Anda di halaman 1dari 73

Pekommas

Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa


Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Komunikasi dan Informatika - Makassar
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI
Volume 15 Nomor 3 - Desember 2012
Jurnal
PEKOMMAS
Vol.15 No.3 Hal. 123-186 Makassar, Desember 2012 ISSN:1411-0385
JURNAL PEKOMMAS
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Makassar
Jl. Prof. Abdurahman Basalama II No 25 Makassar
Telp. 0411-4660370 Fax. 0411-466048
jurnal.pekommas@mail.kominfo.go.id
PENGARAH
Aizirman Djusan, M.Sc. Econ
Kepala Badan Litbang SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika RI
Ir. H. Ruslan Harun, MM
Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Makassar
PEMIMPIN REDAKSI
Drs. H. Syarifuddin, M.Si
PENYUNTING
Drs. Baso Saleh, M.I.Kom
Emilsyah Nur, S.Sos, M.I.Kom
Dra. Rachmawaty Djafar, M.Si
Drs. Baharuddin Dollah, M.I.Kom
MITRA BESTARI
Prof. Dr. Hafed Cangara, M.Sc
Dr. Iqbal Sultan, M.Si
Dr. Muh. Akbar, M.Si
Dr. Muh. Nadjib
Dr. Ir. Zulfajri Basri Hasanuddin, M.Eng
Irfan Syamsuddin, ST, M.Com, PhD
DESAIN GRAFIS
Solehuddin Hasdin
Firdaus Masyhur, S.Kom
REDAKTUR PELAKSANA
Drs. Rukman Pala, MAP
Dra. Rohana M
i
DAFTAR ISI
JURNAL PEKOMMAS
Volume. 15 No. 3, Desember 2012
Daftar Isi i
Editorial ii
Kumpulan Abstrak iii
Implementasi Kebijakan Desa Berdering di Nusa Tenggara Timur
Baso Saleh
123-130
Kebijakan Sistem Penerimaan Siswa Baru Melalui Media Online
Baharuddin Dollah
131-138
Implementasi e-Government Dalam Peningkatan Layanan Masyarakat di
Provinsi Sulawesi Tenggara
Rachmawaty Djaffar
139-148
Netralitas Media Cetak Dalam Pemberitaan Kandidat Gubernur
Sulawesi Selatan Tahun 2013
Rukman Pala
149-158
Penggunaan Telepon Selular, Komputer dan Internet oleh Masyarakat di
Daerah Tertinggal
Christiany Juditha
159-168
Pengelompokan Potensi Daerah di Bidang Komunikasi dan Informatika
Menggunakan Principal Component Analysis dan Self Organizing Map
Mukhlis Amin
169-176
Sistem Komunikasi Berbasis Aplikasi Web Pada Kelompok Informasi
Masyarakat (KIM) Kabupaten Gowa
Firdaus Masyhur & Syabudin
177-186
ii
EDITORIAL
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa
PEKOMMAS
Volume 15 No. 3, Desember 2012
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan
karunia-Nya penerbitan Jurnal Pekommas Volume 15 No. 3 - Desember tahun 2012 dapat
dilaksanakan dengan baik. Tema yang diangkat pada volume sebelumnya adalah komunikasi
dan media massa, dan pada Jurnal Pekommas mulai volume 15 ini temanya adalah
komunikasi, informatika dan media massa.
Jurnal Pekommas edisi ini membahas tentang Implementasi Kebijakan Desa Berdering
di Nusa Tenggara Timur, Kebijakan Sistem Penerimaan Siswa Baru Melalui Media Online di
Provinsi Jawa Timur, Implementasi e-Government Dalam Peningkatan Layanan Masyarakat
di Provinsi Sulawesi Tenggara, Netralitas Media Cetak Dalam Pemberitaan Kandidat
Gubernur Sulawesi Selatan Tahun 2013, Penggunaan Telepon Selular, Komputer dan Internet
oleh Masyarakat di Daerah Tertinggal, Pengelompokan Potensi Daerah di Bidang Komunikasi
dan Informatika Menggunakan Principal Component Analysis dan Self Organizing Map,
dan Sistem Komunikasi Berbasis Aplikasi Web Pada Kelompok Informasi Masyarakat (KIM)
Kabupaten Gowa.
Jurnal Pekommas ini bertujuan untuk memasyarakatkan hasil penelitian/kajian/telaahan
yang dilaksanakan tenaga fungsional peneliti, akademisi, serta pemerhati informatika dan
komunikasi. Dengan hadirnya jurnal ini, diharapkan publikasi karya ilmiah akan semakin
baik seiring dengan meningkatnya kualitas jurnal ini. Dari segi teknis penerbitan, jurnal
ini telah mengikuti standar baku yang direkomendasikan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) maupun standar internasional seperti IEEE untuk masing-masing tulisan.
Kehadiran Jurnal Pekommas ini diharapkan tulisan yang dimuat akan mempunyai nilai
lebih dalam penilaian jabatan fungsional peneliti. Jurnal ini juga diharapkan dapat menarik
perhatian dan minat pembaca baik dari kalangan peneliti, akademisi, maupun pemerhati
komunikasi, informatika dan media massa untuk berpartisipasi dan mengirimkan tulisannya
kepada redaksi jurnal. Redaksi juga terbuka menerima kritik, saran dan masukan dalam
rangka menjaga dan meningkatkan kualitas jurnal ini.
Redaksi
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS
Volume 15 No. 2 Agustus 2012
iii
KUMPULAN ABSTRAK
JURNAL PEKOMMAS
Volume. 15 No. 3, Desember 2012
Implementasi Kebijakan Desa Berdering
di Nusa Tenggara Timur
Policy Implementation Of Desa Berdering
in East Nusa Tenggara
Baso Saleh
Abstrak Implementasi jauh lebih penting dari ke-
bijakan itu sendiri. Karena itulah sehingga studi imple-
mentasi kebijakan semakin banyak dilakukan untuk
mengetahui seberapa efektif suatu kebijakan diimple-
mentasikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
mendeskripsikan implementasi kebijakan Kementeri-
an Kominfo yaitu Program Desa Berdering di Kabu-
paten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Penelitian ini dilaksanakan dengan pendeka-
tan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
fasilitas telepon pedesaan (Program Desa Berdering)
pada dasarnya penting dan dibutuhkan masyarakat di
wilayah pedesaan. Hanya saja masih banyak kendala
sehingga program ini belum terimplementasi dengan
baik, diantaranya kurangnya pelibatan pemerintah dae-
rah setempat. Akibatnya Pemerintah daerah cenderung
lepas tangan terhadap program tersebut. Data obser-
vasi lapangan menunjukkan bahwa dari 19 lokasi pro-
gram desa berdering 63,16% lokasi yang fasiltas tele-
ponnya dapat berfungsi dengan baik. Hanya 36,84%
lokasi yang tidak bisa berfungsi karena ada salah satu
perangkatnya yang rusak. Terkait dengan hasil pene-
litian ini, maka yang paling penting dilakukan guna
mengoptimalkan implementasi Program Desa Berder-
ing adalah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah
setempat. Termasuk dalam hal ini, memberi kewenan-
gan yang luas bagi pemerintah daerah untuk menfasili-
tasi dan mengkoordinasikan pelaksanaan Program
Desa Berdering di wilayahnya.
Kata kunci : desa berdering, implementasi, kebijakan
Abstract Implementation is more important than the
policy. Thats why the study of policy implementation
needs to be done to determine how effective a policy
has been implemented. This study aims to determine
the policy of the Ministry of Communications and In-
formatics that is the implementation of the Rings Vil-
lage Program in Timor Tengah regency of East Nusa
Tenggara province. This study was conducted with a
qualitative approach. The results showed that rural
telephone facilities (Desa Berdering Program) is basi-
cally important and needed by the people in the rural
areas. Its just that there are still many obstacles that the
program has not been implemented properly, including
the lack of involvement of the local government. As a
result, local governments tend to be hands off to the
program. Field observation data indicates that from 19
sites of Desa Berdering, 63.16% location of telephony
facilities to function properly. Only 36.84% location
become not working because there is one device that is
damaged. Related to these results, it is most important
to do in order to optimize the implementation of the
Desa Berdering Program is coordinating with the local
government. Included, gives broad authority for local
governments to facilitate and coordinate the implemen-
tation of the Desa Berdering in the region.
Key words : desa berdering, implementation, policy
Kebijakan Sistem Penerimaan Siswa Baru
Melalui Media Online
New Student Admission System Policy Through
Online Media
Baharuddin Dollah
Abstrak Riset ini bertujuan untuk mengetahui (1)
implementasi (pelaksanaan) kebijakan pemerintah ter-
hadap sistem Penerimaan Siswa Baru (PSB) melalui
media online di Provinsi Jawa Timur dan (2) dampak
kebijakan pemerintah terhadap sistem Penerimaan
Siswa Baru (PSB) melalui media online (3) keterse-
diaan infrastruktur dan Sumber Daya Manusia yang
ada dalam menunjang pelaksanaan sistem PSB melalui
media online, Penelitian ini dilaksanakan di wilayah
Pemerintahan Provinsi Jawa Timur. Metode yang di-
gunakan adalah survei lapangan dengan menggunakan
koesioner sebagai bahan wawancara mendalam kepa-
da 220 orang terdiri dari berbagai kalangan sebagai in-
forman kunci. Lokasi riset ini ditetapkan 10 kabupaten/
kota dalam wilayah Provinsi Jawa Timur, secara sam-
pel. Terknik analisa data yang digunakan terdiri dari
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Makassar
Kumpulan Abstrak ...
iv
Implementasi e-Government Dalam Peningkatan
Layanan Masyarakat di Provinsi Sulawesi Tenggara
e-Government Implementation on Public Service
Improvement in Southeast Sulawesi
Rachmawaty Djaffar
Abstrak Penelitian ini bertujuan mengetahui imple-
mentasi e-Government dalam peningkatan layanan ma-
syarakat meliputi Aspek kelembagaan, Sumber Daya
Manusia, Infrastruktur, danTingkat e-literasi pejabat
struktural. Penelitian ini menggunakan dua pendeka-
tan (mixed methods) yaitu pendekatan kuantitatif dan
pendekatan kualitatif. Populasi penelitian pejabat ekse-
kutif dan legislatif. Penentuan responden secara pur-
posif yaitu penelitian eksplorasi (Explorative Study),
yang terdiri dari pengelola e-government dan anggota
legislatif sebagai informan dan pejabat struktural se-
bagai responden. Hasil penelitian menunjukkan dari
dua pemerintahan provinsi dan kota dari aspek orga-
nisasi pemerintahan masih menggunakan nomenklatur
lama yakni Pengelola Data Elektronik (PDE), Visi dan
misi pengelola PDE kurang sesuai dan kurang mencer-
minkan pengembangan e-government, infrastruktur
dan jaringan telah ada dengan sistem koneksi Tel-
komnet Instant Speedy dengan menggunakan wireless
LAN/SAT, dan Pemprov menyediakan community ac-
ces point untuk akses publik , Untuk infrastruktur da-
tabase Pemprov Sultra telah memiliki website, sedang-
kan literasi pejabat struktural 30,7% tdk menggunakan
komputer dan 23,8 % tidak menggunakan internet,
adanya dukungan anggaran, penyediaan infrastruktur
dan peningkatan SDM dari lembaga eksekutif.
Kata kunci : e-Government,TIK, dan Implementasi.
Abstract The research was amed to determine the
implementation e-Government of to public service de-
velopment on institutional aspect , human resources,
and infrastructure aspects, as well as the literacy levels
of the offcers. It used mixed methods, quantitative and
qualitative. The populations were the executive and
legislative offcers. The determination of those types of
respondents was conducted purposively in accordance
with the nature of explorative study. The informants
will be the managersof e-government andthe legisla-
tives, while the executiveswould be respondents. The
result of this research shows that Province of South
East Sulawesi and Kendari as the capital city were us-
ing the old nomenclatures, Pengelola Data Elektronik
(PDE)/ Electronic Data Manager whereas the vision
and mission of PDE did not support e-Government
development. Nevertheless, found that Infrastructures
and internet connection networks has been available,
such as internet connection of Telkomnet instan speed
and Community access points for public those provided
by the government. Province of South East Sulawesi
has also built their offcial website. Also found that the
e-literacy level of the offcers as follows: 30.7% did not
use computer, and 23.8% did not use computer. The
executives has support the e-government implementa-
tion by providing budget, infrastructures, and human
resources development.
Key words : e-Government, ICT, implementation
Netralitas Media Cetak Dalam Pemberitaan Kandidat
Gubernur Sulawesi Selatan Tahun 2013
Neutrality of Media Print News about Candidate of
South Sulawesis Governor 2013
Rukman Pala
tiga komponen, yakni: 1. reduksi data, 2. Penyajian
data 3, penarikan dan pengujian kesimpulan. Hasil riset
menunjukkan bahwa (1) implementasi (pelaksanaan)
kebijakan pemerintah terhadap sistem PSB melalui
media online telah berjalan sesuai perencaan yang ada,
(2) dampak dari kebijakan tersebut berdampak positif,
lebih efesien, efektif, dan transparan (3) ketersediaan
infrastrukur dan SDM yang ada belum sepenuhnya
menunjang pelaksanaan kebijakan pemerintah tersebut.
Kata kunci : kebijakan, media online, penerimaan
siswa baru
Abstract This research aims to determine (1) imple-
mentation government policy towards New Student Ad-
mission (NSA) systems via online media in East Java
province, and (2) the impact of government policies on
New Student Admission systems via online media (3)
the availability of infrastructure and human resources
available to support implementation of the NSA system
through online media, research was conducted in the
East Java Provincial Government. The method used is
a feld survey using in-depth interviews koestioner as
material to 220 people consisting of various circles as
key informants. What research is set 10 districts / cities
in East Java Province, in the sample. Analysis tech-
nique of the data used consists of three components,
namely: 1. data reduction, 2. Presentation of data 3,
drawing and testing conclusions. Research results in-
dicate that (1) implementation (execution) of govern-
ment policy towards New Student Admission system via
online media has aligned the existing planning, (2) the
impact of the policy had a positive impact, more ef-
fcient, effective, and transparent (3) the availability of
infrastructure and human resources does not fully sup-
port the implementation of government policy.
Key words : new students, online media, policy
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS
Volume 15 No. 2 Agustus 2012
v
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pendapat masyarakat tentang netralitas
media cetak khususnya surat kabar harian Fajar,
Tribun Timur, dan Seputar Indonesia terkait dengan
pemberitaan seputar kandidat gubernur Sulawesi
selatan. Pendekatan yang digunakan penelitian ini
adalah pendekatan kuantitatif untuk mendeskripsikan
prosentase kenetralan pemberitaan baik pada kategori
berita utama maupun kategori berita biasa. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ketiga media cetak
cenderung netral pada pemberitaannya terkait kandidat
gubernur Sulawesi Selatan karena lebih dari 60%
responden menjawab netral. Temuan penelitian
mendeskripsikan bahwa dari ketiga surat kabar harian,
harian Fajar prosentasenya 83,3% , sedang surat kabar
harian Tribun Timur dan Seputar Indenesai hanya 75%
dan 68,3%.
Kata kunci : kandidat Gubernur, media cetak, netralitas
Abstract This study aims to determine public opin-
ion about the neutrality of the print media particularly
dayly newspaper such as Harian Fajar, Tribun Timur
and Seputar Indonesia with news about South Sulawesi
gubernatorial candidate. The approach of this research
is a quantitative approach to describe the percentage
of neutrality news headlines in both categories as well
as regular news category. The results showed that all
three print media tend to be neutral in its news related
South Sulawesi gubernatorial candidate because more
than 60% of respondents answered neutral. The studys
fndings describe that of the three daily newspapers,
Harian Fajar percentage is 83.3%, while Tribun Timur
and Seputar Indonesia only 75% and 68.3%.
Key words : Governor candidate, neutrality, print me-
dia
Penggunaan Telepon Selular, Komputer dan Internet
oleh Masyarakat di Daerah Tertinggal
Use of Mobile Phones, Computers, and Internet by
Disadvantaged Communities
Christiany Juditha
Abstrak Penggunaan teknologi informasi dan ko-
munikasi bukan lain hal yang asing di kota-kota besar,
namun tidak demikian dengan wilayah-wilayah terpen-
cil dan tertinggal. Daerah tertinggal seperti Nusa Teng-
gara Timur merupakan wilayah yang kurang berkem-
bang dan penduduknya relatif tertinggal dibandingkan
daerah lain dalam skala nasional. Akses untuk meman-
faatkan teknologi informasi dan komunikasi pun rela-
tif minim, karena terbatasnya sarana serta infratruktur
yang memadai sehingga terjadi kesenjangan digital.
Upaya melakukan pemetaan penggunaan TIK (telepon
selular, komputer dan internet) di propinsi NTT, diang-
gap penting sebagai bahan evaluasi untuk pengemban-
gan daerah sejenis dimasa mendatang. Hasil penelitian
menggambarkan bahwa telepon selular yang paling
banyak dimiliki responden dan hanya digunakan seb-
agai media komunikasi (menelepon/menerima telepon
serta mengirim/menerima SMS). Responden juga be-
rada pada tahap early adopter atau perintis menerima
atau menggunakan teknologi telepon selular. Sedang-
kan penggunaan komputer dan internet masih sangat
minim dan terbatas oleh kalangan pekerja dan pelajar/
mahasiswa saja. Ini karena tuntutan pekerjaan dan pen-
didikan responden yang menuntut mereka menggunak-
an komputer dan internet tersebut untuk mengetik, ser-
ta mencari informasi. Masyarakat umum yang dalam
penelitian kebanyakan bekerja sebagai petani/nelayan
hampir seluruhnya belum memanfaatkan komputer dan
internet. Untuk kedua teknologi ini responden berada
pada tahap late majority atau pengikut akhir, ini ditan-
dai dengan sangat minimnya responden yang menggu-
nakan kedua teknologi tersebut.
Kata kunci : daerah tertinggal, internet, komputer,
telepon seluler, TIK
Abstract The use of information and communication
technology is not a stranger in the other big cities, but
not so with the outlying areas and lagging. Developed
areas such as the East Nusa Tenggara is less developed
regions and the population relatively low compared to
other areas on a national scale. Access to harness in-
formation and communication technologies were rela-
tively low, due to lack of adequate facilities and infra-
structure resulting digital divide. Efforts to map the use
of ICTs (mobile phones, computers and the internet) in
the province of NTT, considered essential to evaluate
candidates for the future development of similar areas.
The results illustrate that mobile phones are the most
widely owned by respondents and only used as a me-
dium of communication (call / receive calls and send
/ receive SMS). Respondents also were at the stage of
early adopter or pioneer receiving or using mobile
phone technology. While the use of computers and the
internet is still very low and limited by the workers and
students or students only. This is because of the de-
mands of work and education of respondents claim they
use of computers and the internet to type, and search
for information. The general public in the study mostly
work as farmers / fshermen almost entirely do not use
computers and the internet. For both technologies the
respondents are in the late stages of majority or follow-
er end, is characterized by the very lack of respondents
who use both technologies.
Key words : disadvantaged areas, internet, computers,
cell phones, ICT
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Makassar
Kumpulan Abstrak ...
vi
Pengelompokan Potensi Daerah
di Bidang Komunikasi dan Informatika Menggunakan
Principal Component Analysis dan
Self Organizing Map
Clustering Regional Potential in Communication and
Informatics Field Using Principal Component
Analysis and Self Organizing Map
Mukhlis Amin
Abstrak Membangun sistem komunikasi dan infor-
matika yang efektif dan efsien bukan hal yang mudah
dan murah, akan tetapi jika sistem komunikasi dan
informatika telah terbangun dengan baik, maka akan
menjadi sebuah modal yang sangat berharga dan men-
jadi penopang yang penting dan strategis bagi upaya
meningkatkan investasi daerah. Pendataan potensi
daerah seyogyanya dapat menjadi acuan pemerintah
dalam mengembangkan potensi daerahnya. Demikian
halnya dengan potensi di bidang Komunikasi dan In-
formatika. Untuk melihat peta potensi daerah dan me-
lihat perbandingannya dengan potensi daerah lainnya
dapat dilakukan dengan melakukan pengelompokan
(clustering). Salah satu metode untuk melakukan pen-
gelompokan adalah dengan algoritma Self Organizing
Map (SOM). Penelitian ini melakukan pengelompokan
potensi daerah Sulawesi Selatan di bidang komunikasi
dan informatika dengan menggunakan algoritma SOM
yang dipadukan dengan algoritma Principal Com-
ponent Analysis (PCA). Sistem pengelompokan ini
dibangun dengan Matlab. Pengelompokan dipetakan
dalam 4 dan 9 cluster. Hasil percobaan menunjukkan
bahwa Kota Makassar selalu berada pada kelompok
tunggal yang berarti potensi Kota Makassar di bidang
komunikasi dan informatika jauh lebih unggul diband-
ing daerah-daerah lainnya di Sulawesi Selatan.
Kata kunci : komunikasi dan informatika, principal
component analysis, self organizing map, Sulawesi
Selatan
Abstract Build an effective and effcient communi-
cation and informatics system is not easy and cheap,
but if the information and communication system has
been developed well, it will be a very valuable asset
and became the importance and strategic backbone as
efforts to increase local investment. Documenting the
potential of the area should be a reference for the gov-
ernment in developing the potential of the region, like-
wise the potential in the feld of Communication and
Information. To view the potential of the district and
to see the comparison with other district potential can
be done by clustering. One method to perform cluster-
ing is the Self Organizing Map (SOM) algorithm. This
research clustering the district potential of South Su-
lawesi in the feld of communication and informatics
using SOM algorithms and combined with Principal
Component Analysis (PCA) algorithms. This system is
built with Matlab. Grouping mapped in 4 and 9 clus-
ters. The experimental results show that the city of
Makassar always be in a single group, which means
the potential of Makassar in the feld of communication
and information technology vastly superior to other re-
gions in South Sulawesi.
Key words : information and communication, princi-
pal component analysis, self organizing map, Shout
Sulawesi
Sistem Komunikasi Berbasis Aplikasi Web Pada
Kelompok Informasi Masyarakat (KIM)
Kabupaten Gowa
Communication Systems-Based Web Applications in
Group Information Society (KIM) Gowa
Firdaus Masyhur & Syahbudin
Abstrak Pertukaran informasi atau cara berkomu-
nikasi melalui internet adalah cara baru sebagai lom-
patan teknologi yang menempatkan manusia berada
pada tempat berbeda dalam waktu yang bersamaan.
Semua ini dapat dilakukan oleh kemampuan internet
dengan aplikasi berbasis web. Fenomena ini paradoks
dengan layanan yang ditawarkan dalam media tersebut,
yang berfungsi untuk mengirim, menyampaikan atau
menerima data bagi penggunanya (user) baik itu data
teks, gambar (image) maupun data video. Oleh karena
itu, dukungan pengolahan dan penyimpanan informasi
dan data yang bersumber dari aktivitas masyarakat se-
tempat sangat dibutuhkan. Penelitian ini adalah peneli-
tian studi kasus (study case research) untuk merancang
sistem komunikasi berbasis web pada Kelompok Infor-
masi Masyarakat (KIM) di Kabupaten Gowa yang di-
arancang dengan menggunakan bahasa PHP dan AJAX.
Hasil penelitian ini adalah aplikasi berbasis web yang
dapat diakses oleh anggota KIM pada wilayah Kabu-
paten Gowa. Pada pengolahan dan penyajian data atau
informasi inilah maka akan tercipta suatu sistem komu-
nikasi. Sistem komunikasi tersebut hendaknya bersifat
realtime dan mudah diakses oleh anggota KIM.
Kata kunci : Aplikasi web, Kelompok Informasi
Masyarakat (KIM), Sistem Komunikasi
Abstract The exchange of information or how to
communicate through the Internet is a new way as a
technological leap that puts people are at different
places at the same time. All this can be done by in-
ternet capabilities with web-based applications. This
phenomenon is paradoxical to the services offered in
the media, which serves to transmit, submit or receive
data to the user either text, pictures (image) as well as
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS
Volume 15 No. 2 Agustus 2012
vii
video data. Therefore, support for the processing and
storage of information and data sourced from the local
community activity is needed. This research is a case
study to design a web-based communication system at
the Public Information Group (KIM) in Gowa who di-
arancang using PHP and AJAX. The results of this re-
search is a web-based application that can be accessed
by members of KIM in Gowa regency. In the processing
and presentation of data or information is it will create
a system of communication. The communication system
should be realtime and is easily accessible by members
of KIM.
Key words : Web Applications, Information Society
Group, Communication system
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 123
Implementasi Kebijakan Desa Berdering
di Nusa Tenggara Timur
Policy Implementation of Desa Berdering
in East Nusa Tenggara
BASO SALEH
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Makassar
Jl. Prof. Abdurahman Basalama II No. 25 Makassar Telp. 0411 4660370 Fax. 0411-4660084
baso.saleh@kominfo.go.id
Naskah diterima: 5 November 2012 || Naskah disetujui: 22 November 2012
Abstrak Implementasi jauh lebih penting dari kebijakan itu sendiri. Karena itulah sehingga studi
implementasi kebijakan semakin banyak dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif suatu kebi-
jakan diimplementasikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mendeskripsikan implementasi
kebijakan Kementerian Kominfo yaitu Program Desa Berdering di Kabupaten Timor Tengah Sela-
tan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa fasilitas telepon pedesaan (Program Desa Berdering) pada dasarnya
penting dan dibutuhkan masyarakat di wilayah pedesaan. Hanya saja masih banyak kendala sehing-
ga program ini belum terimplementasi dengan baik, diantaranya kurangnya pelibatan pemerintah
daerah setempat. Akibatnya Pemerintah daerah cenderung lepas tangan terhadap program terse-
but. Data observasi lapangan menunjukkan bahwa dari 19 lokasi program desa berdering 63,16%
lokasi yang fasiltas teleponnya dapat berfungsi dengan baik. Hanya 36,84% lokasi yang tidak bisa
berfungsi karena ada salah satu perangkatnya yang rusak. Terkait dengan hasil penelitian ini, maka
yang paling penting dilakukan guna mengoptimalkan implementasi Program Desa Berdering adalah
berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah setempat. Termasuk dalam hal ini, memberi kewenangan
yang luas bagi pemerintah daerah untuk menfasilitasi dan mengkoordinasikan pelaksanaan Program
Desa Berdering di wilayahnya.
Kata kunci : desa berdering, implementasi, kebijakan
Abstract Implementation is more important than the policy. Thats why the study of policy imple-
mentation needs to be done to determine how effective a policy has been implemented. This study
aims to determine the policy of the Ministry of Communications and Informatics that is the imple-
mentation of the Rings Village Program in Timor Tengah regency of East Nusa Tenggara province.
This study was conducted with a qualitative approach. The results showed that rural telephone facil-
ities (Desa Berdering Program) is basically important and needed by the people in the rural areas.
Its just that there are still many obstacles that the program has not been implemented properly,
including the lack of involvement of the local government. As a result, local governments tend to be
hands off to the program. Field observation data indicates that from 19 sites of Desa Berdering,
63.16% location of telephony facilities to function properly. Only 36.84% location become not work-
ing because there is one device that is damaged. Related to these results, it is most important to do in
order to optimize the implementation of the Desa Berdering Program is coordinating with the local
government. Included, gives broad authority for local governments to facilitate and coordinate the
implementation of the Desa Berdering in the region.
Key words : desa berdering, implementation, policy
Peneliti Madya Komunikasi
PENDAHULUAN
Di era informasi sekarang ini, layanan informasi
menjadi salah kebutuhan dasar bagi masyarakat
guna meningkatkan taraf hidupnya. Oleh karena itu,
diperlukan upaya pemerataan fasilitas komunikasi dan
informatika hingga kepelosok pedesaan. Dengan kata
lain kesenjangan digital (digital divide) disuatu negara
menjadi tantangan tersendiri untuk diselesaikan.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 124
Implementasi Kebijakan ... ISSN : 1411-0385
Pentingnya memenuhi hak warga negara untuk
berkomunikasi dan memperoleh infomasi tertuang
dalam UUD 1945 pasal 28F, bahwa:
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi
dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala
jenis saluran yang tersedia.
Sehubungan dengan itu, maka menjadi
tanggungjawab negara untuk menyediakan infrastruktur
komunikasi dan informasi bagi setiap warga negara
guna menjamin terpenuhinya hak dasar setiap warga
negara untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi. Salah satu upaya pemerintah dalam hal ini
melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika
untuk mengurangi kesenjangan digital (digital devide)
atau pemerataan teknologi komunikasi dan informasi
di tanah air, yaitu melalui program penyediaan fasilitas
telepon pedesaan yang dikenal dengan program Desa
Berdering.
Program desa berdering merupakan salah satu
bentuk dari implementasi kebijakan Universal Service
Oblogation (USO) sebagai bagian dari Kerangka
Teknologi Informasi Nasional (National IT Framework)
yang dikembangkan oleh BAPPENAS. tersebut
ditujukan untuk memberikan pelayanan dibidang
telekomunikasi bagi masyarakat desa, sehingga
semua desa di Indonesia dapat tersambung faslitas
telekomunikasi. Realisasi program Desa Berdering
saat ini sudah mencakup seluruh provinsi di Indonesia.
Walaupun kenyataannya tidak semua fasilitas tersebut
berfungsi dengan baik atau termanfaatkan secara
optimal.
Program Desa Berdering pada prinsipnya
diprioritaskan bagi wilayah yang non komersial,
khususnya di wilayah perbatasan seperti Povinsi Nusa
Tengara Timur (NTT), seperti yang tertuang dalam
Rencana Strategis Kementerian Kominfo Tahun 2010-
2014, yaitu tersedianya sarana, prasaranan, dan layanan
komunikasi dan informatika di seluruh desa, daerah
perbatasan negara, pulau terluar, daerah terpencil,
dan wilayah non komersial lain untuk mengurangi
daerah blank spot dengan indikator dampak dan target
pencapaian pada tahun 2014: (a) jangkauan layanan
pos universal mencapai 100 persen di wilayah PSO; (b)
jangkauan akses telekomunikasi universal dan internet
mencapai 100 persen di wilayah pelayanan umum
telekomunikasi (USO); serta (c) jangkauan siaran TVRI
dan RRI terhadap populasi masing-masing mencapai
100 persen.
Kebijakan Kementerian Komunikasi dan
Informatika untuk mewujudkan pemerataan teknologi
komunikasi dan informasi hingga ke wilayah pedesaan
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menkominfo
No. 32/PER/M.KOMINFO/10/2008, tentang
Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi,
patut mendapat apresiasi dengan memastikan
kebijakan tersebut terimplementasi dengan baik. Atas
dasar pemikiran tersebut, Penulis melakukan studi
implementasi kebijakan program Desa Berdering di
salah satu wilayah perbatasan, yaitu Kabupaten Timor
Tengah Selatan (TTS) Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Terkait dengan implementasi kebijakan,
tidak sedikit kebijaan yang mengalami kegagalan
(implementation gap), yaitu suatu keadaan dimana
dalam suatu proses kebiajakan terdapat perbedaan
antara apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan
dan apa yang senyatanya dicapai (Abdul Wahab, 2002).
Menurut Hogwood dan Gunn (1984), ada dua kategori
kegagalan implemnetasi kebijakan, yaitu: Pertama
non implementation (tidak dapat diimplementasikan)
dan unsuccessful implementation (implementasi yang
kurang berhasil). Kebijakan Kementerian Kominfo
tentang program Desa Berdering, yang menjadi fokus
analisis dalam penelitian ini yaitu; implementasi/
pelaksanaan serta faktor-faktor yang menjadi pendorong
dan penghambat implementasi program Desa Berdering
di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberi masukan kepada pimpinan,
terkait dengan gambaran riil implementasi kebijakan
program Desa Berdering di Timor Tengah Selatan
(TTS) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Gambar 1. Model Direc and Indirect on Implementation
George C. Edward III (dalam Agustino: 2003)
Berdasarkan tujuan penelitian serta
mempertimbangkan beberapa model pendekatan
analisis kebijakan publik, maka kerangka konsep
penelitian ini mengacu pada model analisis kebijakan
publik yang dikembangkan oleh Edward III yang
menjelaskan bahwa implementasi kebijakan publik
sangat dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu (1)
komunikasi; (2) sumber daya (3) disposisi; dan (4)
strukur birokrasi. Keempat elemen tersebut terangkai
seperti pada Gambar 1.
Guna kepentingan penelitian ini, maka kerangka
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 125
konsep penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Studi implementasi kebijakan yang dimaksud dalam
peneliian ini, adalah pencarian, pengumpulan,
pengolahan, dan pengiterpretasian data dan
informasi tentang program Desa Berdering sebagai
salah satu wujud implementasi kebijakan Menteri
Komunikasi dan Informatika.
2. Komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini,
adalah proses pengkomunikasian program Desa
Berdering, antara pihak Kemkominfo, pemerintah
daerah, pihak pengembang (rekanan), dan
masyarakat pengguna (khalayak sasaran).
3. Sumber daya yang dimaksud dalam penelitian ini,
adalah sumberdaya manusia, sarana dan prasanana,
serta dana yang terkait dengan pengelolaan Desa
Berdering.
4. Disposisi yang dimaksud dalam penelitian ini,
adalah sikap para pihak (pemerintah, masyarakat
pengguna) tentang implementasi program Desa
Berdering.
5. Struktur birokrasi yang dimaksud dalam penelitian
ini, adalah kewenangan yang dimiliki oleh pihak-
pihak yang terlibat dalam pengelolaan program
Desa Berdering.
METODOLOGI PENELITIAN
Penilitian ini menggunakan pendekan penelitian
kualitatif, yaitu suatu pendekatan penelitian
yang diharapkan dapat menghasilkan temuan-
temuan penelitian yang tidak dapat dicapai dengan
menggunakan prosedur statistik atau cara kuantifkasi
lainnya. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan
uraian mendalam tentang kondisi riil program Desa
Berdering. Sejalan dengan pendekatan penelitian
yang digunakan, maka jenis penelitian ini bersifat
deskriptif yaitu dengan memusatkan perhatian terhadap
permasalahan-permasalahan atau fenomena-fenomena
yang ada pada saat penelitian dilakukan atau masalah
yang aktual, kemudian menggambarkan fakta tentang
masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi
dengan interpretasi. Penelitian ini tidak menguji
hipotesa melainkan hanya mendeskripsikan informasi
apa adanya tentang objek yang diteliti.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Timor
Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Objek
penelitian yaitu Program Desa Berdering. Berdasarkan
data yang dihimpun dari Dinas Perhubungan dan
Infokom Kabupaten TTS, terdapat 186 Desa Berdering
yang tersebar di 32 kecamatan. Mengingat pentingnya
mengetahui kondisi riil program Desa Berdering, maka
dalam penelitian ini diupayakan untuk menjangkau
sebanyak mungkin lokasi program desa berdering
di TTS. Namun karena berbagai keterbatasan, maka
wilayah TTS dibagi lima wilayah sebagai sampel
lokasi, yaitu wilayah tengah, wilayah utara, wilayah
timur, wilayah selatan, dan wilayah barat. Masing-
masing wilayah dipilih satu kecamatan yang memiliki
program Desa Berdering. Dengan demikian terpilih
lima kecamatan yaitu (1) Kecamatan Amanabuan Barat,
(2) Kecamatan Amanuban Tengah, (3) Kecamatan
Soe, (4) Kecamatan Batu Putih, dan (5) Kecamatan
Kuatnana dengan jumlah Desa Berdering sebanyak
32 lokasi program Desa Berdering. Dari 32 lokasi
tersebut, selanjutnya dipilih secara puposif 19 lokasi
Desa Berdering.
Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk
membuat generalisasi dari hasil penelitiannya sehingga
pada penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi
dan sampel. Menurut Begong Suyanto (2005: 172)
informan penelitian kualitatif meliputi beberapa
macam, yaitu 1) Informan Kunci (Key Informan)
merupakan mereka yang mengetahui dan memiliki
berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam
penelitian; 2) Informan Utama merupakan mereka yang
terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti; 3)
Informan Tambahan merupakan mereka yang dapat
memberikan informasi walaupun tidak langsung
terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti.
Informan kunci dan informan utama dalam
penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Informan kunci yaitu Kepala Dinas Perhubungan
dan Infokom atau pejabat yang menjadi penanggung
jawab program Desa Berdering di kabupaten TTS.
2. Informan Utama terdiri dari pengurus atau
pengelola sarana dan prasarana Desa Berdering.
Adapun jumlah informan tidak dibatasi, ketika
rumusan masalah telah terjawab dan jawaban
dari informan-informan relatif sama maka dapat
dianggap sudah jenuh hingga dapat dianggap cukup.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik
pengumpulan data dengan langsung ke lokasi penelitian
(feld research) untuk mencari data yang lengkap
dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Hai ini
dilakukan dengan cara:
1. Wawancara, adalah teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan tanya jawab secara langsung
kepada pihak-pihak yang terkait yang dianggap
mengerti mengenai permasalahan yang diteliti.
2. Pengamatan atau observasi, yaitu teknik
pengumpulan data dengan pengamatan langsung
terhadap sejumlah acuan yang berkenaan dengan
topic penelitian.
Teknik Analisa Data yang dipergunakan adalah
teknik analisa data kualitatif, yaitu dengan mengkaji
data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 126
Implementasi Kebijakan ... ISSN : 1411-0385
tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul,
mempelajari data, menelaah, menyusunnya dalam
suatu satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap
berikutnya sesuai dengan kemampuan daya peneliti
untuk membeuat kesimpulan penelitian (Muleong,
2006:247).
Data dari hasil wawancara akan diuraikan dengan
merangkum informasi yang dihimpun dari informan.
Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan
menghubungkan fakta-fakta, data dan informasi
sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek
yang diteliti kemudian diambil kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Berdasarkan tujuan dan metode penelitian, data
yang dihimpun mencakup data hasil wawancara
mendalam (depth interview) dan data hasil observasi
lapangan. Data tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Data hasil wawancara
Informan penelitian ini yaitu: (1) Kepala Dinas
Perhubungan dan Infokom Kabupaten Timor Tengah
Selatan (TTS), dan (2) Pengelola Telepon Pedesaan.
Informasi yang dihimpun dari hasil wawancara
mendalam tersebut, dideskripsikan sebagai berikut:
a. Kepala Dinas Perhubungan dan Infokom Kabupaten
TTS
Menurut Kepala Dinas Perhubungan dan
Infokom Kabupaten TTS bahwa Pemerintah Pusat
(Kemkominfo) tidak melibatkan Pemerintah Daerah,
dalam hai ini Dinas Perhubungan Infokom Kabupaten
TTS dalam pelaksanaan pembangunan fasilitas telepon
pedesaan (program Desa Berdering), termasuk dalam
hal: penentuan lokasi penenempatan fasilitas/pesawat
telepon pedesaan; sasaran dan tujuan program tersebut;
serta stakeholder di daerah yang terlibat dalam
program tersebut. Akibatnya, Dinas Perhubungan
Infokom sama sekali tidak tahu mengenai keberadaan
fasilitas tersebut, baik dari aspek lokasi maupun sistem
pengelolaannya.
Akibatnya, Menurut Kadis Hubinfokom TTS,
Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Hubinfokom
tidak bisa melakukan pemantauan terhadap pemanfaatan
fasilitas telepon pedesaan. Dinas Hubinfokom tidak
terlibat mengkoordinasikan pemanfaatan fasilitas Desa
Berdering, karena tidak tahu bagaimana mekanisme
pemanfaatannya, termasuk pemeliharaannya.
Oleh karena itu, menurut Kadis Hubinfokom TTS,
pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kominfo,
perlu menciptakan mekanisme yang tepat terkait dengan
implementasi kebijakannnya di daerah, diantaranya
mengkomunikasikan dengan pemerintah daerah, agar
fasilitas yang bangun dapat termanfaatkan dengan baik,
khususnya dari aspek pemeliharaannya. Walaupun
demikian, menurut Kepala Dinas Hubinfokom TTS,
pemerintah daerah tentu berterima kasih kepada
pemerintah pusat, karena sudah memberikan bantuan
fasilitas telepon pedesaan di Kabupaten TTS.
b. Pengelola Telepon Pedesaan
Data ini dihimpun dari hasil wawancara dengan
19 orang pengelola fasilitas telepon program Desa
Berdering, yaitu:
1) Evianus Leo (Kelurahan Nonohonis, Kec. Soe)
2) Oktavianus (Kel. Kota Baru, Kec. Soe)
3) Nahortasekek (Desa Binaus, Kec. Mollo Tengah)
4) Yeskialto Toeneno (Desa Nekemunifeto, Kec. Mollo
Tengah)
5) Dance E Kase (Desa Kualeu, Kec. Mollo Tengah)
6) Yusuf Ibrahim Selan (Desa Oebobo, Kec. Batu
Putih)
7) Singgus Sabuna (Desa Oehela, Kec. Batu Putih)
8) Darius Bell (Desa Tuakole, Kec. Batu Putih)
9) Melkis Sedek (Desa Benlutu, Kec. Batu Putih)
10) Yusuf Ketani (Desa Hane, Kec. Batu Putih )
11) Mikson Esanam (Desa Bisene, Kec.Mollo Selatan)
12) Mortenci Luasan (Desa Noinbela, Kec.Mollo
Selatan)
13) Muasa I Mella (Desa Oinlasi, Kec.Mollo Selatan)
14) Franky Abamaed (Desa Naukae, Kec. Kuatnana)
15) Yohanis Selang (Desa Lakat, Kec. Kuatnana)
16) Bastian Beliau (Desa Tabuhue, Kec. Amanuban
Barat)
17) Melki Lyndas (Desa Menelete, Kec. Amanuban
Barat)
18) Markus Nubaktomis (Desa Niki Nikiun, Kec.
Oenini)
19) Kimas Angket (Desa Loli, Kec. Polen)
Dari 19 orang pengelola fasilitas program
Desa Berdering, mayoritas adalah Kepala Desa dan
Sekretaris Desa setempat. Berdasarkan hasil wawancara
mendalam dengan pihak pengelola fasilitas program
Desa Berdering, dapat dideskripsikan beberapa
informasi sebagai berikut:
1) Semua pengelola Desa Berdering mengaku pernah
memperoleh informasi atau mengikuti sosialisasi
tentang program Desa Berdering (telepon pedesaan),
Namun sosialisasi tersebut hanya bersifat umum.
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 127
2) Pengelola program Desa Berdering mendapatkan
petunjuk teknis tentang cara pengoperasian dan
upaya-upaya yang harus dilakukan apabila ada
kendala pengoperasian.
3) Berdasarkan pengakuan pengelola telepon
pedesaan, belum pernah mendapat kunjungan
dari pihak pemilik program, dalam hal ini dari
Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Demikian juga dari Pemerintah Daerah, dalam hal
ini dari Dinas Perhubungan dan Infokom TTS.
4) Tidak ada tenaga (SDM) yang secara khusus
disiapkan untuk mengoperasikan atau mengelola
fasilitas telepon pedesaan. Menurut pengelola
fasilitas telepon pedesaan, sistem pengelolaannya
tidak rumit. Hanya saja kalau ada yang bermasalah,
maka tidak bisa lagi ditindak lanjuti. Upaya yang
dilakukan yaitu melaporkan ke pihak penyedia
melalui telepon.
5) Tidak ada biaya operasional yang disiapkan
untuk pengelolaan telepon pedesaan. Namun,
ada beberapa pengelola telepon pedesaan yang
menunggu biaya operasional.
6) Menurut Pengelola, bahwa Program Desa Berdering
pada prinsipnya cukup membantu bagi masyarakat
yang tidak punya ponsel, walaupun kadang
signalnya yang kurang bagus. Kondisinya saat ini,
ternyata sebagian besar masyarakat disekitar lokasi
penempatan fasilitas telepon pedesaan sudah punya
ponsel (telepon selluler).
7) Pengelola telepon pedesaan menyarakan bahwa
untuk efektivitas pemanfaatan telepon pedesaan,
pihak pengelola menyarankan agar program ini
dikoorinasikan dengan Pemda setempat, sehingga
lebih mudah dan jelas tempat melaporkan jika ada
kendala.
Data Hasil Observasi
Bersarkan hasil observasi lapangan terhadap
fasilitas program Desa Berdering di Kabupaten Timor
Tengah Selatan (TTS) Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT), diperoleh data sebagai berikut:
a. Penempatan fasilitas telepon pedesaan
Grafk 1. Penempatan fasiltas telepon pedesaan (program
Desa Berdering)
Penempatan telepon pedesaan (program Desa
Berdering) di Timor Tengah Selatan (TTS) semuanya
ditempatkan di kediaman/rumah pemerintah desa atau
tokoh masyarakat setempat, seperti di rumah kepala
desa, rumah sekretaris desa, rumah kepala dusun. Tentu
saja penempatan tersebut didasarkan atas pertimbangan
agar fasilitas telepon pedesaan tersebut dapat digunakan
oleh masyarakat desa setempat.
Hasil observasi lapangan terhadap 19 lokasi
fasilitas telepon pedesaan (Program Desa Berdering)
di Kabupaten TTS menunjukkan bahwa mayoritas
(73,68%) penempatannya sudah permanen, yaitu
ditempatkan di lokasi yang mudah dijangkau oleh
pengguna setiap saat tanpa mengganggu pemilik
rumah, seperti gardu atau ruang tamu pemilik rumah.
Selebihnya (26,32%) fasilitas telepon pedesaan, baik
sebagian (hanya pesawatnya) ataupun seluruhnya
(pesawat dan perangkat lainnya) penempatannya tidak
permanen, karena di posisikan di dalam kamar tidur
pemilik rumah sehingga barang tersebut semacam
milik pribadi atau ditempat lain yang sifatnya hanya
sementara karena sudah dipindahkan dari settingan
awal. Data hasil observasi tersebut terangkum pada
Grafk 1.
b. Kelengkapan fasilitas telepon pedesaan
Kelengkapan fasilitas telepon pedesaan yang terdiri
dari Antena Refektor, Box/bilik, pedestal, bassframe,
modem, bateray/accu, papan nama dan papan petunjuk
arah, merupakan satu kesatuan. Berdasarkan hasil
penelitian (observasi) diketahui bahwa mayoritas
(89,47%) lokasi telepon pedesaan (program Desa
Berdering) di Kabupaten TTS masih lengkap. Hanya
10,53% lokasi Desa Berdering yang tidak lengkap.
Data hasil observasi tergambar pada Grafk 2.
Grafk 2. Kelengkapan fasiltas telepon pedesaan (program
Desa Berdering)
c. Kondisi pemanfaatan fasilitas telepon pedesaan
Data hasil penelitian tentang kondisi pemanfaatan
fasilitas telepon pedesaan di 19 lokasi di Kabupaten
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 128
Implementasi Kebijakan ... ISSN : 1411-0385
TTS, menunjukkan bahwa mayoritas (63,16%) lokasi
fasiltas telepon pedesaan dapat berfungsi dengan baik.
Selebihnya yaitu 36,84% tidak bisa berfungsi karena
ada salah satu perangkatnya yang rusak. Rincian data
hasil penelitian tersebut tergambar pada Grafk 3.
Grafk 3. Kondisi Pemanfaatan fasiltas telepon pedesaan
(program Desa Berdering)
Pembahasan
Program Desa Berdering merupakan salah
satu bentuk implementasi kebijakan Kementerian
Komunikasi dan Informatika guna mengurangi digital
devide di Indonesia, khususnya dalam hal pelayanan
komunikasi. Diharapkan melalui program ini, tidak
ada wilayah di Indonesia yang benar-benar terisolasi
atau tidak bisa berkomunikasi dengan dunia luar.
Bagaimanakah program tersebut diimplementasikan
serta faktor-fator apakah yang menghambat dan
mendorong pelaksanaan program tersebut, khususnya di
Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS)? Jawabannya,
diuraikan sebagai berikut:
1. Implementasi program Desa Berdering
Bantuan fasilitas telepon pedesaan sebagai salah
satu program pemerintah dalam hal ini Kementerian
Kominfo, pada prinsipnya di tujukan untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam
bidang komunikasi dan informasi. Artinya, melalui
program Desa Berdering, diharapkan tidak ada lagi
masyarakat indonesia yang tidak terjangkau fasilitas
telekomunikasi.
Persoalannya, apakah program Desa Berdering
(bantuan telepon pedesaan) sudah tepat sasaran? Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi atau
pelaksanaan program Desa Berdering kurang atau
bahkan tidak dikoordinasikan dengan pemerintah
setempat. Akibatnya, Pemda TTS dalam hal ini
Dinas Perhubungan dan Infokom TTS sangat kurang
mendapat informasi tentang keberadaan fasilitas
telepon pedesaan (program Desa Berdering). Bahkan
bisa dikatakan Pemda merasa tidak diikutsertakan
dalam mendukung keberhasilan implementasi program
Desa Berdering tersebut.
Mengenai pemanfaatan fasilitas Desa Berdering,
ternyata belum cukup efektif karena lokasinya tidak
berada di tempat umum, seperti kantor/balai desa atau
di lokasi fasilitas umum lainnya. Akibatnya, fasilitas
ini sangat terbatas orang yang memanfaatkannya.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa penyedia
bantuan ini hanya sekedar menempatkan tanpa
memberikan pencerahan/sosialisasi kepada masyarakat
desa, sehingga tidak sedikit warga desa yang tidak tahu
keberadaan fasilitas telepon pedesaan tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan
bahwa implementasi program Desa Berdering di
Kabupaten TTS dinilai belum optimal, baik dari aspek
komunikasi (sosialisasi), birokrasi, sumber daya,
dan disposisi. Implementasi program Desa Berdering
kurang dikomunikasikan, khususnya antara pihak
Kemkominfo, pemerintah daerah, pihak pengembang
(rekanan), dan masyarakat pengguna (khalayak
sasaran). Akibatnya sikap para pihak (pemerintah,
masyarakat pengguna) tentang implementasi program
Desa Berdering relatif kurang mendukung. Termasuk
dalam hal ini yaitu kewenangan yang dimiliki oleh
pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan program
desa brdering masih kurang jelas, khususnya dari sisi
pengelolaan dan pemeliharaanya.
Demikian halnya sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, serta dana yang terkait dengan pengelolaan
Desa Berdering kurang tersedia. Akibatnya, semua
permasalahan tergantung pada pihak penyedia.
Demikian juga beban pemakaian listrik ditanggung
oleh pemilik tempat/rumah. Beberapa kasus yang
terkait dengan kerusakan perangkat fasilitas telepon
pedesaan, pihak pengelola sudah melaporkannya ke
pihak penyedia, namun sudah berbulan-bulan tidak ada
tindak lanjut. Akibatnya fasilitas tersebut tidak bisa
digunakan.
Apabila implementasi kebijakan/program Desa
Berdering di TTS, digambarkan dalam bentuk model,
maka yang terbangun adalah seperti pada Gambar 2.
Gambar 2: Implementasi Program Desa Berdering
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 129
Gambar 2 menggambarkan tingkat koordinasi atau
komunikasi antara pihak-pihak yang terkait dengan
pelaksanaan program Desa Berdering. Pemerintah
daerah terputus komunikasinya dengan semua pihak,
termasuk pengelola Desa Berdering di daerahnya.
Demikian juga Kominfo, hanya berkomunikasi dengan
baik dengan pihak penyedia, akan tetapi kurang
berkomunikasi dengan pihak pengelola dan masyarakat
pengguna. Sementara, pihak penyedia hanya
berkomunikasi dengan pihak Kominfo dan Pengelola,
tetapi tidak sampai berkomunikasi dengan baik dengan
pihak pemerintah daerah dan masyarakat pengguna
(warga desa). Oleh karena itu, guna mengefektifkan
implementasi program Desa Berdering, Salah satu
diantaranya adalah semua alur komunikasi pada gambar
2, tidak ada yang terputus-putus. Dengan kata lain,
semua pihak yang terlibat, hendaknya berkoordinasi
dengan baik, termasuk sosialisasi program Desa
Berdering kepada warga desa sebagai pengguna.
2. Faktor penghambat dan pendorong implementasi
program Desa Berdering
Beberapa hal yang menjadi penghambat dan
sekaligus pendorong optimalisasi implementasi
kebijakan program Desa Berdering antara lain:
a. Faktor komunikasi bisa menjadi pendorong dan
juga dapat menjadi penghambat implementasi suatu
kebijakan atau program. Demikian halnya dengan
implementasi program Desa Berdering di TTS.
Akibat program tersebut kurang dikomunikasikan,
baik dengan pihak Pemerintah daerah maupun
dengan masyarakat pengguna, mengakibatkan
program ini relatif tidak efektif.
b. Faktor struktur birokrasi, yaitu kewenangan yang
dimiliki oleh pihak-pihak yang terlibat dalam
pengelolaan program desa bordering, kususnya
di level jajaran pemerintah daerah (kabupaten).
Pada hal program ini adalah program pemerintah
pusat yang seharusnya dikoordinasikan dengan
pemerintah setempat. Demikian juga di level
kecamatan, tidak banyak mengetahui keberadaan
bantuan fasilitas telepon pedesaan tersebut. Terkait
dengan hal tersebut, maka persoalan kewenangan
menjadi faktor penghambat efektivitas program
Desa Berdering didaerah.
c. Faktor sumber daya juga menjadi salah satu
penghambat efektivitas implementasi program desa
berdeing, khususnya yang terkait dengan sumber
daya manusia. Pihak pengelola relatif hanya bisa
memakai, tapi jika ada sedikit masalah samasekali
tdk bisa ditangani.
d. Faktor disposisi, dalam hal ini yaitu sikap dari pihak-
pihak yang terkait dengan program Desa Berdering
cenderung apatis atau kurang mendukung dalam
rangka mengoptimalkan pemanfaatan fasilitas
telepon pedesaan.Kondisi ini pada dasarnya terkait
dengan faktor komunikasi atau sosialisasi program.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami
bahwa pada dasarnya program Desa Berdering relatif
penting dan dibutuhkan masyarakat pedesaan. Namun
demikian implementasi program ini penting untuk
diefektifkan, khususnya dengan mendorong dukungan
pemerintah setempat guna menfasilitasi efektivitas
pemanfaatan fasilitas tersebut.
KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil penelitian, dapat
dirumuskan simpulan sebagai berikut:
1. Bahwa program Desa Berdering yaitu bantuan
pemerintah dalam bentuk fasilitas telepon
pedesaan pada dasarnya penting dan dibutuhkan
masyarakat di wilayah pedesaan. Hanya saja
masih banyak kendala sehingga program ini belum
terimplementasi dengan baik, diantaranya pelibatan
pemerintah daerah setempat. Akibatnya Pemerintah
daerah cenderung lepas tangan terhadap program
tersebut.
2. Bahwa pemerintah daerah dalam hal ini Dinas
Perhubungan Kominfo TTS pada dasarnya
menyambut baik program/bantuan fasilitas
telepon pedesaan tersebut. Oleh karena itu, masih
ada kesempatan untuk memperbaiki beberapa
kelemahan terkait dengan pengelolaan telepon
pedesaan, khususnya dari aspek koordinasi dan
fasilitas pemanfaatan dan pemeliharaannya.
Misalnya, diupayakan agar telepon pedesaan
disiapkan tempat yang cukup aman untuk setiap
saat dapat digunakan masyarakat.
3. Bahwa ada beberapa faktor yang menjadi kendala
efektivitas implementasi program Desa Berdering
di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS),
antara lain yaitu faktor sosialisasi (komunikasi),
dukungan pemerintah daerah (Pemkab TTS),
ketersediaan SDM terampil yang setiap saat dapat
membantu pengelola untuk menangani kendala
teknis pengoperasian fasilitas telepon pedesaan.
Terkait dengan simpulan penelitian ini, maka
dirumuskan rekomendasi sebagai berikut:
1. Agar fasilitas telepon pedesaan di TTS dapat
dimanfaatkan secara optimal, perlu dibangun
komunikasi dengan Pemerintah Daerah dalam hal
ini Dinas Perhubungan dan Infokom TTS untuk
membantu mengkoordinasikan dan menfasilitasi
pemanfaatan dan pemeliharaan (maintenance)
fasilitas telepon pedesaan.
2. Agar telepon pedesaan dapat dimanfaatkan secara
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 130
Implementasi Kebijakan ... ISSN : 1411-0385
optimal serta terjaga keamanannya, maka perlu
ada upaya sosialisasi kepada seluruh warga desa,
sehingga tumbuh rasa memiliki dan menjaga
keberadaan fasilitas tersebut.
3. Agar fasilitas telepon pedesaan dapat termanfaatkan
secara optimal, maka perlu ada beberapa tenaga
teknis yang disipakan oleh pihak penyedia yang
setiap saat bisa menangani keluhan-keluhan teknis
masyarakat (pengelola) fasilitas telepon pedesaan.
4. Agar implementasi Program Desa Berdering
Kementerian Komunfo lebih optimal, maka yang
paling penting dilakukan adalah berkoordinasi
dengan Pemerintah Daerah setempat. Termasuk
dalam hal ini, memberi kewenangan yang luas bagi
Pemda untuk menfasilitasi dan mengkoordinasikan
pelaksanaan Program Desa Berdering.
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. CV. Bandung:
Alfabeta.
Bruch dan Strater, 1974, Information System: Theory and Practice,
California: Hamilton Publishing Company.
Hogwood, Brian W dan Lewis A. Gunn, 1984, Policy Analysis for
the Real World, New York: Oxford University Press.
Edward III, George C (edited), 1984, Public Policy Implementing,
London-England: Jai Press Inc.
Karsiman, 2007, Sistem Informasi dan Komunikasi di Era
Globalisasi, Rineka Cipta, Jakarta.
Kemkominfo.2010. Buku Putih Komunikasi dan Informatika
Indonesia.Jakarta
Kurniawan, 2009, Peran KIM sebagai Agen Pembaharu, akses
Internet, (www.kotakediri.co.id),
Moleong, Lexy J, 2006, Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung
Peraturan Menteri Kominfo No. 32/PER/M.KOMINFO/10/2008,
tentang Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi.
Wahab, S. Abdul, 2002, Analisis Kebijakan, dari Formulasi
ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Sinar Grafka,
Jakarta.
Rahardjo, Budi, 2006, Teknologi di Era Informasi dan Komunikasi,
Gramedia Pustaka Ilmu, Jakarta.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 131
Kebijakan Sistem Penerimaan Siswa Baru
Melalui Media Online
New Student Admission System Policy
Through Online Media
BAHARUDDIN DOLLAH
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Makassar
Jl. Prof. Abdurahman Basalama II No. 25 Makassar Telp. 0411 4660370 Fax. 0411-4660084
baharuddindollah@yahoo.com
Naskah diterima: 7 November 2012 || Naskah disetujui: 22 November 2012
Abstrak Riset ini bertujuan untuk mengetahui (1) implementasi (pelaksanaan) kebijakan peme-
rintah terhadap sistem Penerimaan Siswa Baru (PSB) melalui media online di Provinsi Jawa Timur
dan (2) dampak kebijakan pemerintah terhadap sistem Penerimaan Siswa Baru (PSB) melalui media
online (3) ketersediaan infrastruktur dan Sumber Daya Manusia yang ada dalam menunjang pelaksa-
naan sistem PSB melalui media online, Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Pemerintahan Provin-
si Jawa Timur. Metode yang digunakan adalah survei lapangan dengan menggunakan koesioner
sebagai bahan wawancara mendalam kepada 220 orang terdiri dari berbagai kalangan sebagai
informan kunci. Lokasi riset ini ditetapkan 10 kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Jawa Timur,
secara sampel. Terknik analisa data yang digunakan terdiri dari tiga komponen, yakni: 1. reduksi
data, 2. Penyajian data 3, penarikan dan pengujian kesimpulan. Hasil riset menunjukkan bahwa (1)
implementasi (pelaksanaan) kebijakan pemerintah terhadap sistem PSB melalui media online telah
berjalan sesuai perencaan yang ada, (2) dampak dari kebijakan tersebut berdampak positif, lebih
efesien, efektif, dan transparan (3) ketersediaan infrastrukur dan SDM yang ada belum sepenuhnya
menunjang pelaksanaan kebijakan pemerintah tersebut.
Kata kunci : kebijakan, media online, penerimaan siswa baru
Abstract This research aims to determine (1) implementation government policy towards New
Student Admission (NSA) systems via online media in East Java province, and (2) the impact of
government policies on New Student Admission systems via online media (3) the availability of
infrastructure and human resources available to support implementation of the NSA system through
online media, research was conducted in the East Java Provincial Government. The method used is
a feld survey using in-depth interviews koestioner as material to 220 people consisting of various
circles as key informants. What research is set 10 districts / cities in East Java Province, in the sam-
ple. Analysis technique of the data used consists of three components, namely: 1. data reduction, 2.
Presentation of data 3, drawing and testing conclusions. Research results indicate that (1) imple-
mentation (execution) of government policy towards New Student Admission system via online media
has aligned the existing planning, (2) the impact of the policy had a positive impact, more effcient,
effective, and transparent (3) the availability of infrastructure and human resources does not fully
support the implementation of government policy.
Key words : new students, online media, policy
Peneliti Madya Komunikasi
PENDAHULUAN
Seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi
komunikasi dan informasi (information and
communication technology (ICT), hampir tidak ada lagi
bidang kehidupan manusia yang lepas dari pengaruh
ICT. Masyarakat sekarang ini sangat menyadari akan
pentingnya informasi, dan bahkan sudah menjadikan
informasi sebagai salah satu kebutuhan pokok dalam
rangka mengelola kehidupannya menjadi lebih baik.
Karena itulah penggunaan komputer sebagai bagian
dari kemajuan ICT telah diterima dengan cepat oleh
masyarakat.
Komputer sebagai salah satu bentuk teknologi
informasi dan komunikasi, semata-mata hanyalah
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 132
Kebijakan Sistem ... ISSN : 1411-0385
sebuah alat yang pemanfaatannya sangat tergantung
pada tujuan penggunanya. Ada dua dampak yang
muncul sebagai akibat dari kemudahan aksesisibilitas
media internet, yaitu: Pertama, dampak positif, yakni
melalui internet orang dapat mencari informasi tentang
apapun termasuk informasi yang terkait dengan
kebijakan publik yang diambil oleh pemerintah. Kedua,
dampak negatif, yakni tidak seluruh informasi yang
disajikan media global sesuai dengan kepribadian dan
budaya yang dianut khalayak di suatu tempat/daerah.
Era globalisasi yang ditandai dengan pesatnya
kemajuan TIK dewasa ini, serta perubahan suasana
politik di Indonesia khususnya dengan diberlakukannya
sistem desentralisasi (otonomi daerah) merupakan
peluang dan tantangan tersendiri bagi pemerintah,
termasuk pemerintah provinsi/kabupaten/kota dalam
rangka menyelenggarakan programnya secara efektif
dan efesien. Karena itu dibutuhkan keterlibatan
ataupun dukungan seluruh komponen masyarakat guna
menyiasati peluang dan tantangan tersebut.
Sehubungan dengan itu perkembangan TIK telah
menjamur keseluruh bidang bukan saja di bidang:
bisnis, ekonomi, pemerintahan, kerumahtanggaan
bahkan bidang-bidang lainnya, yang jangkauannya
pula tidak hanya meliputi daerah-daerah perkotaan
saja, melainkan sudah merambah ke pelosok-pelosok
desa. Pengaruh TIK tersebut sangat dirasakan oleh
warga masyarakat sebagai media yang sangat cepat dan
tepat dalam menunjang kehidupan sehari-hari baginya.
Sehingga setiap kejadian/ aktivitas yang terjadi seantero
dunia dapat dengan sekejap terkaper sampai di tengah-
tengah masyarakat desa.
Yuk, 2006 dalam Murtiyasa (2008:5), Peran
Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk
Meningkatkan Fungsi Dakwah dan Pendidikan di
Pesantren mengemukakan bahwa Kekuatan TIK
(power of ICT) telah mendorong para insan pendidik
untuk memanfaatkannya dalam bidang pendidikan.
Kekuatan TIK telah mendorong terjadinya perubahan
tujuan dan berisi aktivitas belajar, latihan dan
penilaian, hasil akhir belajar, serta nilai tambah yang
positif (ICT, Demokrasi, dan Transformasi Sosial
2008). Dengan demikian muncullah istilah, e-learning
dimaksudkan adalah pembelajaran yang menggunakan
TIK untuk menstranformasikan proses pembelajaran
antara pendidik dengan peserta didik. Tujuan utama
penggunaan teknologi ini adalah meningkatkan
efesiensi dan efektiftas, transparansi, dan akuntabilitas
pembelajaran. TIK yang digunakan adalah computer,
LAN (local area network), WAN (wideea network),
internet, intraner, satelit, TV, CD Room dan sebagainya.
Seperti dimaklumi bersama bahwa pelaksanaan
PSB pada setiap tahunnya mengalami suatu persoalan
yang rumit dan bermasalah. Sehingga mengharuskan
adanya suatu kebijakan baru dalam mengantisifasi
keadaan yang demikian untuk mengatasinya/mencegah
permasalahan yang selalu muncul pada setiap saat PSB.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam
rangka memberdayakan sekolah sesuai dengan prinsip
manajemen pendidikan berbasis sekolah, sehingga
perlu lebih banyak memberikan kewenangan kepala
sekolah dalam penyelenggaraan penerimaan peserta
didik baru. Salah satu upaya yang perlu dilakukan
berkaitan dengan penerimaan siswa baru yang lebih
efesien, efektif dan lebih baik serta lebih transparan
untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan dan
sumber daya manusia sesuai dengan kompetensi yang
ditetapkan secara maksimal. Disamping itu dengan
sistem ini dapat mengurangi akan adanya praktek-
praktek kolusi dan nepotisme yang dapat merugikan
citra pendidikan dimana saja.
Dengan demikian diperlukan suatu upaya untuk
mencapai maksud tersebut, maka perlu adanya
keterlibatan pemanfaatan teknologi informasi
dan komunikasi (TIK) dalam bidang pendidikan.
Keterlibatan TIK tersebut khususnya dalam hal
penerimaan siswa baru melalui media online, pada
sekolah-sekolah dalam wilayah Provinsi Jawa Timur.
Dengan melihat betapa besar peran dari TIK tersebut,
maka pemerintah Provinsi Jawa Timur menempuh suatu
kebijakan dan mencoba mengantisifasi pemanfaatan
TIK khususnya dalam sistem penerimaan siswa baru
melalui media online yakni internet. Secara nyata,
tertuang dalam SK Kepala Dinas Pendidikan Nasional
Provinsi Jawa Timur Nomor: 420/2753/103.2/2010,
tanggal 3 Mei 2010, tentang Pedoman Pelaksanaan
Peserta Didik pada Taman Kanak-Kanak, dan Sekolah
di Provinsi Jawa Timur Tahun Pelajaran 2010/2011,
sebagai dasar pelaksanaan sistem PSB melalui media
online.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat
dikemukakan beberapa permasalahan yang perlu
diangkat dalam riset ini yakni: (1) Bagaimana
implementasi (pelaksanaan) kebijakan pemerintah
terhadap sistem Penerimaan Siswa Baru (PSB) dengan
melalui media online di Wilayah Provinsi Jawa Timur.
(2) Bagaimana dampak pelaksanaan kebijakan tersebut
terhadap sistem PSB melalui media online tersebut, dan
(3) Bagaimana ketersediaan infrastrukur dan Sumber
Daya Manusia (SDM) yang ada dalam menunjang
kebijakan pemerintah terhadap sistem PSB melalui
media online tersebut tahun 2011 di Provinsi Jawa
Timur.
Tujuan dari riset ini adalah untuk: (1)
mendeskripsikan sampai sejauh mana implementasi
(pelaksanaan) kebijakan pemerintah terhadap sistem
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 133
PSB dengan melalui media online tahun 2011 di Wilayah
Provinsi Jawa Timur. (2) mendeskripsikan sampai
sejauhmana dampak pelaksanaan kebijakan tersebut
terhadap sistem PSB, dan (3) untuk mendeskripsikan
sejauh mana ketersediaan infrastruktur dan SDM
yang ada dalam menunjang kebijakan sistem PSB
dengan melalui media online di Provinsi Jawa Timur.
Sedangkan manfaatnya adalah: Secara praktis, hasil
riset ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan
evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan pemerintah
terhadap sistem PSB dengan melalui media online di
wilayah Provinsi Jawa Timur, dan secara teoritis, hasil
riset ini diharapkan dapat menjelaskan konsep-konsep
baru yang terkait dengan teori-teori dalam pelaksanaan
kebijakan tersebut, serta dapat dijadikan bahan rujukan
bagi para pemerhati dalam kajian analisis kebijakan
publik khususnya berkaitan dengan PSB dengan
melalui media online di Wilayah Provinsi Jawa Timur
tahun 2011.
METOLOGI PENELITIAN
Riset ini dilaksanakan dengan menggunakan
metode penelitian survei deskriptif atau survei
langsung di lapangan. Riset ini akan memberikan
gambaran mengenai pelaksanaan PSB di Provinsi
Jawa Timur dengan cara wawancara mendalam (dept
interview) dengan menggunakan kuestioner sebagai
bahan wawancara kepada informan terpilih (informan
leader).
Riset ini dilaksanakan selama empat (4) bulan yakni
bulan November 2011 s/d Pebruari 2012. Dan lokasi
riset ini dilaksanakan khusus dalam wilayah Provinsi
Jawa Timur secara sampel, yakni: Kota Surabaya,
Kota Malang, Kabupaten Pasuruan, Mojokerto, Kediri,
Situbondo, Tuban, Gresik, dan Bojonegoro serta
Madiun.
Adapun yang dijadikan sampel sebagai sumber
data atau informan leader dalam riset ini sebanyak 21
orang per lokasi yakni masing-masing satu (1) orang
terdiri dari:
1. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, wakil
Kepala Dinas/sekretaris, sebagai informan kunci;
2. Humas Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota;
3. Kepala Sub Bag Program dan Pelaporan;
4. Ka Seksi Kesiswaan SMP, SMA, SMK Diknas
Kab/Ko;
5. Pengawas sekolah;
6. Pengelola internet (TIK) Diknas Kab/Ko;
7. Kepala Sekolah SMP,SMA,dan SMK atau wakil;
8. Panitia/Bagian Pendaftaran Siswa SMP, SMA dan
SMK;
9. Pengelola Warnet, 2 orang;
10. Siswa kelas I SMP, SMA, dan SMK, masing-masing
2 orang
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder
dan data perimer. Data sekunder diperoleh dari berbagai
dokumen-dokumen, peraturan, dan lain-lain. Sedangkan
data perimer diperoleh dari hasil wawancara mendalam
dengan responden (dept interview) yang terpilih.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam
riset ini yakni dengan melakukan survei langsung ke
lokasi dengan cara observasi (pengamatan) dan dept
interview (wawancara mendalam) kepada responden
terpilih. Sedangkan Teknik analisa data yang digunakan
dalam riset ini terdiri dari tiga (3) komponen, yakni: 1.
reduksi data (data reduction), 2. Penyajian data (data
display) yakni menjalin (kelompok) data yang satu
dengan kelompok data yang lain, sehingga seluruh
data yang dianalisis benar-benar dilibatkan dalam
satu kesatuan, dan komponen ke 3, yakni penarikan
dan pengujian kesimpulan (drawing and verifying
conciusions) yakni mengimplemnetasikan prinsif
induktif dengan mempertimbangkan pola-pola data
yang ada atau cenderung dari display data yang telah
dibuat.
Dalam riset ini mengacu pada teori kebijakan
publik, seperti yang dikemukakan oleh: Riant Nugroho
D. (2003:73) dalam Mungin (2009:254) menjelaskan
model kebijakan publik dapat dilihat pada Gambar 1.
Menurut Nugroho menyatakan bahwa dalam
setiap kebijakan publik dimulai dari isu-isu publik
yang dirasakan oleh masyarakat luas di mana perlu
dilakukan tindakan kebijakan oleh pemerintah.
Tindakan kebijakan dimulai dari merumuskan kebijakan
kemudian dilaksanakan dalam implementasi kebijakan.
Implementasi kebijakan ini dievaluasi pelaksanaan
kemudian menjadi masukan bagi pelaksanaan kebijakan
berikutnya.
Thomas R. Dye dalam Nugroho (2003:108)
mengemukakan; ada Sembilan model perumusan
kebijakan diantaranya adalah model teori rasionalisme
dan model demokratis. Model teori rasionalisme
mengatakan bahwa kebijakan publik sebagai maximum
social gain yang berarti pemerintah sebagai pembuat
kebijakan harus memilih kebijakan yang memberi
manfaat optimum bagi masyarakat. Sedangkan teori
demokratis mengatakan bahwa pengambilan keputusan
kebijakan sebanyak mungkin mengolaborasi suara dari
stakeholders.
Sedangkan Teori pendukung yang digunakan
yakni, Teori Uses And Gratifcation. Paradigma teori
ini adalah: Person chosen message usage effect. Teori
Uses and Graifcation (Penggunaan dan Kepuasan)
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 134
Kebijakan Sistem ... ISSN : 1411-0385
ini menyatakan (mengasumsikan) bahwa orang
menggunakan media massa karena ada kepuasan yang
ingin dicapai, orang mempunyai orientasi, kebutuhan
dengan menggunakan (maksudnya: membaca,
menonton atau mendengar) media massa (Elihu Katz,
Michel Gurevitch dan Hadassa, 1973, dalam Hamidi,
2007 : 62).
Gambar 1. Teori Kebijakan Publik
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Implementasi (pelaksanaan) kebijakan pe-
merintah terhadap sistem PSB melalui media
online di Wilayah Provinsi Jawa Timur.
Melihat perkembangan TIK (media online)
dewasa ini, dan perkembangan PSB pada setiap
tahunnya yang semakin rumit dan bermasalah, maka
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam hal ini Kepala
Dinas Pendidikan Nasional mencoba merumuskan
suatu kebijakan baru khususnya sistem Penerimaan
Siswa Baru yang berkaitan dengan perkembangan TIK
(media online/internet). Dan hampir setiap saat dapat
mengakses informasi melalui media online.
Pelaksanaan kebijakan sistem PSB melalui media
online ini, dalam wilayah Provinsi Jawa Timur sebagai
suatu kebijakan publik yang melibatkan bukan saja
pihak pemerintah melainkan masyarakat sebagai
stakeholders dalam arti memahami kebutuhan yang
mereka butuhkan dalam kebijakan tersebut. Oleh
karenanya perlu diketahui persiapan masyarakat dalam
kebijakan tersebut.
Melihat pelaksanaan dan perkembangan dari
kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah Provinsi
Jawa Timur, Dinas Pendidikan Nasional mengambil
suatu kebijakan dibidang pendidikan khususnya dalam
hal sistem Penerimaan/Pendaftaran Siswa Baru (PSB)
melalui media online. Kebijakan ini tertuang dalam
Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Nasional
Provinsi Jawa Timur Nomor: 420/2753/103.2/2010,
tanggal 3 Mei 2010, tentang Pedoman Pelaksanaan
Penerimaan Peserta Didik pada TK dan Sekolah di
Provinsi Jawa Timur Tahun Ajaran 2010/2011. Dimana
pada akhirnya mendapat dukungan dari berbagai pihak
dan telah berjalan sesuai perencanaan yang telah
ditetapkan. Hal ini, nampak secara jelas seperti tertuang
dalam pedoman teknis pelaksanaannya. Dukungan ini
bukan saja dari institusi pemerintah, maupun swasta
melainkan publik/masyarakat secara umum.
Dalam menindaklanjuti Surat Keputusan Kepala
Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Jawa Timur
tersebut, dimana masing-masing Kepala Dinas
Pendidikan Nasional kabupaten/kota di Wilayah
Provinsi Jawa Timur mengeluarkan Surat Keputusan
dan Pedoman Teknis pelaksanaan sistem Penerimaan
Siswa Baru (PSB) melalui media online di wilayahnya
sebagai dasar pelaksanaannya.
Dari Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan
Nasional Provinsi ditindak lanjuti oleh masing-
masing Kepala Dinas Diknas kab/kota dengan
mengeluarkan SK masing-masing beserta pedoman
teknis pelaksanaannya. Seperti diantaranya; Keputusan
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga
Kabupaten Tuban, Nomor: 420/414.050/2010, Tentang
Pedoman Teknis Penerimaan Anak Didik Pada TK,
dan Siswa pada Sekolah SD, SMP, SMA, dan SMK di
Kabupaten Tuban. Keputusan Kepala Dinas Pendidikan
Kota Malang, Nomor: 422/3665/35.73.307/2010,
tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik
Baru Dengan Sistem Online pada SMP, SMA, dan SMK
Tahun Pelajaran 2010/2011 Kota Malang. Keputusan
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 135
Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Nomor:
420/6718/ 436.6.4/2010, tentang Pedoman Pelaksanaan
Penerimaan Peserta Didik Pada PPT/KB/TK/SDLB/
SMP/SMPLB/ SMALB/SMK di Kota Surabaya
Tahun Pelajaran 2010/2011. Keputusan Kepala Dinas
Pendidikan Kabupaten Situbondo, Nomor: 240/3669/
431.214.3.2/2011, tentang Pedoman Teknis Penerimaan
Peserta Didik Baru SMP/ SMA/ SMK Sistem Real
Time Online Di Kabupaten Situbondo Tahun Pelajaran
2011/2012.
Berdasarkan Surat Keputusan tersebut, maka
aparat dalam lingkungan Dinas Pendidikan Nasional
yang ada didaerahnya secara jelas bertanggung jawab
atas kesukseskan pelaksanaan sistem PSB melalui
media online tersebut. Selanjutnya ditempuhlah
berbagai kegiatan diantaranya pembentukan panitia PSB
tingkat kab/kota, penandatanganan kerja sama dengan
pihak Telkom sebagai pengelola jaringan, mengundang
para kepala-kepala sekolah, para pengelola internet/
pengusaha internet dalam lingkungannya masing-
masing. Dalam pertemuan tersebut melahirkan beberapa
kesepakatan-kesepakatan. Salah satu kesepakatan
diantaranya yang sangat penting dilakukan adalah
kerjasama kepada semua pihak yang terlibat khususnya
yang berkaitan dengan pelaksanaan sistem PSB
tersebut. Seperti halnya, dimana Telkom menyiapkan
sistemnya/software, operator ditingkat ibu kota kab/
ko dan pembiayaan dan anggarannya ditanggung oleh
Dinas Pendidikan setempat. Selanjutnya dilakukan
pelatihan para petugas dari seluruh sekolah-sekolah
yang mengikuti sistem PSB melalui media online.
Kemudian dilakukan sosialisasi melalui berbagai
media, seperti radio, surat kabar, televisi, serta berbagai
selebaran dan brosur dan pengumuman-pengumuman
di sekolah-sekolah secara berkala, yang mana sangat
diharapkan agar supaya proses pelaksanaan sistem
PSB tersebut dapat lebih dimengerti dan dapat berhasil
dalam pelaksanaannya kelak dan mendapat dukungan
dari masyarakt dan dari berbagai pihak.
Keberhasilan pelaksanaan sistem PSB melalui
media online ini, ditentukan dan didukung dengan
adanya kesiapan dari pelaksana walaupun pada
prinsifnya dibatasi waktu yang relatif singkat,
ketersediaan jaringan dari Telkom, walaupun kecepatan
aksesnya masih sangat lambat, berbagai regulasi
dan ketentuan-ketentuan yang telah dipersiapkan
dalam pengaturannya. Terbatasnya waktu dalam
mensosialisasikan berbagai peraturan, surat keputusan
dan petunjuk teknis pelaksanaan sistem PSB melalui
online di berbagai wilayah, sehingga masyarakat
khususnya orang tua siswa banyak yang kurang
mengerti terhadap pelaksanaan sistem tersebut. Dan
terbatasnya infrastruktur dan SDM pengelola/operator
dalam mengoperasikan jaringan internet yang tersedia.
B. Dampak pelaksanaan Sistem PSB melalui me-
dia online
Sistem PSB dengan memanfaatkan media
online ini, dapat memberikan dampak positif dan
pengeloaannya serta kesiapannya dilakukan secara lebih
terencana. Mulai dari menginventarisir perkembangan
sistem PSB melalui media online pada setiap tahunnya,
kemudian perumusan kebijakannya, penyusunan
implementasi kebijakan publik/regulasinya, akhirnya
sampai pada outcome dan output yang dapat dihasilkan
bila kebijakan tersebut dilaksanakan baik hasilnya
positif maupun negatif.
Terdapat beberapa dampak dari sistem PSB melalui
media online, diantaranya: Dapat mengefesienkan biaya
yang dikeluarkan oleh orang tua/wali siswa karena tidak
lagi mendatangi tempat pendaftaran disekolah-sekolah
yang akan dituju. Cukup hanya mendaftar disekolah
asalnya atau secara online melalui internet untuk
memilih sekolah-sekolah yang diinginkan terutama
diluar rayon atau daerah dimana mereka dia berada,
sekaligus sekolah-sekolah yang menjadi cadangannya.
Dan sekolah yang bersangkutan melakukan pendaftaran
secara online melalui internet. Dan PSB tersebut dapat
juga dilakukan secara manual, dimana siswa tersebut
dapat secara langsung melakukan pendaftaran pada
sekolah yang diinginkan khususnya yang berada dala
satu rayon ataupun dalam suatu wilayah (daerah).
Demikian pula mengurangi praktek-praktek perlakuan
yang dapat merugikan orang lain, seperti kolusi dan
nepotisme.
Dampak keharusan setiap sekolah memiliki
jaringan dan perangkat internet. Dengan adanya
kebijakan semacam ini dimana pada setiap sekolah-
sekolah berusaha untuk mempasilitasi sekolahnya
dengan jaringan internet, dan ini merupakan
suatu keharusan untuk mempersiapkan diri dan
mengantisifasi pelaksanaan sistem PSB pada masa
yang akan datang. Selain dari itu terdapat pula dampak
terhadap peningkatan akses dari para pengelola
internet, sehingga keterlibatan para pengelola warnet
lebih berperan dalam menyukseskan pelaksanaan
sistem PSB tersebut. Demikian pula, kebijakan sistem
PSB melalui media online ini dapat berdampak pada
peningkatan kualitas para pengelola(operator) internet
disekolah-sekolah dengan melalui pelatihan-pelatihan
baik dilakukan di lingkungan sendiri maupun dilakukan
diluar lingkungannya.
Kemudian Berdasarkan pada SK/Peraturan Dinas
Pendidikan masing-masing kabupaten/kota tersebut
tentang Pedoman Pelaksanaan sistem PSB melalui
media online dapat dilihat dari segi regulasinya secara
nyata telah tertuang dalam aturan tersebut, sehingga
para pelaksana/panitia sampai calon peserta didik/orang
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 136
Kebijakan Sistem ... ISSN : 1411-0385
tua siswa dapat mengerti bagaimana menyikapi aturan
tersebut. Walaupun dalam salah satu butir mensyaratkan
dengan mengutamakan penduduk domisili dalam
kota/kabupaten masing-masing karena ini bertujuan
untuk mengukur kemampuan SDM yang ada pada kota/
kabupaten itu. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada warga Negara usia
sekolah agar memperoleh layanan pendidikan sebaik-
baiknya. Demikian pula menghindari atau mengurangi
adanya perlakuan nepotisme serta kolusi diantara orang
tua siswa atau peserta didik. Pelaksanaan sistem PSB
tersebut sebenarnya cukup bagus untuk diterapkan
ditahun-tahun yang akan datang.
C. Ketersediaan infrastruktur dan SDM dalam
menunjang pelaksanaan kebijakan sistem PSB
melalui media online.
Ketersediaan infrastruktur dalam pelaksanaan
sistem PSB di Jawa Timur masih merupakan salah
satu kendala yang cukup besar perannya. Walaupun
sebenarnya keterbatasan itu masih dalam batas-batas
kewajaran. Hal ini nampak secara nyata dengan
terdapatnya sejumlah sekolah-sekolah yang tidak/
belum mempunyai jaringan internet (LAN) sebagai
faktor penentu kesuksesan dari kebijakan sistem PSB
melalui media online (jaringan internet) tersebut. Oleh
karenanya keterlibatan berbagai elemen/institusi sangat
besar artinya dalam PSB ini. Seperti halnya keterlibatan
institusi Telkom sebagai penyedia jaringan internet
kesekolah-sekolah cukup besar artinya. Demikian pula
keterlibatan aparat Telkom sebagai tenaga operator
yang siap membantu dan menyukseskan pelaksanaan
kebijakan PSB ini. Kesiapan operator dibeberapa
lini, terutama disekolah-sekolah sangat tergantung
pada operator dan jaringan. Selain itu, masih terdapat
beberapa sekolah-sekolah yang belum tersambung
dengan jaringan internet/media online. Dan terdapat
pula beberapa sekolah yang sudah terhubung dengan
jaringan internet tetapi dalam pengoperasiannya masih
sangat lambat. Tenaga operator dari sekolah-sekolah
pelaksana PSB yang belum mampu mengakses jaringan
internet secara penuh. Sehingga keterlibatan para
pengelola warnet (warung internet) sangat dibutuhkan
dan besar artinya dalam menyukseskan PSB ini.
Keterlibatan warnet merupakan salah satu alternatif
yang digunakan oleh siswa, maupun masyarakat dalam
melakukan pendaftaran terutama yang mereka berada
di luar daerah (desa) dimana sekolah-sekolah yang
diinginkan jauh dari tempat mereka berdomisili.
Ketersediaan infrastruktur, SDM, sarana dan
prasarana termasuk computer PC dan laptop, jaringan,
software yang dimiliki oleh setiap daerah/sekolah-
sekolah masih bervariasi. Sehingga sangat diperlukan
diklat, stimulasi, dan sosialisasi, pemenuhan sarana dan
prasarana dalam pelaksanaan PSB tersebut.
Infrastruktur untuk pelaksanaan PSB selama ini
didukung sepenuhnya dari bagian organisasi kab/ko
karena menggabung dengan jaringan internet yang
sudah dibangun untuk kepentingan administrasi SIM
Keuangan, dimana programmer untuk aplikasinya
dengan dibangun oleh guru SMKN kemudian melatih
operator sekolah untuk menjalankan aplikasi PSB
secara online.
Dengan terbitnya Surat Keputusan dari Kadis
Pendidikan Nasional kab/ko yang disertai petunjuk
teknis pelaksanaannya, sehingga diperlukan akan
adanya sosialisasi kepada masyarakat (publik).
Demikian pula kesiapan perangkat lunaknya (soltware)
melalui internet belum secara langsung dipersiapkan
dan terorganisir secara mantap.
Kesiapan infrastruktur khususnya jaringan
yang dimiliki oleh Dinas Pendidikan kab/ko masih
bervariasi, terutama di tingkat sekolah-sekolah yang
kurang lancar /terdapat kelambatan dalam pengaksesan
informasi. Ketersediaan infrastruktur dan SDM yang
ada dalam menunjang pelaksanaan kebijakan sistem
PSB melalui media online tersebut belum tersedia
sepenuhnya sesuai ketentuan yang dipersyaratkan
dalam penanganan suatu jaringan yang baik dan lancar.
Aplikasinya dibangun oleh guru yang berkompoten
dalam bidangnya masing-masing, dan melatih operator
sekolah dalam menjalankan aplikasi PSB secara
online yang tetap berdasar pada azas; objektivitas,
transparansi, akuntabilitas serta tidak dikriminatif. Dan
bila terdapat sekolah-sekolah belum siap melaksanakan
PSB melalui internet dengan sistem online, maka tetap
memberlakukan PSB secara manual yakni langsung
kesekolah-sekolah yang diinginkan oleh calon siswa
untuk mendaftarkan diri sebagai PSB.
Untuk mempermudah masyarakat dalam
mengakses internet via web Diknas kab/ko, maka
dipesiapkan kode/web khusus yang berisi ringkasan
dari aturan dan prosudur secara resmi dari Diknas.
Aturan dan prosudur dalam hal ini dibuat dengan tujuan
agar lebih mempermudah dan lebih cepat masyarakat
memahaminya. Jika ringkasan ini dapat menimbulkan
penafsiran yang berbeda-beda, maka masyarakat
diharapkan untuk mengacu pada aturan dan prosudur
versi yang resmi Diknas setempat. Semua regulasi
yang tertuang dalam aturan tersebut telah dijelaskan
dan disusun petunjuk teknis pelaksanaannya. Hal ini
diharapkan untuk mengukur kemampuan SDM yang ada
pada setiap kab/ko, sekaligus sebagai bahan sosialisasi
dan kesamaan persepsi/pandangan dalam pelaksanaan
kebijakan tersebut. Sehingga kebijakan ini mendapat
dukungan dan tanggapan yang positif dari berbagai
pihak. Salah satu hal yang sangat penting dilakukan
dalam PSB ini terutama yang mendaftar dan berada di
luar wilayah kab/ko dapat menggunakan sistem ini, dan
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 137
bilamana mereka berada dalam satu wilayah (rayon)
dapat melakukan pendaftaran langsung kepada sekolah
yang akan dipilihnya sebagai sekolah paporitnya, dan
sekaligus mendaftar sekolah lainnya sebagai cadangan.
Dalam pelaksanaan PSB ini dilihat dari segi
inprastruktur yang dimiliki/tersedia di berbagai sekolah
sebagian telah memilikinya dan sebagian pula masih
minim seperti SDM pengelola, bandwidth dari Telkom
kecil sehingga dalam mengakases informasi melalui
internet sangat lambat. Hal ini memberi suatu kesan yang
kurang menguntungkan dalam pelaksanaan PSB bahwa
seakan-akan belum siap. Tetapi kebijakan PSB dengan
sistem ini memberi tanggapan dari berbagai kalangan
secara positif. Apalagi sistem ini pelaksanaannya baru
mulai diterapkan 2 tahun terakhir ini, sehingga wajar
dalam pelaksanaannya terjadi berbagai permasalahan-
permasalahan dan kepincangan yang terjadi diberbagai
elemen. Persiapan dan pelaksanaan belum berjalan
sesuai ketentuan yang telah ditetapkan dalam pedoman
teknis sehingga masih terdapat adanya perubahan
yang terjadi pada setiap saat yang dapat memberikan
kebingungan pada panitia khususnya panitia ditingkat
sekolah-sekolah pada umumnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian yang telah
dikemukakan di atas, maka dapatlah ditarik beberapa
kesimpulan, diantaranya bahwa implementasi
(pelaksanaan) kebijakan pemerintah terhadap sistem
PSB melalui media online rnet tahun 2011 di Wilayah
Provinsi Jawa Timur ditandai dengan keluarnya SK
Kadis Pendidikan Nasional Provinsi Jawa Timur
Nomor: 420/2753/103.02/2010, tanggal 3 Mei 2011
tentang; Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta
Didik pada Taman Kanak-Kanak dan Sekolah di
Provinsi Jawa Timur Tahun Pelajaran 2010/2011.
Pelaksanaan dan pengimplementasiaannya ditandai
dengan ditindaklanjuti dengan diterbitkannya SK
Kadis Pendidikan Nasional Kab/Ko se Jawa Timur.
Pelaksanaan sistem PSB melalui media online
mempunyai dampak yang cukup positif, efesien, efektif,
dan transparan serta dapat memberikan keuntungan
baik pada sekolah-sekolah dan orang tua siswa (siswa),
serta pengelola internet (Warnet) yang ikut berperan
dalam menyukseskan kebijakan PSB melalui sistem
ini.
Demikian pula aplikasi PSB secara online,
tetap berdasar pada azas; objektivitas, transparansi,
akuntabilitas serta tidak dikriminatif. Dan
pelaksanaan sistem PSB melalui media online ini,
lebih difokuskan kepada sekolah-sekolah yang siap
untuk melaksanakannya, dan bagi sekolah-sekolah
yang belum siap, maka tetap diberlakukan sistem PSB
secara manual yakni langsung kesekolah-sekolah yang
diinginkan oleh calon siswa untuk mendaftarkan diri
sebagai calon peserta didik untuk tahun ajaran 2011.
Ketersediaan infrastruktur yang ada pada sertiap kab/
ko dan SDM, pengelola dan jaringan yang ada dalam
menunjang pelaksanaan sistem PSB melalui media
online tersebut masih sangat terbatas, dan waktu
pelaksanaannya masih terbatas dibanding target yang
ingin dicapai. Demikian pula waktu sosialisasi SK
dan petunjuk teknis pelaksanaannya sangat singkat,
sehingga pemahaman masyarakat terhadap kebijakan
ini belum sepenuhnya dimengerti.
Dengan demikian untuk pelaksanaan sistem
PSB untuk masa-masa datang, penulis mengajukan
beberapa saran/masukan masing-masing diantaranya,
bahwa kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Timur
tentang pelaksanaan pelaksanaan sistem PSB melalui
media online, merupakan salah satu kebijakan baru
didalam sistem PSB yang perlu mendapat dukungan
dan partisifasi dari berbagai pihak. Dukungan tersebut
dapat berupa masukan, saran, dan kritik yang sifatnya
membangun kebijakan tersebut baik dilakukan secara
langsung maupun melakui media.
Ketersediaan infrastruktur dan SDM dalam
pelaksanaan sistem PSB melalui media online untuk
tahun-tahun yang akan datang, perlu dipersiapkan
jauh-jauh sebelumnya. Kesiapan tersebut berupa
ketersediaan jaringan beserta perangkat-perangkatnya,
pelatihan para pengelola operator internet, waktu
sosialisasi terhadap petunjuk teknis pelaksanannya
perlu diperhitungkan.
Kebijakan dalam pelaksanaan sistem PSB melalui
media online ini merupakan salah satu kebijakan
yang masih tergolong asing bagi pengelolanya, maka
disadari disana sini ditemui beberapa faktor hambatan
dan kendala. Oleh karenanya, untuk pelaksanaan
sistem PSB melalui media online tahun-tahun yang
akan datang diperlukan akan adanya suatu perencanaan
yang lebih matang, keterlibatan semua elemen didalam
masyarakat perlu diperhitungkan dan diperankan, serta
informasi jadwal pelaksanaannya lebih dioptimalkan,
dan melakukan berbagai kegiatan sosialisasi baik
melalui media, maupun secara face to face atau tatap
muka antara aparat dengan masyarakat/publik.
DAFTAR PUSTAKA
Bungin H.M. Burhan, 2009, Metodologi Penelitian Kuantitatif,
Jakarta Kencana Prenada Media Group.
Cangara, Hafed, 2007, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta, PT.
Rajagrafndo Persada.
Dun, William N, 2003, Pengantar Analisis Kebijakan Publik,
Yogyakarta Gadja Mada University Press.
Hamidi, 2007, Metode Penelitian dan Teori Komunikasi, UPT,
Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.
Kemkominfo, 2008, ICT, Demokrasi, dan Transformasi Sosial,
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 138
Kebijakan Sistem ... ISSN : 1411-0385
Departemen Komunikasi dan Informatika RI.
Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga
Kabupaten Tuban, Nomor: 420/414.050/2010, Tentang
Pedoman Teknis Penerimaan Anak Didik Pada TK,
dan Siswa pada Sekolah SD, SMP, SMA, dan SMK di
Kabupaten Tuban.
Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang, Nomor:
422/3665/35.73.307/2010, tentang Petunjuk Teknis
Penerimaan Peserta Didik Baru Dengan Sistem Online
pada SMP, SMA, dan SMK Tahun Pelajaran 2010/2011
Kota Malang.
Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Nomor:
420/6718/436.6.4/2010, tentang Pedoman Pelaksanaan
Penerimaan Peserta Didik Pada PPT/KB/TK/SDLB/SMP/
SMPLB/SMALB/SMK di Kota Surabaya Tahun Pelajaran
2010/2011.
Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Situbondo,
Nomor: 240/3669/431.214.3.2/2011, tentang Pedoman
Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru SMP/ SMA/ SMK
Sistem Real Time Online Di Kabupaten Situbondo Tahun
Pelajaran 2011/2012.
Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Jawa
Timur, Nomor: 420/2753/103.2/2010, tanggal 3 Mei 2010.
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 139
Implementasi e-Government Dalam Peningkatan Layanan
Masyarakat di Provinsi Sulawesi Tenggara
e-Government Implementation on Public Service
Improvement in Southeast Sulawesi
RACHMAWATY DJAFFAR
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Makassar
Jl. Prof. Abdurahman Basalama II No. 25 Makassar Telp. 0411 4660370 Fax. 0411-4660084
rachmawaty.djaffar@kominfo.go.id
Naskah diterima: 7 November 2012 || Naskah disetujui: 22 November 2012
Abstrak Penelitian ini bertujuan mengetahui implementasi e-Government dalam peningkatan
layanan masyarakat meliputi Aspek kelembagaan, Sumber Daya Manusia, Infrastruktur, danTing-
kat e-literasi pejabat struktural. Penelitian ini menggunakan dua pendekatan (mixed methods) yaitu
pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Populasi penelitian pejabat eksekutif dan legislatif.
Penentuan responden secara purposif yaitu penelitian eksplorasi (Explorative Study), yang terdiri
dari pengelola e-government dan anggota legislatif sebagai informan dan pejabat struktural sebagai
responden. Hasil penelitian menunjukkan dari dua pemerintahan provinsi dan kota dari aspek orga-
nisasi pemerintahan masih menggunakan nomenklatur lama yakni Pengelola Data Elektronik (PDE),
Visi dan misi pengelola PDE kurang sesuai dan kurang mencerminkan pengembangan e-govern-
ment, infrastruktur dan jaringan telah ada dengan sistem koneksi Telkomnet Instant Speedy dengan
menggunakan wireless LAN/SAT, dan Pemprov menyediakan community acces point untuk akses
publik , Untuk infrastruktur database Pemprov Sultra telah memiliki website, sedangkan literasi pe-
jabat struktural 30,7% tdk menggunakan komputer dan 23,8 % tidak menggunakan internet, adanya
dukungan anggaran, penyediaan infrastruktur dan peningkatan SDM dari lembaga eksekutif.
Kata kunci : e-Government,TIK, dan Implementasi.
Abstract The research was amed to determine the implementation e-Government of to public
service development on institutional aspect , human resources, and infrastructure aspects, as well
as the literacy levels of the offcers. It used mixed methods, quantitative and qualitative. The popula-
tions were the executive and legislative offcers. The determination of those types of respondents was
conducted purposively in accordance with the nature of explorative study. The informants will be the
managersof e-government andthe legislatives, while the executiveswould be respondents. The result
of this research shows that Province of South East Sulawesi and Kendari as the capital city were
using the old nomenclatures, Pengelola Data Elektronik (PDE)/ Electronic Data Manager whereas
the vision and mission of PDE did not support e-Government development. Nevertheless, found that
Infrastructures and internet connection networks has been available, such as internet connection of
Telkomnet instan speed and Community access points for public those provided by the government.
Province of South East Sulawesi has also built their offcial website. Also found that the e-literacy
level of the offcers as follows: 30.7% did not use computer, and 23.8% did not use computer. The
executives has support the e-government implementation by providing budget, infrastructures, and
human resources development.
Key words : e-Government, ICT, implementation
Peneliti Muda Komunikasi
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 140
Implementasi e-Government ... ISSN : 1411-0385
PENDAHULUAN
Kehadiran ICT mampu memberikan sesuatu
yang selama ini dirasakan sangat sulit dipenuhi oleh
administrasi publik tradisional, yaitu kecepatan,
keakuratan dan keobjektifannya. ICT diyakini telah
menjadi enable factor dalam mewujudkan suatu
administrasi yang bebas dari pengaruh hubungan
personal. Dengan memanfaatkan teknologi informasi
akan dapat dieliminasi sekat-sekat organisasi birokrasi,
membentuk jaringan sistem manajemen dan proses
kerja yang memungkinkan instansi-instansi pemerintah
bekerja secara terpadu untuk menyederhanakan akses
informasi dan layanan publik yang harus disediakan.
Melalui pengembangan e-Government dapat dilakukan
penataan sistem manajemen dan proses kerja di
lingkungan pemerintah dengan mengoptimasikan
pemanfaatan teknologi informasi, mencakup aktiftas
pengolahan data, pengolahan informasi, sistem
manajemen dan proses kerja secara elektronik dan
pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar
layanan publik dapat diakses secara mudah dan murah
oleh masyarakat.
Menyadari akan pentingnya hal tersebut, instruksi
Presiden Nomor 3 Tahun 2003, menginstruksikan
kepada seluruh jajahan eksekutif (termasuk
Gubernur, Bupati/Wali kota) untuk mengembangkan
e-Government di wilayah masing-masing, dalam
memenuhi tuntutan masyarakat akan layanan publik
sesuai kepentingan masyarakat, dapat diandalkan dan
terpercaya, serta mudah dijangkau secara efektif, untuk
mencapai transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
sumber daya publik yang akan mendukung usaha
mewujudkan Good Govermance.
Permasalahan yang diteliti adalah : Sejauhmana
pengimplementasian e-Government di Provinsi
Sulawesi Tenggara, Penelitian ini memetakan tingkat
aplikasi e-Government meliputi :Aspek kelembagaan,
Aspek Sumber Daya Manusia,Aspek Infrastruktur,
danTingkat e-literasi pejabat struktural.
Tujuan yang ingin dicapai dalam peningkatan
layanan masyarakat mengetahui implementasi
e-Government di Provinsi Sulawesi Tenggara
meliputi: aspek kelembagaan, sumber daya manusia,
infrastruktur, dan tingkat e-literasi pejabat struktural
dilokasi lingkungan pemerintah (provinsi dan Kota).
Kegunaan penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan
oleh Departemen Kominfo dan Pemerintah daerah
setempat dalam pengembangan e-Government.
Secara sederhana heeks (1999) mendefnisikan
e-Government sebagai kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah dengan menggunakan teknologi informasi
untuk memberikan layanan kepada masyarakat.
Batasan ini memperlihatkan tujuan e-Government,
yaitu meningkatkan efsiensi dan kualitas layanan,
hampir semua lembaga pemerintahan di dunia
mengalami ketidakefsienan, terutama di Negara yang
sedang berkembang.
Tingkat perkembangan e-Government, agarwal,
misalnya membagi perkembangan e-Government atas 5
(lima) tingkatan yaitu :
Tingkat awal menunjukkan wajah pemerintah yang
baik dan menyembunyikan kompleksitas yang ada
di dalamnya, munculnya situs web pada semua
institusi pemerintah, bersifat menginformasikan
apa dan siapa yang ada di masyarakat, terbatas dan
bersifat satu arah.
Tingkat kedua, adanya transaksi dan interaksi
secara online antara satu institusi pemerintah
dengan masyarakat. Masyarakat tidak perlu antri
membayar tagihan listrik, memperpanjang kartu
tanda penduduk (KTP), memperoleh surat izin
mengemudi (SIM), kartu keluarga (KK. Usaha
ke arah ini sudah mulai dilakukan oleh beberapa
institusi pusat maupun daerah.
Tingkat ketiga kerja sama (kolaborasi) online
antar beberapa institusi dan masyarakat. Apabila
sudah biasa mengurus perpanjangan KTPnya
secara online. Selanjutnya mereka tidak perlu lagi
malampirkan KTPnya untuk mengurus paspor atau
membuat SIM, perlu kerja sama kantor kelurahan
yang mengeluarkan KTP dengan kantor imigrasi
yang mengeluarkan paspor atau kantor kepolisian
yang mengurus SIM.
Tingkat keempat sudah menyangkut arsitektur
teknis, seseorang bisa mengganti informasi
yang menyangkut dirinya dengan satu klik dan
pergantian tersebut secara otomatis berlaku untuk
setiap instansi pemerintah yang terkait.
Tingkat kelima, pemerintah sudah memberikan
informasi yang terpaket (packaged) sesuai
kebutuhan masyarakat. Pemerintah sudah bisa
memberikan information-push yang benar
terorientasi kepada masyarakat. Masyarakat
dilayani oleh pemerintah, apa saja yang dibutuhkan
masyarakat, e-Government bisa menyediakannya.
Untuk menggambarkan kondisi SDM e-Literacy
dapat diketahui dari tingkat kesadaran, pemahaman,
dan pendayagunaan teknologi informasi. e-Literacy
juga dapat dilihat dari kemampuan masyarakat
mengakses informasi dan penggunaan teknologi
informasi. Menggunakan teori personal-capability
Maturity model (P-CMM), tingkat e-Literacy seseorang
digambarkan sebagai berikut :
Level 0 Individu sama sekali tidak tahu dan tidak
peduli akan pentingnya informasi dan teknologi untuk
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 141
kehidupan sehari-hari.
Level 1 Individu pernah memiliki pengalaman
satu dua kali, dimana informasi merupakan komponen
penting pencapaian keinginan dan pemecahan masalah,
melibatkan teknologi informasi untuk mencarinya.
Level 2 Individu berkali-kali menggunakan
teknologi untuk membantu aktiftas sehar-hari dan pola
keberulangan dalam penggunaanya.
Level 3 Individu telah memiliki standar
penguasaan dan pemahaman terhadap informasi
maupun teknologi yang diperlukannya, dan secara
konsisten mempergunakan standar tersebut sebagai
acuan penyelenggaraan aktiftas sehari-hari.
Level 4 Individu telah sanggup meningkatkan
secara signifkan (dapat dinyatakan kuantitatif) kinerja
aktiftas kehidupan sehari-harinya melalui pemanfaatan
infromasi dan teknologi.
Level 5 Individu telah menganggap informasi dan
teknologi sebagai bagian tidak terpisahkan dari aktiftas
sehari-hari, dan secara langsung maupun tidak langsung
telah mewarnai perilaku dan budaya hidupnya.
METODOLOGI PENELITIAN
Obyek penelitian adalah lembaga pemerintahan
Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan sampel lokasi
ditentukan secara purposive, yaitu Pemerintahan
Provinsi dan Pemerintahan Kota Sulawesi Tenggara.
Tabel 1. Sampel dan lokasi penelitian
Sesuai permasalahan penelitian terdapat dua
kelompok populasi, yaitu pengelola e-Government di
daerah serta pejabat struktural, baik sebagai pengguna
maupun sebagai pengambil kebijakan (decision
maker). Terhadap kedua jenis populasi dilakukan
dua pendekatan, yaitu pendekatan kualitatif bagi
pengelola e-Government dan pendekatan kuantitatif
bagi pejabat struktural. Penelitian dilakukan melalui
dua pendekatan (mixed methods), penentuan
responden dilakukan secara purposive yaitu penelitian
eksplorasi (explorative study), yang terdiri dari
pengelola e-Government dan anggota legislatif sebagai
informan dan pejabat struktural sebagai responden.
Dari informasi pengelola e-Government diperoleh
gambaran tentang implementasi dan pengelolaan
e-Government; sedangkan responden pejabat struktural
diketahui e-literacy pejabat pemerintah terhadap ICT.
Sementara itu, angggota legislatif (DPRD I dan DPRD
II) merupakan faktor kunci dalam hal pendanaan dan
penentuan organisasi, diketahui sejauh mana persepsi
dan apresiasi mereka terhadap ICT dan e-Government.
Data primer dikumpulkan melalui teknik
wawancara berpedoman disamping pengisian beberapa
foam berkauitan dengan infrastruktur. Sedangkan
tingkat e-literasi pejabat mrnggunakan pedoman
wawancara terstruktur dengan pedoman paradigm
positivistic. Pendekatan teori yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan uses and
gratifcation. Teori uses and Gratifcations berangkat
dari pandangan bahwa komunikasi (khususnya media)
tidak mempunyai kekuatan mempengaruhi khalayak.
Inti teori uses and gratifcations adalah khalayak pada
dasarnya menggunakan media massa berdasarkan motif
motif tertentu .media dianggap berusaha memenuhi
kebutuhan motif khalayak. Jika motif ini terpenuhi
maka kebutuhan khalayak akan terpenuhi. Pada
akhirnya, media yang mampu memenuhi kebutuhan
khalayak disebut media yang efektif. Konsep dasar
teori ini menurut para pendirinya, Elihu Katz, Jay G,
Blummer dan Micheal Gurevith, adalah meneliti asal
mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang
menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau
sumber-sumber lain, yang membawa pada pola terpaan
media yang berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan
lain), dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan
akibat akibat lain, barangkali termasuk juga yang
tidak kita inginkan (Rakhmat 1994: 205).
Elemen pola terpaan media yang berlainan pada
teori uses and gratifcations berkaitan dengan media
exposure atau terpaan media, karena mengacu pada
kegiatan menggunakan media. Katz, Gurevitch, dan
Haas (1973) memandang media massa sebagai sarana
yang digunakan oleh seseorang untuk berkoneksi/
memutus koneksi satu sama lain dapat menjelaskan
tentang penggunaan media.
HASIL PENELITIAN
Tingkat Aplikasi e-Government di Provinsi
Sulawesi Tenggara yang meliputi Aspek Kelembagaan,
Aspek Sumber Daya Manusia, Aspek Infrastruktur
(Jaringan, Data base dan Aplikasi), dan Tingkat e-
Literasi Pejabat dapat dipaparkan sebagai berikut :
A. Aspek Kelembagaan
Aspek Kelembagaan dilihat dari Organisasi,Visi
Misi dan Tugas Pokok/fungsi Organisasi Perencanaan
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 142
Implementasi e-Government ... ISSN : 1411-0385
Tabel 3. Visi dan Misi Organisasi
dan Audit. Adapun nomenklatur Organisasi pengelola
e-Government sebagai berikut :
Tabel 2. Objek Penelitian
Visi atau cita-cita ideal dari suatu organisasi adalah
suatu rumusan tujuan akhir yang akan diwujudkan
mengarahkan atau menjadi koridor dari misi organisasi
yang dirumuskan. Misi Organisasi sebagai penjabaran
Visi yang dirumuskan, beberapa diantaranya
menggunakan nomenklatur pengelaan Data Elektronik
dan komunikasi dan informasi, rumusan visinya
berkaitan erat dengan kegiatan e-Government. Visi dan
Misi institusi diatas dapat dilihat pada Tabel 3.
Tugas pokok dan Fungsi
a. Bagian Pengelolaan Data Elektronik (PDE) Pemprov
Sulawesi Tenggara.
Tugas Pokok: Membantu Gubernur dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi di bidang PDE
Fungsi: Perumusan kebijakan teknis di bidang
PDE, dan Pelayanan penunjang penyelenggaraan
Pemerintah Provinsi
b. Kantor Bappeda dan Penanaman Modal Pemkot
Kendari Tugas Pokok: Membantu Walikota dalam
melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
bidang perencanaan pembangunan daerah dan
penanaman modal.
Perencanaan dan Audit Pemerintah
- Provinsi Sulawesi Tenggara
Untuk perencanan audit belum terdapat master
Plan e-Government yang terpadu, seluruh sektor
(dinas), terdapat standar pengembangan e-Government
secara terpadu dan masih parsial belum adanya standar
pemantauan pengembangan e-Government.
- Pemerintahan Kota Kendari
Pemerintahan Kota Kendari belum memiliki
master Plan e-Government yang terpadu untuk seluruh
sektor (dinas) ,sehingga belum terdapat standar
pengembangan dan pemantauan e-Government secara
terpadu maupun parsial. Pengembangan e-Government
untuk Tahun 2009 akan disiapkan staf khusus yang
akan mengelola website kota Kendari,akan di tata
kembali dan disampaikan kepada seluruh SKPD
tentang penggunaan website.
Pada kantor Bappeda rata-rata staf Bappeda telah
mampu menggunakan dan memanfaatkan internet.
Kompetensi di bidang TIK sesuai Kepmen Kominfo
47A/2003 telah diletakkan dengan jabatan struktural,
yg mendudki jabatan struktural sebagian kecil mampu
menggunakan TIK, ini akan dilakukan secara bertahap.
Sedangkan pada tingkat jajaran staf, rata-rata telah
memahami dan melaksanakan TIK. Pendidikan/
pelatihan telah diikuti sesuai kebutuhan SKPD. Pada
tingkatan staf diperkirakan 75% dari jumlah staf
yang ada dapat menggunakan aplikasi perkantoran,
namun tingkat aplikasinya terbatas hal ini disebabkan
terbatasnya sarana komputer yang dimiliki SKPD.
B. Sumber Daya Manusia
1. Pemerintahan provinsi Sulawesi Tenggara
Belum ada rencana pengembangan SDM yang
sistematis pada Pemrov. Sultra khususnya PDE untuk
kompetensi dibidang TIK sesuai Kepmen Kominfo
47/2003 telah diletakkan dengan jabatan struktural
demikian pula kompetensi staf belum dilakukan, tetapi
PDE bersifat membentuk unit pengelola teknik untuk
membantu pengambilan kebijakan dalam bidang TIK.
Telah diadakan bimbingan teknis dasar-dasar TIK
sekitar 90% pegawai PDE dapat menggunakan salah
satu aplikasi perkantoran, masih sebagian kecil yang
dapat menggunakan aplikasi internet (web, browsing
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 143
dan e-mail), tetapi untuk pegawai lingkup Pemprov
belum dilakukan survei tentang hal tersebut. Untuk
pejabat struktural yang dapat menggunakan aplikasi
internet masih sebagian kecil.
Jumlah anggaran untuk pengembangan SDM
TIK setiap tahunnya di lingkup Pemprov Sultra belum
dianggarkan secara khusus, belum pernah dilakukan
audit terhadap pengembangan e-Government.
2. Pemerintahan Kota Kendari
Pada kantor Bappeda belum ada rencana
pengembangan SDM yang sistematis dalam
pengembangan e-Government namun rata-rata staf
Bappeda telah mampu untuk menggunakan dan
memanfaatkan internet. Kompetensi di bidang TIK
sesuai Kepmen Kominfo 47A/2003 telah diletakkan
dengan jabatan struktural hal ini sesuai. Melalui sistem
perekrutan yang disesuaikan dengan latar belakang
pendidikan TI.
Pendidikan dan pelatihan di bidang TIK yang telah
dilaksakan/diikiuti selama ini dalam lingkup internal
antara lain: pelatihan dasar pengoperasian perangkat
komputer, pelatihan penggunaan fasilitas internet dan
infranet, pelatihan open source software (OSS) dan
IGOS, yang dilaksanakan melalui kerjasama dengan
kementerian riset dan teknologi, dimana pelatihan
ini diikuti oleh para pegawai dalam lingkup Pemkot
Ambon.
Sejauh ini terdapat 10 staf yang dapat
menggunakan aplikasi perkantoran, 13 orang yang
dapat mengoperasikan internet dan 5 pejabat struktural
yang dapat mengoperasikan internet.
C. Infrastruktur jaringan
1. Pemerintahan Provinsi Sulawesi Tenggara
Sultra telah memiliki jaringan LAN, hanya satu
instansi yang memiliki jaringan internet terintegrasi,
sedangkan untuk kecamatan dan kelurahan belum
diketahui dan belum ada yang terintegrasi dengan
Pemprov. Pemprov telah memiliki akses jaringan
internet yang dilakukan secara terpisah-pisah dan
masih sebagian kecil,instansi/SKPD lingkup Pemprov
Sultra sudah menggunakan koneksi internet. Sistem
koneksi yang digunakan adalah Telkomnet instant dan
speedy dengan menggunakan wireless LAN/VSAT,
belum memiliki Network Operation Center NOC
dan infrastruktur security/keamanan informasi. Untuk
implementasi Web server dengan menggunakan web
hosting (new) Pemprov Sultra telah menyediakan
Community Acces Point untuk akses publik.
2. Pemerintahan Kota Kendari
Pemerintah Kota Kendari telah memiliki jaringan
LAN jumlah dinas/kantor/badan yang memiliki jaringan
internet terintegrasi hanya satu. Untuk kecamatan
yang ada di kota Kendari belum memiliki jaringan
internet, sedangkan kelurahan tidak terintegrasi
dengan pemerintahan kota. Koneksi jaringan internet
menggunakan kabel. Untuk internet pemerintah kota
Kendari telah memiliki akses jaringan internet yang
dilakukan secara terpadu di beberapa instansi yaitu
Bappeda. Badan perizinan, Dinas pendapatan, Diknas,
Bagian hukum, dan Ortala. Koneksi yang digunakan
adalah Telkom Speedy dengan menggunakan kabel.
Di lingkup Pemkot Kendari belum memiliki Wireless
LAN/VSAT.
Pemerintahan Kota Kendari belum memiliki
Network Operation Content. Untuk Web server dan
implementasi mail server daerah sudah dimiliki oleh
pemerintah kota.
D. Infrastruktur Database dan Aplikasi
1. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
Pemprov Sultra telah memiliki Website www.
sultra.go.id untuk updating informasi dilakukan dengan
bantuan pihak ketiga dengan menggunakan updating
bersifat statis, aplikasi untuk mendukung e-Government
masih sebatas bagian PDE aplikasi yang telah dimilki
yakni aplikasi kepegawaian dan aplikasi kelembagaan.
Sedangkan aplikasinya masih dalam perencanaan dan
belum memiliki data center/database yang terpadu,
sedangkan untuk sistem operasi yang mengelola user_
id untuk fle management secara terpadu belum ada,
demikian pula dengan system database dan aplikasi
yang dapat menghubungkan berbagai urusan disetiap
instansi.
2. Pemerintahan Kota Kendari
Pemkot Kendari telah memiliki Website www.
kendarikota.co.id untuk updating berita dilakukan
sendiri oleh staf dan pihak ketiga. Updating berita
dilakukan menggunakan Content Management
System. Pemkot Kendari belum memiliki aplikasi
untuk mendukung e-Government namun kedepannya
dikembangkan aplikasi perizinan oleh badan perizinan.
Untuk data center/database yang terpadu di kelola
oleh BAPPEDA dan penanaman modal, sedangkan
untuk sistem operasi yang mengelola user_id untuk
fle management belum ada, sementara dalam tahap
persiapan. Untuk sistem yang mengelola elektronik
dokumen management secara terpadu belum ada.
begitu pula dengan sistem database dan aplikasi yang
dapat menghubungkan berbagai urusan instansi.
E. Interaksi Eksternal
1. Pemerintahan Provinsi Sulawesi Tenggara
Website Pemprov Sultra telah bersifat interaktif,
namun untuk pelayanan publik yang dibangun belum
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 144
Implementasi e-Government ... ISSN : 1411-0385
Tabel 4. Rincian Sampel Responden Prov. Sultra
Tabel. 5 Penggunaan Komputer
memungkinkan untuk melakukan transaksi perizinan
yang bersifat online. Kerjasama dengan dunia usaha
untuk meningkatkan pelayanan e-Government masih
sebatas sosialisai, dan belum ada jalur atau kanal-
kanal berbasis TIK yang dapat dimanfaatkan untuk
berinteraksi dengan publik.
2. Pemerintahan Kota Kendari
Website Pemkot Kendari telah bersifat interaktif
dengan stakeholders Pemkot namun untuk pelayanan
publik yang dibangun belum memungkinkan untuk
melakukan transaksi perizinan yang bersifat online.
website Pemkot juga belum memungkinkan kerja
sama dengan dunia usaha untuk meningkatkan layanan
e-Government.
F. LITERASI ICT PEJABAT STRUKTURAL
Untuk mengetahui tingkat e-literasi pejabat
struktural pada tahap awal dilakukan dengan menelusuri
penggunaan internet dikalangan pejabat struktural
eselon III dan IV. Rincian sampel lokasi dan sampel
responden pada lokasi penelitian dapat dilihat pada
Tabel 4.
Dalam uraian berikut dideskripsikan tingkat
e-literacy pejabat struktual menurut provinsi, yaitu
menganalisis pejabat struktural tingkat provinsi dan
Kota sekaligus.Hal ini ditempuh mengingat tidak
ditemukan perbedaan yang signifkan dalam hal
penggunaan internet oleh pejabat struktural pada kedua
tingkat pemerintah.
1. Karakteristik Responden
Responden penelitian pejabat eselon III dan IV
pada pemerintahan Provinsi dan Kota, berjumlah
26 orang. Sedangkan tingkat eselonisasi, sebanyak
5orang (38,0%) eselon III, dan 8 orang (62,0%) pejabat
eselon IV.Dari seluruh responden pejabat sebagaimana,
umumnya (64,9%) berpendidikan sarjana (S1), 27,9%
lainnya berpendidikan Master (S2), dan sedikit sekali
diantara mereka yang berpendidikan Diploma maupun
SLTA, masing-masing 3,4% dan 3,8%. Sementara dari
sisi usia umumnya (54,3%) berusia lebih dari 45 tahun,
36,5% lainnya berusia antara 36-45 tahun, dan hanya
9,1% yang berusia 25-35 tahun.
2. Terpaan Media
Penggunaan internet dari 26 pejabat eselon III
dan selon IV sebanyak 8 (30,77%) diantaranya tidak
menggunakan komputer dalam sebulan terakhir (Tabel
3). Hal ini berarti yang memliki kemungkinan untuk
menggunakan internet 18 responden (69,23%). Namun
demikian, responden yang tidak mmenggunakan internet
6 responden (23,05%) yang belum menggunakan
internet sejak satu bulan terakhir. Tabel di bawah ini
juga menunjukkan frekuensi dari mereka menggunakan
internet, 8 responden (30,77%) menggunakan internet
kurang dari satu jam per hari, 3 responden (11,54%)
menggunakan internet sekitar 1 sampai 2 jam perhari,
5 responden (19,23%) menggunakan internet sekitar
3 sampai 4 jam per hari, 4 responden (15,38) dengan
menggunakan lebih dari 4 jam per hari. Mereka
menggunakan internet di kantor atau dalam pelayanan
publik seperti internet hotspot dan sewa.
Tabel. 6 penggunaan Internet
Kegiatan dalam menggunakan Internet
Kegiatan akses internet memberi manfaat
dengan empat kategori pilihan, tidak pernah
menggunakan, sekali-sekali, kadang-kadang dan
sering.Kegiatan yang sering dilakukan adalah
mengakses informasi/berita (33,2%), e-mail (21,2%),
dan e-Government (20,7%), sedangkan yang sama
sekali tidak pernah dilakukan responden, yang
menonjol Search-engines 83(83%),research(63%),e-
commerce(43%),newsgroup/millinglist (41,3&), games
(34,6%) messanger/chating (33,7%). Untuk kategori
lainnya ditunjukkan pada Tabel 7.
Untuk mengetahui motif penggunaan internet di
kalangan pejabat pemerintahan yang berkaitan motif
memperoleh informasi dan menambah pengetahuan
dengan mengakses situs-situs popular. Untuk pernyataan
saya menggunakan internet untuk mengetahui berita
terkini dari situs-situs populer.,lebih dari separuh
responden menunjukkan sikap setuju, yaitu 52,4%;
bahkan 8,7% responden lainnya bersikap sangat setuju
(Tabel 8).
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 145
Tabel 7 Kegiatan Dalam Internet
Table 8 Menggunakan internet untuk mengetahui berita
terkini dari situ-situs populer
Pernyataan berikut yang dimintakan tanggapan
dari responden adalah saya menggunakan internet
untuk mempermudah informasi. Terhadap pernyataan
ini tanggapan yang diberikan responden hampir seluruh
responden menunjukkan sikap positif, yaitu 49%
sangat setuju dan 23,6% lainnya bersikap setuju. (Table
9) menunujukkan bahwa internet merupakan salah satu
sumber informasi bagi masyarakat.
Table 9. Menggunakan internet untuk mempermudah mem-
peroleh informasi
Table 10. Menggunakan Internet untuk memperoleh
Informasi
Pernyataan: saya menggunakan internet untuk
memperoleh informasi, merupakan penekanan
terhadap pernyataan sebelumnya, berkaitan dengan
kemudahan yang diperoleh melalui internet akan
informasi dan pengetahuan. Terhadap pernyataan
diatas, sebagian besar atau 46,15% responden sangat
setuju, dan 11,54% bersikap setuju (Tabel 10) .
PERSEPSI ANGGOTA LEGISLATIF TERHADAP
PENGEMBANGAN E-GOVERNMENT
A. Persepsi terhadap Perkembangan e-Government
1. DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara
Menurut DR.H.M.Syahrul,Msc, anggota DPRD
Sultra 2004-2009 dari fraksi PBB, sistim implementasi
e-Government secara online perlu di dukung melalui
APBD khususnya di Provinsi Sultra. Besarnya budget
yang harus dikeluarkan oleh pemerintah, secara
ekonomi baik, menguntungkan dari segi tenaga, akan
efektif dan efsien dari segi waktu. Secara kelembagaan
atau organisasi pemda setempat belum siap harus
disesuaikan dengan system e-Government. Ini berarti
ada kendala, kalau orang tidak mengenal e-Government
berarti tidak bias melaksanakan system elektronik,
SDM disini belum siap perlu kelembagaan (organisasi)
yang disesuaikan dengan tata laksanakan TIK.
Organisasi dan SDM sebagai sisi mata uang
yang harus siap disesuaikan dengan kebutuhan
daerah. Dana diporsikan dari APBD dan APBN harus
ada keterpaduan, kalau APBDnya sedikit harus di
perhitungkan tinggal pemda (eksekutif) dan DPRD
harus menghitungkan hal ini budget anggaran harus
proporsional. Dengan memperhitungkan dana yang
lain, sehingga perlu keterpaduan anggaran, aturan
harus dibuat, Legislasi harus ada. Sedangkan menurut
Ya Addus Ajo, SPI (fraksi PKS) Sultra 2004-2009,
sistem pemerintahan kita berbasis elektronika hal
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 146
Implementasi e-Government ... ISSN : 1411-0385
ini sangat bagus, perlu di dukung dan ditindaklanjuti
secara konkrit. Ke depan saatnya system pemerintahan
kita menggunakan elektronik. Budget yang harus
dikeluarkan oleh pemerintah disesuaikan dengan
kemampuan, jika pemerintah mau, efektif dan efsien
dalam pengelolaan dana akhirnya nanti akan dirasakan
manfaatnya. Lanjut Ya uddus, beberapa kali ada program
berbasis e-Government, tetapi aplikasinya masih ada
kendala, dari segi SDM yang menjalankan belum
siap, ini menjadi problem tersendiri. Sejauh ini DPRD
sangat mendukung pengembangan e-Government, jika
pemda berupaya dari semua level untuk pengembangan
e-Government.
2. DPRD Kota Kendari
Menurut ketua fraksi Golkar Kendari Periode
2004-2009, kecenderungan pemerintah pusat dan
daerah mengembangkan e-Government hal baik suatu
kepastian mengikuti perkembangan teknologi informasi
di setiap sektor kehidupan. Besarnya budget yang
dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengembangkan
e-Government harus seimbang dengan manfaat yang
dibutuhkan, Kesiapan pemerintah Kota Kendari
mengembangkan e-Government dinilai sudah cukup
proaktif, salah satunya dengan penerapan Sistem
Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).
kesiapan kelembagaan maupun SDM sudah tersedia,
tinggal segi dana masih kurang.
Pihak DPRD Kota Kendari selalu memberikan
dorongan perkembangan e-Government dan
kepastiannya sebagai anggota DPRD, namun tidak
lepas dari tupoksi DPRD, yaitu : legislasi, budgeting dan
pengawasan. Salah satu contoh sewaktu kantor catatan
sipil mengajukan anggaran untuk mendukung SIAK
DPRD kota Kendari langsung menyetujuinya. Penilaian
lain dikemukakan oleh Hadijjah Thamrin sekretaris
fraksi PPP komisi A bidang pemerintah, keamanan,
ketertiban catatan sipil, kesbang, satpol PP, menurutnya
kecenderungan pemerintah pusat dan daerah sedang
berlomba mengembangkan e-Government hal itu
sangat baik dalam rangka menerbitkan administrasi
tetapi perlu dipahami bahwa hal ini tersebut harus
diikuti dengan skill dan pemahaman lebih terhadap
penggunaan system tersebut.
Besarnya anggaran yang harus dialokasikan
pemerintah tidak menjadi masalah sepanjang
menyangkut kemasyarakatan, dalam hal ini untuk
kepentingan masyarakat sudah terpenuhi. Kesiapan kota
Kendari sampai saat ini sudah dianggarkan program
SIAK dan hasilnya sudah dirasakan masyarakat.
Idealnya SIAK sudah berjalan secara online, namun
terjadi penggantian-penggantian pimpinan di level
eselon II dan kemudian komunikasi tidak berjalan
dengan baik.
Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh
DPRD Kota Kendari untuk mendorong pengembangan
e-Government, menurut Hadijjah antara lain melakukan
kunjungan kerja bersama eksekutif pada daerah yang
sudah menggunakan hal tersebut, mampu memudahkan
dan membuat sistem pemerintahan di tempat tersebut
transparan dan akuntabel, serta melakukan komunikasi-
komunikasi yang intens dan memberikan pemahaman
yang kompherenshif.
B. Persepsi terhadap Wibsite Pemerintah DPRD
Provinsi Sulawesi Tenggara
Menurut Dr.H.M. Syahrul, Msc, ia belum pernah
membuka website pemerintah dan Pemda setempat,
karena tidak tahu mengoperasikan Komputer, harus ada
pendamping atau staf ahli. Syahrul menilai tidak adanya
system, pada hal sistem harus dipenuhi sebagai interaksi
komponen pada organisasi. Menurut Ya Uddus Ajo,
SPI, ia pernah membuka website pemerintah dan Pemda
setempat. Dari segi perwajahan, akses informasi tidak
berjalan secara baik dan lancar isinya monoton, dimana
seharusnya terdapat informasi mengenai kebijakan
Pemerintah dan Perkembangan Program Gubernur
dimuat di Web. Pemda harus menyampaikan informasi
melalui websitenya berupa promosi daerah, jadwal dan
kegiatan Gubernur Provinsi Sultra, kebijakan-kebijakan
terbaru yang harus dilakukan, program apa saja yang
sudah berjalan dan perlu disampaikan.
C. Harapan terhadap Pengembangan e-Government
Daerah DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara
Menurut Dr.H.M. Syahrul, Msc agar pengembangan
e-Government di Provinsi Sulawesi Tenggara harus
berjalan berkesinambungan, agar tidak tertinggal
dengan daerah lain. Hal ini perlu pula didukung
dengan infrastruktur. Sedangkan Ya Uddus Ajo, SPI
berharap agar pengembangan e-Government kedepan
perlu mencapai dukungan, sehingga masyarakat tidak
lagi gagal teknologi lagi. Justru adanya e-Government
pekerjaan akan lebih mudah terselesaikan dengan makin
mengglobalnya informasi, sehingga informasi yang
kita butuhkan dapat diakses melalui media elektronik
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan di simpulkan
bahwa Implementasi e-Government dilihat pada aspek
kelembagaan pada tingkat :
1. Organisasi
Kedua pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota,
satu organisasi pemerintahan masih menggunakan
nomenklatur organisasi lama, yaitu Pengelolaan Data
Elektronik. Sesuai semangat otonomi daerah serta
belum diimplementasikannya PP nomor 22 tahun 2008
pada sebagian besar pemerintahan mengakibatkan tidak
adanya keseragaman nomenklatur institusi pengelola
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 147
e-Government.
2. Sumber Daya Manusia
Kurang tersedianya Sumber Daya Manusia yang
menguasai Teknologi Komunikasi dan Informasi.
3. Infrastruktur dan jaringan
Provinsi Sultra memiliki akses jaringan internet
dengan sistem koneksi Telkomnet instant dan speedy
dengan menggunakan wireless LAN/SAT, menyediakan
community acces point untuk akses publik. Pemkot
Kendari juga telah memiliki jaringan LAN dilakukan
secara terpadu di beberapa instansi. koneksi digunakan
Telkom speedy, tetapi untuk kelurahan tidak terintegrasi
dengan pemkot koneksi jaringan internet menggunakan
kabel.
4. Infrastruktur Database dan Aplikasi
Pemprov Sultra telah memiliki website untuk
up dating informasi dilakukan pihak ketiga dengan
apdating bersifat statis. Sedangkan Pemkot Kendari
juga telah memiliki website, tetapi belum memiliki
aplikasi yang mendukung e-Government.
5. Tingkat e-Literasi Pejabat Struktural
Tingkat e-literasi Pejabat Eselon III dan Eselon IV
masing-masing (50.0%) , tingkat pendidikan sarjana
S1 (27.9%),. Dari seluruh jabatan ini, 30,7% lebih tidak
menggunakan komputer, 23,8% tidak menggunakan
internet. Tidak seluruh pejabat eselon III dan eselon
IV menggunakan komputer juga mengakses internet.
Pejabat yang mengakses internet, antara 1-2 jam
sehari di tempat kerja/kantor. Kegiatan berinternet
sering dilakukan untuk mencari berita/informasi, dan
berkirim surat (e-mail). Pejabat struktural yang tidak
pernah mengakses internet, ternyata mereka memiliki
pengetahuan umum yang cukup tentang internet.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis memberikan
beberapa saran untuk pengembangan e-government
antara lain:
1. Dalam implementasi e-Government pada suatu
pemerintahan diperlukan adanya lembaga pengelola
dengan tersedianya sumber daya manusia, infrastruktur,
dan penguasaan pejabat pemerintah terhadap ICT.
2. Tingkat e-literasi pejabat struktural masih rendah,
namun pengetahuan pejabat structural dinilai cukup
memadai. Rendahnya e-Literasi pejabat structural
perlu diantisipasi oleh Departemen Komunikasi dan
Informatika melalui melalui Lembaga Pendidikan dan
Pelatihan.
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal, P.K., Portalis : the path to everything. Governement
Technology, March, 2005
Bungin et al; Penelitian Tingkat Kesempatan dan Penerimaan
Birokrasi Terhadap Teknologi Informasi Dalam Rangka
Penyusunan Model Kebijakan E-Government dan
Pemanfaatan Data Elektronik yang Layanan Publik Di
Provinsi Jawa Timur, 2004
Bungin, Burhan, H.M, Prof.Dr.S.Sos,M.Si. Sosiologi Komunikasi
Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di
Masyarakat, Edisi II, Media, Jakarta, 2006.
Rivers, William L- et.al: Media Mass & masyarakat Modren, Edisi
(Terjemahan), prenada Media, Jakarta, 2006.
Journal information & Communication Tecnology (ICT), Vo.
1.No.1. Mei, 2006, The Indonesian ICT Intitute.
Media Indonesia, 18 September 2006
Rahardjo, Budi, Membangun E-Government, PPAU
Mikroelektronika ITB, Bandung, 2006.
Tan, Alexis S., Mass Communication Theories and Research, Gird,
Publishing, Inc. Ohio, 1981.
Telematika Indonesia, Kebijakan dan Perkembangan tim ordinasi
Telematika Indonesia (TKPI), Kementerian Komunikasi
dan Informasi RI, Jakarta, 2/2004.
Young james SL., (Editor) E-government in Asia, iMarshal
Cavendish Business, Singapore, 2005.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 148
Implementasi e-Government ... ISSN : 1411-0385
Halaman ini sengaja dikosongkan
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 149
Netralitas Media Cetak Dalam Pemberitaan Kandidat
Gubernur Sulawesi Selatan Tahun 2013
Neutrality of Media Print News about Candidate of
South Sulawesis Governor 2013
RUKMAN PALA
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Makassar
Jl. Prof. Abdurahman Basalama II No. 25 Makassar Telp. 0411 4660370 Fax. 0411-4660084
rukmanpala@yahoo.co.id
Naskah diterima: 24 Oktober 2012 || Naskah disetujui: 20 November 2012
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat masyarakat tentang netralitas me-
dia cetak khususnya surat kabar harian Fajar, Tribun Timur, dan Seputar Indonesia terkait dengan
pemberitaan seputar kandidat gubernur Sulawesi selatan. Pendekatan yang digunakan penelitian ini
adalah pendekatan kuantitatif untuk mendeskripsikan prosentase kenetralan pemberitaan baik pada
kategori berita utama maupun kategori berita biasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga me-
dia cetak cenderung netral pada pemberitaannya terkait kandidat gubernur Sulawesi Selatan karena
lebih dari 60% responden menjawab netral. Temuan penelitian mendeskripsikan bahwa dari ketiga
surat kabar harian, harian Fajar prosentasenya 83,3% , sedang surat kabar harian Tribun Timur dan
Seputar Indenesai hanya 75% dan 68,3%.
Kata kunci : kandidat Gubernur, media cetak, netralitas
Abstract This study aims to determine public opinion about the neutrality of the print media
particularly dayly newspaper such as Harian Fajar, Tribun Timur and Seputar Indonesia with news
about South Sulawesi gubernatorial candidate. The approach of this research is a quantitative ap-
proach to describe the percentage of neutrality news headlines in both categories as well as regular
news category. The results showed that all three print media tend to be neutral in its news related
South Sulawesi gubernatorial candidate because more than 60% of respondents answered neutral.
The studys fndings describe that of the three daily newspapers, Harian Fajar percentage is 83.3%,
while Tribun Timur and Seputar Indonesia only 75% and 68.3%.
Key words : Governor candidate, neutrality, print media
Peneliti Madya Komunikasi
PENDAHULUAN
Pada dasawarsa yang lalu banyak teoritisi
komunikasi masih memandang media sebagai
komponen komunikasi yang netral. Pada waktu itu
berlaku asumsi bahwa media apa pun yang dipilih
untuk menyampaikan pesan-pesan komunikasi tidak
akan mempengaruhi pemahaman dan penerimaan
pesan oleh masyarakat. Lalu bagaimanakah realitas
media saat ini sebagai alat komunikasi politik dalam
sosialisasi kandidat yang bertarung pada Pemilu
Gubernur Sulawesi Selatan? Apakah media mampu
mempertahankan kenetralannya dalam Pemilukada
Gubernur Sulawesi selatan?
Dalam sebuah negara yang belum demokratis,
media massa yang netral sangat sulit ditemukan. Hal
ini dapat dipahami karena pemerintah memiliki otoritas
yang kuat dalam menjaga stabilitas. Tidak heran
jika media di dalam negara tersebut sangat selektif
menyiarkan berita dan tentunya melewati kontrol
pemerintah.Begitu juga kondisi media di negara ini
sejak dahulu. Media massa yang ada pun biasanya
merupakan representasi dari pemerintah atau Parpol
tertentu. Jadi bagaimana media mampu berperan netral
dalam menciptakan demokrasi kalau dia sendiri lahir
dari tangan-tangan politik?
Pada masa orde baru media adalah pendukung
pemerintah. Maka setiap berita pun tentu selalu
memuji pemerintah dan kalaupun ingin mengeritik
pemerintah harus dengan cara yang amat halus dan
tidak tajam. Begitu juga saat Pemilu, media tentunya
akan pro pada partai pemerintah. Menurut Mc Quail,
secara umum media massa memiliki berbagai fungsi
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 150
Netralitas Media ... ISSN : 1411-0385
bagi khalayaknya yaitu pertama, sebagai pemberi
informasi; kedua, pemberian komentar atau interpretasi
yang membantu pemahaman makna informasi; ketiga,
pembentukan kesepakatan; keempat, korelasi bagian-
bagian masyarakat dalam pemberian respon terhadap
lingkungan; kelima, transmisi warisan budaya; dan
keenam, ekspresi nilai-nilai dan simbol budaya
yang diperlukan untuk melestarikan identitas dan
kesinambungan masyarakat. Oleh karena itu media
massa seharusnya menjadi sarana pencerahan dan
transformasi nilai-nilai kebenaran agar masyarakat
dapat melihat secara apa adanya. Media sebaiknya
tidak memunculkan kesan menilai atau keberpihakan
khususnya dalam masa sosialisasi para kandidat
yang bertarung pada Pemilu Gubernur Sulawesi
Selatan Januari 2013. Biarlah masyarakat sendiri
yang akan menilai. Yang diperlukan media hanyalah
menyampaikan informasi yang sebenarnya,jelas
hitam putihnya. Sehingga masyarakat tidak terjebak
pada pilihan mereka, karena persoalan Pemilu adalah
persoalan masa depan bangsa. Media harus mampu
bersikap objektif dalam penayangan berita.
Dalam hal sosialisasi para kandidat Gubernur
Sulsel, media cetak merupakan sebuah saluran sosialisasi
dan kampanye terhadap konstituen, dalam mencermati
berita oleh media cetak, terkadang pemberitaan
menyudutkan salah satu pihak dan mengunggulkan
pihak yang lain. Atau mencari kesalahan pihak lawan
tanpa melihat juga kesalahan pihak yang dibela.
Sosialisasi melalui media surat kabar atau media
cetak memiliki andil dalam pembentukan persepsi
masyarakat. Persepsi merupakan sebuah proses
pemberian makna terhadap apa yang ditangkap dari
indera, sehingga memperoleh pengetahuan baru
dari hal tersebut. Persepsi sangat dipengaruhi oleh
informasi yang ditangkap secara keseluruhan. Begitu
juga dengan pencitraan pada dasarnya juga dipengaruhi
oleh informasi yang diterma dan dipersepsi.
Informasi atau berita dalam media massa
merupakan hasil seleksi yang dilakukan oleh gatekeeper
yang dijabat oleh pemimpin redaksi atau redaktur
pelaksana surat kabar. Berita dalam surat kabar sendiri
dapat didefenisikan sebagai sebuah laporan dari suatu
kejadian penting dan dianggap menarik perhatian
umum. Berita merupakan salah satu informasi yang
diberikan oleh surat kabar. Dalam hal penyajian
berita harus melalui seleksi. Karena isi berita sangat
berpengaruh pada minat masyarakat untuk membaca.
Oleh karena adanya seleksi dalam pemuatan
berita, maka tidak semua berita atau informasi yang
ada dapat terekspos. Berita yang dimuat biasanya
hanya berita yang memiliki nilai jual. Terkadang dari
sinilah kurang netralnya sebuah media. Media hanya
mementingkan keuntungan saja, terkadang media
kurang memperhatikan masyarakat kecil khususya.
Sehingga mereka tak pernah terjamah oleh dunia elit.
Patterson berkesimpulan bahwa informasi surat
kabar lebih efektif bagi khalayak dibanding televisi.
Sajian berita surat kabar selain bentuk kata tercetak,
juga kerap dalam bentuk visual berupa foto berita,
lambang partai politik, atau karikatur. Dari asumsi ini
terlihat bahwa surat kabar memiliki pengaruh yang
besar pula dalam sosialisasi kandidat.
Fenomena sosialisasi yang disajikan oleh para
kandidat gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Selatan
melalui media cetak dengan keadaan dan suhu politik
menjelang beberapa bulan diadakannya perhelatan
pemilukada ini. Sebelum menjawab semua itu, kiranya
tidak ada salahnya jika mencantumkan nama, nomor
urut. Sebagaimana yang diketahui bersama bahwa
pemilukada ini diikuti oleh tiga pasang kandidat yang
dimana kesemuanya datang dari berlatarbelakang
pejabat publik.
Penggunaan media massa oleh para kandidat tentu
memiliki segmentasi tersendiri. Mengenal khalayak
atau masyarakat adalah salah satu kunci sukses untuk
memenangkan persaingan. Denagan menyajikan
produk politik yang menarik mulai dari kemasan, isi
dan tampilan yang baik, serta mempunyai intensitas
lebih banyak sehingga masyarakat mampu terpengaruh
dan melakukan tindakan untuk memilih kandidat.
Sasaran utama dari kampanye yakni masyarakat
yang memiliki hak pilih. Keikutsertaan pemilih dalam
mengikuti kampanye di media massa diharapkan dapat
menumbuhkan dan meningkatkan pengetahuan dan
sikap positif terhadap pelaksanaan pemilukada yang
dilaksanakan.
Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa
sosialisasi para kandidat yang menjadi agenda media
massa dapat memberikan sumbangan terhadap
partisipasi politik, apalagi pesan yang disampaikan
memperhatikan kriteria efektivitas. Semakin efektiv
cara penyajian pesan, akan semakin mudah pula
pesan itu diterima dan dipahami oleh khalayak.Hal
ini menggambarkan pula bahwa perhatian terhadap
sosialisasi kandidat melalui media massa memiliki
peranan yang penting dalam mencapai efektivitas
pesan komunikasi yang disampaikan, sebab sebaik
apapun suatu pesan atau informasi yang dikemas dan
disajikan dengan menggunakan berbagai media, namun
belum dapat menarik atau mempengaruhi perahtian
khalayak, maka kegiatan komunikasi tersebut tidaklah
mempunyai efektivitas terhadap khalayak.
Dengan demikian maka permasalahan utama
dalam penelitian ini adalah bagaimana netralitas media
cetak dalam pemberitaan kandidat Gubernur Sulawesi
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 151
Selatan periode 2013 2018? Adapun tujuan penelitian
ini yaitu untuk mengetahui netralitas media cetak
terhadap pemberitaan kandidat gubernur Sulawesi
Selatan periode 2013 2018. Manfaat dari penelitian ini
secara praktis diharapkan dapat memberikan masukan
pada media cetak yang dijadikan objek penelitian,
sedang manfaat secara akademis diharapkan dapat
menjadi rujukan bilamana ada penelitian yang relevan.
Dalam komunikasi massa menurut Ensiklopedi
Pers Indonesia (1991 : 314), komunikasi massa
didefenisikan sebagai bentuk komunikasi yang
menggunakan sarana-sarana teknik yang mampu
menyampaikan pesan kepada suatu khalayak yang
besar dalam waktu relatif atau bahkan secara langsung.
Komunikasi massa adalah penyebaran pesan
dengan menggunakan media massa yang ditujukan
kepada massa yang abstrak atau sejumlah orang yang
tidak nampak oleh si penyampai pesan. Pembaca
koran, pendengar radio, penonton flm dan penonton
televisi tidak nampak oleh komunikator. Komunikasi
massa atau komunikasi melalui medi massa sifatnya
satu arah (one way traffc). Pesan yang disebarkan oleh
komunikator, tidak diketahui apakah pesan itu diterima,
dimengerti, atau dilalakukan oleh komunikan.
Menurut Wahyudi (2006 : 42) memberi defnisi
komunikasi massa yang menggunakan media massa
modern yang terbit atau disiarkan secara periodik.
Defnisi lain seperti yang diuraikan Effendi (1981:
59) menyatakan bahwa komunikasi massa adalah
komunikasi melalui media massa modern, yang
meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang
luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada
umum, dan flm yang dipertunjukkan di gedung-
gedung bioskop. Sedangkan menurut Freidsow (dalam
Rakhmat, 1992 : 188) komunikasi massa dibedakan
dari jenis komunikasi lainnya dengan suatu kenyataan
bahwa komunikasi dialamatkan pada sejumlah populasi
dari berbagai kelompok dan bukan hanya satu atau
beberapa individu atau sebagian khusus populasi.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Rakhmat
(1988:5) komunikasi massa adalah komunikasi umumm
bukannya bersifat pribadi. Pesan-pesan bukan hanya
ditujukan pada satu orang saja, isinya pun terbuka bagi
setiap orang, anggota-anggota khalayaknya menyadari
bahwa setiap anggota memperoleh materi atau pesan
yang sama.
Media massa adalah media yang digunakan dalam
menyampaikan pesan dari sumber pada khalayak
(penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi
mekanis seperti surat kabar, flm, radio dan televisi.
Sederhananya perkembangan permulaan media massa
sampai kepada modernisasi pada saat sekarang ini.
Peralihan dari pemilikan atau bahkan penguasaan
terhadap media massa relatif tidak berubah hanya
berganti variasi yang mana media massa memperkuat
kelas-kelas sosial yang ada dalam suatu masyarakat
itu sendiri daripada diakibatkan oleh kehadiran media
massa.
Dalam buku Ilmu, Teori, Filsafat Komunikasi
karya Onong Uchjana Effendy disebutkan bahwa teori
Agenda setting model untuk pertama kali ditampilkan
oleh M.E Mc. Combs dan D.L. Shaw dalam Public
Opinion Quarterly terbitan tahun 1972, berjudul The
Agenda-Setting Function of Mass Media. Kedua pakar
tersebut mengatakan bahwa : Jika media memberikan
tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan
mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya
penting. (Effendy, 2003:287)
Adapun fungsi dari Agenda setting model seperti
yang diungkapkan M.E Mc. Combs dan D.L. Shaw dan
di kutip kembali oleh Tommy Suprapto dalam bukunya
yang berjudul Pengantar Teori Komunikasi adalah
sebagai berikut: Ide tentang fungsi Agenda Setting
dari media massa berhubungan dengan konsep spesifk
mengenai hubungan kuat yang positif antara perhatian
komunikasi massa dan penonjolan terhadap topic-
topik penting itu untuk individu khalayak. Konsep
ini dinyatakan dalam istilah kausal : meningkatnya
penonjolan topik atau issu dalam media massa
(penyebab) yang mempengaruhi topik atau issu yang
terdapat diantara para khalayak(Suprapto, 2006 : 46).
Teori Agenda Setting dimulai dengan suatu
asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel,
atau tulisan yang akan disiarkannya. Secara selektif,
gatekeepers seperti penyunting, redaksi, bahkan
wartawan sendiri menentukan mana yang pantas
diberitkan dan mana yang harus disembunyikan. Setiap
kejadian atau isu diberi bobot tertentu dengan panjang
penyajian (ruang dalam surat kabar, waktu pada televisi
dan radio) dan cara penonjolan (ukuran judul, letak
pada suratkabar, frekuensi penayangan, posisi dalam
suratkabar, posisi dalam jam tayang).
Teori Agenda Setting pertama dikemukakan oleh
Walter Lippman (1965) pada konsep The World
Outside and the Picture in our head (Fatmafarama
2011), penelitian empiris teori ini dilakukan Mc Combs
dan Shaw ketika mereka meniliti pemilihan presiden
tahun 1972. Mereka mengatakan antara lain walaupun
para ilmuwan yang meneliti perilaku manusia belum
menemukan kekuatan media seperti yang disinyalir
oleh pandangan masyarakat yang konvensional,
belakangan ini mereka menemukan cukup bukti bahwa
para penyunting dan penyiar memainkan peranan yang
penting dalam membentuk realitas social kita, ketika
mereka melaksanakan tugas keseharian mereka dalam
menonjolkan berita. Khalayak bukan saja belajar
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 152
Netralitas Media ... ISSN : 1411-0385
tentang isu-isu masyarakat dan hal-hal lain melalui
media, meraka juga belajar sejauhmana pentingnya
suatu isu atau topik dari penegasan yang diberikan
oleh media massa. Misalnya, dalam merenungkan apa
yang diucapkan kandidat selama kampanye, media
massa tampaknya menentukan isu-isu yang penting.
Dengan kata lain, media menetukan acara (agenda)
kampanye.
Dampak media massa, kemampuan untuk
menimbulkan perubahan kognitif di antara individu-
individu, telah dijuluki sebagai fungsi agenda setting
dari komunikasi massa. Disinilah terletak efek
komunikasi massa yang terpenting, kemampuan media
untuk menstruktur dunia buat kita. Tapi yang jelas
Agenda Setting telah membangkitkan kembali minat
peneliti pada efek komunikasi massa.
Ide dasar pendekatan Agenda Setting seperti
yang sering dikemukakan Bernard Cohen (1963)
dalam Sukarman (2005) adalah bahwa pers lebih
daripada sekadar pemberi informasi dan opini. Pers
mungkin saja kurang berhasil mendorong orang
untuk memikirkan sesuatu, tetapi pers sangat berhasil
mendorong pembacanya untuk menentukan apa yang
perlu dipikirkan.
Dalam studi pendahuluan tentang Agenda Setting
menunjukkan hubungan di antara beberapa surat kabar
tertentu dan pembacanya dalam isu-isu yang dianggap
penting oleh media dan publik. Jenjang pentingnya isu
publik ini disebut sebagai salience. Akan tetapi, studi
ini sendiri bukanlah Agenda Setting seperti yang kita
maksudkan, karena arah penyebabnya tidaklah jelas.
Baik media ataupun publik bisa saja menimbulkan
kesepakatan tentang jenjang isu-isu publik.
Selain itu, studi pendahuluan ini masih berupa
suatu perbandingan umum, bukan perbandingan
individual, seperti yang ditetapkan dalam hipotesis
Agenda Setting ini. McCombs dan Shaw dalam Suryanti
(2006) mengakui keterbatasan ini dalam studinya dan
mengungkapkan bahwa penelitian-penelitian lain
harus meninggalkan konteks sosial yang umum dan
memakai konteks psikologi sosial yang lebih spesifk.
Sayang sekali saran ini tidak sepenuhnya diikuti
dalam hampir seluruh penelitian agenda setting yang
dilakukan kemudian (Becker, 1982).
Di pihak lain, studi-studi berikutnya tentang
Agenda Setting berhasil menetapkan urutan waktu
dan arah penyebab. Dalam kondisi tertentu, peneliti
menunjukkan bahwa media massa benar-benar dapat
menentukan agenda bagi khalayak yang spesifk, paling
tidak pada suatu tingkat agregatif membandingkan
agenda pembaca-pembaca sebuah surat kabar dengan
pembaca-pembaca surat kabar lain di Madison,
Wisconsin. Dari pengamatan ini ia dapat menunjukkan
bahwa dalam batas-batas tertentu ada perbedaan di
antara keduanya. (Suherman, 2004).
Teori ini menganggap bahwa media massa
dengan memberikan perhatian pada isu tertentu dan
mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh
terhadap pendapat umum. Orang akan cenderung
mengetahui tentang hal-hal yang diberitakan
media massa dan menerima susunan prioritas yang
diberikan media massa terhadap isu-isu yang berbeda.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Teori
Komunikasi Massa, yaitu: Agenda Setting model yang
dirumuskan oleh Backer dan dikutip kembali oleh
jalaludin Rakhmat dalam buku Metode Penelitian
Komunikasi, mengatakan : Model Agenda Setting
merupakan salah satu model teori komunikasi
yang merupakan pengembangan dari teori jarum
hipodermik, asumsi dasar model ini membentuk
persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting.
Karena model ini mengansumsikan adanya hubungan
positif antara penilaian yang diberikan oleh media
pada suatu persoalan. Singkatnya apa yang dianggap
penting oleh media, akan dianggap penting juga bagi
masyarakat(Rakhmat, 2000 : 68-69)
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif
dengan pendekatan survei yang lebih menekankan
pada jenis penelitian deskriptif yaitu penelitian
yang tidak bertujuan untuk menjelaskan hubungan/
pengaruh antara variable tetapi hanya menggambarkan
tanggapan masyarakat terhadap netralitas media cetak
pada pemberitaan kandidat gubernur Sulawesi Selatan
periode 2013 2018. Konsep penelitian ini ditunjukkan
pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Konsep
Media cetak yang dimaksudkan dalam objek
penelitian ini adalah surat kabar harian Fajar, surat
kabar harian Tribun Timur, dan surat kabar harian
Seputar indinesia. Pemberitaan yang dimaksudkan
pada surat kabar tersebut adalah pemeberitaan seputar
kandidat Gubernur Sulawesi Selatan pada bulan
September dan Oktober tahun 2012 pada hedline berita
utama (halaman depan) dan pemberitaan pada halaman
lainnya diluar halaman utama yang juga disebut berita
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 153
biasa.
Masyarakat yang dimaksudkan dalam penelitian
ini sebagai responden adalah masyarakat yang aktif
membaca surat kabar pada setiap harinya, terutama
yang terkait dengan pemberitaan seputar kandidat
Gubernur Sulawesi Selatan.
Dalam melakukan penelitian ini menggunakan dua
jenis data yaitu :
a) Data Primer
Data ini diperoleh melalui studi lapang dengan
menggunakan teknik wawacara. Dalam pelaksanaannya
mengumpulkan data melalui komunikasi dengan para
responden. responden yang dimaksud disini adalah
orang-orang yang kesehariannya membaca berita
tentang kandidat gubernur sulsel.
b) Data Sekunder
Data ini diperoleh melalui studi kepustakaan
dengan cara membaca buku, literature, dan berbagai
informasi tertulis lainnya yang berkenaan dengan
masalah yang di teliti. Data Sekunder ini dimaksudkan
sebagai data penunjang guna melengkapi hasilm
peneliti ini nantinya.
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat
pembaca surat kabar harian fajar, tribun timur, dan
seputar Indonesia yang ada dikelurahan tamamaung
kota Makassar. Adapun sampel dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling
dengan menentukan 30 responden yang kesehariannya
membaca berita tentang kandidat gubernur Sulawesi
Selatan.
Data penelitian dianailsis secara kuantitatif dengan
menggunkan tabel frekuensi dan penarasiannya dengan
menyebut angka persentase guna mengetahui tingkat
netralitas pemberitaan media cetak tentang kandidat
gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Selatan periode
2013 -2018.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Surat Kabar Harian
1. Surat Kabar Harian Fajar
Harian Fajar. Surat kabar harian terbesar di
luar pulau Jawa dan pemimpin pasar di Indonesia
Timur. Surat kabar berumur 31 tahun dan berpusat di
Makassar ini juga merupakan induk dari banyak telur:
Ujung Pandang Ekspres, Berita Kota Makassar, Timor
Ekspres, Ambon Ekspress, Kendari Ekspres, Kendari
Pos, Radar Buton, Radar Bone, Radar Sulbar, Palopo
Pos, Pare Pos, Radar Bulukumba,dan lainnya.
Pertama beroperasi pada 1981, Fajar mengontrak
kantor di jalan Ahmad Yani nomor 15 Makassar,
tepatnya di gedung kantor bekas percetakan dan
toko buku Druckeymilik Belanda yang kemudian
dinasionalisasi menjadi percetakan Bhakti. Kantor
Ahmad Yani sangat sederhana. Saking sederhananya,
WC-nya pun tidak ada.
Dengan menggunakan peralatan mesin ketik, Fajar
beroperasi dengan hanya mengandalkan tiga wartawan:
Abun Sanda , Aidir Amin Daud, dan Hamid Awaluddin.
Untuk urusan administrasi dan keuangan, diserahkan
kepada Syamsu Nur (sekarang Direktur Utama Fajar
Group).
Langkah strategis diambil pada akhir tahun 1988:
Fajar bergabung dengan Jawa Pos Grup yang dipimpin
Dahlan Iskan.
Dalam siklus bisnis, Fajar sekarang berada dalam
posisi teratas. Misinya sekarang sederhana saja:
mempertahankan posisi untuk tetap menjadi yang
teratas. Tantangan yang berat, mengingat surat kabar
pesaing mulai bermunculan dan berkembang:Seputar
Indonesia, Tribun Timur, dan Koran Tempo.
2. Surat Kabar Harian Tribun Timur
Delapan tahun silam , harian Tribun Timur lahir di
bumi Anging Mammiri. Proses pase demi pase lahirnya
Koran yang kini kian tumbuh dan menghujamkan akar
disanubari masyarakat. Delapan tahun silam, tepat
tanggal 9 februari 2003, semuanya serba bergegas,
Malam itu, bertempat di jalan perintis kemerdekaan,
sebanayk 50 jurnalis muda berdebar-debar menanti
lahirnya media yang konsepnya telah dipelajari selama
6 bulan.
Saat itu ada kebutuhan mendesak untuk lahirnya
sebuah media baru, publik Sulawesi Selatan dan
Indonesia timur menunggu lahirnya media yang tidak
hanya merekam dinamika dimasyarakat sehari- hari,
yang dimasa itu tidak seberapa punya posisi tawar
di politik dan pemerintahan, pendidikan bagi para
jurnalis dimulai sejak bulan September. Saat itu, para
jurnalis dilatih dengan teori hingga praktik jurnalistik,
selama enam bulan, mereka diterjunkan kemasyarakat
demi mengumpulkan berita dari berbagai sisi. (Yusran
Darman /timurangin@yahoo.com)
3. Harian Seputar Indonesia
Koran Seputar Indonesia terbit perdana, pada
30 Juni 2005. Dilahirkan oleh PT Media Nusantara
Informasi (MNI), sub-sidiary dari PT. Media Nusantara
Citra (MNC) yang menaungi RCTI, TPI, Global TV
dan Trijaya Network. PT. MNC sudah sangat berpenga-
laman dalam mengelola media serta terbilang mapan
dan berpengaruh, baik di kalangan masyarakat maupun
pengambil keputusan. Sebagai surat kabar baru, Koran
Seputar Indonesia ditujukan untuk memudahkan
sekaligus memenuhi kebutuhan pembaca dalam satu
keluarga. Pada saat sang Bapak memilih news, sang
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 154
Netralitas Media ... ISSN : 1411-0385
Ibu bisa leluasa membaca lifestyle, sedangkan si Anak
bebas membaca sport. Atau sang Bapak bisa membawa
news ke kantor dengan meninggalkan lifestyle untuk
dibaca Ibu di rumah, sementara si Anak memasukkan
sport ke dalam tas untuk dibaca dalam perjalanan.
Pendeknya, mereka bisa bertukar section tanpa harus
mengganggu keasyikan masing-masing.
Koran Seputar Indonesia hadir setiap pagi dengan
sajian berita-berita yang akurat, mendalam, penuh gaya
dan warna. Koran Seputar Indonesia juga akan menyapa
pembaca dengan sentuhan jurnalisme khas untuk
selalu memberikan lebih dari sekadar berita. Apalagi
ditunjang dengan kreatiftas visual yang progresif dan
tidak konservatif, Koran Seputar Indonesia yakin akan
menjadi media yang unik.
Sajian berita yang bersahabat, karena pemanfaatan
bahasa dan image yang ramah (tidak berdarah-darah),
aktual dan informatif, karena berita terkini disajikan
dengan ringkas dan jelas dengan topik-topik yang
hangat. Koran yang menghibur karena didukung
oleh desain yang menarik dan tidak membuat kening
berkerut. Mampu mengakomodasi Feature Lifestyle
dan Infotainmen sekuat berita. Sajian berita yang
bersifat Non Partisan atau tidak memihak dan dapat
dipercaya.
Karakteristik Responden
Penelitian ini mengambil data dari 30 responden.
Seluruh responden diambil berdasarkan usia, latar
belakang pendidikan dan pekerjaan yang berbeda-beda
agar distribusi responden lebih beragam.
Gambar 2. Usia Responden
Berdasarkan Gambar 2 diatas menunjukkan bahwa
responden yang berusia 30-40 tahun sebanyak 37%
dengan persentase yang paling tinggi kemudian disusul
dengan 20- 30 tahun atau sekitar 30%, selanjutnya
23% yang berusia 40-50 tahun dan 50 sampai 60
tahun hanya 10%.. Hal ini mendeskripsikan bahwa
dominanasi responden membaca surat kabar harian
dengan berita tentang kandidat gubernur Sulsel tahun
2013 didominasi pada usia 30-40 tahun.
Gambar 2 menunjukkan distribusi responden
menurut pendidikannya. Dapat dilihat bahwa pendidikan
responden 43% berpendidikan S1, 27% berpendidikan
SMA dan 17% berpendidikan S2, dan hanya 6% yang
berpendidikan SMP. Hal ini mendeskripsikan bahwa
antusias dan yang dominan responden membaca surat
kabar cenderung Nampak pada persentase kategori
pendidikan responden.
Gambar 2. Pendidikan Responden
Gambar 3 menunjukkan distribusi responden
menurut pekerjaannya. Dari gambar dapat dilihat bahwa
pekerjaan responden mayoritas pegawai negeri sipil
sekitar 57%, disusul pengusaha 20%, sedang pegawai
swasta hanya 10%. Hal ini mendeskripsikan bahwa
ternyata pegawai negeri sipil lebih dominan membaca
surat kabar harian yang menjadi objek penelitian ini.
Hasil Penelitian
Penelitian ini menetapkan 30 responden yang aktif
membaca surat kabar harian Fajar, Tribun Timur, dan
Seputar Indonesia dengan demikian maka responden
memberikan penilaian tentang kenetralan dari pada
pemberitaan media surat kabar tersebut untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Grafk 1.
Berdasarkan data tentang headline atau berita
utama pada surat kabar harian Fajar bahwa dari 30
Gambar 3. Pekerjaan Responden
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 155
responden pembaca menunjukkan 28 responden
atau 93,3% memberikan jawaban bahwa berita utama
terkait dengan kandidat gubernur Sulawesi Selatan
pemberitaannya netral tidak menguntungkan dan tidak
merugikan salah satu kandidat tetapi memberikan forsi
yang sama pada kandidat untuk diposisikan pada berita
utama atau headline surat kabar harian Fajar.
Grafk 1. Berita Utama SKH Fajar
Responden yang menjawab kurang netral dan
tidak netral masing masing 1 responden atau sekitar
3,3%. Dengan demikian bahwa surat kabar harian
Fajar pada berita utamanya tentang kandidat gubernur
Sulawesi Selatan hampir 100% dari total 30 responden
menyatakan harian Fajar adalah media yang propesional
dalam memberitakan kandidat Gubernur Sulsel dengan
menjaga netralitasnya.
Grafk 2. Berita Biasa SKH Fajar
Berdasarkan data diatas tentang berita biasa pada
surat kabar harian Fajar bahwa dari 30 responden
pembaca menunjukkan 25 responden atau 83,3%
memberikan jawaban bahwa berita biasa terkait dengan
kandidat Gubernur Sulawesi Selatan pemberitaannya
netral tidak memihak kepada salah satu kandidat tetapi
memberikan porsi yang sama pada semua kandidat
untuk diposisikan pada berita biasa.
Responden yang menjawab kurang netral sebanyak
3 responden atau 10% dan yang menjawab tidak
netral ada 2 responden atau 6,7%. Dengan demikian
bahwa surat kabar harian fajar pada berita biasa
tentang kandidat gubernur Sulawesi Selatan mayoritas
responden menyatakan surat kabar harian Fajar adalah
media yang cukup propesional dalam memberitakan
kandidat gubernur Sulsel dengan menjaga netralitasnya
walaupun 5 responden atau 16,7% yang menyatakan
kurang netral atau tidak netral.
Jika dilihat jawaban responden dari dua kategori
berita, baik yang kategori berita utama maupun kategori
berita biasa menggambarkan bahwa ada sekitar 3
responden atau sekitar 10% yang memberikan jawaban
yang berbeda pada kedua kategori pemberitaan, karena
persentase jawaban dari kedua kategori pemberitaan
lebih tinggi persentasenya netralitas berita utama
tentang kandidat gubernur Sulawesi Selatan dibanding
dengan berita biasa.
Grafk 3. Berita Utama SKH Tribun Timur
Berdasarkan data diatas tentang hedlaine atau
berita utama pada surat kabar Tribun Timur bahwa dari
30 responden pembaca menunjukkan 22 responden
atau 73,3% memberikan jawaban bahwa berita utama
terkait dengan kandidat Gubernur Sulawesi Selatan
pemberitaannya netral tidak menguntungkan dan tidak
merugikan salah satu kandidat tetapi memberikan porsi
yang sama pada semua kandidat untuk diposisikan
pada berita utama atau hetline surat kabar harian Tribun
Timur.
Responden yang menjawab kurang netral sebanyak
5 responden atau 16,7% dan yang menjawab tidak
netral ada 3 responden atau 10%. Dengan demikian
bahwa surat kabar harian Tribun Timur pada berita
utama tentang kandidat Gubernur Sulawesi Selatan
mayoritas responden menyatakan surat kabar harian
Fajar adalah media yang cukup propesional dalam
memberitakan kandidat Gubernur Sulsel dengan
menjaga netralityasnya, walaupun ada sebanyak 8
responden atau 26,7% yang menyatakan kurang netral
atau tidak netral tetapi masih lebih dari 70% yang
menyatakan netral.
Berdasarkan data di atas tentang berita biasa pada
surat kabar harian Tribun Timur (Grafk 4) bahwa dari
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 156
Netralitas Media ... ISSN : 1411-0385
30 responden pembaca menunjukkan 23 responden
atau 76,7% memberikan jawaban bahwa berita biasa
terkait dengan kandidat gubernur Sulawesi Selatan
pemberitaannya netral tidak memihak kepada salah
satu kandidat tetapi memberikan porsi yang sama pada
semua kandidat untuk diposisikan pada berita biasa.
Responden yang menjawab kurang netral sebanyak
4 responden atau 13,3% dan yang menjawab tidak
netral ada 3 responden atau 10%. Dengan demikian
bahwa surat kabar harian tribun timur pada berita
biasa tentang kandidat Gubernur Sulawesi Selatan
mayoritas responden menyatakan surat kabar harian
Tribun Timur adalah media yang cukup propesional
dalam memberitakan kandidat Gubernur Sulsel dengan
menjaga netralitasnya walaupun 7 responden atau
23,3% yang menyatakan kurang netral atau tidak netral.
Jika dilihat jawaban responden dari dua kategori
berita, baik yang kategori berita utama maupun kategori
berita biasa menggambarkan bahwa hanya sedikit
perbedaan karena hanya 1 responden atau sekitar 3,3%
yang memberikan jawaban yang berbeda pada kedua
kategori pemberitaan, karena persentase jawaban dari
kedua kategori pemberitaan lebih tinggi persentasenya
netralitas berita biasa tentang kandidat Gubernur
Sulawesi Selatan dibanding dengan berita utama.
Grafk 4. Berita Biasa SKH Tribun Timur
Grafk 5. Berita Utama SKH Seputar Indonesia
Berdasarkan data yang ditunjukkan Grafk 5 tentang
headline atau berita utama pada surat kabar harian
Seputar Indonesia bahwa dari 30 responden pembaca
menunjukkan 20 responden atau 66,7% memberikan
jawaban bahwa berita utama terkait dengan kandidat
Gubernur Sulawesi Selatan pemberitaannya netral
tidak menguntungkan dan tidak merugikan salah satu
kandidat tetapi memberikan Porsi yang sama pada
semua kandidat untuk diposisikan pada berita utama
atau headline surat kabar harian Seputar Indonesia.
Responden yang menjawab kurang netral sebanyak
6 responden atau 20% dan yang menjawab tidak netral
ada 4 responden atau 13,3%. Dengan demikian bahwa
surat kabar harian Seputar Indonesia pada berita
utama tentang kandidat Gubernur Sulawesi Selatan
mayoritas responden menyatakan cukup propesional
dalam memberitakan kandidat gubernur sulsel dengan
menjaga netralitasnya, walaupun ada sebanyak 10
responden atau 33,3% yang menyatakan kurang netral
atau tidak netral tetapi masih lebih dari 60% yang
menyatakan netral.
Grafk 6. Berita Biasa SKH Seputar Indonesia
Berdasarkan data diatas tentang berita biasa
pada surat kabar harian Seputar Indonesia bahwa dari
30 responden pembaca menunjukkan 21 responden
atau 70% memberikan jawaban bahwa berita biasa
terkait dengan kandidat gubernur Sulawesi Selatan
pemberitaannya netral tidak memihak kepada salah
satu kandidat tetapi memberikan porsi yang sama pada
semua kandidat untuk diposisikan pada berita biasa.
Responden yang menjawab kurang netral sebanyak
5 responden atau 16,7% dan yang menjawab tidak netral
ada 4 responden atau 13,3%. Dengan demikian bahwa
surat kabar harian Seputar Indonesia pada berita biasa
tentang kandidat Gubernur Sulawesi Selatan mayoritas
responden menyatakan surat kabar harian Seputar
Indonesia adalah media yang cukup propesional
dalam memberitakan kandidat gubernur Sulsel dengan
menjaga netralitasnya walaupun 9 responden atau 30%
yang menyatakan kurang netral atau tidak netral.
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 157
Jika dilihat jawaban responden dari dua kategori
berita, baik yang kategori berita utama maupun kategori
berita biasa menggambarkan bahwa hanya sedikit
perbedaan karena hanya 1 responden atau sekitar 3,3%
yang memberikan jawaban yang berbeda pada kedua
kategori pemberitaan, karena persentase jawaban dari
kedua kategori pemberitaan lebih tinggi persentasenya
netralitas berita biasa tentang kandidat Gubernur
Sulawesi Selatan dibanding dengan berita utama.
Pembahasan
Dari hasil penelitian mendeskripsikan bahwa ketiga
media cetak dari penilaian responden memposisikan
diri sebagai media cetak yang netral terhadap
pemberitaannya terbukti dengan lebih 50% responden
memberikan jawaban bahwa ketiga media cetak yang
menjadi objek penelitian netral dalam pemberitaannya
tentang seputar kandidat Gubernur Sulawesi Selatan
baik yang dimuat diberita utama (headline) maupun
yang dimuat pada berita biasa. Dengan demikian
maka media cetak khususnya surat kaabar harian yang
dijadikan objek penilaian responden menggambarkan
idialisme dan profesionalisme sebagaimana tuntutan
pers yang bertanggung jawab dengan tidak berpihak
pada salah satu kandidat atau menguntungkan dan
merugikan kandidat lainnya.
Dari ketiga surat kabar harian ini yang dijadikan
penilaian responden pada pemberitaan diberita
utamanya surat kabar harian Fajar memiliki persentase
lebih tinggi dibanding dengan kedua surat kabar lainnya
yaitu 93,3% , sedang surat kabar harian Tribun Timur
73,3% , dan surat kabar harian Seputar Indonesia
66,7%. Kenetralan surat kabar harian Fajar pada
pemberitaan diberita utama seputar kandidat gubernur
Sulawesi Selatan dibanding dengan kedua surat kabar
harian lainnya menunjukkan adanya perbedaan yang
sangat signifkan yaitu kurang lebih 20% dibawah
persentase harian Fajar.
Pada pemberitaan seputar kandidat gubernur
pada berita biasa surat kabar harian fajar menempati
posisi tertinggi dengan 83,3%, surat kabar tribun
timur berada diurutan kedua dengan 76,7%, dan surat
kabar harian seputar Indonesia 70%. Dengan demikian
menggambarkan bahwa pada berita biasa kandidat
Gubernur Sulawesi Selatan perbedaan prosentasenya
tidak seperti pada berita utma, karena pada
pemberitaan di berita biasa cenderung mendeskripsikan
keseimbangan pemberitaan dengan tidak terlalu jauh
perbedaan prosentasenya.
Selanjutnya kecenderungan menjadi temuan dalam
penelitian ini adalah surat kabar harian Fajar lebih
profesional memuat berita seputar kandidat gubernur
Sulawesi Selatan dibanding dengan kedua surat kabar
harian lainnya karena terbukti bahwa baik dimuat
diberita utama maupun diberita biasa surat kabar harian
Fajar mendeskripsikan lebih tinggi persentasenya yaitu
sebanyak 88,3% , sedang surat kabar harian Tribun
Timur 75%, dan surat kabar harian Seputar Indonesia
68,3%. Dengan demikian ketiga surat kabar cenderung
netral tetapi yang lebih tinggi persentase yang adalah
surat kabar harian Fajar.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan
bahwa ketiga surat kabar harian yang menjadi objek
yang dinilai responden seputar pemberitaan kandidat
Gubernur Sulawesi Selatan baik yang termuat di berita
utama maupun termuat di berita biasa menjukkan
netralitasnya karena ketiga surat kabar harian ini
persentasenya lebih dari 65%, dengan demikian bahwa
dibawah 35% responden yang menjawab kurang nettral
atau tidak netral. Surat kabar harian Tribun Timur dan
surat kabar harian Seputar Indonesia lebih cenderung
seimbang prosentase pemberitaannya seputar kandidat
Gubernur Sulawesi Selatan dengan masing masing
dibawah 80% baik yang termuat diberita utama maupun
yang termuat diberita biasa, khusus untuk pemberitaan
diberita utama selisihnya sekitar 7% dan di berita biasa
selisihnya sekitar 6%. Surat kabar harian Fajar menurut
penilaian rseponden cenderung lebih netrall dengan
dua surat kabar lainnya seputar pemberitaan kandidat
gubernur Sulawesi Selatan dengan prosentase lebih
80% baik yang termuat di berita utama begitu juga
yang dimuat di berita biasa.
Ketiga media cetak yang menjadi objek penilaian
responden terkait dengan pemberitaan seputar
kandidat Gubernur Sulawesi Selatan cenderung netral
berdasarkan hasil penelitian oleh karena itu disarankan
bahwa penilaian responden terhadap ketiga surat
kabar harian ini minimal dipertahankan agar tetap
eksis sebagai media yang objektif dan profesional.
Menjelang pilgub Sulawesi Selatan yang tinggal kurang
lebih dua bulan sebaiknya media cetak khusunya
ketiga surat kabar harian ini lebih agresif untuk
memuat dalam pemberitaan terkait dengan pemilihan
gubernur Sulawesi Selatan dengan tetap dalam koridor
idialisme dan profesinalisme tanpa terpengaruh dengan
kepentingan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Balai
Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi
dan Informatika (BBPPKI) Makassar. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf BBPPKI
Makassar dan staf Pemerintah Daerah di Sulawesi
Selatan yang telah terlibat dalam pengumpulan data
terkait penelitian ini.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 158
Netralitas Media ... ISSN : 1411-0385
DAFTAR PUSTAKA
Arifn, R, 1988. Komunikasi dan Media Massa, Jakarta, Rineke
Cipta
Effendy, 2003. Pengembangan Teori Komunikasi, Jakarta, Ghalia
Indonesia
Ensiklopedi Nasional Indonesia 1991. Analisis Isi Kecenderungan
Isi Pers Indonesia, Gramedia Pustaka
Fatmafarama. (2011, nov 14). blog fatmafarama. Retrieved 12 05,
2012, from wordpress: http://fatmafarama.wordpress.com/
2011/11/14/ agenda-setting-media-dan-penerapannya/
Griffn, EM, 2003. A frst look At Communication Theory, The
McGraw-Hill Company Inc
Joseph Medill Patterson. Pendirian koran milik Tribune di New
York Daily News didirikan tahun 1919 ,Chicago Tribune
Rakhmat, Jalaluddin, 1988. Psikologi Komunikasi,
Remadja Karya, Bandung
Rakhmat, 1992. Komunikasi massa dibedakan dari jenis komunikasi
lainnya, Perpustakaan Universitas Islam Bandung
Suprapto, 2006. Audience Research, Pengantar Studi Penelitian
Terhadap Pembaca, Pendengar, dan Pemirsa. Bandung,
Remadja Karya
Sukarman, 2005. Sosiologi Komunikasi Massa, Remadja Karya,
Bandung
Wahyudi, 2006. Peranan Komunikasi Massa Dalam Pembangunan,
Gajah Mada University Press, Yogyakarta
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 159
Penggunaan Telepon Selular, Komputer dan Internet
oleh Masyarakat di Daerah Tertinggal
Use of Mobile Phones, Computers,
and Internet by Disadvantaged Communities
CHRISTIANY JUDITHA
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Makassar
Jl. Prof. Abdurahman Basalama II No. 25 Makassar Telp. 0411 4660370 Fax. 0411-4660084
ithajuditha@yahoo.com
Naskah diterima: 8 Oktober 2012 || Naskah disetujui: 20 November 2012
Abstrak Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi bukan lain hal yang asing di kota-ko-
ta besar, namun tidak demikian dengan wilayah-wilayah terpencil dan tertinggal. Daerah tertinggal
seperti Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah yang kurang berkembang dan penduduknya rela-
tif tertinggal dibandingkan daerah lain dalam skala nasional. Akses untuk memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi pun relatif minim, karena terbatasnya sarana serta infratruktur yang me-
madai sehingga terjadi kesenjangan digital. Upaya melakukan pemetaan penggunaan TIK (telepon
selular, komputer dan internet) di propinsi NTT, dianggap penting sebagai bahan evaluasi untuk
pengembangan daerah sejenis dimasa mendatang. Hasil penelitian menggambarkan bahwa telepon
selular yang paling banyak dimiliki responden dan hanya digunakan sebagai media komunikasi
(menelepon/menerima telepon serta mengirim/menerima SMS). Responden juga berada pada tahap
early adopter atau perintis menerima atau menggunakan teknologi telepon selular. Sedangkan peng-
gunaan komputer dan internet masih sangat minim dan terbatas oleh kalangan pekerja dan pelajar/
mahasiswa saja. Ini karena tuntutan pekerjaan dan pendidikan responden yang menuntut mereka
menggunakan komputer dan internet tersebut untuk mengetik, serta mencari informasi. Masyarakat
umum yang dalam penelitian kebanyakan bekerja sebagai petani/nelayan hampir seluruhnya belum
memanfaatkan komputer dan internet. Untuk kedua teknologi ini responden berada pada tahap late
majority atau pengikut akhir, ini ditandai dengan sangat minimnya responden yang menggunakan
kedua teknologi tersebut.
Kata kunci : daerah tertinggal, internet, komputer, telepon seluler, TIK
Abstract The use of information and communication technology is not a stranger in the other
big cities, but not so with the outlying areas and lagging. Developed areas such as the East Nusa
Tenggara is less developed regions and the population relatively low compared to other areas on a
national scale. Access to harness information and communication technologies were relatively low,
due to lack of adequate facilities and infrastructure resulting digital divide. Efforts to map the use
of ICTs (mobile phones, computers and the internet) in the province of NTT, considered essential to
evaluate candidates for the future development of similar areas. The results illustrate that mobile
phones are the most widely owned by respondents and only used as a medium of communication (call
/ receive calls and send / receive SMS). Respondents also were at the stage of early adopter or pio-
neer receiving or using mobile phone technology. While the use of computers and the internet is still
very low and limited by the workers and students or students only. This is because of the demands of
work and education of respondents claim they use of computers and the internet to type, and search
for information. The general public in the study mostly work as farmers / fshermen almost entirely
do not use computers and the internet. For both technologies the respondents are in the late stages of
majority or follower end, is characterized by the very lack of respondents who use both technologies.
Key words : disadvantaged areas, internet, computers, cell phones, ICT
Peneliti Muda Komunikasi
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 160
Penggunaan Telepon ... ISSN : 1411-0385
PENDAHULUAN
Kehadiran Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) dirasakan semakin penting dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari. Dari tahun ke tahun penggunaan
TIK semakin meningkat tidak hanya di tempat kerja
namun juga di institusi pendidikan dan rumah tangga.
Sekarang ini berbagai peralatan TIK yang digunakan
masyarakat sudah banyak dilengkapi dengan ftur-ftur
yang memudahkan mereka menyelesaikan masalah
mulai dari komputerisasi katalog pada perpustakaan,
e-banking, penarikan uang melalui mesin otomatis
(ATM), e-comemerce, SMS, internet melalui telepon
selular dan sebagainya.
Pemanfaatan TIK telah mengubah cara-cara hidup.
Apalagi dewasa ini produk-produk TIK yang semakin
ramai diproduksi oleh industri dengan harga relatif
terjangkau oleh masyarakat sehingga masyarakat
dengan mudah memiliki peraralatan TIK dan sekaligus
juga memanfaatkannya. Namun tidak dipungkiri
bahwa masih banyak juga masyarakat yang belum bisa
memanfaatkan TIK dengan berbagai alasan antara lain
tidak tersedianya infrastruktur TIK di daerah tempat
mereka tinggal dan mereka tidak memiliki peralatan
TIK tersebut. Melihat fenomena ini maka gagasan
tentang pemanfaatan TIK harus diperluas mencakup
teknologi berbasis keterampilan dan kemampuan yang
akan memungkinkan masyarakat mengetahui lebih
mendalam tentang TIK yang semakin mendunia.
Mengacu kepada Action Plan WSIS, bahwa pada
tahun 2015 sebesar 50% dari penduduk dunia harus
memiliki akses terhadap TIK. Kalau diperkirakan
penduduk Indonesia pada tahun 2015 mencapai 240
juta, maka 120 juta harus memiliki akses terhadap
TIK. Artinya, selama lima tahun Indonesia harus
meningkatkan pemanfaatan TIK masyarakat terhadap
95 juta penduduk, dan hal demikian memerlukan adanya
usaha percepatan. Dalam perkembangannya selama
ini, kehadiran TIK khususnya internet telah membawa
perubahan bagi masyarakat Indonesia. Hanya saja
kesenjangan digital (digital divide) di negara ini juga
masih menjadi masalah yang harus dipecahkan. Salah
satu faktor yang mempengaruhi kesenjangan digital
termasuk literasi TIK adalah faktor sosial ekonomi dan
geografs, infrastruktur serta kesiapan Sumber Daya
Masyarakat. Hal inidapat terlihat dari kesenjangan
antara mereka yang dapat mengakses dunia digital
dan teknologi informasi dengan yang mereka yang
tidak memiliki akses sama sekali. Serta kesenjangan
antara mereka yang mendapatkan keuntungan dari
teknologi dan mereka yang tidak mendapatkannya.
Sebagai gambaran kesenjangan digital tersebut terlihat
dari beberapa indikator antara lain dari total 72.000
desa yang ada di Indonesia, masih ada 31.824 desan
yang belum terlayani akses telepon. Bahkan penetrasi
komputer di Indonesia masih 4,4% tertinggal jauh
dengan Thailand (Renstra Kominfo 2010-2014:14).
Di lain pihak, bahwa 58,7% dari penduduk
Indonesia saat ini berdiam di wilayah pedesaan (Biro
Pusat Statistik, 2006:11). Persoalan yang dihadapi
oleh penduduk yang tinggal pedesaan, pada umumnya
adalah rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya akses
informasi dan lemahnya tingkat ekonomi masyarakat.
Kondisi demikian dapat merupakan sebab-akibat;
diantara ketiganya, artinya tingkat pendidikan yang
rendah dapat berakibat atas rendahnya akses informasi,
tingkat ekonomi yang rendah berakibat terhadap
rendahnya tingkat pendidikan, dan rendahnya tingkat
akses informasi dapat pula mengakibatkan rendahnya
tingkat ekonomi.
Nusa Tenggara Timur, merupakan propinsi yang
berada bagian timur Indonesia. Propinsi ini termasuk
propinsi tertinggal kedua setelah Papua. Karena
terdapat 20 kabupaten yang dinilai masih sangat
tertinggal. Propinsi ini juga masuk kategori 10 propinsi
dengan persoalan kemiskinan tertinggi di Indonesia
(http://bisnis.news.viva.co.id, diakses 20 Juli 2012).
Daerah tertinggal merupakan daerah Kabupaten yang
relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain
dalam skala nasional, dan berpenduduk yang relatif
tertinggal.
Berdasarkan hal tersebut di atas, diperlukan
program pembangunan daerah tertinggal yang lebih
difokuskan pada percepatan pembangunan di daerah
yang kondisi sosial, budaya, ekonomi, keuangan daerah,
aksesibilitas, serta ketersediaan infrastruktur masih
tertinggal dibanding dengan daerah lainnya. Kondisi
tersebut pada umumnya terdapat pada daerah yang
secara geografs terisolir dan terpencil seperti daerah
perbatasan antarnegara, daerah pulau-pulau kecil,
daerah pedalaman, serta daerah rawan bencana. Di
samping itu, perlu perhatian khusus pada daerah yang
secara ekonomi mempunyai potensi untuk maju namun
mengalami ketertinggalan sebagai akibat terjadinya
konfik sosial maupun politik (http://kawasan.bappenas.
go.id, diakses 20 Juli 2012).
Daerah tertinggal merupakan daerah yang relatif
kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam
skala nasional, dan berpenduduk yang relatif tertinggal.
Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya
terencana untuk mengubah suatu daerah yang dihuni
oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial
ekonomi dan keterbatasan fsik, menjadi daerah yang
maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya
sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan
masyarakat Indonesia lainnya. Pembangunan daerah
tertinggal ini berbeda dengan penanggulangan
kemiskinan dalam hal cakupan pembangunannya.
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 161
Pembangunan daerah tertinggal tidak hanya meliputi
aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial, budaya, dan
keamanan (bahkan menyangkut hubungan antara
daerah tertinggal dengan daerah maju). Di samping
itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup
di daerah tertinggal memerlukan perhatian dan
keberpihakan yang besar dari pemerintah.
Berdasarkan hal tersebut di atas, diperlukan
program pembangunan daerah tertinggal yang lebih
difokuskan pada percepatan pembangunan di daerah
yang kondisi sosial, budaya, ekonomi, keuangan daerah,
aksesibilitas, serta ketersediaan infrastruktur masih
tertinggal dibanding dengan daerah lainnya. Kondisi
tersebut pada umumnya terdapat pada daerah yang
secara geografs terisolir dan terpencil seperti daerah
perbatasan antarnegara, daerah pulau-pulau kecil,
daerah pedalaman, serta daerah rawan bencana. Di
samping itu, perlu perhatian khusus pada daerah yang
secara ekonomi mempunyai potensi untuk maju namun
mengalami ketertinggalan sebagai akibat terjadinya
konfik sosial maupun politik (http://kawasan.bappenas.
go.id, 2012: 2, diakses 20 Juli 2012).
Salah satu penyebab suatu daerah dikategorikan
sebagai daerah tertinggal, yaitu Keterbatasan prasarana
dan sarana komunikasi, sehingga masyarakat tertinggal
tersebut mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas
ekonomi dan sosial. Sehingga sangat dibutuhkan
infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi untuk
menjadikan daerah tertinggal dapat lebih maju.
Kenyataan ini mengharuskan pemerintah baik pusat
maupun daerah mengupayakan agar pembangunan
diprioritaskan pada daerah-daerah miskin seperti NTT,
termasuk didalamnya pembangunan infrastruktur
TIK dan pemanfaatannya. Apalagi Nusa Tenggara
Timur dikenal dengan tempat wisatanya yaitu pulau
Komodo yang telah masuk dalam 7 keajaiban dunia,
sementara kenyataan daerah tersebut tidak didukung
oleh infrasrtuktur TIK yang memadai. Paling tidak
masyarakatnya telah mulai memanfaatkan TIK untuk
kebutuhan mereka sehari-hari.
Dengan mengacu pada hal tersebut diatas
maka perlu dilakukan penelitian tentang pemetaan
penggunaan teknologi informasi komunikasi di propinsi
Nusa Tenggara Timur. Hal ini dianggap penting untuk
mendapatkan gambaran secara komprehensif tentang
pemanfaatan teknologi tersebut yang dapat dijadikan
bahan evaluasi untuk pengembangan TIK dikemudian
hari.
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini
adalah bagaimana pemanfaatan teknologi informasi
dan komunikasi pada masyarakat di kota Kupang dan
Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi pada
masyarakat di kota Kupang dan Kabupaten Manggarai
Barat, Nusa Tenggara Timur.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah secara
teoritik hasil penelitian diharapkan dapat menghasilkan
penjelasan baru tentang konsep pengunaan media
dalam studi komunikasi. Dan secara praktis, sebagai
suatu penelitian kebijakan, hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi masukan bagi Kementerian
Kominfo dalam pembuatan kebijakan-kebijakan
tentang akses informasi dan komunikasi khususnya,
dan kebijakan-kebijakan tentang pengembangan
masyarakat informasi umumnya. Serta Kementerian
Percepatan Daerah Tertinggal untuk dapat dapat
membuat kebijakan yang berguna bagi pembangunan
daerah tertinggal. Dan pemerintah propinsi, kota/
kabupaten untuk mendapatkan gambaran ril tentang
wilayah untuk pembangunan ke depannya.
Sejumlah studi dilakukan oleh asosiasi dan
kelompok industri tentang peran TIK dalam dunia
kerja. Hasilnya antara lain mengungkapkan bahwa
keterampilan yang dimiliki seseorang sangat
mempengaruhi kesiapan mereka sebagai tenaga kerja
(Bollier, 2004: 98). Sehingga hal ini menghasilkan
model dan kompetensi bahwa seseorang perlu
mengecap pendidikan TIK baik secara formal maupun
non formal sebagai persyaratan tenaga kerja.
Teknologi Informasi Asosiasi America (ITAA)
tahun 2000 mengeluarkan dua studi komprehensif
yang menjelaskan bagaimana teknologi informasi telah
mengubah tenaga kerja dan mengidentifkasi pekerjaan.
Hasil studi juga menggambarkan bahwa keterampilan
menggunaan atau literasi TIK sangat diperlukan.
Pendidikan Pusat Pengembangan bekerja sama dengan
ITAA, juga menerbitkan laporan lain yang menyajikan
suatu jalur untuk mengintegrasikan keterampilan
teknologi pada kurikulum pengajaran. Sedangkan
American Society for Training and Development and
the National Governors Association tahun 2001 merilis
laporan mengenai e-learning dan tenaga kerja. Upaya
ini memberikan landasan yang kokoh untuk menguji
keterampilan dan tingkat pengetahuan tenaga kerja
pendidikan serta pembelajaran seumur hidup pada abad
21.
Secara umum untuk menggambarkan pemanfaatan
TIK masyarakat dapat diketahui dari tingkat kesadaran,
pemahaman dan pendayagunaan teknologi informasi.
Selain itu juga dapat dilihat dari gambaran kemampuan
akses masyarakat terhadap informasi dengan
menggunakan teknologi informasi. Dalam penelitian
ini yang akan diukur adalah pemanfaatan TIK dalam
hal ini telepon selular, komputer dan internet setiap
harinya.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 162
Penggunaan Telepon ... ISSN : 1411-0385
Menurut Elly dalam Wiryanto (2005: 22), teknologi
informasi mencakup sistem-sistem komunikasi seperti
satelit siaran langsung, kabel interaktif dua arah,
penyiaran (broadcasting), komputer (PC), telepon
genggam dan radio, televisi termasuk video disk dan
video tape cassete. Sedangkan Rogers (1986:12-14)
berpendapat bahwa teknologi komunikasi adalah
peralatan perangkat keras, struktur-struktur organisasi
dan nilai-nilai sosial dimana individu mengumpulkan,
mengolah dan saling bertukar informasi dengan
individu lain.
Menurut Zulkarmein Nasution (1989:11),
perkembangan kemajuan teknologi informasi dewasa
ini sangat pesat, sehingga para ahli menyebut gejala ini
sebagai revolusi. Sekali pun kemajuan tersebut masih
dalam perjalanannya namun sudah dapat diperkirakan
bahwa akan terjadinya berbagai perubahan di bidang
komunikasi maupun bidang-bidang kehidupan lain yang
berhubungan, sebagai implikasi dari perkembangan
tadi. Perubahan-perubahan yang kelak terjadi, terutama
disebabkan berbagai kemampuan dan potensi teknologi
informasi yang memungkinan manusia untuk saling
berhubungan dan memenuhi kebutuan informasi secara
hampir tanpa batas. Beberapa keterbatasan yang dulu
dialami manusia dalam berhubungan satu sama lainnya
seperti faktor jarak, waktu, jumlah, kapasitas, kecepatan
dan lain-lain kini dapat diatasi dengan dikembangkannya
berbagai teknologi informasi. Begitu pula dengan
kemampuan menerima, mengumpulkan, menyimpan
dan menelusuri kembali informasi yang dimiliki oleh
perangkat teknologi komunikasi seperti komputer
maka hampir tidak ada lagi hambatan yang dialami
untuk memenuhi segala kebutuhan. Dampak positif
teknologi informasi dan komunikasi telah membawa
perubahan yang mendasar terutama menyangkut
kualitas materi informasi dan data yang lebih ampuh,
kualitas informasi semakin besar, jangkauan sasaran
semakin luas, dan arus penyebaran semakin cepat.
Davis.F.D mendefnisikan kemanfaatan
(usefulness) sebagai suatu tingkatan dimana seseorang
percaya bahwa penggunaan suatu subyek tertentu
akan dapat meningkatkan prestasi kerja orang
tersebut. Berdasarkan defnisi tersebut dapat diartikan
bahwa kemanfaatan dari penggunaan komputer
dapat meningkatkan kinerja, prestasi kerja orang
yang menggunakannya. Menurut Thompson Ronal
kemanfaatan TI merupakan manfaat yang diharapkan
oleh pengguna TI dalam melaksanakan tugasnya.
Pengukuran kemanfaatan tersebut berdasarkan
frekuensi penggunaan dan diversitas/ keragaman
aplikasi yang dijalankan. Thompson juga menyebutkan
bahwa individu akan menggunakan TI jika mengetahui
manfaat positif atas penggunaannya. Sedangkan Chin
dan Todd memberikan beberapa dimensi tentang
kemanfaatan TI (1) Menjadikan pekerjaan lebih
mudah (makes job easier) (2) Bermanfaat (usefull)
(3) Menambah produktiftas (Increase productivity)
(4) Mempertinggi efektiftas (enchance efectiveness)
(5) Mengembangkan kinerja pekerjaan (improve job
performance).
Berdasarkan beberapa defnisi diatas dapat
disimpulkan bahwa kemanfaatan penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi dapat diketahui
dari kepercayaan pengguna dalam memutuskan
penerimaan, dengan satu kepercayaan bahwa
penggunaan teknologi tersebut memberikan kontribusi
positif bagi penggunanya. Seseorang mempercayai
dan merasakan dengan menggunakan komputer
sangat membantu dan mempertinggi prestasi kerja
yang akan dicapainya, atau dengan kata lain orang
tersebut mempercayai penggunaan teknologi informasi
telah memberikan manfaat terhadap pekerjaan dan
pencapaian prestasi kerjanya.
Namun untuk sampai pada pemanfaatan TIK
seperti yang disebutkan diatas, maka masyarakat
yang berada di wilayah tertinggal seperti di NTT,
akan diperhadapkan dengan teori difusi inovasi yaitu
bagaimana sebuah inovasi (teknologi) baru dapat
diterima dan diadopsi ke dalam masyarakat (Rodger,
1986). Menurut Rodger para penggguna TIK terbagi
ke dalam beberapa kategori yaitu: innovators, early
adopters, early majority, late majority dan laggards.
Kaum early adopter akan menggunana teknologi yang
dimaksud terlebih dahulu, diikuti oleh kaum majority
sampai teknologi atau inovasi itu menjadi umum
penggunaannya dimana kemudian masyarakat yang
menentukan apakah teknologi itu akan mekakukan
reinvention atau bahkan mati.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan metode survei
dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan
mengumpulkan dan menggali sejumlah besar data yang
kemudian mendeskripsikan atau menjelaskan suatu
fenomena yang hasilnya dapat untuk dianalisis dan
selanjutnya digeneralisasikan (Kriyantono, 2006: 88).
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai penelitian
ini yaitu untuk menggambarkan pemanfaatan TIK di
propinsi NTT, maka prinsip pemilihan lokasi penelitian
didasarkan pada dua pertimbangan yaitu : Pertama,
representasi lokasi dan populasi; Kedua, efektivitas
pelaksanaan penelitian. Terkait dengan pertimbangan
tersebut, maka sistematika pemilihan lokasi penelitian
ini disusun sebagai berikut:
1. Nusa Tenggara Timur merupakan propinsi yang
masuk kategori tertinggal di Indonesia.
2. Kemudian dipilih dua kabupaten/kota dengan
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 163
pertimbangan kota merupakan tempat yang sudah
maju yaitu kota Kupang sebagai ibukota propinsi
dan satu kabupaten yang letaknya cukup jauh dari
ibukota propinsi yaitu Manggarai Barat. Kemudian
dipilih masing-masing 2 kecamatan dari tiap kota/
kabupaten dengan pertimbangan satu kecamatan
yang yang berada di dalam/dekat dengan pusat kota
dan satu kecamatan yang letaknya jauh dari pusat
kota.
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat
yang berdomisili di kota Kupang dan Kabupaten
Manggarai Barat Propinsi Nusa Tenggara sebanyak:
525.428 jiwa. Sedangkan sampling yang dilakukan
adalah Non Probability yaitu tidak semua populasi
mendapat peluang menjadi responden. Adapun
penentuan jumlah sampel dengan menggunakan rumus
Yamane sebagai berikut :
Berdasarkan rumus penentuan besar sampel, maka
diperoleh jumlah sampel sebagai berikut :
Adapun distribusi responden penelitian untuk
masing-masing kecamatan dilakukan secara
proporsional yaitu sesuai dengan persentasi jumlah
penduduk kota/kabupaten dibagi total jumlah
kecamatan (4 kecamatan) dikali 100. Sedangkan
distribusi responden pada tingkat kecamatan, dilakukan
secara proporsional atas kecamatan terpilih, yaitu yang
merepresentasikan kecamatan paling maju dan yang
kurang maju dilihat dari infrastruktur TIK.
Untuk tingkat kelurahan, dilakukan pola yang sama,
yaitu dua kelurahan pada masing-masing kecamatan
terpilih, yang ditentukan secara sistematic random
sampling, dengan mempertimbangkan kelurahan yang
merepresentasikan paling maju dan yang kurang maju,
seperti adanya warung internet.
Untuk mendapatkan validitas dan reabilitas
instrument yang digunakan, terlebih dahulu dilakukan
uji coba (pre-test), untuk memastikan apakah instrument
tersebut merupakan alat ukur yang akurat dan dapat
dipercaya. Validitas menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur.
Sedangkan reabilitas menunjukkan sejauh mana suatu
hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran
terhadap aspek yang sama pada alat ukur yang sama
atau disebut juga Internal Consistency Realiablity.
Penelitian ini disamping mengumpulkan data
primer melalui kuesioner, juga mengumpulkan data
sekunder melalui catatan atau data pendukung yang
dihimpun peneliti di lapangan.
Pengolahan data dan analisis data dilakukan
melalui beberapa langkah, yaitu mengedit, mengkoding
serta tabulasi (data entry) dan validasi data. Data yang
sudah di-entry kemudian dianalisis menggunakan
teknik statistik deskriptif (SPSS 20).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identitas responden dalam penelitian ini, laki-laki
yang paling dominan yaitu sebanyak 56% kemudian
perempuan 44% dan rata-rata responden telah menikah
(87%) dengan usia terbanyak antara 15-33 tahun (42%)
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Kecamatan
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 164
Penggunaan Telepon ... ISSN : 1411-0385
dengan tingkat pendidikan paling banyak hanya tamat
SLTA (36%), tamat SD (29%), tamat SLTP (14%)
sedangkan sarjana diploma dan S1 hanya 8% dan 5%.
Responden juga paling banyak bekerja sebagai petani/
nelayan 47%), ibu rumah tangga (20%), PNS (11%)
dan wirausaha (10%) dengan tingkat rata-rata per bulan
kurang dari Rp. 1 juta.
Dari sini dapat dilihat bahwa masyarakat di dua
kabupaten ini sangat tertinggal baik dalam pendidikan,
pekerjaan maupun tingkat pengeluaran kebutuhan
sehari-hari. Kondisi wilayah dimana responden
tinggal dan menetap menjadikan mereka lebih banyak
berprofesi sebagai petani maupun nelayan yang
menggambarkan potret wilayah pedesaan, padahal
Kupang merupakan ibukota propinsi dari NTT.
Grafk 1. Terpaan Media Massa
Terpaan Media Massa
Meski tinggal di wilayah yang termasuk daerah
tertinggal, namun responden masih menerima terpaan
media seperti surat kabar meski hanya 15%, saja
responden yang membacanya, majalah/tabloid hanya
5%, sedangkan televisi merupakan media yang paling
banyak dipirsa oleh responden sebanyak 51%, dan
radio didengar sebanyak 35% responden.
Dari hasil ini terlihat bahwa apa yang selalu
dipermasalahkan didaerah tertinggal yaitu minimnya
informasi yang mereka terima memang sangat
jelas tergambar. Ini bisa jadi disebabkan minimnya
pendapatan responden untuk membeli suratkabar/
majalah, atau tingkat pendidikan yang kurang memadai
sehingga mengganggap informasi dari media massa
kurang penting bagi mereka. Sehingga media yang
paling banyak digunakan adalah televisi dan radio.
Penggunaan Telepon Selular
Meski media massa sangat minim digunakan oleh
responden sebagai media informasi, tetapi lain halnya
dengan teknologi informasi dan komunikasi lainnya
seperti telepon selular. Hasil penelitian memperlihatkan
Grafk 2. Kegiatan Penggunaan Ponsel Responden
Sedangkan frekuensi penggunaan ponsel
untuk menelepon/menerima telepon dalam sehari
juga terbilang rendah, hanya 26% responden yang
menggunakan ponsel untuk menelepon sebanyak
1 2 kali, dan 20% menerima panggilan telepon.
Aktiftas mengirim SMS sedikit lebih banyak daripada
menelepon, 20% responden mengaku mengirim
SMS 3-4 kali dalam sehari dan sebanyak 17% yang
mengaku menerima lebih dari 8 SMS dalam sehari.
Sementara untuk mengaktifkan internet pada ponsel
terbilang sangat kecil hanya 3% responden yang
menggunakannya 1-2 kali/hari dan 3-4 kali/hari. Untuk
biaya pulsa, kebanyakan responden (26%) hanya
mengeluarkan uang kurang dari Rp. 50.000,-/bulan.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa meski ponsel
telah menjadi teknologi yang cukup populer bagi
masyarakat tertinggal, namun fungsinya masih relatif
terbatas. Ini karena masyarakat juga diperhadapkan
dengan harga pulsa yang dirasa masih mahal, sehingga
cara komunikasi yang dianggap lebih murah adalah
melalui SMS.
bahwa sebanyak 77 % responden sudah memiliki
ponsel dan 18% diantaranya memiliki lebih dari satu
ponsel. Tetapi meski mengaku memiliki perangkat
TIK ini, namun 43% responden mengaku kurang bisa
menggunakannya atau hanya menggunakan sebatas
menerima telepon/menelepon. Adapun kegitan yang
dilakukan responden adalah untuk menelepon (54%),
SMS (51%), MMS (4%), video call (1%), internet
(3%), dan bermain game (11%). Seperti pengakuan
kebanyakan responden menggunakan ponsel memang
hanya sebagai media komunikasi belaka yaitu untuk
mengirim dan menerima pesan, ini tampak dari data ini
dimana ponsel digunakan untuk menelepon dan ber-
SMS saja. Sedangkan ftur-ftur lainnya yang ada pada
ponsel sangat sedikit dipakai atau bahkan tidak pernah
sama sekali.
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 165
Sesuai dengan pemikiran difusi inovasi yang
disampaikan oleh Rodger, maka hasil penelitian ini
dapat menggambarkan bahwa masyarakat khusus yang
menggunakan telepon selular, mereka sudah dapat
dikategorikan sebagai Early Adopter atau perintis
dalam penerimaan inovasi. Ini terlihat bagaimana
mereka sudah memanfaatkan teknologi tersebut dalam
kehidupan sehari-hari.
Penggunaan Komputer
Bisa diprediksi sebelumnya ketika kita melihat
gambaran pemanfaatan ponsel oleh responden,
maka akan bisa tergambar penggunaan komputer
oleh masyarakat ini. Hasil penelitian menyebutkan
bahwa hanya 14% responden yang bisa menggunakan
komputer dan 11% diantaranya yang mengaku
menggunakan komputer dalam 1 bulan terakhir ini itu
pun hanya 1 minggu satu kali yang banyak digunakan
di tempat kerja dan dirumah dengan durasi 2-4 jam. Ini
juga dapat dihubungkan dengan mayoritas responden
yang berprofesi sebagai petani dan nelayan yang sama
sekali tidak tersentuh oleh teknologi ini. Dan teknologi
ini hanya digunakan oleh pelajar/mahasiswa, PNS dan
pekerja swasta.
Kegiatan dalam menggunakan komputer juga
relatif sangat sedikit. Hampir semua responden yang
memanfaatkan komputer digunakan untuk mengetik
(mengolah kata, angka dan data) sebanyak 10%, sebagai
alat multi media (memutar lagu dan flm) sebanyak
5 % serta untuk bermain game sebanyak 4%, itu pun
digunakan kurang dari 1 jam dalam seminggu.
Grafk 3. Kegiatan Penggunaan Komputer
Sedangkan untuk responden yang bekerja,
sebanyak 6% responden memanfaatkannya 2-4 jam
dalam seminggu dan hanya menggunakan sistem
operasi windows (11%), open source (1%). Meski sangat
sedikit responden yang memanfaatkan komputer tapi
8% responden mengaku terbantu dalam penyelesaian
pekerjaan tugas pendidikan.
Grafk 4. Tempat Penggunaan Internet
Rata-rata tujuan responden yang menggunakan
internet adalah untuk mencari data informasi, membaca
berita, chatting, jejaring sosial, download data dan
semuanya sebanyak 3% sedangkan untuk bermain
game online hanya 2%. Adapun biaya internet dalam
sebulan dihabiskan kurang dari Rp.50.000,- oleh 3%
responden. Meski masih sangat minim responden
memanfaatkan internet dalam kehidupan sehari-hari
mereka, namun 4% responden mengatakan bahwa
internet sangat membantu mereka dalam pekerjaan dan
penyelesaian tugas-tugas dan informasi yang diperoleh
melalui internet juga dirasakan sangat berguna.
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
memang hadir untuk membantu manusia dalam
menjalankan aktiftasnya sehari-hari. Tidak dipungkiri
bahwa kehadirannya begitu cepat dengan inovasi
terbaru yang terus berkembang telah merambah semua
kalangan mulai dari orang dewasa sampai anak-anak,
dari kota besar hingga daerah terpencil sekalipun.
Namun memang harus diakui bahwa daerah-daerah
tertinggal di Indonesia masih cukup banyak. Sehingga
perkembangan TIK juga belum sepenuhnya dirasakan
oleh mereka yang bermukim didaerah tertinggal. Hasil
penelitian di dua kabupaten kota di Nusa Tenggara
Timur menunjukkan hal tersebut. Penetrasi TIK seperti
Penggunaan Internet
Meski beberapa perusahaan telekomunikasi sudah
beroperasi di kota Kupang dan Manggarai Barat namun
hasil penelitian menunjukkan masih sangat minim
teknologi internet dimanfaatkan oleh responden. Hanya
4% responden yang menggunakan internet setiap
hari dalam 1 bulan terakhir yang banyak digunakan
ditempat kerja, di rumah dan warnet masing-masing
sebanyak 2% selama 2-4 jam/hari. Responden yang
memiliki akun email juga sangat sedikit hanya 3% dan
akun jejaring sosial juga sebanyak 3%.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 166
Penggunaan Telepon ... ISSN : 1411-0385
telepon selular, komputer dan internet sangat minim
dibanding daerah lain yang lebih maju. Meski di propinsi
ini telah dibangun tower-tower untuk mendukung
service provider telepon selular dan internet, namun
masyarakat belum sepenuhnya bisa menggunakannya.
Dari data yang di peroleh di lapangan, terlihat
bahwa hanya telepon selular yang paling banyak
digunakan masyarakat setempat, ini teknologi ponsel
telah lama berkembang, harga beli yang relatif murah
dibanding teknologi komputer dan internet. Bagi
masyarakat, yang penting dengan telepon selular
dapat menghubungi keluarga yang jauh begitupun
sebaliknya. Atau paling tidak dapat memperlancar
pekerjaan bagi yang bekerja sebagai pegawai negeri
maupun pegawai swasta. Latar belakang pekerjaan
responden yang kebanyakan adalah petani/nelayan
dengan tingkat pendidikan yang cenderung rendah
serta penghasilan relatif minim juga memicu mereka
untuk tidak menggunakan TIK ini. Sehingga terlihatlah
bahwa komputer dan jaringan internet hanya digunakan
oleh sebagian kecil responden itupun yang bekerja
atau yang sedang bersekolah/kuliah. Sehingga fungsi
teknologi ponsel ini dengan berbagai penawaran dan
ftur-fturnya masih sangat mustahil untuk digunakan
di wilayah ini. Begitu pula dengan komputer, rata-
rata responden hanya menggunakannya sebatas untuk
mengetik saja itupun untuk keperluan pekerjaan dan
pendidikan, selebihnya dipakai untuk hiburan dengan
bermain game. Apalagi untuk internet masih sangat jauh
dari kemajuan. Kalaupun ada yang menggunakannya
hanya sebatas mencari informasi serta membaca berita.
Email dan situs jejaring sosial yang sangat dasyat
dewasa ini pun masih sangat minim digunakan oleh
mereka.
Tidak dipungkiri bahwa masih banyak juga
masyarakat yang belum bisa memanfaatkan TIK
dengan berbagai alasan antara lain tidak tersedianya
infrastruktur TIK di daerah tempat mereka tinggal
dan mereka tidak memiliki peralatan TIK tersebut.
Untuk di wilayah NTT, hanya kota Kupang yang
bisa menggunakan service provider selain Telkomsel.
Tetapi untuk di wilayah-wilayah yang jauh dari ibu
kota propinsi, boleh dikata hanya Telkomsel yang baru
bisa menjangkaunya. Sehingga bisa dikatakan bahwa
kesenjangan digital (digital divide) di negara ini juga
masih menjadi masalah yang harus dipecahkan. Salah
satu faktor yang mempengaruhi kesenjangan digital
termasuk literasi TIK adalah faktor sosial ekonomi
dan geografs, infrastruktur serta kesiapan Sumber
Daya Masyarakat. Persoalan yang dihadapi oleh
penduduk yang tinggal pedesaan, pada umumnya
adalah rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya akses
informasi dan lemahnya tingkat ekonomi masyarakat.
Kondisi demikian dapat merupakan sebab-akibat;
diantara ketiganya, artinya tingkat pendidikan yang
rendah dapat berakibat atas rendahnya akses informasi,
tingkat ekonomi yang rendah berakibat terhadap
rendahnya tingkat pendidikan, dan rendahnya tingkat
akses informasi dapat pula mengakibatkan rendahnya
tingkat ekonomi. Ini terlihat dari lokasi penelitian
seperti di kecamatan Boleng, kabupaten Manggarai
Barat, propinsi Nusa Tenggara Timur, yang merupakan
propinsi tertinggal kedua setelah Papua.
Indikasinya kian terlihat jelas bahwa pelaku bisnis
telekomunikasi juga masih lebih mengutamakan daerah
perkotaan daripada daerah pedesaan. Sehingga orang
kota sangat jauh meninggalkan orang desa yang pada
gilirannya sangat mungkin kesenjangan teknologi
informasi dan digital semakin tajam. Penyebab lainnya
juga karena tidak dapat dipungkiri bahwa biaya
pembangunan infrastruktur menghabiskan biaya yang
besar, serta kesulitan penetrasi akibat keterbatasan
jaringan yang dapat menjangkau daerah terpencil
menjadi penyebab lain yang memperbesar kesenjangan
fasilitas TIK tersebut.
Implementasi teknologi komunikasi seperti telepon
selular komputer dan internet ditentukan oleh sejauh
mana teknologi tersebut mampu membuka akses pada
berbagai pelayanan dan jaringan informasi. Semakin
banyak pelayanan dan jaringan informasi yang bisa
diakses oleh sebuah teknologi komunikasi maka
semakin banyak pula orang yang menggunakannya.
Kenyataan bahwa wilayah yang jauh dari ketersediaan
akses ini seperti di NTT memberi gambaran bahwa
orang yang mengunakan teknologi tersebut juga relatif
sedikit.
Hasil penelitian juga menggambarkan bahwa
tingkat kesadaran, pemahaman dan pendayagunaan
pemanfaatan TIK masyarakat di daerah tertinggal
masih sangat minim. Selain itu juga dapat dilihat dari
gambaran kemampuan akses masyarakat terhadap
informasi dengan menggunakan teknologi informasi
yang juga minim. Meski responden tahu bahwa dengan
teknologi komunikasi ini (ponsel, komputer dan
internet) mereka dapat mengumpulkan, mengolah dan
saling bertukar informasi dengan individu lain.
Meski masih sangat minim menggunakan perangkat
TIK ini, namun responden mengaku memperoleh
kemanfaatan (usefulness) saat menggunakannya
dalam pekerjaan maupun penyelesaian tugas meski
hanya sebatas memanfaatkan kegunaan dasar dari TIK
tersebut, misalnya ponsel hanya untuk menelepon/
SMS, komputer hanya sebatas mengetik dan internet
hanya sebatas mencari informasi.
Menurut Thompson Ronal kemanfaatan TIK
merupakan manfaat yang diharapkan oleh pengguna
TIK dalam melaksanakan tugasnya. Pengukuran
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 167
kemanfaatan tersebut berdasarkan frekuensi
penggunaan dan diversitas/keragaman aplikasi yang
dijalankan. Namun apa yang dikatakan bahwa individu
akan menggunakan TIK jika mengetahui manfaat
positif atas penggunaannya dan Chin dan Todd
menyebut kemanfaatan TIK jika menjadikan pekerjaan
lebih mudah dan bermanfaat. Sedangkan untunsur
menambah produktiftas, mempertinggi efektiftas serta
mengembangkan kinerja pekerjaan yang dikemukakan
oleh Chin dan Todd jika dihubungkan dengan hasil
penelitian, maka ketiga unsur ini masih jauh dari harapan.
Tetapi yang jelas bahwa kemanfaatan penggunaan TIK
telah dirasakan oleh responden di daerah tertinggal
ini dengan percaya dan memutuskan menerima serta
menggunakannya sehingga memberikan kontribusi
positif bagi penggunanya.
Untuk teknologi komputer dan internet masyarakat
yang menjadi responden dalam penelitian ini baru
sampai pada tahap late majority atau pengikut akhir,
ini ditandai dengan sangat minimnya responden yang
menggunakan kedua teknologi tersebut. Ini pun disertai
alasan seperti skeptis, atau karena pertimbangan
ekonomi dan ketidakadaan akses di wilayah mereka.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka
ditarik kesimpulan bahwa dari tiga jenis teknologi
informasi dan komunikasi yang digunakan oleh
masyarakat di daerah tertinggal yaitu telepon selular,
komputer dan internet, telepon selular merupakan
perangkat TIK yang paling banyak dimiliki oleh
responden. Teknologi ini banyak digunakan sebagai
media komunikasi yaitu dengan kegunaan standar
menelepon atau menerima telepon serta mengirim atau
menerima SMS. Responden juga berada pada tahap
early adopter atau perintis menerima atau menggunakan
teknologi telepon selular.
Sedangkan untuk komputer dan internet juga sudah
mulai digunakan, namun masih sangat minim dan
terbatas oleh para pekerja dan pelajar/mahasiswa ini
karena tuntutan latar belakang pekerjaan dan pendidikan
responden sehingga mereka menggunakannya juga
hanya sebatas kegunaan standar dari teknologi tersebut
yaitu komputer untuk mengetik, sedang internet hanya
intuk mencari informasi yang dibutuhkan. Sedangkan
masyarakat umum yang dalam penelitian kebanyakan
bekerja sebagai petani/nelayan hampir seluruhnya
belum memanfaatkan komputer dan internet. Untuk
kedua teknologi ini responden berada pada tahap
late majority atau pengikut akhir, ini ditandai dengan
sangat minimnya responden yang menggunakan kedua
teknologi tersebut.
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka
penulis memberikan beberapa rekomendasi atara lain:
1. Untuk sampai pada program pemerintah yaitu
Indonesia Connected, dimana setiap warga
masyarakat mulai dari Sabang sampe Merauke
terhubung serta menjadi masyarakat informasi,
maka pembangunan infratruktur TIK menjadi
prioritas utama bagi daerah-daerah tertinggal
seperti di NTT baik itu yang dilakukan oleh instansi
pemerintah terkait, pemerintah daerah maupun
pihak swasta. Mengingat masih minimnya akses
untuk dapat pemanfaatan TIK secara lebih luas di
wilayah tersebut.
2. Literasi (melek) atau pemahaman tentang
pentingnya pemanfaatan serta kegunaan TIK perlu
terus digalakan baik oleh instansi pemerintah
terkait dari pusat maupun daerah yang ditujukan
bagi masyarakat di wilayah pedesaan, agar mereka
dapat memanfaatkan teknologi ini untuk kemajuan
hidup dan peningkatan taraf hidup masyarakat
daerah tertinggal.
DAFTAR PUSTAKA
Biro Pusat Statistik. (2006). Beberapa Indikator Penting Sosial
Ekonomi Indonesia. Hal.11.
Bollier, D. (2004), Ecologies of innovation: The role of information
and communications technologies: A report of the eighth
annual Aspen Institute Roundtable on Information
Technology. Washington, DC: The Aspen Institute. P.98.
Chin W.Wynne, Todd Peter. (2003). On The Use Usefullness, Ease
of Use Of Structural Equation Modeling in MIS Research
: A note of Caution" Management Information system
Quarterly. P.76
Commission on Technology and Adult Learning. (2001). A vision
of e-learning for Americas workforce.Alexandria, VA,
and Washington, DC: American Society for Training and
Development and the National Governors Association.
Davis, F.D. (2005). Perceived Usefullness, Perceived ease of Use of
Information Technology. Management Information System
Quarterly. P.129
Educational Development Center. (2000). IT pathway pipeline
model: Rethinking information technology learning in
schools. Newton, MA: Author.
Information Technology Association of America. (2000). Bridging
the gap: Information technology skills for anew millennium.
Arlington, VA: Author.
Rachmat Kriyantono. (2006). Riset Komunikasi, Jakarta : Kencana.
Hal. 88
Rodger. (2006). Communication Technologi the New Media in
Society. New York : The Free Press. P.12-14.
Thompson Ronal, (2001), Personal Computing : Toward a
Conceptual. P.233.
Wiryanto (2005). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Gramedia
Widiasarana Industri. Hal.22.
Zulkarmein Nasution. (1989). Teknologi Komunikasi, Dalam
Perspektif, Latar Belakang dan Perkembangannya.
Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Hal.11
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 168
Penggunaan Telepon ... ISSN : 1411-0385
Rencana Strategis Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun
2010-2014.(2010). Hal.14
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/190067-ini-wilayah-
indonesia-paling-tertinggal-
http://kawasan.bappenas.go.id/index.php?option=com_content&vi
ew=article&id=67&Itemid=65&li mitstar
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 169
Pengelompokan Potensi Daerah
di Bidang Komunikasi dan Informatika Menggunakan
Principal Component Analysis dan Self Organizing Map
Clustering Regional Potential in Communication and
Informatics Field Using Principal Component Analysis
and Self Organizing Map
MUKHLIS AMIN
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Makassar
Jl. Prof. Abdurahman Basalama II No. 25 Makassar Telp. 0411 4660370 Fax. 0411-4660084
mukhlis.amin@kominfo.go.id
Naskah diterima: 18 Oktober 2012 || Naskah disetujui: 22 November 2012
Abstrak Membangun sistem komunikasi dan informatika yang efektif dan efsien bukan hal
yang mudah dan murah, akan tetapi jika sistem komunikasi dan informatika telah terbangun den-
gan baik, maka akan menjadi sebuah modal yang sangat berharga dan menjadi penopang yang
penting dan strategis bagi upaya meningkatkan investasi daerah. Pendataan potensi daerah seyog-
yanya dapat menjadi acuan pemerintah dalam mengembangkan potensi daerahnya. Demikian halnya
dengan potensi di bidang Komunikasi dan Informatika. Untuk melihat peta potensi daerah dan meli-
hat perbandingannya dengan potensi daerah lainnya dapat dilakukan dengan melakukan pengelom-
pokan (clustering). Salah satu metode untuk melakukan pengelompokan adalah dengan algoritma
Self Organizing Map (SOM). Penelitian ini melakukan pengelompokan potensi daerah Sulawesi Se-
latan di bidang komunikasi dan informatika dengan menggunakan algoritma SOM yang dipadukan
dengan algoritma Principal Component Analysis (PCA). Sistem pengelompokan ini dibangun den-
gan Matlab. Pengelompokan dipetakan dalam 4 dan 9 cluster. Hasil percobaan menunjukkan bahwa
Kota Makassar selalu berada pada kelompok tunggal yang berarti potensi Kota Makassar di bidang
komunikasi dan informatika jauh lebih unggul dibanding daerah-daerah lainnya di Sulawesi Selatan.
Kata kunci : komunikasi dan informatika, principal component analysis, self organizing map,
Sulawesi Selatan
Abstract Build an effective and effcient communication and informatics system is not easy and
cheap, but if the information and communication system has been developed well, it will be a very
valuable asset and became the importance and strategic backbone as efforts to increase local invest-
ment. Documenting the potential of the area should be a reference for the government in developing
the potential of the region, likewise the potential in the feld of Communication and Information. To
view the potential of the district and to see the comparison with other district potential can be done
by clustering. One method to perform clustering is the Self Organizing Map (SOM) algorithm. This
research clustering the district potential of South Sulawesi in the feld of communication and infor-
matics using SOM algorithms and combined with Principal Component Analysis (PCA) algorithms.
This system is built with Matlab. Grouping mapped in 4 and 9 clusters. The experimental results
show that the city of Makassar always be in a single group, which means the potential of Makassar
in the feld of communication and information technology vastly superior to other regions in South
Sulawesi.
Key words : information and communication, principal component analysis, self organizing map,
Shout Sulawesi
Calon Peneliti
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 170
Pengelompokan Potensi ... ISSN : 1411-0385
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
membuat informasi berkembang menjadi komoditas
yang penting dan strategis. Komunikasi dan informasi
yang sedemikian penting telah menjadikan hampir
setiap bidang kehidupan manusia tidak terlepas dari
aspek teknologi komunikasi dan informasi. Bergulirnya
reformasi sebagai upaya pembaharuan di berbagai
bidang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sejak
tahun 1998 membawa dampak terhadap hampir semua
aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Reformasi
menuntut demokratisasi di bidang komunikasi
dan informasi. Urusan komunikasi dan informasi
menjadi lebih banyak diserahkan kepada masyarakat,
sedangkan pemerintah ditempatkan sebagai regulator
dan fasilitator. Reformasi di bidang komunikasi dan
informasi diawali dengan deregulasi media massa
dan kebijakan penyerahan urusan penerangan kepada
masyarakat melalui penataan kelembagaan yang pada
akhirnya terbentuklah Kementerian Komunikasi dan
Informatika.
Kementerian Komunikasi dan Informatika
mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang
komunikasi dan informatika dalam pemerintahan
untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan
pemerintahan negara. Salah satu fungsi kementerian
Kominfo adalah Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan
kebijakan di bidang komunikasi dan informatika.
Kebijakan di bidang komunikasi dan informatika
diarahkan pada upaya untuk mengembangkan suatu
sistem komunikasi dan informasi nasional yang
menitikberatkan pengembangan peran dan potensi
yang ada pada masyarakat.
Membangun sistem komunikasi dan informatika
yang efektif dan efsien bukan hal yang mudah
dan murah, akan tetapi jika sistem komunikasi dan
informatika telah terbangun dengan baik, maka akan
menjadi sebuah modal yang sangat berharga dan
menjadi penopang yang penting dan strategis bagi
upaya meningkatkan investasi daerah. Pendataan
potensi daerah seyogyanya dapat menjadi acuan
pemerintah dalam mengembangkan potensi daerahnya.
Demikian halnya dengan potensi di bidang Komunikasi
dan Informatika. Untuk melihat peta potensi daerah dan
melihat perbandingan dengan potensi daerah lainnya
dapat dilakukan dengan melakukan pengelompokan
(clustering). Clustering adalah mempartisi suatu
himpunan objek ke dalam sub himpunan yang tidak
tumpang tindih yang dinamakan cluster sedemikian
hingga objek-objek di setiap cluster memiliki kemiripan
satu sama lain, dan objek-objek dari cluster yang
berbeda tidak memiliki kesamaan.
Pengelompokan dapat dilakukan dengan
menggunakan jaringan saraf tiruan. Jaringan saraf
tiruan merupakan sebuah sistem pengolahan informasi
yang cara kerjanya menirukan cara kerja jaringan
saraf manusia. Aplikasi yang dapat diselesaikan
dengan menggunakan jaringan saraf tiruan antara
lain: pengenalan suara, pengenalan pola, sistem
kontrol, diagnosa penyakit dalam bidang kedokteran,
segmentasi dan pengolahan citra. Salah satu metode
jaringan saraf tiruan yang dapat digunakan dalam
pengenalan pola adalah Self-Organizing Map . Selain
mengenali pola, metode Self-Oganizing Map memiliki
kemampuan untuk memetakan data berdimensi
tinggi kedalam bentuk peta berdimensi rendah (dua
dimensi). Kemampuan ini dapat digunakan untuk
mengelompokan (clustering) data berdasarkan pola
dari data tersebut.
Kemampuan untuk mengenali pola, mengelompokan
kemudian memetakan tersebut dapat dimanfaatkan
untuk melakukan klasifkasi terhadap potensi daerah.
Data potensi daerah Sulawesi Selatan telah tersedia
dalam buku Pemetaan Database Bidang Komunikasi
dan Informatika Wilayah Propinsi Sulawesi Selatan
2012, namun belum dilakukan pengelompokan daerah
berdasarkan potensinya masing-masing (BBPPKI,
2012). Penelitian ini melakukan pengelompokan
potensi daerah bidang komunikasi dan informatika
di propinsi Sulawesi Selatan dengan menggunakan
Algoritma SOM. Algoritma ini sudah sering digunakan
untuk melakukan pengelompokan ataupun pemetaan,
misalnya dalam memetakan indikator TIK di Jakarta
(Yuni, et al., 2010), pengelompokan kecamatan di
Kabupaten Malang berdasarkan pemerataan pendidikan
(Puspowati, 2009) serta pengelompokan data iklim
di Yugoslavia (Reljin, Reljin, & Jovanovic, 2002).
Selain menggunakan algoritma SOM, pengelompokan
juga dilakukan dengan menggabungkan SOM dengan
principal component analysis (PCA) sebagaimana yang
pernah dilakukan untuk mengelompokkan indikator TIK
di instansi pemerintahan Bhutan dengan menggunakan
PCA untuk mengurangi ukuran data sebelum diproses
dengan algoritma SOM dua tingkat (Tshering &
Arch, 2008). Penelitian ini melihat perbandingan
hasil pengelompokan dengan menggunakan dua
metode tersebut serta membahas karakteristik masing-
masing kelompok. Hasilnya dapat dijadikan data awal
mengenai potensi kabupaten/kota di Sulawesi Selatan
di bidang komunikasi dan informatika.
Pada bagian kedua makalah ini membahas
mengenai metode penelitian termasuk membahas
secara rinci mengenai metode PCA dan SOM. Pada
Bagian ketiga ditampilkan dan dibahas beberapa
hasil penelitian. Diakhir bagian makalah ini, penulis
menyampaikan kesimpulan dan saran-saran terkait
hasil penelitian.
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 171
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini melakukan pengelompokan potensi
Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan di bidang
komunikasi dan informatika berdasarkan data hasil
pendataan yang dilakukan oleh BBPPKI Makassar
pada tahun 2012. Laporan ini memuat data-data potensi
setiap Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan berupa: (1)
Data pemerintahan, wilayah, dan penduduk Kabupaten/
Kota, (2) data kelembagaan infokom pemerintah
daerah, (3) Data Pengelola e-Government, (4) Data
Institusi Pendidikan, (5) Data Media, (6) Data Lembaga
Komunikasi Masyarakat dan Media, dan (7) Data
infrastruktur TIK. Pengelompokan dilakukan dengan
menggunakan Principal Component Analysis (PCA)
dan Self Organizing Map (SOM).
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ditunjukkan pada Gambar
1. Rancangan ini terdiri dari dua modul yaitu modul
pengurangan dimensi data dengan menggunakan
algoritma Principal Component Analysis (PCA)
dan modul Self Organizing Map (SOM) untuk
pengelompokan. Penelitian ini melakukan
pengelompokan menggunakan algoritma SOM yang
dikombinasikan dengan PCA dan membandingkannya
dengan sistem yang tidak menggunakan PCA. Sistem
pengelompokan ini dibangun dengan menggunakan
Matlab (Vesanto, Himberg, Alhoniemi, & Parhankangas,
1999).
Gambar 1. Rancangan Penelitian
Tabel 1 Data potensi daerah bidang komunikasi dan informatika Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan
Data Potensi Daerah
Data potensi daerah dibuat dalam bentuk matriks
yang diperoleh dari beberapa data potensi daerah yang
telah disebutkan di atas. Data yang digunakan untuk
proses pengelompokan adalah data tentang: (1) Data
E-government, (2) Data Institusi Pendidikan TIK, (3)
Data Media, (4) Data Lembaga Kemasyarakatan, dan
(5) Data Infrastruktur TIK. Kelima data ini dipilah-
pilah menjadi dua puluh data besar tentang potensi
bidang komunikasi dan informatika yang dimiliki oleh
24 Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 1.
Potensi daerah bidang komunikasi dan informatika
yang digunakan adalah: (1a) Jumlah penelola
e-government, (1b) Kepemilikan website, (2a) Jumlah
SMK bidang TIK, (2b) Jumlah Perguruan Tinggi
Informatika, (2c) Jumlah Perguruan Tinggi Komputer,
(2d) Jumlah Perguruan Tinggi Teknik, (2e) Jumlah
Perguruan Tinggi Komunikasi, (2f) Jumlah Lembaga
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 172
Pengelompokan Potensi ... ISSN : 1411-0385
Pendidikan TIK Non-formal, (3a) Jumlah Televisi
Lokal, (3b) Jumlah Radio Lokal, (3c) Jumlah radio
Komunitas, (3d) Jumlah Surat Kabar Harian Lokal,
(3e) Jumlah majalah Lokal, (4a) Jumlah Kelompok
Informasi Masyarakat (KIM), (4b) Jumlah Lembaga
Pemantau Media, (5a) Jumlah Warnet, (5b) Jumlah
Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK), (5c)
Jumlah Base transceiver station (BTS), (5d) Jumlah
Penyelenggara telekomunikasi, dan (5e) Jumlah
Internet Service Provider (ISP).
Arsitektur PCA
Gambar 2. Arsitektur PCA
Principal Component Analysis (PCA) merupakan
teknik linier reduksi menggunakan teori-teori statistik
sederhana seperti varian, standar deviasi, zero mean,
kovarian dan persamaan karakteristik. PCA adalah
teknik yang popular digunakan untuk memproyeksikan
data vector yang berdimensi tinggi ke vector yang
mempunyai dimensi lebih rendah dalam proses analisis
data modern (Shlens, 2009). Algoritma PCA untuk
mereduksi data terdiri dari enam komponen. Flowchart
pada Gambar 2 menunjukkan proses PCA secara detil.
PCA mereduksi ukuran barisan data dari dua puluh
variabel menjadi dua zariabel. Detil setiap proses yang
ditunjukkan pada fowchart dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Barisan data pada Tabel 1 merupakan data masukan.
2. Adjusted Data (data yang telah disesuaikan) adalah
hasil pengurangan dari setiap data dengan rata-rata
setiap data yang diperoleh dengan rumusan berikut
ini:
Dimana rata-rata seluruh sampel data diperoleh
dengan menggunakan persamaan:
3. Matriks kovarian (C) dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut:
Dimana B adalah Adjusted Data dan B adalah
transpose dari matriks B dan n adalah jumlah
sampel data.
4. Nilai eigen dan vektor eigen dari matriks kovarian
dihitung dengan menggunakan persamaan
karakteristik berikut ini:
Dimana C adalah matriks kovarian, I adalah
Matriks indeks, adalah nilai eigen dan adalah
vektor eigen.
5. Nilai eigen yang terbesar yang berkorespondensi
terhadap nilai vector eigen yang terbesar dipilih
menjadi principal component. Vektor eigen yang
disusun dari yang terbesar ke yang terkecil dipilih
menjadi vecktor ftur (Pers. 6).
6. Vektor eigen yang ada di dalam vektor ftur
ditranspos kemudian dikalikan dengan transpose
data yang telah disesuaikan (Adjusted Data) untuk
membangkitkan data PCA baru (Pers. 7).
Proses Self Organizing Map (SOM)
Setelah proses reduksi dimensi data dengan
menggunakan PCA selesai dilakukan, data hasil PCA
akan menjadi masukan untuk algoritma SOM. Self
Organizing Map (SOM) merupakan perluasan dari
jaringan kompetitif yang sering disebut sebagai jaringan
Kohonen. Jaringan ini pertama kali diperkenalkan oleh
Prov. Teuvo Kohonen pada tahun 1982. Pada jaringan
ini suatu lapisan yang berisi neuron-neuron akan
menyusun dirinya sendiri berdasarkan input tertentu
dalam suatu kelompok yang dikenal dengan istilah
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 173
cluster. Selama proses penyesuaian diri, cluster yang
memiliki vektor bobot paling cocok dengan pola input
(memiliki jarak paling dekat) akan terpilih sebagai
pemenang. Neuron yang menjadi pemenang beserta
neuron-neuron tetangganya akan memperbaiki bobot-
bobotnya.
Gambar 3 Algoritma SOM
Metode SOM digunakan untuk pemetaan seperti
clustering dimana prosesnya adalah suatu objek masuk
pada cluster ke-j tergantung pada jarak yang ditetapkan.
Jumlah neuron target sama dengan maksimum jumlah
kelompok yang hendak kita buat. Dalam iterasinya,
bobot neuron yang diubah tidak hanya bobot garis
yang terhubung ke neuron pemenang saja, tetapi juga
bobot neuron sekitarnya. Secara detil, langkah-langkah
algoritma SOM yang ditunjukkan pada Gambar 3
adalah sebagai berikut:
1. Data masukan adalah data keluaran PCA atau data
hasil penyederhanaan setelah akumulasi dua puluh
potensi menjadi lima potensi.
2. Inisialisasi nilai centroid (matriks bobot) dan pilih
salah satu data secara acak.
3. Misalkan adalah vektor referensi M
centroid. Tentukan centroid terdekat antara
setiap titik terhadap objek x menggunakan
persamaan Euclidean distance berikut:
Dimana d adalah ukuran data.
Perbaharui centroid pemenang dan centroid
tetangga dengan menggunakan persamaan:
Dimana adalah nilai parameter learning rate,
0< <1, yang menurun secara monoton terhadap
waktu dan mengontrol tingkat konvergensi.
5. Algoritma akan selesai setelah batas iterasi (epoch)
yang ditentukan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan dengan kombinasi epoch =
100, 200, 500, 1000 dengan jumlah cluster maksimum
adalah empat cluster (4x1) dan sembilan cluster (3 x
3). Berikut adalah hasil pengelompokan dengan epoch
500:
Hasil Pengelompokan dengan PCA dan SOM
Gambar 4 Jumlah Anggota tiap kelompok hasil clustering
dengan PCA dan SOM (maksimum 4 cluster)
Tabel 2 Penentuan kelompok tiap Kabupaten/Kota berdasar-
kan variabel keluaran proses PCA
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 174
Pengelompokan Potensi ... ISSN : 1411-0385
Gambar 4 di atas menunjukkan jumlah anggota
tiap cluster hasil pengelompokan dengan menggunakan
algoritma SOM yang dipadukan dengan PCA sebagai
pra-pemrosesan guna mereduksi dimensi matriks yang
memuat dua puluh variabel menjadi dua variabel.
Hasil PCA ditunjukkan pada Tabel 2, kolom ke 2 dan
3 sedangkan hasil pengelompokan ditunjukkan pada
kolom ke 4.
Berdasarkan Gambar 4, jumlah anggota masing-
masing kelompok adalah 1,1,12 dan 10 dengan rincian
sebagai berikut:
Kelompok 1 : Makassar
Kelompok 2 : Luwu
Kelompok 3 : Bantaeng, Pinrang, Sidrap, Soppeng,
Takalar, Selayar, Luwu Timur, Luwu Utara, Bulukumba,
Maros, Jeneponto, Pangkep
Kelompok 4 : Pare-pare, Palopo, Barru, Enrekang,
Sinjai, Wajo, Bone, Tana Toraja, Gowa, Toraja Utara
Gambar 5 Jumlah Anggota tiap kelompok hasil clustering
dengan PCA dan SOM (maksimum 9 cluster)
Hasil pengelompokan dengan menggunakan
ukuran cluster (3 x 3) ditunjukkan pada Gambar 5.
Dari 9 cluster, hanya 8 cluster yang memiliki anggota
sesuai dengan Tabel 2, kolom ke-5. Rincian anggota
tiap kelompok adalah sebagai berikut:
Kelompok 1 : Sidrap, Luwu Timur, Bulukumba,
Jeneponto
Kelompok 2 : Soppeng, Pangkep
Kelompok 3 : Pare-pare, Palopo, Bone, Gowa, Tana
Toraja, Toraja Utara
Kelompok 4 : -
Kelompok 5 : Barru, Sinjai
Kelompok 6 : Enrekang
Kelompok 7 : Makassar
Kelompok 8 : Luwu
Kelompok 9 : Bantaeng, Pinrang, Takalar, Wajo,
Selayar, Luwu Utara, Maros
Hasil Pengelompokan tanpa pra-proses PCA
Pada percobaan selanjutnya dilakukan
pengelompokan dengan menggunakan algoritma SOM
saja tanpa didahului proses PCA namun dimensi data
yang terdiri dari 20 variabel disederhanakan secara
manual dengan menjumlahkan variable-variabel yang
sekelompok menjadi 5 variabel. Kelima variabel itu
adalah potensi daerah bidang kominfo yaitu: (x
1
) Data
E-government, (x
2
) Data Institusi Pendidikan TIK, (x
3
)
Data Media, (x
4
) Data Lembaga Kemasyarakatan, dan
(x
5
) Data Infrastruktur TIK. Data potensi ini ditunjukkan
pada Tabel 3, kolom ke-2 sampai 6.
Gambar 5 Jumlah Anggota tiap kelompok hasil clustering
dengan SOM (maksimum 4 cluster)
Gambar 5 di atas menunjukkan jumlah anggota
tiap cluster hasil pengelompokan dengan menggunakan
algoritma SOM saja dengan jumlah maksimum 4
cluster. Hasil penentuan kelompok ditunjukkan pada
Tabel 3 kolom ke-7.
Tabel 3 Penentuan kelompok tiap Kabupaten/Kota berdasar-
kan lima variabel (x1-x5)
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 175
Jumlah anggota masing-masing kelompok adalah
1, 4, 8 dan 11 dengan rincian sebagai berikut:
Kelompok I : Makassar
Kelompok II : Soppeng, Jeneponto, Luwu, Pangkep
Kelompok III : Pare-pare, Barru, Sidrap, Sinjai,
Luwu Timur, Bone, Bulukumba, Gowa
Kelompok IV : Palopo, Bantaeng, Enrekang,
Pinrang, Takalar, Wajo, Selayar, Luwu Utara, Tana
Toraja, Maros, Toraja Utara
Gambar 6 Jumlah Anggota tiap kelompok hasil clustering
dengan SOM (maksimum 9 cluster)
Hasil pengelompokan dengan SOM tanpa didahului
proses PCA dengan menggunakan ukuran cluster (3 x
3) ditunjukkan pada Gambar 6. Dari 9 cluster, hanya
7 cluster yang memiliki anggota sesuai dengan Tabel
3, kolom ke-8. Rincian anggota tiap kelompok adalah
sebagai berikut:
Kelompok 1 : Sinjai
Kelompok 2 : Sidrap
Kelompok 3 : Soppeng, Jeneponto,
Pangkep
Kelompok 4 : Pare-pare, Barru, Luwu
Timur, Bone, Bulukumba, Gowa
Kelompok 5 : -
Kelompok 6 : -
Kelompok 7 : Palopo, Bantaeng, Enrekang,
Pinrang, Takalar, Wajo, Selayar, Luwu Utara, Tana
Toraja, Maros, Toraja Utara
Kelompok 8 : Luwu
Kelompok 9 : Makassar
Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan dapat dilihat bahwa
ada perbedaan hasil antara pengelompokan dengan
menggunakan batas 4 cluster dengan 9 cluster, dengan
batas 4 cluster terbentuk 4 kelompok sedangkan
dengan batas 9 cluster terbentuk 8 kelompok, hal ini
memperlihatkan bahwa karakteristik setiap daerah
tidak cukup mirip satu sama lainnya. Perbandingan
hasil kedua percobaan ini ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Perbandingan hasil pengelompokan dengan PCA dan
SOM berdasarkan jumlah cluster maksimum
Beberapa daerah yang tetap berada dalam
satu kelompok meskipun jumlah batas cluster
pengelompokan diperbesar yaitu: Kota Makassar
tetap sendiri, demikian halnya dengan Kabupaten
Luwu. Kelompok C pada pengelompokan dengan
4 cluster terbagi dalam 3 kelompok (c,d,e) dalam
pengelompokan dengan 8 cluster, sementara kelompok
D terbagi menjadi 3 kelompok juga (f,g,h). Dari tabel
terlihat bahwa kabupaten Wajo yang semula tergabung
dalam kelompok D tidak masuk ke dalam kelompok
f, g, maupun h, namun bergabung dengan kelompok e
yang pada pengelompokan dengan 4 cluster anggota-
anggota lainnya tergabung dengan kelompok C. Hal ini
menunjukkan bahwa karakteristik Kabupaten Wajo juga
memiliki kemiripan dengan Kabupaten di Kelompok C.
Perbandingan antara hasil pengelompokan
menggunakan SOM yang didahului dengan reduksi
data menggunakan PCA dengan tanpa reduksi data
diperlihatkan pada Tabel 5. Perbedaan yang cukup
signifkan adalah jumlah anggota kelompok pada
pengelompokan tanpa reduksi data terlebih dahulu lebih
terdistribusi. Hal ini karena jumlah variabel SOM lebih
banyak jika tidak dilakukan reduksi data dengan PCA.
Mengingat dimensi data masukan dalam percobaan
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 176
Pengelompokan Potensi ... ISSN : 1411-0385
ini tidak terlalu besar, maka penggunaan PCA tidak
terlalu bermanfaat dalam proses pengelompokannya.
Akan berbeda jika dimensi data masukan sangat besar.
Namun, dari kesuluruhan hasil percobaan diperlihatkan
adanya konsistensi pengelompokan Kabupaten/
Kota berdasarkan potensi di bidang komunikasi dan
informatika baik dengan menggunakan PCA maupun
tidak, baik dengan pembatasan jumlah cluster sebanyak
4 maupun 9 cluster.
Hasil yang perlu digaris bawahi pada percobaan
ini adalah dari seluruh percobaan, kota Makassar
selalu berada dalam kelompok tersendiri, hal ini
dikarenakan potensi komunikasi dan informatika Kota
Makassar sebagai ibukota propinsi jauh lebih unggul
dibandingkan Kabupaten/kota lainnya di Sulawesi
Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada
kesenjangan antara ibukota dengan daerah lainnya.
Perlu juga dijadikan catatan bahwa dari data yang
dimiliki, terdapat kekurangan kelengkapan data.
Tabel 5 Perbandingan hasil pengelompokan dengan PCA dan
tanpa PCA
KESIMPULAN
Penelitian ini memanfaatkan data potensi daerah
Sulawesi Selatan di bidang komunikasi dan informatika,
Algoritma PCA, dan algoritma SOM. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menunjukkan dan
menganalisa hasil pengelompokan daerah berdasarkan
potensinya masing-masing. Penelitian ini menunjukkan
bahwa penggunaan PCA untuk pengelompokan
data dengan dimensi data yang kurang besar tidak
terlalu bermanfaat. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dengan kedua metode baik dengan atau tanpa
PCA, Kota Makassar selalu berada pada kelompok
tunggal. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat
kesenjangan antara Ibukota dengan Kabupaten/kota
Lainnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memacu
pemerintah daerah/pemerintah pusat yang berwenang
dalam mengembangkan potensi komunikasi dan
informatika di seluruh wilayah Indonesia. Penelitian ini
juga menunjukkan bahwa penggunaan metode jaringan
saraf tiruan (JST) dapat diaplikasikan untuk berbagai
bidang sehingga diharapkan penelitian-penelitian
sejenis dapat lebih dikembangkan. Untuk penelitian
selanjutnya, pengelompokan dapat dilakukan dengan
cara klasifkasi Kabupaten/Kota dalam daerah maju,
berkembang dan tertinggal dengan menggunakan
metode klasifkasi yang sama ataupun metode lainnya.
Dapat juga dilakukan penelitian-penelitian sejenis
seperti klasifkasi daerah berdasarkan indikator TIK
maupun berdasarkan literasi masyarakat bidang TIK.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Balai
Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi
dan Informatika (BBPPKI) Makassar yang telah
menerbitkan Buku Potensi daerah Sulawesi Selatan
bidang komunikasi dan informatika sehingga penelitian
ini dapat dilaksanakan. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada seluruh staf BBPPKI Makassar dan
staf Pemerintah Daerah di Sulawesi Selatan yang telah
terlibat dalam pengumpulan data terkait penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
BBPPKI. (2012). Pemetaan Database Bidang Komunikasi dan
Informatika Wilayah Propinsi Sulawesi Selatan 2012.
Makassar: BBPPKI Makassar.
Puspowati, T. (2009). Algoritma Self Organizing Maps (Som)
Untuk Pengelompokan Kecamatan Di Kabupaten Malang
Berdasarkan Indikator Pemerataan Pendidikan. Surabaya:
ITS.
Reljin, I. S., Reljin, B. D., & Jovanovic, G. (2002). Clustering
of Climate Data in Yugoslavia by Using the SOM Neural
Network. 6th Seminar on Neural network Application
in Electrical Engineering (pp. 203 - 206). Yugoslavia:
University of Belgrade.
Shlens, J. (2009, April 22). Jon Shlens. Retrieved November
20, 2012, from SALK INSTITUTE : http://www.snl.salk.
edu/~shlens/pca.pdf
Tshering, & Arch, S. (2008). Clustering ICT Indicators of Bhutan
using Two Level HSOM Algorithm. Ninth ACIS International
Conference on Software Engineering, Artifcial Intelligence,
Networking, and Paralel/Distributed Computing (pp. 121
-127). IEEE Computer society.
Vesanto, J., Himberg, J., Alhoniemi, E., & Parhankangas, J.
(1999). Self-organizing map in Matlab: the SOM Toolbox.
Proceedings of the Matlab Conference 1999, (pp. 35 - 40).
Finland.
Yuni, A., Faiza, N. n., Wardhani, S. S., Nugroho, A. S., Handoko,
D., Saifullah, Z., et al. (2010). Mapping of Information
and Communication Technology (ICT) Progress Using Self
Organizing Map (SOM). 2nd International Conference on
Advances in Computer, Control & Telecommunication
Technologies, (pp. 185 - 187).
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 177
Sistem Komunikasi Berbasis Aplikasi Web Pada Kelompok
Informasi Masyarakat (KIM) Kabupaten Gowa
Communication Systems-Based Web Applications
in Group Information Society (KIM) Gowa
FIRDAUS MASYHUR
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Makassar
Jl. Prof. Abdurahman Basalama II No. 25 Makassar Telp. 0411 4660370 Fax. 0411-4660084
frdaus.masyhur@kominfo.go.id
Naskah diterima: 3 Juni 2012 || Naskah disetujui: 28 Juli 2012
Abstrak Pertukaran informasi atau cara berkomunikasi melalui internet adalah cara baru se-
bagai lompatan teknologi yang menempatkan manusia berada pada tempat berbeda dalam waktu
yang bersamaan. Semua ini dapat dilakukan oleh kemampuan internet dengan aplikasi berbasis web.
Fenomena ini paradoks dengan layanan yang ditawarkan dalam media tersebut, yang berfungsi untuk
mengirim, menyampaikan atau menerima data bagi penggunanya (user) baik itu data teks, gambar
(image) maupun data video. Oleh karena itu, dukungan pengolahan dan penyimpanan informasi dan
data yang bersumber dari aktivitas masyarakat setempat sangat dibutuhkan. Penelitian ini adalah
penelitian studi kasus (study case research) untuk merancang sistem komunikasi berbasis web pada
Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) di Kabupaten Gowa yang diarancang dengan menggunakan
bahasa PHP dan AJAX. Hasil penelitian ini adalah aplikasi berbasis web yang dapat diakses oleh
anggota KIM pada wilayah Kabupaten Gowa. Pada pengolahan dan penyajian data atau informasi
inilah maka akan tercipta suatu sistem komunikasi. Sistem komunikasi tersebut hendaknya bersifat
realtime dan mudah diakses oleh anggota KIM.
Kata kunci : Aplikasi web, Kelompok Informasi Masyarakat (KIM), Sistem Komunikasi
Abstract The exchange of information or how to communicate through the Internet is a new way
as a technological leap that puts people are at different places at the same time. All this can be done
by internet capabilities with web-based applications. This phenomenon is paradoxical to the services
offered in the media, which serves to transmit, submit or receive data to the user either text, pictures
(image) as well as video data. Therefore, support for the processing and storage of information and
data sourced from the local community activity is needed. This research is a case study to design a
web-based communication system at the Public Information Group (KIM) in Gowa who diarancang
using PHP and AJAX. The results of this research is a web-based application that can be accessed
by members of KIM in Gowa regency. In the processing and presentation of data or information is it
will create a system of communication. The communication system should be realtime and is easily
accessible by members of KIM.
Key words : Web Applications, Information Society Group, Communication system
Calon Peneliti
PENDAHULUAN
Komunikasi merupakan proses awal terjadinya
kerjasama yang mampu menciptakan silaturahmi.
Silturahmi berasal dari bahasa Arab yang artinya
hubungan keluarga yang bertalian darah. Dari arti
itu lalu beralih ke arti lain, yaitu menghubungkan
sesuatu yang memungkinkan terjadinya kebaikan serta
menolak suatu yang akan menimbulkan keburukan
dalam batas kemampuan. Komunikasi tidak hanya
bersifat informatif, yakni agar orang lain mengerti dan
tahu, tetapi juga bersifat persuasif, yaitu agar orang
lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan,
melakukan suatu perbuatan atau kegiatan, dan lain-lain.
Mengenai fungsi komunikasi, dalam buku Aneka
SYAHBUDIN
Fakultas Sains dan Teknlologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Kampus II Samata Gowa Sulawesi Selatan
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 178
Sistem Komunikasi ... ISSN : 1411-0385
Suara, Satu Dunia (Many Voice One World) dengan
MacBridge sebagai editornya, diuraikan bahwa apabila
komunikasi dipandang dari arti yang lebih luas, tidak
hanya diartikan sebagai pertukaran berita dan pesan,
tetapi sebagai kegiatan individual dan kelompok
mengenai tukar-menukar data, fakta dan ide, maka
sistemnya dalam tiap sistem sosial adalah meliputi:
informasi, sosialisasi (pemasyarakatan), motivasi,
perdebatan dan diskusi, pendidikan, memajukan
kebudayaan, hiburan dan integrasi.
Pertukaran informasi ataupun cara berkomunikasi
melalui internet adalah cara baru sebagai lompatan
teknologi yang menempatkan manusia berada pada
tempat berbeda dalam waktu yang bersamaan. Semua
ini dapat dilakukan oleh kemampuan internet dengan
aplikasi berbasis web. Saat ini internet telah digunakan
sebagai sarana media komunikasi melalui fasilitas-
fasilitas di dalamnya, akan tetapi internet ataupun
web masih terkesan diasumsikan sebagai kemajuan
perkembangan teknologi komputer dan bukannya
media komunikasi. Fenomena ini paradoks dengan
layanan yang ditawarkan dalam media tersebut,
yang berfungsi untuk mengirim, menyampaikan atau
menerima data bagi penggunanya (user) baik itu data
text, gambar (image) maupun data video.
Dalam proses pembangunan masyarakat yang
makmur dan sejahtera pada era informasi dan komunikasi
dewasa ini, sangat dibutuhkan informasi yang berguna
maupun keputusan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Oleh karena itu, dukungan pengolahan
dan penyimpanan informasi dan data yang bersumber
dari aktivitas masyarakat setempat sangat dibutuhkan.
Seiring dengan permasalahan tersebut Kementerian
Komunikasi dan Informatika telah mengembangkan
Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) dengan
maksud dan tujuan antara lain mewujudkan jaringan
informasi serta media komunikasi dua arah antar
pemerintah dengan masyarakat maupun dengan
pihak lainnya serta menghubungkan satu kelompok
masyarakat dengan kelompok yang lainnya untuk
mewujudkan rasa kebersamaan, solidaritas, kesatuan
dan persatuan bangsa .
Dalam rangka pencapaian tujuan tersebut maka
perlu dibangun sistem pengolahan dan penyajian data,
baik berupa data teks, gambar, audio maupun video.
Pada pengolahan dan penyajian data atau informasi
inilah maka akan tercipta suatu sistem komunikasi.
Sistem komunikasi tersebut hendaknya bersifat realtime
dan mudah diakses oleh anggota KIM.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan selama 8 Minggu atau 2
bulan, yang dimulai dari Februari 2011 hingga Maret
2011. Penelitian dilakukan pada Kelompok Informasi
Masyarakat dibawah naungan Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika Kabupaten Gowa yang
beralamat di jalan Poros Limbung Km. 2 Palangga.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah Penelitian Lapangan (feld
Research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
mengamati langsung pada lokasi penelitian, mencatat
permasalahan dan meminta data yang dibutuhkan.
Penelitian Perpustakaan (Library Research), yaitu
penelitian yang dilakukan berpedoman pada buku-
buku atau literatur-literatur yang berhubungan dengan
penelitian yang dilakukan. Penelitian Labor (Labor
Research), yaitu penelitian dengan melakukan praktek
uji coba rancangan situs web pada komputer local,
jaringan LAN dan internet.
Perancangan Aplikasi dilakukan dengan
menggunakan Data Flow Diagram (DFD) untuk
rancangan logik dan menggunakan Entity Relationship
Diagram (ERD) untuk merancang database. Aplikasi
kemudian dibangun dengan menggunakan bahasa
pemrograman PHP, sedangkan untuk database
menggunakan Mysql yang terpadu dalam satu modul
yaitu WAMP terdiri dari modul aplikasi Windows,
Apache (web server), Mysql, dan PHP.
Teknik pengujian yang digunakan adalah teknik
pengujian langsung yaitu dengan menggunakan teknik
pengujian black box. Pengujian black-box berfokus
pada persyaratan fungsional perangkat lunak. Dengan
demikian, pengujian black-box memungkinkan
perekayasa perangkat lunak mendapatkan serangkaian
kondisi input yang sepenuhnya menggunakan semua
persyaratan fungsional untuk suatu program. Pengujian
black-box berusaha menemukan kesalahan dalam
kategori sebagai berikut: (1) fungsi-fungsi yang
tidak benar atau hilang, (2) kesalahan interface, (3)
kesalahan dalam strukur data atau basis data eksternal,
(4) kesalahan kinerja, dan (5) inisialisasi dan kesalahan
terminasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aplikasi ini dirancang dengan menggunakan
beberapa teknik dan bahasa pemrograman yakni Ajax,
digunakan pada website yang berinteraksi dengan
server melalui javascript secara asinkron (background),
sehingga pengguna tidak perlu me-load keseluruhan isi
page (halaman). Sebagai gambaran adalah pada saat
proses pendaftaran anggota baru pada suatu situs web.
Setelah selesai meginput user ID saat registrasi, sistem
bisa memberitahukan bahwa nama yang dipakai sudah
digunakan oleh orang lain atau belum.
Kemudian yang digunakan selanjutnya adalah
XML (eXtensible Markup Language), yaitu bahasa
mark up yang ditujukan untuk menjabarkan informasi
dengan struktur yang dapat dibuat sendiri oleh
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 179
siapapun. Hal ini berbeda dengan HTML, yang tidak
memungkinkan untuk membuat tag-tag tersendiri.
Pada dokumen HTML, yang bisa dilakukan adalah
menggunakan tag-tag yang telah ditentukan. Selain itu
juga digunakan DOM (Document Object Module) yang
merupakan standar yang digunakan untuk mengakses
dokumen HTML. Dengan menggunakan DOM melalui
javascript, isi dokumen bisa dimanipulasi. Dokumen
HTML sendiri sebenarnya memunyai suatu hirarki
dengan elemen-elemen yang terkandung di dalamnya
seperti pohon terbalik.
Gambar 1. Sistem berjalan
Untuk mendisain tampilan web agar lebih tertata
dengan baik, maka digunakan Cascading Style Sheet
(CSS) yang merupakan sebuah dokumen berfungsi
untuk melakukan pengaturan pada komponen halaman
web, inti dari document ini adalah memformat halaman
web standar menjadi bentuk web yang memiliki
kualitas yang lebih indah dan menarik. CSS bisanya
digunakan untuk melakukan pengaturan global yang
berkaitan dengan objek tetap, misalnya memberikan
warna pada halaman web, pengaturan lebar dan kecil
bagian web serta menentukan bentuk font jenis huruf
yang digunakan secara menyeluruh dalam halaman
web. Selain itu digunakan pula JavaScript adalah
bahasa scripting berorientasi objek yang digunakan
untuk menulis fungsi-fungsi kecil yang diletakkan
pada halaman HTML dan berinteraksi dengan browser
untuk melakukan tugas tertentu yang tidak mungkin
dilakukan oleh halaman HTML statis.
Pada penelitian ini, yang menjadi objek penelitian
adalah Kelompok Informasi Masyarakat (KIM), yaitu
organisasi sosial yang bersifat wirausaha, bergerak
dalam bidang pengelolaan informasi dan komunikasi
yang tumbuh dan berkembang dari, oleh dan untuk
kepentingan masyarakat. KIM kabupaten Gowa,
merupakan kelompok informasi masyarakat yang
dikelompokkan berdasarkan kecamatan. Pada tiap
kecamatan diketuai oleh warga setempat, dengan
jenjang pendidikan minimal sarjana (S1). Proses
penyebaran informasi dan komunikasi antar KIM,
belum memungkinkan untuk menghadirkan sebuah
informasi yang sama dalam waktu bersamaan untuk
seluruh KIM, sehingga diharapkan dengan penerapan
media komunikasi berbasis web ini dapat menangani
permasalahan tersebut. Media komunikasi atau
penyebaran informasi untuk kelompok informasi
masyarakat kabupaten Gowa saat ini menggunakan
media radio, bulletin dan penggumuman dengan
menggunakan mobil keliling. Hal ini, mengindikasikan
adanya keterbatasan akses informasi yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Keterbatasan tersebut
berdampak pada tidak optimalnya data ataupun
informasi yang akan diserap oleh masyarakat. Informasi
yang dihasilkan pada proses di atas masih bersifat
delayed fedback sehingga dapat menimbulkan multi
tafsir terhadap informasi yang disebarkan.
Perancangan sistem dilakukan dengan melakukan
beberapa analisis yaitu analisis sistem, analisis
kebutuhan fungsional, dan analisis otoritas pengguna.
Dari hasil analisis tersebut, dilakukan perancangan
yang dimulai dari rancangan teknologi, rancangan
antarmuka yang pada akhirnya akan menghasilkan
rancangan sistem secara keseluruhan.
Rancangan sistem dengan menganalisis
sistem yang sedang berjalan yaitu bagaimana KIM
berkomunikasi dan memberikan informasi kepada
masyarakat. Pada gambar 1. dijelaskan bahwa
komunikasi dilakukan dengan mengandalkan intrumen
komunikasi konvensional yaitu radio, telepon, hingga
mobil keliling. Pesan yang disampaikan bisa berupa teks
maupun audio yang bertujuan menyampaikan informasi
kepada masyarakat sebagai pembaca dan pendengar.
Kelemahan dari sistem tersebut adalah feedback yang
diharapkan dari informasi yang diberikan sangat lambat
bahkan suut suntuk diterima.
Berdasarkan kelemahan tersebut dirancang
model komunikasi dengan memanfaatkan teknologi
internet berbasis multimedia sehingga media informasi
dapat dijangkau dengan mudah sekaligus dapat
memberikan feedback dengan cepat. Pada Gambar 2
di gambarkan bagaimana komunikasi hasil rancangan
akan memanfaatkan internet, selain komunikasi akan
menjadi lebih cepat, feedback yang diharapkan dari
penerima informasi juga akan cepat didapatkan. Konten
dari komunikasi juga bisa dalam bentuk yang beragam
seperti audio, video, teks, maupun gambar. Rancangan
ini diharapkan dapat berfungsi efektif sehingga dapat
menutupi berbagai kekurangan yang selama ini
dirasakan dalam komunikasi antar-kelompok maupun
dalam internal Kelompok Informasi Masyarakat yang
berada di Kabupaten Gowa.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 180
Sistem Komunikasi ... ISSN : 1411-0385
Gambar 2. Sistem Komunikasi yang diusulkan
Selanjutnya rancangan struktur website pada
Gambar 3. menunjukkan berbagai ftur yang dibuat
pada website ini. Fitur yang menarik diantaranya
Aktivitas Anggota, yaitu untuk mengetahui berbagai
aktivitas yang dilakukan oleh anggota KIM di wilayah
Kab. Gowa. Selanjutnya ada ftur Agenda, yaitu ftur
yang digunakan untuk mengumumkan berbgai kegiatan
yang akan dilaksanakan oleh KIM sehingga partisipasi
anggota KIM dapat lebih besar dengan adanya informasi
yang diumumkan.
Gambar 3. Struktur Halaman Website
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 181
Pada Gambar 4 selanjutnya dijelaskan bagaimana
hubungan antara sistem informasi dengan pihak
eksternal sistem. Hal ini juga menggambarkan alur
informasi yang mengalir antar-pihak tersebut. Pada
gambar tersebut terlihat ada 3 (tiga) pihak eksternal
yang terkait dengan sistem yaitu Administrator,
Anggota KIM, dan Pengguna Umum.
Gambar 4. Context diagram (DFD Level 0)
Sistem akan berkomunikasi dengan administrator
dengan meminta autorisasi terlebih dahulu yaitu
dengan menampilkan form Login. setelah administrator
memasukkan login yang tepat barulah sistem akan
menampilkan menu utama administrator untuk
digunakan selanjutnya mengatur konfgurasi sistem.
Sistem juga akan berkomunikasi dengan anggota
KIM melalui form Login, setelah anggota KIM
memasukkan data login dengan tepat, selanjutnya
sistem akan menampikan berbagai ftur yang tersedia
bagi user anggota KIM.
Pada Gambar 5. digambarkan secara detail
bagaimana proses-proses yang terjadi pada interaksi
antara sistem dan administrator serta item aktivitas
yang pada interaksi tersebut.
Gambar 5 DFD Level 1 Entitas Administrator
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 182
Sistem Komunikasi ... ISSN : 1411-0385
Selanjutnya pada Gambar 6. digambarkan
rancangan relasi antar-data pada sistem ini. Beberapa
tabel yang akan dibangun dalam database sistem
dihubungkan untuk membangun sistem informasi yang
efektif.
Gambar 5. Website data konseptual
Gambar 7. Website data logis
Pada Gambar 7. selanjutnya digambarkan
bagaimana rancangan logis database yang telah
dirancang pada data konseptua. Gunanya untuk
memberikan detail dari masing-masing item dalam
database.
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 183
Hasil-hasil rancangan tersebut kemudian akan
menjadi acuan utama dalam merancang sistem ini
secara keseluruhan. Sehingga hasil rancangan ini
juga bisa dimanfaatkan oleh kelompok lain yang akan
membangun sistem serupa, bahkan dapat memperbaiki
berbagai ftur yang telah ada pada sistem ini.
Perancangan Basis Data Fisik
Perancangan fsik merupakan turunan dari
perancangan logis. Perancangan fsik dipresentasikan
dalam rancangan tabel-tabel.
a) Tabel template
Deskripsi tabel template ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Deskripsi Tabel Template

b) Tabel account
Deskripsi tabel template ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 4.4 Deskripsi Tabel Account
c) Tabel menu
Deskripsi tabel menu ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Deskripsi Tabel Menu
d) Tabel stories
Deskripsi tabel stories ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Deskripsi Tabel Stories
e) Tabel story_foto
Deskripsi tabel story_foto ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Deskripsi Tabel Story_foto
f) Tabel modul
Deskripsi tabel modul ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Deskripsi Tabel Modul
g) Tabel teman
Deskripsi tabel teman ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Deskripsi Tabel Teman
h) Tabel stream
Deskripsi tabel stream ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Deskripsi Tabel Stream
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 184
Sistem Komunikasi ... ISSN : 1411-0385
i) Tabel message
Deskripsi tabel message ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9 Deskripsi Tabel Message
j) Tabel invite
Deskripsi tabel invite ditunjukkan pada Tabel 10.
Tabel 10. Deskripsi Tabel Invite
k) Tabel subscr
Deskripsi tabel subscr ditunjukkan pada Tabel 11.
Tabel 11. Deskripsi Tabel Subscr
l) Tabel bahasa
Deskripsi tabel bahasa ditunjukkan pada Tabel 12.
Tabel 12. Deskripsi Tabel Bahasa
m) Tabel block
Deskripsi tabel block ditunjukkan pada Tabel 13.
Tabel 13. Deskripsi Tabel Block
n) Tabel tema
Deskripsi tabel tema ditunjukkan pada Tabel 14.
Tabel 14. Deskripsi Tabel Tema
Pengujian Sistem
Pengujian adalah proses eksekusi suatu program
dengan maksud menemukan kesalahan. Pengujian
yang dilakukan pada website KIM Kabupaten Gowa
menggunakan metode pengujian black-box yang
berfokus pada persyaratan fungsional perangkat lunak.
Pengujian sistem, berhubungan erat dengan validasi
dan verifkasi pada proses input dan output website.
Adapun yang diuji pada proses pengujian adalah :
1. Halaman pendaftaran anggota
Pada halaman pendaftaran anggota baru
diharapkan untuk mengisi semua feld yang disediakan,
memasukkan kode dan alamat email dengan benar
sehingga sistem memberikan konfrmasi bahwa akun
dapat digunakan untuk login.
2. Halaman login
Pada halaman login, field username dan password
diisi sesuai dengan data yang didaftarkan pada sistem.
3. Fungsi pencarian data
Field pada fungsi pencarian data disi data dengan
jangkauan karakter, minimal dua karakter dan maksimal
lima puluh karakter.
4. Input foto
Input foto diawali dengan membuat dan
mendeskripsikan album terlebih dahulu, setelah itu
memilih fle yang akan diupload.
5. Input berita
Untuk proses memasukkan berita diawali dengan
mendefenisikan judul, isi dan kategori yang akan
dijadikan kata kunci untuk proses pencarian berita serta
pengaturan permission untuk berita yang diupload.
6. Input musik
Input musik dengan mendeskripsikan judul, isi
dan tag yang akan dijadikan kata kunci untuk proses
pencarian serta pengaturan permission untuk musik
yang diupload. Musik yang dapat diupload hanya yang
berekstensi mp3.
7. Input agenda
Untuk proses memasukkan agenda diawali dengan
Volume 15 No. 3 - Desember 2012
Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika dan Media Massa - PEKOMMAS 185
mendefenisikan judul, deskripsi, waktu, kecamatan
serta pengaturan permission untuk berita yang diupload.
8. Pengujian pada fungsi obrolan
- Pilih teman online
- jendela obrolan diisi dengan memilih
teman
Hasil yang diharapkan : sistem mengkonfrmasi
ada pesan baru untuk anggota yang bersangkutan
dengan membuat perubahan warna pada header jendela
obrolan dan perubahan pada title website dengan
informasi tersebut
9. Laporan kepada admin
Anggota memilih untuk melaporkan halaman
tertentu selanjutnya sistem mengkonfrmasi ada laporan
baru kepada Administrator web.
Lingkungan pengujian pada website KIM
Kabupaten Gowa dilakukan pada Sistem Operasi
Windows 7 Professional. Pengujian dilakukan pada
PHP version 5.2.6 dengan MySQL version 5.0.51b.
Pengujian dengan menggunakan beberapa browser
telah berhasil dilakukan, diantaranya: Mozzila Firefox
Version 5.0, Opera Version 9.51, Chrome Version 5 dan
Internet Explorer Version 8.0. Dari beberapa browser
yang telah dicoba, website KIM kabupaten Gowa
berjalan dengan baik.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian penulisan pada penelitian ini
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Untuk membangun sebuah media komunikasi
berbasis web terlebih dahulu melakukan langkah-
langkah analisis terhadap sistem komunikasi yang
berjalan.
2. Pengembangan sistem komunikasi berbasis web
disesuaikan dengan konsep-konsep pengembangan
perangkat lunak sehingga memberikan kemudahan
apabila ada perbaikan pada sistem tersebut dimasa
yang akan datang.
3. Penggunaan teknologi web dengan menggunakan
AJAX dapat menciptakan sebuah media
komunikasi yang bersifat direct feedback.
sehingga pemecahan terhadap permasalahan yang
ada akan semakin cepat.
4. Rancangan sistem komunikasi berbasis web dapat
menjadi solusi dalam meningkatkan kualitas
informasi antar kelompok dalam masyarakat
informasi serta manjadi salah satu faktor untuk
menjaring feedback yang lebih banyak dari
masyarakat pengguna informasi.
5. Mendorong penggunaan internet sebagai media
baru yang paling banyak digunakan masyarakat
dengan berbagai keunggulannya.
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran
yang penulis ajukan sebagai bahan masukan bagi
pengembangan media komunikasi pada KIM kabupaten
Gowa adalah sebagai berikut:
1. Demi memudahkan akses informasi pada KIM
kabupaten Gowa, maka Pemerintah daerah perlu
mengembangkan media komunikasi berbasis web.
2. Pengembangan media komunikasi yang baru
merupakan media komunikasi tambahan dari
media-media yang ada sebelumnya.
3. Untuk proses pembinaan KIM yang dilakukan oleh
pemerintah daerah kabupaten Gowa, maka dinas
perhubungan informasi dan komunikasi kabupaten
Gowa dapat difungsikan sebagai administrator pada
website yang dibangun.
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Hakim, Atang dan Mubarok, Jaih, Metodologi Study Islam, PT
Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004.
Babin, Lee, Beginning Ajax With PHP From Novice to Professional,
Apress, Barkley, 2007.
Connolly TM, CE Begg, Database Systems: A Practical Approach
to Design, Implementation and Management. England:
Addison-Wesley longman limited, 1998.
Hadisutopo, Ariesto, Pemrograman Flash Dengan PHP dan
MySQL, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2007.
Hakim, Lukmanul, Membongkar Trik Rahasia para Master PHP,
Lokomedia, Yogyakarta. 2008.
______________, Jalan PintasMenjadi Master PHP, Lokomedia,
Yogyakarta,2009.
Hendratman, Hendi, The Magic of Macromedia Director,
Informatika, Bandung, 2008.
Hermawan, Julius, Analisa dan Desain Pemrograman Berorientasi
Objek. Andi Offset, Yogyakarta, 2004..
J. Kabir, Mohammed, Secure PHP Development: Building :50
Practical Applications, Wiley Publishing, Inc., Indianapolis,
Indiana, 2003.
Kadir, Abdul. Mastering Ajax dan PHP. Andi Offset, Yogyakarta,
2009..
Muhlis, Ahmad, Membangun Aplikasi Mini Market dengan Access,
Elex Media Komputindo, Jakarta, 2007.
Nugroho, Bunaft, Tips dan Trik Pemrograman PHP5, Ardana
Media, Yogyakarta, 2006.
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Pt.
Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007.
Pramono, Andi dan M. SyafI, Kolaborasi Flash, Dreamweaver
dan PHP untuk Aplikasi Website, Andi, Yogyakarta,
2005.
Presman, Roger S, Software Engineering: A Practitioners
Approach. Diterjemahkan oleh LN Harnaningrum dengan
judul Rekayasa Perangkat Lunak: Pendekatan Praktisi
(Edisi 6). Andi, Yogyakarta, 2002.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika - Makassar 186
Sistem Komunikasi ... ISSN : 1411-0385
Rosadi, Rosadi, Etika Kehumasan Konsepsi dan Aplikasi, Bandung,
2002.
Sommerville Ian, Software Engineering, Diterjemahkan oleh Dra.
Yuhilza Hanum M.eng dengan judul Rekayasa Perangkat
Lunak (Jilid I), Erlangga, Jakarta, 2003.
Suarga, Faisal dan Satu Alang, Pengantar Teknologi Informasi 1,
Alauddin Press, Makassar, 2006.
Suhendi, Edi, Kreatif Dengan Adobe Flash Profesional, Yama
Wydia, Bandung, 2009.
Sosiawan, Edie arief, Kajian Internet Sebagai Media Komunikasi
Interpersonal Dan Massa. FISIP UPNVY, 2008.
Supriansyah, Haris dan Kartoyo, 30 Menit Menjadi Webmaster,
Oase Media, Bandung, 2007.
Sutanta, Edhy, Pengantar Teknologi Informasi, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2005.
Utama, Tri Adji, Cara Mudah Menggunakan Internet, Bintang
Indonesia Jakarta, Bandar Lampung, 2009.
Winardi, J., Pemikiran Sistemik Dalam Bidang Organisasi dan
Manajemen, Rajagrafndo Persada, Jakarta, 2002.
Williams BK, SC Sawyer. Using Information Technologi:
Pengenalan praktis dunia Komputer dan Komunikasi.
Edisi 7. Nur Wijayaning Rahayu dan Th. Arie Prabawati,
Penerjemeh; Yogyakarta: Andi. Terjemahan dari: Using
Information Technologi: A Practical Introduction to
Computers & Communications, 2007.

Anda mungkin juga menyukai