Anda di halaman 1dari 228

STRATEGI KOMUNIKASI ORGANISASI PEJABAT

PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI (PPID)


PEMERINTAH KOTA MEDAN DALAM PELAKSANAAN
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

TESIS

Oleh

RIDHA NOVIANA HARAHAP


197045030

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
STRATEGI KOMUNIKASI ORGANISASI PEJABAT
PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI (PPID)
PEMERINTAH KOTA MEDAN DALAM PELAKSANAAN
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister


Ilmu Komunikasi dalam Program Studi Magister Ilmu Komunikasi pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

RIDHA NOVIANA HARAHAP


197045030

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
STRATEGI KOMUNIKASI ORGANISASI PEJABAT
PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI (PPID)
PEMERINTAH KOTA MEDAN DALAM PELAKSANAAN
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses, hambatan serta strategi


komunikasi organisasi yang dilakukan PPID Pemerintah Kota Medan dalam
melaksanakan keterbukaan informasi publik. Metodologi penelitiannya
menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi
partisipasi pasif, wawancara mendalam, dokumentasi dan triangulasi. Analisis data
menggunakan teknik Miles dan Huberman yang meliputi reduksi data, penyajian
data dan penarikan kesimpulan. Untuk menghasilkan data sampai jenuh diperlukan
hingga 8 (delapan) orang informan yang terdiri dari seorang PPID Utama dan 7
(tujuh) orang PPID Pembantu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Pada proses
komunikasi organisasi PPID Pemerintah Kota Medan terdapat beberapa
perencanaan komunikasi yang telah dilaksanakan oleh PPID Utama, tapi tidak
didukung oleh perubahan budaya organisasi ke arah yang lebih transaparan dari
pimpinan daerah; 2) Hambatan komunikasi bersumber pada perilaku kerja PPID
Pembantu yang sebagian besar tidak mengikuti kegiatan sosialisasi, tidak
berkoordinasi, tidak menyediakan informasi secara lengkap, dan tidak merespon
dengan tanggap permintaan informasi serta perilaku pemohon informasi yang tidak
menguasai UU KIP secara baik; 3) Strategi komunikasi organisasi yang dijalankan
PPID Pemerintah Kota Medan telah dilakukan melalui penetapan PPID dan
pemohon informasi sebagai komunikator sekaligus target sasaran serta
menggunakan saluran dan media komunikasi secara langsung (tatap muka) maupun
melalui surat, SIP-PPID, e-mail dan website, namun belum menggunakan media
sosial serta belum dilakukan analisis kebutuhan khalayak dan teknis penyusunan
pesan tertentu yang melibatkan partisipasi publik.

Kata Kunci: Strategi Komunikasi, Komunikasi Organisasi, PPID, Pemerintah Kota


Medan, Keterbukaan Informasi Publik.

i
ORGANIZATIONAL COMMUNICATION STRATEGY OF MEDAN CITY
GOVERNMENT PPID (DOCUMENT AND INFORMATION
MANAGEMENT OFFICER) IN THE IMPLEMENTATION OF PUBLIC
INFORMATION OPENNESS

ABSTRACT

This objective of the research is to analyze the processes, obstacles and


organizational communication strategies carried out by the Medan City
Government PPID (Document and Information Management Officer) in
implementing public information openness. The research uses a qualitative
approach with data collection techniques of passive participation observation, in-
dept interviews, documentation and triangulation. The data are analyzed with Miles
and Huberman technique which includes data reduction, data presentation and
drawing conclusions. It takes up to 8 (eight) informants consisting of a Main PPID
and 7 (seven) PPID Assistants to produce the data until it is saturated. The results
show that: 1) There are several communication plans in the organizationzal
communication process of the Medan City Government PPID that had been
implemented by the Main PPID, but are not supported by changes in organizational
culture towards a more transparent direction from regional leaders; 2) The source
of communication barriers are from the work behavior of PPID Assistants, most of
whom do not participate in socialization activities, do not coordinate, do not
provide complete information, and do not respond responsively to requests for
information and the behavior of the public who do not master the UU KIP (Law of
Public Information Oppeness) properly; 3) The organizational communication
strategy implemented by the PPID Medan City Government has been carried out
through the stipulation of PPID and information requesters as communicators as
well as targets have been using communication channels and media directly (face
to face) or through SIP-PPID (Public Information System-PPID), e-mail and the
website, however social media application, an anlysis of audience needs and
technical preparation of cetain messages have not been carried over the public
participation.

Keywrod : Communication Strategy, Organizational Communication, PPID,


Medan City Government, The Public Information Openness.

ii
ORGANIZATIONAL COMMUNICATION STRATEGY OF MEDAN CITY
GOVERNMENT PPID (DOCUMENT AND INFORMATION
MANAGEMENT OFFICER) IN THE IMPLEMENTATION OF PUBLIC
INFORMATION OPENNESS

ABSTRACT

This objective of the research is to analyze the processes, obstacles and


organizational communication strategies carried out by the Medan City
Government PPID (Document and Information Management Officer) in
implementing public information openness. The research uses a qualitative
approach with data collection techniques of passive participation observation, in-
dept interviews, documentation and triangulation. The data are analyzed with Miles
and Huberman technique which includes data reduction, data presentation and
drawing conclusions. It takes up to 8 (eight) informants consisting of a Main PPID
and 7 (seven) PPID Assistants to produce the data until it is saturated. The results
show that: 1) There are several communication plans in the organizationzal
communication process of the Medan City Government PPID that had been
implemented by the Main PPID, but are not supported by changes in organizational
culture towards a more transparent direction from regional leaders; 2) The source
of communication barriers are from the work behavior of PPID Assistants, most of
whom do not participate in socialization activities, do not coordinate, do not
provide complete information, and do not respond responsively to requests for
information and the behavior of the public who do not master the UU KIP (Law of
Public Information Oppeness) properly; 3) The organizational communication
strategy implemented by the PPID Medan City Government has been carried out
through the stipulation of PPID and information requesters as communicators as
well as targets have been using communication channels and media directly (face
to face) or through SIP-PPID (Public Information System-PPID), e-mail and the
website, however social media application, an anlysis of audience needs and
technical preparation of cetain messages have not been carried over the public
participation.

Keywrod : Communication Strategy, Organizational Communication, PPID,


Medan City Government, The Public Information Openness.

ii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS

Telah diuji pada


Tanggal: 23 Desember 2021

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Nurbani, M.Si.


Anggota : 1. Dra. Dewi Kurniawati, M.Si., PhD.
2. Prof. Dra. Lusiana Andriani Lubis, M.A., Ph.D.
3. Drs. Syafruddin Pohan, S.H., M.Si., Ph.D.

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah Subahanahu Wa Ta’ala


yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini. Peneliti juga bersyukur atas do’a dan dukungan
yang penuh ketulusan dari Ibunda terkasih (Anizar. Z) dan Ayahanda (Poriaman
Harahap) sehingga peneliti senantiasa memperoleh kesehatan. Terima kasih khusus
kepada suami tercinta (Rahmad Gusrifa) beserta kedua putri tersayang (Annisa
Rizqi Putri dan Assyifa Rizqi Khadijah) atas dukungan dan pengertian yang
diberikan sehingga peneliti dapat melewati setiap proses dalam penelitian dengan
penuh semangat.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini, peneliti banyak
mendapatkan dukungan baik dalam bentuk moril maupun materi dari berbagai
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan
terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si. selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara;
2. Kementrian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia, khususnya Badan
Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, selaku pemberi dana
beasiswa perkuliahan pada Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara;
3. Bapak Drs. Hendra Harahap, M.Si., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara;
4. Bapak Dr. Iskandar Zulkarnain, M.Si. selaku Ketua Magister Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara;
5. Ibu Dr. Nurbani, M.Si. selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah
membimbing dan mengarahkan peneliti dalam penulisan tesis ini;
6. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si., Ph.D. selaku Sekretaris Magister Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
dan anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan
peneliti dalam penulisan tesis ini;
7. Ibu Prof. Dra. Lusiana Andriani Lubis, M.A., Ph.D. selaku Ketua Komisi
Pembanding yang telah banyak memberikan masukan untuk perbaikan
penulisan tesis ini;
8. Bapak Drs. Syafruddin Pohan, M.Si. Ph.D. selaku anggota Komisi Pembanding
yang telah yang telah banyak memberikan kritik dan saran yang membangun
untuk perbaikan penulisan tesis ini;
9. Bapak Zain Noval, S.S.T.P., M.A.P. selaku Kepala Dinas Komunikasi dan
Informatika Kota Medan yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan
penelitian di Kantor Dinas Kominfo Kota Medan;

vi
DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................... i
ABSTRACT .............................................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN TESIS ........................................................................ iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ......................................... iv
PERNYATAAN ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Fokus Penelitian ........................................................................................ 6
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Paradigma Penelitian ................................................................................ 9
2.2 Penelitian Sejenis Terdahulu................................................................... 12
2.3 Uraian Teoritis ........................................................................................ 21
2.3.1 Komunikasi Organisasi ........................................................................... 21
2.3.2 Proses Komunikasi.................................................................................. 24
2.3.3 Hambatan Komunikasi............................................................................ 27
2.3.4 Strategi Komunikasi................................................................................ 28
2.3.5 Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) .......................... 30
2.3.6 Keterbukaan Informasi Publik ................................................................ 32
2.3.7 Teori Kultural Organisasi ....................................................................... 34
2.3.8 Teori Interaksi Simbolik ......................................................................... 38

viii
2.3.8.1 Simbol ..................................................................................................... 41
2.3.8.2 Persepsi ................................................................................................... 47
2.3.8.3 Sistem Sosial ........................................................................................... 52
2.4 Kerangka Pemikiran................................................................................ 54

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Metode Penelitian ................................................................................... 56
3.2 Aspek Kajian........................................................................................... 58
3.3 Lokasi Penelitian..................................................................................... 58
3.4 Subjek dan Informan Penelitian .............................................................. 59
3.5 Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 61
3.5.1 Observasi Partisipasi Pasif ...................................................................... 63
3.5.2 Wawancara Mendalam............................................................................ 64
3.5.3 Dokumentasi ........................................................................................... 64
3.5.4 Triangulasi .............................................................................................. 65
3.6 Teknis Analisis Data ............................................................................... 66
3.6.1 Tahap Reduksi Data (Data Reduction) ................................................... 67
3.6.2 Tahap Penyajian Data (Data Display) .................................................... 67
3.6.3 Penarikan Kesimpulan ............................................................................ 68

BAB IV. TEMUAN PENELITIAN


4.1 Proses Penelitian ..................................................................................... 69
4.2 Deskripsi Lokasi Penelitian .................................................................... 71
4.3 Temuan Penelitian .................................................................................. 79
4.3.1 Hasil Observasi Pastisipasi Pasif ............................................................ 81
4.3.1.1 Obervasi di Dinas Kominfo Kota Medan ............................................... 82
4.3.1.2 Observasi di BKDPSDM Kota Medan ................................................... 84
4.3.1.3 Observasi di BAPPEDA Kota Medan .................................................... 86
4.3.1.4 Observasi di Dinas Ketenagakerjaan Kota Medan ................................. 87
4.3.1.5 Observasi di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Medan ............... 88
4.3.1.6 Observasi di Dinas Sosial Kota Medan .................................................. 89
4.3.1.7 Observasi di Dinas Kesehatan Kota Medan............................................ 90

ix
4.3.1.8 Observasi di Kantor Camat Medan Polonia............................................ 92
4.3.2 Hasil Wawancara Mendalam .................................................................. 93
4.3.2.1 Informan 1 ............................................................................................... 93
4.3.2.2 Informan 2 ............................................................................................... 99
4.3.2.3 Informan 3 ............................................................................................. 102
4.3.2.4 Informan 4 ............................................................................................. 105
4.3.2.5 Informan 5 ............................................................................................. 109
4.3.2.6 Informan 6 ............................................................................................. 112
4.3.2.7 Informan 7 ............................................................................................. 114
4.3.2.8 Informan 8 ............................................................................................. 118
4.3.3 Hasil Dokumentasi ................................................................................ 120
4.3.3.1 Hak dan Kewajiban Badan Publik dan Publik ...................................... 121
4.3.3.2 Informasi Publik.................................................................................... 122
4.3.3.3 Informasi yang Dikecualikan ................................................................ 123
4.3.3.4 Kelembagaan dan Struktur PPID .......................................................... 126
4.3.3.5 Tugas dan Kewenangan PPID .............................................................. 127
4.3.4 Triangulasi ............................................................................................ 129
4.3.4.1 Informan Triangulasi 1 ......................................................................... 129
4.3.4.2 Informan Triangulasi 2 ......................................................................... 137
4.3.4.3 Informan Triangulasi 3 ......................................................................... 140
4.3.4.4 Informan Triangulasi 4 ......................................................................... 144
4.3.4.5 Informan Triangulasi 5 ......................................................................... 147
4.3.4.6 Informan Triangulasi 6 ......................................................................... 150
4.4 Kategorisasi Temuan Penelitian ........................................................... 153
4.4.1 Proses Komunikasi Organisasi PPID Pemerintah Kota Medan ............ 154
4.4.1.1 Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi Publik .................................. 154
4.4.1.2 Penyediaan Informasi dan Dokumentasi Publik ................................... 156
4.4.1.3 Pelayanan Informasi dan Dokumentasi ................................................ 160
4.4.2 Hambatan Komunikasi Organisasi PPID Pemerintah Kota Medan ...... 163
4.4.3 Strategi Komunikasi Organisasi PPID Pemerintah Kota Medan .......... 164

x
BAB V. PEMBAHASAN
5.1 Analisis Proses Komunikasi Organisasi ....................................................
PPID Pemerintah Kota Medan .............................................................. 168
5.1.1 Analisis Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi Publik .................... 169
5.1.2 Analisis Penyediaan Informasi dan Dokumentasi Publik ..................... 174
5.1.3 Analisis Pelayanan Informasi dan Dokumentasi Publik ....................... 181
5.2 Analisis Hambatan Komunikasi Organisasi ..............................................
PPID Pemerintah Kota Medan .............................................................. 184
5.3 Analisis Strategi Komunikasi Organisasi ..................................................
PPID Pemerintah Kota Medan .............................................................. 187

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 KESIMPULAN ..................................................................................... 194
6.2 SARAN ................................................................................................. 195

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 197


LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Karaktertistik Informan.................................................................... 80


Tabel 4.2. Tindakan yang dilakukan PPID Utama dalam Peran……...
Menyusun Kebutuhan Implementasi PPID .................................... 155
Tabel 4.3. Tindakan yang tidak dilakukan PPID Pembantu dalam………… ......
Peran Menyusun Kebutuhan Implementasi PPID ......................... 155
Tabel 4.4. Tindakan yang dilakukan PPID Utama dalam Peran……...................
Mendukung Koordinasi PPID ........................................................ 156
Tabel 4.5. Tindakan yang tidak dilakukan PPID Pembantu dalam……….. ........
Peran Mendukung Koordinasi PPID .............................................. 156
Tabel 4.6. Tindakan yang dilakukan PPID Pembantu dalam Peran... ..................
Menyediakan Informasi Sebelum Adanya Permintaan Informasi . 157
Tabel 4.7. Tindakan yang tidak dilakukan PPID Pembantu dalam….. ................
Peran Menyediakan Informasi Sebelum Adanya…. ............................
Permintaan Informasi ..................................................................... 157
Tabel 4.8. Tindakan yang tidak dilakukan PPID Utama dalam….. ......................
Peran Menyediakan Informasi Sebelum Adanya….............................
Permintaan Informasi ..................................................................... 158
Tabel 4.9. Tindakan yang dilakukan PPID Pembantu dalam Peran.. ...................
Menyediakan Informasi Setelah Adanya Permintaan Informasi ... 158
Tabel 4.10. Tindakan yang dilakukan PPID Utama dalam…. ................................
Peran Menyediakan Fasilitas Layanan PPID ................................. 161
Tabel 4.11. Tindakan yang tidak dilakukan PPID Utama dalam…. .......................
Peran Menyediakan Fasilitas Layanan PPID ................................. 161
Tabel 4.12. Tindakan yang dilakukan PPID Pembantu dalam….. .........................
Peran Memberikan Layanan Informasi Secara Optimal ................ 161
Tabel 4.13. Tindakan yang tidak dilakukan PPID Pembantu dalam….. ................
Peran Memberikan Layanan Secara Optimal ................................ 162
Tabel 4.14. Tindakan yang dilakukan PPID Utama dalam…. ................................
Peran Mengembangkan Sistem Layanan Informasi PPID ............. 162

xii
Tabel 4.15. Tindakan yang tidak dilakukan PPID Utama dalam…. .......................
Peran Mengembangkan Sistem Layanan Informasi PPID ............. 162
Tabel 4.16. Penyajian Data (Data Display) ...................................................... 166

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Indeks Kepuasan Masyarakat di SIP-PPID Pemko Medan................ 3


Gambar 2.1. Satu Unit Proses Komunikasi ........................................................... 25
Gambar 2.2. Sistem Komunikasi Organisasi ........................................................ 26
Gambar 2.3. Budaya Kerja dan Budaya Organisasi .............................................. 37
Gambar 2.4. Tingkat Kesulitan Perubahan Budaya Organisasi ............................ 38
Gambar 2.5. Fungsi Sebuah Tanda ....................................................................... 41
Gambar 2.6. Segitiga Makna ................................................................................. 43
Gambar 2.7. Skema Pembentukan Persepsi .......................................................... 49
Gambar 2.8. Pergerakan Sistem Sosial ................................................................. 53
Gambar 2.9. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 54
Gambar 4.1. Struktur PLID Pemerintah Kota Medan ......................................... 127

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

1. Rekapitulasi Informasi Publik yang Tersedia dalam SIP-PPID Pemko

Medan (16 Januari 2018 - 17 Maret 2021).

2. Pedoman Wawancara Informan.

3. Transkrip Wawancara.

4. Dokumentasi Penelitian.

5. Surat Izin Penelitian dan Rekomendasi Penelitian.

6. Hasil Uji Plagiarism.

7. Surat Persetujuan Informan.

8. Formulir Permohonan Informasi dan Formulir Pernyataan Keberatan

Atas Permohonan Informasi.

9. Daftar Riwayat Hidup.

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi secara fundamental terjadi dalam setiap lini kehidupan

manusia, salah satunya dalam konteks berkomunikasi pada suatu organisasi yang

disebut juga dengan komunikasi organisasi. Pada umumnya konsep komunikasi

organisasi terdiri dari komunikasi vertikal, komunikasi horizontal dan komunikasi

eksternal, di mana komunikasi vertikal dan horizontal terjadi secara internal di

antara pengurus atau anggota organisasi, sedangkan komunikasi eksternal terjadi

ketika pengurus atau anggota organisasi melakukan komunikasi kepada orang-

orang yang berada di luar organisasi seperti masyarakat atau publik dan organisasi

lainnya. Komunikasi organisasi memiliki pengaruh untuk menciptakan suatu

komunikasi yang baik hingga mampu mengambil atau mendapatkan dukungan dari

luar organisasi, seperti peningkatan kepercayaan serta partisipasi publik yang telah

menjadi kebutuhan organisasi masa kini. Oleh karena itu, komunikasi organisasi

perlu dibuat dalam suatu perencanaan dan strategi komunikasi yang tepat agar dapat

mengatasi hambatan yang ada dan mencapai tujuan yang diinginkan sesuai dengan

tuntutan kebutuhan organisasi.

Konteks komunikasi ini sejalan dengan proses komunikasi yang terjadi

dalam suatu struktur organisasi bernama Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi (PPID) Pemerintah Kota Medan, yaitu yang menjalankan peran

komunikasi organisasi dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik. Sesuai

dengan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik (UU KIP 14/2008), pengelolaan layanan informasi dan

1
2

dokumentasi publik pada Pemerintah Daerah, seperti Pemerintah Kota Medan

dilaksanakan oleh struktur organisasi PPID yang terdiri dari PPID Utama dan PPID

Pembantu dalam suatu mekanisme layanan informasi dan dokumentasi publik. Pada

implementasinya, PPID Utama bertindak sebagai atasan PPID Pembantu namun

secara bersama-sama bertugas, berkewajiban, dan bertanggungjawab

mengumumkan, menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi dan

dokumentasi publik yang berada di bawah kewenangan bidang tugas instansinya

kepada pemohon informasi publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

Pada upaya perolehannya, publik dapat mengakses informasi dan

dokumentasi publik melalui penyebarluasan informasi yang telah dilakukan PPID

di berbagai media yang dapat dijangkau publik, seperti website, papan

pengumuman, atau sistem informasi publik yang telah disediakan. Selain itu, publik

dapat pula melakukan upaya perolehan informasi dan dokumentasi publik yang

belum tersedia di berbagai media informasi publik dengan mengajukan

permohonan informasi, baik secara langsung kepada PPID melalui pengisian

formulir manual maupun secara online melalui sistem informasi publik yang telah

disediakan.

Dari proses interaksi tersebut, terlihat jelas peran komunikasi organisasi

yang dimiliki oleh PPID Pemerintah Kota Medan, baik secara internal yang

melibatkan PPID Utama, PPID Pembantu serta seluruh pegawai dan pejabat publik

yang ada di dalam organisasi badan publik maupun secara eksternal yaitu antara

PPID Pemerintah Kota Medan sebagai pengelola layanan informasi dengan publik

sebagai pengguna dan pemohon informasi. Kenyataannya, pada tahun 2019 PPID
3

Pemerintah Kota Medan telah mendapat anugerah keterbukaan informasi publik

sebagai badan publik dengan kategori informatif periode tahun 2018.

Penganugerahan tersebut merupakan hasil evaluasi keterbukaan informasi badan

publik yang diselenggarakan oleh Komisi Informasi Provinsi Sumatera Utara (KI

Provsu) sebagai penilaian pelaksanaan keterbukaan informasi badan publik di

seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota se-Sumatera Utara.

Adapun yang menjadi kriteria penilaian dalam evaluasi tersebut terbagi ke

dalam empat indikator, yaitu: mengumumkan informasi publik, menyediakan

informasi publik, pelayanan permohonan informasi publik, serta pengelolaan

informasi dan dokumentasi. Selain itu, dalam survei kepuasan masyarakat yang

terdapat di dalam Sistem Informasi Publik – Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi (SIP-PPID) Pemerintah Kota Medan, data per-Maret 2021

menunjukan tingkat kepuasan masyarakat yang cukup tinggi terhadap layanan

informasi publik PPID Pemerintah Kota Medan, yaitu 85,6 % dan sisanya tidak

puas 14,4 %.

85,6 %
Pelayanan Informasi
14,4 %

Puas
0 20 40 60 80 100
Data Olahan Peneliti

Gambar 1.1. Indeks Kepuasan Masyarakat di SIP-PPID Pemko Medan


Sumber: (http://ppid.pemkomedan.go.id/survey-kepuasan)

Semangat keterbukaan informasi publik di Pemerintah Kota Medan telah

diwujudkan sejak tahun 2012 dengan membentuk kelembagaan dan struktur


4

organisasi PPID Pemerintah Kota Medan yang terdiri dari PPID Utama – yang

berkedudukan di Dinas Kominfo dan PPID Pembantu – yang berkedudukan di

setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Kota Medan. Pada

perkembangan selanjutnya, di awal tahun 2018 suatu Sistem Informasi Publik–

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (SIP-PPID) dari Kementerian Dalam

Negeri mulai dimanfaatkan sebagai saluran dan media komunikasi baru antara

PPID Pemerintah Kota Medan dengan publik. SIP-PPID menyediakan layanan

informasi publik secara online yang memungkinkan publik mengakses, mengunduh

ataupun mengajukan permohonan informasi dan dokumentasi publik secara online,

begitu juga dengan PPID Pemerintah Kota Medan yang dimungkinkan untuk

mengumumkan, menyediakan, memberikan, dan/atau menerbitkan informasi dan

dokumentasi publik secara online, (sumber: dokumen PPID Pemerintah Kota

Medan).

Dilihat dari database SIP-PPID Pemerintah Kota Medan yang beralamat di

http://www.ppid.pemkomedan.go.id, menunjukkan data sejak April 2018 hingga

Maret 2021 terdapat 1.115 jumlah dokumen yang tersedia, sejumlah 50.802

unduhan dokumen, dan 37 register permohonan dengan rincian: 24 permohonan

belum direspon; 6 permohonan sedang diproses; 6 permohonan selesai diproses; 1

permohonan ditolak, selanjutnya rincian rekapitulasi data per OPD dapat dilihat

pada lampiran 1 yang tidak terpisahkan pada tesis ini. Faktanya menunjukkan

bahwa masih banyak PPID Pemerintah Kota Medan yang tidak memaksimalkan

penggunaan SIP-PPID untuk menyediakan dan melayani permohonan informasi

dan dokumentasi publik sebagaimana mestinya sesuai dengan amanat UU KIP dan

peraturan pelaksana lainnya. Selain itu, fasilitas layanan informasi publik secara
5

manual juga dapat dikatakan cukup terbatas yang dapat dilihat dari masih

banyaknya OPD yang tidak menyediakan informasi layanan PPID dalam bentuk

papan pengumuman, banner ataupun brosur serta formulir-formulir yang

diperlukan dalam proses pelayanan informasi publik secara langsung.

Sebagaimana pedoman pelaksanaan keterbukaan informasi publik, UU KIP

14/2008 mengandung 64 pasal yang megatur 4 hal pokok, yaitu: 1) hak setiap orang

untuk memperoleh informasi; 2) kewajiban badan publik menyediakan dan

melayani permintaan informasi secara cepat, tepat waktu, harga yang wajar

(proporsional), dan sederhana; 3) pengecualian yang bersifat ketat dan terbatas; dan

4) kewajiban badan publik membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan

informasi. Selain itu, pada pasal-pasal yang terkandung dalam UU KIP 14/2008

juga dijelaskan bahwa PPID berhak menentukan cara-cara dalam pelaksanaan

kewajiban badan publik untuk menyebarluaskan informasi publik, berupa:

1) informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala; 2) informasi

yang wajib diumumkan secara serta merta; 3) informasi yang wajib tersedia setiap

saat; dan 4) informasi yang dikecualikan.

UU KIP 14/2008 pada hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas

keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik atau dapat

juga dimaknai sebagai transparansi yang akan mendorong partisipasi publik dan

akuntabilitas penyelenggara negara dalam rangka mewujudkan prinsip-prinsip tata

kelola pemerintahan yang baik. Implikasi dari tujuan tersebut menuntut badan

publik melalui tugas, kewajiban dan tanggungjawab PPID untuk menjalankan

komunikasi organisasi yang baik serta mensyaratkan adanya strategi komunikasi.

Argenti (2013) dalam Hardjana (2019:110) mengungkapkan bahwa pengaruh


6

kepentingan publik di era persaingan global telah mendapat sebutan baru sebagai

konstituensi-konstituensi penentu atau pendukung kelangsungan hidup organisasi

jangka panjang, sehingga komunikasi organisasi yang berhubungan dengan publik

dikembangkan menjadi komunikasi strategis dan secara langsung dihubungkan

dengan strategi organisasi secara keseluruhan dengan tujuan meningkatkan posisi

strategis organisasi untuk membangun hubungan manusiawi dalam interaksi

organisasi dengan lingkungan sosial budayanya.

Berdasarkan fakta dan data yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian yang berjudul “Strategi Komunikasi Organisasi

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pemerintah Kota

Medan dalam Pelaksanaan Keterbukaan Informasi Publik” dikarenakan masih

terdapat kesenjangan antara keadaan PPID Pemerintah Kota Medan yang telah

mendapat anugerah keterbukaan informasi publik serta indeks kepuasan

masyarakat yang cukup tinggi dengan keadaan minimnya publikasi/ketersediaan

informasi serta minimnya penyediaan sarana dan prasarana layanan oleh PPID

Pemerintah Kota Medan dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik.

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, peneliti menetapkan fokus

penelitian pada beberapa masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses komunikasi organisasi yang dilakukan PPID Pemerintah

Kota Medan dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik?

2. Bagaimana hambatan komunikasi yang terjadi dalam proses komunikasi

organisasi PPID Pemerintah Kota Medan dalam pelaksanaan keterbukaan

informasi publik?
7

3. Bagaimana strategi komunikasi organisasi yang dijalankan PPID

Pemerintah Kota Medan dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab

masalah-masalah yang telah ditetapkan sebagai fokus penelitian, yaitu sebagai

berikut:

1. Untuk menganalisis proses komunikasi organisasi yang dilakukan PPID

Pemerintah Kota Medan dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik.

2. Untuk menganalisis hambatan komunikasi yang terjadi dalam proses

komunikasi organisasi PPID Pemerintah Kota Medan dalam pelaksanaan

keterbukaan informasi publik.

3. Untuk menganalisis strategi komunikasi organisasi yang dijalankan PPID

Pemerintah Kota Medan dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang terdapat dari penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) jenis

manfaat, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, manfaat penelitian ini dapat menghasilkan dalil atau teori

baru tentang strategi komunikasi yang dilakukan PPID dalam melaksanakan

keterbukaan informasi publik di Pemerintah Kota Medan.

2. Manfaat Akademis

Secara akademis, manfaat penelitian ini dapat memberikan kajian akademis

terkait strategi komunikasi merujuk pada pelaksanaan keterbukaan

informasi publik yang dilakukan oleh PPID di Pemerintah Kota Medan.


8

3. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan

wawasan kepada PPID Pemerintah Kota Medan dalam penyusunan strategi

komunikasi organisasi yang diperlukan dalam pelaksanaan keterbukaan

informasi publik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Paradigma Penelitian

Paradigma atau cara pandang dapat dikatakan sebagai landasan dalam

menentukan arah cara berfikir bagi seorang peneliti dalam melaksanakan proses

penelitiannya. Paradigma adalah suatu hal yang sifatnya normatif serta dapat

memberikan gambaran kepada penggunanya tentang apa yang harus dilakukan

tanpa eksistensial yang panjang, (Kriyantono, 2014:48). Memahami dengan baik

untuk kemudian menentukan paradigma merupakan langkah awal yang harus

dilakukan oleh seorang peneliti. Paradigma melalui asumsi-asumsi filosofisnya

(epistemologi, ontologi, aksiologi) dapat memandu peneliti dalam mengidentifikasi

fenomena-fenomena sosial yang dapat dijadikan sebagai objek penelitian dan juga

memberi pemahaman kepada peneliti dalam memilih konsep, pendekatan, ataupun

teori yang sesuai.

Paradigma dalam disiplin ilmu komunikasi, secara garis besar terbagi

kepada tiga cara pandang, yaitu: positivistik, interpretif-hermeneutik, dan kritis.

Ketiga paradigma tersebut mempunyai asumsi filosofisnya masing-masing yang

berbeda satu dengan lainnya. Namun belakangan, pada kenyataannya beberapa

peneliti telah dipengaruhi oleh pandangan-pandangan baru, yakni feminimisme,

konstruktivisme dan Marxisme, (Rakow dan Wackwitz, 2004, dalam West dan

Turner, 2013:15). Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah

paradigma konstruktivisme, di mana peneliti menekankan pada konstruksi subjektif

individu terhadap interaksi yang terjadi di antara PPID Utama dan PPID Pembantu

sebagai pengelola layanan infromasi dan dokumentasi dengan Publik sebagai

9
10

pengguna dan pemohon informasi atas terbentuknya strategi komunikasi dalam

pelaksanaan keterbukaan informasi publik. Paradigma konstrutivisme berasumsi

bahwa antara peneliti dan subjek yang diteliti terdapat dialektika dan bersifat

reflektif, sehingga memerlukan empati yang tercipta agar dapat merekonstruksi

realitas yang diobservasi, (Bungin, 2013:342).

Cresswell (2016:10) mengatakan bahwa paradigma konstruktivisme adalah

cara pandang yang berasumsi bahwa individu-individu selalu berusaha untuk

memahami fenomena dunia nyata tempat mereka hidup dan bekerja. Individu

mengembangkan interpretasi subjektif terhadap makna-makna atas proses interaksi

atau pengalamannya dan mengarahkan makna tersebut pada objek di sekeliling

mereka. Perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan hukum perilaku

alam sehingga perilaku mejadi lebih ‘suka rela’ yang terdapat dimensi moral di

dalamnya. Interpretasi subjektif dalam hal ini lebih cenderung melihat isu-isu moral

sebagai sesuatu yang penting karena manusia cenderung dianggap sebagai faktor

yang menentukan bagaimana lingkungan eksternal dikonstruksi. Dengan

menggunakan paradigma konstruktivisme, peneliti berharap dapat mengungkap

sejumlah realitas (situasi sosial) yang menarik terkait isu-isu moral pada proses

komunikasi organisasi yang dilakukan PPID Pemerintah Kota Medan dalam

pelaksanaan keterbukaan informasi publik, bagaimana hambatan komunikasi yang

dialami dan upaya komunikasi yang dilakukan PPID tersebut serta bagaimana

terciptanya strategi komunikasi organisasi yang efektif.

Paradigma teori komunikasi mengenal pembagian berdasarkan pendekatan

filosofis yang disebut juga dengan ‘wilayah teori konvensional’ dan terbagi atas

lima jenis teori, yaitu: teori struktural fungsional, teori kognitif dan perilaku, teori
11

interaksi, teori interpretasi, dan teori kritis. Paradigma konstruktivisme dalam hal

ini sejalan dengan teori-teori interaksi dan interpretasi, namun peneliti lebih

menekankan penelitian ini kepada filosofi teori interaksi yang memandang

kehidupan sosial sebagai suatu proses interaksi sehingga komunikasi merupakan

bentuk interaksi. Morissan dan Wardhany (2009:11) menyatakan bahwa fokus

perhatian teori interaksi adalah bagaimana bahasa digunakan untuk membentuk

struktur sosial dan bagaimana bahasa serta sistem simbol lainnya diproduksi,

dipelihara dan diubah selama penggunaannya. Interaksi akan mengarah pada makna

yang dipahami bersama dan sekaligus memperkuat makna bersama itu. Interaksi

juga membangun berbagai konvensi yang merupakan standar makna dan tindakan,

seperti peraturan, peran orang-orang tertentu, serta norma-norma yang

memungkinkan terjadinya interaksi lebih jauh. Interaksi yang dimaksud sebagai

komunikasi dalam penelitian ini mencakup interaksi dalam pengelolaan layanan

informasi dan dokumentasi publik yang dilakukan oleh PPID Pemerintah Kota

Medan.

Sebuah gagasan terkini yang penting dalam mengelompokkan teori

komunikasi dikemukakan oleh Robert T.Craig (1999) dalam Littlejohn & Foss

(2013:52) yang menyatakan bahwa ilmu komunikasi memiliki ciri atau sifat yang

selalu diwarnai dengan berbagai teori dan cara pandang (perspektif). Craig

membagi pandangan tersebut ke dalam tujuh tradisi, yaitu: semiotika,

fenomenologi, sibernetika, sosiopsikologi, sosiokultural, kritis, dan retorika.

Melalui tradisi Craig, peneliti menggunakan persepktif sosiokultural dalam

penelitian ini yang sejalan dengan paradigma konstruktivisme dan filosofi teori

interkasi. Tradisi sosiokultural membahas bagaimana pengertian, makna, norma,


12

peran dan aturan yang ada, bekerja dan saling berinterkasi dalam proses komunikasi

yang merupakan proses kesatuan sosial hingga membentuk budaya, (Littlejohn &

Fos, 2013:65-66). Adapun pengertian, makna, norma, peran dan aturan yang akan

dianalisis dalam penelitian ini adalah yang terbentuk melalui proses kesatuan sosial

yang terjadi dalam interkasi-interaksi yang ‘menindas’ PPID Pemerintah Kota

Medan yang membentuk budaya pelaksanaan keterbukaan informasi publik.

2.2 Penelitian Sejenis Terdahulu

Membaca dan menjadikan penelitian sejenis terdahulu sebagai referensi

dapat membantu peneliti untuk mengetahui bagaimana metode penelitian yang

pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti lain sebelumnya, di mana informasi tersebut

dapat menjadi tolak ukur bagi peneliti dalam penulisan serta menganalisis suatu

objek penelitian. Penelitian sejenis terdahulu juga berfungsi untuk memperluas

penguasaan teori yang akan digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan,

bahkan memungkinkan untuk mengetahui plagiasi sehingga memicu peneliti

memperoleh solusi ataupun gagasan yang original. Lebih dari itu, pencatatan

penelitian terdahulu dalam penelitian ini memiliki tujuan agar keilmuan yang telah

dilakukan oleh peneliti terdahulu dapat diteruskan dan dikembangkan agar

menghasilkan ilmu yang baru.

Sebuah penelitian sejenis terdahulu oleh Reinaldy Ferdiansyah (2021),

Magister Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Sebelas Maret Surakarta dengan judul “The Implication of Organizational Culture

for Building Organizational Identity Strategy (Case Study of PPID Ministry of

Finance), Jurnal Informasi Vol. 15, No. 1 (2021), Hal. 1-26 menjadi salah satu

referensi yang peneliti pilih untuk menganalisis komunikasi organisasi PPID


13

Pemerintah Kota Medan dari sudut pandang subjektif yaitu melalui perspektif teori

budaya organisasi yang masih termasuk dalam ranah tradisi sosiokultural.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana perubahan budaya

organisasi yang terjadi di Kementerian Keuangan dalam memberikan pelayanan

informasi publik pada era digital sejak tahun 2018. Hasilnya menunjukkan bahwa

strategi komunikasi yang dimiliki oleh organisasi serta aktivitas-aktivitas yang

membentuk budaya organisasi memiliki peran yang penting dalam memberikan

dukungan pada perubahan identitas PPID Kementerian Keuangan, yaitu melalui

penggunaan media sosial. Organisasi Kementeraian Keuangan meyakini

penggunaan media sosial di era digital dapat diharapkan sekaligus sebagai cara

untuk mengedukasi dan meningkatkan partisipasi publik dalam rangka memberikan

pelayanan informasi publik.

Gusmulyana (2019), Magister Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Padjajaran telah melakukan sebuah penelitian sejenis

terdahulu mengenai konsep komunikasi organisasi yang digunakan oleh PPID

dalam menyelesaikan sengketa informasi dengan judul “Komunikasi Organisasi

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Pembantu Kecamatan Merawang

dalam Menyelesaikan Sengketa Informasi.” Peneliti menjadikan penelitian ini

sebagai referensi untuk mendapatkan tolak ukur konsep komunikasi organisasi

yang dilakukan oleh PPID, yaitu komunikasi organisasi yang dipandang melalui

variabel jaringan pesan yang terdiri dari komunikasi formal dan informal serta

bentuk-bentuk komunikasi ke atas, komunikasi ke bawah, dan komunikasi

horizontal. Perbedaannya adalah bahwa pada penelitian ini komunikasi organisasi

dianalisis dengan mengambil peluang terjadinya sengketa informasi di PPID


14

Pembantu Kecamatan Merawang, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan

peneliti, komunikasi organisasi akan dianalisis dalam konteks sebelum terjadinya

sengketa informasi, yaitu pada proses pengelolaan layanan informsi publik yang

dilakukan oleh PPID Pemerintah Kota Medan. Penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus dan hasilnya menunjukkan bahwa

komunikasi organisasi yang baik dari PPID Pembantu Kecamatan Merawang dapat

menyelesaikan sengketa informasi yang terjadi akibat pemohon informasi tidak

mendapat respon.

Sebagai upaya memperdalam pemahaman teori dan konsep mengenai

strategi komunikasi, penelitian oleh Achmad Muslihan (2017), Magister Ilmu

Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjajaran, dengan

judul “Strategi Komunikasi Keterbukaan Informasi Publik Badan Pemeriksa

Keuangan (Studi Kasus Pengelolaan Informasi Publik di Pusat Informasi dan

Komunikasi Badan Pemeriksa Keuangan)” menjadi referensi yang peneliti pilih

berikutnya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan teori

interaksi simbolik untuk memaknai arti komunikasi KIP serta menggunakan konsep

strategi komunikasi yang disampaikan oleh Cangara (2014) untuk menganalisis

strategi komunikasi KIP BPK. Hasilnya menunjukkan bahwa stretagi komunikasi

telah disusun dan dijalankan BPK dengan membentuk Pusat Informasi dan

Komunikasi (PIK) sebagai komunikator, menetapkan target sasaran, membuat

mekanisme pelayanan serta memilih saluran komunikasi yang dilanjutkan dengan

meningkatkan koordinasi melalui rapat PPID untuk melakukan uji konsekuensi

secara rutin ditambah lagi dengan mengadakan studi banding dan penggunaan

media sosial secara maksimal. Dari penelitian ini, peneliti akan menggunakan teori
15

yang sama, yaitu teori interaksi simbolik untuk memaknai proses komunikasi

organisasi yang dilakukan oleh PPID Pemerintah Kota Medan berdasarkan amanat

UU KIP serta menggunakan konsep strategi komunikasi yang sama, yaitu konsep

strategi komunikasi yang digagas oleh Cangara (2014) untuk menganalisis strategi

komunikasi organisasi PPID Pemerintah Kota Medan dalam melaksanakan

keterbukaan informasi publik.

Komunikasi organisasi PPID Pemerintah Kota Medan pada dasarnya

merupakan implementasi dari kebijakan UU KIP, untuk itu sebuah penelitian yang

dilakukan oleh Tiara Indah dan Puji Hariyanti (2018), Universitas Islam Indonesia,

Yogyakarta dengan judul “Implementasi Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik

pada Dinas Kominfo Kota Tasikmalaya” Jurnal Komunikasi Vol. 12, No. 2, April

2018 dapat dijadikan sebagai salah satu referensi penelitian sejenis terdahulu.

Penelitian ini menganalisis komunikasi dengan menggunakan teori implementasi

kebijakan dan menemukan hasil bahwa faktor-faktor yang memengaruhi

keberhasilan implementasi kebijakan, antara lain faktor komunikasi, SDM,

disposisi, dan struktur birokrasi. Maka, persamaannya dengan penelitian yang

dilakukan peneliti adalah pada analisis komunikasinya, yaitu komunikasi yang

dilakukan dalam implementasi kebijakan. Selain itu, metode penelitian yang

digunakan juga mempunyai kesamaan dengan metode penelitian yang akan

dilakukan peneliti yaitu kualitatif atau penelitian yang bersifat subjektif serta teknik

pengumpulan data yang sama, yaitu wawancara dan observasi ditambah dengan

dokumentasi.

Analisis komunikasi KIP melalui peran dan fungsi PPID dilakukan oleh

Danang Trijayanto dan Iqbal Aidar Idrus (2019), Universitas 17 Agustus 1945
16

Jakarta, dengan judul “Peran PPID Pemerintah Kota Yogyakarta dalam

Pengelolaan dan Penyelenggaraan Keterbukaan Informasi Publik” Jurnal

IKRAITH-Humaniora, Vol. 3, No. 1, Maret 2019. Penelitian ini menggunakan

metode kualitatif dengan memanfaatkan model analisis interaktif Matthew B. Miles

dan Michael Huberman sebagai teknik analisis datanya dan mendapati hasil bahwa

kendala yang dihadapi PPID Pemerintah Kota Yogyakarta berupa kemampuan

SDM dalam melayani informasi publik setiap saat, sehingga keterbukaan informasi

publik belum cukup responsif. Hasil penelitian tersebut berkaitan dengan

permasalahan yang disampaikan peneliti dalam latar belakang, yaitu tentang

minimnya publikasi informasi, sehingga hasil penelitian sejenis terhadulu ini akan

digunakan peneliti sebagai salah satu aspek kajian dalam penelitian strategi

komunikasi organisasi PPID Pemerintah Kota Medan.

Nibrosu Rohid dan Redi Panuju (2017), Univristas Dr. Soetomo, melakukan

sebuah penelitian komunikasi dengan judul “Manajemen Komunikasi dalam

Pelayanan Keterbukaan Informasi Publik kepada Masyarakat di Pejabat Pengelola

Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kabupaten Tuban” Jurnal LISKI, Vol. 3, No.

2, 2017. Sesuai dengan judulnya, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses

komunikasi melalui konsep atau teori manajemen komunikasi yang meliputi

perencanaan, pengorganisasian, pengomunikasian, pelaksanaan, pengawasan,

pengevaluasian dan pemodifikasian dengan menggunakan teori sistem sosial.

Melalui metode penelitian kualitatif, hasil penelitian menunjukkan bahwa pada

dasarnya PPID Tuban sudah melaksanakan manajemen komunikasi, namun kurang

maksimal dan masih terdapat kendala internal maupun eksternal. Kendala tersebut

di antaranya kurangnya koordinasi PPID Tuban dan kurangnya sosialisasi


17

keberadaan PPID Tuban, mengakibatkan minimnya masyarakat yang

menggunakan haknya dalam mengakses informasi publik. Manajemen komunikasi

yang dilakukan PPID dalam penelitian ini berguna memberikan analisis

perbandingan terhadap proses dan strategi komunikasi yang dilakukan PPID

Pemerintah Kota Medan dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik.

Analisis praktik komunikasi secara digital dilakukan oleh Wawan Hadinata

(2020), Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Brawijaya, melalui penelitiannya yang berjudul “Website dan

Informasi Keuangan Pemerintah (Studi Mixed Methods terkait Aplikasi Website

untuk Diseminasi Informasi Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2019). Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana website pemerintah daerah sebagai

produk e-government dimanfaatkan oleh komunikator pemerintah daerah untuk

menghadirkan keterbukaan informasi keuangan bagi publik. Sebagaimana PPID

Pemerintah Kota Medan juga telah mendayagunakan website sebagai salah satu

saluran dan media komunikasi publiknya, maka penelitian ini dapat menjadi

referensi yang akan memberikan perbandingan analisis dalam hal penggunaan

website oleh organisasi pemerintah daerah untuk melaksanakan keterbukaan

informasi publik. Hasil dari penelitian sejenis terdahulu ini menunjukkan bahwa

mayoritas website pemerintah daerah belum dimanfaatkan oleh komunikator

pemerintah daerah untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas keuangan

pemerintah daerah. Kesimpulan terhadap kendala adalah sumber daya dan belum

terbentuknya budaya transparansi dalam praktik komunikasi organisasi pemerintah

daerah.
18

Nurul Islamiyah (2018), Magister Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya, melakukan penelitian yang mendalami

suatu paradigma komunikasi dengan judul “Demokratisasi Komunikasi Dengan

Empati (Studi Eksplorasi pada Pemikiran Idi Subandy Ibrahim terkait Kajian

Komunikasi Indonesia). Penelitian ini merupakan studi pemikiran Idi Subandy

Ibrahim untuk melihat bagaimana pemikirannya dalam mengembangkan kajian

komunikasi di Indonesia yang menganut asas demokrasi. Penelitian ini

mengekplorasi kekhawatiran Idi Subandy Ibrahim dalam melihat ruang publik yang

menjadi tempat praktik komoditas dan komersialisasi sehingga memberikan

gagasan alternatif tentang bagaimana penyediaan informasi harus menerapkan

komunikasi etika. Aspek etika ini sejalan dengan kajian komunikasi yang akan

dilakukan peneliti, di mana etika akan sangat berkaitan dengan isu-isu moral yang

merupakan fokus perhatian dari penelitian dengan paradigma konstruktivisme.

Selain itu, aliran filosofis dalam kajian komunikasi ini sesuai dengan asas

komunikasi organisasi yang diperankan oleh PPID Pemerintah Kota Medan dalam

pelaksanaan keterbukaan informasi publik, sehingga penelitian ini dapat menjadi

referensi dalam memberikan arti atau makna demokratisasi komunikasi dan juga

makna komunikasi KIP bagi peneliti. Pendekatan sosiologi dan cultural studies

yang digunakan dalam kajian komunikasi ini juga sesuai dengan paradigma yang

digunakan peneliti, yaitu paradigma yang masuk ke dalam tradisi sosiokultural, di

mana metatori dalam tradisi ini selanjutnya bermanfaat memberikan pemahaman

kepada peneliti tentang asumsi-asumsi dalam tradisi teori sosilokultural secara lebih

baik.
19

Sebagaimana yang terkandung di dalam UU KIP, bahwa komunikasi PPID

pada dasaranya terbagi atas dua bagian, yaitu komunikasi internal dan eksternal.

Kali ini sebuah analisis komunikasi internal PPID telah dilakukan oleh Nugroho

Adi Wiyoso dan Nunung Prajarto (2019), Magister Ilmu Komunikasi, Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, dengan judul “Strukturisasi

Komunikasi Internal dalam Pelayanan Informasi Publik Kementerian Keuangan

(Studi Kasus pada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kementerian

Keuangan Tahun 2017).” Penelitian ini menggunakan teori strukturisasi dan

perstrukturan adaptif dalam menganalisis komunikasi internal PPID Kementerian

Keuangan. Metode penelitian menggunakan studi kasus serta mengumpulkan data

melalui observasi, dokumentasi, dan wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses strukturisasi komunikasi

internal PPID telah menggunakan semua sistem komunikasi internal yang ada, di

mana struktur dan agensi berperan dalam proses produksi dan reproduksi sistem,

termasuk penggunaan website e-PPID dan mobile PPID, tapi kendala lain ada pada

organisasi dan masyarakat. Penelitian ini berusaha mengeveluasi komunikasi PPID

dari segi internal PPID itu sendiri, maka penelitian ini memiliki kemiripan dengan

fokus penelitian yang peneliti lakukan, yaitu untuk menganalisis proses komunikasi

organisasi yang dilakukan PPID Pemerintah Kota Medan, sehingga hasil

penelitiannya nantinya diharapkan dapat menjadi perbandingan atau menemukan

fakta-fakta baru.

Kesimpulan penelitian sejenis terdahulu yang telah peneliti kumpulkan,

pertama-tama dapat dibahas melalui konteks komunikasi yang digunakan untuk

menganalisis komunikasi PPID dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik.


20

Datanya menunjukkan bahwa setidaknya komunikasi PPID dalam melaksanakan

keterbukaan informasi publik pernah dilakukan dalam konteks budaya organisasi,

komunikasi organisasi, manajemen komunikasi, demokratisasi komunikasi dan

komunikasi internal. Selanjutnya yang kedua, mengenai arti atau urgensi

komunikasi dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik dapat dimaknai

melalui beberapa teori, antara lain: teori budaya (cultural studies), teori interaksi

simbolik, teori implementasi kebijakan, teori sistem, serta teori strukturisasi dan

perstrukturan adaptif.

Lalu yang ketiga, terkait metode yang dapat digunakan untuk menentukan

strategi komunikasi antara lain melalui konsep komunikasi organisasi (komunikasi

ke atas, komunikasi ke bawah, komunikasi horizontal), manajemen komunikasi

(perencanaan, pengorganisasian, pengomunikasian, pengawasan, pengevaluasian,

pemodifikasian) dan konsep strategi komunikasi Cangara (2014) yang menjelaskan

bahwa strategi komunikasi dapat terbagi atas: 1) memilih dan menetapkan

komunikator; 2) menetapkan target sasaran dan analisis kebutuhan khalayak; 3)

teknis menyusun pesan; 4) memilih media atau saluran komunikasi.

Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti melakukan pemilahan referensi

sesuai dengan gejala-gejala yang terjadi dalam interaksi yang dilakukan PPID

Pemerintah Kota Medan. Peneliti menetapkan komunikasi organisasi yang

dipandang dari perspektif subjektif sebagai konteks komunikasi yang digunakan

dalam analisis proses komunikasi PPID Pemerintah Kota Medan dalam

pelaksanaan keterbukaan informasi publik. Selanjutnya peneliti akan menggunakan

teori interaksi simbolik dan teori kultural organisasi sebagai pisau analisis atau

sebagai proses pengkonstruksian subjektif terhadap realitas yang ditemukan untuk


21

memaknai arti komunikasi organisasi atau komunikasi keterbukaan informasi

publik yang dilakukan PPID Pemerintah Kota Medan sesuai dengan amanat UU

KIP 14/2008, Permendagri 3/2017 dan PERKI 1/2010. Lalu, yang terakhir peneliti

akan menggunakan model strategi komunikasi Cangara (2014) sebagai metode

untuk menganalisis strategi komunikasi organisasi PPID Pemerintah Kota Medan

dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik.

2.3 Uraian Teoritis

2.3.1 Komunikasi Organisasi

Schein (1982) dalam Muhammad (2015:23) mengatakan bahwa organisasi

adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa

tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi berdasarkan hierarki otoritas

dan tanggungjawab. Ciri-ciri organisasi adalah memiliki: 1) komponen (atasan dan

bawahan); 2) kerjasama (cooperative yang berstruktur dari sekelompok orang);

3) tujuan; 4) sasaran; 5) keterikatan format dan tata tertib yang harus ditaati;

6) pendelegasian wewenang dan koordinasi tugas-tugas, (Mukarom dan Laksana,

2015:26). Komunikasi organisasi menurut Redding & Sanborn dalam Muhammad

(2015:67) merupakan pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang

kompleks, meliputi komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan persatuan

pengelola, komunikasi ke atas (upward communication), komunikasi ke bawah

(downward communication), komunikasi horizontal atau komunikasi dari orang-

orang yang sama level/tingkatnya dalam organisasi, dan termasuk juga

keterampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis, dan

komunikasi evaluasi program.


22

Thayer memandang komunikasi organisasi sebagai arus data yang akan

melayani organisasi dan proses interkomunikasi melalui beberapa cara tertentu.

Greenbaunm membagi komunikasi organisasi ke dalam arus formal dan informal,

lalu membedakan komunikasi organisasi menjadi komunikasi internal dan

eksternal, serta memandang peranan komunikasi terutama sebagai koordinasi

pribadi, tujuan organisasi dan persoalan tentang menggiatkan aktivitas. Katz &

Kahn mendefinisikan komunikasi organisasi adalah arus informasi, pertukaran

informasi dan pemindahan arti di dalam suatu organisasi. Selanjutnya Zelko &

Dance menyatakan bahwa komunikasi organisasi sebagai suatu sistem yang saling

tergantung yang mencakup komunikasi internal dan komunikasi eksternal, (dalam

Muhammad, 2015:67).

Studi komunikasi organisasi merupakan studi mengenai cara orang

memandang objek-objek dan juga studi mengenai objek-objek itu sendiri.

Memahami kehidupan organisasi tidak hanya sekadar mendefinisikan

pengorganisasian, organisasi, dan komunikasi organisasi, melainkan seperti yang

diterangkan oleh Pace & Faules (2013:11) bahwa terdapat suatu pendekatan

subjektif dalam memandang organisasi sebagai kegiatan yang dilakukan orang-

orang, sehingga organisasi terdiri dari tindakan-tindakan, interaksi, dan transaksi

yang melibatkan orang-orang. Berdasarkan pandangan subjektif, organisasi adalah

suatu proses yang menganggap organisasi sebagai mengorganisasikan perilaku

(organizational behavior). Dengan demikian, komunikasi organisasi dipandang

dari perspektif subjektif adalah proses penciptaan makna atas interaksi yang

merupakan organisasi. Komunikasi adalah “perilaku pengorganisasian” yang

terjadi dan bagaimana mereka terlibat dalam proses bertransaksi dan memberi
23

makna atas apa yang sedang terjadi. Ketika organisasi dianggap sebagai orang-

orang yang berinteraksi dan memberi makna kepada interaksi tersebut, komunikasi

menjadi suatu fungsi pembentuk organisasi, sehingga bukannya melayani

organisasi justru komunikasi adalah organisasi.

Berdasarkan definisi ini, pengetahuan mengenai organisasi harus diperoleh

dengan melihat perilaku-perilaku khusus yang dilakukan oleh orang-orang yang

berinterksi dan apa makna perilaku-perilaku tersebut bagi mereka. Seorang

subjektivis tidak berusaha mengendalikan berbagai kekuatan yang meliputi

struktur, perencanaan, tujuan, namun menerangkan hal-hal tersebut. Meskipun

kaum subjektivis juga mengakui struktur, tapi penekanannya ada pada perilaku

manusia yang memandang struktur tidak independen atau tidak terbebas dari

tindakan-tindakan manusia. Manusia menciptakan struktur, memelihara, dan

memutuskannya, bahkan sebagian kaum subjektivis ada yang berpendapat bahwa

struktur diciptakan secara berkesinambungan yang akan mengakibatkan aktivitas

rutin problematik.

Suatu proses kreatif diperlukan bagi stuktur untuk diakui sebagai rutin,

untuk itu struktur tidak sekadar ada di sana, justru ia diterapkan dan diwujudkan

lewat proses pengorganisasian. Tidak ada struktur hingga individu-individu bekerja

sama untuk menciptakannya, bahkan struktur merupakan suatu konstruksi unik

yang mungkin tidak akan berlangsung kecuali ia ditopang melalui interaksi yang

lebih jauh. (Grafinkel, 1967; Wick, 1969, 1979, dalam Pace & Faules, 2015:19).

Pendekatan ini bagi kaum subjektivis dimanfaatkan sebagai cara untuk memahami

organisasi, yaitu dengan mendeskripsikan komunikasi organisasinya, memahami


24

komunikasi organisasi dan menemukan bagaimana kehidupan organisasi terwujud

lewat komunikasi.

2.3.2 Proses Komunikasi

Trenholm dalam West & Turner (2013) memberikan ilustrasi tentang

dilema yang dihadapi dalam usaha mendefinisikan komunikasi. Istilah komunikasi

menurut Trenholm telah menjadi semacam ‘portmanteau’ (istilah yang terbentuk

dari gabungan dua kata). Namun secara etimologis komunikasi berasal dari bahasa

Latin ‘communicare’ yang berarti berdialog, berunding atau bermusyawarah. Kata

sifatnya adalah ‘communis’ artinya bersifat umum atau bersama-sama. Dalam

Bahasa Inggris ‘communication’, berarti pemberitahuan, pemberian bagian (dalam

sesuatu), pertukaran, dimana si pembicara mengharapkan pertimbangan atau

jawaban dari pendengarnya, (Hermawati, 2014:249).

Bila kita melihat apa yang terjadi ketika seseorang terlibat dalam proses

komunikasi, kita menemukan bahwa terdapat dua bentuk umum tindakan yang

terjadi: 1) penciptaan pesan, atau lebih tepatnya penciptaan pentunjukan pesan

(display); 2) penafsiran pesan atau penafsiran pertunjukan. Agar pertunjukan

menjadi suatu bentuk perilaku komunikasi, ia harus merepresentasikan atau

melambangkan sesuatu lainnya dalam suatu unit komunikasi. Mencitpakan

pertujukan pesan (to display) berarti bahwa orang membawa sesuatu untuk

diperhatikan orang lain. Jadi, ‘menunjukkan’ berarti menempatkan sesuatu

sehingga terpandang secara jelas dan berada dalam suatu posisi yang

menyenangkan bagi pengamatan tertentu. Sedangkan menafsirkan pertunjukan

pesan (to interpret) berarti bahwa orang menguraikan atau memahami sesuatu
25

dengan cara tertentu yang melibatkan proses mental untuk memahami orang, objek,

dan peristiwa yang disebut sebagai pertunjukan pesan.

Posisi

ORANG

Menciptakan Menafsirkan
Pertunjukan Pertunjukan
Pesan Pesan

KOMUNIKASI

Seperangkat Perilaku Peranan

Gambar 2.1. Satu Unit Proses Komunikasi


Sumber: Pace & Faules (2013:27)

Satu-satunya pesan yang penting dalam berkomunikasi atau proses

komunikasi adalah pesan yang berasal dari proses penafsiran. Perlu diingat bahwa

realitas komunikasi menyarankan tentang suatu prinsip, yakni orang-orang

menafsirkan pesan dan menciptakan makna. Seperti yang dikatakan oleh Lee & Lee

(1957) dalam Pace dan Faules (2015:29) bahwa makna tidak terkandung dalam

pesan (kata), melainkan ada pada orang-orang. Agar suatu pertunjukan pesan atau

informasi bermakna, maka seseorang harus menafsirkannya sebagai penggambaran

sesuatu yang lainnya, yakni pertunjukan tersebut mempunyai fungsi simbolik

sehingga setiap aspek atau objek dapat diberi makna oleh seseorang.

Pada proses komunikasi organisasi, pertunjukan dan penafsiran pesan

terjadi di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi

dan terangkum dalam hubungan-hubungan hirarkis antara satu dengan lainnya dan

berfungsi dalam suatu lingkungan, (Pace & Faules, 2013:31). Lebih jelasnya,
26

proses komunikasi organisasi adalah proses penciptaan makna atas interaksi yang

menciptakan, memelihara, dan mengubah organisasi. Proses komunikasi organisasi

terjadi kapanpun, setidaknya satu orang yang menduduki suatu jabatan dalam suatu

organisasi menafsirkan suatu pertunjukan pesan. Oleh kerana itu, suatu sistem

komunikasi organisasi menyangkut penelaahan atas banyak transaksi yang terjadi

secara simultan.

ORGANISASI
FORMAL

UNIT KOMUNIKASI (ORANG DALAM JABATAN) SUATU HIERARKI

Gambar 2.2. Sistem Komunikasi Organisasi


Sumber: Pace & Faules (2013:32)

Sistem komunikasi organisasi menyangkut pertunjukan dan penafsiran

pesan di antara lusinan atau bahkan ratusan individu pada saat yang sama yang

memiliki jenis-jenis hubungan berlainan yang menghubungkan mereka, di mana

pikiran, keputusan dan perilakunya diatur oleh kebijakan-kebijakan, regulasi, dan

“aturan-aturan” yang mempunyai gaya berlainan dalam berkomunikasi, mengelola

dan memimpin; yang dimotivasi oleh kemungkinan-kemungkinan yang berbeda;

yang mempunyai tingkat kepuasan berbeda dan tingkat kecukupan informasi yang

berbeda pula; yang menyukai dan menggunakan jenis, bentuk, dan metode

komunikasi yang berbeda dalam jaringan yang berbeda; yang mempunyai tingkat
27

ketelitian pesan yang berlainan; serta yang membutuhkan penggunaan tingkat

materi dan energi yang berbeda untuk berkomunikasi secara efektif. Interaksi di

antara semua faktor tersebut, dan mungkin lebih banyak lagi disebut “sistem

komunikasi organisasi”, (Pace & Faules, 2013:32-33).

2.3.3 Hambatan Komunikasi

Hambatan komunikasi merupakan penyebab terjadinya penyampaian pesan

dari komunikator kepada komunikan tidak mencapai persepsi yang sama

sebagaimana yang dikehendaki, sehingga dapat menimbulkan kesalahpahaman.

R.Kreitner (1989) dalam Ruslan (2016:8) menerangkan empat katogori hambatan

yang dapat mengganggu proses komunikasi, yaitu:

1. Hambatan dalam proses penyampaian (process barriess)

Hambatan ini bisa datang dari pihak komunikator yang tidak menguasai

materi pesan dan belum memiliki kemampuan sebagai komunikator yang

handal. Hambatan ini juga bisa datang dari komunikan karena rendahnya

tingkat penguasaan bahasa, pendidikan, intelektual dan sebagainya yang

terdapat dalam diri komunikan. Hambatan ini dapat pula terjadi karena

faktor-faktor feedback (hasilnya tidak tercapai), medium (media atau alat

yang dipergunakan kurang tepat), dan encoding-decoding (hambatan untuk

menyampaikan dan memahami pesan secara tepat).

2. Hambatan secara fisik (physical barriers)

Hambatan yang bersumber dari sarana fisik, seperti pendengaran kurang

tajam, dan gangguan pada sistem pengeras suara.


28

3. Hamabatan semantik (semantic barriers)

Hambatan yang merupakan dari segi semantik (bahasa dan arti perkataan),

yaitu adanya perbedaan pengertian dan pemahaman antara pemberi pesan

dan penerima tentang satu bahasa atau lambang.

4. Hambatan psikososial (psychosocial barriers)

Hambatan psikososial yaitu adanya perbedaan yang cukup lebar dalam

aspek kebudayaan, adat istiadat, kebiasaan, persepsi dan nilai-nilai yang

dianut sehingga kecenderungan, kebutuhan serta harapan-harpan dari kedu

abelah pihak yang berkomunikasi juga berbeda.

2.3.4 Strategi Komunikasi

Strategi berasal dari Bahasa Yunani “stratos” dan “agein”, yang artinya

tentara dan pemimpin, maka bila disatukan artinya adalah memimpin tentara.

Cangara (2016:64) mendefinisikan strategi sebagai konsep militer atau sebagai seni

perang para Jenderal, atau bahkan suatu rancangan terbaik untuk memenangkan

perang. Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen

(management) untuk mencapai suatu tujuan, sehingga strategi komunikasi dapat

pula diartikan sebagai perencanaan komunikasi (communication planning) dan

manajemen komunikasi (communication management) untuk mencapai suatu

tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi tidak hanya berfungsi sebagai peta

jalan, melainkan harus dapat menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya,

sehingga pendekatannya bisa berubah sewaktu-waktu dipengaruhi faktor situasi

dan kondisi.

Wijaya (2015:56) merangkum definisi perencanaan komunikasi ke dalam

beberapa pokok hal penting, antara lain: 1) perencanaan komunikasi sebagai usaha
29

yang disengaja; 2) perencanaan komunikasi dibuat dalam bentuk dokumen tertulis;

3) perencanaan komunikasi merupakan penerapan ilmu pengetahuan dan seni

komunikasi; 4) perencanaan komunikasi merupakan aktivitas manusia yang

disusun secara sistematis dan berkelanjutan dari satu proses ke proses selanjutnya;

5) perencanaan komunikasi memiliki tujuan yang ingin dicapai dalam jangka waktu

tertentu dan untuk mencapai tujuan tersebut ditetapkan alokasi sumber daya (dana,

barang/alat, manusia atau keahlian dan program); 6) perencanaan komunikasi

menggunakan unsur-unsur komunikasi yang mencakup sumber, pesan, media,

target sasaran, dan efek (perubahan) sebagai komponen audit; dan 7) perencanaan

komunikasi memerlukan pengukuran atau evaluasi.

Middleton dalam Cangara (2014:4) menyatakan strategi komunikasi

merupakan kombinasi yang terbaik dari semua elemen komunikasi mulai dari

komunikator, pesan, saluran (media), komunikan, sampai pada pengaruh (efek)

yang dirancang untuk mencapai tujuan komunikasi yang efektif. Cangara (2014)

dalam Muslihan (2017:107) menawarkan sebuah model perencanaan komunikasi

yang dapat dijadikan sebagai metode membangun strategi komunikasi yang efektif.

Berdasarkan gagasan Cangara tersebut, untuk menyusun suatu strategi komunikasi

harus memperhatikan empat hal, yaitu:

1. Memilih dan menetapkan komunikator

Peranan komunikator dalam strategi komunikasi sangatlah penting, hal ini

dikarenakan strategi komunikasi bersifat sangat luwes, sehingga

komunikator sebagai pelaksana harus dapat mengadakan perubahan apabila

menghadapi adanya hambatan. Setidaknya terdapat dua faktor penting pada

diri komunikator, yaitu:


30

a. Daya tarik komunikator

Daya tarik ditentukan oleh kemampuan sumber pesan menyampaikan

pesan dengan cara yang menyenangkan dan membuat kesamaan dengan

khalayak, ditambah penampilan seorang komunikator dapat berdampak

positif ataupun negatif bagi kredibilitasnya di mata khalayak;

b. Kredibiltas komunikator

Kredibiltas merupakan seperangkat persepsi komunikan tentang sifat-

sifat komunikator. Dalam pengertian ini terdapat dua unsur yang ada

pada kredibiltas, yang pertama kredibiltas adalah persepsi komunikator

jadi tidak inheren dalam diri komunikator, dan kedua, kredibiltas

berkenaan dengan sifat-sifat komunikator atau komponen kredibiltas.

Semakin tinggi kredilitas seorang komunikator, maka semakin besar

pula pengaruhnya bagi khalayak. Namun begitu, seorang sumber tidak

dapat memiliki kredibiltas yang tinggi dalam berbagai situasi karena

harus disesuaikan dengan khalayak yang dituju.

2. Menetapkan target sasaran dan analisis kebutuhan khalayak;

3. Teknis menyusun pesan;

4. Memilih media atau saluran komunikasi.

2.3.5 Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)

Untuk memberikan pelayanan informasi, maka setiap badan publik

menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) sebagai organisasi

yang bertanggungjawab mengelola pelaksanaan layanan informasi dan

dokumentasi publik. Menurut UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik (UU KIP), yang dimaksud dengan PPID adalah pejabat yang
31

bertanggungjawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan,

dan/atau pelayanan informasi di badan publik. PPID juga berwenang menentukan

cara-cara melaksanakan kewajiban badan publik untuk memberikan,

menyampaikan, dan menyebarluaskan informasi publik dengan cara yang mudah

dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami. Pembentukan

kelembagaan PPID Pemerintah Kota Medan telah dibentuk sejak tahun 2018 hingga

muncul Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman

Pengelolaan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi Kementerian Dalam Negeri

dan Pemerintahan Daerah (Permendagri 3/2017) yang mengatur secara lebih rinci

mengenai implementasi PPID di pemerintahan daerah.

Pada pasal-pasal Permendagri 3/2017 menyebutkan bahwa untuk

mendukung kegiatan dan kelembagaan PPID dibentuk PLID (Pengelola Informasi

dan Dokumentasi Publik) dan Standar Operasinal Prosedur PPID. PPID Pemerintah

Kota Medan kemudian menyusun SOP PPID Pemerintah Kota Medan dan PLID

Pemerintah Kota Medan melalui Keputusan Wali Kota Medan Nomor

821.2/1079.K/XII/2017 tentang Standar Operasional Prosedur Pejabat Pengelola

Informasi dan Dokumentasi Pemerintah Kota Medan serta Keputusan Wali Kota

Medan Nomor 482/1078.K/XII/2017 tentang Pengelola Layanan Informasi dan

Dokumentasi (PLID) Pemerintah Kota Medan, yang terakhir diperbaharui lalui

Keputusan Wali Kota Medan Nomor 800/255.K/V/2019 tentang Pengelolaan

Layanan Informasi dan Dokumentasi Pemerintah Kota Medan Tahun Anggaran

2019.

Berdasarkan kebijakan-kebijakan mengenai PPID Pemerintah Kota Medan

tersebut, disebutkan bahwa PPID bertugas dan bertanggungjawab melakukan


32

pelayanan informasi yang meliputi penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan

dan pelayanan informasi. Selain itu, PPID juga bertugas dan bertanggungjawab

dalam pembinaan penyusunan DIDP (Daftar Infromasi dan Dokumentasi Publik),

dan untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab tersebut, PPID berwenang:

1. Mengoordinasikan setiap unit/satuan kerja di badan publik dalam

melaksanakan pelayanan informasi publik;

2. Memutuskan suatu informasi dapat diakses publik atau tidak;

3. Menolak permohonan informasi secara tertulis apabila informasi yang

dimohon termasuk informasi yang dikecualikan/rahasia dengan disertai

alasan serta pertimbangan tentang hak dan tata cara bagi pemohon untuk

mengajukan keberatan atas penolakan informasi tersbut;

4. Menugaskan pejabat fungsional dan/atau petugas informasi di bawah

wewenang dan koordinasinya untuk membuat, memelihara, dan/atau

memutakhirkan daftar informasi secara berkala sekurang-kurangnya 1

(satu) kali dalam sebulan.

2.3.6 Keterbukaan Informasi Publik

Keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan

pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya dan

segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Pemberlakuan UU KIP

pada prinsipnya ditujukan untuk pengelolaan informasi publik yang menjadi salah

satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi. UU KIP seyogyanya

dapat direspon oleh organisasi pemerintah untuk menampilkan citra good

governance melalui dukungan terhadap terlayaninya hak-hak konstitusional warga

negara dalam mengakses informasi publik dari setiap badan publik, (Hermawan,
33

2014:172). Hermawan berpendapat pola pengembangan kebijakan informasi publik

sepatutnya mencerminkan deliberative democracy yang sesungguhnya, karena

publik terlibat aktif untuk menentukan jenis dan kadar informasi yang wajib, boleh,

dan terlarang dikeluarkan oleh badan publik.

Dalam UU KIP, terdapat dua kerangka konseptual, yakni batasan tentang

informasi publik dan badan publik. Informasi publik didefinisikan sebagai

informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh

badan publik yang berkaitan dengan penyelenggaraan badan publik lainnya serta

informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Sedangkan yang

dimaksud dengan badan publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan

badan lain yang tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggara dan

penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari

APBN dan/atau APBD, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagain atau

seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat dan/atau

luar negeri.

Tulung (2010) mencatat bahwa untuk mendorong suksesnya pelaksanaan

UU KIP dibutuhkan setidaknya lima syarat: (1) birokrasi yang profesional, (2)

supremasi hukum, (3) masyarakat politik yang mandiri, (4) masyarakat sosial yang

objektif, (5) media yang bebas dan bertanggungjawab. Kelimanya lahir dari

falsafah dasar good governance, yakni transparansi dan akuntabilitas. Jaminan

akses informasi publik setidaknya dapat dilihat dari tiga aspek penting:

(1) penguatan landasan hukum, (2) penguatan sistem dan kelembagaan, dan (3)

penguatan kultur masyarakat. Dari sisi penguatan landasan hukum, sekarang ini

telah ada aneka produk turunan hukum berupa peraturan pelaksanaan UU yang
34

dapat dimanfaatkan sebagai panduan teknis maupun pelaksanaan pelayanan

informasi. Dari sisi penguatan sistem kelembagaan, sejauh ini setiap dareah telah

diwajibkan memilik PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) dan sisi

pengembangan kultur masyarakat yang melek informasi dapat dikaitkan melalui

agenda kemitraan penyebarluasan informasi publik.

2.3.7 Teori Kultural Organisasi

Goldhaber (1990) dalam DeVito (2011:378-380) memberikan beberapa

cara pandang yang dapat digunakan sebagai pendekatan dalam memaknai

organisasi, salah satu di antaranya yang sesuai dengan pandangan kaum subjektivis

adalah pendekatan kultural. Cara pandang ini bermula ketika para teoritisi (Weick,

1969; Silverman, 1970) mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan penting

mengenai suatu model perilaku organisasi yang rasional – suatu teori tradisional

yang tidak pernah menjelaskan perilaku simbolik pada struktur dan adaptasi

lingkungan. Maka, pendekatan kultural tak lain adalah pendekatan kontemporer

mengenai organisasi yang menganggap bahwa organisasi harus dipandang sebagai

satu kesatuan sosial atau kultur (budaya). Analisis komunikasi organisasi

berdasarkan pendekatan budaya memusatkan perhatiannya pada bagaimana realitas

organisasi dibangun dan pada pemahaman wacana simbolik yang memperkaya

kehidupan organisasi. Pendekatan ini mencoba memberikan penjelasan pada model

rasional yang menitikberatkan pada struktur dan adaptasi lingkungan.

Pada umumnya, bila orang-orang berinteraksi selama beberapa waktu,

mereka akan membentuk suatu budaya dan setiap budaya mengembangkan

harapan-harapan yang tertulis dan tidak tertulis tentang perilaku (aturan dan norma-

norma) yang memengaruhi para anggota budaya tersebut. Namun begitu, orang-
35

orang tidak hanya dipengaruhi oleh budaya, melainkan mereka juga menciptakan

budaya. Secara implisit konsep budaya adalah suatu apresiasi tentang cara

organisasi dibentuk melalui perangkat-perangkat khas, nilai, ritus, dan kepribadian.

Atau dengan kata lain, budaya meliputi interkasi selama beberapa waktu, harapan-

harapan perilaku, membentuk dan dibentuk, sifat-sifat khas yang memisahkan suatu

budaya dengan budaya lainnya, serta seperangkat makna/logika yang

memungkinkan aksi kelompok. Nurbani (2019:1.32) mengartikan budaya sebagai

suatu konsep yang membangkitkan minat, dan secara formal, budaya didefinisikan

sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna,

hierarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-

objek materi serta milik kepemilikan yang diperoleh sekelompok orang dari

generasi ke generasi melalui usaha individu maupun kelompok termasuk

organisasi.

Sonya Sackmann (1991) menelusuri istilah “budaya” hingga abad ke-18 dan

menunjukkan bahwa sejak dulu gagasan budaya telah menjadi konsep dasar dan

konsep sentral bagi antropologi. Ia kemudian menggunakan perspektif kognitif

yang dijabarkannya sendiri sebagai konsep mengenai budaya dalam organisasi,

yaitu suatu cara pandang yang memberi penekanan pada gagasan konsep, cetak

biru, keyakinan, nilai-nilai, dan norma-norma, pengetahuan yang diorganisasikan

yang ada di dalam pikiran orang-orang untuk memahami realitas dengan

menggabungkan perangkat-perangkat pembangunan kognitif yang memengaruhi

persepsi, pikiran, perasaan dan tindakan dengan suatu perspektif pengembangan

yang memerhatikan pembentukan dan perubahan kognisi-kognisi budaya. Dalam

hal ini, kognisi menjadi pegangan bersama dalam proses-proses interkasi sosial,
36

sehingga esensi budaya adalah konstruksi bersama mengenai ralitas sosial, (dalam

Pace & Faules, 2013:90).

Perspektif interpretif (subjektif) memandang budaya organisasi sebagai

proses-proses pembentukan pemahaman yang membentuk realitas organisasi

sehingga mampu memberi makna pada keanggotaannya. Smircich (1983) dalam

Pace & Faules (2013:99), berkenaan dengan penelitian interpretif (subjektif)

menyimpulkan bahwa tujuan akhir dari analisis budaya diharapkan menghasilkan

suatu organisasi yang lebih berpengetahuan dan lebih sadar diri. Pengertian dan

pengetahuan memiliki sejumlah manfaat yang penting bagi organisasi karena

dengan pengetahuan sebuah organisasi dapat memeriksa logika mendasarnya

sehingga mampu mengkritik dan meperbaiki/mengubah dirinya. Dalam arti

pragmatik, mengerti proses-proses pemahaman dalam sebuah organisasi tidak lain

sekaligus mengerti dasar bagi pengambilan keputusan dan pengelolaan.

Selain memberi kontribusi bagi pemikiran-pemikiran pragmatik, analisis

budaya memberi dimensi lain bagi pemahaman kita mengenai kehidupan

organisasi, yaitu suatu pemahaman yang tidak hanya dapat dilihat dalam pengertian

teknis (kognitif), tetapi juga pengertian perasaan (afeksi) yang patut

dipertimbangkan. Smirchich (1985) dalam Pace & Faules (2013:104) mengatakan

bahwa organisasi adalah gambaran kemanusiaan kita, seperti musik dan seni yang

dapat dikenali melalui apresiasi, organisasi juga merupakan dunia yang dibentuk

secara simbolik seperti novel atau puisi yang dapat dikenali melalui pembacaan

kritis dan interpretasi. Pada parkteknya, budaya organisasi akan menurunkan

budaya kerja, sehingga budaya kerja merupakan suatu komitmen organisasi dalam

upaya membangun sumber daya manusia, proses kerja, serta hasil kerja yang baik.
37

Budaya kerja berkaitan erat dengan perilaku dalam menyelesaikan pekerjaan yang

merupakan cerminan dari sikap kerja yang didasari oleh nilai-nilai dan norma-

norma yang dimiliki oleh setiap individu. Aktualisasi budaya kerja, salah satunya

adalah perilaku ketika bekerja atau mengambil keputusan.

Keberhasilan dalam mengembangkan dan menumbuhkembangkan budaya

organisasi sangat ditentukan oleh perilaku pimpinan organisasi karena hampir

selalu dipastikan bahwa pimpinan organisasi menjadi agen perubahan (change

agent) yang diharapkan dapat berperan menjadi panutan (role model). Dengan

begitu, budaya organisasi akan tumbuh menjadi mekanisme kontrol yang

memengaruhi cara pegawai berinteraksi dengan para pemangku kepentingan

(stakeholder) baik di dalam maupun di luar organisasi. Lingkaran budaya organisasi

secara teknis, meliputi: a) diperkuat oleh perilaku pimpinan; b) menjadi dasar

prraktek-praktek organisasi; c) keyakinan nilai dan asumsi bersama yang dipegang

oleh anggota organisasi; d) terlihat pada bagaimana cara anggota organisasi

menyelesaikan pekerjaannya; e) terlihat jelas dalam perilaku individu dan

kelompok.

Budaya Organisasi

Nilai-nilai Norma

Paradigma

Sikap Kerja

Perilaku Kerja

Budaya Kerja

Gambar 2.3. Budaya Kerja dan Budaya Organisasi


Sumber; Katalog Dalam Terbitan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (2015: 68)
38

Upaya mengubah budaya kerja memang membutuhkan waktu yang panjang

dengan tingkat kesulitan yang tinggi sesuai dengan prinsip dasarnya, yaitu budaya

kerja merupakan hasil dari proses internalisasi nilai-nilai organisasi yang

selanjutnya diekspresikan dalam perilaku kerja sehari-hari sebagaimana dapat

dilihat pada gambaran model seperti berikut:

Mudah Pendek (short


bantu term)
Kontinum tingkat kemudahan untuk dirubah

FISIK

Waktu yang dibutuhkan untuk berubah


Proses, alat
bantu
INFRASTRUKTUR
Strategi, sistem

PERILAKU
Apa yang dilakukan atau ditampilkan
oleh kelompok maupun individu

BUDAYA
Nilai-nilai, kepercayaan dan norma-norma
Panjang (long
Sangat sulit term)

Gambar 2.4. Tingkat Kesulitan Perubahan Budaya Organisasi


Sumber: Diadaptasi dari Permen PAN RB 39/2012 dalam Katalog Dalam Terbitan
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (2015: 71)

2.3.8 Teori Interaksi Simbolik

Teori interaksi simbolik (symbolic interactionism) merupakan gagasan yang

berfokus pada makna dan interaksi, yaitu tentang bagaimana cara manusia

membentuk makna dan struktur melalui percakapan dalam lingkungan sosial. Teori

ini berasal dari gerakan pemikiran dalam ilmu sosiologi yang digagas oleh George

Herbert Mead. Barbara Ballis Lal, dalam Litteljohn & Foss (2013:231-232),

merangkum dasar-dasar pemikiran dari teori ini, yaitu:

1. Kehidupan sosial meliputi interkasi-interaksi sehingga akan terus berubah;


39

2. Manusia mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan interpretasi

mereka (subjektif) terhadap keadaan saat mereka menemukan diri mereka;

3. Dunia terbentuk dari objek-objek yang nama dan maknanya ditentukan

secara bersama objek tersebut memiliki makna sosial bersama;

4. Manusia memahami pengalaman mereka melalui makna-makna yang

ditemukan di dalam simbol-simbol dari kelompok utama mereka dan bahasa

merupakan simbol penting dalam kehidupan manusia;

5. Manusia melalukan tindakan berdasarkan penafsiran mereka dengan ikut

mempertimbangkan dan mengartikan objek dan situasi yang mepengaruhi

tindakan tersebut;

6. Diri seseorang adalah sebuah objek yang signifikan dan selayaknya semua

objek, ia dikenalkan melalui interkasi sosial dan orang lain.

Mead memfokuskan gagasannya pada tiga konsep penting dalam teori

interaksi simbolik, yaitu masyarakat (society), diri (self), dan pikiran (mind). Ketiga

konsep tersbut mempunyai aspek yang berbeda-beda, tapi berasal dari proses umum

yang sama, yaitu apa yang disebut tindakan sosial (social act) – satu unit tingkah

laku lengkap yang tidak dapat dianalisis ke dalam sub bagian tertentu karena

sejumlah tindakan saling berhubungan satu dengan lainnya yang dibangun

sepanjang hidup manusia. Tindakan dimulai dari hati (impulse) yang melibatkan

persepsi dan pemberian makna, tempaan mental, pertimbangan alternatif, hingga

solusi penyelesaian. Pada bentuknya yang paling dasar, suatu tindakan sosial akan

melibatkan hubungan tiga pihak, yaitu pertama adanya isyarat awal dari gerak

tubuh seseorang (gestur) dan adanya tanggapan terhadap isyarat itu oleh orang lain

dan menghasilkan sesuatu. Hasil tersebut adalah apa makna tindakan bagi
40

komunikator dan tidak semata-mata hanya berada pada salah satu dari ketiga pihak

tersebut, tapi berada dalam suatu hubungan segitiga yang terdiri atas ketiga pihak

tersebut (tindakan, tanggapan, dan hasil), Morissan (2013:225).

Ralph LaRossa dan Donald C. Reitzes (1993) dalam West & Turner

(2013:98-104) menyatakan bahwa tujuan asumsi yang mendasari teori interaksi

simbolik tergambar dalam tiga tema besar, yaitu pentingnya makna bagi perilaku

manusia, pentingnya konsep mengenai diri, dan hubungan antara individu dengan

masyarakat. Pertama, pentingnya makna bagi perilaku manusia, tema ini memiliki

asumsi-asumsi: a) bahwa manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan

makna yang diberikan orang lain pada mereka; b) makna diciptakan dalam interaksi

antarmanusia; dan c) makna dimodifikasi melalui proses interpretif. Kedua,

pentingnya konsep mengenai diri, tema ini memiliki asumsi-asumsi: a) bahwa

individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain;

b) bahwa konsep diri memberikan motif yang penting untuk tindakan dan perilaku.

Ketiga, hubungan antara individu dengan masyarakat, tema ini memiliki asumsi-

asumsi: a) bahwa orang dan kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial;

b) bahwa struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.

Mead menjelaskan lebih jauh mengenai tiga konsep penting interaksi

simbolik yang disampaikan Mead melalui bukunya yang berjudul Mind, Self, and

Society. Mead mengartikan pikiran (mind) sebagai kemampuan untuk

menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dan kepercayaan

Mead adalah bahwa manusia harus mengembangkan pikiran melalui interaksi

dengan manusia lainnya. Lalu Mead mendefinisikan diri (self) kemampuan untuk

merefleksikan diri kita sendiri melalui perspektif orang lain. Yang terakhir, Mead
41

menjelaskan masyarakat (society) sebagai jejaring hubungan sosial yang diciptakan

manusia, dalam (West & Turner, 2013:104-110). Untuk membantu pemahaman

mengenai ketiga konsep interaksi simbolik yang disampaikan oleh Mead, maka

perlu membahas beberapa tema lainnya, yaitu simbol, persepsi dan sistem sosial.

2.3.8.1 Simbol

Pembahasan mengenai konsep simbol harus diawali dengan pemahaman

tentang konsep tanda, yaitu unsur yang digunakan untuk mewakili unsur lain.

Faules & Alexander (1978:28-30) dalam Lubis (2018:112) menggolongkan tanda

kepada dua, yaitu: pertama, tanda alamiah (signal) yakni fenomena fisik yang

digunakan untuk mewakili fenomena lain, contohnya daun kering dan berguguran

atau hawa dingin pertanda musim gugur; kedua, tanda buatan (symbol) yakni

fenomena yang dengan sengaja diciptakan untuk mewakili fenomena lain,

contohnya lampu lalu lintas sebagai pengatur waktu jalan dan berhenti.

Signs
Function
Represent

Natural Artificial
Function
Act Interact

Signal Symbol
Function
Condition Response Learned Response

Gambar 2.5. Fungsi Sebuah Tanda


Sumber: Faules & Alexander (1978:30) dalam Lubis (2019:114)
42

Sinyal (signal) merupakan tanda yang menghasilkan respons yang dapat

diprediksi pada penerima, contohnya jika lampu merah menyala akan menghasilkan

respon otomatis dari penerimanya untuk berhenti atau setidak dapat diramalkan

bahwa mereka akan berhenti. Sedangkan simbol (symbol) merupakan tanda yang

menghasilkan derajat ketidaktentuan karena adanya makna ganda pada penerima

yang menghilangkan kemungkinan keteramalan pada respon terhadap simbol

tersebut, contohnya ketika dikatakan “hari ini suram sekali” maka dapat

menggambarkan keadaan cuaca yang benar-benar gelap atau mencerminkan

keadaan hati yang sedang sedih.

Simbol dapat digolongkan menjadi:

1. Simbol Verbal

Simbol verbal adalah bentuk bahasa yang diucapkan dan tertulis dengan

kata-kata. Proses-proses verbal merupakan bentuk yang paling umum dari

bahasa manusia, yaitu bahasa yang terucapkan, sedangkan bahasa tertulis

sekedar cara untuk merekam bahasa yang terucapkan dengan membuat

lambang-lambang pada kertas ataupun lembaran tembaga lainnya, (Lubis,

2018:114-118). Adapun yang termasuk dalam proses verbal antara lain:

a. Bahasa sebagai lambang

Nurbani (2019:4.4.) menyatakan bahasa merupakan sistem lambang

terstuktur yang digunakan untuk berkomunikasi, sedangkan kata

merupakan lambang terkecil dari bahasa. Setiap bahasa dan kata

mewakili objek dan ide tertentu, namun tidak merupakan objek atu ide

itu sendiri. Larry L. Barker dalam Nurbani (2019:4.4) memberikan tiga


43

fungsi bahasa, yaitu: penamaan (labeling atau naming), interaksi dan

transmisi informasi.

b. Bahasa dan makna

Lubis (2018:115) menyatakan bahwa yang mempunyai makna adalah

orang-orang, sedangkan kata-kata hanya membangkitkan makna pada

orang-orang tersebut. Selain itu, kita juga perlu mengetahui konteks

kalimat agar dapat menguraikan makna spesifik dari kata tersebut.

Charles Odgen & Ivor Richards dalam Nurbani (2019:4.6-4.7)

mengembangkan suatu model tentang tiga elemen penting dalam kata

yang saling berhubungan, yaitu referen (referent), pemahaman

(thought), dan simbol (symbols). Referen merupakan objek nyata yang

direpresentasikan oleh simbol, sedangkan pemahaman adalah pikiran

subjektif kita mengenai simbol tersebut, (Mulyana, 2008:282, dalam

Nurbani, 2019:4.6).

Pemahaman
(thought)

Referen Simbol
(referent) (symbols)
(Makhluk kecil (Kucing)
berkaki empat
yang mengeong)

Gambar 2.6. Segitiga Makna


Sumber: Diadaptasi dari Beebe, Susan Beebe & Redmond (2008:160) dalam
Nurbani (2019:4.7)

Berkaitan dengan makna, kata juga memiliki makna denotasi dan

makna konotasi. Makna denotasi adalah definisi objektif atau

merupakan makna yang sebenarnya dari suatu kata, sedangkan makna


44

konotasi mengandung makna subjektif atau makna yang bukan

sebenarnya serta mempunyai nilai rasa. Yang terakhir kata memiliki

makna konkret dan makna abstrak. Maksud dari makna konkret apabila

kita mengalami rujukan mengenai objek yang dimaksudkan melalui

indra kita, yang artinya apabila kita bisa merasakan, mendengar,

mencium ataupun menyentuh objeknya maka kata tersebut bermakna

konkret, sebaliknya apabila kita tidak dapat merasakannya melalui

indra kita, maka makna kata tersebut adalah abstrak.

c. Bahasa dan kebudayaan

Pada pengertian yang paling mendasar, bahasa adalah suatu sistem

simbol yang telah diatur, disepakati bersama serta dipelajari dan

digunakan untuk merepresentasikan pengalaman-pengalaman, dalam

komunitas geografik atau kultural tertentu, (Samovar, et al, 1993, dalam

Lubis, 2018:116). Hipotesis Sapir-Whorf mengandung dua prinsip

khusus yang membahas mengenai bahasa terkait kultur, pertama,

determinisme linguistik, yang menunjukkan bahwa struktur bahasa

menentukan bagaimana kita berpikir; kedua, relativitas linguistik, yaitu

menunjukkan bahwa karena bahasa menentukan persepsi kita tentang

realitas, maka orang-orang yang berbicara dengan bahasa yang berbeda

akan melihat dunia secara berbeda pula, (dalam Nurbani, 2018:4.9-

4.10).

d. Bahasa dan kenyataan

Hubungan antara bahasa dan kenyataan dapat dilihat dari prinsip yang

dijelaskan oleh Edward Sapir & Benyamin Whorf dalam Lubis


45

(2018:116) yang menyatakan bahwa bahasa atau tindakan berujar

(speech) adalah petunjuk atau cerminan ciri-ciri struktur sosial. Artinya

status sosial atau kelas sosial dapat tercermin dari penggunaan kata-kata

dalam bahasa, sebaliknya struktur sosial dapat menentukan cara berujar

atau perilaku bahasa seseorang.

2. Simbol Non-Verbal

Simbol non-verbal merupakan bentuk bahasa atau tingkah laku tanpa kata-

kata. Setiap hal yang dilakukan dan memberi makna bagi orang lain juga

termasuk simbol non-verbal. Selain itu, simbol non-verbal juga hal-hal yang

berkenaan dengan ekspresi wajah, sentuhan, waktu, gerak, syarat, bau,

perilaku mata, dan lain sebagainya, (Samovar, et al, 2010, dalam Lubis,

2018:118). Beberapa prinsip simbol non-verbal disampaikan oleh DeVito

(2016:139) dalam Nurbani (2019:5.4-5.8), sebagai berikut:

a. Pesan non-verbal berinterkasi dengan pesan verbal

Pesan verbal dan non-verbal sering sekali saling memengaruhi dan

tujuannya adalah untuk beberapa hal, antara lain: menekankan,

melengkapi, menunjukkan kontradiksi, mengontrol, mengulangi, dan

menggantikan.

b. Pesan non-verbal membantu membentuk kesan

Simbol non-verbal yang termasuk dalam pembentukan kesan, antara

lain: ekspresi wajah, cara berpakain, tindakan, dan lain-lain.


46

c. Pesan non-verbal membantu membentuk hubungan

Untuk membentuk hubungan, simbol non-verbal dilakukan dengan

banyak menyampaikan rasa kasih sayang, dukungan, dan cinta

dilengkapi dengan tindakan nyata.

d. Pesan non-verbal membangun percakapan

Memberikan dan menerima isyarat seperti sinyal bahwa kita siap untuk

berbicara, mendengarkan, atau memberi pendapat mengenai apa yang

baru saja dibicarakan oleh lawan bicara sangat penting dilakukan untuk

membangun percakapan. Sinyal ini dapat berupa anggukan kepala,

memfokuskan pendengaran sambil menjaga kontak mata, dan lain

sebagainya.

e. Pesan non-verbal dapat memengaruhi dan menipu

Terkadang seseorang menutupi kesedihannya dengan tetap tersenyum.

Kita dapat menduga seseorang berbohong jika dia menghindari kontak

mata, gelisah dan menyampaikan pesan verbal dan non-verbal secara

berubah-ubah.

f. Pesan non-verbal penting untuk mengekspresikan emosi

Rasa bahagia sering sekali diekspresikan dengan wajah yang sumringah

atau berseri-seri, bahkan pelebaran pada pupil mata, sebaliknya

ekspresi sedih biasanya dilakukan dengan menangis tersedu-sedu.

Simbol verbal sebagai bentuk ekspresi juga dapat dilakukan misalnya

menghindari kontak ataupun memepertahankan jarak dengan orang

yang kita tidak ingin berinterkasi dengannya.


47

2.3.8.2 Persepsi

Samovar, et al. (2007: 128-129) dalam Lubis (2018:61) mengartikan

persepsi melalui pernyataan“Perception is the menas by which you make sense of

your physical and social world. Perception is the process of selecting, organizing,

and interpreting sensory data in a way that enables us to make sense of our wolrd.”

Dalam arti yang sederhana, Lubis mengartikan persepsi adalah proses internal dari

setiap individu untuk memilih, mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan

(stimuli) yang berasal dari dunia eksteral. Karyaningsih (2018:79) menggambarkan

persepsi sebagai cara kita mengubah energi – energi fisik lingkungan menjadi

pengalaman yang bermakna. Persepsi tak lain adalah inti komunikasi, karena

apabila persepsi tidak akurat, tidak mungkin komunikasi menjadi efektif.

Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan

yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antarindividu, maka semakin

mudah dan semakin sering antarindividu tersebut berkomunikasi, dan sebagai

konsekuensinya semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok

identitas.

DeVito (2016:4) dalam Nurbani (2019:2.3-2.4) mengartikan persepsi

sebagai proses yang membuat kita menjadi sadar terhadap suatu objek, kejadian dan

terutama orang lain melalui panca indra (penglihatan, penciuman, perasa, sentuhan,

dan pendengaran) yang berlangsung secara aktif. Persepsi tersebut merupakan hasil

dari apa yang ada di dunia luar, namun dipengaruhi oleh pengalaman, keinginan,

kebutuhan, kehendak, kesenangan dan ketidaksesuaian. Secara teoritis, persepsi

yang kita lakukan baik terhadap lingkungan fisik maupun lingkungan sosial

(termasuk lingkungan masyarakat atau organisasi) tidak akan akurat dan banyak
48

memiliki keterbatasan untuk dijadikan perolehan pengetahuan/informasi. Maka,

ketika kita berkomunikasi, kita akan mendasarkan persepsi terhadap orang lain atas

perilaku komunikasinya yang dapat kita amati. Nurbani (2019:2.4) mengatakan

setidaknya ada tiga jenis informasi penting yang perlu diketahui untuk mengatasi

keterbatasan informasi yang diperlukan dalam melakukan perspesi, yaitu tujuan

orang tersbeut, kondisi internalnya (psikologis), dan kesamaan antara kita dengan

orang yang kita persepsi tersebut. Dalam hal ini, ketidakmungkinan mengamati

kondisi internal orang lain secara nyata dapat dilakukan melalui pengamatan

terhadap perilakunya, sehingga kita dapat menyimpulkan bagaimana sikap,

keyakinan dan nilai orang tersebut.

Menurut Notoatmodjo (2005) dalam Karyaningsih (2018:80-81) terdapat

banyak faktor yang akan menyebabkan stimulus masuk ke dalam rentang atensi

atau perhatian seseorang. Faktor tersebut secara garis besar terbagi dua, yaitu faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi: a) pengalaman atau

pengetahuan; b) harapan (expectation); c) kebutuhan; d) motivasi; e) emosi;

f) budaya. Faktor eksternal meliputi: a) kontras; b) perubahan intensitas;

c) pengulangan (repetition); d) sesuatu yang baru (novelty); dan e) sesuatu yang

menjadi perhatian banyak orang. Damayanti (2000) dalam Karyaningsih (2018:81-

82) menggambarkan proses pembentukan persepsi seperti berikut:


49

Rangsangan / Seleksi / Proses


sensasi input pengorganisasiann

Lingkungan Persepsi Interpretasi

Pengalaman Proses Belajar

Gambar 2.7. Skema Pembentukan Persepsi


Sumber: Damayanti (2000) dalam Karyaningsih (2018:81-82)

Persepsi dapat pula dibagi kepada tiga subtema besar yang mengaktegorikan

persepsi sesuai dengan konteks objek sosial dan lingkungannya, ketiga kateogri

tersebut, antara lain:

1. Persepsi terhadap lingkungan fisik.

Persepsi terhadap lingkungan fisik sering sekali mengalami kekeliruan yang

disebut dengan ilusi perseptual, maka tidak perlu heran bila orang-orang

akan mempersepsi suatu objek fisik secara berbeda-beda karena terdapat

kemungkinan kemampuan genetisnya berbeda, pengalamannya dan

pembelajarannya berbeda atau mungkin sebagian alat inderanya kurang

berfungsi.

2. Persepsi Sosial

Sejalan dengan pendapat R.D. Laing dalam Karyaningsih (2018:85) yang

menyatakan manusia selalu memikirkan orang lain dan apa yang orang lain

pikirkan mengenai dirinya, serta apa yang dipikirkan tentang apa yang ia

pikirkan mengenai orang lain tersebut, maka hal ini membawa pandangan

mengenai proses persepsi sosial dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu:
50

a) persepsi sosial berlangsung sangat cepat dan otomatis tanpa perlu banyak

pertimbangan, sehingga orang membuat kesimpulan tentang orang lain

dengan cepat berdasarkan penampilan fisik dan perhatian sekilas; b)

persepsi sosial dipandang sebagai proses yang kompleks, sehingga orang

mengamati perilaku orang lain dengan teliti hingga diperoleh analisa secara

lengkap terhadap person, situsional, dan behavior.

a. Person, yaitu orang yang menilai orang lain.

b. Situsional, merupakan urutan kejadian yang terbentuk berdasarkan

pengalaman orang untuk menilai sesuatu.

c. Behaviour, yaitu sesuatu yang dilakukan oleh orang lain. Elemen

perilaku berguna untuk mengidentifikasi perilaku yang diproduksi dari

aktivitas seseorang. Perilaku memerlukan bukti-bukti yang dapat

diamati. Ketajaman seseorang berdasarkan pengamatannya

menentukan persepsi sosial yang dibentukanya berdasarkan gejala-

gejala perilaku orang lain.

3. Persepsi Budaya

Samovar, et al. (2006: 12-14) dalam Lubis (2018:63) menyatakan bahwa

terdapat tiga elemen pokok persepsi budaya yang memiliki pengaruh besar

dan langsung terhadap individu-individu peserta interaksi, yaitu: a)

pendangan dunia (kepercayaan, nilai, sistem tingkah laku); b) sistem

lambang (verbal dan non verbal); c) organisasi sosial (keluarga dan

institusi). Sejalan dengan hal, tersebut Larry A. Samovar dan Richard E.

Porter dalam Karyaningsih (2018:92-96) mengemukakan enam unsur


51

budaya yang secara langsung memengaruhi persepsi seseorang ketika

berkomunikasi dengan orang yang berbeda budaya:

a. Kepercayaan, nilai dan sikap

Kepercayaan merupakan anggapan subjektif bahwa suatu objek atau

peristiwa memiliki ciri atau nilai tertentu dengan atau tanpa bukti.

b. Pandangan dunia (world view)

Pandangan dunia adalah orientasi budaya terhadap Tuhan, kehidupan,

kematian, alam semesta, kebenaran, kekayaan dan isu-isu filosofis

lainnya yang berkenaan dengan kehidupan. Pandangan dunia mencakup

tentang ideologi dan agama.

c. Organisasi sosial (social organization)

Organisasi sosial terdiri dari organisasi formal dan informal yang

menyediakan peraturan tertulis maupun tidak tertulis, maka apa yang

kita pilih akan menentukan perilaku kita dalam mempersepsi dunia dan

kehidupan.

d. Tabiat manusia (human nature)

Tabiat manusia adalah watak, budi pekerti atau perbutan yang selalu

dilakukan oleh manusia. Kelompok-kelompok manusia memiliki

pendapat yang berbeda-beda mengenai apa yang membuat manusia

memiliki watak tertentu.

e. Orientasi kegiatan (activity orientation)

Orientasi kegiatan merupakan pandangan seseorang terhadap suatu

kegiatan atau aktivitas yang dikerjakannya dan juga terhadap orang

lain.
52

f. Persepsi tentang diri dan orang lain (perception of self and other)

Masyarakat timur paada umumnya merupakan masyarakat kolektivis,

yaitu pandangan yang menganggap diri (self) tidak bersifat unik atau

otonom, melainkan lebur dalam kelompok kerja, suku, bangsa dan

sebagainya. Sebaliknya, dalam budaya barat berpandangan individualis

bersifat otonom. Kegemaran berkelompok pada masyarakat timur

membuat mereka kesulitan beradaptasi dengan lingkungan yang

individualis.

2.3.8.3 Sistem Sosial

Kata sistem berasal dari bahasa Yunani, yaitu systema, artinya sehimpunan

dari bagian atau komponen yang saling berhubungan satu sama lain secara teratur

dan merupakan suatu keseluruhan, Narwoko dan Suyanto (2004) dalam Bungin

(2014:81). Dalam tradisi ilmu sosial, penggunaan istilah sistem lebih sering

digunakan untuk merujuk pada pengertian sebuah sistem organik, yaitu sebuah

sistem yang di dalamnya terdiri dari beberapa komponen yang lebih kecil yang

memiliki kehidupan (animate). Di masyarakat, sistem digunakan untuk beberapa

pengertian sebagai berikut, Ritzer & Goodman (2003) dalam (Bungin, 2014:82):

1. Sistem ditunjukkan sebagai gagasan atau ide yang tersusun, terorganisir dan

membentuk suatu kesatuan yang sistematis dan logis, umpamanya adalah

filsafat, nilai, pemerintahan, demokrasi, kekerabatan dan sebagainya.

2. Sistem merujuk pada pengertian sebuah kesatuan, kelompok, himpunan dari

beberapa unit atau komponen yang terpisah-pisah, memiliki hubungan-

hubungan khusus sehingga membentuk sebuah keseluruhan yang utuh,

seperti pesawat terbang, komputer, dalam lain sebagainya.


53

3. Sistem yang ditujukan untuk menyebutkan sebuah metode, cara, teknik

yang digunakan, seperti sistem belajar, sistem pelatihan, dan lain

sebagainya.

Talcott Parson membagi karakater sistem sosial menjadi dua, yaitu:

1. Karakter himpunan, yaitu sistem terdiri dari beberapa komponen yang

terdapat dalam kehidupan masyarakat keseharian.

2. Karakter ekuilibrium, yaitu sistem merupakan sebuah kehidupan yang

seimbang diatur oleh norma dan aturan-aturan dalam masyarakat tersebut.

Buckley menyatakan bahwa ada hubungan antarsistem sosiokultural, sistem

mekanis, dan sistem organis. Hubungan ini dijelaskan sebagai hubungan yang

kontinum antara sistem-sistem itu, yaitu pergerakan kontinum sistem dimulai dari

sistem mekanik ke sistem organis lalu ke sistem sosiokultural. Sehingga sistem

bergerak dari kompleksitas yang kecil ke kompleksitas yang paling besar, (Bungin,

2014:83).

Sistem Mekanik
Sistem Organik
Sistem Sosiokultural

Gambar 2.8. Pergerakan Sistem Sosial


Sumber: Bungin (2014:83)
54

2.4 Kerangka Pemikiran

Komunikasi
Organisasi:
PPID 1. Proses
Pemerintah Komunikasi Pelaksanaan
Kota Medan 2. Hambatan Keterbukaan
Komunikasi Informasi
3. Strategi Publik
Komunikasi

Teori-teori Pendukung:
- Teori Kultural Organisasi
- Teori Interaksi Simbolik

Gambar 2.9. Kerangka Pemikiran


Sumber: Peneliti (2021)
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi sebagai suatu kombinasi dari kata “metode” dan “ologi” pada

dasarnya adalah suatu ilmu atau studi tentang metode. Metodologi memberikan

penjelasan mengenai berbagai konsep teoritis yang memberikan alasan bagi pilihan

metode yang digunakan, dan menempatkan pilihan metode tersebut ke dalam kajian

akademik yang lebih umum serta melakukan tinjauan mengenai relevansi metode

yang digunakan dalam menjawab pertanyaan penelitian, (Morissan, 2019:49).

Metodologi penelitian merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang mempelajari

bagaimana prosedur kerja mencari kebenaran. Metodologi juga dapat didefinisikan

sebagai model yang mengandung prinsip-prinsip teoritis dan kerangka yang

memberikan petunjuk bagaimana penelitian dilakukan dalam suatu konteks

paradigma tertentu. Dengan kata lain, metodologi merupakan penerjemahan

prinsip-prinsip paradigma tertentu ke dalam bahasa penelitian dan menunjukkan

bagaimana dunia dapat dijelaskan, ditangani, dan didekati ataupun dipelajari.

Crotty (1998) dalam (Manzilati, 2017:8) mengungkapkan metodologi

adalah suatu strategi, suatu rencana aksi, proses atau desain yang menjadi alasan

pemilihan dan penggunaan sutau metode tertentu serta menghubungkan pilihan dan

penggunaan metode tersebut dengan hasil yang diinginkan. Dengan demikian,

dalam menjelaskan metodologi yang digunakan dalam sebuah penelitian, peneliti

perlu menjelaskan hal-hal sebagai berikut: a) menyebutkan asumsi yang digunakan;

b) menyatakan di mana peneliti akan melaksanakan penelitiannya dan alasan

memilih lokasi; c) menentukan populasi dan jumlah sampel yang digunakan untuk

penelitian kuantitatif dan menentukan karakteristik narasumber yang akan dimintai

55
56

keterangannya untuk penelitian kualitatif; d) menyebutkan uji statistik yang akan

digunakan untuk riset kuantitatif dan teknik analisis data untuk riset kualitatif;

e) menjelaskan prosedur yang akan digunakan untuk mengumpulkan data; dan

f) menyebutkan material yang digunakan.

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian atau metode ilmiah (scientific method) merupakan cara

untuk memperoleh teori. Ciri utama metode ilmiah harus bersifat logis dan

sistematis terhadap fenomena yang diteliti atau diobservasi. Metode ilmiah dan

teori sebagai produknya tidaklah bersifat pasti objektif, bukan pula bersifat netral

dan bebas nilai, karena bukan merupakan representasi yang sesunggungnya dari

realitas, melainkan hasil konstruksi ilmuwan. Nyatanya teori bersifat hanya

menejelaskan beberapa aspek dari fenomena di dunia nyata sedangkan fenomena

lainnya diabaikan, sehingga dalam metode ilmiah itu sendiri terdapat sifat

subjektivitas. Grunig &White (1992) menyatakan istilah subjektivitas ini sebagai

skemata (worldview), yaitu asumsi tentang dunia berupa kerangka konseptual yang

dimiliki ilmuwan dalam pikirannya dan menentukan cara pandangnya terhadap

realitas, termasuk apa yang menjadi fokus perhatiannya serta bagaimana dia

merumuskan kesimpulan, (dalam Kriyantono, 2017:5).

Metode penelitian yang bersifat subjektif inilah yang menjadi pilihan

pendekatan metode dalam penelitian ini, sehingga disebut juga penelitian kualitatif.

Creswell (2016:24), mengajukan salah satu metode dalam penelitian kualitatif –

pandangan dunia transformatif dengan strategi dan metode wawancara terbuka.

Pada penelitian ini, peneliti merujuk pada metode tersebut, di mana peneliti

berusaha menyelidiki suatu isu yang berhubungan dengan pengalaman dan peran
57

tertentu atau perilaku-perilaku khusus PPID Pemerintah Kota Medan dengan cara

mengumpulkan cerita-cerita PPID tersebut melalui wawancara untuk mengetahui

bagaimana mereka secara pribadi melakukan proses pemaknaan terhadap apa yang

“menindas” mereka. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis proses

komunikasi, hambatan, serta strategi komunikasi organisasi PPID Pemerintah Kota

Medan dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik melalui suatu perspektif

interpretif (subjektif). Seperangkat proposisi dari teori kultural organisasi dan teori

interaksi simbolik akan digunakan untuk menganalisis pertunjukan dan penafsiran

simbol bahasa/objek sosial maupun pemahaman gejala/fenomena sosial dalam

interkasi yang dilakukan PPID Pemerintah Kota Medan dengan peserta lainnya

dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik.

Penelitian kualitatif pada umumnya memberikan perhatian pada upaya

untuk mamahami dan menginterpretasikan dunia sosial orang lain dengan cara

memasuki pengalaman hidup mereka, (Morissan, 2019:93). Melalui proses

penginterpretasian tersebut, peneliti berharap dapat menganalisis aspek antara lain:

persepsi individual tentang makna keterbukaan informasi publik, persepsi

individual tentang arti badan publik dan publik, persepsi individual tentang hak

kewajiban badan publik dan publik, persepsi individual tentang tugas dan

kewenangan PPID, serta persepsi individual tentang definisi informasi publik dan

informasi yang dikecualikan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan makna,

pemahaman, norma/nilai-nilai, aturan dan peran sebagai identifikasi terhadap

proses komunikasi organisasi dan hambatan komunikasi yang dilakukan PPID,

sehingga diperoleh analisis terhadap strategi komunikasi organisasi PPID dalam

melaksanakan keterbukaan informasi publik di Pemerinta Kota Medan.


58

3.2 Aspek Kajian

Aspek kajian dilakukan untuk mendapatkan penjelasan tentang fokus

masalah yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, yaitu strategi komunikasi

organisasi PPID Pemerintah Kota Medan dalam pelaksanaan keterbukaan informasi

publik. Aspek kajian dalam penelitian ini antara lain:

1. Makna keterbukaan informasi publik bagi PPID Pemerintah Kota Medan;

2. Pemahaman PPID Pemerintah Kota Medan tentang arti badan publik,

publik, hak dan kewajiban badan publik dan publik, tugas dan kewenangan

PPID, serta definisi informasi publik dan informasi yang dikecualikan.

3. Nilai-nilai/norma yang dimiliki PPID Pemerintah Kota Medan secara

bersama-sama;

4. Aturan yang dipatuhi PPID Pemerintah Kota Medan dalam melaksanakan

pengelolaan layanan informasi dan dokumentasi publik;

5. Peran yang dilakukan PPID Pemerintah Kota Medan dalam pelaksanaan

keterbukaan informasi publik.

3.3 Lokasi Penelitian

Pemilihan lokasi penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu di

Pemerintah Kota Medan dikarenakan peneliti mengamati PPID Pemerintah Kota

Medan sempat mendapat anugerah Keterbukaan Informasi Publik sebagai badan

publik yang informatif dan SIP-PPID menunjukkan indeks kepuasan masyarakat

yang cukup baik, tapi kenyataannya informasi pubik yang tersedia di SIP-PPID

masih minim dan PPID Pemerintah Kota Medan masih lambat dalam merespon

permohonan informasi publik. Hal ini mengindikasikan masih terdapat

permasalahan mengenai strategi komunikasi organisasi yang dilakukan PPID


59

Pemerintah Kota Medan dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik.

Pemerintah Kota Medan merupakan organisasi pemerintah daerah tingkat

Kabupaten/Kota yang berada dalam naungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara

dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.Berada di bawah pimpinan

seorang Wali Kota dan membawahi 39 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan

21 Kecamatan.

3.4 Subjek dan Informan Penelitian

Sugiyono (2018:219) menyatakan bahwa penentuan subjek penelitian

dalam penelitian kualitatif dilakukan saat peneliti mulai memasuki lapangan dan

selama penelitian berlangsung (emergent sampling design), yaitu dengan cara

peneliti memilih orang tertentu atas dasar pertimbangan bahwa orang tersebut akan

memberikan data yang diperlukan, lalu berdasarkan data tersebut, peneliti

menetapkan subjek penelitian berikutnya yang dipertimbangkan akan memberikan

data yang lebih lengkap (serial selection of sample units). Berdasarkan praktek

tersebut, maka pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan peneliti dengan

mempertimbangkan orang-orang yang dapat memberikan data mengenai peran-

peran dan tindakan-tindakan dalam pengelolaan layanan informasi dan

dokumentasi publik yang berangkat dari hak dan kewajiban antara badan publik

dengan publik itu sendiri sesuai amanat UU KIP 14/2008. Adapun pemilihan

informan sebagai subjek penelitian dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1. Peneliti pertama-tama memilih PPID Utama sebagai informan karena

informan tersebut bersifat representatif atau mewakili kriteria subjek


60

penelitian secara keseluruhan sekaligus sebagai pimpinan pengelola

layanan informasi dan dokumentasi publik;

2. Peneliti memilih beberapa informan PPID Pembantu berdasarkan data yang

telah diperoleh dari PPID Utama, yaitu PPID Pembantu di BKDPSDM Kota

Medan, PPID Pembantu di BAPPEDA Kota Medan, PPID Pembantu di

Dinas Ketenagakerjaan, PPID Pembantu di Dinas Perpustakaan dan

Kearsipan, PPID Pembantu di Dinas Sosial, PPID Pembantu di Dinas

Kesehatan dan PPID Pembantu di salah satu Kecamatan di Pemerintah Kota

Medan;

3. Peneliti memilih salah seorang Komisioner dari Komisi Informasi Provinsi

Sumatera Utara, yaitu Kepala Divisi Kelembagaan KI Provsu selaku pejabat

dari lembaga independen yang berperan mengawasi dan mengevaluasi

tugas-tugas PPID di Badan Publik se-Provinsi Sumatera Utara, termasuk

PPID Pemerintah Kota Medan dan menjadikan informan ini sebagai

informan triangulasi;

4. Peneliti memilih pimpinan di Inspektorat Kota Medan, yaitu Plt. Inspektur

Kota Medan selaku pejabat dari unit kerja yang bertugas melakukan

pengawasan internal terhadap Instansi Pemerintah Kota Medan yang

mencakup di dalamnya urusan publikasi informasi dan menjadikan

informan ini sebagai informan triangulasi;

5. Peneliti memilih pemohon informasi yang terdaftar di SIP-PPID Pemerintah

Kota Medan dan tercatat pernah melakukan permintaan data ke PPID

Pemerintah Kota Medan sebagai informasi triangulasi.


61

Kholil (2016:78) mengemukakan beberapa usaha yang dapat dilakukan agar

informan bersifat representatif, yaitu: a) Pemilihan informan harus didasarkan pada

ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri pokok subjek

penelitian; b) Elemen yang diambil sebagai informan benar-benar merupakan

elemen yang paling banyak mengandung ciri-ciri subjek penelitian; c) Penentuan

karakteritik subjek penelitian dilakukan secara cermat ketika studi pendahuluan.

Dengan demikian, peran peneliti sangat dominan dalam menentukan apa dan siapa

yang menjadi subjek penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menentukan kriteria

dalam pemilihan informan dengan profil sebagai berikut:

a) Informan mengalami langsung situasi dan kejadian yang berkaitan dengan

topik penelitian, yaitu mengalami proses terbentuknya komunikasi

organisasi PPID Pemerintah Kota Medan dalam pelaksanaan keterbukaan

informasi publik;

b) Informan mampu menjelaskan proses komunikasi yang dialaminya secara

sadar berserta dengan hal-hal yang relevan atau berkaitan dengan proses

komunikasi tersebut;

c) Informan bersedia dan mempunyai waktu yang memadai untuk

diwawancarai;

d) Informan menyetujui hasil penelitian ini dipublikasikan.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan fase terpenting dan strategis dalam suatu

penelitian. Pengumpulan data adalah proses pengadaan data untuk keperluan

penelitian melalui prosedur ilmiah, (Satori dan Komariah, 2013:103). Pada

penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data dapat dilakukan melalui berbagai


62

setting, sumber, dan cara. Berdasarkan setting-nya, data dapat dikumpulkan pada

setting alamiah, seperti laboratorium, seminar, diskusi, wawancara dan lain

sebagainya. Berdasarkan sumbernya, data bisa bersumber dari sumber primer dan

sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber yang langsung memberikan data

kepada peneliti, sedang sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung

memberikan data kepada peneliti. Selanjutnya, dari segi cara data dapat

dikumpulkan melalui observasi (pengamatan), interview (wawancara), kuesioner

(angket), dokumentasi, dan gabungan keempatnya ataupun triangulasi, (Sugiyono,

2013:224). Pada penelitian ini, peneliti melakukan pengumpulan data melalui

setting alamiah dengan menggunakan sumber primer dan sekunder. Pengumpulan

data dari sumber primer dilakukkan peneliti dengan melakukan obervasi dan

wawancara, pengumpulan data dari sumber sekunder dilakukan peneliti dengan

cara dokumentasi, serta penggabungan sumber dan cara dilakukan peneliti sebagai

triangulasi.

Cara-cara pengumpulan data ini dilakukan peneliti dengan memfokuskan

pada topik penelitian sampai data yang terkumpul diyakini telah mampu menjawab

tujuan penelitian. Sebagaimana Kholil (2016:20) menyatakan, dalam penelitian

kualitatif batas antara penyusuanan proposal dan pengumpulan data di lapangan

tidak begitu jelas, sebab ketika peneliti melakukan pengumpulan data lapangan

masih harus menyempurnakan prosposal penelitian yang memang lazimnya belum

sempurna. Maka, peneliti tidak mengakhiri fase pengumpulan data sampai

wawancara, observasi, dokumentasi dan triangulasi telah memberikan data hingga

jenuh, sehingga ketepatan dan kredibilitas data tidak diragukan.


63

3.5.1 Observasi Partisipasi Pasif

Penelitian lapangan (observasi) adalah metode pengumpulan data kualitatif

yang bertujuan untuk memahami, mengamati, dan berinteraksi dengan orang-orang

dalam lingkungan alaminya. Merujuk pada pengelompokan jenis observasi menurut

Sanafiah (1990) dalam Sugiyono (2013:226) dinyatakan bahwa oberservasi terbagi

menjadi tiga, yaitu: a) observasi berpartisipasi; b) obervasi yang secara terang-

terangan dan tersamar; c) obervasi yang tidak bertsturktur. Lalu membagi-bagi lagi

obervasi berpartisipasi menjadi empat, yaitu: a) observasi partisipasi pasif;

b) observasi partisipasi moderat; c) observasi partisipasi aktif; d) observasi

partisipasi lengkap. Berdasarkan pengelompokan tersebut, peneliti menggunakan

jenis obervasi partisipasi pasif dan termasuk juga ke dalam kategori observasi yang

secara terang-terangan dan tersamar.

Sugiyono (2013:227) mengartikan obervasi partisipasi pasif sebagai

observasi yang dilakukan peneliti dengan cara datang ke tempat kegiatan orang

yang diamati, tapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Observasi secara

terang-terangan dan tersamar dilakukan peneliti dengan menyatakan secara terus

terang kepada sumber data yang dalam hal ini pihak OPD bahwa peneliti sedang

melakukan aktivitas penelitian, tapi ada saat-saat peneliti sercara tersamar atau

tidak terus terang untuk mendapatkan data yang mungkin disembunyikan oleh

informan. Pemilihan teknik ini disesuaikan dengan masalah penelitian dan

kerjasama yang tersedia dari kelompok atau individu PPID Pemerintah Kota

Medan. Peneliti melakukan observasi pasrtisipasi pasif pada kegiatan komunikasi

organisasi atau interaksi PPID Pemerimtah Kota Medan dalam pelaksanaan

keterbukaan informasi publik.


64

3.5.2 Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam (in-depth interview) dilakukan dalam rangka

mengetahui pendangan personal dan sosial sebjek penelitian, serta untuk

menangkap dengan jelas gaya hidup subjek penelitian tersebut, (Mulyana,

2018:233). Wawancara mendalam ini, menurut Sugiyono (2013:223) termasuk ke

dalam jenis wawancara semiterstuktur (semisructure interview) yang dalam

pelaksanaannya lebih terbuka untuk meminta pendapat dan ide-ide pihak yang

diwawancara. Sebelum melakukan wawancara mendalam, peneliti menyusun

pedoman wawancara yang sudah direncanakan sebelumnya yang dapat dilihat pada

lampiran 2.

Pedoman wawancara tersebut secara garis besar mencakup pengetahuan

PPID mengenai UU KIP 14/2008, Permendagri 3/2017 dan PERKI 1/2010;

pengetahuan PPID tentang tugas dan tanggungjawabnya; latar belakang

pengalaman kerja PPID; persepsi PPID tentang simbol bahasa/objek sosial dan

gejala/fenomena sosial dalam interaksi yang dilakukan PPID; persepsi PPID

tentang badan publik; persepsi PPID tentang publik, persepsi PPID tentang

informasi publik; persepsi PPID tentang informasi yang dikecualikan; persepsi

PPID tentang keterbukaan informasi publik; dan pendapat atau pandangan yang

dimiliki PPID Pemerintah Kota Medan terkait proses komunikasi yang dialaminya.

3.5.3 Dokumentasi

Teknik dokumentasi merupakan metode pengumpulan data yang bersumber

dari non manusia. Dokumentasi merupakan bukti otentik yang diperlukan untuk

menjaga keakuratan data yang diberikan oleh informan kunci. Gottschalk (1986)

mengungkapkan bahwa para ahli sering mengartikan dokumen dalam dua


65

pengertian, yaitu pertama, sumber tertulis bagi informasi sejarah sebagai kebalikan

dari pada kesaksian lisan, artefak, peninggalan-peninggalan terlukis, dan pelitasan-

pelitasan arkeologis. Kedua, diperuntukkan bagi surat-surat resmi dan surat-surat

negara seperti surat perjanjian, undang-undang, hibah, konsessi dan lainnya, (dalam

Satori dan Komariah, 2013:147). Pada penelitian ini, peneliti melakukan

pengumpulan data terhadap dokumen-dokumen berupa catatan yang sudah berlalu

yang ada pada lembaga, instansi dan unit-unit kerja yang menjadi lokasi penelitian

seperti laporan PPID, dokumen SAQ (Self Assesment Questionare) dari KI Provsu

serta peraturan-peraturan tentang PPID dan Keterbukaan Infromasi Publik, antara

lain Keputusan Wali Kota tentang PPID, UU KIP 14/2008, Permendagri 3/2017,

dan PERKI 1/2010.

3.5.4 Triangulasi

Pada dasarnya dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai

penggabungan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah

ada, sehingga sebenarnya peneliti melakukan pengumpulan data sekaligus menguji

kredibiltas data. Selain itu, tujuan pengumpulan data dalam penelitian kualitatif

bukan semata-mata untuk mencari kebenaran, tapi lebih kepada untuk mendapatkan

pemahaman subjek terhadap dunia sekitarnya yang mungkin akan dikemukakan

tidak sesuai dengan teori dan hukum. Sugiyono (2013:241) menjelaskan triangulasi

terbagi kepada dua, yaitu triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Triangulasi

teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda

untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Sebaliknya, triangulasi sumber

menggunakan sumber data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dengan

teknik yang sama.


66

Berdasarkan pengertian tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti

menggunakan kedua macam triangulasi, yaitu triangulasi teknik yang dilakukan

peneliti dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu obervasi

partisipasi pasif, wawancara mandalam dan dokumentasi untuk sumber data yang

sama, yaitu PPID Pemerintah Kota Medan. Selanjutnya triangulasi sumber

dilakukan peneliti pada proses wawancara, yaitu peneliti menggunakan teknik

wawancara mendalam terhadap beberapa sumber atau informan, sehingga peneliti

membedakan antara informan utama dengan informan triangulasi. Denzim (1978)

dalam Moelong (2019:330) menjelaskan triangulasi sumber yakni melakukan

wawancara kepada sumber lain yang dianggap mengerti dan paham tentang objek

dan fenomena sosial yang sedang diteliti. Proses triangulasi sumber pada penelitian

ini dilakukan peneliti kepada sumber-sumber kredibel yang berhubungan dengan

komunikasi organisasi PPID Pemerintah Kota Medan dalam pelaksanaan

keterbukaan informasi publik, yakni seorang Komisioner dari Komisi Informasi

Provinsi Sumatera Utara, Pimpinan Inspektorat Kota Medan, dan Publik yang telah

terdaftar sebagai pemohon informasi di SIP-PPID Pemerintah Kota Medan.

3.6 Teknis Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif pada dasarnya dilakukan sejak

sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah di lapangan, yaitu

pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data

dalam periode tertentu. Pada proses ini, peneliti akan melakukan pelacakan,

pencatatan, pengorganisasian data yang relevan dengan fokus penelitian. Seperti

yang diungkapkan Cresswell (2016:260), dalam melakukan analisis kualitatif,

peneliti terikat pada suatu proses analisis data yang bergerak dalam siklus analitik.
67

Miles & Huberman (1984) dalam Sugiyono (2018:245) menyatakan bahwa analisis

kualitatif dilakukan secara interaktif meliputi: tahap reduksi data, tahap penyajian

data, dan tahap penarikan kesimpulan.

3.6.1 Tahap Reduksi Data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta dicari tema dan polanya. Pada tahap

ini, seorang peneliti akan melakukan seleksi data, pemfokusan, dan

penyederhanaan data dari semua data yang sudah dikumpulkan di lapangan,

sehingga peneliti tersebut akan dihadapkan pada proses berfikir sensitif yang

memerlukan kecerdasan dan keluasan serta kedalaman wawasan. Dalam mereduksi

data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan penelitian yang akan dicapai dan

tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah temuan. Maka dalam penelitian ini,

peneliti akan mereduksi data dengan membangun pola yang berisi peran-peran dan

tindakan-tindakan yang dilakukan serta tidak dilakukan PPID Pemeritah Kota

Medan dalam melaksanakan pengelolaan layanan informasi dan dokumentasi

publik.

3.6.2 Tahap Penyajian Data (Data Display)

Miles & Huberman (1984) dalam Sugiyono (2018:249) mengatakan bahwa

yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam analisis kualitatif

adalah dengan bentuk tabel. Selain itu, penyajian data juga dapat dilakukan dalam

bentuk grafik, pie chart, pictogram atau bahkan teks yang bersifat naratif. Penyajian

data dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk tabel untuk menampilkan data

agar semakin mudah dipahami.


68

3.6.3 Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan adalah upaya untuk mencari dan memahami makna,

keteraturan dan pola-pola, alur sebab akibat atau proposisi. Kesimpulan yang dibuat

bersifat interpretatif, yaitu artinya peneliti mengeinterpretasikan data-data yang

diperoleh dan hasil penelitian yang ditemukan. Dalam hal ini, peneliti akan

melakukan penarikan kesimpulan dengan disadarkan pada data-data temuan yang

bisa dipertanggungjawabkan.
BAB IV

TEMUAN PENELITIAN

4.1 Proses Penelitian

Proses penelitian merupakan ragkaian peristiwa yang harus dilalui oleh

seorang peneliti sesuai dengan prosedur penelitian yang berlaku. Pada bab ini,

peneliti telah mempresentasikan proposal penelitian yang berjudul “Peran Strategis

Komunikasi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dalam

Mengelola Ketersediaan dan Keterbukaan Informasi Publik di Pemerintah Kota

Medan” pada hari Rabu tanggal 21 April 2021 melalui seminar kolokium.

Selanjutnya berdasarkan berbagai masukan berupa saran, pendapat dan ide, baik

dari komisi penguji maupun komisi pembimbing, maka peneliti telah melakukan

perbaikan dengan merevisi beberapa bagian proposal termasuk memilih judul yang

dianggap lebih tepat, yaitu “Strategi Komunikasi Organisasi Pejabat Pengelola

Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pemerintah Kota Medan dalam Pelaksanaan

Keterbukaan Informasi Publik.”

Sebagai rangkaian proses penelitian berikutnya, peneliti akan melanjutkan

prosedur penelitian dengan mamasuki tahap pengumpulan data dari para informan

maupun pengamatan (observasi) dan dokumentasi di lapangan. Sebelum memulai

penelitian ke lapangan, peneliti terlebih dahulu berkonsultasi dengan dosen

pembimbing untuk mendapatkan pengarahan yang akan digunakan peneliti sebagai

pengetahuan dalam menghadapi medan penelitian. Selain itu, peneliti juga

melakukan observasi ke Dinas Kominfo Kota Medan sekaligus menanyakan

kemungkinan untuk mendapat persetujuan dari Kepala Dinas Kominfo Kota Medan

untuk melakukan Focus Discussion Group (FGD) dengan mengundang seluruh

69
70

PPID Pembantu dari setiap OPD, perwakilan Komisioner dari Komisi Informasi,

Pimpinan Inspektorat Kota Medan, dan perwakilan masyarakat (publik). Tapi

dikarenakan berbagai kesibukan dan fokus seluruh OPD dalam penanganan

pandemi Covid-19 yang akan menyebabkan kesulitan dalam menyamakan jadwal

dari semua pihak, maka hal tersebut belum dapat disetujui.

Selanjutnya setelah mendapat surat rekomendasi penelitian dari Magister

Ilmu Komunikasi (MIKOM) FISIP USU Medan dan surat izin penelitian dari

Badan Penelitian dan Pengembangan (BALITBANG) Kota Medan, peneliti mulai

melakukan pengumpulan data melalui studi dokumentasi, observasi partisipasi

pasif dan wawancara mendalam dari satu PPID ke PPID yang lain, serta melakukan

triangulasi sumber kepada beberapa orang yang terdaftar sebagai pemohon

informasi di SIP-PPID Pemerintah Kota Medan, seorang komisioner dari KI Provsu

dan pimpinan pada Inspektorat Kota Medan sampai peneliti mendapatkan data yang

diperlukan untuk kebutuhan penelitian. Peneliti mengawali proses pengumpulan

data dengan melakukan studi dokumentasi sebagai modal pengetahuan terhadap

objek penelitian yang dilanjutkan dengan observasi partisipasi pasif yang dilakukan

dengan cara melihat dan mengamati lingkungan kerja setiap OPD yang menjadi

lokasi penelitian, yaitu dengan cara datang langsung ke lokasi penelitian.

Pada proses observasi tersebut, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan

diri dan menyampaikan maksud, keperluan serta tujuan peneliti kepada pihak OPD

agar dapat menjalankan proses pengumpulan data. Begitu juga ketika peneliti mau

melakukan wawancara mendalam kepada para informan yang dilakukan dengan

memperkenalkan diri secara langsung kepada para informan utama, yaitu PPID

Pemerintah Kota Medan maupun melalui media chat whatsapp dan saluran telepon,
71

yaitu kepada informan yang merupakan pemohon informasi yang terdiri dari

perorangan dan tinggal di berbagai daerah.. Selain itu, peneliti juga membuat

jadwal wawancara dengan informan serta berupaya agar wawancara dapat

dilakukan secara tatap muka untuk meminimalisir gangguan komunikasi sekaligus

memperkaya data yang dapat diperoleh melalui komunikasi verbal dan non-verbal.

Selanjutnya, sesuai dengan kesepakatan jadwal yang sudah ditentukan

peneliti akan melakukan wawancara mendalam dengan terlebih dahulu menyusun

daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara. Proses wawancara mendalam

dilakukan peneliti secara terbuka dengan menggunakan pedoman wawancara,

namun tidak menutup kemungkinan untuk menanyakan hal-hal di luar pedoman

wawancara sepanjang masih berkaitan dengan aspek kajian yang dapat memenuhi

data atau informasi yang diperlukan. Data hasil temuan penelitian kemudian

dilakukan analisis data berdasarkan teknik Miles dan Huberman dan jika masih

terdapat kekurangan data peneliti akan kembali turun ke lapangan untuk

melengkapi kekurangan data tersebut hingga hasil penelitian dapat diperoleh

dengan terjawabnya semua permasalahan yang telah dikemudakan pada fokus

penelitian.

4.2 Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang pertama adalah Dinas Kominfo Kota Medan yang

beralamat di Jalan Sidorukun Nomor 35, Pulo Brayan Darat II, Medan Timur.

Peneliti mengawali proses observasi dan wawancara di Dinas Kominfo Kota Medan

dengan alasan Dinas Kominfo Kota Medan merupakan sektor unggulan (leading

sector) dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik di Pemerintah Kota

Medan serta tempat di mana PPID Utama sekaligus PPID Pembantu berkedudukan
72

dalam satu unit kerja. Suasana kantor Dinas Kominfo relatif tertib dan sepi

pengunjung, setiap pegawai terlihat berada di ruang kerjanya masing-masing dan

tidak banyak melakukan pergerakan dari satu tempat ke tempat yang lain, namun

sesekali tampak beberapa pimpinan dan pegawai berkumpul di ruang rapat.

Dinas kominfo cukup terbuka memberikan informasi dan data yang

dibutuhkan peneliti, termasuk dokumen-dokumen pendukung. Akan tetapi, peneliti

bebarapa kali mengalami kendala observasi karena Dinas Kominfo memberlakukan

kebijakan Work From Home (WFH), sehingga peneliti tidak dapat berkunjung ke

kantor tersebut untuk melakukan observasi. Namun demikian, disela-sela

kesibukannya, Kepala Dinas Kominfo, Bapak Zain Noval, S.S.T.P., M.A.P. selaku

PPID Utama tidak berkebaratan menyediakan jadwal wawancara sebagai informan

dengan peneliti. Database SIP-PPID per Juni 2021 mencatat Dinas Kominfo telah

menerbitkan sebanyak 581 dokumen, yang terdiri dari: 53 informasi berkala;

0 informasi serta merta; dan 528 informasi setiap saat. Sejumlah 3 pemohon

informasi terdaftar mengajukan permintaan data ke Dinas Kominfo, yaitu atas nama

anonim ‘Pemohon Informasi’ (01-08-2018, status diproses); Muhammad Reza

Falefi (27 -01-2019, status diproses); dan Dimas Tofan Sangaji (06-06-2020, status

diproses).

Lokasi penelitian berikutnya yang kedua adalah Badan Kepegawaian

Daerah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKDPSDM) Kota Medan,

terletak di Gedung Kantor Wali Kota Medan lantai 1, Jalan Kapten Maulana Lubis

Nomor 2, Petisah Tengah, Medan Petisah. Pemilihan lokasi penelitian ini

disebabkan BKDPSDM merupakan OPD yang menguasai sebagian besar informasi

publik internal yang dibutuhkan pegawai dan juga beberapa informasi publik
73

eksternal yang dibutuhkan publik. Suasana dan kondisi kantor BKDPSDM tampak

selalu ramai dikunjungi para pegawai dari berbagai OPD yang ingin mengurus

administrasi kepegawaian setiap harinya, untuk itu BKDPSDM memberlakukan

aturan setiap pegawai atau tamu yang datang hanya dibatasi sampai loket pelayanan

dan tidak diizinkan masuk kecuali sudah mendapat persetujuan dari pegawai

BPDPSDM yang bersangkutan dan sesuai dengan kebutuhan urusan pelayanan

yang memerlukan perjumpaan langsung.

BKDPSDM merupakan tempat asal peneliti bekerja, dengan demikian

informan yang akan diwawancari sudah mempunyai relasi dengan peneliti sebagai

atasan ketika masih aktif berkerja. Hal tersebut membuat peneliti tidak mengalami

kesulitan untuk menemui informan yang merupakan Sekretaris BKDPSDM Kota

Medan, bernama Bapak Baginda P. Siregar, S.S.T.P., M.Si. secara langsung di

ruang kerjanya. Database SIP-PPID per Juni 2021 mencatat BKDPSDM

menerbitkan sebanyak 2 dokumen, yang terdiri dari: 1 informasi berkala; 0

informasi serta merta; dan 1 informasi setiap saat. Tidak terdapat pemohon

informasi yang terdaftar mengajukan pemintaan data ke BKDPSDM sejak

digunakannya SIP-PPID.

Lokasi penelitian berikutnya lagi yang ketiga adalah Badan Perencanaan

dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Medan yang juga berlokasi di

Gedung Kantor Wali Kota, tepatnya berada di lantai 3. Alasan pemilihan lokasi

penelitian ini disebabkan BAPPEDA merupakan OPD strategis yang memiliki

informasi publik berupa rencana-rencana program yang dikumpulkan dari seluruh

OPD dan masyarakat, atau dengan kata lain BAPPEDA merupakan tempat

berprosesnya penyusunan rencana pembangunan daerah yang melibatkan


74

partisipasi publik. Selain itu, BAPPEDA juga memiliki hubungan startegis dengan

beberapa OPD dan lembaga lain, seperti Badan Keuangan dan Aset Daerah

(BPKAD), Dinas Kominfo, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),

dan lain sebagainya, sehingga tingkat kepentingan informasi publiknya cukup

tinggi.

Suasana di kantor BAPPEDA menunjukkan kesibukan pegawai yang cukup

padat, di mana terlihat beberapa kumpulan pegawai secara intensif mengadakan

rapat dan koordinasi antar bidang. Peneliti berusaha mendapatkan jadwal

wawancara dengan informan yang merupakan Sekretaris BAPPEDA Kota Medan,

bernama Bapak M. Syafruddin, M.Si. melalui kasubbag umum BAPPEDA yang

selanjutnya mengkonfirmasi jadwal wawancara kepada peneliti melalui pesan

whatsapp. Database SIP-PPID per Juni 2021 mencatat BAPPEDA menerbitkan

sebanyak 5 dokumen, yang terdiri dari: 5 informasi berkala; 0 informasi serta merta;

dan 0 informasi setiap saat. Tidak terdapat pemohon informasi yang pernah

mengajukan pemintaan data ke BAPPEDA sejak digunakannya SIP-PPID.

Lokasi keempat yang dijadikan peneliti sebagai tempat pengumpulan data

adalah Dinas Ketenagakerjaan Kota Medan yang terlelak di Jalan K.H. Wahid

Hasyim No. 14, Kel. Merdeka, Kec. Medan Baru, Kota Medan. Pemilihan lokasi

penelitian ini dikarenakan informan di Dinas Ketenagakerjaan sebelumnya

merupakan PPID Pembantu di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan

Penataan Ruang (Dinas PKPPR) yang pernah mengalami sengketa informasi.

Suasana di kantor Dinas Ketenagakerjaan terlihat sangat tenang dengan jumlah

pengunjung relatif sedang. Informan yang merupakan Sekretaris Dinas

Ketenagakerjaan, bernama Bapak Drs. Ridwan Sitanggang tidak berkebaratan


75

untuk dijumpai ketika peneliti datang tanpa membuat jadwal wawancara

sebelumnya, sehingga peneliti dapat langsung melakukan wawancara untuk

mengumpulkan data penelitian. Database SIP-PPID mencatat Dinas

Ketenagakerjaan menerbitkan sebanyak 7 dokumen, yang terdiri dari: 5 informasi

berkala; 0 informasi serta merta; dan 2 informasi setiap saat. Terdapat 1 pemohon

informasi yang pernah mengajukan pemintaan data ke Ketenagakerjaan a.n. anomin

‘Pemohon Informasi’ (2 Agustus 2018, status di-disposisi).

Selanjutnya lokasi penelitian yang kelima adalah Dinas Perpustakaan dan

Kearsipan Kota Medan yang berlamat di Jalan Iskandar Muda Nomor 270, Petisah

Tengah, Medan Petisah. Alasan pemilihan lokasi ini dikarenakan Dinas

Perputakaan dan Kerarsipan merupakan salah dinas yang paling banyak

menerbitkan informasi dan dokumentasi publik di SIP-PPID, yaitu sebanyak 44

dokumen, yang terdiri dari: 22 informasi berkala; 20 informasi serta merta; dan

2 informasi setiap saat. Tapi database SIP-PPID tidak mencatat adanya pemohon

informasi yang terdaftar mengajukan pemintaan data ke Dinas Perpustakaan dan

Kearsipan sejak digunakannya SIP-PPID. Suasana di Kantor Dinas Perpustakaan

dan Kearsipan terasa sangat tenang dan senyap layaknya suasana perpustakaan pada

umumnya. Peneliti dapat menjumpai informan yang merupakan Sekretaris Dinas

Perpustakaan dan Kerasipan bernama Bapak Muara Dongoran, S.E. setelah

membuat jadwal wawancara sebelumnya melalui seorang pegawai dari sub bagian

umum Dinas Perpustakaan dan Kearsipan yang merupakan admin PPID di OPD

tersebut.

Lokasi penelitian keenam adalah Dinas Sosial Kota Medan yang terletak di

Jalan Pinang Baris, Kel. Lalang, Kec. Meda Sunggal, Kota Medan. Alasan
76

pemilihan Dinas Sosial sebagai lokasi penelitian dikarenakan Dinas Sosial saat ini

menjadi salah satu OPD yang sangat dicari informasi publiknya oleh masyarakat

terkait bantuan-bantuan selama pandemi Covid-19. Suasana kantor Dinas Sosial

cukup ramai dikunjungi masyarakat yang ingin mengurus administrasi terkait

bantuan-bantuan pemerintah yang kebanyakan dilayani secara tatap muka oleh para

pegawai Dinas Sosial. Untuk melakukan wawancara dengan informan yang

merupakan Sekretaris Dinas Sosial bernama Bapak Fakhruddin, S.H. peneliti harus

membuat janji terlebih dikarenakan kesibukan informan yang cukup padat.

Database SIP-PPID mencatat Dinas Sosial menerbitkan sebanyak 12 dokumen,

yang terdiri dari: 6 informasi berkala; 0 informasi serta merta; dan 6 informasi

setiap saat. Terdapat 2 pemohon informasi yang pernah mengajukan pemintaan

data ke Dinas Sosial, yaitu a.n. anonim ‘Pemohon Informasi’ (1 Agustus 2018,

status selesai proses) dan a.n. Sahat Simanjuntak (17 April 2020, status diproses).

Lokasi penelitian yang ketujuh adalah Dinas Kesehatan Kota Medan yang

berlamat di Jalan Rotan, Petisah Tengah, Kec. Medan Petisah. Pemilihan lokasi ini

sebagai tempat penelitian adalah karena Dinas Kesehatan merupakan OPD yang

paling banyak diajukan permintaan informasi oleh publik serta menguasai

informasi yang banyak dibutuhkan publik, terlebih dalam suasana pandemi Covid-

19. Selain itu, Dinas Kesehatan juga tercatat sebagai salah satu OPD yang pernah

mengalami sengketa informasi, sehingga pemilihan lokasi ini dapat memberikan

informasi dan data yang lebih kaya untuk keperluan penelitian. Suasana di kantor

Dinas Kesehatan terlihat relatif tenang dan tertib, tidak terlalu ramai dan tidak

terlalu sepi. Beberapa pengunjung tampak bergantian datang mengunjungi loket


77

pelayanan di bagian umum yang tampak dilayani dengan baik oleh pegawai yang

berjaga.

Dinas Kesehatan menyambut dengan baik maksud yang disampaikan oleh

peneliti untuk melakukan pengumpulan data di kantor tersebut, selain itu peneliti

juga tidak mengalami kendala untuk mendapatkan jadwal wawancara dengan

informan yang merupakan Sekretaris Dinas Kesehatan, bernama Ibu. drg. Irma

Suryani, M.K.M. Database SIP-PPID per Juni 2021 mencatat Dinas Kesehatan

menerbitkan sebanyak 8 dokumen, yang terdiri dari: 7 informasi berkala; 0

informasi serta merta; dan 1 informasi setiap saat. Terdapat sejumlah 11 pemohon

informasi yang terdaftar mengajukan permintaan data ke Dinas Kominfo, terdiri

atas nama Wahyuni Deylyana Siregar (28-08-2018, status selesai); Dear Martin

Saragih (01-02- 2020, status diproses); Togar Muhammad Reyza Sagala (12-06-

2020, status di-disposisi); Sahyuni Sar Marbun (19-06-2020, status di-disposisi);

Kiki Puspita Sari (23-08-2020, status di-disposisi dan 17-9-2020, status di-

disposisi); Juhenni Putri Sinaga (17-09-2020, status di-disposisi); Maulidia Rahima

Utami (10-03-2021, status di-disposisi); Muhammad Taqy Adzkia Zaldi (12-04-

2021, status di-disposisi); Muthia Paramita (02-05-2021, status di-disposisi);

Munauwarus Sarirah (15-06-2021, status di-disposisi); dan Fitri Humairah Ahmady

(23-06-2021, status di-disposisi).

Lokasi penelitian kedelapan adalah Kecamatan Medan Polonia yang

berlamat di Jalan Dc Barito Nomor 3, Suka Damai, Kecamatan Medan Polonia.

Sebagai pilihan OPD Kecamatan, peneliti pada awalnya berniat melakukan

pengumpulan data di Kecamatan Medan Selayang yang menjadi OPD Kecamatan

paling aktif memperbaharui informsi di SIP-PPID, namun dikarenakan peneliti


78

tidak kunjung mendapat konfirmasi dari pihak Kecamatan Medan Selayang untuk

mendapatkan izin melakukan wawancara, maka peneliti memutuskan untuk

mengumpulkan data di Kecamatan Medan Polonia. Suasana di kantor Camat

Medan Polonia terasa sangat nyaman dan kondusif dengan jumlah pengunjung

sedang. Peneliti dapat melihat para pengunjung yang dilayani dengan baik dan

peneliti sendiri dapat merasakan suasana keterbukaan ketika diterima untuk

melakukan pengumpulan data di kantor tersebut.

Peneliti dapat melakukan wawancara dengan informan tanpa harus

membuat jadwal pertemuan sebelumnya dikarenakan ketika peneliti datang ke

lokasi, informan yang merupakan Sekretaris Camat Medan Polonia, bernama Bapak

Chusnul Fanany Sitorus, S.S.T.P. sedang berada di tempat dan bersedia

diwawancari. Database SIP-PPID per Juni 2021 mencatat Kecamatan Medan Baru

menerbitkan sebanyak 10 dokumen, yang terdiri dari: 10 informasi berkala; 0

informasi serta merta; dan 0 informasi stiap saat. Tidak terdapat pemohon informasi

yang pernah mengajukan pemintaan data ke Kecamatan Medan Polonia sejak

digunakannya SIP-PPID.

Proses penelitian selanjutnya dilakukan peneliti dengan menghubungi

beberapa orang yang telah terdaftar sebagai pemohon informasi di SIP-PPID

Pemerintah Kota Medan. Pemilihan kategori pemohon informasi dilakukan peneliti

berdasarkan status permohonan informasi yang ada di SIP-PPID, yaitu:

permohonan selesai, permohonan diproses, dan permohonan ditolak. Pemohon

informasi terdiri dari perorangan yang telah melakukan kunjungan ke SIP-PPID

yang beralamat di http://ppid.pemkomedan.go.id dengan tujuan meminta dokumen

berisi data informasi publik sesuai dengan keperluannya masing-masing. Total


79

pemohon informasi yang peneliti wawancarai berjumlah 4 (empat) orang melalui

beberapa saluran komunikasi, yaitu wawancara secara tatap muka terhadap seorang

pemohon, bernama Cholil Jibran Razif Hasibuan, lalu wawancara melalui media

chat whatsapp terhadap 2 pemohon informasi, bernama Lika Monica Daulay dan

Dear Martin Saragih, selanjutnya yang terakhir wawancara secara langsung melalui

saluran telepon terhadap seorang pemohon bernama Fatimah Siti Hajar.

Permintaan informasi dan dokumentasi publik melalui SIP-PPID

merupakan suatu layanan dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik di

Pemerintah Kota Medan yang pengelolaannya dijalankan oleh sebuah struktur

PPID berdasarkan UU KIP 14/2008, Permendagri 3/2017, PERKI 1/2010 dan

beberapa Keputusan Wali Kota Medan yang berkaitan dengan PPID Pemerintah

Kota Medan. Berdasarkan UU KIP 14/2008 yang dimaksud dengan hakekat

pelayanan informasi publik adalah pelayanan kepada pemohon informasi publik

secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional dan cara sederhana.

Pengecualian informasi publik bersifat ketat dan terbatas, sedangkan pemohon

informasi adalah warga negara dan/atau Badan Hukum Indonesia yang mengajukan

permintaan informasi publik sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-

undangan.

4.3 Temuan Penelitian

Berdasarkan hasil studi dokumentasi, observasi partisipasi pasif, dan

wawancara mendalam yang telah dilakukan peneliti, maka pada sub bab ini peneliti

akan menguraikan sejumlah data secara sistematis dan terstruktur sesuai dengan

aspek-aspek kajian yang telah ditetapkan sebelumnya. Terdapat 8 orang informan

yang telah diwawancari peneliti, terdiri dari seorang PPID Utama dan 7 orang PPID
80

Pembantu yang tersebar di delapan lokasi penelitian berbeda serta 6 orang informan

triangulasi yang terdiri dari seorang Komisioner Komisi Informaasi Provinsi

Sumatera Utara, seorang pimpinan Inspektorat Kota Medan dan 4 orang pemohon

informasi publik. Kriteria informan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1. Karaktertistik Informan


Sumber: Peneliti (2021)

No. OPD Alamat Informan Keterangan


Jl. Sidorukun No. 35, Zain Noval, PPID Utama
Dinas Kominfo
1. Pulo Brayan Darat II, S.S.T.P., (Kepala Dinas
Kota Medan
Medan Timur M.A.P. Kominfo)
Jl. Kapten Maulana
Lubis No. 2, Petisah Baginda P. PPID Pembantu
BKDPSDM Kota
2. Tengah, Medan Siregar, (Sekretaris
Medan
Petisah (Kantor Wali S.S.T.P., M.Si. BKDPSDM)
Kota Lt. 1)
Jl. Kapten Maulana
Lubis No. 2, Petisah PPID Pembantu
BAPPEDA Kota M. Syafruddin,
3. Tengah, Medan (Sekretaris
Medan M.Si.
Petisah (Kantor Wali BAPPEDA)
Kota Lt. 3)
Dinas PPID Pembantu
Jl. Wahid Hasyim No. Drs. Ridwan
4. Ketenagakerjaan (Sekretaris Dinas
14, Medan Baru Sitanggang
Kota Medan Ketenagakerjaan)
Dinas PPID Pembantu
Jl. Iskandar Muda No.
Perpustakaan dan Muara (Sekretaris Dinas
5. 270, Petisah Tengah,
Kearsipan Kota Dongoran, S.E. Perputsakaan dan
Medan Petisah
Medan Kearsipan)
Jl. Pinang Baris, PPID Pembantu
Dinas Sosial Kota Fakhruddin,
6. Lalang, Medan (Sekretaris Dinas
Medan S.H.
Sunggal Sosial)
Jl. Rotan, Petisah drg. Irma PPID Pembantu
Dinas Kesehatan
7. Tengah, Kec. Medan Suryani, (Sekretaris Dinas
Kota Medan
Petisah M.K.M. Kesehatan)
Jl. Dc Barito No. 3,
Chusnul Fanany PPID Pembantu
Kecamatan Suka Damai,
8. Sitorus, (Sekretaris Camat
Medan Polonia Kecamatan Medan
S.S.T.P. Medan Polonia)
Polonia
Status
No. Alamat Informan Keterangan
Permohonan
Permohonan
Permohonan Lika Monica ditujukan ke
9. Balikpapan
Selesai Daulay BPRD dan Dinas
Perhubungan
Permohonan
Permohonan Cholil Jibran
10. Medan ditujukan ke
Diproses Razif Hasibuan
BPRD
81

Permohonan
Permohonan Dear Martin
11. Medan ditujukan ke
Diproses Saragih
Dinas Kesehatan
Permohonan
Fatimah Siti ditujukan ke
12. Ditolak Jakarta
Hajar Dinas Koperasi
UMKM
Lembaga/
No. Alamat Informan Keterangan
Instansi
Jl. Bilal Ujung No. Komisioner,
Komisi Informasi Ramdeswati
13. 105, Pulo Brayan I, Kepada Divisi
Provsu Pohan, M.S.P.
Medan Timur Kelembagaan
No. Lembaga/Dinas Alamat Informan Keterangan
Laksamana
Inspektorat Kota Jl. Kapten Maulan Plt.Inspektur Kota
14. Putra Siregar,
Medan Lubis No. 2 Medan Medan
S.H., M.S.P.

4.3.1 Hasil Observasi Pastisipasi Pasif

Observasi partisipasi pasif dilakukan peneliti satu sampai dua kali di

beberapa OPD yang ada di Pemerintah Kota Medan sepanjang bulan Maret sampai

Juni 2021. Pada awalnya proses observasi dilakukan di Dinas Kominfo Kota Medan

lalu dilanjutkan ke beberapa OPD lain serta beberapa pemohon informasi setelah

surat izin penelitian dikeluarkan pada tanggal 24 Mei 2021, tepatnya sejak tanggal

31 Mei sampai 30 Juni 2021. Proses observasi awal yang dilakukan peneliti adalah

untuk melihat proses komunikasi dan interaksi antara organisasi PPID yang

berpusat di Dinas Kominfo Kota Medan serta tersebar di seluruh OPD Pemerintah

Kota Medan dengan pemohon informasi publik yang berasal dari berbagai daerah,

baik berupa interaksi langsung maupun komunikasi melalui SIP-PPID.

Selain itu, peneliti juga meminta arahan dan pendapat dari Kepala Dinas

Kominfo terkait OPD mana yang signifikan memberikan data terkait objek

penelitian yang sedang dikumpulkan oleh peneliti. Peneliti menetapkan setidaknya

ada lima hal yang menjadi objek pengamatan selama proses observasi berlangsung,

yaitu kondisi fisik tempat layanan informasi publik (desk information), pemohon
82

informasi yang datang langsung, keberadaan petugas informasi/admin PPID,

permohonan informasi yang masuk secara online, dan rekam jejak login pada SIP-

PPID, dan ditambah beberapa hal lain yang muncul atau dapat ditangkap oleh

peneliti selama proses observasi berlangsung.

4.3.1.1 Obervasi di Dinas Kominfo Kota Medan

Proses observasi pertama kali dilakukan peneliti di Dinas Kominfo Kota

Medan, yaitu pada hari Selasa tanggal 23 Maret 2021, diawali dengan mengamati

meja layanan informasi yang berada di bagian depan kantor Dinas Kominfo. Dari

pengamatan peneliti, meja layanan informasi terlihat sangat rapi, bersih dan

nyaman, serta dihadiri seorang petugas informasi yang siap melayani. Meja layanan

informasi ini digunakan untuk melayani permintaan informasi publik baik secara

tatap muka maupun online, tapi selama proses observasi berlangsung peneliti tidak

mendapati seorang pun pemohon informasi yang datang secara langsung, sehingga

meja layanan tersebut terlihat relatif sepi. Di tempat tersebut, peneliti melihat meja

layanan informasi telah dilengkapi dengan tulisan ‘Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi Pemerintah Kota Medan’ yang dijadikan sebagai latar dinding desk

information, tapi peneliti tidak mendapati banner, brosur ataupun papan

pengumuman yang berisi maklumat layanan PPID baik yang mencakup daftar

informasi publik maupun prosedur layanan informasi publik di Dinas Kominfo

Kota Medan.

Setelah berbincang-bincang dengan seorang petugas informasi, bernama

Sdri. Nazra, peneliti diperlihatkan formulir permohonan informasi dan formulir

pengajuan keberatan yang disimpan di dalam sebuah laci. Form ini digunakan untuk

memfasilitasi jika ada publik yang datang langsung untuk mendapatkan informasi
83

ataupun dokumentasi publik. Pemohon informasi akan diarahkan untuk mengisi

dan menandatangani form tersebut lalu petugas informasi akan memasukkan data

pada formulir ke SIP PPID Pemko Medan menggunakan komputer yang tersedia di

meja layanan informasi. Selain mengamati secara langsung, proses observasi juga

dilakukan peneliti melalui tanya jawab dengan seorang pegawai bernama Sdri.

Adelina, S.T. yang ditunjuk pimpinan OPD sebagai perwakilan Dinas Kominfo

dalam memberikan informasi. Penunjukan ini dikarenakan Sdri. Adelina pernah

aktif bertugas di bidang komunikasi publik hingga tahun 2019, sehingga melalui

Sdri Adelina peneliti dapat memperoleh beberapa dokumen berupa Keputusan Wali

Kota Medan tentang pembentukan PPID Pemko Medan dan panduan manual SIP-

PPID.

Proses observasi dilanjutkan sampai kedatangan peneliti yang kedua kalinya

ke Dinas Kominfo Kota Medan, yaitu pada hari Jumat tanggal 2 April 2021. Pada

proses obverasi kali ini, peneliti berkesempatan untuk mengakses admin SIP-PPID

sehingga dapat mengetahui jumlah data informasi publik yang tersedia berserta

jenis-jenisnya dan jumlah pemohon informasi yang masuk secara online beserta

status permohonannya. Kegiatan ini berlangsung di tempat layanan informasi (desk

information) melalui komputer milik petugas informasi, dimana Sdri. Adelina

meminta admin untuk memasukkan username dan password sebagai persyaratan

login, lalu peneliti diperbolehkan mengakses sistem dengan didampingi petugas

informasi hingga selelsai.

Proses observasi yang ketiga dilakukan peneliti pada hari Rabu tanggal 5

Mei 2021, di mana peneliti sudah mulai terbiasa dengan lokasi penelitian dan dapat

berbaur dengan pegawai lainnya. Ditambah Sdri. Adelina juga memperkenalkan


84

peneliti dengan seorang pegawai dari Bidang Komunikasi Publik bernama Sdri.

Syafrida, S.T., M.T. dan bersama Sdri. Syafida peneliti diajak mengamati proses

kerja di bidang komunikasi publik yang terletak di lantai dua gedung Dinas

Kominfo. Pada proses observasi ini, peneliti mencoba mengumpulkan bahan yang

diperlukan untuk perbaikan proposal penelitian yang telah dipresentasikan dalam

seminar kolokium dan peneliti pun diberikan dokumen laporan hasil pelaksanaan

layanan informasi publik di Pemko Medan tahun 2018 oleh Sdri. Syafrida.

Proses observasi selanjutnya merupakan observasi yang sudah memasuki

tahap penelitian lapangan, yaitu observasi keempat yang dilakukan peneliti hari

Selasa tanggal 25 Mei 2021. Peneliti datang menemui Sdri. Adelina untuk

mengembalikan beberapa dokumen yang telah dipinjamkan kepada peneliti dan

menyampaikan maksud untuk membuat jadwal wawancara dengan informan yaitu

Kepala Dinas Kominfo Kota Medan selaku PPID Utama. Setelah menanyakan

kesediaan para informan, akhirnya peneliti diberitahu agar menunggu konfirmasi

selanjutnya dari Sdri. Adelina, S.T. yang akan disampaikan melalui whatsapp dan

meminta peneliti menyampaikan daftar pertanyaan agar disampaikan kepada

informan.

4.3.1.2 Observasi di BKDPSDM Kota Medan

Proses observasi di BKDPSDM Kota Medan dilakukan peneliti pada hari

Rabu tanggal 2 Juni 2021 dengan mendatangi langsung kantor BKDPSDM dan

melakukan proses observasi selama satu harian kerja. Proses observasi dilakukan

peneliti salah satunya adalah untuk mengetahui kondisi fisik fasilitas layanan

informasi pubik yang dimiliki oleh BKDPSDM Kota Medan. BKDPSDM memiliki

loket pelayanan yang berada tepat di depan pintu masuk kantor, di mana loket
85

pelayanan tersebut sekaligus menjadi tempat layanan informasi publik (desk

information). Pada loket pelayanan tersebut terlihat beberapa pegawai yang siap

melayani para tamu secara tatap muka, akan tetapi di antara pegawai tersebut tidak

seorangpun yang merupakan petugas informasi atau admin PPID dan peneliti tidak

mendapati adanya banner, brosur ataupun papan pengumuman yang berisi

maklumat layanan PPID, baik mengenai daftar informasi publik maupun prosedur

layanan PPID di BKDPSDM Kota Medan. Selain itu, peneliti juga tidak mendapati

adanya fomulir permohonan informasi publik dan formulir pengajuan keberatan

yang berguna dalam proses pelayanan informasi publik sesuai dengan SOP layanan

PPID yang berlaku. Beberapa informasi publik dapat terlihat tersedia di bagian atas

loket, yaitu berupa persyaratan administrasi kepegawaian yang dikelompokkan

berdasarkan urusan masing-masing bidang di BKDPSDM Kota Medan.

Selama proses observasi berlangung, peneliti menemui beberapa pegawai

dari OPD lain yang datang untuk mendapatkan informasi maupun dokumentasi

publik yang belum tersedia sebelumnya. Tapi tidak satupun dari pemohon tersebut

yang diarahkan untuk menggunakan SIP-PPID sebagai sistem pelayanan informasi

publik, melainkan oleh PPID Pembantu diarahkan untuk menemui langsung pejabat

di bidang yang bersangkutan. Peneliti mendapati bahwa terdapat seorang pegawai

BKDPSDM yang telah ditunjuk sebagai admin/operator PPID, bernama Sdr.

Syaiful Anwar Nasution, S.E. Selain sebagai admin/operator PPID, pegawai

tersebut merupakan seorang Analis Disiplin yang bertugas sehari-hari sebagai

ajudan pimpinan. Sampai proses observasi di BKDPSDM berakhir, peneliti tidak

mendapati admin PPID melakukan proses login dan pemeriksaan ke dalam SIP-

PPID dan tidak pula mendapati PPID Pembantu melakukan evaluasi kepada admin
86

PPID dengan menanyakan keberadaan permohonan informasi yang masuk ke SIP-

PPID.

4.3.1.3 Observasi di BAPPEDA Kota Medan

Proses observasi di BAPPEDA Kota Medan dilakukan peneliti pertama-

tama dengan menjumpai seorang kasubbag umum bernama Sdri. Siti Khalija, SH

pada hari Kamis tanggal 3 Juni 2021. Ketika berada di kantor BAPPEDA, peneliti

langsung dapat mengamati keadaan front office BAPPEDA yang tidak disediakan

secara khusus sebagai tempat layanan informasi publik. Selain tidak terdapat ruang

tunggu bagi para tamu yang datang, front office BAPPEDA tidak dilengkapi dengan

petugas informasi atau admin PPID yang khusus melakukan pelayanan informasi

publik. Untuk memudahkan publik mengetahui tentang layanan PPID, peneliti tidak

mendapati adanya banner, brosur ataupun papan pengumuman yang berisi

maklumat layanan PPID, baik mengenai daftar informasi publik maupun prosedur

layanan PPID di BAPPEDA Kota Medan. Selain itu, peneliti juga tidak mendapati

adanya formulir permohonan informasi publik dan formulir pengajuan keberatan

yang merupakan bagian SOP layanan PPID untuk mengakomodir jika ada pemohon

informasi yang datang secara langsung.

Di kantor BAPPEDA peneliti tidak dapat melakukan proses observasi yang

panjang, oleh karena itu peneliti berusaha melengkapi temuan observasi dengan

bertanya langsung kepada admin PPID di BAPPEDA, bernama Sdr. Suluh Aulia

Harahap, S.IP, M.A.P. yang juga menjabat sebagai Penyusun Program, Anggaran

dan Pelaporan. Dari Sdr. Suluh, peneliti mendapat informasi bahwa belum pernah

ada publik yang datang untuk meminta informasi publik secara langsung ke PPID

di BAPPEDA. Peneliti juga mendapati keterangan bahwa admin PPID tidak secara
87

aktif melakukan proses login dan pemeriksaan ke dalam SIP-PPID dikarenakan

kesibukannya dalam menyelesaikan tugas utamanya sehari-hari, sehingga admin

juga jarang melaporkan permohonan informasi yang masuk kepada PPID di

BAPPEDA Kota Medan.

4.3.1.4 Observasi di Dinas Ketenagakerjaan Kota Medan

Proses observasi di Dinas Ketenagakerjaan Kota Medan dilakukan peneliti

pada hari Senin tanggal 7 Juni 2021, diawali dengan mengamati kondisi fisik kantor

Dinas Ketenagakerjaan yang terdiri dari dua bangunan gedung yang terpisah.

Gedung utama merupakan tempat pimpinan OPD dan para pegawai berkantor,

sedangkan gedung kedua digunakan sebagai tempat khusus pelayanan urusan

ketenagakerjaan, termasuk layanan informasi publik dan pengaduan masyarakat. Di

tempat tersebut, terdapat beberapa pegawai serta pejabat fungsional yang siap

melayani para pengunjung dilengkapi dengan ruang tunggu yang tertata dengan

baik, tapi peneliti tidak mendapati kehadiran petugas informasi atau admin PPID

yang berjaga khusus sebagai pengelola layanan informasi publik.

Di gedung pelayanan tersebut peneliti mendapati beberapa banner yang

berisi informasi terkait pelayanan ketenagakerjaan, tapi tidak mendapati adanya

banner, brosur maupun papan pengumuman yang secara khusus memberikan

maklumat tentang layanan PPID, baik mengenai daftar informasi publik maupun

prosedur layanan PPID di Dinas Ketenagakerjaan Kota Medan. Selanjutnya,

peneliti juga tidak dapat menemukan formulir permohonan informasi publik dan

formulir pengajuan keberatan yang seharusnya tersedia sesuai dengan aturan

mekanisme layanan PPID yang berlaku. Selama proses observasi belangsung,

peneliti tidak melihat seorangpun yang datang untuk mengajukan permohonan


88

informasi publik ke PPID Dinas Ketenagakerjaan serta tidak pula berhasil menemui

admin PPID Dinas Ketenagakerjaan, sehingga tidak pula mendapati data terkait

interaksi yang dilakukan admin PPID dengan SIP-PPID.

4.3.1.5 Observasi di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Medan

Proses observasi pertama di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Medan

berlangsung pada hari Selasa tanggal 8 Juni 2021 yang dilakukan peneliti dengan

berkunjung ke kantor tersebut sebagai publik yang hendak mengajukan

permohonan informasi dan dokumentasi publik. Peneliti mendapati Dinas

Perpustakaan dan Kearsipan telah menyediakan tempat layanan informasi (desk

information) bagi pengunjung yang datang, namun di antara petugas yang ada tidak

terdapat seorang pun petugas informasi atau admin PPID yang secara khusus

bertugas sebagai pengelola layanan informasi publik. Peneliti juga tidak mendapati

adanya banner, brosur ataupun papan pengumuman yang berisi maklumat layanan

PPID, baik mengenai daftar informasi publik maupun prosedur layanan PPID di

Dinas Perputakaan dan Kerasipan Kota Medan. Selain itu, peneliti juga tidak

mendapati adanya form permohonan informasi publik dan form pengajuan

keberatan yang seharusnya tersedia untuk melayani publik jika ada pemohon

informasi yang datang secara langsung sesuai dengan SOP layanan PPID yang

berlaku.

Peneliti melakukan proses observasi kedua di Dinas Perpustakaan dan

kearsipan pada hari Rabu tanggal 9 Juni 2021, di mana selama proses observasi

berlangsung, peneliti tidak menemuai adanya pengunjung lain yang datang untuk

mengajukan permohonan informasi atau dokumentasi publik ke PPID Dinas

Perpustakaan dan Kearsipan. Untuk melengkapi hasil temuan observasi, akhirnya


89

peneliti berusaha berjumpa dengan admin PPID di kantor tersebut, bernama Sdri.

Suwanti, A.Md untuk menanyakan langsung terkait keaktifannya berinteraksi

dengan SIP-PPID yang diakuinya jarang dilakukan dikarenakan banyaknya tugas

utama lain yang harus diselesaikan. Lebih lanjut Sdri. Suwanti menyatakan bahwa

belum pernah ada publik yang datang baik secara langsung maupun melalui SIP-

PPID untuk meminta informasi atau dokumentasi publik ke PPID Dinas

Perpustakaan dan Kearsipan.

Sdri. Suwanti memberikan keterangan bahwa kebiasaannya publik lebih

sering mengajukan permintaan informasi atau data ke Dinas Perpustakaan dan

Kearsipan melalui e-mail yang kemudian akan dilayani hingga selesai melalui

interaksi menggunkan e-mail tersebut. Keterangan tersebut ia ketahui sendiri

karena selain sebagai admin PPID ia juga merupakan operator e-mail kantor Dinas

Perpustakaan dan Kearsipan. Sebagai admin PPID, Sdri. Suwanti mengaku tidak

sempat untuk mengarahkan publik agar menggunakan SIP-PPID dikarenakan

banyaknya sistem yang ia-nya juga merupakan admin pada sistem-sistem tersebut,

seperti LAPOR, Medan Rumah Kita, Medan Satu Data dan lain sebagainya.

4.3.1.6 Observasi di Dinas Sosial Kota Medan

Peneliti melakukan proses observasi di Dinas Sosial Kota Medan pada hari

Jumat tanggal 11 Juni 2021 dengan cara mendatangi kantor tersebut untuk

melakukan pengamatan terhadap fasilitas layanan informasi publik yang dimiliki

oleh Dinas Sosial Kota Medan. Peneliti langsung dapat mengamati bahwa di kantor

Dinas Sosial terdapat loket pelayanan yang dapat dijumpai seteleh memasuki pintu

masuk di sertai beberapa bangku sebagai tempat menunggu para pengunjung yang

ingin mendapatkan pelayanan di Dinas Sosial. Di tempat tersebut, peneliti tidak


90

mendapati adanya banner, brosur maupun papan pengeumuman yang berisi

maklumat layanan PPID, baik mengenai daftar informasi publik maupun prosedur

layanan PPID di Dinas Sosial Kota Medan. Selain itu peneliti juga tidak mendapati

adanya formulir permohonan informasi publik dan formulir pengajuan keberatan

yang tersedia sebagai bagian dari prosedur layanan PPID untuk melayani jika ada

publik yang datang secara langsung.

Pada proses observasi di Dinas Sosial, peneliti dapat berjumpa dengan

admin PPID di kantor tersebut yang juga menjabat sebagai kasubbag umum Dinas

Sosial bernama Sdr. Rudi Ripianto, S.H. Melalui keterangannya, Sdr. Rudi dalam

satu bulan terkahir cukup aktif melakukan proses login dan pemeriksaan ke dalam

SIP-PPID hingga menemukan adanya permohonan informasi yang masuk pada

tanggal 17 April 2020. Setelah dilaporkan kepada PPID di Dinas Sosial akhirya

permohonan tersebut telah direspon pada tanggal 5 Mei 2021 dan status

permohonan hingga kini masih ‘diproses’ kerena belum divalidasi oleh Dinas

Kominfo. Selama proses observasi berlangsung, peneliti mengamati cukup banyak

pengunjung yang datang untuk medapatkan informasi publik terkait persyaratan

adminitrasi mendapatakan bantuan, yang sebagian besar dilayani secara langsung

melalui tatap muka oleh pegawai yang bertugas di loket pelayanan.

4.3.1.7 Observasi di Dinas Kesehatan Kota Medan

Proses observasi di Dinas Kesehatan Kota Medan dilakukan peneliti pada

hari Jumat tanggal 25 Juni 2021, diawali dengan mengamati kondisi fisik kantor

Dinas Kesehatan yang terdiri dari beberapa bangunan gedung yang terpisah.

Gedung utama merupakan tempat pimpinan OPD dan para pegawai berkantor,

sedangkan gedung lainnya digunakan sebagai tempat-tempat pelayanan khusus


91

urusan Dinas Kesehatan. Tempat pelayanan informasi yang biasanya berada di

Sekretariat Dinas ada di gedung utama, maka peneliti mendatangi langsung gedung

tersebut dan mulai mengamati keadaan fisik fasilitas layanan informasi yang

dimiliki oleh Dinas Kesehatan.

Peneliti mendapati Dinas Kesehatan telah menyediakan loket pelayanan

yang berada tepat di depan pintu masuk gedung Sekretariat Dinas Kesehatan, di

mana loket pelayanan tersebut sekaligus menjadi tempat pelayanan informasi

publik (desk information). Tampak terlihat di tempat tersebut seorang pegawai yang

siap melayani para pengunjung yang datang, tapi peneliti tidak mendapati adanya

petugas informasi atau admin PPID yang khusus melakukan pelyananan sebagai

pengelola layanan informasi publik. Ditempat tersebut juga tidak terlihat adanya

banner, brosur maupun papan pengumuman yang berisi maklumat tentang layanan

PPID, baik mengenai daftar informasi publik maupun prosedur layanan PPID di

Dinas Kesehatan Kota Medan. Selanjutnya, peneliti juga tidak dapat menemukan

formulir permohonan informasi publik dan formulir pengajuan keberatan yang

seharusnya tersedia sesuai dengan aturan mekanisme layanan PPID yang berlaku

Selama proses observasi belangsung, peneliti tidak melihat seorangpun

yang datang untuk mengajukan permohonan informasi publik ke PPID Dinas

Kesehatan, namun peneliti berhasil menemui admin PPID Dinas Kesehatan,

bernama Sdr. Cornelius Putra Lase, S.Kom. Dari Sdr. Lase peneliti mendapati

keterangan bahwa di Dinas Kesehatan banyak permintaan informasi publik, baik

yang berasal dari LSM maupun publik perorangan, di mana permintaan informasi

dari LSM biasanya datang melalui surat, sedangkan permintaan informasi dari

invividu perorangan melalui SIP-PPID yang rata-rata mereka adalah mahasiswa


92

yang sedang melakukan penelitian. Sdr. Lase mengakui bahwa di tahun 2020 ini

sudah tidak aktif lagi melakukan proses login dan pemeriksaan ke dalam SIP-PPID

dikarenakan ia merasa sudah tidak ada lagi evaluasi, baik dari Dinas Kominfo

maupun dari atasannya sendiri yaitu PPID Pembantu di Dinas Kesehatan, sehingga

ia merasa tidak ada bimbingan, bahkan ia sempat merasa ragu apakah ia masih

sebagai admin PPID atau tidak karena tidak pernah ada Surat Keputusan yang

menyatakan dirinya sebagai admin PPID di Dinas Kesehatan.

4.3.1.8 Observasi di Kantor Camat Medan Polonia

Proses observasi di Kantor Camat Polonia dilakukan peneliti pada hari

Kamis, 15 Juli 2021 dengan berkunjung langsung ke kantor tersebut dan melakukan

pengamatan terhadap kondisi fisik fasilitas layanan informasi pubik yang ada.

Peneliti mendapati bahwa Kantor Camat Medan Polonia telah menyediakan loket

pelayanan yang berada tepat di depan pintu masuk kantor, di mana loket pelayanan

tersebut sekaligus menjadi tempat layanan informasi publik (desk information).

Pada loket pelayanan tersebut terlihat beberapa pegawai yang siap melayani setiap

masyarakat yang datang, tapi di antara pegawai tersebut tidak seorangpun yang

merupakan petugas informasi atau admin PPID yang bertugas khusus sebagai

pengelola layanan informasi publik.

Di tempat tersebut, peneliti melihat beberapa informasi berupa persyaratan

administrasi bagi masyarakat, tidak dapat menjumpai adanya banner, brosur

maupun papan pengumuman yang berisi maklumat layanan PPID, baik mengenai

daftar informasi publik maupun prosedur layanan PPID di Kantor Camat Medan

Baru. Selain itu, peneliti juga tidak mendapati adanya fomulir permohonan
93

informasi publik dan formulir pengajuan keberatan yang berguna dalam proses

pelayanan informasi publik sesuai dengan SOP layanan PPID yang berlaku.

4.3.2 Hasil Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam dilakukan peneliti untuk menggali informasi

sebanyak-banyaknya terkait pengetahuan, pengalaman, persepsi, dan pandangan

yang dimiliki informan selama menjalankan aktivitasnya dalam melaksanakan

pengelolaan layanan informasi dan dokumentasi publik hingga membentuk suatu

proses komunikasi organisasi PPID Pemerintah Kota Medan dalam pelaksanaan

keterbukaan informasi publik. Untuk memperlancar proses wawancara, peneliti

telah mempersiapkan pedoman wawancara yang berisi daftar pertanyaan

sebelumnya dan pada proses wawancara peneliti juga akan berusaha sedapat

mungkin mengumpulkan data-data komunikasi nonverbal yang disampaikan

informan melalui gestur atau bahasa tubuh dan intonasi nada suara ketika menjawab

pertanyaan.

4.3.2.1 Informan 1

Sesuai jadwal yang telah diberitahu kepada peneliti untuk melakukan

wawancara dengan Kepala Dinas Kominfo Kota Medan, Bapak Zain Noval,

S.S.T.P., M.A.P., maka peneliti datang pada hari Senin tanggal 31 Mei 2021 dan

tiba di lokasi pukul 14.00 WIB. Proses wawancara berlangsung di ruang rapat Dinas

Kominfo yang berada di lantai satu gedung kantor tersebut serta didampingi juga

oleh Sdri. Adelina, S.T. yang sebelumnya telah banyak berinterkasi dan

memberikan informasi kepada peneliti. Berdasarkan struktur organisasi PPID

Pemerintah Kota Medan dalam Keputusan Wali Kota Medan Nomor

800/255.K/V/2019 tentang Pengelola Layanan Informasi dan Dokumentasi Publik


94

Pemerintah Kota Medan Tahun Anggaran 2019, Bapak Zain Noval, S.S.T.P.,

M.A.P. merupakan PPID Utama Pemerintah Kota Medan yang tugas dan fungsinya

melekat pada jabatannya sebagai Kepala Dinas Kominfo Kota Medan.

Proses wawancara dimulai dengan pembicaraan dari peneliti yang

mendeskripsikan secara ringkas terkait latar belakang penelitian yang sedang

peneliti lakukan kepada informan dan dilanjutkan dengan memberikan pertanyaan

awal tentang latar belakang pengalaman kerja informan sebagai PPID Utama.

Berikut penjelasan informan:

Saya menjabat sebagai PPID Utama kira-kira sejak akhir tahun


2017. Waktu saya menjabat itu, posisinya struktur PPID sudah
terbentuk, namun belum ada kegiatan yang dilakukan. Untuk itulah,
kemudian saya buatkan forum koordinasinya melalui whatsapp
group, lalu kita buat SK Wali Kota tentang SOP-nya tahun itu juga.
Kemudian di awal tahun 2018 muncul Permendagri 3/2017 tentang
implementasi PPID di Pemerintah Daerah, nah disitulah kita mulai
pakai SIP-PPID. Terus kita buat sosialisasi dan bimtek tahun 2018.
Lalu tahun 2019 kita mulai buat struktur PLID (Pengelola Layanan
Informasi dan Dokumentasi) per tahun anggaran melalui SK Wali
Kota, maksudnya supaya kegiatan-kegiatan PPID dapat terencana
dengan baik dan tidak tumpang tindih dengan kegiatan lainnya.
Sebenarnya masih banyak yang harus dilakukan tentang PPID ini,
tapi 2020 kan tiba-tiba Covid jadi harus refocusing anggaran dan
kegiatan PPID harus berhenti dulu untuk sementara.

Untuk mengetahui rencana kegiatan yang belum dapat dilakukan

dikarenakan adanya hambatan refocusing anggaran, peneliti lalu menanyakan

kepada informan tentang penjelasan kegiatan-kegiatan yang tidak dapat dilakukan

tersebut, berikut penjelasannya:

Di antaranya untuk penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang


masih sangat minim di OPD-OPD, tapi yang utamanya adalah uji
konsekuensi informasi yang dikecualikan. Kegiatan ini sangat
diperlukan sebagai dasar kita untuk memilah mana informasi yang
tidak dapat diberikan kepada publik. Tapi memang, untuk
melakukan ini pun prosesnya harus bertahap. Pertama-tama PPID
maupun pejabat publik di OPD seharusnya sudah memahami apa
yang dimaksud dengan istilah-istilah apa itu keterbukaan informasi
95

publik, apa itu badan publik, apa itu publik, apa itu hak dan
kewajiban badan publik dan publik tu sendiri, apa itu tugas dan
kewenangan PPID, dan juga apa itu informasi publik dan informasi
yang dikecualikan menurut UU KIP. Untuk itulah kita buat
sosialisasi kemarin supaya PPID paham dulu tentang jenis-jenis
informasi publik dan harapannya PPID bisa mensosialisasikannya di
OPD masing-masing. Kalau sudah banyak pejabat publik yang
mengenal dan memahami tentang istilah-istilah yang saya sebutkan
tadi, baru uji konsekuensi ini bisa kita jalankan. Selain itu dukungan
anggaran juga penting karena harus melibatkan banyak OPD
termasuk tim pertimbangan pelayanan informasi publik dalam
melakukan uji konsekuensi. Tapi sayangnya, sosialisasi yang kita
selenggarakan pun banyak tidak dihadiri langsung oleh PPID
Pembantu dari OPD, justru sebagian besar diwakilkan oleh bawahan
atau stafnya masing-masing.

Perihal fenomena banyaknya PPID Pembantu yang tidak menghadiri

langsung kegiatan sosialisasi yang diselenggarakan oleh Dinas Kominfo tersebut,

peneliti menanyakan pandangan informan terkait alasan dibalik perilaku PPID

Pembantu tersebut yang disampaikan informan dengan mengatakan, “Ya itu kalau

menurut saya tergantung pribadinya masing-masing. Kalau alasannya sibuk,

menurut saya mengingat pentingnya amanat UU KIP ini, yaa tidak bisa dijadikan

alasan.” Peneliti lalu menanyakan tentang dampak dari tidak dihadirinya kegiatan

sosialisasi oleh PPID Pembantu secara langsung tersebut terhadap aktivitas PPID

Pemerintah Kota Medan berikutnya. Berikut pernyataan yang disampaikan

informan:

Jadi sosialisasi itu kan kita buat dengan tujuan untuk mendapatkan
kesamaan pandangan di antara semua PPID sebagai pengelola
layanan informasi publik di Pemko Medan ini dan di sanalah
kesempatan kita menjelaskan tentang beberapa aturan yakni UU
KIP, Permendagri nomor 3 itu, lalu PERKI dan juga tentang
rencana-rencana selanjutnya yang ingin kita wujudkan seperti
pembentukan Pengelola Layaanan Informasi dan Dokumentasi
(PLID) dan Daftar Informasi dan Dokumentasi Publik (DIDP) di
masing-masing OPD dan penguatan PLID tersebut dalam
melakukan pengelolaan ketersediaan dan keterbukaan informasi
publik. Jadi jelas memang pasti tidak sampailah pemahaman dan
persamaan pandangan itu. Tapi kalau ada yang bilang PPID
96

Pembantu masih ada yang ga paham melaksanakan tugasnya karena


kurang sosialiasasi, saya jelas kurang setuju. Adinda tau sendiri kan
kalau mau buat sosialisasi pakai anggaran, jadi ga bisa suka-suka
kita mau buat sosialiasai terus-terusan. Menurut saya itu berarti
terpulang ke orangnya lagi, kalau mau peduli pasti bisa juga
dipelajari secara mandiri atau kalau ada persoalan dapat juga
berkoordinasi dengan kita di sini (Dinas Kominfo).

Mengingat PPID Pemerintah telah mendapatkan anugerah keterbukaan

informasi publik serta respon kepuasan masyarakat yang cukup tinggi di SIP-PPID,

untuk itu peneliti menanyakan pendapat informan bagaimana hal tersebut dapat

terjadi, dan berikut penjelasan informan:

Untuk anugerah keterbukan informasi publik itu memang nyatanya


kita memenuhi kriteria atau indikator penilaiannya sehingga
mendapatkan skor yang baik, seperti telah ditetapkan struktur dan
kelembagaan PPID melalui SK Wali Kota, telah tersedianya desk
information dan formulir permohonan manual seperti yang Adinda
bisa lihat di depan (lobi depan kantor Dinas Kominfo), lalu
ketersediaan informasi publik walaupun masih didominasi informasi
yang sifatnya berkala ya, seperti Renstra, Renja, PK, IKU dan LKj,
ee… lalu kita juga sudah mendayagunakan SIP-PPID. Kalau untuk
indeks kepuasan masyarakat yang cukup tinggi di SIP-PPID itu,
yaa.. berarti publik cukup puas dengan ketersediaan informasi publik
yang ada dan juga mungkin puas terhadap respon atau pelayanan
yang diberikan oleh PPID Pemerintah Kota Medan. Bahkan sebagai
upaya dan strategi untuk menjaga keaktifan PPID ini, saya membuat
surat dinas setiap tahunnya, sejak tahun 2019 yang ditujukan kepada
seluruh pimpinan OPD perihal permintaan nama-nama admin PPID
dan PPID Pembantu mengingat pergantian personil dapat saja
berganti akibat adanya rotasi, mutasi ataupun promosi pejabat
maupun pegawai.

Dikarenakan peneliti mendapati data bahwa sebenarnya masih banyak OPD

di Pemerintah Kota Medan yang tidak menyediakan informasi publik sesuai dengan

kategori yang disebutkan dalam UU KIP, maka peneliti meminta penjelasan

informan terkait gejala minimnya ketersediaan informasi tersebut. Berikut

penjelasan yang disampaikan informan:

Kalau di Dinas Kominfo sendiri saya kira sudah cukup memadai ya.
Memang dapat dilihat masih banyak OPD yang tidak melakukan hal
97

yang sama. Ya itu artinya belum ada kesadaran dari OPD untuk
melakukan kewajiban tersebut, dan bisa jadi ini akibat dari tidak
dihadirinya sosialiasai PPID seperti yang sudah kita bicarakan
sebelumnya. Padahal PPID Pembantu-lah yang kita harapkan
nantinya menyampaikan kepada pimpinan di OPD-nya masing-
masing untuk melakukan tindakan-tindakan nyata berikutnya yang
diperlukan, terutamanya seperti persoalan yang Adinda sampaikan
tadi, yaitu tentang ketersediaan informasi publik, bahkan seharusnya
setiap OPD sudah harus menyusun daftar informasi publiknya
masing-masing. Itulah yang belum terwujud hingga kini, dan
sekarang keadaannya makin diperparah dengan adanya Covid 19 ini,
saya juga sebagai PPID Utama terkendala untuk merencanakan
kegiatan-kegiatan PPID, sehingga keadaannya sekarang bisa
dibilang masih tertunda, sedangkan keaktifan PPID ini baru berjalan
sejak tahun 2017 itu. Di sinilah dapat pula saya sampaikan bahwa
komitmen pimpinan sangat diperlukan, bukan hanya dukungan
anggaran, tapi juga dukungan gagasan dan sikap yang jelas untuk
menjalankan keterbukaan informasi publik ini. Selama ini kita masih
mengalami kendala dengan keadaan SDM kita, baik dari tingkat
pejabat maupun pegawai. Tidak adanya sinyal untuk merubah
budaya tertutup menjadi budaya transparan dari pimpinan tentu ini
akan tantangan tersendiri bagi PPID. Namun begitu, sekali lagi saya
katakan itu semua terpulang kepada pribadi pejabat publik ataupun
PPID Pembantu di masing-masing OPD, karena sebenarnya kan
aturannya sudah jelas dan Dinas Kominfo sebagai pemandu urusan
keterbukaan informasi publik sudah merasa cukup memfasilitasi
OPD dan siap membantu jika PPID Pembantu di OPD
memerlukannya. Saya saja untuk buat desk information di sini
(Dinas Kominfo) itu tidak ada anggarannya, tapi ya itu kan harus
dibuat, makanya saya cari cara gimana caranya supaya bisa.
Akhirnya saya koordinasi dengan Dinas Perkim untuk dibuatkan.
Nah, kalau kita ga mau coba koordinasi kan ga tau bisa atau ga.
Begitulah seharusnya para pejabat ini, harusnya mau berusaha,
jangan langsung nyerah dengan keterbatasan yang ada.

Melanjutkan wawancara, peneliti menanyakan pendapat informan tentang

penggunaan media sosial bagi PPID dalam melaksanakan keterbukaan informasi

publik, berikut informan memberikan pendapatnya:

Kalau menurut saya penggunaan media sosial ini bisa menjadi


tambahan saja, tapi yang utamanya tetap menggunakan SIP-PPID
atau secara tatap muka sesuai dengan SOP yang diatur dari
Kemendagri. Kalau media sosial ini kan masih belum jelas
aturannya, siapa aja bebas bicara di sana, entah itu benar atau salah.
Saya sendiri belum berinisiatif menggunakan media sosial karena
98

menganggap masih perlu merubah budaya transparansi di dalam


organisasi.

Mengakhiri wawancara dengan informan, peneliti menanyakan bagaimana

pendapat dan pandangan informan terkait proses interaksi atau komunikasi yang

dialaminya selama menjadi PPID Utama dan berhubungan dengan PPID Pembantu

ataupun publik internal dan publik eksternal dalam pelaksanaan keterbukaan

informasi publik. Berikut pernyataan yang disampaikan informan:

Eee… kalau interaksi dengan PPID Pembantu tentunya terjadi


melalui pertemuan-pertemuan dalam kegiatan seperti sosialisasi atau
rapat. Bahkan memungkinkan juga melalui whatsapp group. Saya
sebagai PPID Utama dan Kepala Dinas Kominfo tentu melakukan
peran-peran saya semaksimal mungkin yang bisa saya lakukan
dengan sumber daya yang ada. Kalau dengan publik internal maupun
eksternal sebenarnya saya tidak berhubungan langsung karena PPID
Pembantu-lah yang berhadapan, makanya saya bilang sekali lagi,
akibat kurang maksimalnya sosialisasi akibat kurangnya kesadaran
PPID Pembantu untuk hadir telah menyebabkan beberapa persoalan
berikutnya berkaitan interkasi dengan publik internal dan eksternal.
Namun, kalau boleh saya beropini, UU KIP Nomor 14 Tahun 2008
ini kan merupakan penjelasan tentang aturan mengenai bagaimana
kita melaksanakan atau mengimplementasikan keterbukaan
informasi publik. Saat ini sudah zamannya pejabat publik tidak lagi
bersifat tertutup, masyarakat sudah semakin kritis dan kita sebagai
badan publik harus mampu memenuhi kebutuhan informasi
masyarakat, sepanjang sesuai dengan aturan yang ada. Jadi, UU KIP
ini merupakan aturan kita bersama untuk menyelenggarakan iklim
keterbukaan informasi, baik dari pihak badan publik maupun
masyarakat. Jadi ingat ya, bukan hanya badan publik tapi aturan
untuk masyarakat juga. Bukan hanya badan publik saja yang
diwajibkan untuk menyediakan informasi tapi masyarakat sebagai
publik juga diatur persayaratannya untuk mendapatkan informasi.
Konsekuensinya, masing-masing pihak harus mempunyai kesadaran
yang baik untuk menaati aturan yang ada, supaya semuanya bisa
berjalan baik. Nah, dalam hal ini, persoalannya ada pada budaya
masyarakat kita juga yang tidak suka membaca, sehingga sering
sekali kekurangan literasi, termasuklah dalam penguasaan UU KIP
ini. Jadi, kadang taunya mereka minta haknya saja untuk dapat
informasi, tapi mereka lupa persyaratannya, misalnya tujuannya
untuk apa, dari mana, dan lain-lain. Nah, ini juga yang sering jadi
masalah.
99

Berdasarkan informasi dan keterangan yang sudah diberikan informan

kepada peneliti, maka peneliti merasa data yang dikumpulkan sudah cukup sesuai

dengan kebutuhan yang diperlukan dalam penelitian. Peneliti mengakhiri

wawancara dan tidak lupa meminta izin kepada informan agar bersedia hasil

wawancara dapat peneliti masukkan ke dalam penulisan tesis. Lalu informan

menyatakan kesediaannya dengan menandatangani surat pernyataan informan yang

sudah peneliti persiapkan sebelumnya. Akhirnya peneliti pamit dengan

mengucapkan salam serta terima kasih kepada informan.

4.3.2.2 Informan 2

Peneliti melanjutkan proses wawancara di BKDPSM Kota Medan dengan

seorang informan bernama Bapak Baginda P. Siregar, S.S.T.P., M.Si. yang telah

menjabat sebagai PPID Pembantu sejak tahun 2018. Wawancara dilakukan peneliti

tanpa membuat jadwal dengan informan terlebih dahulu pada hari Jumat tanggal 4

Juni 2021 sekitar pukul 16.30 WIB. Pembicaraan dengan informan diawali oleh

peneliti dengan menjelaskan secara ringkas latar belakang dari penelitian yang

sedang dilakukan, setelah itu peneliti mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan

menemukan beberapa keterangan awal, bahwa informan telah mengetahui adanya

struktur dan SOP PPID yang telah di atur dalam suatu Keputusan Wali Kota, bahkan

sudah pernah membacanya. Namun begitu, informan merasakan bahwa

pembicaraan mengenai PPID saat ini sudah jarang, tidak seperti tahun 2018/2019

yang kemudian dipersepsi informan sebagai penurunan sosialisasi dan evaluasi dari

Dinas Kominfo.

Temuan wawancara berikutnya memberikan informasi kepada peneliti

bahwa informan sebagai PPID Pembantu tidak menghadiri sosialisasi PPID yang
100

pernah diselenggarakan oleh Dinas Kominfo yang disampaikan informan dengan

mengatakan “Tidak memang, karena ada kesibukan lain waktu itu, jadi diwakilkan

oleh Syaiful dan Yongkie.” Lalu peneliti menanyakan tentang peran-peran dan

tindakan-tindakan yang telah dilakukan informan sebagai PPID Pembantu, yang

kemudian dijawab secara rigkas oleh informan, “Intinya memberikan informasi

yang diminta masyarakat sepanjang informasi tersebut sesuai dengan ketentuan.”

Dari jawaban singkat informan tesebut, peneliti kemudian menanyakan tentang

urgensi untuk mensosialisaikan UU KIP, Permendagri 3/2017 dan PERKI 1/2010

kepada publik internal di OPD serta pembentukan PLID dan DIDP sebagaimana

yang disampaikan oleh informan PPID Utama sebagai peran dan tindakan yang

perlu dilakukan PPID Pemerintah Kota Medan. Berikut penjelasan informan:

Tidak ada seperti itu (PLID), yang ada hanya admin PPID dan PPID
Pembantu seperti yang dimintakan Dinas Kominfo setiap tahunnya.
Kalau soal DIDP kurang tau juga kita, karena sosialisasi dari Dinas
Kominfo tidak ada mengenai itu. Saya kira Dinas Kominfo perlu
meningkatkan sosialisasi tentang PPID ini agar kita juga bisa
mensosialisasikan kepada publik internal di OPD.

Untuk menggali informasi lebih dalam lagi, peneliti menanyakan tentang

keaktifan informan dalam berkoordinasi dengan Dinas Kominfo ataupun PPID

Utama, baik secara langsung maupun melalui group whatsapp yang telah tersedia.

Berikut penjelasan informan:

Belum pernah memang, tapi itu juga karena di BKDPSDM sendiri


belum pernah ada permohonan informasi yang masuk melalui SIP-
PPID. Sedangkan untuk permintaan informasi secara langsung
biasanya kita arahkan kepada bidangnya masing-masing dan hingga
saat ini belum ada kendala yang berarti sebab kebanyakan informasi
yang dimintakan seputar urusan administrasi kepegawaian, maka
sudah sangat terbantu dengan adanya SIMPEG (Sistem Informasi
Kepegawaian).
101

Namun, ketika peneliti menanyakan mengapa BKDPSDM tidak

menyediakan informasi publik sesuai dengan kategori yang disebutkan dalam UU

KIP secara lengkap, berikut penjelasan informan:

Sebenarnya kita aktif mempublikasikan informasi di website


BKDPSDM, initnya kita semaksimal mungkin menyediakan
informasi publik yang kita miliki. Mungkin karena ga pernah
dibicarakan lagi PPID ini, kita juga jadinya kurang tau tentang
kategori-kategori informasi apa saja yang seharusnya ada. Kalau
Dinas Kominfo ada arahan pasti dilaksanakan.

Selanjutnya peneliti menanyakan alasan mengapa BKDPSD tidak aktif

menyediakan informasi publik di SIP-PPID justu lebih aktif di website, berikut

jawaban informan:

Kalau di SIP-PPID memang tidak karena SIP-PPID pun kurang


dikenal publik. Lagian udah banyak kali sistem-sistem yang sejenis,
seperti ada LAPOR, MRK (Medan Rumah Kita), Medan Satu Data,
SIPD (Sistem Informasi Pemerintah Daerah), belum lagi mau ada
SDI (Satu Data Indonesia). Jadi nambah-namabahin beban kerja aja
sebenarnya, seharusnya kan dibuat terpadu sehingga kita pun ga
tumpang tindih kerjanya.

Berdasarkan keterangan informan yang cenderung aktif menggunakan

website sebagai media informasi publik, maka peneliti menanyakan bagaimana

mekanisme permintaan informasi yang terjadi, mengingat website berbeda dengan

SIP-PPID yang memang dirancang sebagai media permintaan dan pemberian

informasi yang memungkinkan komunikasi dua arah sesuai dengan mekanisme

dalam UU KIP. Berikut penjelasan informan:

Ooo kalau permintaan informasi biasanya memang datang langsung,


jadi kalau informasi yang diperlukan tidak ada di website, maka
biasanya si pemohon datang langsung. Kita juga lebih cenderung
untuk melayani secara langsung, supaya kita bisa menilai keseriusan
pemohon. Publik ini ga semua juga yang tujuannya lurus-lurus aja,
sebagian dari mereka ada juga yang memanfaatkan hadirnya UU
KIP ini untuk cari-cari kesalahan badan pulik, makanya harus hati-
hati juga.
102

Terakhir, peneliti menyakan bagaimanakah proses respon yang diberikan

informan dalam melayani permohonan informasi, apakah memenuhi batas waktu

pemberian informasi yang telah ditentukan sesuai dengan UU KIP, yaitu 10 hari

dan dapat diperpanjang selama 7 hari. Menanggapi pertanyaan tersebut, informan

mengatakan “Kalau itu tergantung jenis permintaan informasinya ya, tapi initnya

kita pasti tetap berikan kalaupun data yang diminta memerlukan waktu yang cukup

lama dan kita pasti beritahukan keadaan yang sebenarnya kepada pemohon.”

Berikutnya, informan memberikan pandangannya terkait proses interkasi dan

komunikasi yang dialami selama menjadi PPID Pembantu, yaitu bahwa PPID

Pemerintah Kota Medan belum banyak dikenal oleh publik, sehingga perlu kiranya

Dinas Kominfo meningkatkan kepopuleran PPID Pemerintah Kota, salah satunya

dengan menyediakan sarana dna prasaran di OPD, seperti penyediaan banner,

brosur dan papan pengumuman yang berisikan maklumat tentang PPID.

Selanjutnya, disebabkan peneliti merasa sudah cukup mengumpulkan data, maka

peneliti mengakhiri wawancara dengan meminta kesediaan informan untuk

menandatangani surat pernyataan sebagai informan yang artinya informan tidak

keberatan hasil wawancara dituliskan ke dalam tesis peneliti.

4.3.2.3 Informan 3

Proses wawancara berlanjut dengan seorang informan bernama Bapak M.

Syafruddin, M.Si., yaitu PPID Pembantu di BAPPEDA sejak tahun 2018.

Sebelumnya, merujuk kepada riwayat jabatannya, tercatat informan juga telah

menjadi PPID Pembantu di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Satu

Pintu (DPMPTSP) Kota Medan selama tahun 2017 sampai 2018. Wawancara

dilakukan setelah peneliti mendapat konfirmasi jadwal wawancara dari kasubbag


103

umum BAPPEDA, yaitu pada hari Jumat tanggal 4 Juni 2021 Pukul 09.00 WIB.

Peneliti lalu datang dan memulai wawancara dengan menjelaskan latar belakang

penelitian secara ringkas dan dilanjutkan dengan menanyakan apakah informan

mengetahui adanya SK tentang struktur dan SOP PPID yang ditanggapi informan

bahwa informan mengetahuinya dan sudah pernah membacanya, namun sudah

lama tidak mendengar adanya pembicaraan mengenai PPID dari Dinas Kominfo.

Berikut tanggapan informan ketika ditanya apakah informan pernah menghadiri

kegiatan sosialisasi PPID yang pernah diselenggarkan Dinas Kominfo sekitar tahun

2018 yang lalu, “Mmmm.. tidak, karena ada kegiatan lain jadi diwakilkan saja.”

Oleh karena informan tidak dapat mengingat apakah menghadiri sosialiasi

PPID atau tidak, maka selanjutnya peneliti menanyakan apakah yang informan

ketahui tentang peran-peran dan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan sebagai

PPID Pembantu. Berikut penjelasan informan:

Ya….intinya pejabat publik harus menyediakan informasi bagi


publik yang membutuhkan informasi dari badan publik. Tapi
kadang-kadang publik ini suka memanfaatkan UU KIP untuk hal-hal
yang tidak baik, misalnya meminta rencana anggaran yang masih
dalam proses. Padahal kalau sudah rampung, semuanya rencana
program kerja dan anggaran yang sudah selesai di verifikasi akan di-
upload di website BPKAD (Badan Pengeloal Keuangan Daerah).
Jadi terbuka kok. Tapi transaparansi yang diartikan publik ini
kadang-kadang berbeda, transparansi itu kan bukan berarti
‘telanjang’. Ada informasi-informasi yang sifatnya masih rahasia.

Selanjutnya peneliti menanyakan informan apakah sebagai PPID Pembantu

di BAPPEDA telah mensosialisaikan UU KIP, Permendagri 3/2017 dan PERKI

1/2010 kepada publik internal di OPD, mengusulkan pembentukan PLID dan

mengoordinasikan pengelolaan informasi di setiap sub unit kerja untuk menyusun

DIDP. Berikut penjelasan yang disampaikan informan:


104

Saya kira kalau tentang UU KIP ini sudah umum lah ya, jadi pegawai
juga sudah tahu tentang keterbukaan informasi publik. Hanya saja
untuk pembentukan PLID dan penyusunan DIDP itu saya tidak
pernah dengar adanya sosialisasi dari Dinas Kominfo. Setahu saya,
yang setiap tahun diminta Kominfo itu hanya nama-nama terbaru
siapa yang menjadi PPID Pembantu dan admin PPID dari tiap OPD.

Dari tanggapan informan tersebut, peneliti menanyakan informan apakah

pernah melakukan koordinasi dengan Dinas Kominfo atau PPID Utama baik secara

langsung ataupun melalui group whatsapp yang telah tersedia mengenai peran-

peran PPID Pembantu yang perlu dilakukan, berikut tanggapan informan, “Belum

pernah, karena saya merasa belum ada yang perlu dikoordinasikan.” Peneliti

melanjutkan wawancara dengan menanyakan tentang ketersediaan informasi publik

yang dimiliki BAPPEDA, terutamanya yang sudah dikelola dan diumumkan di SIP-

PPID, berikut keterangan informan:

Sebenarnya jenis informasi publik yang kita punya ini kan jenisnya
berupa perencanaan program dan kegiatan, sedangkan informasi
tersebut belum bisa dipublikasikan sebelum penganggarannya
rampung. Maka, nanti setelah selesai kita berkoordinasi dengan
BPKAD barulah informasi tersebut menjadi informasi publik yang
dapat dipublikasikan. Itupun dipublikasikannya di website domain
BPKAD. Untuk yang di SIP PPID sendiri ada kita upload informasi
seperti Renstra, laporan kinerja, PK, dan IKU seperti yang ada di
evaluasi SIPKA dari Inspektorat. Persoalan yang sering ada disini
adalah biasanya pemohon informasi meminta informasi berupa
perencanaan dan kegiatan program yang belum selesai
penganggarannya sehingga sifatnya masih rahasia, sedangkan publik
menganggapnya itu bukan rahasia.

Berdasarkan keterangan informan tersebut, peneliti lalu menggali lebih

dalam mengenai proses respon yang diberikan informan terhadap permintaan

informasi yang masih terdapat perbedaan persepsi tentang informasi publik dan

informasi yang dikecualikan atau informasi yang bersifat rahasia. Berikut

penjelasan yang disampaikan informan:


105

Jujur saja agak rumit ya jadinya. Yang saya lakukan adalah tetap
menjelaskan bahwa informasi tersebut merupakan informasi yang
tidak bisa diberikan karena bersifat rahasia. Kalau pemohon
informasi tidak mau terima pun, tidak ada yang bisa dilakukan. Tapi
sampai sejauh ini, sejak saya menjadi PPID Pembantu di BAPPEDA
belum ada pemohon yang sampai mengajukan keberatan.

Pada penjelasan berikunya, informan menyatakan tentang banyaknya sistem

yang informasi publik yang sejenis dengan SIP-PPID, seperti LAPOR, Medan

Rumah Kita, SIPD, Medan Satu Data, dan SDI yang turut menambah beban kerja

OPD akibat tidak terintegrasi satu sama lain. Setelah mendapatkan penjelasan

tersebut, maka peneliti mengakhiri wawancara dan meminta izin kepada informan

agar hasil wawancara tersebut dapat peneliti tuliskan ke dalam tesis yang sedang

peneliti kerjakan. Informan menyatakan kesediaannya dengan menandatangani

surat pernyataan informan yang sudah peneliti sodorkan ke hadapannya, lalu

peneliti berpamitan sembari mengucapkan salam dan terima kasih.

4.3.2.4 Informan 4

Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan seorang informan

bernama Bapak Drs. Ridwan Sitanggang yang merupakan PPID Pembantu di Dinas

Ketengakerjaan Kota Medan sejak tahun 2019. Wawancara dilakukan pada hari

Senin tanggal 7 Juni 2021 sekitar pukul 14.30 WIB di ruang kerja Sekretaris Dinas

Ketenagakerjaan Kota Medan tanpa melalui janji pertemuan sebelumnya. Beberapa

data yang peneliti berhasil dapati terkait latar belakang pengalaman kerja informan

antara lain pernah menjabat sebagai PIDD Pembantu di Dinas Perumahan, Kawasan

Permukiman dan Penataan Ruang (DPKPPR) tahun 2014 dan PPID Pembantu di

Badan Penganggulangan Bencana Daerah (BPBD) tahun 2014-2019. Berdasarkan

data rekapitulasi sengketa informasi yang pernah dialami PPID Pemerintah Kota

Medan, informan merupakan PPID yang pernah bersidang dalam sengketa


106

informasi di Komisi Informasi ketika berperan sebagai PPID Pembantu di DPKPPR

Kota Medan sekitar tujuh tahun yang lalu.

Sebagaimana beberapa wawancara sebelumnya, peneliti memulai

wawancara dengan menceritakan secara ringkas latar belakang penelitian yang

sedang peneliti kerjakan kepada informan, lalu kemudian memulai pertanyaan

pertama dengan menanyakan pengalaman informan mengenai sengketa informasi

yang pernah dihadapi dan bagaimana hal tersebut bisa terjadi. Berikut penjelasan

informan:

Begini, kenyataannya sering kali LSM-LSM itu minta-minta


dokumen anggaran yang sifatnya rahasia. Terus dinas-dinas
incarannya itu dinas PU dan Perkim biasanya, mereka sekali minta
data banyak, semua dokumen anggaran diminta mereka. Jadi kita
curiga tujuannya ga baik. Dulu kan, belum ada sistem yang kayak
dipakai sekarang yang sudah bisa online. Jadi dulu kalau ada LSM
mau minta data ya dia datang aja, langsung minta dan kata-katanya
ga enak kita dengar. Yaa.. kita tetap berusaha layani, tapi kalau
dokumen yang diminta rahasia kan tetap ga bisa kita berikan.

Selanjutnya peneliti menanyakan bagaimana informan mendefinisikan

informasi publik yang bersifat rahasia atau dikecualikan, dan berikut penjelasan

informan:

Itu juga dia yang masih simpang siur waktu itu. Sementara kita
belum ada Perwal yang menyatakan dengan jelas mana-mana
dokumen yang ada boleh di publish dan mana yang dikecualikan
atau rahasia. Makanya saya tidak berani sembarangan kasih
informasi. Kalau mengikut penjelasan yang ada di UU KIP 14/2008
dan PERKI tetap saja belum bisa mengakomodir jika dikaitkan
dengan informasi-informasi sebenarnya yang ada di lapangan. Jadi
diperlukan adanya definisi atau penentuan yang lebih jelas dan
berbadan hukum supaya kita sebagai PPID Pembantu yang
berhadapan langsung dengan publik eksternal bisa menjalankan
tugas dengan baik. Di sinilah komitmen pimpinan diperlukan, kalau
pimpinan (Kepala Daerah) tegas mau adanya perubahan budaya ke
arah transparansi seharusnya hal-hal terkait informasi publik ini
menjadi perhatian yang serius. Nyatanya hingga kini pun belum ada
itu. Bahkan ketika dulu saya bersengketa pun waduuuh…. susah
juga, Dinas Kominfo pun kan masih belajar-belajar juga waktu itu.
107

Yang menyita waktu itu ya ikut sidangnya bolak-balik. Seperti yang


bilang tadi, saking banyaknya permintaan mereka, mungkin register
keberatan juga sampai banyak. Capek juga saya sampai akhirnya
sengketa tersebut dinyatakan gugur dengan tidak hadirnya pemohon
dalam sidang sebanyak dua kali.

Peneliti melanjutkan proses wawancara dengan mengajukan pertanyaan

apakah informan menghadiri sosialisasi PPID yang pernah diselenggarakan oleh

Dinas Kominfo pada tahun 2018, yang kemudian ditanggapi informan dengan

mengatakan “Saya tidak hadir waktu itu karena ada pekerjaan lain.” Berdasarkan

jawaban informan tersebut, peneliti menanyakan tentang tindaklanjut apa yang

telah dilakukan informan sebagai PPID Pembantu di Dinas Ketenagakerjaan dan

bagaimana koordinasi yang dilakukan informan dengan Dinas Kominfo atau PPID

Utama. Berikan penjelasan yang diberikan informan “Saya memantau saja, karena

permintaan informasi juga sangat jarang di sini. Makanya, kami masih menunggu

arahan dari Dinas Kominfo untuk tahap selanjutnya.”

Berdasarkan data yang ada di SIP-PPID terdaftar seorang pemohon

informasi yang mengajukan permohonan informasi ke Dinas Ketenagakerjaan

dengan status di-disposisi hingga saat ini, yang artinya permohonan tersebut telah

didisposisi oleh Dinas Kominfo namun belum direspon oleh Dinas Ketenagakerjaan

dan telah melewati batas waktu pemberian informasi sesuai dengan ketentuan yang

berlaku. Berikut penjelasan informan mengenai hal tersebut:

Memang seharusnya itu tugas admin PPID untuk memeriksa jika ada
permohonan informasi yang masuk untuk disampaikan kepada saya.
Tapi itu tadi, mungkin karna jarang sekali pemohon informasi yang
mengajukan permintaan kepada kita di SIP-PPID, maka admin PPID
tidak lagi memeriksa SIP-PPID tersebut. SIP-PPID ini kan masih
belum dikenal publik, sedangkan sistem informasi sejenis lainnya
sudah lebih dikenal publik, seperti LAPOR, Medan Rumah Kita dan
SIPD.
108

Selanjutnya peneliti menanyakan bagaimana proses respon yang akan

diberikan informan jika terdapat permohonan informasi yang masuk, baik secara

langsung tatap muka maupun melalui SIP-PPID. Berkut penjelasan informan:

Tentu pertama-tama kita akan periksa dulu kebenaran si pemohon


dan tujuan permintaan datanya. Kalau kita anggap clear dan data
tersedia ya tentu kita akan berikan langsung, tapi kalau datanya
belum tersedia atau belum kita kuasai biasanya akan kita tolak.
Penolakan ini juga bisa kalau alasan dan tujuan permintaan data ga
jelas, walopun datanya tersedia tetap kita tolak. Dan satu lagi kita
juga bisa menolak kalau data yang diminta bersifat rahasia.

Berkaitan dengan penyediaan informasi yang dimiliki oleh Dinas

Ketenagakerjaan, khususnya di SIP-PPID, berikut tanggapan informan:

Penyediaan informasi masih yang sifatnya berkala saja seperti


renstra, laporan kinerja, PK, IKU sama peraturan-peraturan lah.
Untuk informasi yang serta merta dan setiap saat, masih terkendala
faktor sumber daya manusia, keahlian untuk mengolah data dan
penggunaan teknologi informasi. Jadi, saya kira itu yang perlu
pembinaan dari Dinas Kominfo agar sumber daya manusia yang
mempunyai keahlian dibidang pengolahan dan pengelolaan data
informasi ini tersedia di OPD-OPD dan terpantau oleh Dinas
Kominfo. Tentu hal ini disamping komitmen pimpinan tadi ya.

Terakhir, peneliti menanyakan pendapat atau padangan informan mengenai

proses interaksi atau komunikasi yang dialaminya sebagai PPID Pembantu, berikut

penjelasan informan “Yaa… saya kira publik-pun perlu menggunakan empatinya

dalam melakukan permintaan informasi terhadap publik, karena tidak semua

informasi dapat diberikan kepada publik.” Dengan diberikannya informasi tersebut,

maka peneliti mengakhiri wawancara dengan meminta izin kepada informan agar

berkenan segala informasi yang telah diberikan dapat peneliti tuliskan dalam tesis

yang sedang peneliti kerjakan. Informan menyatakan kesediaannya dengan

menandatangani surat pernyataan informan yang telah peneliti persiapkan. Dengan


109

demikian, maka peneliti meminta izin pamit dengan tak lupa mengucapkan salam

dan terima kasih kepada informan.

4.3.2.5 Informan 5

Informan berikutnya yang peneliti wawancarai adalah Bapak Muara

Dongoran, S.E. yang merupakan seorang PPID Pembantu di Dinas Perputakaan dan

Kearsipan Kota Medan. Meskipun informan baru saja berperan sebagai PPID

Pemerintah Kota Medan sejak menjabat sebagai Sekretaris Dinas Perpustakaan dan

Kearsipan Kota Medan pada bulan Mei 2021, namun jabatan Lurah yang informan

emban sebelumnya membuat informan sangat dekat dengan masyarakat atau publik

yang merupakan penerima dan pengguna informasi. Wawancara dengan informan

di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan dilakukan peneliti pada hari Rabu tanggal 9

Juni 2021 sekitar pukul 10.30 WIB dan berlangsung selama lebih kurang 30 menit.

Peneliti mendapati informan cukup ramah dan menyambut baik kedatangan

peneliti hingga membuat peneliti dapat langsung menceritakan maksud dan tujuan

wawancara yang peneliti ingin lakukan. Dimulai dengan mendeskripsikan secara

ringkas latar belakang penelitian yang peneliti sudah susun sebelumnya, maka

peneliti mulai melakukan wawancara dengan mengajukan pertanyaan apakah

informan mengetahui tentang adanya Surat Keputusan Wali Kota Medan tentang

struktur dan SOP PPID. Menanggapi pertanyaan tersebut, informan mengatakan

“Ooo….belum pernah ada disampaikan kepada saya mengenai hal tersebut.”

Mendengar jawaban informan, peneliti melanjutkan pertanyaan mengenai apa yang

informan ketahui tentang UU KIP atau keterbukaan informasi publik, yang

kemudian ditanggapi informan sebagai berikut:

Saya kira PPID Pemko Medan ini memang belum banyak diketahui
publik, saya sendiri waktu sebagai lurah tidak tahu ada PPID ini.
110

Mungkin karena pengelolanya hanya sampai tingkat Kecamatan saja


ya.Yang jelas kalau dikelurahan kita kan harinya-harinya memang
berhubungan sama masyarakat, jadi pemberian informasi itu sudah
biasa.

Selanjutnya informan memanggil seorang pegawai yang bertugas sebagai

admin PPID bernama Suwanti, A.Md. untuk turut hadir memberikan informasi

dalam proses wawancara. Maka, peneliti melanjutkan wawancara dengan

mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan ketersediaan informasi publik yang

dimiliki oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, khususnya yang ada di SIP-PPID.

Berikut keterangan informan dan admin PPID:

Kami disini secara aktif mengumumkan informasi sesuai dengan


evaluasi dari SIPKA, yang dari Inspektorat itu, ee.. ada 4 itu, renstra,
PK, IKU, sama laporan kinerja. Kalau informasi lain memang
sulitnya pengeloaannya harus melibatkan semua bidang, belum lagi
pegawai yang bisa ngolah data itu kan sedikit sekali. Tapi tetap saja
kalau ada publik yang merasa ada informasi yang belum tersedia kan
bisa meminta, walopun sepanjang ini, permohonan informasi yang
masuk rata-rata lewat e-mail dan itupun meminta informasi yang
sebenernya sudah ada di website seperti stuktur, profil dinas, struktur
dan lain-lain. Sebenarnya di SIP-PPID pun ada itu kita upload disitu,
tapi publik ini kadang lebih kenal sama website daripada SIP-PPID
itu.

Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, Dinas Perpustakaan dan

Kearsipan termasuk OPD yang banyak menyediakan informasi di SIP-PPID

Pemerintah Kota Medan dibandingkan dengan OPD yang lain, maka peneliti

mengajukan pertanyaan bagaimana hal tersebut dapat terjadi, yang kemudian

ditanggapi informan dengan mengatakan “Oooo… itu memang karena pimpinan

OPD kita orangnya aktif, jadi informan suka memerintahkan dan mengingatkan

untuk menyediakan atau meng-ulpoad informasi ke SIP-PPID. Jadi saya pun

sebagai adamin PPID menjadi semangat kalau ada perhatian serius dari pimpinan

OPD.”
111

Peneliti kemudian menanyakan bagaimana proses informan memberikan

respon jika ada permohonan informasi yang masuk dan sekaligus menanyakan

apakah Dinas Perpustakaan dan Kearsipan sering mendapatkan permintaan

informasi di SIP-PPID. Berikut penjelasan informan dan admin PPID:

Kalau permintaan informasi ga terlalu banyak sebenarnya, tapi ya itu


kebanyakan melalui e-mail bukan SIP-PPID. Dan informasi yang
diminta itu biasanya untuk mahasiwa yang mau buat tugas akhir, jadi
perlu data tentang profil OPD, kalau itu sebenarnya sudah ada
website jadi kita tinggal arahkan aja untuk lihat di website.
Selebihnya belum ada tindaklanjut lagi tentang PPID ini, sekarang
sudah jarang dibicarakan, makanya banyak yang menunggu-nunggu
juga arahan selanjutnya dari Kominfo, harusnya Dinas Kominfo
masih perlu sosialisasi lagi, apalagi seperti saya yang baru menjadi
PPID ini, kan belum sepenuhnya paham bagaimana menyusun daftar
informasi publik.

Selanjutnya peneliti menanyakan bagaimanakah proses koordinasi yang

pernah dilakukan informan sebagai PPID Pembantu dengan Dinas Kominfo atau

PPID Utama. Berikut keterangan informan berdasarkan informasi yang

disampaikan admin PPID “Ooo..belum ada memang, saya kira kita menunggu

arahan saja. Sepanjang ini, belum ada publik yang mengajukan keberatan, jadi

belum ada yang perlu dikoordinasikan.” Terakhir, peneliti menanyakan tentang

pendapat atau pandangan informan bagaimana PPID harusnya bisa berperan secara

maksimal ke depannya dan berikut jawaban informan “Yaa.. saya kira sudah baik

yang sudah ada ini, kekurangannya harusnya lebih diaktifkan saja lagi sama Dinas

Kominfo. Untuk orang-orang yang baru menjabat sebagai PPID seperti saya

harusnya Dinas Kominfo juga memberikan sosialisasi.”

Setelah mendengar jawaban informan tersebut, peneliti mengakhiri

wawancara sembari meminta izin kepada informan untuk bersedia menandatangani

surat pernyataan informan. Setelah membaca isi surat tersebut, maka informan
112

bersedia menandatanganinya, yang artinya informan tidak keberatan bahwa hasil

pembicaraan wawancara dituliskan ke dalam tesis milik peneliti. Setelah itu,

peneliti pun pamit sambil mengucap salam dan terima kasih kepada informan.

4.3.2.6 Informan 6

Seseorang yang menjadi informan pada wawancara berikutnya adalah

Bapak Fakhruddin, S.H., yang merupakan PPID Pembantu di Dinas Sosial Kota

Medan. Wawancara dilakukan peneliti pada hari Jumat tanggal 11 Juni 2021 sekitar

pukul 14.30 WIB dengan mendatangi langsung kantor Dinas Sosial dan menjumpai

informan di ruang kerjanya. Ketika berhadapan langsung dengan informan, peneliti

langsung menceritakan maksud dan tujuan kedatangan peneliti sembari

menceritakan sedikit latar belakang penelitian yang peneliti sedang cari datanya

dari informan. Seketika itu pula informan sempat menanyakan alasan peneliti

memilihnya sebagai informan, yang kemudian peneliti nyatakan dengan alasan

bahwa menurut data yang peneliti berhasil peroleh, telah terdapat sebuah

permintaan informasi yang ditujukan ke Dinas Sosial melaui SIP-PPID.

Peneliti kemudian memulai wawacara yang juga turut dihadiri oleh seorang

admin PPID yang ia-nya juga adalah Kasubbag Umum Dinas Sosial, bernama Sdr.

Rudi Ripianto, S.H. dengan menanyakan apakah informan pernah mengikuti

kegiatan sosialisasi PPID yang pernah diadakan oleh Dinas Kominfo tahun 2018

silam, berikut keterangan informan “Ya, saya menghadiri sendiri kegiatan

sosialisasi tersebut. Setelah itu juga ada surat yang disampaikan Dinas Kominfo

sebagai tindaklanjut untuk meminta daftar informasi publik dari masing-masing

OPD.” Lalu peneliti melanjutkan pertanyaan dengan menanyakan bagaimana

informan menindaklanjuti isi surat tersebut. Peneliti juga sekaligus menanyakan


113

apakah informan sudah mensosialisasikan UU KIP, Permendagri 3/2017 dan

PERKI 1/2010 serta apakah informan sudah mengusulkan kepada pimpinan untuk

menyusun PLID di Dinas Sosial. Berikut penejelasan informan:

Itu dia, menurut saya belum terlalu jelas bagaimana penyusunan


daftar informasi publik itu dapat dibuat. Harusnya Dinas Kominfo
melakukan pembinaan yang terarah terkait hal ini. Persoalan daftar
informasi ini kan sangat penting karena jadi alat kerja kita sebagai
PPID. Sedangkan sumber daya manusia yang punya keahlian untuk
mengolah data saja kita masih kekurangan, jadi gimana mau
menyusun PLID. Kalau tentang mensosialisasikan UU KIP,
Permendagri 3/2017 dan PERKI 1/2010 saya kira sambil jalan saja,
tapi kalau untuk UU KIP rata-rata pergawai setidaknya sudah pernah
dengar tentang keterbukaan informasi publik. Tinggal saja
perubahan budaya sebenarnya yang diperlukan kalau kita mau
mengimplementasikannya benar-benar, dan ini kuncinya di
pimpinan (Kepala Daerah) saya kira.

Peneliti selanjutnya menanyakan tentang bagaimana proses koordinasi yang

telah dilakukan informan sebagai PPID Pembantu dengan Dinas Kominfo atau

PPID Utama. Berikut keterangan yang disampaikan informan:

Ya karena kita juga belum pernah mengalami persoalan terkait PPID


ini, jadi saya belum merasa perlu untuk berkoordinasi secara lebih
lanjut dengan Dinas Kominfo. Lagian tentang PPID ini pun sekarang
sudah jarang kita dengar pembicaraan dari Kominfo, justru sekarang
yang sering dibicarakan di group whatsapp itu soal LAPOR karena
Pak Wali kan fokusnya ke situ sekarang.

Lalu peneliti menanyakan tentang ketersediaan informasi publik yang

dimiliki oleh Dinas Sosial, khusunya yang ada di SIP-PPID. Berikut penjelasan

informan:

Justru sekarang kita lebih mengaktifkan website, karena kalau SIP-


PPID itu kurang dikenal publik juga, makanya kemarin pas ada
pemohon informasi yang minta data melalui SIP-PPID sempat lama
kita responnya sampai melewati batas waktu. Ya itu tadi karena kita
juga memang udah lama ga login kesitu. Sistem ini pun kan banyak
kali jenisnya, ada LAPOR, ada MRK, ada SIPD, ada lagi Medan
Satu Data, tapi tidak terintegrasi satu sama lain, makanya kita pilih
aktif di website aja dan media sosial, Facebook dan Instagram.
114

Peneliti selanjutnya menanyakan bagaimana proses respon yang dilakukan

informan dalam penggunaan website sebagai media permintaan dan pemberian

informasi publik. Berikut keterangan informan “Kalau permintaan memang di sini

lebih banyak yang datang langsung, karena publik Dinas Sosial ini bukan orang-

orang yang dekat dengan teknologi sebenarnya. Jadi website dan media sosial itu

kita manfaatkan hanya untuk menyebarkan informasi, kalau permintaan informasi

atau data hampir semuanya secara tatap muka.”

Terakhir, peneliti mengajukan pertanyaan kepada informan tentang

bagaimana urgensi keterbukaan informasi publik di Pemerintah Kota Medan

menurut pandangan informan. Informan menyatakan “Saran saya, Infokom lebih

aktif lagi untuk mengingat-ingatkan melakukan sosialisasi dan pembinaan tentang

pengolahan data, supaya daftar informasi publik dapat segera tersusun di

Pemerintah Kota Medan dan semakin banyak sumber daya manusia yang memiliki

keahlian di bidang data dan informasi ini.” Jawaban tersebut sekaligus mengakhiri

wawancara yang peneliti lakukan, tapi sebelum pamit seperti biasa peneliti meminta

kesediaan informan untuk menandatanani surat pernyataan informan agar isi

pembicaraan wawancara dengan informan dapat peneliti tuliskan di dalam tesis

milik peneliti. Selanjutnya peneliti meminta izin pamit kepada informan sembari

mengucapkan salam dan terima kasih.

4.3.2.7 Informan 7

Proses wawancara berikutnya yang peneliti lakukan adalah dengan seorang

informan bernama Ibu drg. Irma Suryani, M.Kes., yaitu PPID Pembantu di Dinas

Kesehatan sejak tahun 2013. Wawancara dilakukan pada hari Jumat tanggal 25 Juni

2021 sekitar Pukul 12.30 WIB di Kantor Dinas Kesehatan, tepatnya di ruang
115

sekretariat Dinas Kesehatan. Peneliti memulai proses wawancara dengan

menjelaskan latar belakang penelitian secara ringkas dan langsung dilanjutkan

dengan mengajukan pertanyaan apakah informan menghadiri kegiatan sosialisasi

PPID yang pernah diselenggarakan oleh Dinas Kominfo tahun 2018, yang

kemudian dinyatakan informan “Tidak, diwakilkan sama admin PPID waktu itu."

Selanjutnya peneliti menanyakan apakah informan sebagai PPID Pembantu

telah mensosialisasikan UU KIP, Permendagri 3/2017 dan PERKI 1/2010 di

lingkungan publik internal Dinas Kesehatan. Berikut tanggapan iforman

“Sebenarnya kalau tentang keterbukaan informasi publik ini saya yakin rata-rata

pegawai sudah pernah dengar.” Lalu peneliti menanyakan bagaimana proses

pengusulan pembentukan PLID dan penyusunan DIDP yang telah dilakukan

informan di OPD Dinas Kesehatan. Berikut penjelasan informan:

Kurang tau saya maksudnya bagimana, yang saya tahu di setaip OPD
itu ada Sekretaris Dinas yang ditunjuk sebagai PPID Pembantu dan
seorang pelaksana yang menjadi admin PPID. Itu saja. Itupun
tanggungjawab untuk menjawab kalau ada permintaan informasi
tetap di Kepala OPD. Lalu kalau masalah data, persoalannya di
Dinas Kesehatan ini datanya tersebar di seluruh UPT (Puskesmas),
dan juga data atau informasinnya itu bersifat cepat berubah-ubah,
makanya ga bisa diumumkan di website atau SIP-PPID, kecuali
seperti informasi profil OPD, atau informasi yang umum lainnya.
Terus lagi, kalau di sini (Dinas Kesehatan) permohonan informasi
dari publik itu banyak yang masuk melalui surat atau datang
langsung. Kalaupun ada yang di SIP-PPID itu rata-rata mahasiswa
yang meminta data untuk skripsi. Tapi, mahasiswa itu kalau minta
datang kurang spesifik mendeskripsikan data yang dimintanya,
makanya kita biasanya arahkan untuk datang langsung ke OPD.
Karena pengalaman juga, pernah ada mahasiwa yang minta data, lalu
kita berikan, dan setelah diberikan, dia bilang bukan data tersebut
yang dimaksud. Belum lagi kebanyakan data yang mereka minta itu
tersebar di UPT, ya kita pun di sini banyak pekerjaan lain jadi ga
mungkin mengumpulkan data yang diminta itu, jadi biasanya kita
buatkan surat izin melakukan penelitian dengan batas waktu tertentu
sehingga mereka bebas mengumpulkan data di Dinas Kesehatan
termasuk UPT yang mereka butuhkan. Nah, kalau untuk permintaan
data dari LSM ini banyak juga yang akhirnya saya tidak layani,
116

justru jadi strategi buat saya. Karena begini, banyak juga yang LSM
ini tidak sah badan hukumnya, jadi minta data memang hanya untuk
mencari-cari kesalahan aja. Pengalaman saya sendiri pernah
dilaporkan ke Komisi Informasi oleh sebuah LSM, tapi ujung-
ujungnya jadi digugurkan dan LSM itu sendiri di blacklist oleh
Komisi Informasi karena ketahuan LSM itu fiktif dan mengaku-
ngaku sebagai cabang dari LSM di Pusat (Jakarta). Tapi itupun,
sempat LSM itu dimenangkan oleh Komisi Informasi dan saya
diminta untuk memberikan data yang dimohonkan, tapi setelah saya
cari tahu sendiri dan bisa memberikan bukti bahwa LSM tersebut
fiktif, barulah Komisi Informasi menggugurkannya. Makanya saya
jadi pesimis juga, pertanyaannya kenapa LSM fiktif seperti itu bisa
diterima pengajuan keberatannya oleh Komisi Informasi? Banyak
waktu saya tersita jadinya untuk mengikuti sidang. Itupun kalau saya
tidak berusaha membuktikan LSM itu tidak sah, kan bahaya jadinya
buat atau instansi. Makanya, masih beda-beda pengertian antara kita
dengan publik mengenai apa itu informasi publik dan apa itu
informasi yang bersifat rahasia. Lalu, pertanyaan saya lagi, siapa
yang bertanggungjawab mengedukasi masyarakat dalam hal ini?
Kalau tidak, ya seperti saya misalnya merasa dirugikan juga karena
waktu saya banyak terbuang untuk mengikuti sidang, padahal
publiknya nya yang tidak bertangungjawab.

Peneliti melanjutkan wawancara dengan menanyakan pendapat informan

mengenai proses koordinasi yang telah dilakukan informan dengan Dinas Kominfo

atau PPID Utama selama menjabat sebagai PPID Pembantu. Menanggapi hal

tersebut informan mengatakan “Koordinasi saya lakukan kalau ada yang perlu saja,

misalnya saat bersengketa waku itu. Selebihnya jarang ada koordinasi. Dinas

Kominfo tidak pernah lagi mengadakan sosialisasi atau menanyakan tentang PPID

ini ke kami. Jadi ya jalan begitu saja.” Lalu peneliti menanyakan bagaimana

mekanisme respon yang diberikan informan ketika ada permintaan informasi yang

masuk baik secara langsung maupun melalui SIP-PPID yang direspon informan

dengan pernyataan “Biasanya saya langsung arahkan untuk jumpa dengan bidang

yang bersangkutan saja.”


117

Berdasarkan data yang peneliti peroleh menunjukkan bahawa banyak

pemohon informasi yang masuk melalui SIP-PPID dan telah didisposisi ke Dinas

Kesehatan belum mendapat repson sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan

sesuai dengan peratuan perundang-undangan. Berikut tanggapan informan

mengenai hal tersebut:

Kadang begini juga, publik ini pun meminta data kan harusnya ada
etika juga, di SIP-PPID itu kan ada kolom untuk menjelaskan tujuan
dan deskripsi data yang dimintakan. tapi kadang mereka ini kurang
sopan menurut saya meminta datanya, tidak ada salamnya kadang,
atau deskripsi datanya kurang jelas, jadi kita juga jadi enggan
melayaninya.

Oleh karena peneliti merasa data yang dikumpulkan dari informasi sudah

cukup memadai, maka informan mengajukan pertanyaan terakhir mengenai

ketersediaan informasi yang dimiliki oleh Dinas Kesehatan, berikut keterangan

informan:

Informasi-informasi yang bisa diumumkan sudah di upload di SIP-


PPID, seperti profile dinas, struktur, visi misi, renstra, laporan
kinerja, PK sama IKU. Kalau informasi-informasi lain yang dalam
kewenangan kita masih sulit untuk di publish, karena kan berubah-
ubah terus tu datanya, jadi tergantung kapan diperlukan baru bisa
diterbitkan.

Dengan terjawabnya pertanyaan terakhir tersebut, maka peneliti mengakhiri

wawancara dan meminta izin kepada informan agar hasil wawancara tersebut dapat

peneliti tuliskan ke dalam tesis yang sedang peneliti kerjakan. Informan

menyatakan kesediaannya dengan menandatangani surat pernyataan informan yang

sudah peneliti sodorkan ke hadapannya, lalu peneliti berpamitan sembari

mengucapkan salam dan terima kasih.


118

4.3.2.8 Informan 8

Proses wawancara berikutnya yang peneliti lakukan adalah dengan seorang

informan bernama Bapak Chusnul Fanany Sitorus, S.STP, yaitu PPID Pembantu di

Kecamatan Medan Polonia sejak tahun 2018. Wawancara dilakukan pada hari

Kamis tanggal 15 Juli 2021 sekitar Pukul 11.00 WIB di Kantor Camat Medan

Polonia. Peneliti memulai proses wawancara dengan menjelaskan latar belakang

penelitian secara ringkas dan langsung dilanjutkan dengan mengajukan pertanyaan

mengenai pengetahuan informan terkait SK struktur dan SOP PPID sekaligus

menanyakan apakah informan sempat megikuti kegiatan sosialisasi PPID yang

pernah diselenggarakan oleh Dinas Kominfo pada tahun 2018, berikut penjelasan

informan:

Oo iya tau, tapi abang ga pernah nerima langsung SK-nya jadi ga


pernah baca. Taunya waktu ada surat permintaan nama-nama
pengelola PPID itu dari Dinas Kominfo, kan mereka ada buat surat
tu tiap tahun. Abang juga baru jadi Sekcam kan akhir-akhir tahun
2018, jadi ga sempat ikut sosialisasi PPID. Yang abang tau PPID itu
kalau ada permintaan informasi dari masyarakat ya harus diberikan.

Setelah itu, peneliti langsung menanyakan mengenai pengalaman informan

selama menjadi PPID Pembantu di Kecamatan Medan Polonia, berikut informan

menceritakan pengalamannya:

Sebenarnya kalau permintaan informasi dari masyarakat sendiri


hampir ga ada. Cuma pernah hari tu Lurah Anggrung yang
disengketakan. Jadi ada pemohon informasi yang minta Lurah
Anggrung membuat pernyataan yang menyatakan bahwa kelurah
tersebut pernah menerbitkan suatu surat tentang urusan tanah-lah
pokoknya, lupa abang persisnya surat apa, yang jelas surat itu sekitar
tahun 1991 waktu Kecamatan Medan Polonia masih jadi Kecamatan
Medan Baru. Yaaaa terus karena lurah itu merasa ga pernah
menerbitkan surat itu, dia ga mau buat pernyataan, sampai akhirnya
pemohon itu mengajukan keberatan dan sengketa. Ya udah akhirnya
bersidang di komisi informasi dan Lurah Anggrung dimenangkan,
pemohon itu ditolak permohonannya. Nah, ini maksud abang, jadi
soal PPID memang agak unik abang liatnya, sebenarnya kalau
119

permintaan informasi dari masyarakat itu sendiri hampir ga ada, dan


memang ga banyak juga yang tau PPID ini, tapi begitu ada yang tau,
perminataannya itu bisa dibilang kayak menjebak kita.

Tekait ketersediaan informasi, informan memberikan argumennya tentang

akibat dari mempublikasi informasi yang pernah dialaminya:

Itu masalah renstra aja di upload udah banyak kerja kita jadi
terganggu, berdatanganlah yang wartawan-lah , yang LSM-lah, yang
mahasiswa ngaku-ngaku jadi aktivis-lah nanya-nanya tentang
proyek inilah, proyek itulah, jadi kesannya memang cari-cari
kesalahan kita aja. Padahal kalau wartawan senior tau kita ga bakalan
kayak gitu, kita juga kan bisa bedakan mana yang serius mana yang
cuma cari-cari salah aja. Kita juga kan manusia, mana ada yang
benarnya sampai 100%, kalau wartawan senior dia malah kasih
masukan sebagai kritik yang baik buat kita. Jadi gimana ya mau
dibilang, kalau abang ngeliatnya memang keterbukaan informasi
publik ini udah baik dan mencerminkan demokrasi, tapi masalahnya
masyarakatnya juga harus ada yang mengedukasi, nanti kalau kita
bawa pembahasan ini ke masalah pendidikan di Indonesia, jadi jauh
kali ya kan.

Masih terkait proses penyediaan informasi, informan mengaku

menggunakan mekanisme seperti pekerjaan lainnya, berikut penjelasan informan

“Ya sama saja seperti pekerjaan yang lainnya, kalau ada permintaan informasi kita

disposisi dan mengarahkan permintaan informasi ke seksi yang berkaitan dengan

data yang dimintakan.” Proses wawancara berlanjut dengan pertanyaan tentang

alasan mengapa Kecamatan Medan Polonia belum menyusun daftar informasi

publik sesuai dengan arahan Dinas Kominfo, yang kemudian dijawab informan

dengan mengatakan “Itu dia, kayaknya Dinas Kominfo perlu sosialisasi lagi. Kayak

abanglah yang baru jadi PPID belum sempat ikut sosialisasi jadi ga ngerti harus

gimana buat daftar informasi publik itu, maunya kan ada juga pengarahan dari

Dinas Kominfo karena mereka yang lebih ngerti masahah informasi ini.”
120

Lalu, ketika peneliti menanyakan pandangan informan mengenai

pemanfaatan SIP-PPID sebagai sistem informasi publik yang berbasis online,

berikut tanggapan informan:

Ya itu tadi ya, bukan masalah di bisa online atau ga nya, akar
permasalahnnya niat pemohon informasi ini yang ga selamanya
lurus-lurus aja, jadi kalau masyarakat nya udah lebih baik
edukasinya, partisipasi masyarakatnya pun jadi bisa membangun
kita, bukan memusuhi kita. Kalau SIP-PPID itu kan hanya sifatnya
memudahkan interkasi aja.

Terakhir peneliti menanyakan saran yang dimiliki informan terkait

implementasi PPID yang ditanggapi informan “Memang kita semua harus sama-

sama belajar lebih banyak lagi, baik kita sebagai badan publik, maupun publik itu

sendiri, jangan taunya minta haknya tapi ga mau tau kewajibannya, biar semua bisa

berperan secara baik.” Pernyataan tersebut sekaligus menutup proses wawancara

dengan informan dan peneliti mengakhiri wawancara sembari meminta izin kepada

informan untuk bersedia menandatangani surat pernyataan informan agar hasil

pembicaraan wawancara dapat dituliskan ke dalam tesis milik peneliti. Setelah itu,

peneliti pun pamit sambil mengucap salam dan terima kasih kepada informan.

4.3.3 Hasil Dokumentasi

Studi dokumentasi telah dilakukan peneliti jauh sejak pengumpulan data

pada riset awal mulai dilakukan. Studi dokumentasi pada masa riset awal tersebut

diperlukan peneliti untuk mendapatkan pemahaman mengenai PPID definsi dari

keterbukaan infromasi publik yang telah peneliti jabarkan dalam uraian teoritis

pada penelitian ini. Selain itu, studi dokumentasi juga dilakukan peneliti untuk

mendapatkan pemahaman pertama kali mengenai keterhubungan antara organisasi

badan publik (PPID) dengan Komisi Informasi dan Inspektorat sebagai

lembaga/instansi yang melakukan bentuk-bentuk pengawasan terhadap


121

pelaksanaan keterbukaan informasi publik. Pengetahuan ini berguna untuk

kelancaran proses pengumpulan data selanjutnya yang dilakukan dengan proses

observasi partisipasi pasif dan wawancara mendalam, sehingga peneliti dapat

memahami persoalan tersebut lebih mendalam sebelum memahaminya dari pihak

lain. Beberapa dokumen yang dijadikan sumber data dan informasi dalam penelitian

ini adalah UU KIP 14/2008, Permendagri 3/2017 dan PERKI 1/2010.

4.3.3.1 Hak dan Kewajiban Badan Publik dan Publik

Pada UU KIP 14/2008, peneliti mendalami tentang hak dan kewajiban yang

dimiliki oleh badan publik dan publik itu sendiri. Tentang kewajiban badan publik,

UU KIP 14/2008 menyatakan bahwa badan wajib menyediakan, memberikan

dan/atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya

kepada pemohon informasi publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai

dengan ketentuan. Sedangkan tentang hak badan publik, UU KIP 14/2008

menyatakan bahwa badan publik berhak menolak memberikan informasi yang

dikecualikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, yang antara lain:

(a) informasi yang dapat membahayakan negara; (b) informasi yang berkaitan

dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat;

(c) informasi yang bekaitan dengan rahasia jabatan dan/atau (d) informasi publik

yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.

Sementara itu, kewajiban yang dimiliki publik dapat dilihat pada saat publik

melakukan: (a) proses penggunaan informasi publik, di mana publik sebagai

pengguna informasi harus mencantumkan sumber informasi publik dalam

penggunaannya; dan (b) proses dan permintaan informasi, dimana publik sebagai

informasi harus menyertakan keterangan permintaan informasi yang setidaknya


122

terdiri dari nama/legal standing sah badan hukum, asal, alasan permintaan data dan

tujuan penggunaan data. Perihal hak yang dimiliki oleh publik, antara lain:

(a) melihat dan mengetahui informasi publik; (b) menghadiri pertemuan publik

yang terbuka untuk umum untuk memperoleh informasi publik; (c) mendapatkan

salinan informasi publik melalui permohonan sesuai dengan UU KIP 14/2008;

dan/atau (d) menyebarluaskan informasi publik sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Selian itu, UU KIP 14/2008 juga menjamin hak publik

lainnya mengenai pengajuan keberatan sebagaimana UU KIP 14/2008 menjamin

hak setiap orang untuk memperoleh informasi publik sesuai dengan ketentuan dan

apabila tidak berikan publik berhak mengajukan keberatan ke Komisi Informasi.

4.3.3.2 Informasi Publik

Adapun informasi publik menurut UU KIP 14/2008 terbagi atas tiga

kategori, pertama, informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala,

terdiri dari: (a) informasi yang berkaitan dengan badan publik; (b) informasi

mengenai kegiatan dan kinerja badan publik terkait; (c) informasi mengenai laporan

keuangan; dan/atau (d) informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan. Kedua, informasi yang wajib diumumkan secara serta merta, yaitu

informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum;

dan ketiga, informasi yang wajib tersedia setiap saat, terdiri dari: (a) daftar seluruh

informasi publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi

yang dikecualikan; (b) hasil keputusan badan publik dan pertimbangannya;

(c) seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya; (d) rencana kerja

proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan badan publik;

(e) perjanjian badan publik dengan pihak ketiga; (f) informasi dan kebijakan yang
123

disampaikan pejabat publik dalam pertemuan yang terbuka dan umum; (g) prosedur

kerja pegawai badan publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/atau

laporan mengenai akses informasi publik sebagaimana diatur dalam UU KIP.

4.3.3.3 Informasi yang Dikecualikan

UU KIP 14/2008 menyinggung perihal informasi yang dikecualikan pada

dua tempat yang berbeda, pertama dapat dilihat pada pasal yang mengatur tentang

hak badan publik untuk menolak permintaan informasi publik yang dikecualikan.

Pada pasal ini dijelaskan beberapa ketentuan tentang informasi yang dikecualikan

secara ringkas. Selanjutnya, secara lebih rinci UU KIP 14/2008 menjelaskan

informasi publik yang dikecualikan pada pasal tersendiri, sebagai berikut:

1. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon

informasi publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu

informasi yang dapat: (a) menghambat proses penyelidikan dan penyidikan

suatu tindak pidana; (b) mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi,

dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana;

(c) mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana yang

berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan

transnasional; (d) membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak

hukum dan/atau keluarganya; dan/atau (e) membahayakan keamanan

peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum.

2. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon

informasi publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas

kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;


124

3. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon

informasi publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara:

(a) informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang

berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara,

meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi

dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri; (b) dokumen yang

memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan

dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara yang

meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi;

(c) jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan

dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta

rencana pengembangannya; (d) gambar dan data tentang situasi dan keadaan

pangkalan dan/atau instalasi militer; (e) data perkiraan kemampuan militer

dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi

negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan

Republik Indonesia dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara

lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat

rahasia; (f) sistem persandian negara; dan/atau (g) sistem intelijen negara.

4. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon

informasi publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;

5. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon

informasi publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional: (a) rencana

awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing, saham dan

aset vital milik negara; (b) rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga,
125

dan model operasi institusi keuangan; (c) rencana awal perubahan suku

bunga bank, pinjaman pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau pendapatan

negara/daerah lainnya; (d) rencana awal penjualan atau pembelian tanah

atau properti; (e) rencana awal investasi asing; (f) proses dan hasil

pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya; dan/atau

(g) hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang.

6. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon

informasi publik, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri:

(a) posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh negara

dalam hubungannya dengan negosiasi internasional; (b) korespondensi

diplomatik antarnegara; (c) sistem komunikasi dan persandian yang

dipergunakan dalam menjalankan hubungan internasional; dan/atau

(d) perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar

negeri.

7. Informasi publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik

yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;

8. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon

informasi publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu: (a) riwayat dan

kondisi anggota keluarga; (b) riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan

kesehatan fisik, dan psikis seseorang; (c) kondisi keuangan, aset,

pendapatan, dan rekening bank seseorang; (d) hasil-hasil evaluasi

sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi

kemampuan seseorang; dan/atau (e) catatan yang menyangkut pribadi


126

seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan

satuan pendidikan nonformal.

9. Memorandum atau surat-surat antar badan publik atau intra badan publik,

yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi

atau pengadilan;

10. Informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.

4.3.3.4 Kelembagaan dan Struktur PPID

Untuk mengetahui aturan dasar tentang kelembagaan PPID yang berlaku

pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, maka peneliti menggunakan

Permendagri 3/2017 untuk mencermati hal tersebut. Sebagai hasilnya peneliti

mendapati keterangan sebagai berikut: (a) PPID Utama di lingkungan Pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota dibantu oleh PPID Pembantu yang berada di lingkungan

Perangkat Daerah dan/atau Pejabat Fungsional; (b) PPID Pembantu di lingkungan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas sekretariat Daerah, sekretariat

DPRD, inspektorat, dinas, badan, kecamatan dan/atau Pejabat Fungsional.

Pada pasal 6 ayat (4) Permendagri 3/2017 dinyatakan bahwa untuk

mendukung kegiatan dan kelembagaan PPID dibentuk PLID (Pengelola Informasi

dan Dokumentasi Publik), yang kemudian pada pasal 8 ayat (3) dikatakan bahwa

susunan PLID di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ditetapkan

dengan Keputusan Bupati/Wali Kota. PLID Pemerintah Kota Medan telah disusun

dan ditetapkan dalam Keputusan Wali Kota Medan Nomor 482/1078.K/XII/2017

tentang PLID Pemerintah Kota Medan yang terakhir kali diperbaharui melalui

Keputusan Wali Kota Medan Nomor 800/255.K/2019 tentang PLID Pemerintah

Kota Medan Tahun Anggaran 2019 yang masih berlaku hingga saat ini:
127

Pembina
Wali Kota Medan dan Wakil Wali Kota
Medan

Pengarah Tim Pertimbangan


Sekretaris Daerah Kota Medan Selaku Atasan
PPID

PPID Utama
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan

PPID Pembantu
SekretarisBadan/Dinas/Sekretariat/Kecamatan

Bidang Bidang Bidang


Bidang
Pendukung Pelayanan Fasilitasi
Pengolahan
Sekretariat Informasi dan Sengketa
Data dan
PLID Dokumentasi Informasi
Klasifikasi
Informasi

Gambar 4.1. Struktur PLID Pemerintah Kota Medan


Sumber: Dokumen PPID Pemerintah Kota Medan (2019)

4.3.3.5 Tugas dan Kewenangan PPID

Mengetahui tugas dan kewenangan PPID sangat diperlukan peneliti untuk

mengetahui interaksi-interaksi yang mungkin dialami PPID, untuk itu peneliti

menelaah tugas dan kewenangan PPID sebagaimana termaktub dalam Permendagri

3/2017 dan yang secara gamblang diturunkan juga ke dalam Keputusan Wali Kota

Medan Nomor 800/255.K/2019. Berikut tugas PPID yang terbagi atas tugas PPID

Utama dan tugas PPID Pembantu. PPID Utama bertugas, antara lain: 1) menyusun

dan melaksanakan kebijkan infomasi dan dokumentasi; 2) menyusun laporan

pelaksanaan kebijakan informasi dan dokumentasi; 3) mengoordinasikan dan

mengonsolidasikan pengumpulan bahan informasi dan dokumentasi dari PPID

Pembantu; 4) menyimpan, mendokumentasikan, menyediakan, dan memberi

pelayanan informasi dan dokumentasi kepada publik; 5) melakukan verifikasi


128

bahan informasi dan dokumentasi publik; 6) melakukan uji konsekuensi atas

informasi dan dokumentasi yang dikecualikan; 7) melakukan pemutakhiran

informasi dan dokumentasi; 8) menyediakan informasi dan dokumentasi untuk

diakses oleh masyarakat; 9) melakukan pembinaan, pengawasan, evaluasi, dan

monitoring atas pelaksanaan kebijakan informasi dan dokumentasi yang dilakukan

oleh PPID Pembantu; 10) melaksanakan rapat koordinasi dan rapat kerja secara

berkala dan/atau sesuai dengan kebutuhan; 11) mengesahkan informasi dan

dokumentasi yang layak untuk dipublikasikan; 12) menugaskan PPID pembantu

dan/atau pejabat fungsional untuk mengumpulkan, mengelola, dan memelihara,

informasi; 13) membentuk tim fasilitas penanganan sengketa informasi yang

ditetapkan dengan Keputusan Menteri dan Keputusan Kepala Daerah.

Adapun tugas-tugas PPID Pembantu, antara lain: 1) membantu PPID Utama

melaksanakan tanggungjawab, tugas, dan kewenanganya; 2) menyampaikan

informasi dan dokumentasi kepada PPID utama; 3) melaksanakan kebijakan teknis

informasi dan dokumentasi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya; 4) menjamin

ketersediaan dan akselerasi layanan informasi dan dokumentasi bagi pemohon

informasi secara cepat, tepat, dan berkualitas dengan mengedepankan prinsip-

prinsip pelayanan prima; 5) mengumpulkan, mengolah dan mengompilasi bahan

dan data lingkup komponen di lingkungan Kementerian Dalam Negeri/Perangkat

Daerah di lingkungan Pemerintahan Daerah masing-masing menjadi bahan

informasi publik; 6) menyampaikan laporan pelaksanaan kebijakan teknis dan

pelayanan informasi dan dokumentasi kepada PPID Utama secara berkala dan

sesuai dengan kebutuhan.


129

Berikutnya yang menjadi kewenangan PPID, antara lain: 1) menolak

memberikan informasi dan dokumentasi yang dikecualikan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan; 2) meminta dan memperoleh informasi

dan dokumentasi dari PPID Pembantu yang menjadi cakupan kerjanya;

3) mengoordinasikan pemberian pelayanan informasi dan dokumentasi dengan

PPID Pembantu yang menjadi cakupan kerjanya; 4) menentukan atau menetapkan

suatu informasi dan dokumentasi yang dapat diakses oleh publik; dan

5) menugaskan PPID Pembantu dan/atau Pejabat Fungsional untuk membuat,

mengumpulkan, serta memelihara informasi dan dokumentasi untuk kebutuhan

organisasi.

4.3.4 Triangulasi

Peneliti dalam mengumpulkan data yang diperlukan sebagai bahan analisis

dalam proses penelitian, selain dilakukan melalui wawancara mendalam terhadap

beberapa PPID Pemerintah Kota Medan sebagai informan utama, tapi juga

dilakukan melalui triangulasi dengan melakukan wawancara mendalam terhadap

beberapa informan lainnya guna melengkapi informasi serta untuk keakuratan data.

Proses triangulasi dilakukan peneliti dengan mewawancarai seorang komisioner

dari KI Provsu dan 4 (empat) orang pemohon informasi yang terdaftar di SIP-PPID

Pemerintah Kota Medan. Berikut hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada

seluruh informan sebagai triangulasi.

4.3.4.1 Informan Triangulasi 1

Wawancara peneliti dengan salah seorang komisioner KI Provsu yang

bernama Ibu Ramdeswati Pohan, M.S.P. berlangsung pada hari Selasa tanggal 8

Juni 2021, setelah peneliti membuat jadwal pertemuan dengan informan tepat satu
130

hari sebelumnya. Peneliti tiba di kantor KI Provsu sekitar pukul 14.00 WIB hari itu

dan langsung menjumpai informan di ruang kerjanya yang berada tidak jauh dari

pintu masuk samping kantor. Peneliti langsung memperkenalkan diri secara

langsung dan menceritakan latar belakang kedatangan peneliti yang bermaksud

hendak mengumpulkan data serta mendapatkan informasi terkait PPID Pemerintah

Kota Medan dan keterbukaan informasi publik yang menjadi objek penelitian

dalam analisis peneliti. Perkenalan tersebut disambut hangat oleh informan yang

tampak ramah dan terbuka hingga mempersilahkan peneliti untuk memulai

wawancara.

Peneliti memulai wawancara dengan mengajukan pertanyaan terkait asumsi

yang peneliti dapat dari hasil wawancara dengan beberapa informan utama

sebelumnya, di mana peneliti mendapati bahwa salah satu faktor yang paling

menonjol sebagai kendala dalam pelaksanaan peran dan fungsi PPID Pemerintah

Kota Medan terletak pada masalah anggaran yang tidak tersedia. Untuk itu, peneliti

menanyakan pandangan informan terkait asumsi tersebut, berikut pandangan yang

disampaikan informan:

Iya, memang harusnya dibuatkan di pagu khusus untuk penanganan


itu. Kalau undang-undangnya ada tentunya dia harus dibuat
penganggarannya juga secara regulasinya. Nah, sekarang orang-
orang di PPID males, kenapa? karena dia jadi repot, udahlah ga ada
anggarannya, kerjanya jadi banyak. Jadi PPID kan harus kerja ekstra,
dia harus bisa memastikan fasilitas layanan informasi lengkap
tersedia misalnya…..ee… trus harus bisa menjamin proses
pengelolaan informasi berjalan, kalau ga, apa yang mau dihasilkan?
ya kalau ga ada prosesnya ga akan ada juga jasa dan produk
keterbukaan informasi publik yang bisa dihasilkan. Nah, agar semua
hal tersebut tadi bisa terwujud, tentu perlu anggaran. Cuma balik
lagi, jangan karena dibilang perlu anggaran lalu diartikan anggaran
yang diperlukan itu besar. Makanya harus dibuat rencana aksi yang
efektif dan efisien, termasuklah di dalamnya perencanaan dan
strategi komunikasi yang baik, supaya anggarannya ga perlu besar.
Tapi kalau kita lihat badan publik ini kan ga efisien, buat sosialisasi
131

misalnya harus di hotel, ya besarlah anggarannya kalo gitu, jadi sikit-


sikit bilangnya ga ada anggaran.

PPID Pemerintah Kota Medan telah mendapatkan anugerah keterbukaan

informasi publik tahun 2019 sebagai badan publik informatif periode tahun 2018,

di mana penganugerahan tersebut merupakan hasil evaluasi dan monitoring

keterbukaan informasi badan publik se-Provinsi Sumatera Utara yang

diselenggarakan oleh KI Provsu atas instruksi KI Pusat. Berkaitan dengan hal

tersebut, peneliti ingin mengetahui hal-hal apa saja yang sudah dilakukan PPID

Pemerintah Kota Medan hingga mendapat anugerah informatif dari KI Provsu serta

bagaimana tata cara penilaian yang berlaku, berikut penjelasan informan:

Jadi memang, cara penilaiannya kan pertama-tama badan publik itu


diminta untuk mengisi kuesioner secara mandiri, lalu selanjutnya
ada pertanyaan acak yang diberikan, kemudian kita visitasi ke badan
publik dan yang terkahir presentasi dari masing-masing badan
publik. Nah, untuk PPID pemko medan sendiri ya semua indikator
penilaian itu sudah baik, misalnya sudah ada struktur dan SOP yang
dibentuk, lalu informasi publik seperti renstra, perjanjian kinerja,
lakip sudah di-upload baik itu di SIP-PPID-nya ataupun di website,
teruuus… waktu visitasi kita juga melihat meja layanan informasi
sudah tersedia di Dinas Kominfo, makanya bisa jadi informatif. Tapi
kita akui juga tata cara penilainnya memang masih pakai penilaian
mandiri, jadi kita dapat datanya berdasarkan apa yang diisi badan
publik itu sendiri di angket, sehingga bisa dibilang kurang sempurna
juga ya. Nah, tapi untuk sekarang kita sudah ga pakai cara itu lagi
dan saat ini sudah selesai evaluasi dengan cara yang benar-benar
berbeda, nanti bisa kita lihat hasilnya bersama.

Sebagai lembaga independen yang berfungsi menjalankan UU KIP,

kehadiran KI tentu berhubungan dengan urusan keterbukaan informais publik di

Pemerintah Kota Medan, untuk itu peneliti merasa perlu mengetahui kedudukan KI

dan hubungannya dengan Dinas Kominfo Provsu yang peneliti kemudian peneliti

coba tanya kepada informan, berikut penjelasan yang disampaikan informan:

Di pasal 29 itu ada, jadi Sekretaris Dinas Kominfo Sumut itu ex-
officio KI Sumut. Kan di UU KIP itu KI adanya di pusat dan
132

provinsi, tapi sebenarnya boleh juga kalau mau dibuat di daerah, jadi
misalnya mau dibuat KI Medan, ya bisa aja, boleh aja, asalkan benar-
benar dibutuhkan. Dan balik lagi itu kan memakan anggaran,
masalahnya sanggup ga keuangan daerah. Ini kan kayak kami paling
sikit 2 M juga satu tahun. Nah, sebenarnya untuk mensosialisasikan
hal-hal semacam ini Dinas Kominfo Sumut yang lakukan, termasuk
juga sosialisasi ke masyarakat. Walupun itu dulu ada anggarannya
di KI, sekarang udah ga ada lagi. Jadi Dinas Kominfo Sumut
harusnya lebih banyak lagi sosialisasi ke PPID di daerah-daerah dan
publik secara meluas.

Selanjutnya peneliti menanyakan kepada informan, adakah informan

merasakan adanya upaya-upaya yang dilakukan PPID dari berbagai daerah di

Sumut, khusunya Pemerintah Kota Medan untuk menyusun daftar informasi

publiknya masing-masing sebagai semangat mewujudkan keterbukaan informasi

publik, berikut penuturan informan:

Waktu itu, tahun 2018 itu semua memang sedang berupaya. Di Dinas
Kominfo Medan sendiri, saya mendengar sedang membuat semacam
satu data yang dikumpulkan dari seluruh OPD, jadi seluruh OPD itu
PPID-nya melaporkan datanya ke Kominfo. Nah, ini kan sebenarnya
langkah baik ya, bahkan penting kalau kita memang serius mau
mewujudkan keterbukaan informasi publik. Lalu kemudian di 2020
kita kan pandemi, memang ini memukul semua ya karena mau ga
mau refocusing anggaran juga. Tapi menurut saya parah juga sih
kalau yang dipangkas anggaran untuk PPID ini, karena kan justru
informasi sangat diperlukan waktu pandemi ini dan Dinas Kominfo
dengan PPID-nya sedang berupaya mewujudkan keterbukaan
informasi publik. Harsunya sih tetap didukung. Tapi ada hal menarik
lain yang perlu diamati, bahwa kinerja PPID juga dipengaruhi oleh
daya kritisnya publik. Kalau publiknya kritis, biasanya PPID-nya
jadi jalan karena harus menyelesaikan persoalan. Seperti yang diakui
sama Sergai. Saking banyaknya pemohon-pemohon informasi
datang ke OPD, lalu OPD ga sanggup untuk melayaninya, makanya
akhirnya mereka (OPD) minta tolong sama PPID yang ada Dinas
Kominfo untuk bantu handle dan bersidang di Komisi Informasi.
Jadi kalau mereka itu sudah hampir bersatu padu PPID-nya. Agak
beda kalau saya dilihat yang di medan ini, PPID-nya biasanya
masing-masing, jarang Dinas Kominfo-nya ikut mendampingi kalau
ada sengketa di OPD. Nah, jadi intinya daya krtitis publik itu penting
juga dan perlu digarisbawahi.
133

Lebih lanjut peneliti menanyakan perihal minimnya pemohon informasi

yang masuk atau terdaftar di PPID Pemerintah Kota Medan, informan memberikan

pandangannya sebagai berikut:

Jadi memang kalau persoalan minimnya pemohon informasi, bisa


ada beberapa kemungkinan, pertama KIP-nya Pemko Medan bisa
jadi sudah bagus sehingga informasi publik sudah tersedia dan bisa
diakses oleh publik dengan mudah dan tidak perlu meminta lagi, atau
yang kedua justru publiknya sudah apatis, sudah punya persepsi
kalau minta data ke Pemko Medan pun bakalan percuma, ga akan
dapat juga, gitu misalnya. Terus yang ketiga bisa jadi pemohon
informasi di Pemko Medan minim karena PPID-nya belum banyak
di kenal masyarakat. Jadi kalau ditanya pendapat saya terkait
minimnya permohonan informasi di PPID Pemko Medan itu lebih
ke yang nomor 3, banyak yang belum tau PPID Pemko Medan.

Peneliti melanjutnya wawancara dengan bertanya kepada informan terkait

peran pimpinan dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik di suatu

pemerintah daerah, khususnya di Pemerintah Kota Medan, berikut informasi yang

diberikan informan:

Iya, memang kuncinya dari pimpinan, dimulai dari membentuk


struktur. Lalu Perwal tentang PPID yang ada itu seharusnya
ditularkan ke OPD, jadi tidak hanya di kalangan sekretariat Pemko
saja. Pemko Medan justru 2018, pimpinan daerahnya masih
ngeluarin surat kok ke seluruh kepala dinas ga boleh ngasih
informasi. Informasinya satu pintu aja di Pemko, di humasnya. Saya
pegang surat itu, karena kawan-kawan wartawan mau minta
informasi ke masing-masing PPID OPD, OPD bilang kami atas surat
edaran Wali Kota ga boleh kasih informasi. Itulah dibawa wartawan
suratnya ke kami (Komisi Informasi), lalu kami sampaikan
wawancaralah kalo gitu. Kami bilang, ini wartawan dia tidak bolah
pakai UU KIP ini, karena dia kan lack specialist, tender x-
bureaucratic, dia kan informasinya informasi yang segera, venues,
mana bisa ditunggu sampai 7 hari, 30 hari, 100 hari. Iya kan, masa’
kalo wartawan minta, “Pak, jumah ini ini berapa, Pak?” trus dijawab,
“Kamu mohonkanlah informasi ke badan publik ini ini” Berarti Wali
Kota-nya ga ngerti, ini UU dari tahun 2008, di undangkan tahun
2010, tidak ada lagi boleh informasi satu pintu hanya di sekretariat
Pemko, ya lambatlah. Nanti ditanya sama humas, “Pak, berapa
jumlah kantong darah yang tersedia?”, di jawab humas, “Oh sebentar
kami minta informasi dulu ke sana”, kan gawat!!! Kecuali tadi
Pemkonya udah ok, datanya udah bisa connect semua. Tapi kan
134

waktu itu kenyataan belum, meskipun saya melihat semangat Dinas


Kominfo Medan dengan PPID-nya mau butat data centre. Jadi saya
bisa pahami juga kendala yang dirasakan PPID Pemko Medan ini
terkait kurangnya komitmen yang dukungan dari pimpinannya
sendiri.

Peneliti selanjutnya beranjak kepada pertanyaan yang berguna untuk

menggali strategi dan kendala yang dilakukan dan dialami PPID Pemerintah Kota

Medan melalui pengalaman berintekasi yang informan pernah alami, berikut

penuturan informan:

Adanya saling curiga di antara bidang-bidang dalam satu OPD, dan


itu pengakuan loh! Dalam sidang, PPID-nya banyak yang bilang
‘payah kali bidang-bidang ini diminta informasi, udah sampai sini
kasusnya baru heboh’. Begitulah, sampai-sampai kita harus panggil
bidang yang bersangkutan ke sini baru mau selesai, mereka mau
kasih datanya. Kalau strateginya ee,,,, jadi gini, justru kalau PPID
nya pandai dan paham mereka ga takut bersengketa, karena sengketa
ini kan bisa jadi alat untuk mem-filter pemohon yang ‘nakal’ Jadi
besok-besok mereka ga akan diganggu lagi sama pemohon-pemohon
’nakal’ itu kalau sudah kita blacklist. Makanya kalau badan publik
mau berkoordinasi dengan baik sama kita, pemohon-pemohan
‘nakal’ banyak yang bisa kita black list. Jangankan dengan indikasi
mereka langsung menyatakan minta duit, pakai indikasi,
ee...misalnya dia bilang ‘Pak, mana jawaban informasinya, ini ban
udah harus diganti ni ban kereta’, itu juga sudah bisa dilaporkan ke
kami, dengan catatan asalkan termohonnya ada bukti. Termohon
bisa minta majelis untuk menafsirkan nanti, karena majelis kan bisa
menafsirkan, selain barang bukti dan keterangan saksi, majelis juga
punya kewenangan penafsiran.

Masih berkaitan dengan sengketa informasi, selama proses wawancara

peneliti menemukan beberapa cerita yang didukung oleh beberapa dokumen

menunjukkan data bahwa dari sejumlah sengketa yang pernah dialami PPID

Pemerintah Kota Medan, uniknya sebagian besar dinyatakan gugur. Hal ini dapat

ditangkap dan dirasakan peneliti sebagai suatu gejala yang kurang wajar, sehingga

peneliti meminta tanggapan informan berkaitan dengan perihal tersebut dan berikut

tanggapan informan:
135

Kalau gugur itu jelas ya, ketentuannya dia tidak hadir dua kali, Pasal
30 dan 45, disitu jelas pemohoan yang tidak hadir dua kali dalam
persidangan, bukan berturut-turut ya, maka sengketa dinyatakan
gugur melalui keputusan Ketua Komisi Informasi. Dan kalau gugur
dia tidak pakai putusan resmi, tapi pakai keputusan Ketua Komisi
Informasi saja. Nah, sekarang apakah itu strategi yang memang
sengaja dipakai PPID Pemko Medan? bisa jadi dua juga indikasinya,
pertama apakah badan publik memang berstartegi membiarkan dan
menunggu pemohon mengajukan keberatan agar menjadi gugur dan
blacklist saat sidang karena sudah ada kecurigaan terhadap
pemohon, atau yang kedua, di mana badan publik berstartegi dengan
sengaja ‘menyelesaikan’ ini di luar sidang karena badan publik
memang tidak mau mempublikasikan informasi. Kita memang ga
bisa buktikan itu, tapi pernah ada yang buat pengakuan sama saya
“cuma 200 ribu-nya dikasih udah mau mereka, jadi buat apa capek-
capek berperkara.” Itulah mindset nya masih seperti itu. Jadi
asumsinya kalau ada pemohon yang sudah mengajukan keberatan
lalu tiba-tiba mencabut gugatannya, ya kita curiganya ke situ.

Selanjutnya, untuk lebih memperjelas bagaimana sebenarnya prosedur

pencabutan gugatan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, berikut

jawaban informan:

Yaaa, pemohon bisa menarik kembali gugatannya sepanjang belum


jatuh putusan. Bahkan sidang sudah berjalanpun, sebelum jatuh
putusan, pemohon masih diperbolehkan menarik gugatannya, tapi
harus ada alasannya dan kalau alasannya ga jelas, biasanya kita bisa
blacklist. Dan peraturan terbaru sekarang, sejak 2018 yang gugur-
gugur itu kita batasi hanya dua register aja, kalau dua-duanya dia
tidak serius dan tidak bersungguh-sungguh, kita black list, pasal 4.
Dan permohonan pun kita batasi sebanyak-banyaknya sampai empat
saja, jadi kalau udah lebih dari empat kita akan suruh pilih.

Peneliti selanjutnya menanyakan tentang prosedur pertimbangan yang harus

ditempuh oleh KI sebelum menyatakan suatu perkara layak untuk disidangkan,

mengenai hal tersebut berikut penjelasan informan:

Prosedurnya ada 4 yang kami periksa sebelum menyetujui perkara,


disebut legal standing atau kewenangan, ada dua, kewenangan
absolut dan kewenanga relatif. Kewenangan absolut kami, ada dua
yang diperiksa yaitu bahwa badan publik yang diperkarakan itu
letaknya di Sumatera Utara, lalu oeprasionalnya juga ada di
Sumatera Utara. Kemudian masuk ke kewenangan relatif, di sini
yang diperiksa adalah legal standing termohonnya, yaitu badan
136

publik, dan kita periksa, pas tidak permohonan itu sama kerjanya dia,
kan bisa aja salah permohonan. Lalu termasuk yang hadir, kalau dia
bukan Kepala Dinas, dia harus membawa surat kuasa dari Kepala
Dinas. Yang diperiksa berikutnya adalah legal standing pemohon,
ini yang agak ribet, pemohonnya itu kan kalo perorangan pakai KTP,
kalau kelompok orang dia pakai KTP orang-orang yang diwakilinya,
kalau dia pengacara dia bawa kuasa dari orang-orang yang dia
uruskan. Nah, yang terakhir itu organisasi atau LSM. Nah, LSM ini
harus punya ee… badan hukum dari organisasinya yang terdaftar di
Kementerian Hukum dan HAM. Ini yang selalu gagal. Gagalnya
kenapa? Rata-rata LSM itu dari pusat, tapi selalu ada kesalahan-
kesalahan kayak nipu, misalnya LSM pemantau keuangan negara,
dia nanti ada huruf-huruf yang berbeda, ada logo yang berbeda. Nah,
ini yang harus kita pahami betul, kadang-kadang ada yang tidak ada
AD-ART-nya, ada juga yang penunjukan cabang disini, macam-
macam lah. Makanya, ga sedikit juga keberatan dari LSM yang kita
tolak untuk dinaikkan jadi perkara. Jadi udah kita blacklist duluan
ini kalau ketahuan LSM-nya tipu-tipu.

Berdasarkan sumber informasi yang peneliti dapati dalam proses observasi

menceritakan bahwa kebanyakan keberatan yang diajukan pemohon informasi

hingga akhirnya menjadi perkara atau sengketa informasi disebabkan karena tidak

adanya respon dari badan publik sebagai penyedia informasi. Untuk mengetahui

lebih pasti terkait hal tersebut, peneliti menanyakannya kepada informan yang

kemudian diberi tanggapan seperti berikut:

PPID kan ada 10 hari kerja untuk merespon, dan boleh perpanjangan
7 hari kerja sebanyak satu kali dengan catatan memberi tahu
pemohon informasi meminta perpanjangan waktu. Nah, selanjutnya
kalau setelah perpanjangan 7 hari data yang diminta tidak diberikan
atau sudah diberikan tapi pemohon masih tidak puas, maka bisa
mengajukan keberatan ke komisi informasi.

Berikutnya peneliti meminta tanggapan informan tekait definisi informasi

publik yang berupa dokueman-dokumen yang mencakup anggaran seperti dokumen

rencana, dokumen laporan serta dokumen yang rahasia, berikut penjelasan yang

informan berikan:

Jadi kalau RAB (Rencana Anggaran Biaya) sebetulnya boleh di -


publish, karena dia kan masih rencana, sedangkan masyarakat aja
137

disuruh ikut musrembang kan, jadi masyarakat boleh tau tapi


sepanjang tidak berpotensi menimbulkan kericuhan. Kalau nanti
masalah di laporan kinerja ada item yang ga ada, ya dijelaskan saja
apa yang terjadi sebenarnya. Tapi kalau sifatnya laporan, itu yang
harus sudah diperiksa Inspektorat, BPKP, dan lain-lain dan
dinyatakan clear baru boleh di publish. Bahkan kalau sudah
diperiksa pun, tapi masih ada ganjalan itu boleh untuk tidak di
publish dulu. Kalau laporan masih ada perkara-perkara yang
bersengketa di kepolisian, kejaksaaan, itu boleh untuk tidak di-
publish dulu. Jadi jelas kok sebenarnya mana yang terbuka dan mana
yang tertutup. Yang tertutup itu apa? ya itu tadi, yang tidak ada sama
kita, kemudian yang belum diperiksa sama inspektorat, kemudian
yang rahasia negara. Tapi itu tadi meraka sering kali bilang ini
rahasai negara. Mana ada! orang gaji kita pun harus di publish kok
berapa, namanya kita makan gaji dari negara.

Pada pertanyaan terakhir, peneliti meminta pendapat berupa saran atau hasil

pemikiran informan terkait kunci keberhasilan pelaksanaan keterbukaan informasi

publik yang dapat diupayakan Pemeritah Daerah seperti Pemerintah Kota Medan,

berikut yang disampaikan informan:

Goodwill pimpinan. Kalau boleh saya kasih contoh, itu kejadiannya


nampak di Pakpak Barat. Waktu itu Bupati Pakpak Barat kan
meninggal dan yang jadi Plt-nya lalu mantan Kadis Kominfo, Pak
Asreng. Nah saya lihat itu jadinya bagus sekali PPID-nya, jadi keren,
annggarannya ada, strukturnya ada, Perbup-nya oke, baguuuus kali.
Itu tadi yang saya bilang di awal, bagaimanapun anggaran perlu ya,
agar mereka bergembira, dan perlu untuk pelatihan. Sosialisasi kan
perlu juga sering-sering, tapi ya itu mindset-nya bukan terus
anggarannya harus besar. Tapi kalau ga sosialisasi yaa gitu jadi
banyak yang ga tau.

Saran yang disampaikan informan tersebut mengakhiri proses wawancara

yang peneliti lakukan dengan informan. Sebelum berpamitan peneliti meminta

informan untuk menandatangani surat pernyataan sebagai informan dan berfoto

bersama sebagai bentuk dokumentasi.

4.3.4.2 Informan Triangulasi 2

Proses triangulasi berikutnya peneliti lakukan dengan mewawancari

seorang Plt. Inspektur Kota Medan yang bernama Bapak Laksamana Putra Siregar,
138

S.H., M.S.P. Peneliti ingin menanyakan beberapa hal kepada informan setelah

mendengar keterangan dari beberapa informan utama mengenai evaluasi SAKIP

yang dilakukan Inspektorat Kota Medan sebagai bentuk pengawasan internal

kinerja OPD di lingkungan Pemerintah Kota Medan yang mencakup pengawasan

terhadap implementasi keterbukaan informasi publik. Proses wawancara

berlangsung pada hari Selasa tanggal 6 Juli 2021 di Kantor Bagian Hukum

Sekretariat Daerah Kota Medan sekitar pukul 15.30 WIB yang peneliti lakukan

dengan memperkenalkan diri secara langsung dan menceritakan latar belakang

kedatangan peneliti yang bermaksud hendak mendapatkan informasi tentang

evaluasi yang berkenaan dengan PPID atau pelaksanaan keterbukaan informasi

publik di Pemerintah Kota Medan.

Untuk memastikan apa saja program evaluasi dan monitoring yang

dilakukan Inspektorat Kota Medan berkenaan dengan PPID atau keterbukaan

informasi publik, maka peneliti menanyakan hal tersebut kepada informan dan

berikut tanggapan informan “Terkait publikasi dokumen publik, beberapa item ada

di evaluasi SAKIP, yaitu Renstra, PK, IKU sama Laporan Kinerja. Jadi biasanya

sebagai tindaklanjut evaluasi SAKIP kita menyurati OPD-OPD yang belum

mempublikasikan dokumen publik tersebut agar segera di publikasikan.” Temuan

wawancara berikutnya informan memberikan keterangan bahwa Evaluasi SAKIP

ini berada dibawah pembinaan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara

dan Reformasi Birokrasi (Kementerian MenPANRB), sehingga laporannya akan

disampaikan ke MenPANRB. Peneliti selanjutnya ingin mengetahui mengapa

dokumen publik seperti Renstra, PK, IKU dan LKj tampak di SIP-PPID baru aktif
139

dipublikasikan dalam beberpa tahun terakhir, sedangkan implementasi UU KIP

harusnya sudah lama berjalan, berikut tanggapan informan:

Begini, mengenai keterbukaan informasi publik ini kan sebenarnya


salah satu dari tujuan besar reformasi birokrasi, bahkan ada itu
Peraturan Presiden yang mengatur tentang grand design reformasi
birokrasi 2010-2045. Nah, di dalam Perpres tersebut disebutkan
bahwa yang menjadi area perubahannya antara lain perubahan pola
pikir dan perubahan budaya organisasi. Maka, diterbitkanlah
PermenPANRB tentang pedoman pembangunan budaya kerja. Jadi,
memang perubahannya bertahap, termasuk jugalah evaluasi SAKIP
ini yang merupakan bagian dari reformasi birokrasi tersebut di
bawah binaan KemenPANRB yang secara terus menerus diperketat
evaluasinya. Selai itu, semakian ke sini indikator kinerja pejabat
publik kan semakin diperjelas, termasuk juga evaluasi SAKIP ini
yang sekarang menjadi indikator penilaian kinerja Wali Kota
nantinya. Jadi, wajar jika dulu masih banyak yang belum
mempublikasikan dokumen publik dan baru belakangan aktif.
Namanya juga perubahan, ya kan.

Peneliti selanjutnya menanyakan tentang pengalaman yang informan mililki

dalam melasakanakan evaluasi dan monitoring SAKIP, khususnya pada perilaku

OPD dalam mempublikasikan dokumen-dokumen publik sesuai item-item yang ada

di dalam SAKIP yang kemudian dijelaskan informan dengan mengatakan

“Memang banyak juga kita temukan OPD yang belum mempubiklasikan sebelum

ada evaluasi, tapi setelah kita surati biasanya rata-rata OPD segera

melaksanakannnya.” Berikutnya, untuk memastikan tidak ada evaluasi lain yang

berkenaan dengan PPID atau keterbukaan informasi publik, maka peneliti

menanyakan hal tersebut kepada informan yang kemudian ditanggapi informan

dengan mengatakan “Sebenarnya evaluasi khusus tentang PPID tidak ada, tapi

item-item yang dikerjakan PPID itu ada di evaluasi SAKIP ini.”

Setelah peneliti merasa informasi yang ingin didapatkan dari informan

cukup, maka peneliti mengakhiri wawancara dan meminta kesediaan informan agar
140

bersedia menandatangani surat pernyataan informan sebagai bentuk persetujuan

hasil wawancara dapat dituliskan peneliti ke dalam hasil penelitian.

4.3.4.3 Informan Triangulasi 3

Wawancara berikutnya peneliti lakukan dengan informan yang merupakan

salah satu pemohon informasi bernama Sdr. Cholil Jibran Razif Hasibuan yang juga

merupakan seorang mahasiswa dan tercatat telah mengajukan permohonan ke PPID

BPRD Kota Medan pada tanggal 8 Mei 2020 dengan status ‘permohonan diproses’.

Adapun judul permohonan yang diajukan informan berupa perbandingan target dan

realisasi pajak parkir tahun 2015 sampai 2019 dengan tujuan penggunaan sebagai

data yang akan dicantumkan pada tugas akhir guna memenuhi syarat

menyelesaikan studi program studi Diploma III Administrasi Perpajakan USU.

Peneliti melakukan wawancara dengan informan secara tatap muka setelah

sebelumnya membuat janji pertemuan melalui chat whatsapp dan memilih tempat

pertemuan di salah satu cafe di Jl. Wahid Hasyim, Medan, tepatnya hari Sabtu

tanggl 12 Juni 2021 pukul 16.30 WIB.

Peneliti memulai wawancara dengan memperkenalkan diri dan

menceritakan latar belakang terkait maksud dan tujuan peneliti yang sedang

mengumpulkan data dalam rangkan keperluan penyusunan tesis. Setelah peneliti

meyakini bahwa informan dapat memahami dan menerima dengan baik maksud

dan tujuan peneliti tersebut, maka peneliti mulai memberikan beberapa pertanyaan

kepada iforman. Sebagai pertanyaan awal yang berguna untuk mengetahui

pemahaman informan tentang objek yang sedang diteliti, maka peneliti

menanyakan terkait bagaimana informan mengetahui PPID Pemerintah Kota


141

Medan untuk pertama kalinya, yang informan kemudian sampaikan sebagai

berikut:

Ooo…itu kak, awalnya kan browsing mau cari data tentang pajak
parkir buat nyusun proposal, lewat google, trus liat data pajak parkir
di Jakarta tersedia di PPID-nya. Trus dari situ jadi taulah dikit PPID
apa ya kan. Kira-kira tempat informasi publik di-publish gitu pikiran
saya. Trus mikirnya kalau PPID Jakarta ada berarti Medan harusnya
ada juga ni, karena sama-sama Pemda gitu. Eh bener rupanya
memang ada, tapi data parkir yang aku cari ga ada tersedia. Setelah
ngulik-ngulik gitu aku coba lah ajukan permohonan informasi ke
BPRD (Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah) pakai PPID
itu. Pas ngajukan informasi itu kan harus register dulu, pas ada
verifikasi ke e-mail senenglah, karena kan kalo udah pakai verifikasi
biasanya bener ni, terpercaya gitu. Ya udah, aku nunggulah itu kak,
sehari, dua hari, tiga hari sampe kira-kira seminggu kok ada respon,
ga dibalas gitu kak. Wahh.. dalam hati udah ga bener ni.

Lalu untuk memeverifikasi kebenaran informasi yang sempat disampaikan

oleh beberapa PPID bahwa publik lebih banyak mencari informasi atau data di

website-website, maka peneliti coba menanyakan hal tersebut kepada informan dan

mendapat tanggapan seperti berikut:

Ga kak, aku carinya langsung di google. Biasanya kan kalo ada di


website dari pencarian google bisa keliatan juga. Nah aku coba cari
informasi publik milik BPRD yang muncul malah berita-berita
tentang kegiatan gitu. Kebanyakan tentang pelaksanaan kegiatan lah
pokoknya. Tapi kenapa informasi publik Pemko Medan kebanyakan
kegiatan-kegiatan gitu ya kak? Aku mikirnya buat apa sih,
masyarakat kayaknya lebih butuh informasi dan data dari pada
berita-berita kegiatan.

Informan mengaku masih tidak mendapat respon selang seminggu setelah

permohonan informasi diajukan ke PPID Pemerintah Kota Medan, dari situ

informan melakukan upaya selanjutnya yang disampaikan melalui pernyataannya

seperti berikut:

Akhirnya aku ngadap ke dosen, bilang ga dapat datanya. Dosen aku


nyaranin untuk datangin langsung aja ke BPRD-nya. Ya udah
dibuatkan surat izin penelitiannya sama jurusan. Trus aku bawa ke
Pemko kak, ke lantai dua…. apa tu namanya kak yang tempat untuk
142

penelitian itu…Balitbang ya kalo ga salah. Dari situ di kasih surat


izin penelitian kan ke BPRD.

Selanjutnya peneliti menanyakan bagaimana rangkaian kejadian yang di

alami informan selama proses memperoleh data di PPID BPRD Kota Medan secara

langsung. Informan menceritakan kronologis kejadiannya sebagai berikut:

Datanglah aku kak pakai baju hitam putih, lengkap pakai almamater
plus name tag. Pas sampai sana ya udah aku kasih liatlah surat izin
penelitian untuk minta data. Trus aku dijumpakan sama Ibu Veronica
kalo ga salah namanya. Trus aku disuruh nunggu kak, lamaaaaaaaa
kali. Kakak tau aku nunggu dari jam berapa sampai jam berapa? Dari
jam 10 sampai jam 3 siang kak. Hahaha….Setelah sekian lama
barulah orangnya keluar dari ruangan, itupun ga langsung dapat kak.
Katanya belum ada datanya. Ada lah beberapa kali aku datang ke
sana tapi tetap ga dapat juga datanya. Sedih kali lah pokoknya kak.
Akhirnya aku ceritainlah ke mama ku, tadinya aku ga mau minta
bantuan kak. Tapi karena udah usaha ga dapat juga, akhirnya aku
minta bantuin sama mama, kan bunda kebetulan di KONI, jadi
adalah kenal-kenal orang Pemko sikit-sikit. Setelah ditelpon gitu
sama kenalan mama barulah kak akhirnya aku dapat data itu. Datang
lagilah aku ke BPRD buat ambil datanya, tapi itu pun kak aku dikasih
setumpukan berkas gitu, jadi cari sendiri data yang aku perlu, dan
hanya boleh difoto. Ga boleh dibawa-bawa buat di fotocopi apalagi
di scan. Ya ampuun, seru kali lah memang, hahahahaha… Dalam
hatiku ni, kaya manalah kalo orang yang ga punya kenalan, maulah
ga jadi penelitian.

Dari semua rangkaian kejadian yang dialami informan tersebut, kemudian

peneliti menanyakan bagaimana perasaan infoman terhadap kejadian tersebut serta

bagaimana penilaian yang dimiliki informan terhadap PPID Pemerintah Kota

Medan, tepatya PPID BPRD Kota Medan. Informan pun mengungkapkan

perasaannya sebagai berikut:

Kecewa sih kak, Pemko Medan loh ini, kok pelayanannya kayak gitu
ya? Padahal data yang dimintakan juga jelas tujauanya untuk apa, itu
juga informasi publik. Buktinya di PPID Jakarta ada tersedia. Tapi
aku tau sih kak kayak bisa ngajuin keberatan gitu sebenarnya. Baca-
baca di internet gitu, kalau PPID-nya tidak merespon kita sebagai
pemohon informasi bisa ngajuin keberatan.
143

Meskipun informan sempat menyinggung masalah pengajuan keberatan,

namun setelah peneliti tanya lebih lanjut, informan tidak mengetahui secara detail

terkait prosedur pengajuan keberatan yang bisa membuat sengketa informasi

dikarenakan informan tidak pernah membaca UU KIP dan tidak mengetahui

keberadaan Komisi Informasi berserta peraturannya (PERKI). Peneliti lalu bertanya

akibat yang dialami informan dari segala kendala yang dihadapinya selama proses

memperoleh data yang menyebabkan kerugian bagi dirinya sebagai publik, maka ia

pun memberi respon seperti berikut:

Kalo bisa aku rangkumin sih kak, aku jadi molor penelitian kira-kira
2 bulan, trus jadi telat wisuda juga. Apalagi aku ada niat mau
langsung extention ke S1 waktu itu kan. Trus kan kak, pas seminar
hasil itu sempat didebat juga sama dosen penguji masalah lampiran
data aku yang hasil foto itu. Kan Cuma boleh di foto tu, katanya
dosennya harusnya di scan lah, gitu. Tapi setelah aku terangin ya
udah ga masalah. Setelah dosen aku tau gimana permintaan dataku
ga direspon di sistem PPID itu, ya akhirnya dosen pun nyaranin
ketua jurusan di kampus buat langsung kasih surat izin penelitian ke
kantor-kantor aja buat mahasiswa. Ga usah pakai sistem PPID lagi.

Terakhir atas dasar permintaan peneliti yang meminta informan untuk

menyampaikan saran dan pendapatnya berdasarkan pengalamannya menggunakan

layanan keterbukaan informasi publik di Pemerintah Kota Medan melalui SIP-PPID

baik secara langsung melalui tatap muka maupun secara online melalui sistem,

maka informan memberikan beberapa masukan yang ia sampaikan sebagai berikut:

Kalau bisa informasi-informasi publik kayak laporan-laporan gitu


yang udah selesai bisa di-pulish gitu kak, minimal laporan 2 tahun
terakhir lah. Pasti data-data kayak gitu banyak diperlukan publik.
Trus informasi-informasi kayak jumlah fasilitas publik yang ada di
Kota Medan, kayak-kayak gitu lah kak. Jangan isinya berita
kegiatan-kegitan aja. Trus lagi, untuk pelayanan tatap muka itu
maunya di bagian depannya udah ada petugas PPID-nya khusus gitu
kak, trus ada banner tentang PPID biar kita ga bingung mau
nanyanya ke mana, prosedurnya gimana, informasi publik apa aja
yang tesedia. Itu aja sih kak.
144

Untuk menggali persepsi informan lebih dalam lagi terhadap kinerja PPID

Pemerintah Kota Medan, peneliti coba meminta informan untuk mendeskripsikan

apa yang ada dibenak informan terkait alasan PPID Pemerintah Kota Medan tidak

banyak mengumumkan informasi publik seperti informasi yang ia mohonkan, ia

pun memberikan tanggapannya seperti berikut:

Mmmm ga tau juga persisnya kenapa kak. Tapi mungkin mereka


takut juga kali ya kalo data-data itu disalahgunakan. Soalnya temen
aku juga ada tu yang cari makannya kayak gitu. Jadi dia bisa dapat
data dari orang dalam, lawannya Bapak ini misalanya, trus nanti dia
datangin Bapak itu bawa data, yaa tau lah ya kan buat apa. Pasti
maksudnya buat dapat sesuatulah, kalau ga dikasih diancam buat
dinaikin beritanya. Makanya Cholil maklum juga sih itu kak. Cholil
aja pas datang ke BPRD itu pertama kali udah langsung dikasih tau
kalau untuk tanya-tanya kenapa ini begini, ini begitu, ga boleh,
katanya cari diberita aja udah banyak. Jadi cuma boleh ambil data
aja di situ.

Peneliti mengakhiri wawancara dengan meminta kesediaan informan untuk

menandatangani surat pernyataan informan agar peneliti dapat menuliskan hasil

wawancara ke dalam tesis peneliti yang kemudian mendapat kesediaan dari

informan untuk memenuhi permintaan tersebut. Peneliti mengucapkan salam dan

terima kasih kepada informan sembari mempersilahkan informan untuk

meninggalkan lebih dulu peneliti di tempat pertemuan wawancara.

4.3.4.4 Informan Triangulasi 4

Informan selanjutnya yang berhasil peneliti wawacarai adalah seorang

pemohon informasi bernama Dear Martin Saragih yang pernah mengajukan

permintaan data ke PPID Dinas Kesehatan per tanggal 1 Februari 2020 dengan

status ‘permohonan diproses’. Yang menjadi judul permohonan informan adalah

data praktek spesialis penyakit dalam yang masih aktif dengan tujuan penggunaan

untuk keperluan penelitian. Dikarenakan kesibukan informan untuk bertemu secara


145

tatap muka, maka proses wawancara dilakukan melalui media komunikasi chat

whatsapp pada tanggal 12 Juni 2021 sekitar pukul 18.00 WIB hingga selesai.

Peneliti memulai wawancara dengan menghubungi informan,

memperkenalkan diri dan menyampaikan latar belakang peneliti serta meminta

kesediaan informan untuk memberikan informasi terkait objek penelitian yang

sedang peneliti kumpulkan datanya. Setelah mendapatkan persetujuan dan

kesediaan informan, peneliti mulai melakukan wawancara dengan mengajukan

pertanyaan awal terkait sumber informasi yang membuat informan mengetahui

keberdaaan PPID Pemerintah Kota Medan, dan informan memberikan informasi

dengan menyatakan “Kemarin karna kebutuhan mencari data lokasi praktek dokter

spesialis penyakit dalam mbak. Coba cari di google. Beberapa website kayak pemko

Yogyakarta. Menyedihkan tapi di medan tidak aktif web-nya. Makanya saya coba

datangin dinas kesehatan nya secara langsung.”

Peneliti selanjutnya menanyakan bagaimana proses permintaan data yang

informan jalani di Dinas Kesehatan, berikut pernyataan informan menjelaskan

kejadiannya “Saya disuruh melampirkan surat riset dari kampus dan menunggu

surat izin riset dari dinas kesehatan kota medan. Data yang saya minta sudah tidak

dikelola mereka per-tahun 2017 mbak, jadi saya disarankan untuk ke dinas

pendapatan terkait data lokasi praktek dokter spesialis penyakit dalam di Kota

Medan.” Untuk mengetahui upaya selanjutnya yang ditempuh informan dalam

proses pencarian data, peneliti menanyakan apakah ia mengikuti arahan untuk

datang ke Dinas Pendapatan atau melakukan upaya lain, informan selanjutnya

mengatakan “Saya akhirnya riset secara observasi mbak, mengenai lokasi dibantu
146

dengan google maps ataupun tanya kepada masyarakat setempat terkait lokasi

praktek dokter.”

Peneliti selanjutnya ingin mengetahui pengetahuan informan terkait

pengertian informasi publik yang boleh dimintakan kepada PPID seperti data yang

dimohonkan informan kepada PPID Dinas Kesehatan, bagaimana informan

menjelaskan hal tersebut, berikut penuturan yang informan sampaikan “Informasi

publik agar masyarakat jika ingin berobat kepada dokter bisa datang ke lokasi.”

Selanjutnya lagi, untuk mengetahui pengetahuan informan akan fungsi PPID, maka

peneliti menanyakannya langsung kepada informan yang dijawab dengan

pernyataan “Kurang tau mbak, yang saya tau salah satu penyedia informasi dari

pemko ke masyarakat.”

Peneliti kembali teringat tentang permohonan informasi yang disampaikan

informan melalui SIP-PPID seperti yang disampaikan di awal pembicaraan

wawancara. Maka peneliti ingin mengetahui berapa selang waktu yang ditunggu

oleh informan untuk mendapatkan respon secara online sebelum memutuskan untuk

berupaya meminta informasi secara langsung, untuk itu informan memberikan

keterangan “Sekitar seminggu mbak, karna dosen menganjurkan lebih baik coba

datangin.” Berikutnya peneliti ingin mengetahui apakah informan mengetahui atau

pernah membaca tentang UU KIP yang merupakan pedoman keterbukaan informasi

publik. Menanggapi hal tersebut informan mengatakan “Belum pernah mbak.”

Selanjutnya, untuk mengetahui penilaian informan terhadap pelayanan

PPID Pemerintah Kota Medan khususnya PPID Dinas Kesehatan, maka peneliti

menanyakan bagaimana pengalaman informan selama menjalani proses permintaan

informasi melalui PPID Pemerintah Kota Medan yang ia sampaikan dengan


147

menyatakan “Saya hanya sebatas dengan permintaan data mbak, jadi saya rasa

PPID Pemko Medan harus lebih respon untuk hal-hal data yang dibutuhkan

masyarakat. Apalagi di masa pandemi ini pasti sangat membantu. Saya kecewa

mbak.” Lebih lanjut peneliti menanyakan akibat yang dialami informan dari

terkendalanya proses permintaan data di PPID Pemerintah Kota Medan, berikut

keterangan informan dengan mengatakan bahwa “Mengalami keterlambatan waktu

dalam pengumpulan data riset itu saja sih mbak.”

Untuk mengetahui kemungkinan adanya sumber lain yang digunakan

informan dalam mencari data atau informasi publik yang termasuk dalam wilayah

kewenangan Pemerintah Kota Medan, peneliti mengajukan pertanyaan kepada

informan adakah informan mengakses website Pemerintah Kota Medan sebelum

mengakses PPID melalui SIP-PPID, dan informan memberikan keterangan dengan

mengatakan “Langsung mbak, karena sebagai tempat permintaan informasi.”

Mendengarkan keterangan tersebut, peneliti merasa sudah cukup mengumpulkan

data dari informan dan segera mengakhiri wawancara dengan mengucapkan terima

kasih. Selain itu, peneliti juga meminta kesediaan informan untuk mengisi dan

menandatangani form pernyataan informan yang peneliti kirimkan melalui

whatsapp, untuk kemudian disampaikan kembali kepada peneliti. Dengan begitu,

peneliti sudah mendapatkan persetujuan dari informan untuk dapat menuliskan

segala informasi yang ada di dalam transkrip wawancara ke dalam tesis milik

peneliti untuk kepentingan penelitian.

4.3.4.5 Informan Triangulasi 5

Wawanacara berikutnya dilakukan peneliti dengan menghubungi seorang

pemohon informasi yang status permohonannya ‘ditolak’ oleh PPID Dinas


148

Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Dinas KUKM) Kota Medan per tanggal 6

Maret 2020 dengan alasan ‘belum dikuasai.’ Informan tersebut bernama Sdri.

Fatimah Umi Hajar, yang telah mengajukan permohonan informasi per tanggal 20

Februari 2020 dengan judul permohonan Umim tahun 2000-2019, serta tujuan

penggunaan untuk bahan skripsi. Wawancara dengan informan yang berdomisili di

Jakarta ini dilakukan peneliti secara langsung melalui saluran telepon pada hari

Jumat tanggal 11 Juni 2021 sekitar pukul 18.00WIB dan berlangsung sekitar 20

menit.

Sebagaimana biasanya, peneliti akan memperkenalkan diri dan menjelaskan

maksud dan tujuan serta latar belakang peneliti menghubungi informan agar

informan dapat mengetahui kepentingannya dan bersedia memberikan data maupun

keterangan yang peneliti perlukan. Selanjutnya, peneliti akan mulai memberikan

pertanyaan awal mengenai pengetahuan informan atau sumber informasi yang

dimiliki informan hingga mengetahui keberadaan PPID Pemerintah Kota Medan,

untuk menjawab pertanyaan tersebut informan memberikan penjelasan dengan

mengatakan “Dari internet kak, pas cari-cari data ada muncul PPID gitu. Aku waktu

itu banyak ngajukan permohonan informasi ke PPID-PPID lain juga kayak PPID

Manado, ee…Yogyakarta juga.”

Informan mengaku permohonan informasi yang diajukannnya ke PPID di

bebagai kota/kabupaten banyak mengalami penolakan, termasuk yang ada di PPID

Pemerintah Kota Medan, khusunya PPID Dinas KUKM. Untuk itu, peneliti ingin

mengetahui bagaimana perasaan dan penilaian informan terhadap PPID sebagai

fungsi penyedia informasi publik serta pelayan jasa komunikasi publik, informan

pun memberikan pernyataannya “Ya udah biasa aja sih kak. Kecewa sih ada kak,
149

tapi lebih fokus sama apa yang harus dilakukan selanjutnya.” Selanjutnya peneliti

ingin mengetahui akibat yang diterima informan sebagai efek dari ditolaknya

permintaan data oleh PPID Dinas KUKM dari tujuan awal permintaan data tersebut,

informan menyatakan “Aku jadi ganti judul kak, dosen aku saranin ganti judul aja

karena waktunya udah dateline.” Untuk memastikan informan mengetahui apakah

informasi atau data yang dimintanya termasuk dalam kategori informasi publik,

peneliti menanyakan hal tersebut dan informan memberikan tanggapannya melalui

pernyataan “Iya sih kak, karena itu kan data laporan yang publik boleh tau dan

bermanfaat buat penelitian.”

Sebagai upaya untu menggali lebih lanjut pemahaman dan pengetahun

informan terkait keterbukaan informasi publik, maka peneliti menanyakan apa yang

informan ketahui tentang UU KIP, berikut jawaban singkat informan “Ga tau kak.”

Selanjutnya peneliti menanyakan adakah informan mencari informasi terlebih

dahulu dari sumber lain sebelum mengakses PPID Pemerintah Kota Medan melalui

SIP-PPID, informan menyatakan “Iya ada juga kak, biasanya ke website atau

googling.” Untuk mendapatkan penilaian atas pentingnya dan kebermanfaatan SIP-

PPID sebagai sistem informasi publik yang secara khusus melayani pengumuman

dan penyediaan informasi publik dibandingkan dengan website, maka peneliti

menanyakan penilaian informan terhadap hal tersebut yang kemudian memberikan

pernyataan “Penting banget kak sebenarnya, terutama buat penelitian kayak gini.

Awalnya saya sempat senang nemuin ada PPID ini, saya kira bisa dapat data yang

saya butuhkan, apalagi pas pandemi gini, kalo bisa online sangat membantu.”

Sehubungan dengan telah dijawabnya pertanyaan tersebut, maka peneliti

mengakhiri proses wawancara disebabkan peneliti sudah dapat mengumpulkan data


150

dan informasi yang diperlukan dari informan. Sebelum benar-benar mengakhiri

pembicaraan dengan informan, peneliti sempat meminta kesediaan informan untuk

mengisi dan menandatangani surat pernyataan informan yang akan peneliti

kirimkan kemudian, namun informan menyatakan kesibukannya sehingga tidak

bisa memenuhi permintaan tersebut. Untuk itu, peneliti berupaya meminta secara

lisan dan langsung melalaui saluran telepon tersebut agar informan tidak keberatan

hasil pembicaraan dalam wawancara dapat peneliti tuliskan di dalam tesis milik

peneliti dan seketika itu informan memberikan persetujuannya.

4.3.4.6 Informan Triangulasi 6

Pada wawancara selanjutnya, peneliti berupaya mencari seorang pemohon

informasi dengan kriteria yang pernah mengajukan permohonan informasi ke PPID

Kota Medan dan permohonannya berstatus ‘selesai.’ Hal ini berguna bagi peneliti

untuk memenuhi persyaratan kriteria informan yang telah peneliti tetapkan,

sehingga data yang dapat dikumpulkan semakin banyak dan kaya. Untuk itu,

peneliti menemukan seorang informan bernama Lika Monica Daulay yang pernah

megajukan permohonan informasi ke PPID Dinas Perhubungan Kota Medan per

tanggal 8 Agustus 2018 dan telah selesai diproses per tanggal 25 September 2019.

Adapun yang menjadi judul permohonan informan adalah target dan realisasi

retribusi parkir Kota Medan tahun 2014 (Januari-Desember) dengan tujuan

penggunaan untuk data dalam tugas akhir/skripsi. Informan merupakan seorang

pegawai swasta yang bekerja sebagai tax accounting dan berdomisili di Balikpapan,

oleh sebab itu wawancara dilakukan melalui chat whatsapp pada hari Kamis

tanggal 17 Juni 2021 dimulai Pukul 07.00 WIB hingga selesai.


151

Peneliti dapat memulai wawancara setelah beberapa kali menghubungi

informan via chat whatsapp yang tidak langsung mendapat respon, hingga akhirnya

informan membalas dan menyatakan kesediannya untuk diwawancarai. Seketika

itu, peneliti langsung memberikan pertanyaan tanpa perlu memperkenalkan diri dan

menyampaikan maksud tujuan peneliti yang telah disampaikan melalui pengiriman

pesan sebelumnya. Pertanyaan pertama yang peneliti berikan adalah terkait sumber

informasi yang dimiliki informan hingga mengetahui keberadaan PPID Pemerintah

Kota yang informan jelaskan pada pernyataannya “Dari google mba, karna mau cari

tau cara ambil atau download data pemko medan yang bisa dipublikasikan, kemarin

itu kebetulan saya juga lagi dalam proses penyusunan skripsi.”

Lalu peneliti memberikan pertanyaan berikutnya kepada informan terkait

bagaimana proses yang dijalani untuk mendapatkan data atau informasi publik dari

PPID Pemerintah Kota Medan, informan menjelaskan “Dispenda Kota Medan mba,

saya minta via online mba, namun tetap diarahkan untuk mendatangi langsung

dinas terkait agar lebih efektif. Jadi saya kemarin tetap ke Dispenda Medan mba

untuk dapat datanya. Tapi data yang saya minta kemarin terkait dengan pendapatan

pemko medan dari sektor pajak parkir yang diterima. Dan saya kemarin ke Dishub

Medan juga terkait dengan retribusi parkirnya.” Ketika peneliti menanyakan

kesulitan yang dialami informan selama proses mendapatkan data dari PPID

Pemerintah Kota Medan, informan mengatakan “Alhamdulilah tidak ada mba. Ya

walaupun slow respon, namun tetap dapat kok mba. Ga begitu minta langsung

dapat mba, tapi dinas memberitahu kapan datanya siap mba, baru kemudian saya

datang kembali untuk mengambil data tersebut.”


152

Peneliti mendapati informan cukup puas dengan pelayanan keterbukaan

informasi publik yang dilakukan PPID Pemerintah Kota Medan, meskipun

pelayanannya masih belum sempurna dikarenakan PPID tidak melayani permintaan

informasi secara online sepenuhnya. Informan mengaku untuk mendapatkan

informasi sesuai permohonan yang telah diajukannnya, ada sebuah persyaratan

yang harus dipenuhi sebelumnya, yaitu mendapatkan surat izin penelitian terlebih

dahulu dari Balitbang Kota Medan, namun informan sekaligus mengaku tidak

mengalami kendala dalam pengurusan surat tersebut. Selanjutnya peneliti

menanyakan adakah upaya lain yang dilakukan informan sebelum mencari

informasi ke PPID Pemerintah Kota Medan yang kemudian ditanggapi informan

dengan mengatakan “Ada mba, salah satunya membuka situs dinas terkait, tapi data

yang ditampilkan tidak sesuai dengan kebutuhan saya pada saat waktu itu.”

Peneliti selanjutnya ingin mengetaui lebih jauh terkait pengetahuan

informan mengenai fungsi-fungsi yang dimiliki PPID, informan menyatakan

“Dapat menyediakan informasi dan dokumentasi terkait data yang dibutuhkan

masyarakat terutama data yang berkaitan dengan instansi pemerintah.” Selanjutnya

peneliti juga perlu mengetahui tanggapan informan mengenai UU Keterbukaan

Informasi Publik, berikut penuturan informan mengenai UU tersebut “Tahu tapi

tidak banyak mba. Yang saya tau, setiap warga negara Indonesia berhak untuk

mengetahui setiap informasi publik dan dapat menggunakan infomrasi tersebut

sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan.”

Masih berkaitan dengan UU KIP, peneliti lebih lanjut menanyakan

pengetahuan informan mengenai Komisi Informasi, berikut yang disampaikan

informan “Lembaga independen/mandiri yang berfungsi menjalankan UU N0


153

14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan pelaksananya.”

Peneliti sempat menanyakan kembali mengenai penilain informan terhadap

pelayanan PPID Pemerintah Kota Medan berdasarkan pengalaman yang telah

dialami selama proses permintaan informasi yang kemudian ditanggapi informan

agar peneliti menentukan skala skor-nya. Untuk itu peneliti mencoba memberi skala

10 sampai 100 yang dijawab informan dengan mengatakan “75 mbak.”

Setelah mendengar semua keterangan dan informasi dari informan, peneliti

merasa data yang diperlukan sudah mencukupi hingga memutuskan untuk

mengakhiri wawancara. Peneliti juga meminta kesediaan informan untuk mengisi

dan menandatangani surat pernyataan informan sebagai persetujuan informan agar

pembicaraan hasil wawancara dapat peneliti tuliskan ke dalam tesis milik peneliti.

Informan kemudian menyatakan kesediaannya dan peneliti menutup wawancara

dengan mengucapkan salam dan terima kasih kepada informan.

4.4 Kategorisasi Temuan Penelitian

Berdasarkan hasil temuan penelitian yang telah melewati proses penggalian

persepsi, penangkapan ide/gagasan, serta pengeinterpretasian makna dan simbol

melalui proses membaca narasi atau teks, mendengar pembicaraan langsung, dan

mengamati tindakan atau objek yang dilakukan selama proses pengumpulan data,

tahap selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah pengkategorisasian terhadap hasil

temuan penelitian tersebut. Pengkategorisasian ini mengacu pada teknik analisis

data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teknis analisis Miles & Huberman

yang membagi tahap analisis data kepada tiga tahap: tahap reduksi data, tahap

penyajian data, dan penarikan kesimpulan.


154

Reduksi Data

Pada tahap reduksi data, peneliti akan dihadapkan pada proses berpikir

sensitif, yaitu peneliti akan memfokuskan temuan penelitian pada hal-hal yang

penting, serta dicari tema dan polanya. Reduksi data berguna untuk memberikan

spesifikasi analisis sesuai dengan fokus penelitian yang telah ditetapkan. Adapun

fokus penelitian dalam penelitian ini mencakup proses komunikasi organisasi PPID

Pemerintah Kota Medan, hambatan komunikasi yang dialami organisasi PPID

Pemerintah Kota Medan dan strategi komunikasi organisasi PPID Pemerintah Kota

Medan.

4.4.1 Proses Komunikasi Organisasi PPID Pemerintah Kota Medan

Pada fokus penelitian yang berupa analisis terhadap proses komunikasi

organisasi PPID Pemerintah Kota Medan, peneliti mendapati interaksi-interaksi

atau aktivitas-aktivitas komunikasi yang dapat dimasukkan ke dalam tema berupa

fungsi-fungsi komunikasi yang dilakukan PPID Pemerintah Kota Medan serta pola

yang membentuk peran dan tindakan yang dilakukan dan tidak/belum dilakukan

PPID Pemerintah Kota Medan. Fungsi-fungsi komunikasi tersebut terbagi kepada

tiga fungsi, yaitu (1) pengelolaan informasi dan dokumentasi publik; (2) penyediaan

informasi dan dokumentasi publik; dan (3) pelayanan informasi dan dokumentasi

publik.

4.4.1.1 Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi Publik

Pada fungsi pengelolaan informasi dan dokumentasi publik, temuan

penelitian menunjukkan bahwa PPID Pemerintah Kota Medan memiliki 2 (dua)

peran yang harus dilakukan yaitu: (1) peran untuk menyusun kebutuhan

implementasi PPID; dan (2) peran untuk mendukung koordinasi PPID. Kedua peran
155

ini diperoleh dari pernyataan informan PPID Utama dan informan triangulasi

Komisioner KI Provsu serta di dukung dari hasil studi dokumentasi terhadap

Permendagri 3/2017 pada penjelasan tentang kelembagaan dan tugas-tugas PPID.

Pertama, terkait peran untuk menyusun kebutuhan implementasi PPID, PPID

Utama telah melakukan beberapa tindakan, antara lain:

Tabel 4.2. Tindakan yang dilakukan PPID Utama dalam Peran Menyusun
Kebutuhan Implementasi PPID
Sumber: Peneliti (2021)

No. Tindakan Pernyataan


PPID Utama (Informan 1),
Menyusun dan merumuskan Komisioner KI Provsu (Informan
1.
kebijakan tentang SOP PPID Triangulasi 1), dan semua PPID
Pembantu kecuali Informan 5 dan 8
Menyusun dan menerbitkan PPID Utama (Informan 1) dan
2. kebijakan tentang PLID Dinas Komisioner KI Provsu (Informan
Kominfo Triangulasi 1)
PPID Utama (Informan 1),
Menyusun dan merumuskan
Komisioner KI Provsu (Informan
3. kebijakan tentang PLID
Triangulasi 1), dan semua PPID
Pemerintah Kota Medan
Pembantu kecuali Informan 5 dan 8
Data Olahan Peneliti

Selanjutnya, beberapa tindakan yang tidak dilakukan oleh PPID Pembantu

dalam peran untuk menyusun kebutuhan implementasi PPID, antara lain:

Tabel 4.3. Tindakan yang tidak dilakukan PPID Pembantu dalam Peran Menyusun
Kebutuhan Implementasi PPID
Sumber: Peneliti (2021)

No. Tindakan Pernyataan


Mensosialisasikan urgensi
keterbukaan informasi publik dan
Semua PPID Pembantu (Informan
1. keberadaan PPID Pemerintah Kota
2, 3, 4, 5, 6, 7)
Medan kepada seluruh pejabat dan
pegawai di OPD masing-masing
Mengusulkan kepada pimpinan
OPD untuk menerbitkan kebijakan Semua PPID Pembantu (Informan
2.
tentang PLID di OPD masing- 2, 3, 4, 5, 6, 7)
masing
Data Olahan Peneliti
156

Kedua, terkait peran untuk mendukung koordinasi PPID, peran ini

dilakukan oleh PPID Utama dengan melakukan beberapa tindakan, sebagai berikut:

Tabel 4.4. Tindakan yang dilakukan PPID Utama dalam Peran Mendukung
Koordinasi PPID
Sumber: Peneliti (2021)

No. Tindakan Pernyataan


PPID Utama
Membuat forum koordinasi melalui whatsapp group
(Informan 1) dan
sebagai wadah koordinasi bagi seluruh PPID,
1. semua PPID
pejabat fungsional dan petugas informasi di
Pembantu kecuali
Pemerintah Kota Medan
Informan 5 dan 8
Menyelenggarakan sosialisasi PPID untuk PPID Utama
meningkatkan pemahaman bersama terkait layanan (Informan 1) dan
2. informasi dan dokumentasi publik serta bimbingan semua PPID
teknis SIP-PPID untuk mengajarkan tata cara teknis Pembantu kecuali
penggunaan SIP-PPID bagi admin PPID Informan 5
Data Olahan Peneliti

Sementara itu, beberapa tindakan yang tidak dilakukan PPID Pembantu

dalam peran untuk mendukung koordinasi PPID, yaitu:

Tabel 4.5. Tindakan yang tidak dilakukan PPID Pembantu dalam Peran
Mendukung Koordinasi PPID
Sumber: Peneliti (2021)

No. Tindakan Pernyataan


Mengikuti kegiatan sosialisasi PPID yang Semua PPID Pembantu
1.
diselenggarakan oleh Dinas Kominfo kecuali Informan 5, 6, 8
Melakukan koordinasi dengan Dinas Semua PPID Pembantu
2.
Kominfo kecuali Informan 4 dan 7
Data Olahan Peneliti

4.4.1.2 Penyediaan Informasi dan Dokumentasi Publik

Pada fungsi penyediaan informasi dan dokumentasi publik, temuan

penelitian menunjukkan bahwa PPID Pemerintah Kota Medan memiliki (dua) peran

yang harus dilakukan yaitu: 1) peran untuk menyediakan informasi sebelum adanya

permintaan informasi; dan 2) peran untuk menyediakan informasi setelah adanya


157

permintaan informasi. Berdasarakan hasil studi dokumentasi, peran-peran ini

terkandung di dalam penjelasan tentang hak dan kewajiban badan publik serta hak

dan kewajiban publik yang di atur di dalam UU KIP 14/2008. Selain itu peran-peran

ini juga telah diketahui oleh PPID Pemerintah Kota Medan, meskipun diakui

pembicaraannya masing sangat jarang terjadi dalam interaksi sehari-hari. Pertama,

terkait peran untuk menyediakan informasi sebelum adanya permintaan informasi,

peran ini dilakukan PPID Pembantu dengan melakukan tindakan:

Tabel 4.6. Tindakan yang dilakukan PPID Pembantu dalam Peran Menyediakan
Informasi Sebelum Adanya Permintaan Informasi
Sumber: Peneliti (2021)

No. Tindakan Pernyataan


Mempublikasikan informasi publik yang Semua PPID Pembantu
termasuk pada kategori pertama (informasi (Informan 2, 3, 4, 5, 6, 7,
yang wajib diumumkan dan disediakan secara 8), Informan Komisioner
1. berkala), yang terdiri dari: profil badan KI Provsu (Informan
publik, Rencana Strategis (Renstra), Triangulasi 1) dan
Perjanjian Kinerja (PK), Indikator Kinerja Informan Plt. Inspektur
Utama (IKU), dan Laporan Kinerja (LKj) (Informan Triangulasi 2)
Data Olahan Peneliti

Sementara itu, tindakan yang tidak dilakukan PPID Pembantu dalam peran

untuk menyediakan informasi sebelum adanya permintaan informasi, yaitu:

Tabel 4.7. Tindakan yang tidak dilakukan PPID Pembantu dalam Peran
Menyediakan Informasi Sebelum Adanya Permintaan Informasi
Sumber: Peneliti (2021)

No. Tindakan Pernyataan


Mempublikasikan informasi publik
Semua PPID Pembantu kecuali
yang termasuk pada kategori
Informan 2 dan 3, Komisioner KI
kategori kedua (informasi yang wajib
1. Provsu (Informan Triangulasi 1),
diumumkan secara serta merta) dan
Informan Permohon Informasi
kategori ketiga (informasi yang
(Informan Triangulasi 3, 4, 5, 6)
wajib tersedia setiap saat)
158

Semua PPID Pembantu (Informan


Menyusun DIDP sesuai dengan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8) dan Pemohon
2.
urusan OPD masing-masing Informasi (Informan Triangulasi
3, 4, 5, 6)
Data Olahan Peneliti

Selanjutnya, dalam peran untuk menyediakan informasi publik sebelum

adanya permintaan informasi, PPID Utama nyatanya belum melakukan satu

tindakan yang cukup penting, yaitu:

Tabel 4.8.Tindakan yang tidak dilakukan PPID Utama dalam Peran Menyediakan
Informasi Sebelum Adanya Permintaan Informasi
Sumber: Peneliti (2021)

No. Tindakan Pernyataan


PPID Utama (Informan 1) dan
Menyelenggarakan uji konsekuensi
1. semua PPID Pembantu
terhadap informasi yang dikecualikan
(Informan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8)
Data Olahan Peneliti

Kedua, terkait peran untuk menyediakan informasi setelah adanya

permintaan informasi, beberapa tindakan yang telah dilakukan oleh PPID

Pembantu, antara lain:

Tabel 4.9. Tindakan yang dilakukan PPID Pembantu dalam Peran Menyediakan
Informasi Setelah Adanya Permintaan Informasi
Sumber: Peneliti (2021)

Alasan
Permohonan Jenis Ketersediaan
No. dan Tindakan Pernyataan
Informasi Informasi Informasi
Tujuan
Semua PPID
Pembantu
Memberikan (Informan
Tersedia di
Jelas informasi secara 2,3,4,5,6,7,8) dan
OPD
langsung pemohon informasi
Pemohon (informan
1. datang triangulasi 3)
Publik
langsung ke Semua PPID
OPD Pembantu
Menolak (Informan
Belum
Jelas permohonan 2,3,4,5,6,7,8) dan
dikuasai
informasi pemohon informasi
(informan
triangulasi 4)
159

Memberi izin
untuk
Tersebar di
mengambil PPID Pembantu
Jelas unit kerja pem
sendiri (Informan 7)
bantu
informasi di unit
kerja pembantu
Semua PPID
Tersedia di Menolak
Tidak Pembantu
OPD/Belum permohonan
jelas (Informan
dikuasai informasi
2,3,4,5,6,7,8)
Semua PPID
Jelas/ Tersedia di Menolak
Pembantu
Rahasia Tidak OPD/Belum permohonan
(Informan
jelas dikuasai informasi
2,3,4,5,6,7,8)
Alasan
Permohonan Jenis Ketersediaan
No. dan Tindakan Pernyataan
Informasi Informasi Informasi
Tujuan
Menunggu
pemohon datang
Tersedia di PPID Pembantu
Jelas dan memberikan
OPD (Informan 7)
informasi secara
langsung
Menunggu
pemohon datang
Belum PPID Pembantu
Jelas dan menolak
dikuasai (Informan 7)
permohonan
informasi
Publik Menunggu
Permohonan pemohon datang
2. dan memberi
melalui surat Tersebar di
izin untuk PPID Pembantu
Jelas unit kerja
mengambil (Informan 7)
pembantu
sendiri
informasi di unit
kerja pembantu
Tersedia di Tidak merespon
Tidak PPID Pembantu
OPD/Belum permohonan
jelas (Informan 7)
dikuasai informasi
Jelas Tersedia di Tidak merespon
PPID Pembantu
Rahasia /Tidak OPD/Belum permohonan
(Informan 7)
jelas dikuasai informasi
Alasan
Permohonan Jenis Ketersediaan
No. dan Tindakan Pernyataan
Informasi Informasi Informasi
Tujuan
Semua PPID
Pembantu
Permohonan
Memberikan (Informan
informasi Tersedia di
3. Publik Jelas informasi 2,3,4,5,6,7,8) dan
melalui SIP- OPD
melalui e-mail pemohon informasi
PPID
(informan
triangulasi 6)
160

Semua PPID
Pembantu
Menolak (Informan
Belum
Jelas permohonan 2,3,4,5,6,7,8) dan
dikuasai
informasi pemohon informasi
(informan
triangulasi 5)
Mengarahkan
pemohon datang
langsung ke
OPD dan
Tersebar di
memberikan PPID Pembantu
Jelas unit kerja
izin untuk (Informan 7)
pembantu
mengambil
sendiri
informasi di unit
kerja pembantu
Semua PPID
Tersedia di Menolak
Tidak Pembantu
OPD/Belum permohonan
jelas (Informan
dikuasai informasi
2,3,4,5,6,7,8)
Semua PPID
Jelas Tersedia di Menolak
Pembantu
Rahasia /Tidak OPD/Belum permohonan
(Informan
jelas dikuasai informasi
2,3,4,5,6,7,8)
Data Olahan Peneliti

4.4.1.3 Pelayanan Informasi dan Dokumentasi

Pada fungsi pelayanan informasi dan dokumentasi publik, temuan penelitian

menunjukkan bahwa PPID Pemerintah Kota Medan memiliki (tiga) peran yang

harus dilakukan yaitu: 1) peran untuk menyediakan sarana dan prasarana layanan

informasi publik, 2) peran untuk memberikan layanan informasi secara optimal dan

3) peran untuk mengembangkan sistem layanan informasi PPID. Sesuai hasil studi

dokumentasi, peran-peran ini terkandung di dalam penjelasan tentang standar

layanan informasi publik yang diatur di dalam PERKI 1/2010 serta didukung oleh

data hasil observasi dan wawancara dengan informan PPID Utama dan informan

Komisioner Komisi Informasi Provsu. Pertama, terkait peran untuk menyediakan

fasilitas layanan PPID, peran ini dilakukan PPID Pemerintah Kota Medan dengan

mengambil tindakan:
161

Tabel 4.10. Tindakan yang dilakukan PPID Utama dalam Peran Menyediakan
Fasilitas Layanan PPID
Sumber: Peneliti (2021)

No. Tindakan Pernyataan


Menyediakan desk information, formulir PPID Utama (Informan 1)
permohonan informasi dan tanda terima dan Informan Komisioner
1.
manual, serta formulir pengajuan keberatan KI Provsu (Informan
dan daftar register manual di Dinas Kominfo Triangulasi 1)
Data Olahan Peneliti

Sedangkan beberapa tindakan yang tidak dilakukan PPID Utama dalam

peran untuk menyediakan fasilitas layanan PPID, yaitu:

Tabel 4.11. Tindakan yang tidak dilakukan PPID Utama dalam Peran
Menyediakan Fasilitas Layanan PPID
Sumber: Peneliti (2021)

No. Tindakan Pernyataan


Menyediakan formulir permohonan informasi PPID Utama
berserta tanda terima manual, formulir pengajuan (Informan 1) dan
1. keberatan beserta daftar register manual, dan semua PPID
maklumat pelayanan PPID dalam bentuk papan Pembantu (Informan
pengumuman, banner atau brosur di setiap OPD 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8)
Data Olahan Peneliti

Kedua, terkait peran untuk memberikan layanan informasi secara optimal,

PPID Pembantu telah melakukan tindakan, yaitu:

Tabel 4.12. Tindakan yang dilakukan PPID Pembantu dalam Peran Memberikan
Layanan Informasi Secara Optimal
Sumber: Peneliti (2021)
No. Tindakan Pernyataan
Mengumumkan informasi yang bersifat Semua PPID Pembantu
berkala melalui SIP-PPID dan/atau website (Informan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8)
1.
sub domain OPD yang diperbaharui dan Informan Plt. Inspektur
selambat-lambatnya 1 kali setahun (Informan Triangulasi 1)
Data Olahan Peneliti

Sedangkan, tindakan yang belum dilakukan PPID Pembantu dalam peran

memberikan layanan informasi secara optimal, yaitu:


162

Tabel 4.13. Tindakan yang tidak dilakukan PPID Pembantu dalam Peran
Memberikan Layanan Secara Optimal
Sumber: Peneliti (2021)
No. Tindakan Pernyataan
Semua PPID Pembantu
Menanggapi atau merespon permohoan
(Informan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8)
1. informasi dalam jangka waktu kurang
dan Pemohon Informasi
dari batas waktu yang ditetapkan
(Informan Triangulasi 3, 4, 6)
Data Olahan Peneliti

Ketiga, terkait peran untuk mengembangkan sistem layanan informasi

PPID, peran ini dilakukan Kepala Dinas Kominfo yang juga selaku PPID Utama

dengan melakukan beberapa tindakan sebagai berikut:

Tabel 4.14. Tindakan yang dilakukanPPID Utama dalam Peran Mengembangkan


Sistem Layanan Informasi PPID
Sumber: Peneliti (2021)
No. Tindakan Pernyataan
PPID Utama (Informan 1), Komisioner KI Provsu
Menfasilitasi SIP- (Informan Triangulasi 1), semua PPID Pembantu
1.
PPID (Informan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8) dan semua Pemohon
Informasi (Informan Triangulasi 3, 4, 5, 6)
Membangun dan
PPID Utama (Informan 1), Komisioner KI Provsu
memfasilitasi
2. (Informan Triangulasi 1), dan semua PPID
website sub
Pembantu (Informan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8).
domain OPD
Data Olahan Peneliti

Selanjutnya, tindakan yang tidak dilakukan PPID Utama dalam peran untuk

mengembangkan sistem layanan informasi PPID, yaitu:

Tabel 4.15. Tindakan yang tidak dilakukanPPID Utama dalam Peran


Mengembangkan Sistem Layanan Informasi PPID
Sumber: Peneliti (2021)
No. Tindakan Pernyataan
1. Menggunakan Media Sosial PPID Utama (Informan 1)
Data Olahan Peneliti
163

4.4.2 Hambatan Komunikasi Organisasi PPID Pemerintah Kota Medan

Pada fokus penelitian yang berupa analisis terhadap hambatan komunikasi

yang terjadi dalam proses komunikasi organisasi PPID Pemerintah Kota Medan,

proses pengkategorisasian atau reduksi data dilakukan peneliti dengan memilah dua

hal yang dianggap penting yaitu sesuatu yang bersifat laten dan tereksplor.

Hasilnya, beberapa hambatan komunikasi yang berhasil ditemui dalam proses

komunikasi organisasi PPID Pemerintah Kota Medan, antara lain:

1. Hambatan yang tereksplor:

a. Keterbatasan anggaran yang dimiliki Dinas Kominfo untuk membiayai

program ataupun kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan PPID

Pemerintah Kota Medan dalam melaksanakan pengelolaan layanan

informasi dan dokumentasi publik;

b. Tidak dilakukannya uji konsekuensi informasi yang dikecualikan oleh

PPID Utama secara rutin dan berkala;

c. Perilaku kerja sebagian besar PPID Pembantu yang tidak menghadiri

kegiatan sosialisasi PPID, tidak melakukan koordinasi, tidak menyediakan

informasi publik secara lengkap serta tidak menanggapi permintaan

informasi dengan tanggap;

d. Kurangnya sosialisasi PPID yang diselenggarakan oleh Dinas Kominfo

kepada PPID yang baru menjabat;

e. Tidak tersedianya beberapa fasilitas layanan informasi, berupa: formulir

permohonan informasi dan tanda terima manual; formulir pengajuan

keberatan dan daftar register manual; dan maklumat pelayanan PPID

dalam bentuk papan pengumuman, banner, ataupun brosur di setiap OPD.


164

2. Hambatan yang bersifat laten:

a. Adanya perbedaan makna mengenai ‘informasi publik’ dan ‘informasi

yang dikecualikan’antara PPID Pemerintah Kota Medan dengan pemohon

informasi akibat perbedaan dalam menginterpretasikan UU KIP 14/2008;

b. Adanya perbedaan makna tentang ‘keterbukaan informasi publik’

berdasarkan masing-masing persepsi yang dimiliki oleh PPID Pemerintah

Kota Medan dan pemohon informasi sesuai dengan pengetahuan dan

pengalaman yang dimiliki;

c. Kompetensi yang dimiliki PPID Pemerintah Kota Medan dan pemohon

informasi untuk menyadari dirinya sebagai aktor-aktor yang berperan

penting dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik sesuai dengan

amanat UU KIP 14/2008.

d. Adanya faktor budaya organisasi yang masih cenderung tertutup dari

pimpinan daerah.

4.4.3 Strategi Komunikasi Organisasi PPID Pemerintah Kota Medan

Pada fokus penelitian yang berupa analisis terhadap strategi komunikasi

organisasi PPID Pemerintah Kota Medan, proses pengkategorisasian atau reduksi

data dilakukan peneliti dengan memilah perilaku-perilaku khusus yang dilakukan

PPID Pemerintah Kota Medan dalam menghadapi hambatan komunikasi yang

dijumpai pada proses pelaksanaan keterbukaan informasi publik:

1. PPID Utama berinisiatif untuk berkomunikasi dengan Dinas Perumahan,

Kawasan Permukiman dan Tata Ruang untuk membangun desk information

pada Dinas Kominfo;


165

2. PPID Pembantu pada BKDPSDM berkoordinasi dengan bidang-bidang

untuk memanfaatkan SIMPEG (Sistem Informasi Manajemen

Kepegawaian) sebagai instrumen pengelolaan, penyediaan dan pelayanan

informasi dan dokumentasi kepegawaian serta mengaktifkan website sub

domain BKDPSDM (https://bkd.pemkomedan.go.id/situs/) untuk

mempublikasikan informasi dan dokumentasi publik;

3. PPID Pembantu pada BAPPEDA berkoordinasi dengan Badan Pengelola

Keuangan dan Asset Daerah (BPKAD) untuk memanfaatkan SIPD (Sistem

Informasi Pemerintahan Daerah) sebagai instrument pengelolaan,

penyediaan, dan pelayanan informasi dan dokumentasi rencana program

pembangunan daerah serta menggunakan website sub domain BPKAD

(http://bpkad.pemkomedan.go.id/) untuk mempublikasikan informasi dan

dokumentasi publik;

4. PPID Pembantu pada Dinas Sosial memanfaatkan website sub domain

Dinas Sosial (https://dissos.pemkomedan.go.id/) serta penggunaan media

sosial Instagram dan Facebook sebagai media/saluran komunikasi

informasi publik, namun implementasinya media sosial tidak dikelola

secara aktif;

5. PPID Pembantu pada Dinas Kesehatan dalam menghadapi banyaknya

pemohon ‘nakal’ yang tidak bertangguangjawab, menemukan sebuah cara,

yaitu dengan tidak merespon permintaan informasi tersebut dan

mengarahkan para pemohon informasi yang ada di SIP-PPID untuk datang

ke kantor Dinas Kesehatan agar dilayani secara langsung (tatap muka) untuk

menghindari kesalahan dalam memberikan informasi dan data.


166

Penyajian Data

Miles & Huberman menyatakan bahwa tahap selanjutnya yang perlu

dilakukan setelah reduksi data selesai adalah penyajian data. Berikut tabel

penyajian data yang telah peneliti susun:

Tabel 4.16. Penyajian Data (Data Display)


Sumber: Peneliti (2021)

Fokus Proses Hambatan Strategi


Penelitian Komunikasi Komunikasi Komunikasi
No
Fungsi
Komunikasi 1 2 3
PPID

- Peran untuk menyusun


Tereksplor:
Pengelolaan kebutuhan
- Terbatasnya
Informasi dan implementasi PPID
1. anggaran
Dokumentasi - Peran untuk
Publik - Tidak
mendukung
terlaksananya uji
koordinasi PPID - Koordinasi PPID
konsekuensi
- Peran untuk - Perilaku kerja - Pemanfaatan
menyediakan SIMPEG sebagai
PPID Pembantu
instrumen
informasi sebelum dan pemohon pengelolaan,
Penyediaan adanya permintaan informasi penyediaan dan
Informasi dan informasi - Kurangnya pelayanan
2.
Dokumentasi - Peran untuk sosialisasi informasi dan
Publik menyediakan - Ketidaktersediaan dokumentasi
informasi setelah kepegawaian
fasilitas layanan
adanya permintaan - Penggunaan
website sub
informasi Laten: domain OPD dan
- Peran untuk - Perbedaan makna media sosial
menyediakan sarana informasi publik sebagai media
dan prasarana layanan dan informasi yang informasi publik
informasi publik dikecualikan - Tidak merespon
- Peran untuk pemohon ‘nakal’
Pelayanan - Perbedaan makna
- Komunikasi tatap
Informasi dan memberikan layanan keterbukaan
3. muka
Dokumentasi informasi secara informasi publik
Publik optimal - Kompetensi PPID
- Peran untuk - Faktor budaya
mengembangkan organisasi
sistem layanan pemerintah daerah
informasi PPID
167

Penarikan Kesimpulan

Setelah melewati tahap reduksi dan penyajian data, maka peneliti

melakukan penarikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses komunikasi organisasi publik PPID Pemerintah Kota Medan telah

diuraikan kepada tiga fungsi komunikasi, yaitu (a) pengelolaan informasi

dan dokumentasi publik; (b) penyediaan informasi dan dokumentasi publik;

dan (c) pelayanan informasi dan dokumentasi publik;

2. Hambatan komunikasi yang terjadi dalam proses komunikasi organisasi

publik PPID Pemerintah Kota Medan terbagi kepada dua kategori, yaitu:

(a) hambatan yang tereksplor; (b) hambatan yang bersifat laten;

3. Strategi komunikasi organisasi PPID Pemerintah Kota Medan meliputi

koordinasi PPID dan pemanfaatan sistem informasi dan media komunikasi

yang dapat mendukung pelakasanaan keterbukaan informasi publik.


BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan temuan penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,

maka pada bab ini peneliti akan melakukan pembahasan terhadap hasil temuan

penelitian tersebut sesuai dengan tujuan analisis permasalahan atau tujuan

penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya pada fokus penelitian, yaitu analisis

terhadap proses komunikasi organisasi PPID Pemerintah Kota Medan, analisis

terhadap hambatan komunikasi organisasi PPID Pemerintah Kota Medan, serta

analisis terhadap strategi komunikasi organisasi PPID Pemerintah Kota Medan

dalam pelaksanakan keterbukaan informasi publik. Ketiga pokok pembahasan

tersebut akan diuraikan secara logis dan sistematis oleh peneliti dengan melihat

beberapa penelitian sejenis terdahulu serta menggunakan teori-teori pendukung

berupa teori kultural organisasi dan teori interaksi simbolik sebagai pisau

analisisnya.

5.1 Analisis Proses Komunikasi Organisasi PPID Pemerintah Kota Medan

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa proses komunikasi

organisasi PPID Pemerintah Kota Medan merupakan suatu proses komunikasi yang

secara orisinil terkandung dalam UU KIP 14/2008, bahkan pada salah satu

penelitian sejenis terdahulu, komunikasi ini ada yang menyebutnya sebagai

komunikasi keterbukaan informasi publik seperti yang disampaikan oleh Muslihan

(2017). Hal ini membuktikan bahwa UU KIP 14/2008 mengandung makna

komunikasi yang otentik, yang penerjemahannya dapat diselami melalui simbol-

simbol yang terkandung di dalamnya. Simbol-simbol tersebut disuguhkan dalam

bentuk kata-kata/bahasa dan juga gagasan yang menjelaskan fungsi dan peran yang

168
169

dimiliki PPID berdasarkan tugas dan tanggungjawabnya serta hak dan

kewajibannya yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Simbol-simbol tersebut dapat digunakan untuk kemudian diterjemahkan

ke dalam makna-makna sebagai motif tindakan ataupun pengambilan keputusan

terhadap perilaku komunikasi organisasi PPID Pemerintah Kota Medan.

5.1.1 Analisis Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi Publik

Pada fungsi pengelolaan informasi dan dokumentasi publik, temuan

penelitian menemukan beberapa fenomena pengambilan keputusan yang dilakukan,

baik oleh PPID Utama maupun PPID Pembantu. Fenomena pertama, yaitu

keputusan PPID Utama yang dalam peran untuk menyusun kebutuhan

implementasi PPID telah mengambil beberapa tindakan antara lain: menyusun dan

merumuskan kebijakan tentang SOP PPID; menyusun dan menerbitkan kebijakan

tentang PLID Dinas Kominfo; serta menyusun dan merumuskan kebijakan tentang

PLID Pemerintah Kota Medan. Keputusan PPID Utama melakukan tindakan-

tindakan ini dapat dijelaskan sebagai hasil pemaknaan PPID Utama terhadap

simbol-simbol yang ada di dalam Permendagri 3/2017 tepatnya pada pasal 6, 15,

16 dan 17.

Sebagaimana asumsi teori interaksi simbolik yang memperlihatkan

pentingnya makna bagi perilaku manusia, yang salah satunya menyatakan bahwa

manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan

orang lain atau objek sosial pada mereka, (West & Turner, 2013:98). Maka dalam

hal ini, PPID Utama telah bertindak melakukan beberapa tindakan tersebut

didasarkan pada makna yang diberikan oleh Permendagri 3/2017 sebagai objek

sosial pada dirinya. Selanjutnya, tindakan-tindakan ini berdasarkan temuan


170

penelitian telah berkontribusi pada pencapaian PPID Pemerintah Kota Medan

dalam mendapatkan anugerah keterbukaan informasi publik, dimana kebijakan-

kebijakan yang dihasilkan dari tindakan tersebut termasuk ke dalam indikator

penilaian pada persepsi ‘pengelolaan informasi dan dokumentasi publik’ yang

terdapat pada dokumen SAQ (Self Assesment Questionare) dari Komisi Informasi.

Hal ini sejalan dengan keterangan dari Komisioner KI Provsu selaku informan

triangulasi 1 yang menjelaskan tentang mekanisme monitoring dan evaluasi

penilaian keterbukaan informasi publik di Sumatera Utara.

Fenomena berikutnya, yaitu mengenai keputusan semua PPID Pembantu

yang dalam peran untuk menyusun kebutuhan implementasi PPID, faktanya telah

melewatkan beberapa tindakan penting, antara lain: tidak mensosialisasikan arti

keterbukan informasi publik dan keberadaan PPID Pemerintah Kota Medan kepada

seluruh pejabat dan pegawai di OPD masing-masing serta tidak mengusulkan

kepada pimpinan OPD untuk menerbitkan kebijakan tentang PLID di OPD masing-

masing. Sebagaimana hasil temuan penelitian mendapati keterangan bahwa rata-

rata alasan yang dikemukakan PPID Pembantu yaitu dikarenakan kurangnya

pemahaman PPID Pembantu terkait peran-peran yang seharusnya dilakukan akibat

kurangnya kegiatan sosialisasi dan koordinasi yang dilakukan oleh Dinas Kominfo.

Sementara itu, PPID Utama selaku Kepala Dinas Kominfo menyatakan

bahwa kegiatan sosialisasi PPID yang diselenggarakan oleh Dinas Kominfo tidak

dihadiri oleh sebagian besar PPID Pembantu, sehingga pesan-pesan untuk

menyampaikan peran-peran sebagai PPID Pembantu tidak sampai yang selanjutnya

menyebabkan kurangnya koordinasi di antara PPID Pemerintah Kota Medan. Hal

ini sejalan dengan penelitian sejenis terdahulu miliki Nibrosu Rohid dan Redi
171

Panuju (2017) yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kurangnya koordinasi

PPID Tuban telah menjadi salah satu kendala internal PPID Kabupaten Tuban

dalam melaksanakan menajemen komunikasi terhadap pelayanan keterbukaan

informasi publik.

Sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan ini, PPID Utama sebagai

Kepala Dinas Kominfo membuat surat dinas setiap tahunnya, sejak tahun 2019

yang ditujukan kepada seluruh pimpinan OPD perihal permintaan nama-nama

pengelola PPID. Hal ini dilakukan PPID Utama dalam rangka menjaga keaktifan

PPID di setiap OPD yang sering mengalami pergantian personil akibat adanya

rotasi ataupun mutasi pejabat maupun pegawai, sehingga melalui surat dinas

tersebut, PPID Utama berharap dapat mengambil perhatian dari setiap pimpinan

OPD untuk memantau implementasi PPID di unit kerjanya masing-masing yang

dilaksanakan oleh PPID Pembantu dibantu dengan seorang admin PPID. Informasi

ini didukung oleh pernyataan semua PPID Pembantu bahwa mereka mengetahui

adanya surat tentang permintaan nama-nama PPID dan admin PPID setiap

tahunnya.

Selanjutnya, pada fenomena tentang keputusan PPID Utama yang dalam

peran untuk mendukung koordinasi PPID terkonfirmasi telah melakukan beberapa

tindakan, yaitu membuat forum koordinasi PPID melalui whatsapp group dan

menyelenggarakan sosialisasi PPID. Pelaksanaan tindakan-tindakan ini oleh PPID

Utama dijelaskan sebagai pemaknaan diri PPID Utama yang telah dipengaruhi oleh

identitas-identitas yang ada pada keempat lapisan seperti yang dijelaskan oleh

Michael Hect dalam Litteljohn & Foss (2013, 130:132) di dalam teori komunikasi

tentang identitas yang membagi identitas kepada beberapa lapisan, yaitu personal
172

layer, enactment layer, relational, dan communal. Maka dalam hal ini, identitas-

identitas yang memengaruhi pemaknaan diri PPID Utama tersebut, yaitu identitas

sebagai pimpinan di Dinas Kominfo (personal layer), identitas yang diketahui

orang lain sebagai Kepala Dinas Kominfo (enactment layer), identitas sebagai PPID

Utama yang membawahi PPID Pembantu (relational), dan identitas sebagai PPID

Pemerintah Kota Medan yang memiliki makna sosial yang sama berdasarkan

pemaknaan terhadap arti PPID menurut UU KIP 14/2008 (communal).

Sedangkan pada fenomena yang menunjukkan tentang keputusan sebagian

besar PPID Pembantu yang dalam peran untuk mendukung koordinasi PPID telah

bertindak tidak menghadiri kegiatan sosialisasi PPID serta tidak pernah

berkoordinasi dalam pengelolaan informasi dan dokumentasi publik, hal ini dapat

dijelaskan sebagai kekurangan kompetensi yang dimiliki PPID Pembantu untuk

mengadari makna diri mereka sendiri sebagai PPID, sehingga rata-rata alasan yang

diberikan adalah sibuk. Maka, kegiatan sosialisasi PPID yang diselenggarakan oleh

Dinas Kominfo tersebut kebanyakan diwakilkan oleh bawahan PPID Pembantu.

Hal ini telah menyebabkan atau memengaruhi peran dari PPID Pembantu yang

diharapkan berikutnya, yaitu peran untuk menjadi komunikator yang baik bagi

publik internal di OPD PPID Pembantu masing-masing dalam proses komunikasi

organisasi PPID Pemerintah Kota Medan yang terbukti tidak dilakukan dengan

baik, bahkan dapat dikatakan nyaris tidak dilaksanakan.

Secara lebih luas lagi, hal ini telah berpengaruh pada kualitas keterbukaan

informasi publik yang dihasilkan oleh PPID Pemerintah Kota Medan yang

menunjukkan fakta bahwa masih banyak pemohon informasi yang merasa bahwa

PPID Pemerintah Kota Medan tidak tanggap dalam memenuhi permintaan


173

informasi yang dibutuhkan publik seperti yang dinyatakan oleh informan

triangulasi 3, 4, dan 5. Fenomena ini sekaligus menunjukkan budaya kerja yang

dimiliki oleh PPID Pembantu, sebagaimana teori kultural organisasi menyatakan

bahwa salah satu bentuk aktualisasi budaya kerja adalah perilaku ketika bekerja

atau pengambilan keputusan. Secara lebih rinci, salah satu asumsi dalam teori

kultural organisasi menyatakan bahwa budaya kerja pada dasarnya diturunkan dari

budaya organisasi dan keberhasilan dalam menumbuhkembangkan budaya

organisasi sangat ditentukan oleh perilaku pimpinan organisasi yang diharapkan

menjadi agen perubahan (change agent) dan berperan menjadi panutan (role

model).

Jika melihat pada fenomena ini, maka asumsi tersebut menjadi tidak

relevan, yaitu PPID Utama yang merupakan pimpinan bagi PPID Pembantu

nyatanya telah memberikan contoh perilaku bekerja yang baik dalam konteks

koordinasi PPID Pemerintah Kota Medan dengan telah memfasilitasi kegiatan

sosialisasi dan menyediakan forum koordinasi bagi PPID Pembantu. Tapi

kenyataannya, panutan tersebut tidak menumbuhkembangkan budaya kerja bagi

PPID Pembantu, sehingga dapat pula dikatakan bahwa persoalan keputusan PPID

Pembantu yang tidak menghadiri kegiatan sosialisasi tergantung pada kompetensu

yang dimiliki PPID Pembantu masing-masing seperti yang ditunjukkan oleh dua

orang PPID Pembantu, yakni PPID Pembantu pada BAPPEDA dan BKDPSDM.

Kedua PPID Pembantu tersebut meskipun tidak menghadiri kegiatan sosialisasi

kenyataannya tetap melakukan koordinasi di lingkungan internal OPD-nya,

sehingga hal-hal seperti peran untuk melibatkan publik internal sekaligus

menyebarluaskan makna keterbukaan informasi publik di lingkungan OPD-nya


174

sebagai tindaklanjut yang diharapkan dari kegiatan sosialisasi dan koordinasi

dengan Dinas Kominfo PPID tetap terlaksana.

Namun sayangnya, kompetensi yang dimiliki kedua PPID Pembantu, yaitu

dari BKDPSDM dan BAPPEDA tidak berpengaruh signifikan pada fenomena yang

menunjukkan pengambilan keputusan oleh sebagian besar PPID Pembantu yang

tidak menghadiri kegiatan sosialisasi dan tidak melakukan koordinasi yang telah

berpengaruh pada cacatnya proses komunikasi organisasi PPID Pemerintah Kota

Medan secara keseluruhan serta meluas pada tidak lancarnya pelaksanaan

keterbukaan informasi publik di Pemerintah Kota Medan. Hal ini sejalan dengan

asumsi teori sistem sosial yang menjadi bagian pembahasan dalam teori interkasi

simbolik, tepatnya apa yang dinyatakan oleh Buckley bahwa ada hubungan

antarsistem sosiokultural, sistem mekanis, dan sistem organik. Hubungan ini

dijelaskan sebagai hubungan yang kontinum antara sistem-sistem yang bergerak

dari kompleksitas yang kecil ke kompleksitas yang paling besar, yaitu pergerakan

kontinum sistem dimulai dari sistem mekanik (kompetensi PPID Pembantu), ke

sistem organik (proses komunikasi organisasi PPID Pemerintah Kota Medan), lalu

ke sistem sosiokultural (pelaksanaan keterbukaan informasi publik di Pemerintah

Kota Medan).

5.1.2 Analisis Penyediaan Informasi dan Dokumentasi Publik

Pada fungsi penyediaan informasi dan dokumentasi publik, temuan

penelitian menemukan beberapa fenomena pengambilan keputusan yang dilakukan

oleh PPID Utama, PPID Pembantu dan juga Publik. Sebagai fenomena pertama,

yaitu terkait keputusan semua PPID Pembantu yang dalam peran untuk

menyediakan informasi sebelum adanya permintaan informasi telah melakukan


175

tindakan untuk mempublikasikan informasi publik kategori pertama (informasi

yang wajib diumumkan dan disediakan secara berkala), yang terdiri dari Rencana

Strategis) (Renstra), Perjanjian Kinerja (PK), Indikator Kinerja Utama (IKU) dan

Laporan Kinerja (LKj). Hal ini dilakukan PPID Pemerintah Kota Medan

dikarenakan adanya tuntutan dari evaluasi SAKIP (Sistem Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah) yang dilakukan Inspektorat Kota Medan sebagai bentuk

evaluasi kinerja OPD di Lingkungan Pemerintah Kota Medan.

West & Turner (2013:6) mendefinsikan komunikasi melalui beberapa

perspektif, salah satunya adalah komunikasi dipandang sebagai sosial, yaitu

komunikasi merupakan proses sosial yang melibatkan interkasi dan manusia, di

mana peran pengirim dan penerima pesan sangat penting dan dipengaruhi oleh niat,

motivasi serta kemampuan. Maka, untuk menjelaskan faktor yang memengaruhi

PPID Pembantu melakukan tindakan mempublikasikan informasi publik kategori

pertama ini adalah dikarenakan adanya tuntutan evaluasi SAKIP sebagai ‘motivasi’

dan penguasaan terhadap dokumen yang akan dipublikasikan sebagai ‘kemampuan’

yang dimiliki oleh PPID Pembantu.

Selanjutnya, tindakan PPID Pemerintah Kota Medan ini telah memberikan

konstribusi pada perolehan anugerah keterbukaan informasi publik pada indikator

penilaian persepsi ‘mengumumkan dan menyediakan informasi dan dokumentasi

publik’ yang terdapat pada dokumen SAQ (Self Assesment Questionare) dari

Komisi Informasi sesuai dengan keterangan yang disampaikan oleh informan

Komisinoner KI Provsu. Namun demikian, semua PPID Pembantu tetap

menyatakan adanya faktor kecurigaan terhadap pengguna informasi yang tidak


176

bertanggungjawab, sehingga tindakan untuk mempublikasikan informasi publik

kategori pertama ini tidak lain adalah semacam bentuk ‘keterpaksaan’.

Fenomena berikutnya adalah tentang keputusan semua PPID Pembantu

kecuali PPID Pembantu pada BKDPSDM dan BAPPEDA yang dalam peran untuk

menyediakan informasi sebelum adanya permintaan informasi, faktanya tidak

mempublikasikan informasi publik yang termasuk pada kategori kedua (informasi

yang wajib diumumkan secara serta merta) dan kategori ketiga (informasi yang

wajib tersedia setiap saat). Hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa tindakan

ini masih belum dilakukan oleh PPID Pembantu dikarenakan faktor kekurangan

sumber daya manusia yang kompeten di bidang data/informasi serta adanya faktor

dari pimpinan yang tidak mengarah pada budaya transparansi dalam mekanisme

kerja di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Medan.

Seperti yang disampaikan oleh PPID Utama bahwa selama ini belum

dirasakan adanya sinyal atau sikap tegas dari pimpinan untuk melakukan perubahan

ke arah budaya yang transparan. Keterangan ini senada dengan konfirmasi dari

Komisioner KI Provsu sebagai informan triangulasi yang menyatakan bahwa

pimpinan Pemko Medan pada tahun 2018 masih mengeluarkan surat edaran kepada

seluruh pimpinan OPD agar tidak mempublikasikan informasi publik secara

mandiri, melainkan harus melalui satu pintu pada Bagian Hubungan Masyarakat

(Humas) Pemko Medan. Maka, fenomena ini bersifat paradoks jika dibandingkan

dengan penelitian sejenis terdahulu milik Reinaldy Ferdiansyah (2021) yang

mendapati hasil bahwa PPID Kementerian Keuangan justru telah berhasil

membentuk identitas organisasi PPID yang lebih terbuka dengan merubah budaya

organisasi melalui penggunaan media sosial.


177

Organisasi PPID Kementerian Keuangan meyakini bahwa penggunaan

media sosial di era digital dapat diharapkan sekaligus sebagai cara untuk

mengedukasi dan meningkatkan partisipasi publik dalam rangka memberikan

pelayanan informasi publik. Sementara itu, fenomena ini bersifat linear dengan

hasil penelitian sejenis terdahulu milik Danang Trijayanto dan Iqbal Aidar Idrus

(2019) yang mendapati hasil bahwa kendala yang dihadapi PPID Pemerintah Kota

Yogyakarta adalah berupa keterbatasan kemampuan SDM dalam melayani

informasi publik setiap saat, sehingga keterbukaan informasi publik belum cukup

responsif.

Selanjutnya, pada fenomena tentang keputusan PPID Utama yang dalam

peran untuk menyediakan informasi sebelum adanya permintaan informasi,

seharusnya menyelenggarakan uji konsekuensi terhadap informasi-informasi yang

dikecualikan. Tujuannya adalah untuk memberikan kejelasan bagi PPID Pembantu

mengenai determinasi informasi publik dan informasi yang dikecualikan. Namun

hal ini, belum juga dilaksanakan oleh PPID Utama karena adanya kendala pada

refocusing anggaran akibat pandemi Covid-19. Sementara itu, pada pasal 23 ayat

(3) Permendagri 3/2017 dinyatakan bahwa pendanaan yang diperlukan untuk

pengelolaan pelayanan informasi dan dokumentasi di lingkungan Pemerintah

Kabupaten/Kota dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Kabupaten/Kota.

Berdasarkan hasil temuan penelitian, semua PPID Pembantu menyatakan

kebingungannya untuk mengkategorisasikan informasi-informasi publik yang

dikecualikan, sehingga dalam peran untuk menyediakan informasi publik di SIP-

PPID sebelum adanya permintaan informasi sering memberikan dalih atau alasan-
178

alasan lain, berupa: 1) anggapan bahwa SIP-PPID hanya sebagai media

permohonan informasi publik saja dan mengabaikan fungsinya sebagai penyedia

informasi; 2) banyaknya sistem informasi pengaduan publik lainnya yang harus

ditangani secara bersamaan; 3) menganggap website sebagai media informasi

publik yang lebih efektif; 4) tidak adanya evaluasi dari Dinas Kominfo terkait

monitoring ketersediaan informasi publik di SIP-PPID; 5) evaluasi Inspektorat

terkait publikasi informasi di SIP-PPID hanya terbatas pada monitoring SAKIP

yang mewajibkan OPD mengumumkan informasi publik yang bersifat berkala;

6) terbatasnya pegawai yang memiliki kompetensi di bidang pengolahan data dan

pengelolaan informasi.

Untuk menjelaskan fenomena ini, maka dapat digunakan kembali konsep

niat, motivasi dan kemampuan yang terdapat pada definisi komunikasi dari

perspektif sosial, yaitu komunikasi merupakan proses sosial yang melibatkan

interkasi dan manusia, (West & Turner, 2013:6). Untuk itu, alasan-alasan yang

dikemukakan oleh PPID Pemerintah Kota Medan tersebut pada prinsipnya

merupakan pengaruh-pengaruh niat, motivasi dan kemampuan. Adapun yang

menjadi pengaruh ‘niat’ PPID Pemerintah Kota Medan untuk tidak

mempublikasikan informasi di SIP-PPID adalah anggapan bahwa SIP-PPID hanya

sebagai media permohonan informasi publik saja dan anggapan bahwa website

merupakan media informasi publik yang lebih efektif.

Lalu yang menjadi pengaruh ‘demotivasi’ PPID Pemerintah Kota Medan

untuk mempublikasikan informasi di SIP-PPID, yaitu banyaknya sistem informasi

pengaduan publik lainnya yang harus ditangani secara bersamaan, tidak adanya

evaluasi dari Dinas Kominfo terkait monitoring ketersediaan informasi publik di


179

SIP-PPID, serta evaluasi Inspektorat terkait publikasi informasi di SIP-PPID yang

hanya terbatas pada evaluasi SAKIP yang mewajibkan OPD mengumumkan

informasi publik kategori pertama atau informasi yang bersifat berkala. Terakhir

yang menjadi pengaruh ‘ketidakmampuan’ bagi PPID Pemerintah Kota Medan

untuk mempublikasikan informasi publik dengan kategori serta merta dan setiap

saat di SIP-PPID adalah terbatasnya pegawai yang memiliki kompetensi di bidang

pengolahan data dan pengelolaan informasi.

Fenomena selanjutnya adalah terkait keputusan PPID Pemerintah Kota

Medan yang dalam peran untuk menyediakan informasi setelah adanya permintaan

informasi didapati melakukan tindakan-tindakan ‘menolak’ dan ‘tidak merespon’

permohonan informasi, yang ternyata tidak mendapat perhatian yang serius dari

pemohon informasi itu sendiri, meskipun tetap merasakan kekecewaan seperti yang

dinyatakan oleh pemohon informasi (informan triangulasi 4 dan 5). Di sisi lain,

tindakan-tindakan ‘memberikan’ dan ‘mengarahkan’ yang dilakukan PPID

Pemerintah Kota Medan, di tambah dengan tindakan PPID Pemerintah Kota Medan

yang telah mempublikasikan beberapa informasi publik kategori pertama yang

bersifat berkala sebelum adanya permohonan informasi, ternyata telah memberikan

respon atau umpan balik yang positif dari publik hingga menunjukkan indeks survei

kepuasan masyarakat yang cukup tinggi pada layanan SIP-PPID Pemerintah Kota

Medan seperti yang dinyatakan oleh pemohon informasi (informan triangulasi 4

dan 5).

Temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa semua pemohon informasi

tidak menguasai UU KIP 14/2008 serta tidak mengetahui dengan baik fungsi

Komisi Informasi sebagai lembaga yang menjamin hak publik dalam memperoleh
180

informasi dari badan publik, sehingga mengakibatkan rendahnya partisipasi publik

dalam peran untuk melakukan evaluasi dan kontrol publik terhadap ketersediaan

informasi publik. Interkasi dalam keadaan rendahnya partisipasi publik yang

berlarut-larut tersebut, pada akhirnya telah disimbolkan sebagai gagasan yang

memberikan makna sebagai ‘bukan ancaman’ bagi PPID Pembantu. Sementara itu,

pemohon informasi justru mempunyai anggapan yang sebaliknya yakni minimnya

penyediaan informasi dan dokumentasi publik telah disimbolkan sebagai gagasan

yang memberikan makna “tidak transparan’ bagi publik. Akibatnya fungsi

penyediaan informasi dan dokumentasi publik dalam pelaksanaan keterbukaan

informasi publik di Pemerintah Kota Medan memiliki potensi terjadinya

keterlambatan respon terhadap permintaan informasi dan lebih jauh lagi dapat

mengakibatkan terjadinya keberatan dan sengketa informasi.

Di sisi lain, sebagian publik yang memiliki pengetahuan memadai tentang

UU KIP 14/2008 dan PERKI 1/2010, justru telah berhasil menemukan celah

kelemahan yang terkandung di dalam prosedur pengajuan sengketa dan prosedur

pencabutan gugatan yang terdapat di dalam UU KIP 14/2008 dan PERKI 1/2010

tersebut, yang kemudian dimanfaatkan oleh para ‘pemohon nakal’ untuk

melakukan percobaan mendapatkan keuntungan dari badan publik atau hanya

sekedar mencari-cari kesalahan badan publik sebagaimana yang dinyatakan oleh

informan 4 dan 8 yang sama-sama pernah mengalami sengketa informasi.

Komisioner KI Provsu sebagai informan triangulasi juga mendukung pernyataan

ini dengan mengatakan bahwa KI sendiri mengalami kesulitan untuk memverfikasi

legal standing dari suatu organisasi atau LSM ketika akan mengajukan keberatan.

Hal ini diakibatkan permasalahan teknis berupa perbedaan jenis huruf dan
181

kemiripan logo dengan organisasi atau LSM yang terdaftar di Kementerian Hukum

dan HAM, sehingga terkadang masih terdapat organisasi atau LSM yang tidak sah

badan hukumnya namun diterima pengajuan keberatannya.

5.1.3 Analisis Pelayanan Informasi dan Dokumentasi Publik

Pada fungsi pelayanan informasi dan dokumentasi publik, temuan

penelitian menemukan beberapa fenomena pengambilan keputusan yang dilakukan

oleh PPID Utama dan PPID Pembantu. Pertama-tama terdapat fenomena tentang

keputusan PPID Utama yang dalam peran untuk menyediakan sarana dan prasarana

layanan informasi publik telah melakukan tindakan menyediakan desk information,

formulir permohonan informasi dan tanda terima manual, serta formulir pengajuan

keberatan dan daftar register manual di Dinas Kominfo, tapi belum menyediakan

formulir permohonan informasi berserta tanda terima manual, formulir pengajuan

keberatan berserta daftar register manual, dan maklumat pelayanan PPID dalam

bentuk papan pengumuman, banner atau brosur di setiap OPD.

Hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa PPID Utama selaku Kepala

Dinas Kominfo nyatanya telah mampu menghadapi kendala keterbatasan anggaran

dengan berupaya melakukan komunikasi dengan Dinas Perumahan, Kawasan

Permukinan dan Tata Ruang untuk menanggung biaya pembuatan desk information

di Dinas Kominfo. Motivasi ini didorong juga oleh adanya keperluan pelaporan

kepada Kemendgari, maupun untuk keperluan penilaian monitoring dan evaluasi

keterbukaan infomasi badan publik dari Komisi Informasi. Namun sayangnya,

upaya serupa belum berhasil dilakukan PPID Utama untuk menyediakan maklumat

pelayanan PPID dalam bentuk papan pengumuman, banner atau brosur di setiap

OPD, sehingga upaya semacam yang dilakukan oleh PPID Utama dapat dikatakan
182

hanya bersifat pragmatis. Komisioner KI Provsu sebagai informan triangulasi

menambahkan bahwa evaluasi dan monitoring yang diselenggarakan oleh Komisi

Informasi diakui masih mengalami kekurangan, yaitu masih menggunakan metode

self assessment dan visitasi hanya sebatas pada Dinas Kominfo saja, sehingga hasil

penilaiannya dapat dikatakan belum sepenuhnya akurat.

Fenomena berikutnya yaitu terkait keputusan PPID Pemerintah Kota Medan

yang dalam peran untuk memberikan layanan informasi secara optimal telah

mengumumkan informasi yang bersifat berkala melalui SIP-PPID dan/atau website

sub domain OPD yang diperbaharui selambat-lambatnya 1 kali setahun, namun

tidak menanggapi atau merespon permohoan informasi dalam jangka waktu kurang

dari batas waktu yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan. Sebagaimana telah

dijelaskan sebelumnya bahwa tindakan PPID Pembantu mengumumkan informasi

yang bersifat berkala melalui SIP-PPID dan/atau website sub domain OPD yang

diperbaharui selambat-lambatnya 1 kali setahun dilakukan akibat adanya dorongan

motivasi dari tuntuan evaluasi SAKIP. Sedangkan tindakan tidak responsif dalam

menanggapi permohonan informasi sesuai jangka waktu, hal ini dapat terjadi akibat

lemahnya komunikasi organisasi yang terjadi antara PPID Pembantu dengan admin

PPID, di mana admin PPID yang bertugas untuk memerika setiap permohonan

informasi yang masuk ke SIP-PPID secara rutin dan berkala merasa tidak diberi

legitimasi secara khusus berupa keputusan tetap dan tertulis yang menyatakan

dirinya bertugas sebagai admin PPID.

Sementara itu, PPID Pembantu jarang menanyakan atau mengevaluasi

admin PPID. Sebagaimana hasil penelitian sejenis terdahulu milik Gusmulyana

(2019) menyatakan bahwa sengketa informasi terjadi akibat pemohon informasi


183

tidak mendapat respon, namun komunikasi organisasi yang baik dari PPID

Pembantu Kecamatan Merawang dapat menyelesaikan persoalan sengketa tersebut.

Dengan demikian, komunikasi organisasi yang baik juga selayaknya mampu

menjadi solusi bagi pemberian respon yang cepat sebelum terjadinya pengajuan

keberatan dan sengketa informasi di PPID Pemerintah Kota Medan.

Fenomena tekahir dalam fungsi ini adalah terkait keputusan PPID Utama

yang dalam peran untuk mengembangkan sistem layanan informasi telah

melakukan tindakan memfasilitasi SIP-PPID serta membangun dan memfasilitasi

website sub domain OPD. Sebagaimana asumsi teori interaksi simbolik dalam tema

hubungan individu dengan masyarakat yang mengemukakan dua ide, yaitu

pertama, bahwa orang dan kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial,

dan kedua, bahwa struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial, (West &

Turner, 2013:101). Maka dalam hal ini, PPID Utama telah bertindak melakukan

tindakan memfasilitasi SIP-PPID sebagai hasil interaksi berdasarkan struktur

sosialnya sebagai Kepala Dinas Kominfo yang mengalami interkasi sosial dengan

Kemendagri.

Sebagai hasilnya, ketika Mendagri telah menyediakan SIP-PPID bagi

seluruh Pemerintah Daerah, PPID Utama berproses dalam budaya untuk mengikuti

perkembangan zaman yang sudah serba elektronik serta mengikuti arahan dari

Kemendagri tersebut yang secara sosial merupakan institusi pembina Dinas

Kominfo dalam hal pelaksanaan keterbukaan informasi publik. Namun demikian,

hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa penyediaan fasilitas SIP-PPID website

sub domain OPD nyatanya tidak dimanfaatkan dengan baik oleh PPID Pembantu

maupun pemohon informasi. Realitas ini menunjukkan fenomena yang sejalan


184

dengan hasil penelitian sejenis terdahulu milik Nugroho Adi Wiyoso dan Nunung

Prajarto (2019) yang menemukan fakta bahwa PPID Kementerian Keuangan Tahun

2017 dalam pelayanan informasi publik telah menggunakan semua komunikasi

internal yang ada, termasuk penggunaan website e-PPID dan mobile PPID– seperti

yang telah dilakukan oleh PPID Utama – yang dalam dalam hal ini dianggap

sebagai Dinas Kominfo dalam memfasilitasi penggunaan SIP-PPID dan website sub

domain OPD, tapi kendala lain ada pada organisasi – yang dalam hal ini

direpresentasikan oleh PPID Pembantu, dan Publik – yang dalam hal ini

direpresentasikan oleh pemohon informasi.

5.2 Analisis Hambatan Komunikasi Organisasi PPID Pemerintah Kota

Medan

Beberapa ahli komunikasi telah menawarkan konsep atau model yang dapat

digunakan sebagai pengklasifikasian jenis-jenis hambatan komunikasi, salah

satunya R.Kreitner (1989) dalam Ruslan (2016:8) menerangkan empat macam

hambatan yang dapat mengganggu proses komunikasi, yaitu: 1) hambatan dalam

proses penyampaian (process barriess); 2) hambatan secara fisik (physical

barriers); 3) hambatan semantik (semantic barriers); dan 4) hambatan psikososial

(psychosocial barriers). Berdasarkan keempat macam hambatan komunikasi

tersebut, berikut penjelasan dan pembahasan setiap hambatan komunikasi yang

telah peneliti kategorisasikan kepada hambatan komunikasi yang terseksplor dan

hambatan komunikasi yang bersifat laten yang berhasil peneliti temui dalam proses

komunikasi organisasi PPID Pemerintah Kota Medan:


185

1. Hambatan Semantik (Semantic Barriers)

Hambatan semantik dalam proses komunikasi organisasi PPID Pemerintah

Kota Medan terdapat pada adanya perbedaan makna mengenai ‘informasi publik’

dan ‘informasi yang dikecualikan’ antara PPID Pemerintah Kota Medan dengan

pemohon informasi akibat perbedaan dalam menginterpretasikan UU KIP 14/2008.

Perbedaan ini terjadi sebagai hasil dari proses penerjemahan simbol-simbol bahasa

dan gagasan tentang ‘informasi publik’ dan ‘informasi yang dikecualikan’yang

terdapat di dalam UU KIP. Seperti yang disampaikan oleh semua PPID Pembantu

(informan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8) bahwa mereka masih mengalami kebingungan dalam

menentukan jenis informasi yang menjadi informasi publik dan informasi yang

dikecualikan secara nyata di lapangan, meskipun definisi-definisi tersebut telah

tersedia di dalam UU KIP 14/2008. Hal ini disebabkan pula oleh faktor belum

diadakannya uji konsekuensi serta kurangnya sosialisasi yang diberikan kepada

PPID yang baru menjabat sebagai bentuk aktivitas komunikasi yang dapat

memberikan kejelasan tentang determinasi informasi publik kepada PPID

Pemerintah Kota Medan.

2. Hambatan Psikososial (Psychosocial Barriers)

Hambatan psikososial dalam proses komunikasi organisasi PPID

Pemerintah Kota Medan adalah adanya perbedaan makna tentang ‘keterbukaan

informasi publik’ berdasarkan masing-masing persepsi yang dimiliki oleh PPID

Pemerintah Kota Medan dan pemohon informasi sesuai dengan pengetahuan dan

pengalaman yang dimiliki. Fenomena perbedaan ini dapat pula dijelaskan karena

adanya perbedaan cara berpikir (kognitif), kompetensi dan pengaruh proses sosial

dan budaya yang dimiliki oleh masing-masing PPID Pemerintah Kota Medan dan
186

pemohon informasi. Bagi pemohon informasi, keterbukaan informasi publik

dimaknai sebagai gagasan yang memberikan harapan besar yang menjamin hak

publik untuk memperoleh informasi publik dari badan publik, sedangkan bagi PPID

Pemerintah Kota Medan, keterbukaan informasi publik dimaknai sebagai gagasan

yang memberikan peluang kepada publik untuk ‘menelanjangi’ badan publik.

Makna-makna ini diperoleh pemohon informasi dari proses interaksi dengan

internet sebagai objek sosial yang memberinya informasi tentang UU KIP yang

mengandung simbol-simbol berupa gagasan keterbukaan informasi publik serta

penggunaan simbol yang ada di lingkungan sosial tentang stigma reformasi

birokrasi bahwa publik adalah entitas yang harus dilayani oleh badan publik.

Sementara itu, makna yang dimiliki badan publik diperoleh dari pengalamannya

dan proses interaksi yang mengembangkan kemampuan badan publik

menggunakan simbol-simbol yang diberikan publik berupa kata-kata dan tindakan

yang tidak baik berupa ancaman sehingga menciptakan kecurigaan sebagai persepsi

yang dimiliki PPID kepada publik.

3. Hambatan Fisik (Physical Barriers)

Hambatan fisik dalam proses komunikasi organisasi PPID Pemerintah Kota

Medan adalah berupa keterbatasan anggaran yang telah mengakibatkan

terhambatnya beberapa hal sebagai berikut: 1) tidak dapat diselenggarakannya uji

konsekuesi informasi yang dikecualikan oleh PPID Utama secara rutin dan berkala;

2) tidak dapat diselenggarakannya sosialiasi bagi PPID yang baru menjabat;

3) ketiadaan beberapa fasilitas layanan informasi dan dokumentasi publik di OPD

yang seharusnya tersedia sesuai dengan SOP layanan PPID, antara lain: a) Formulir

permohonan informasi berserta tanda terima manual; b) Formulir pengajuan


187

keberatan berserta daftar register manual; c) Maklumat pelayanan PPID dalam

bentuk banner, brosur atau yang lainnya.

4. Hambatan dalam Proses Penyampaian (process barriess)

Hambatan dalam proses penyampaian yang dialami PPID Pemerintah Kota

Medan terdapat pada faktor kompetensi PPID Pemerintah Kota Medan dan

pemohon informasi untuk menyadari makna dirinya masing-masing sebagai aktor-

aktor yang berperan penting dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik

sesuai dengan amanat UU KIP 14/2008, sehingga menghasilkan perilaku kerja

sebagian besar PPID Pembantu yang tidak menghadiri kegiatan sosialisasi PPID,

tidak melakukan koordinasi serta tidak menyediakan dan menanggapi permintaan

informasi serta perilaku sebagian besar pemohon informasi yang tidak menguasai

UU KIP secara baik. Selain itu, hambatan pada proses penyampaian juga

dipengaruhi oleh faktor budaya organisasi pemerintah daerah yang masih

cenderung tertutup serta tidak adanya peran pimpinan daerah untuk merubah

budaya organisasi terutup tersebut ke arah yang lebih transparan.

5.3 Analisis Strategi Komunikasi Organisasi PPID Pemerintah Kota

Medan

Berpedoman pada UU KIP 14/2008 dan Permendagri 3/2017 serta PERKI

1/2010, pada dasarnya PPID Pemerintah Kota Medan sudah memiliki cukup modal

untuk membangun suatu perencanaan komunikasi yang efektif dalam pelaksanaan

keterbukaan infomasi publik. Sebagaimana hasil temuan penelitian menunjukkan

bahwa PPID Pemerintah Kota Medan dalam melakukan proses komunikasi

organisasi telah melalui beberapa perencanaan yang dimiliki oleh PPID Utama

yang pelaksanaannya dapat dilihat melalui peran-peran yang terkandung di dalam


188

ketiga fungsi komunikasi yang dilakukan oleh PPID Pemerintah Kota Medan.

Namun sayangnya, perencanaan tersebut tidak dituangkan di dalam suatu dokumen

tertulis, melainkan terkandung di dalam pemikiran dan gagasan-gagasan yang

dimiliki oleh Kepala Dinas Kominfo selaku PPID Utama. Sedangkan Wijaya

(2015:56) menyatakan salah satu kriteria perencanaan komunikasi yang wajib

dilakukan adalah menuliskannya dalam bentuk dokumen tertulis.

Berdasarkan konsep-konsep perencanaan komunikasi yang disampaikan

Wijaya (2015), hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa PPID Utama telah

memenuhi beberapa kriteria merencanakan sebagaimana yang disebutkan

mengenai hal-hal pokok perencanaan komunikasi, yaitu PPID Utama telah

melakukan beberapa tindakan menyusun dan merumuskan kebijakan implementasi

PPID sebagai usaha yang disengaja, menerapkan ilmu pengetahuan dan seni

komunikasi yang dimiliki dengan membuat forum koordinasi whatsapp group dan

penyebaran surat dinas, menyelenggarakan kegiatan sosialisasi PPID dan telah

memiliki beberapa agenda kegiatan berikutnya yang dimasukkan ke dalam daftar

rencana kagiatan dan anggaran seperti pelaksanaan uji konsekuensi informasi yang

dikecualikan, serta telah memfasilitasi pelayanan informasi baik secara langsung

maupun melalui SIP-PPID dan website sub domain OPD dalam proses komunikasi

organisasi PPID Pemerintah Kota Medan yang memperlihatkan komponen-

komponen komunikasi yang dapat diaudit.

Namun demikian, hasil temuan penelitian mendapati masih banyak

kegagalan-kegagalan komunikasi yang dilakukan PPID Pemerintah Kota Medan

yang terbukti dengan masih banyaknya ditemui fenomena tindakan-tindakan yang

tidak dilakukan PPID Pemerintah Kota Medan, terutamanya PPID Pembantu dalam
189

mengisi fungsi dan peran komunikasi yang seharusnnya dijalankan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. Cangara (2014) dalam Muslihan (2017:107)

menawarkan sebuah model perencanaan komunikasi yang dapat dijadikan sebagai

metode membangun strategi komunikasi yang efektif, yaitu dengan memperhatikan

empat hal: 1) Memilih dan menetapkan komunikator; 2) Menetapkan target sasaran

dan analisis kebutuhan khalayak; 3) Teknis menyusun pesan; dan 4) Memilih media

atau saluran komunikasi. Berdasarkan konsep Cangara tersebut, peneliti akan

menganalisis strategi komunikasi organisasi yang dijalankan PPID Pemerintah

Kota Medan.

1. Memilih dan menetapkan komunikator

Pemilihan dan penetapan komunikator dalam proses komunikasi organisasi

PPID Pemerintah Kota Medan pada dasarnya telah dilaksanakan PPID Pemerintah

Kota Medan dengan merujuk pada amanat UU KIP dan peraturan pelaksana

lainnya, yaitu Permendagri 3/2017 dan PERKI 1/2010. Berdasarkan UU KIP

14/2008, organisasi/lembaga PPID dan publik/pemohon informasi secara bersama-

sama ditetapkan sebagai komunikator dalam pelaksanaan keterbukaan informasi

publik, tepatnya PPID sebagai pelayan jasa informasi dan komunikasi dan Publik

sebagai kontrol atas kinerja pelayanan yang diberikan PPID. Selanjutnya, pada

pasal 6 ayat (4) dan pasal 8 ayat (3) Permendagri 3/2017 disebutkan bahwa untuk

mendukung kegiatan dan kelembagaan PPID dibentuk PLID (Pengelola Informasi

dan Dokumentasi Publik) yang susunannya ditetapkan dengan Keputusan

Bupati/Wali Kota.

Untuk itu, PPID Utama yang juga betindak selaku Kepala Dinas Kominfo

telah menyusun dan merumuskan PLID Pemerintah Kota Medan yang ditetapkan
190

melalui Keputusan Wali Kota Medan Nomor 800/255.K/2019 tentang PLID

Pemerintah Kota Medan Tahun Anggaran 2019 yang masih berlaku hingga saat ini.

Sebagaimana yang disampaikan PPID Utama (informan 1), adapun susunan PLID

Pemerintah Kota Medan sebagai komunikator hendaknya ditularkan oleh PPID

Pembantu ke setiap OPD dengan mengusulkan dan merumuskan penyusunan PLID

di masing-masing OPD untuk ditetapkan menjadi Keputusan Pimpinan OPD.

Namun, hasil temuan penelitian mendapati bahwa hal ini tidak dilakukan oleh

semua PPID Pembantu (informan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8) hingga menyebabkan tidak

sempurnanya komposisi komunikator di OPD dalam melaksanakan keterbukaan

informasi publik yang memerlukan keterlibatan bidang/bagin/sub unit kerja di OPD

sebagai pemilik dan penghasil data.

Di sisi lain, Publik sebagai pemohon dan pengguna informasi dalam

perannya sebagai komunikator nyatanya masih belum melakukan hal-hal yang

mampu mendorong fungsi kontrol publik terhadap kinerja PPID sebagaimana

tuntutan yang diamanatkan dalam UU KIP 14/2008, bahkan sebagian besar

pemohon informasi tidak pernah membaca UU KIP secara komprehensif. Maka,

pemilihan dan penetapan komunikator dalam komunikasi organisasi PPID

Pemerintah Kota Medan masih terdapat kekurangan, yaitu belum terbentuknya

PLID di masing-masing OPD sebagai komunikator untuk memberikan jasa

pelayanan informasi dan komunikasi bagi publik serta publik itu sendiri yang belum

memiliki pola kontrol terhadap kinerja PPID.

2. Menetapkan target sasaran dan analisis kebutuhan khalayak

Sebagaimana organisasi/lembaga PPID dan publik/pemohon informasi

secara bersama-sama telah ditetapkan sebagai komunikator dalam pelaksanaan


191

keterbukaan informasi publik melalui Keputusan Wali Kota Medan Nomor

800/255.K/2019 tentang PLID Pemerintah Kota Medan Tahun Anggaran 2019

dengan berdasarkan UU KIP 14/2008, maka keputusan dan aturan yang sama telah

mengatur tentang penetapan target sasaran dalam pelaksanaan keterbukaan

informasi publik yang dilakukan oleh PPID Pemerintah Kota Medan.

Selanjutnya, sesuai dengan konsep strategi komunikasi Cangara (2015),

penetapan target sasaran hendaknya diikuti dengan analisis kebutuhan khalayak

yang sekaligus menetapkan tujuan yang ingin dicapai. Hasil temuan penelitian

mendapati bahwa PPID Pemerintah Kota Medan belum melakukan analisis

kebutuhan khalayak yang melibatkan partisipasi publik, sehingga rata-rata PPID

Pembantu tidak mempunyai tujuan terukur yang harus dicapai dan hanya

menyediakan informasi setelah adanya permintaan. Hal ini berkaitan pula dengan

keadaan belum tersusunnya Daftar Informasi dan Dokumentasi Publik (DIDP) yang

berimbas pada minimnya ketersediaan informasi yang diperlukan publik dan

lambatnya respon yang diberikan kepada publik sebagai pemohon dan pengguna

informasi.

Lebih lanjut, hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa pemohon

informasi yang terdaftar di SIP-PPID Pemerintah Kota Medan didominasi oleh

kalangan mahasiswa yang melalukan permintaan informasi untuk keperluan

penelitian. Sedangkan organisasi/LSM mendominasi permintaan secara langsung

atau melalui surat, di mana permintaan datanya rata-rata untuk mengetahui proyek

dan anggaran. Berdasarkan data tersebut, PPID Pemerintah Kota Medan selayaknya

dapat melibatkan publik mahasiswa maupun organisasi/LSM dalam menyusun


192

analisis kebutuhan khalayaknya agar tujuan dasar keterbukaan informasi publik

sesuai dengan amanat UU KIP dapat tercapai.

3. Teknis Menyusun Pesan

Belum dilakukannya analisis kebutuhan khalayak yang melibatkan publik

oleh PPID Pemerintah Kota Medan, maka akan berpengaruh pada strategi

berikutnya, yaitu untuk menentukan teknis penyusunan pesannya. Sebagaimana

hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa rata-rata PPID Pembantu baru secara

aktif mempublikasikan informasi publik kategori pertama (informasi yang wajib

diumumkan dan disediakan secara berkala) yang disampaikan kepada publik

dengan menggunakan format yang sudah baku. Sedangkan teknis menyusun pesan

lebih diperlukan pada publikasi informasi publik kategori kedua (informasi yang

wajib diumumkan secara serta merta) dan kategori ketiga (informasi yang wajib

tersedia setiap saat) yang belum secara aktif dilaksanakan PPID Pemerintah Kota

Medan. Untuk itu, dapat terlihat jelas bahwa teknis penulisan pesan sangat

diperlukan dalam implementasi keterbukaan informasi publik ke depannya untuk

menjamin bahwa ketersediaan informasi dapat memenuhi kebutuhan publik.

4. Memilih media/saluran komunikasi

Pada pemilihan media/saluran komunikasi dalam melaksanakan penyediaan

dan pelayanan informasi kepada publik, PPID Pemerintah Kota Medan telah

mengikuti SOP yang di atur dalam Permendagri 3/2017, yaitu dengan

menggunakan saluran komunikasi secara langsung (tatap muka) maupun saluran

komunikasi bermedia, yaitu melalui surat, SIP-PPID, email dan website, namun

belum memanfaatkan media sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik

penggunaan saluran komunikasi langsung maupun saluran komunikasi bermedia


193

didapati tidak memberikan pengaruh motivasi untuk meningkatkan intensitas

komunikasi antara PPID Pemerintah Kota Medan dengan pemohon informasi.

Hal yang sama juga terjadi pada komunikasi internal PPID Pemerintah Kota

Medan yang berlangsung melalui saluran langsung, yaitu dalam pertemuan

sosialisasi dan saluran bermedia menggunakan whatsapp group. Interaksi yang

terjadi pada kedua saluran komunikasi internal PPID ini berlangsung sangat minim

seperti yang di sampaikan oleh semua PPID Pembantu (informan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8).

Adapun yang menyebabkan hal ini terjadi, karena komunikasi yang digunakan

cenderung masih bersifat satu arah, yaitu dari PPID Utama kepada PPID Pembantu

dan dari PPID Pembantu kepada publik.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan

pada bab-bab sebelumnya, maka peneliti menarik beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

1. Proses komunikasi organisasi PPID Pemerintah Kota Medan menunjukkan

adanya perencanaan komunikasi yang telah dilaksanakan berupa penyusuan

dan perumusan kebijakan implementasi PPID, penyediaan forum

koordinasi, dan fasilitasi SIP-PPID dan website, namun tidak didukung oleh

perubahan budaya organisasi ke arah yang lebih transparan sebagai peran

pimpinan daerah yang justru cenderung menunjukkan perilaku menutup

akses informasi publik.

2. Hambatan komunikasi bersumber pada aktualisasi budaya/perilaku kerja

dari sebagian besar PPID Pembantu yang tidak mengikuti kegiatan

sosialisasi, tidak berkoordinasi, tidak menyediakan informasi secara

lengkap, dan tidak merespon dengan tanggap permintaan informasi, begitu

juga dengan perilaku pemohon informasi yang tidak menguasai UU KIP

14/2008 secara baik, sehingga mengakibatkan adanya perbedaan makna

mengenai keterbukaan informasi publik serta perbedaan arti dari informasi

publik dan informasi yang dikecualikan antara PPID Pemerintah Kota

Medan dengan pemohon informasi.

3. Strategi komunikasi telah dijalankan PPID Pemerintah Kota Medan dengan

menetapkan PPID Pemerintah Kota Medan dan pemohon informasi sebagai

194
195

komunikator sekaligus target target sasaran serta menggunakan saluran

komunikasi secara langsung (tatap muka) maupun bermedia melalui surat,

SIP-PPID, e-mail dan website, namun belum memanfaatkan media sosial

serta belum melakukan analisis kebutuhan khalayak dan teknis penulisan

pesan tertentu yang melibatkan partisipasi publik sehingga cenderung

menghasilkan komunikasi yang bersifat satu arah (asimetris).

6.2 SARAN

Berdasarkan manfaat penelitian yang telah ditetapkan, maka saran yang

dapat disampaikan dari penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) jenis saran, yaitu:

1. Saran Teoritis

Secara teoritis, saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah

agar dalil yang dikemukakan peneliti berupa adanya keterpaksaan dalam

mempublikasikan informasi serta upaya penyediaan sarana dan prasarana

yang bersifat pragmatis dalam proses komunikasi organisasi PPID

Pemerintah Kota Medan dapat dianalisis secara lebih dalam untuk

penguatan dalil ataupun menghasilkan suatu teori baru.

2. Saran Akademis

Secara akademis, saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah

agar jenis kajian akademis seperti yang dilakukan peneliti dapat dilakukan

secara lebih baik lagi dengan menggunakan teknik pengumpulan data

observasi pastisipasi aktif, mengingat masih terdapat kekurangan pada

penelitian ini yang masih menggunakan observasi partisipasi pasif.


196

3. Saran Praktis

Secara praktis, saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah

agar PPID Pemerintah Kota Medan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini

dengan segera membuat analisis kebutuhan khalayak yang melibatkan

partisipasi publik untuk menghasilkan tujuan yang jelas berserta indikator

capaiannya, memanfaatkan media sosial dan juga teknis penulisan pesan

tertentu untuk memenuhi kebutuhan khalayak dalam melaksanakan

keterbukaan informasi publik.


DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. (2017). Metode Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis Ke


Arah Ragam Varian Kontemporer. Depok: Raja Grafindo Persada.

_____________ (2014). Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus


Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kecana Prenadamedia
Group.

Cangara, Hafied. (2014). Perencanaan dan Strategi Komunikasi. Jakarta: Raja


Grafindo Persada.

______________. (2016). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo


Persada.

Cresswell, John W. (2016). Research Design: Pendekatan Metode Kualitatif,


Kuantitatif, dan Campuran Edisi Keempat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

DeVito, Joseph, A. (2011). Komunikasi Antarmanusia. (Agus Maulana,


Terjemahan). Tangerang Selatan: Karisma Publishing Group.

Gusmulayana. (2019). Komunikasi Organisasi Pejabat Pengelola Informasi dan


Dokumentasi Pembantu Kecamatan Merawang dalam Menyelesaikan
Sengketa Informasi. Magister Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Padjajaran

Hadinata, Wawan. (2020). Website dan Informasi Keuangan Pemerintah (Studi


Mixed Methods terkait Aplikasi Website untuk Diseminasi Informasi
Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2019). Magister Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya.

Hardjana, Andre. (2019). Komunikasi Organisasi: Strategi Interaksi dan


Kepemimpinan. Depok: PT. Rajagrafindo Persada.

Hermawan, Anang. (2014). “Membangun Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik


Era Pemerintahan 2014-2019.” Posiding Seminar Nasional Ikatan Sarjana
Komunikasi Indonesia (ISKI), Jakarta 2014.

Hermawati, Tanti. (2014). “Pengembangan Model Strategi Komunikasi Pemasaran


Terpadu Pada Tiga Rumah Sakit Swasta di Surakarta.” Posiding Seminar
Nasional Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI), Jakarta 2014.

Indah, T dan Hariyanti, P. (2018). Implementasi Kebijakan Keterbukaan Informasi


Publik pada Dinas Kominfo Kota Tasikmalaya. Jurnal Komunikasi Vol. 12,
No. 2, April 2018.

Islamiyah, Nurul. (2018). Demokratisasi Komunikasi Dengan Empati (Studi


Eksplorasi pada Pemikiran Isi Subandy Ibrahim terkait Kajian Komunikasi

197
198

Indonesia. Magister Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu


Politik, Universitas Brawijaya.

Kholil, Syukur. (2016). Metodologi Penelitian Komunikasi. Medan: Perdana


Publishing.

Kriyantono, Rachmat. (2014). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana


Prenadamedia Group.

_________________ (2017). Teori-teori Public Relations Perspektif Barat dan


Lokal: Aplikasi Penelitian dan Praktik. Jakarta: Kencana.

Liliweri, Alo. (2010). Strategi Komunikasi Masyarakat. Yogyakarta: LKis.

Litteljohn, Stephen W & Karen, A. Foss. (2011). Teori Komunikasi. (Muhammad


Yusuf Hamdan, Terjemahan). Jakarta: Salemba Humanika.

Lubis, Lusiana. A. (2018). Pemahaman Praktis Komunikasi Antarbudaya. Medan:


USU Press.

Manzilati, Asfi. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma, Metode dan


Aplikasi. Jakarta: Univeristas Brawijaya Press (UB Press).

Morissan. (2019). Riset Kualitatif. Jakarta: Prenadamedia Group.

________(2015). Teori Komunikasi:Individu Hingga Massa. Kencana Prenada


Media Group: Jakarta.

Morissan, M. A. dan Wardhany, A. C. (2009). Teori Komunikasi. Jakarta: Ghalia


Indonesia.

Muhammad, Arni. (2015). Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Mukarom, Z dan Laksana, M.W. (2015). Manajemen Pelayanan Publik. Banudng:


Pustaka Setia.

Mulyana, Deddy. (2012). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Muslihin, Achmad. (2017). Strategi Komunikasi Keterbukaan Informasi Publik


Badan Pemeriksa Keuangan (Studi Kasus Pengelolaan Informasi Publik di
Pusat Informasi dan Komunikasi Badan Pemeriksa Keuangan). Magister
Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Padjajaran.

Nurbani. (2019). Komunikasi Antarpribadi. Tangerang Selatan: Universitas


Terbuka.

Nurhadi, Zikri.F. (2017). Teori Komunikasi Kontemporer. Depok: Kencana.


199

Pace, R.W & Faules, Don. F. (2013). Komunikasi Organisasi: Strategi


Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rohid, Nibrosu dan Panuju, Redi. (2017). Manajemen Komunikasi dalam


Pelayanan Keterbukaan Informasi Publik kepada Masyarakat di Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kabupaten Tuban. Jurnal
LISKI, Vol. 3, No. 2, 2017.

Ruslan, Rosady. (2016). Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi.


Depok: Rajagrafindo Persada.

Satori. D dan Komarian. A. (2013). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:


Alfabeta.

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

________ (2019). Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:


Alfabeta.

Trijayanto, D dan Idrus Iqbal, A. (2019). Peran PPID Pemerintah Kota Yogyakarta
dalam Pengelolaan dan Penyelenggaraan Keterbukaan Informasi Publik.
Jurnal IKRAITH-Humaniora, Vol. 3, No. 1, Maret 2019.

Tulung, Freddy, S. (2010). “Prioritas Kegiatan Lembaga Publik dalam


Mengantisipasi Pemberlakuan UU No 14 Tahun 2008 tentang KIP.”
Makalah Seminar Pengingkatan Kompetensi Penelitian dan Pengambangan
Aplikasi Telematika, Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi
Puslitbang Aptel SKDI (22-25 Februari 2015).

West & Turner. (20130. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi.
Jakarta: Salemba Humanika.

Wijaya, I.S. (2015). Perencanaan dan Strategi Komunikasi Dalam Kegiatan


Pembangunan. Jurnal Lentera, Vol. XVIII, No. 1, Juni 2015.

Wiyoso, N.A dan Prajarto. (2019). Strukturisasi Komunikasi Internal dalam


Pelayanan Informasi Publik Kementerian Keuangan (Studi Kasus pada
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kementerian Keuangan
Tahun 2017). Magister Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Gadjah Mada.

Sumber Bacaan Lain

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik


http://kip.sumutprov.go.id/?p=524. Diakses pada tanggal 20 Maret 2021,
pukul 21.04 WIB.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pedoman


Pengelolaan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi Kementerian Dalam
200

Negeri dan Pemerintah Daerah.


https://komisiinformasi.go.id/?portfolio=permendagri-nomor-3-tahun-
2017. Diakses pada tanggal 20 Maret 2021, pukul 21.17 WIB.

Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan


Informasi Publik. https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/PerKI1-
2010InformasiPublik.pdf. Diakses pada tanggal 20 Maret 2021, pukul
21.33 WIB.

Peraturan Komisi Informasi Nomor 5 Tahun 2016 tentang Metode dan Teknik
Evaluasi Keterbukaan Informasi Publik. https://ppid.ugm.ac.id/wp-
content/uploads/sites/253/2018/08/29e4692eb1aeca8195287f7be1fc5b19ac
412f37.pdf. Diakses pada tanggal 20 Maret 21, pukul 22.05 WIB.

Keputusan Wali Kota Medan Nomor 821.2/1079.K/XII/2017 tentang Standar


Operasional Prosedur Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi
Pemerintah Kota Medan.
https://www.sumutprov.go.id/images/SOP_PPID_PEMKO_MEDAN.pdf.
Diakses pada tanggal 20 Maret 2021, pukul 22.15 WIB.
Keputusan Wali Kota Medan Nomor 182/1078.K/XII/2017 tentang Pengelola
Layanan Informasi dan Dokumentasi (PLID) Pemerintah Kota Medan.
https://sumutprov.go.id/images/SK_PLID_KOTA_MEDAN.pdf. Diakses
pada tanggal 20 Maret 2021, pukul 22.40 WIB.

PPID Pemko Medan. “Laporan Kepuasan Masyarakat”.


http://ppid.pemkomedan.go.id/survey-kepuasan. Diakses pada tanggal 23
Maret 2021, pukul 22.43 WIB.

Katalog Dalam Terbitan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. (2015). Sumatera


Utara Bangkit: Mambangun Buday Kerja dengan Berbasis Nilai. Bekasi:
Trustco.
LAMPIRAN
Lampiran 1: Rekapitulasi Informasi Publik yang Tersedia dalam SIP-PPID
Pemko Medan (16 Januari 2018 - 17 Maret 2021)

Informasi
OPD Serta Setiap
Berkala
Merta Saat
Sekretariat Daerah
Asisten Pemerintahan
Bagian Pemerintahan - - -
Bagian Hubungan Masyarakat 1 - -
Bagian Hubungan Kerjasama Antar Kota,
4 - -
Daerah dan Lembaga
Asisten Kesejahteraan dan Kemasyarakatan
Bagian Kesejahteraan Rakyat - - 2
Bagian Keagamaan - 1 -
Bagian Administrasi Kemasyarakatan - - -
Asisten Perekonomian dan Pembangunan
Bagian Pembangunan 2 - -
Bagian Administrasi Sumber Daya Alam - - -
Bagian Perekonomian 1 - -
Asisten Administrasi Umum
Bagian Hukum - - -
Bagian Organisasi dan Tatalaksana 2 - -
Bagian Perlengkapan dan Layanan
- - -
Pengadaan
Bagian Umum - - -
Sekretariat DPRD 3 - 8
Dinas Daerah
Dinas Ketahanan Pangan 4 - -
Dinas Perhubungan 2 - -
Dinas Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah 4 - -
Dinas Pendidikan - - -
Dinas Perindustrian 6 - 6
Dinas Perdagangan 4 - 1
Dinas Pekerjaan Umum 1 - -
Dinas Kesehatan 7 1 -
Dinas Pertanian dan Perikanan 3 - -
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan
2 - -
Penataan Ruang
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 4 1 -
Dinas Sosial 6 - 6
Dinas Ketenagakerjaan 5 - 2
Dinas Kebersihan dan Pertamanan 1 - 1
Dinas Pencegah dan Pemadam Kebakaran - - -
Dinas Pemuda dan Olahraga - - -
Dinas Kebudayaan 4 - 1
Dinas Pariwisata 7 -
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
4 - 2
Terpadu Satu Pintu
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan 22 20 2
Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga
12 4 5
Berencana
Dinas Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan 8 - -
Masyarakat
Dinas Komunikasi dan Informatika 53 - 528
Dinas Lingkungan Hidup 1 - 1
Satuan Polisi Pamong Praja 4 - -
Inspektorat/Badan/Kantor
Inspektorat 12 - 2

Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah 5 - -

Badan Pengelola Keuangan Daerah dan Asset


3 - -
Daerah
Badan Penanggulangan Bencana Daerah 5 - 1
Badan Kepegawaian Daerah dan
1 - 1
Pengembangan Sumber Daya Mansusia
Badan Penelitian dan Pengembangan 3 - 1

Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah 9 - -

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik - - -


Staf Ahli Walikota Medan - - -
Perusahaan Daerah
Kecamatan
Kacamatan Medan Tuntungan 2 2 5
Kecamatan Medan Johor 7 - -
Kecamatan Medan Amplas 4 - -
Kecamatan Medan Denai 3 - 1
Kecamatan Medan Area - - -
Kecamatan Medan Kota 7 - -
Kecamatan Medan Maimun 5 - -
Kecamatan Medan Polonia 10 - -
Kecamatan Medan Baru 17 - -
Kecamatan Medan Selayang 78 8 42
Kecamatan Medan Sunggal - - -
Kecamatan Medan Helvetia 6 - 3
Kecamatan Medan Petisah 12 4 1
Kecamatan Medan Barat 1 - -
Kecamatan Medan Timur 4 - -
Kecamatan Medan Perjuangan 1 - 3
Kecamatan Medan Tembung 15 - 2
Kecamatan Medan Deli 21 - -
Kecamatan Medan Labuhan 12 4 2
Kecamatan Medan Marelan 6 - -
Kecamatan Medan Belawan 9 - 5
TOTAL 441 45 643
Data Olahan Peneliti
Lampiran 5: Surat Izin Penelitian dan Rekomendasi Penelitian
Lampiran 6: Hasil Uji Plagiarism
Lampiran 8: Formulir Permohonan Informasi dan Formulir Keberatan Atas
Permohonan Informasi
Lampiran 9: Daftar Riwat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Ridha Noviana Harahap


Tempat/ Tgl Lahir : Sei Rokan, 6 November 1986
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Perumahan Medan Baru Residence No. 10
Jl. Sei Silau, Padang Bulan Selayang I,
Kec. Medan Selayang, Kota Medan, 20131.
HP : 08116500611

PENDIDIKAN FORMAL

1. 1992 – 1998 : SD Negeri Inpres No. 105387 Sei Karang


2. 1998 – 2001 : SLTP Negeri 7 Medan
3. 2001 – 2004 : SMA Negeri 1 Medan
4. 2004 – 2008 : Bachelor Degree of Information Technology
Universiti Utara Malaysia
5. 2014 – 2015 : S1 Ilmu Komputer Universitas Pembangunan Panca
Budi
6. 2019 – sekarang : S-2 Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara

PENGALAMAN KERJA

1. 2011 – 2013 : PNS pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten


Labuhan Batu
2. 2013 – sekarang : PNS pada Badan Kepegawaian Daerah dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota Medan

Anda mungkin juga menyukai