ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi komunikasi Rumah Mocaf
dalam sosialisasi tepung singkong yang termodifikasi (mocaf) Banjarnegara.
Penelitian menggunakan model Communication Based Assessment yang
dikemukakan oleh Paolo Mefalopulos. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif dan menggunakan teknik purposive sampling dalam memilih
informannya. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa strategi
komunikasi Rumah Mocaf dalam sosialisasi mocaf ditentukan dengan melihat
unsur-unsur komunikasinya, yaitu : 1) Komunikator pada setiap media sosialisasi
yang digunakan berasal dari internal dan eksternal Rumah Mocaf. Peran
komunikator dalam sosialisasi antara lain mengedukasi masyarakat mengenai
mocaf dan memotivasi beberapa kelompok masyarakat untuk memproduksi mocaf
serta produk olahannya agar dapat menambah penghasilan; 2) Secara umum
Rumah Mocaf akan menyampaikan apa itu mocaf dan apa saja manfaat yang bisa
diperoleh dari penggunaan mocaf dengan memperhatikan karakteristik informan,
seperti masyarakat desa, kota, ataupun milenial; 3) Media yang digunakan Rumah
Mocaf dalam sosialisasi penggunaan tepung singkong termodifikasi atau mocaf di
antaranya pelatihan pembuatan mocaf dan produk olahannya, pameran atau expo,
media sosial, membuka restoran, dan melalui media lain seperti radio, koran, serta
televise; 4) Komunikan sosialisasi mocaf terdiri dari sasaran premier dan
sekunder. Pelatihan mocaf diberikan pada petani singkong dan warga desa yang
berpotensi menghasilkan singkong. Pelatihan pembuatan produk hasil olahan
mocaf adalah ibu-ibu baik ibu rumah tangga maupun pengusaha makanan.
Sedangkan komunikan untuk media yang lainnya seperti masyarakat umum, dari
remaja hingga dewasa akhir atau lansia.
ABSTRACT
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Comunication-Based Assessment
Communication-Based Assessment (CBA) dari Mefalopulos ini
menggunakan metode dua arah untuk menilai situasi, risiko, dan
pilihan terbaik untuk mendukung dan mencapai perubahan. Analisis
CBA menilai situasi secara keseluruhan, mengungkap masalah, dan
meminimalkan risiko. Kemudian dilakukan pengumpulan informasi
yang berguna dan mengeksplorasi masalah teknis untuk
menghubungkan masalah sosial yang lebih luas serta
mengidentifikasinya untuk memperkuat konsensus. CBA juga
memetakan prioritas di berbagai sektor dan memfokuskan strategi
yang paling dibutuhkan (Mefalopulos, 2008: 94).
Penelitian ini juga menggunakan alat bernama Participatory
Rural Communication Appraisal (PRCA) dari CBA. PRCA bukan alat
teknik khusus tetapi merupakan pendekatan metodologis praktis yang
mencakup serangkaian metode dan teknik untuk mengatasi berbagai
situasi penelitian. Karena PRCA memiliki konotasi partisipatif yang
kuat, maka sangat sesuai untuk pembangunan berbasis masyarakat atau
program dengan penekanan pada partisipasi masyarakat. PRCA dapat
didefinisikan sebagai pendekatan penelitian komunikasi pemberdayaan
berdasarkan dialog. Ini melibatkan orang-orang dalam proses
pengambilan keputusan untuk merancang strategis yang efektif untuk
mengatasi masalah mereka.
Terdapat empat fase dalam PRCA, masing-masing
menggunakan seperangkat teknik dan alat PRCA untuk tujuan tertentu,
yaitu, (1) saling mengenal dan membangun kepercayaan di antara
stakeholder; (2) untuk mengenal masyarakat lebih baik, mengenal
persepsi stakeholder, serta saluran informasi dan sumberdaya
komunikasinya; (3) menilai situasi (kebutuhan, peluang, masalah,
solusi), memprioritaskan masalah, dan mengatasi penyebab utama; (4)
untuk mengidentifikasi opsi dan peluang terbaik yang dapat diatasi
melalui komunikasi.
B. Kerangka Konsep
1. Strategi Komunikasi
Strategi dalam komunikasi adalah cara mengatur pelaksanaan
oprasi komunikasi agar berhasil. Strategi komunikasi pada hakikatnya
adalah perencanaan (planning) dan manajemen (magement) untuk
mencapai satu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak
berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah, tetapi juga
harus menunjukkan taktik oprasionalnya (Abidin, 2015: 155). Strategi
komunikasi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan
manajemen (management) untuk mencapai tujuan (Effendy, 2005: 32).
Strategi komunikasi merupakan tahapan konkret dalam rangkaian
aktifitas komunikasi yang berbasis pada satuan teknik bagi
pengimplemintasian tujuan komunikasi (Effendy, 2005: 240).
Menurut Middleton, strategi komunikasi adalah kombinasi
terbaik dari semua elemen komunikasi mulai dari komunikator, pesan,
saluran penerima sampai pada pengaruh yang dirancang untuk
mencapai tujuan komunikasi yang optimal (dalam Cangara, 2013: 61).
Selain memerlukan perumusan tujuan yang jelas, strategi komunikasi
juga memperhitungkan kondisi dan situasi khalayak atau sasaran
(Arifin, 1984: 59). R. Wayne Pace, Brent D. Paterson, dan M. Dallas
Burnet (dalam Effendy, 2004:32) menyatakan bahwa tujuan utama dari
strategi komunikasi yaitu: to secure understanding, memastikan
komunikan mengerti pesan yang diterimanya; to estabith acceptance,
membina komunikan setelah penerimaan pesan; to motive action,
memotivasi agar kegiatan terlaksana dengan baik.
2. Sosialisasi
John Dewey dan Coley (dalam Cangara,2006: 21) menempatkan
komunikasi sebagai basis dari sosialisasi. Vander Zanden (dalam
Ihromi, 1999:75) mendefinisikan sosialisasi sebagai proses interaksi
sosial melalui pengenalan cara berpikir, berperasaan, dan berperilaku,
sehingga dapat berperan secara efektif dalam masyarakat. Vebrianto
menyimpulkan bahwa sosialisasi adalah proses belajar, yaitu proses
akomodasi bagaimana individu menahan, mengubah impuls-impuls
dalam dirinya dan bagaimana cara hidup atau kebudayaan masyarakat.
Dalam proses sosisalisasi itu mempelajari kebiasaan, sikap, ide, pola,
nilai dan tingkah laku, serta standarnya dalam masyarakat. Semua sifat
dan kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi tersebut
disusun dan dikembangkan sebagai suatu sistem dalam dirinya
(Khairuddin, 1997: 63).
Menurut Sastraprateja (dalam Nur, 2011: 31) sosialisasi
diadakan untuk memberikan tujuan sebagai proses sosial, yaitu
masyarakat dididik untuk mengenal, memahami, dan menghargai
norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat supaya cara berpikir
masyarakat berubah sehingga kebiasaan hidupnya pun dapat berubah.
Menurut Narwoko dan Suyanto (2006: 86), sosialisasi dibagi menjadi
dua kegiatan yang terdiri dari:
a. Sosialisasi yang disengaja, yaitu sosialisasi yang dilakukan
secara sadar, seperti pendidikan, petunjuk, nasehat, dan
sebaginya.
b. Sosialisasi yang tidak disengaja, yaitu perilaku atau sikap
sehari-hari yang dilihat dan/atau ditiru oleh pihak lain
secara tidak sadar.
METODE PENELITIAN
Menurut Pace, Peterson, dan Burrent (dalam Effendy, 2004: 32), tujuan
terbentuknya strategi komunikasi antara lain yaitu: 1) To secure
understanding, yaitu memastikan bahwa komunikan mengerti pesan yang
diterima; 2) To establish acceptance, yaitu setelah pesan dimengerti, maka
diharapkan komunikan atau penerima pesan itu dibina; 3) To motive action,
yaitu setelah penerima dibina maka kegiatan tersebut dimotivasikan agar bisa
terlaksana dengan baik. Tujuan-tujuan tersebut dapat tercapai dengan
membutuhkan beberapa hal yang diperlukan dalam menentukan strategi
komunikasi. Rumah Mocaf yang harus memiliki strategi komunikasi yang
tepat untuk memperkenalkan mocaf kepada masyarakat yang masih belum
tahu apa itu mocaf dan seperti apa manfaatnya.
Penelitian ini dikaji menggunakan model Communication Based
Assessment (CBA) yang menggunakan metode dua arah untuk menilai situasi,
risiko, dan pilihan terbaik untuk mendukung dan mencapai perubahan
(Mefalopulos, 2008: 103).
Berdasarkan model tersebut, Rumah Mocaf memiliki kaitan dengan
model CBA yaitu terlihat dari latar belakang terbentuknya Rumah Mocaf.
Mereka menilai situasi petani singkong yang saat itu mengalami penurunan
harga singkong yang sangat rendah. Untuk itu, Rumah Mocaf berusaha
mengenalkan mocaf kepada masyarakat melalui sosialisasi berupa pelatihan
pembuatan mocaf agar dapat menaikkan nilai harga singkong. Sosialisasi
tersebut juga bermanfaat untuk desain strategi komunikasi dalam
mensosialisasikan mocaf tersebut kepada masyarakat yang lebih luas.
Pembahasan lebih lengkap dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan
dengan wawancara bersama informan, dokumentasi, dan melakukan
observasi yaitu sebagai berikut.
1. Peran Komunikator dalam Sosialisasi Mocaf
Komunikator adalah pihak yang berencana atau berinisiatif untuk
berkomunikasi (Cangara, 2006: 39). Indikator yang paling penting dalam
komunikator adalah kredibilitas yaitu menyangkut kepercayaan dan
keahlian (Rakhmat, 2005: 257). Komunikator sebagai sumber informasi
pada sosialisasi mengenai mocaf merupakan orang yang memiliki
kredibilitas terutama yang paham akan pesan yang ia sampaikan. Selain
berperan dalam menyampaikan pesan, komunikator juga menyusun
strategi yang efektif supaya mampu mempengaruhi sasaran atau
komunikannya.
Strategi komunikasi perlu memperhatikan komponen-komponen
komunikasi dan faktor pendukung atau penghambat pada setiap
komponen. Komponen tersebut di antaranya adalah faktor kerangka
refrensi, faktor situasi dan kondisi, pemilihan media komunikasi, tujuan
pesan komunikasi, dan peranan komunikator dalam komunikasi (Abidin,
2015: 116).
Peran komunikator dalam pelatihan pembuatan mocaf dan produk
olahannya yaitu untuk menyampaikan pesan berupa mengedukasi peserta
mengenai mocaf, meyakinkan peserta untuk menggunakan mocaf, dan
menyadarkan masyarakat akan pentingnya menggunakan mocaf. Peran
utama komunikator dalam pelatihan ini adalah membuat audiens memiliki
keahlian dalam pembuatan mocaf dan produk olahannya dari hasil
pelatihan tersebut. Komunikator juga memotivasi peserta untuk menambah
penghasilan audiens dari pembuatan produk tersebut serta dapat
meningkatkan penggunaan mocaf oleh konsumen dari target pemasaran
produk-produk tersebut.
Selain pelatihan, komunikator saat diadakannya expo atau pameran
juga harus memiliki kemampuan berkomunikasi karena mereka berperan
untuk mengenalkan kepada masyarakat mengenai mocaf dan produk-
produk yang dipamerkan. Selain mempromosikan produk-produk yang
dijual agar para pengunjung membeli, komunikator juga mengedukasi
pengunjung mengenai mocaf dengan menyampaikan manfaatnya melalui
brosur maupun komunikasi langsung dengan pengunjung.
Komunikator ketika menyampaikan pesan melalui media sosial
berperan untuk mengenalkan mocaf, menunjukkan kegiatan Rumah
Mocaf, dan menunjukkan prestasi yang dicapai Rumah Mocaf, melalui
gambar atau video yang dapat meyakinkan masyarakat untuk
menggunakan mocaf. Secara garis besar, sesuai dengan tujuan Rumah
Mocaf yaitu untuk mewujudkan kedaulatan pangan, peran komunikator
sangat penting yaitu untuk mengedukasi masyarakat bahwa kedaulatan
pangan harus diwujudkan dengan salah satu caranya dapat melalui
menggunakan mocaf ini.
Berdasarkan peranan-peranan komunikator tersebut, komunikator
dalam sosialisasi mocaf ini merupakan agent of change atau agen
perubahan. Agen perubahan adalah seseorang yang bertugas
mempengaruhi target sasaran agar dapat mengambil keputusan sesuai
dengan arah yang dikehendakinya (Anwar, 2013: 1). Dalam penelitian ini,
Rumah Mocaf berupaya untuk mempengaruhi target sasaran atau
komunikannya agar dapat mengambil keputusan untuk menggunakan
mocaf baik digunakan untuk mengolah makanan sehari-hari maupun untuk
membuat produk agar dapat dijual kembali.
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yusuf Zainal. 2015. Manajemen Komunikasi (Filosofi, Konsep, dan
Arifin, Anwar. 1984. Strategi Komunikasi Suatu Pengantar Ringkas.
Bandung: Armico.
Aleman, Anna M.Martinez & Wartman, Katherine Link. 2009. Online Social
Networking on Campus: Understanding What Matters in Student Culture.
Taylor & Francis Press.
Badan Pusat Statistik. 2015. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Ubi Kayu
dan Ubi Jalar Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, 2015.
Semarang: Badan Pusat Statistik Jawa Tengah.
Effendy, dan Onong Uchana. 2008. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Fajar, Marhaeni. 2009. Ilmu Komunikas: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto. 2006. Sosiologi Teks Pengantar dan
Terapan. Jakarta: Kencana Media Group.
Palapah, M.O dan Atang Syamsuddin. 1975. Studi Ilmu Publisistik. Bandung:
Fakultas Publisistik UNPAD Bandung.
Xiaofei Zhang & Dahai Dong. (2008). Ways of Identifying the Opinion Leaders
in Virtual Communities. International Journal of Business and Management,
Vol.3 No.7, 21-27