau mengingatkan kepada
masyarakat.dalam melaksanakan sosialisasi dan penyampaian pesan agar dapat
tersampaikan secara maksimal dan tepat sasaran, diperlukan suatu strategi
komunikasi. Strategi komunikasi adalah metode atau langkah-langkah yang
diambil untuk keberhasilan proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang
lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat dan perilaku, baik secara
langsung maupun tidak langsung (Effendy 2008;5).
Strategi komunikasi sosialisasi prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) PT. Borneo Tri Putra terhadap para pekerja dalam proses penyampaian pesan
dibutuhkan suatu perencanaan dan kegiatan yang dapat mendukung berjalannya
kegiatan yang akan dilaksanakan, namun yang utama dalam melakukan kegiatan
dengan merancang sebuah strategi untuk menetukan yang akan dicapai dengan
strategi tersebut. Dengan adanya penetapan tujuan sangat penting dalam merancang
sebuah strategi agar apa yang dirancang dapat mengarah pada tujuan bersama
perusahaan.
Dalam mensosialisasikan prosedur keselamatan dalam bekerja dilingkungan
proyek PT. Borneo Tri Putra, proses penyampaian pesan harus lebih ditonjolkan
pada pesan komunikasi yang disampaikan kepada kalangan yang dituju dan
berusaha untuk memperoleh timbal balik atau respon atas sosialisasi yang
dilakukan, maka materi pesan yang disampaikan yang utama adalah mengenai
standar implementasi sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3)
yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggungjawab, pelaksanaan,
prosedur kerja dan sumber daya yang dibutuhkan untuk pengembangan dan
penerapan serta pencapaian kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
rangka upaya pengendalian resiko sehingga terciptanya lingkungan kerja yang
aman, nyaman, menjamin produktifitas dan kinerja semua sumber daya di PT.
Borneo Tri Putra, mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta memacu
peningkatan daya saing produk.
Setelah mengetahui tujuan dari strategi dan pesan yang disampaikan maka
pimpinan PT. Borneo Tri Putra telah merancang strategi komunikasi melalui
sosialisasi sebagai tahapan dalam sebuah strategi untuk mencapai tujuan
perusahaan dalam penerapan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Dari
strategi yang telah direncanakan media yang digunakan sebagai salah satunya yaitu
dengan media internal berupa poster, spanduk dan rambu-rambu K3, dari setiap
media yang digunakan ditentukan sesuai dengan manfaat dan pengaruh yang
diharapkan terhadap masing-masing sosialisasi. Kepada sasaran para pekerja, PT.
Borneo Tri Putra menggunakan media internal tersebut sebagai media pendukung
yang dapat memperkenalkan dan menginformasikan prosedur keselamatan dan
kesehatan kerja, karena dari ketiga media tersebut mampu memuat pesan informasi
sesuai dengan manfaat dan pengaruh yang diharapkan dari media internal terhadap
sasaran para pekerja.
Pengaruh yang diharapakan oleh PT. Borneo Tri Putra pada para pekerja
adalah pengenalan dan pengetahuan akan adanya prosedur sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan (SMK3) di lingkungan kerja yang memiliki manfaat
yakni melindungi tenaga kerja selama ditempat kerja agar selalu terjamin
keselamatan dan kesehatannya sehingga dapat diwujudkan peningkatan produksi
dan produktivitas kerja. Tujuannya adalah untuk meningkatkan perhatian bagi para
pekerjaserta peningkatan jumlah jam kerja nihil kecelakaan kerja yakni Zero
Accident pada PT. Borneo Tri Putra.
Pada kalangan sasaran sosialisasi dari media yang dilakukan bukan hanya
untuk menarik perhatian saja, namun dapat mendukung kegiatan sosialisasi. Pada
sasaran para pekerja, kegiatan sosialisasi dilakukan dengan sangat baik. Setelah
pada media dilanjutkan dengan melakukan kegiatan training atau pelatihan, untuk
memberikan pemahaman dasar prosedur sistem keselamatan dan kesehatan kerja
yang berlaku di PT. Borneo Tri Putra. Dari ketiga kegiatan itu dilakukan dengan
cara penyampaian pesan yang benar-benar menarik perhatian serta cara bertatap
muka guna untuk mendapatkan respon dari para pekerja agar terjadi saling
memahami dari hasil pelatihan khusus yang diberikan.
Dari keseluruhan strategi komunikasi yang dilaksnakan melalui berbagai
kegiatan tersebut pada dasarnya PT. Borneo Tri Putra menghendaki adanya
penjaminan konsistensi dan efektifitas perusahaan dalam pengendalian sumber
bahaya dan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) sehingga tujuan dari PT. Borneo Tri Putra sendiri bisa tercapai. Seperti
yang dinyatakan oleh Pace Peterson dan Burnett dalam Ruslan (2005;37) bahwa
tujuan dari strategi komunikasi adalah bagaiman mencapai tujuan yang hendak
dicapai oleh pihak komunikator dari proses komunikasi.
Berikut peneliti akan menjabarkan secara singkat bagaiman strategi
komunikasi yang telah dilakukan oleh PT. Borneo Tri Putra melalui teori SMCRE
yang merupakan teori dari Harold D. Laswell, yakni :
1. Source : merupakan sumber pengirim pesan atau komunikato. Dalam hal ini
komunikatornya ialah pihak pimpinan PT. Borneo Tri Putra.
2. Message : merupakan pesan yang disampaikan. Dalam hal ini pesan yang
disampaikan ialah standar prosedur sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja (SMK3) seperti apa yang seharusnya dilakukan oleh
pimpinan perusahaan memastikan keselamatan kerja yang memenuhi
persyaratan Enviroment, Health and Safety (EHS) atau sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja, menerapkan dan mempromosikan
program standar keselamatan dan esehatan kerja (K3) serta melaksanakan
penilaian resiko.
3. Channel :merupakan saluran komunikasi yang digunakan untuk
menyampaikan pesan. Dalam hal ini media yang digunakan ialah melalui,
media internal (poster,spanduk dan rambu-rambu), serta training atau
pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
4. Receiver : merupakan orang yang menerima pesan dari komunikator dalam
hal ini komunikan nya para pekerja PT. Borneo Tri Putra.
5. Effect : merupakan umpan balik atau efek yang diterima. Dalam hal ini
efeknya dapat dilihat dari data jam kerja dan nihil kecelakaan kerja.

HUBUNGAN MEDIA KOMUNIKASI K3 DENGAN PENGETAHUAN DAN


SIKAP PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA KARYAWAN BAGIAN
PRODUKSI

Salah satu upaya pencegahan kecelakaan kerja adalah dengan menggunakan


alat pelindung diri (APD) namun masih banyak pekerja yang tidak mau
menggunakannya karena berbagai alasan. Media komunikasi K3 menjadi salah satu
upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap pekerja terhadap penggunaan
APD
.
Penggunaan APD akan terlaksana dengan baik pula apabila adanya
dukungan dari perusahaan melalui pengendalian administratif, salah satunya
dengan penyediaan APD, membuat peraturan terkait kewajiban menggunakan
APD, serta menyediakan media komunikasi K3 untuk meningkatkan pengetahuan
dan kesadaran karyawan akan pentingnya penggunaan APD. Pengendalian bahaya
menggunakan APD tidak akan maksimal jika pekerjanya sendiri tidak
menggunakan karena tidak tahu dan tidak mau tahu tenang APD tersebut.
Kegagalan memakai alat pelindung diri dengan benar merupakan perilaku tidak
aman yang dapat memicu terjadinya insiden dalam bentuk hubungan langsung
antara pekerja dengan sumber bahaya. Tahun 2012 ILO mencatatat angka kematian
dikarenakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) sebanyak 2 juta kasus
setiap tahun. Penelitian di desa Mrisi, kabupaten Grobogan menemukan bahwa
masalah utama pada gangguan fungsi paru pada pekerja adalah kebiasaan tidak
menggunakan APD di tempat kerja. Hal ini menunujukan penggunaan APD dalam
bekerja menjadi penting untuk melindungi bukan hanya dari kecelakaan kerja
namun juga menjaga kesehatan para pekerja agar terhindar dari penyakit akibat
kerja dan dapat terus bekerja dengan baik (Yulaekah, 2007)
Penggunaan APD juga ikut dipengaruhi beberapa faktor yang membuat
seseorang tidak mau menggunakan APD yaitu kurangnya pengetahuan, rasa tidak
nyaman, serta kurangnya sosialisasi dan media komunikasi tentang K3 sehingga
banyak karyawan yang melanggar dalam hal penggunaan APD. Oleh karena itu
perlunya peran aktif manajemen dalam mensosialisasikan media komunikasi K3
pada karyawan agar dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap penggunaan APD.

Media Komunikasi K3
Menurut Ramli (2010), bentuk komunikasi ada berbagai jenis, baik lisan
maupun tulisan yang dapat berhubungan dengan kepentingan K3. Semakin banyak
jenis media komunikasi yang diberikan maka akan semakin mudah diterima
informasi yang ingin disampaikan untuk membentuk suatu perilaku.
Menurut Fajar (2009), tujuan komunikasi diantaranya adalah perubahan
sikap, perubahan pendapat, perubahan perilaku, dan perubahan sosial. Komunikasi
dapat disampaikan dengan baik melalui bantuan media komunikasi agar dapat
diterima dengan baik sebagai informasi bagi pihak lain, dalam hal ini media
komunikasi K3 dapat menjadi cara mensosialisasikan penggunaan APD yang baik
untuk meningkatkan pengetahuan aryawan yang diharapkan dapat berpengaruh
pada sikap dan perilaku penggunaan APD degan baik. Kurang baiknya komunikasi
dan keterbatasan informasi banyak mengakibatkan kecelakaan kerja sehingga dapat
mempengaruhi kinerja karyawan.
Hubungan Jumlah Media Komunikasi dengan Sikap Penggunaan APD

Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada tabel 5 sikap penggunaan


APD karyawan PT. Braja Musti 65% karyawan bersikap positif terhadap
penggunaan APD. Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa dalam menentukan
suatu sikap yang utuh terdapat beberapa faktor yang memegang peranan penting
yaitu pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi. Apabila pengetahuan seseorang
terhadap suatu objek itu baik maka sikap seseorang pada objek tersebut cenderung
akan ikut baik.
Berdasarkan tabel 9 jumlah sikap positif terbesar ditemukan pada kategori
media cukup, sehingga berdasarkan hal tersebut dapat dideskripsikan bahwa jumlah
media komunikasi yang diterima karyawan yang berada pada kategori cukup
sebanding dengan munculnya sikap positif penggunaan APD. Namun, jumlah sikap
penggunaan APD yang negatif juga muncul tertinggi pada jumlah media
komunikasi yang cukup, hal tersebut merancukan hubungan media komunikasi K3
sebagai pembentuk sikap, maka dari itu dilakukan uji statistik dengan menggunakan
coefficient contingency untuk mengetahui kuat hubungan antar media komunikasi
K3 dan sikap penggunaan APD dan didapatkan nilai koefisien sebesar 0,204
dimana nilai tersebut mendekati 0 yang dapat diartikan bahwa hubungan antara
jumlah media komunikasi yang diterima responden dengan sikap penggunaan APD
karyawan adalah lemah, bahkan lebih lemah dari nilai yang didapat oleh faktor tingkat
pengetahuan. Hal ini menunujukan kuat hubungan antara jumlah media komunikasi K3
yang diterima karyawan saat ini dengan sikap penggunaan APD adalah lemah dan tidak
dapat membawa perubahan berarti pada sikap karyawan terhadap penggunaan APD.

Komponen Strategi Penelitian Komunikasi Keselamatan dan Kesehatan


Kerja untuk Usaha Kecil dan Menengah
strategi penelitian komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang
berfokus pada usaha kecil dan menengah (UKM) di mana sebagian besar tenaga
kerja global dipekerjakan. Kebutuhan akan strategi semacam itu didasarkan pada
fakta bahwa sebagian besar k e c e l a k a a n , penyakit, dan kematian akibat kerja
terjadi di UKM. Komunikasi adalah salah satu intervensi dan alat yang digunakan
untuk mencapai kegiatan programatik K3 yang meluas (Ashford, 1976; Levy et al.,
2006). Penelitian komunikasi sangat cocok untuk memeriksa masalah K3 dalam
organisasi, karena banyak kecelakaan dan insiden di tempat kerja mungkin terkait
dengan tantangan komunikasi. Hal ini termasuk akses dan ketersediaan informasi
keselamatan dan kesiapan organisasi untuk menangani K3 melalui kampanye
keselamatan atau cara lain (Real, 2008). Saat ini, terdapat kesenjangan dalam
penelitian tentang cara terbaik untuk mengkomunikasikan informasi K3 kepada
UKM. Penelitian komunikasi di bidang K3 pada umumnya belum menjadi focus
pemikiran strategis dan terlebih lagi yang berkaitan dengan hal tersebut (Schulte et
al., 2003). Tujuan dari artikel ini adalah untuk meningkatkan kesadaran tentang
elemen-elemen strategi penelitian komunikasi yang menangani UKM . Ini bukan
strategi, tetapi pendahulu dari sebuah strategi. Konsep dan gagasan yang disajikan
mungkin berguna bagi peneliti individu, tetapi pada akhirnya artikel ini
dimaksudkan untuk mendorong pengembangan strategi yang komprehensif untuk
organisasi pemerintah, lembaga nonpemerintah, dan badan-badan yang berwenang
untuk komunikasi K3 yang efektif kepada UKM.
Penelitian komunikasi UKM harus dilihat dalam konteks bagaimana
komunikasi masuk ke dalam gambaran yang lebih besar untuk mengurangi cedera,
penyakit, dan kematian akibat kerja di kalangan UKM.Penelitian komunikasi harus
dilihat sebagai salah satu aspek dari penelitian intervensi dan penerjemahan
(Goldenhar et al., 2001; Schulte et al., 2017). Hal yang sangat penting dalam
komunikasi K3 adalah perlunya fokus pada pengusaha UKM (atau orang yang
merekat u n j u k ) sebagai target utama komunikasi (Hasle et al.,2009). Di semua
bisnis dalam berbagai ukuran, pemberi kerja bertanggung jawab untuk memastikan
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja. Di UKM, pemberi kerja sering kali adalah
pemilik dan manajer. Dalam memikirkan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja,
pemberi kerja sering kali diabaikan, dan terlalu sering kali perhatian diberikan
terutama pada perilaku individu pekerja. Tindakan individu pekerja adalah penting
dan masukan serta keterlibatan mereka sangat penting untuk program K3 yang
efektif. Aspek-aspek lain dari komunikasi K3 dapat digambarkan dalam istilah
'Lima"W" dan satu "H" jurnalisme: 'Siapa', 'Apa', 'Kapan', 'Di mana', 'Mengapa',
dan 'Bagaimana' (seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1). Untuk setiap pertanyaan
tersebut, isu-isu penelitian selektif berdasarkan kesenjangan informasi dapat
diidentifikasi untuk penelitian. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa isu-isu
inti berkaitan dengan pemahaman tentang hambatan dalam komunikasi;
pengembangan pesan, khususnya, saluran komunikasi, penerimaan, dan jangkauan;
dan faktor-faktor yang memotivasi pengusaha untuk mengambil tindakan. Isu-isu
inti ini, serta teoriteori dan model-model yang telah diterima dan diambil dari
penelitian komunikasi, perilaku kesehatan, dan ilmu sosial yang dapat digunakan
untuk mengatasi isu-isu tersebut, akan dibahas pada bagian selanjutnya.
Sebelumnya hanya sedikit perhatian yang diberikan untuk memeriksa bagaimana
model dan teori ini dapat diterapkan dan memiliki kegunaan untuk memeriksa
konteks K3 (DeJoy, 1996). Penerapan teori memfasilitasi pendekatan yang lebih
baik.

pemahaman tentang penyebab utama masalah Kesehatan dan keselamatan


(di tempat kerja) dan membantu menginformasikan keputusan tentang
desain/implementasi intervensi yang tepat untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut (Gielen dan Sleet,2003). Dalam merancang strategi komunikasi K3 yang
ditargetkan untuk UKM, tidak ada satu pendekatan teoritis yang berlaku untuk
semua situasi, dan artikel ini tidak dimaksudkan untuk menjadi preskriptif tentang
pendekatan mana yang diinginkan atau bahkan layak. Sebaliknya, tujuan kami a d
a l a h untuk mulai membentuk kontur strategi potensial untuk komunikasi K3 yang
efektif untuk UKM yang dapat dikembangkan oleh para peneliti, pemangku
kepentingan, dan pembuat kebijakan lainnya. Secara umum, pengusaha terus
mencari informasi tentang bagaimana membuat perusahaan mereka lebih produktif
dan layak. Tekanan waktu, beban kerja yang berat, persaingan pasar yang ketat,
persyaratan peraturan, asuransi dan pajak, dan pemeliharaan penggajian hanya
menyisakan sedikit waktu untuk memikirkan K3, yang sering kali dianggap tidak
terkait dengan produksi dan operasi bisnis (Stave dkk., 2008; Olsen dkk., 2012).
Bergantung pada di mana usaha kecil berada dalam kontinum siklus hidup (yaitu
dan kematangan sumber daya), mungkin memiliki kebutuhan informasi dan
perilaku pencarian informasi yang berbeda (Churchill dan Lewis, 1983;
Wilson,1997; Blandiu dkk., 2003; Hasle dan Limborg, 2006;Parker dkk., 2007;
Sinclair dan Cunningham, 2014). Selain itu, ukuran perusahaan dapat berdampak
besar pada sejauh mana pengusaha UKM menerima komunikasi, memahaminya,
mampu menindaklanjutinya, dan benar-benar menindaklanjutinya (Cunningham et
al., 2014; Legget al., 2015). Dalam konteks inilah komunikasi K3 harus
dipertimbangkan. Memutuskan penelitian apa yang harus dilakukan juga
tergantung pada apa yang sudah diketahui tentang berkomunikasi dengan
pengusaha UKM. Salah satu kesadaran dalam tiga dekade terakhir penelitian
tentang intervensi UKM adalah satu ukuran tidak cocok untuk semua (Mayhew,
1997; Champoux dan Brun, 2003; Hasledan Limborg, 2006). Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, kebutuhan kesehatan masyarakat yang mendesak untuk
meningkatkan komunikasi dengan pengusaha UKM didorong oleh besarnya beban
kecelakaan kerja, penyakit, dan kematian yang dialami UKM. Selain itu, telah
dijelaskan dengan baik bahwa UKM secara rutin melakukan lebih sedikit kegiatan
keselamatan perusahaan yang lebih kecil lebih sedikit melakukan kegiatan K3
daripada perusahaan yang lebih besar (Lentzet al., 2001; Dennis, 2003; Hasle dan
Limborg, 2006;Lentz dan Wenzl, 2006; Sinclair dan Cunningham, 2014;Legg etal.,
2015).

Hambatan komunikasi
Penelitian yang dilakukan di UKM dapat menjadi dasar untuk
mempertimbangkan komunikasi dengan pengusaha dan perilaku pencarian
informasi mereka (Champoux dan Brun, 2003; Brousseau dan Li, 2005;Kvoring
dkk., 2015; Masi dan Cagno, 2015; Sunindijo,2015; Cagno dkk., 2016). Apa yang
dapat diperoleh dari literatur ini adalah bahwa p e n g u s a h a UKM jarang terlibat
dalam pencarian informasi K3 secara aktif. Selain itu, para pengusaha ini sering
kali tidak membaca materi K3 yang diterima melalui pos (Keller dan Cunningham
2016; Schulte et al 2003). Pemilik dan pekerja UKM memiliki sumber daya yang
kurang memadai dalam hal perhatian dan waktu untuk menghubungi terkait
masalah K3, dan mereka cenderung bereaksi terhadap kebutuhan mendesak,
seperti
'membuat daftar gaji' dan menjaga agar perusahaan mereka tetap berkembang
(Hasle dan Limborg, 2006; Legg et al., 2015). Selain itu, jumlah UKM yang besar
membuat kontak langsung menjadi tidak mudah (Curran dan Blackburn 2000;
Pinder et al.,2016). Penelitian menunjukkan bahwa menghubungi pengusaha UKM
melalui perantara, seperti asosiasi perdagangan dan perusahaan asuransi, dapat
menjadi strategi komunikasi yang efektif (Dennis, 2003; Olsen etal., 2012). Para
peneliti dapat mengeksplorasi hambatanhambatan tambahan untuk komunikasi
dengan UKM, seperti pengaturan, saluran, dan kegiatan yang tidak tepat sehingga
tidak dapat menjangkau audiens. Program komunikasi sering disebut 'gagal' karena
tidak menjangkau orangorang dengan pengulangan yang cukup (NCI, 2004).
Mungkin, jumlah komunikasi yang dikirim merupakan faktor penting atau
penghalang komunikasi. Dalam tinjauan yang komprehensif, MacEachen dkk.
(2010) dan Masi dan Cagno (2015) mengidentifikasi hambatan-hambatan berikut
untuk usaha kecil dalam menangani K3: kurangnya pengetahuan tentang peraturan
dan pendekatan K3; sering kali kurangnya sistem dan sumber daya formal di tempat
kerja untuk K3; ketidaksesuaian informasi, kebijakan, dan undang-undang agar
sesuai dengan realitas usaha kecil; kemampuan untuk meremehkan risiko dan tidak
menggunakan pengetahuan K3; kerentanan terhadap hubungan sosial di tempat
kerja yang membentuk pandangan tentang K3; dan persepsi bahwa setiap pekerja
bertanggung jawab dalam menghadapi risiko. Sikap pekerja terhadap K3 juga dapat
menjadi penghalang bagi pelaksanaan intervensi K3 di UKM (Masi et al., 2014).
Semua masalah ini dapat dilihat sebagai topik penelitian untuk lebih memahami
hambatan dalam komunikasi K3.
REFRENSI
Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT
Remaja Rosda Karya.
Fajar, Marhaeni. 2009. Ilmu Komunikasi Teori & Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknis Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Milles, Huberman & Saldana. 2014. Qualitative Data Analysis A methods
Sourcebook. USA: SAGE Publication, Inc.
Moleong, Lexy. J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya

Ramli, S. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (OHSAS


18001). Jakarta: PT Dian Rakyat

Fajar, M. 2009. Ilmu Komunikasi Teori & Praktek. 1st ed. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

Ashford NA. (1976) Krisis di tempat kerja: ketidaknyamanan dan cedera akibat
kerja. Cambridge, MA: MIT Press.

Stave C, Pousette A, Tӧrner M. (2008) Komunikasi risiko dan keselamatan dalam


usaha kecil-bagaimana mendukung perubahan yang langgeng
terhadap keselamatan kerja dan prioritas. J Risk Research; 11: 195-
206

Anda mungkin juga menyukai