Anda di halaman 1dari 36

BAB IV

PEMBAHASAN

Pembahasan merupakan isi dari hasil analisis data yang telah diolah oleh

peneliti setelah melakukan berbagai penelitian di lapangan. Adapun yang akan

dibahas merupakan hasil penelitian terkait Implementasi Aplikasi Profil Desa dan

Kelurahan (Prodeskel) pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

Provinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor

12 Tahun 2007 Tentang Pedoman Penyusunan dan Pendayagunaan Data Profil

Desa dan Kelurahan, Profil Desa dan Kelurahan adalah gambaran menyeluruh

tentang karakter desa dan kelurahan yang meliputi data dasar keluarga, potensi

sumber daya alam, sumber daya manusia, kelembagaan, prasarana dan sarana

serta perkembangan kemajuan dan permasalahan yang dihadapi desa dan

kelurahan.

Berdasarkan tujuan dari penelitian ini, terdapat tiga tujuan penelitian yang

ingin dicapai oleh peneliti. Tujuan pertama untuk mengetahui implementasi

aplikasi profil desa dan kelurahan (Prodeskel) pada Dinas Pemberdayaan

Masyarakat dan Desa Provinsi Kalimantan Barat. Tujuan kedua untuk

mengetahui hambatan dalam implementasi aplikasi profil desa dan kelurahan

(Prodeskel) pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi

Kalimantan Barat. Tujuan ketiga untuk mengetahui solusi yang digunakan untuk

mengatasi hambatan dalam implementasi aplikasi profil desa dan kelurahan

(Prodeskel) pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi

Kalimantan Barat.
Peneliti melakukan penelitian berlandaskan pada teori menurut George C.

Edward III dalam Agustino (2020:154-158) yang sangat menentukan

keberhasilan implementasi suatu kebijakan diantaranya yaitu:

a. Komunikasi
b. Sumber Daya
c. Disposisi
d. Struktur Birokrasi

Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan teknik

pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara dan studi

dokumentasi. Wawancara dilakukan kepada informan yang terlibat langsung

dengan implementasi aplikasi profil desa dan kelurahan pada Dinas

Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Kalimantan Barat, yaitu:

1. Kepala Bidang Pemerintahan Desa sebagai informan 1

2. Subkoordinator Bidang Perencanaan dan Evaluasi Perkembangan Desa dan

Kelurahan sebagai informan 2

3. Admin/ Operator Prodeskel Provinsi Kalimantan Barat sebagai informan 3

4. Operator Desa sebagai informan 4

Pertanyaan yang ditanyakan oleh peneliti kepada keempat informan tidak

terlepas dari tujuan penelitian yang sedang dilaksanakan. Berikut adalah

penjelasan dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti.

A. Implementasi Aplikasi Profil Desa dan Kelurahan (Prodeskel) pada

Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Kalimantan Barat

Implementasi merupakan suatu tindakan yang telah direncana atau

disusun secara rinci. Implementasi kebijakan merupakan tahap yang sangat

penting dalam proses pembuatan kebijakan. Implementasi kebijakan adalah

suatu tindakan oleh yang dilakukan oleh pelaksana lembaga/ organisasi baik
itu pemerintah atau swasta yang merupakan tindakan untuk menyelesaikan

masalah sehingga dapat mencapai tujuan kebijakan yang telah ditetapkan.

Aplikasi Profil Desa dan Kelurahan (Prodeskel) merupakan aplikasi yang

telah dibuat dari tahun 2007, yang awalnya dijalankan secara offline hingga

tahun 2012 sampai sekarang sudah dijalan secara online.

Implementasi aplikasi Prodeskel dilakukan untuk memberikan gambaran

menyeluruh tentang karakter desa dan kelurahan, sehingga dengan aplikasi

ini dapat memudahkan setiap desa/ kelurahan, kabupaten/ kota, provinsi

hingga pusat untuk melihat perkembangan setiap desa dan kelurahan di

Provinsi Kalimantan Barat. Aplikasi Prodeskel yang sekarang sudah dapat

dilakukan secara online dapat digunakan oleh seluruh desa dan kelurahan,

kabupaten dan kota kemudian akan dipantau oleh provinsi dalam

penginputannya. Implementasi aplikasi Prodeskel pada Dinas

Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Kalimantan Barat akan

peneliti jelaskan secara rinci dengan menyajikan data yang diperoleh melalui

hasil wawancara dengan didukung oleh dokumen-dokumen dan hasil

observasi yang telah dilakukan peneliti.

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, peneliti melakukan

penelitian yang berlandaskan pada teori menurut George C. Edward III

dalam Agustino (2020:154-158), dimana menurut George C. Edward III ada

empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu

kebijakan. Berikut penjelasan mengenai empat variabel yang harus

diperhatikan karena dapat menentukan eberhasilan implementasi suatu

kebijakan.

1. Komunikasi
Kebijakan akan dilaksanakan dengan baik apabila komunikasi yang

terjadi antara pelaksana kebijakan dengan kelompok sasaran dari

kebijakan dilakukan dengan tepat, akurat dan konsisten. Menurut

George C. Edward III dalam Agustino (2020:154), “Komunikasi,

menurutnya, sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari

implementasi kebijakan publik”. Terdapat tiga indikator yang digunakan

dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi, yaitu:

a. Transmisi

Menurut George C. Edward III dalam Agustino (2020:154),

“Transmisi adalah penyaluran komunikasi yang baik akan dapat

menghasilkan suatu implementasi yang baik pula”. Berikut yang

disampaikan oleh informan 1 mengenai cara Bapak sebagai

pelaksana dalam menyampaikan informasi tentang aplikasi

Prodeskel kepada subkoordinator dan operator, “Selain surat, kami

juga melakukan komunikasi melalui HP, biasa pakai WA ataupun

telepon. Itu juga yang biasa kami lakukan kepada pembinaan

terhadap desa-desa atau kabupaten”.

Berdasarkan informasi dari informan 2 mengenai cara Ibu

sebagai pelaksana dalam menyampaikan informasi tentang aplikasi

Prodeskel kepada Kepala Bidang dan Operator, “Kita

menyampaikan melalui media diskusi, WA, langsung ngomong. Kita

biasa seperti ini, kalau ada apa-apa kita langsung diskusi. Kita

panggil Kabid”. Selanjutnya informan 3 menyampaikan bahwa

informan 3 lebih sering melakukan komunikasi dengan

subkoordinator, dikarenakan kepala bidang yang sering berganti.


Oleh karena itu, peneliti bertanya mengenai cara ibu menyampaikan

informasi ke subkoordinator, informan 3 menyampaikan bahwa,

“Biasanya secara langsung, karena kita tergantung jadwal. Seperti

saat ini jadwal mau masuk triwulan III, terus saya bilang ke

subkoordinator, bu ini sudah masuk ke jadwal pemutakhiran nanti

kita menyurati kabupaten. Jadi dilakukan perjadwal triwulannya”.

Selanjutnya pertanyaan yang sama juga ditanyakan kepada

informan 4, ia mengatakan bahwa, “Komunikasinya secara

langsung dan juga dari grup WA”.

Berdasarkan pernyataan mengenai cara menyampaikan

informasi tentang implementasi aplikasi Prodeskel dan didukung

oleh hasil pengamatan yang dilakukan peniliti, peneliti melihat

Kepala Bidang Pemerintahan Desa yang sedang melakukan

komunikasi melalui diskusi atau rapat kecil di ruangan

Subkoordinator Bidang Perencanaan dan Evaluasi Perkembangan

Desa dan Kelurahan bersama dengan Operator Prodeskel Provinsi

Kalimantan Barat yang membahas tentang Aplikasi Prodeskel

tersebut. Selain itu peneliti juga mengamati operator Prodeskel

Provinsi yang menyampaikan informasi baik itu tentang data yang

belum diinput ataupun terkait jadwal disampaikan melalui via

telepon. Dari semua hasil wawancara yang dikaitkan dengan teori

serta didukung dengan observasi peneliti, peneliti dapat mengetahui

bahwa transmisi yang dilakukan sudah berjalan dengan baik.

Transmisi yang dimaksud ialah penyampaian informasi dilakukan


berdasarkan jadwal triwulannya dan disampaikan dengan berbagai

media yang digunakan yaitu langsung, diskusi dan alat komunikasi.

Peneliti juga menanyakan pertanyaan lain kepada tiap informan

yaitu mengenai apa manfaat dari aplikasi Prodeskel bagi Bidang

Pemerintahan Desa. Berikut yang disampaikan informan 1

mengenai manfaat aplikasi Prodeskel,

“Prodeskel bermanfaat bagi bidang Pemdes. Prodeskel di


bidang Pemdes itu keterkaitannya dengan lomba desa, mulai
dari administrasi pemerintahan desanya, sebelum mereka
untuk lomba desa akan diminta kelengkapan administrasi.
Seperti batas wilayah, batas desanya sudah dibuat atau belum,
jumlah penduduknya bisa dillihat disitu, untuk mengikuti lomba-
lomba desa keterkaitannya dengan profil desa”.

Selanjutnya yang disampaikan oleh informan 2 mengenai

manfaat dari aplikasi Prodeskel yakni sebagai berikut.

“Banyak. Disitu kita bisa tahu perencanaan desanya seperti


apa, pembangunan desanya dan perkembangan desanya. Dari
perencanaan sampai pelaksanaan, sampai monevnya kita bisa
dapat disitu. Perencanaan contohnya berapa jumlah
penduduknya, berapa luas lahannya, potensi apa yang ada di
desa tersebut, inovasinya pun nampak, usaha-usahanya pun
nampak disitu. Itu dampak untuk kita, kita bisa bikin pembinaan
dan pengawasan kedepannya, kita juga bisa tawarkan ke
inventor kalau mereka mau inovasi, inovasinya apa dan
potensinya kita bisa lihat di profil masing-masing desa. Desa A
apa potensi nya, perkembangan desanya seperti apa, kita bisa
lihat perkembangan desa-desa berkembang. Dan itu target
IKKU kita (Indeks Kinerja Kunci Utama) dari DPMD Prov untuk
tahun 2022, dilihat dari data pada aplikasi Prodeskel”.

Kemudian informan 3 juga menyampaikan mengenai manfaat

aplikasi Prodeskel ini, “Prodeskel sangat bermanfaat dan membantu

untuk mendata keseluruhan profil desa dan kelurahan yang ada di

Kalbar. Karena yang menginput langsung perangkat desa dan

kelurahannya, sehingga informasi jadi lebih akurat”. Informan 4 juga


menyampaikan pernyataannya mengenai manfaat dari aplikasi

Prodeskel, ia mengatakan,

“Sebenarnya manfaatnya banyak, terutama kita tahu jumlah


penduduk yang ada di desa kita pertahunnya, dengan
penghasilan mereka masing-masing, pekerjaan mereka
masing-masing. Apalagi zaman covid ini, pasti banyak
penurunan kinerja mereka, jadi kita bisa tahu mana yang butuh
dibantu yang tidak. Jadi enaknya disitu sebenarnya”.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti,

dapat diketahui bahwa manfaat dari adanya aplikasi Prodeskel ini

adalah untuk membantu dalam mendata keseluruhan profil desa

dan kelurahan yang ada di Provinsi Kalimantan Barat, karena

dengan aplikasi ini dapat terlihat dari perencanaan, pembangunan

hingga perkembangan desa dan kelurahan. Dengan adanya aplikasi

Prodeskel ini setiap desa dan kelurahan dapat menginput data dan

informasi yang akurat berdasarkan apa yang terjadi di desa dan

kelurahan tersebut, sehingga apabila ada inventor yang bersedia

membantu menginovasi desa dan kelurahan yang membutuhkan

dapat mudah diakses pada aplikasi Prodeskel.

Hal ini diperkuat dengan adanya studi dokumentasi pada

aplikasi Prodeskel tersebut, pada aplikasi terdapat data mengenai

ekonomi masyarakat, pendidikan masyarakat, kesehatan

masyarakat, keamanan dan ketertiban, kedaulatan politik

masyarakat, serta peran serta masyarakat dalam pembangunan.

Data-data yang terdapat pada aplikasi Prodeskel meliputi seluruh

kabupaten yang ada di Provinsi Kalimantan Barat dapat dilihat pada

gambar dibawah ini. Untuk gambar dibawah ini merupakan salah

satu kabupaten yang ada di Kalimantan Barat.


Gambar 2: Hasil Analisis Klasifikasi, Kategori dan Topologi
Tahun 2021
Sumber: prodeskel.binapemdes.kemendagri.go.id

Pertanyaan berikutnya yang peneliti tanyakan kepada informan

1, 2, dan 3 yaitu untuk mengetahui bagaimana implementasi

aplikasi Prodeskel pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan

Desa Provinsi Kalimantan Barat dan apakah implementasinya

sudah berjalan dengan baik. Informan 1 menyampaikan bahwa,

“Kalau untuk kita sudah melaksanakan dengan baik. Jika


digunakan untuk pihak ramai, kalau kita lihat pusat ini kan
banyak mengeluarkan aplikasi-aplikasi, terintegrasi dengan
dukcapil seperti data penduduk, kalau sudah diatur itu sudah
lengkap sekali, karena profil desa ini gambaran umum utuh
seluruh desa dari penduduk, potensi sampai wilayah itu sudah
lengkap”.

Sama halnya dengan yang disampaikan oleh informan 2

mengenai pertanyaan yang sama, informan 2 mengatakan bahwa,

“Pelaksanaannya kita laksanakan dan sudah berjalan dengan


baik , kita pembinaan dan pengawasannya tetap jalan. Kita
tetap pantau evaluasi diri di awal tahun bulan januari sampai di
bulan juni kita pantau, karena itulah fungsi admin provinsi, di
bulan juni akan terlihat jelas progresnya sudah sampai berapa
persen di tiap-tiap desanya”.

Selanjutnya yang disampaikan oleh informan 3 mengenai

implementasi aplikasi prodeskel,


“Sudah cukup berjalan dengan baik. Karena Prodeskel
dilakukan sepanjang tahun, jadi mulai dari Januari kita
menyurati kabupaten/ kota, karena jadwalnya di Januari itu
triwulan 1. Triwulan 1 jadwalnya salin data, kemudian dikontrol
lagi selanjutnya triwulan II update, triwulan III pemutakhiran,
triwulan IV publikasi. Tiap tahun seperti itu implementasinya”.

Selanjutnya yang disampaikan oleh informan 4 mengenai

bagaimana implementasi aplikasi Prodeskel pada Dinas

Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Kalimantan Barat

dan apakah implementasinya sudah berjalan dengan baik, ia

menyampaikan bahwa, “Kita tuh cukup baiklah ya. Soalnya sesuai

jadwal kita ngumpulinnya dan sesuai data yang ada di desa”.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui

implementasi aplikasi Prodeskel pada Dinas Pemberdayaan

Masyarakat dan Desa Provinsi Kalimantan Barat sudah berjalan

dengan baik. Aplikasi Prodeskel merupakan aplikasi yang dibuat

oleh pusat, sehingga sudah terjadwal apa yang harus dilakukan

setiap bulannya. Sehingga dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat

dan Desa Provinsi Kalimantan Barat serta setiap desa dan

kelurahan hanya mengikuti dan menjalankannya sesuai dengan

ketentuan yang ada.

b. Kejelasan

Menurut Edward III dalam Agustino (2020:155) menyatakan

bahwa komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan

haruslah jelas dan tidak membingungkan. Para pelaksana

membutuhkan kejelasan informasi dalam melaksanakan kebijakan

agar tujuan yang hendak dicapai dapat diraih sesuai konten


kebijakan. Untuk mengetahui kejelasannya, peneliti memberikan

pertanyaan kepada informan mengenai peraturan apa yang

digunakan dalam implementasi aplikasi Prodeskel, berdasarkan

wawancara kepada ketiga informan, informan 1, 2 dan 3

memberikan jawaban yang sama bahwa peraturan yang digunakan

dalam implementasi aplikasi Prodeskel yaitu Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Pedoman

Penyusunan dan Pendayagunaan Data Profil Desa dan Kelurahan.

Sedangkan informan 4 mengatakan hal yang sebaliknya, ia

mengatakan bahwa, “Itu saya belum belajar sebenarnya. Soalnya

kita belum ada pelatihan tatap muka, jadi kita belum tau apa-apa

peraturan yang dipakai”.

Berdasarkan yang disampaikan oleh informan 1, 2 dan 3

dikaitkan dengan teori yang ada serta didukung studi dokumentasi,

dapat diketahui bahwa informan yang berada di provinsi telah

mengetahui peraturan yang digunakan dalam implementasi aplikasi

Prodeskel, sehingga dengan mengetahui peraturan yang digunakan

implementasi aplikasi Prodeskel dapat dilaksanakan sesuai dengan

peraturan yang ada. Hasil studi dokumentasi terkait Peraturan yang

mengatur tentang aplikasi Prodeskel akan peneliti lampirkan pada

lampiran Laporan Akhir ini. Namun untuk pihak desa belum

sepenuhnya tahu bahkan ada yang tidak tahu sama sekali terkait

peraturan apa yang digunakan karena dari provinsi belum pernah

mengadakan pelatihan tatap muka. Setiap pelaksana kebijakan

yang terlibat terlebih dahulu harus mengetahui peraturan apa yang


digunakan, dengan begitu apa yang dikerjakan akan berjalan

dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang ditetapkan.

Untuk menerangkan informasi lebih lanjut terkait kejelasan,

peneliti memberikan pertanyaan kepada informan 1 dan 2 tentang

pengetahuan latar belakang aplikasi Prodeskel karena informan 1

dan 2 sebagai pelaksana menyampaikan informasi. Berikut yang

disampaikan oleh informan 1 mengenai latar belakang terbentuknya

aplikasi Prodeskel,

“Latar belakang terbentuknya aplikasi profil desa dan kelurahan


untuk mengetahui misalnya ada potensi wilayahnya. Ada 3
disitu, karena Permendagri mau melihat wilayah,
perekonomian, dan pemerintahannya. Kalau wilayahnya dilihat
potensi-potensi yang ada di desa. Jadi dengan adanya sosial
media jadi masyarakat dan investor asing tidak perlu datang ke
desa itu. Jadi cukup membuka link dan melihat potensi apa
yang ada di desa itu. Misalnya jagung, desa mana penghasil
jagung terbesar di Kalbar. Mungkin investor yang memerlukan
jagung langsung bisa melihat di aplikasi, supaya desa-desa
yang ada di Indonesia cepat berkembang cepat maju dan bisa
membiayai desa nya sendiri”.

Selanjutnya yang disampaikan oleh informan 2 mengenai latar

belakang dibentuknya aplikasi Prodeskel sebagai berikut.

“Latar belakangnya untuk melihat perkembangan desa dan


kelurahan yang ada di Kalimantan Barat. Masing-masing desa
punya operator-operator yang menginput masing-masing desa.
Kita admin provinsi bisa memantau sampai sejauh mana
progress perkembangan prodeskel di tiap- tiap desa”.

Berdasarkan hasil wawancara kepada kedua informan dan

dikaitkan dengan teori yang digunakan, peneliti mengetahui bahwa

yang melatarbelakangi terbentuknya aplikasi Prodeskel adalah

untuk mengetahui perkembangan desa dan kelurahan, yang dilihat

berdasarkan wilayah, perekonomian dan pemerintahan desanya.

Penyataan dari kedua informan dapat diketahui bahwa kejelasan ini


dapat dikatakan sudah jelas, hal ini dapat dilihat dari kemampuan

para informan dapat menjelaskan apa yang melatarbelakangi

terbentuknya aplikasi Prodeskel. Dengan adanya kejelasan yang

diberikan, maka dapat memberikan kemudahan bagi operator yang

menerima kejelasan informasi tersebut.

c. Konsistensi

Edward III dalam Agustino (2020:155) mengatakan, “Perintah

yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah

konsisten, karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah,

maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di

lapangan”. Berikut ini hasil wawancara peneliti kepada informan 1

dan 2 sebagai pelaksana yang menyampaikan informasi kepada

informan 3. Informan 1 menyampaikan mengenai waktu dalam

memberikan informasi sebagai berikut.

“Kami melihat dari pengisian data mereka, biasanya operator


melihat perminggu perbulan, dia melihat kalau perbulan tidak
ada pergerakan, dia menginventarisir dicatat akan dilaporkan
ke subkoordinator, subkoordinator melaporkan kepada saya,
terus saya memberikan suatu arahan dan kita turun ke tempat
yang belum menginputnya. Biasanya di anggaran kita ada
tentukan, pada bulan tri wulan kedua atau tri wulan ketiga kita
mengadakan sosialisasi, mengajak kawan-kawan di desa atau
di kelurahan untuk menginput, kami pilih kabupaten atau kota
untuk menyiapkan tempat dan mengundang kabupaten/ kota
atau mengundang operator-operator untuk kami kunjungi”.

Selanjutnya informan 2 menyampaikan mengenai waktu dalam

memberikan informasi bahwa,

“Kalau informasinya dari Januari sudah lapor, sudah evaluasi


diri, bulan Juni lapor lagi. Sekarang ada kegiatan Lomdeskel
juga tetap lapor, karena Lomdeskel kaitannya juga dilihat
perkembangan desanya dari prodeskel. Prodeskelnya harus
baik, harus termasuk minimal desa Swakarya, jadinya harus
tetap kita pantau sampai sekarang. Kalau komunikasi sama
admin provinsi selalu lapor”.

Hal tersebut diperkuat oleh jawaban informan 3 yang menerima

informasi dari informan 1 dan 2, informan 3 menyatakan bahwa,

“Komunikasinya rutin, selalu disampaikan apa perkembangan

terbaru”. Selanjutnya informan 4 menyampaikan mengenai

informasi yang telah diberikan oleh provinsi kepada desa bahwa,

“Mungkin di setiap pelatihan, cuma saya hanya datang saatu

pelatihan penyusunan RKP, jadi mungkin di lain-lainnya ada.

Mungkin bisa dikatakan rutin”.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada keempat

informan dan dikaitkan dengan teori, dapat diketahui bahwa

informasi yang diberikan terkait implementasi aplikasi Prodeskel

sudah dilakukan sesuai dengan arahan yang diberikan dan

dilakukan pada saat laporan yang disampaikan terkait

perkembangan terbaru dan pelatihan yang diadakan.

2. Sumber Daya

Variabel kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi

suatu kebijakan adalah sumber daya. Menurut Edward III dalam

Agustino (2020:155), indikator sumber-sumber daya terdiri dari

beberapa elemen yaitu:

a. Staf

Ketersediaan sumber daya manusia dalam melaksanakan

sebuah kebijakan merupakan salah satu faktor yang harus selalu

diperhatikan, karena tanpa adanya sumber daya yang memadai


semua hal yang mejadi tujuan kebijakan akan sulit untuk

diwujudkan. Menurut George C. Edwad III dalam Agustino

(2020:155),

“Sumber daya utama dalam impelementasi kebijakan adalah


staf atau sumber daya manusia (SDM). Kegagalan yang sering
terjadi dalam implementasi kebiajakn salah satunya disebabkan
oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak
kompeten di bidangnya. Penambahan jumlah staf atau
implementor saja tidak mencukupi, tetapi diperlukan pula staf
dengan keahlian serta kemampuan yang diperlukan (kompeten
dan kapabilitas) dalam mengimplementasikan kebijakan atau
melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri”.

Berdasarkan hasil wawancara tentang sumber daya manusia

dalam hal ini dikatakan operator, apakah sudah memadai dan

kemampuan yang dimiliki sudah sesuai dengan yang dibutuhkan.

Berikut yang disampaikan informan 1,

“Iya, masih belum memadai. Operator itu sudah sesuai dengan


kemampuan, karena sudah bertahun-tahun, sudah dari awal
menangani sampai sekarang, itu sudah sesuai. Tapi ya kita
harus kedepannya mencari 1 untuk cadangan, kan kita tahu
kalau nantinya operator 1 sakit mungkin 1 bisa
menggantikannya untuk mengback up”.

Selanjutnya yang disampaikan oleh informan 3 mengenai

sumber daya manusia bahwa, “Belum memadai, tidak bisa hanya 1

orang, karena prodeskel ini kan mencakup semua”. Hal yang sama

juga disampaikan oleh informan 4, ia mengatakan bahwa,

“Sebenarnya untuk operator ini kita cukup ya, yang kurang itu untuk

pendataannya. Dari kita hanya 3 orang per kadusnya, jadi perkadus

ngumpulkan data per rumah, jadi mereka dari awal tahun sampai

akhir tahun harus mereka kumpulin”. Namun pernyataan dari

informan 1, 3 dan 4 tidak sejalan dengan wawancara peneliti


kepada informan 2, menurut informan 2 bahwa, “Sesuai, cukup 1

orang”.

Berdasarkan hasil wawancara yang dikaitkan dengan teori,

dapat diketahui bahwa sumber daya manusia atau disebut sebagai

operator dalam implementasi aplikasi Prodeskel pada Dinas

Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Kalimantan Barat

dan di desa masih belum memadai, karena Prodeskel merupakan

aplikasi yang mencakup semua sehingga masih membutuhkan

tambahan sumber daya manusia. Namun untuk kemampuan yang

dimiliki oleh operator sudah sesuai dengan yang dibutuhkan. Hal ini

didukung dengan hasil pengamatan yang peneliti lakukan pada

Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Kalimantan

Barat, bahwa operator yang ada di ruangan hanya 1 orang,

sedangkan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

Provinsi Kalimantan Barat tidak memiliki operator cadangan atau

tim pelaksana khusus untuk pelaksanaan aplikasi Prodeskel.

b. Informasi

Informasi adalah kumpulan data yang telah diolah menjadi

sesuatu yang bernilai dan bermanfaat dalam melaksanakan suatu

kebijakan. Menurut Edward III dalam Agustino (2020:155),

“Informasi dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai


dua bentuk yaitu: (i) informasi yang berhubungan dengan cara
melaksanakan kebijakan. implementor harus mengetahui apa
yang harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk
melakukan tindakan. Dan (ii) informasi mengenai data
kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi
pemerintah yang telah ditetapkan. Implementor harus
mengetahui apakah orang lain yang terlibat di dalam
pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum”.
Berikut ini adalah pertanyaan yang diberikan kepada informan 3

tentang informasi yang diberikan oleh informan 1 dan 2 sudah

sesuai dan informasi apa saja yang diberika. Informan 3

menyampaikan bahwa,

“Sudah sesuai, karena langsung dari permendagri jadi


langsung, tidak yang secara masing-masing menyampaikan ini
itu tidak, semuanya sudah langsung secara lisan. Kalau
permendagri lebih banyak tentang panduan pedoman, tapi
kalau teknis langsung di aplikasi disampaikan langsung, kalau
teknik input misalnya saya bilang ke subkoordinator desa ini
nilainya segini tapi begitu di cek baru inputnya segini, itu
teknisnya, jadi lebih komunikasi secara langsung dan lebih ke
teknis, kalau pedoman-pedoman pakai aturan
permendagrinya”.

Selanjutnya peneliti melakukan wawancara kepada informan 4

tentang informasi yang diberikan oleh provinsi sudah sesuai dan

informasi apa saja yang diberikan, informan 4 mengatakan bahwa,

“Kemarin kita dikasih tahu pada saat pelatihan penyusunan RKP.

Jadi disitu dikasih tahu jadwal laporan-laporan khusus gitu, jadi di

bulan apa kita harus mengumpulkan laporan ini, jadi waktu itu

Prodeskel ternyata di bulan Agustus”.

Untuk menerangkan pelaksanaan informasi lebih lanjut, peneliti

melakukan wawancara kepada informan 1 dan 2 untuk mengetahui

apakah sudah memberikan informasi sesuai dengan peraturan yang

berlaku dan sesuai dengan pernyataan informan 3 dan 4.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada

informan 1 dan 2 yang memberikan jawaban yang sama bahwa

informasi yang diberikan sesuai dengan peraturan yang berlaku,

informasi yang diberikan berupa bimbingan teknis atau pelatihan


yang akan diikuti oleh operator. Dengan begitu dapat diketahui

bahwa informasi yang disampaikan telah sesuai dengan peraturan

yang berlaku dan pedoman yang ada, sehingga operator yang

menjalankan aplikasi dapat mengerjakannya dengan baik.

c. Wewenang

Menurut George C. Edward III dalam Agustino (2020:156)

mengatakan kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi

para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan

secara politik. Berikut adalah penjelasan dari informan 1, 2 dan 3

tentang wewenang informan 1, 2 dan 3 dalam implementasi aplikasi

Prodeskel pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

Provinsi Kalimantan Barat. Informan 1 menyampaikan bahwa,

“Kewenangan saya terhadap aplikasi, sebenarnya tidak besar


karena itu aplikasi pusat. Tetapi kewenangan saya, apabila ada
surat dari pusat melihat data-data di profil desa itu minim
mereka menyurati, disitulah kewenangan saya kepada
subkoordinator dan operator untuk meningkatkan data tersebut
yang diperintahkan oleh pusat”.

Selanjutnya yang disampaikan informan 2 mengenai wewenang

dalam implementasi aplikasi Prodeskel sebagai berikut.

“Memonitor, melakukan pembinaan ke kabupaten/ kota,


memonitor pelaksanaan aplikasi prodeskel. Memang pada awal
tahun sudah di monitor, ditambah ada lomba desa tetap kita
lihat desa-desa yang diusulkan, yaitu bagaimana prodeskel 2
tahun terakhir tetap di pantau, lomba desa mulai dari bulan
maret, evaluasi dirinya dari januari, dari awal memang sudah
kita pantau, dari januari prodeskel itu sudah dikerjakan, progres
perbulannya terlihat. Wewenang utamanya, pembinaan dan
pengawasan”.
Hal yang sama disampaikan oleh informan 3 mengenai

wewenangnya sebagai operator provinsi dalam implementasi

aplikasi Prodeskel, ia mengatakan bahwa,

“Kalau sehari-harinya pasti mengontrol. Kemudian operator


desa melakukan konsultasi, karena mereka konsultasi itu tidak
hanya waktu bimtek, tapi setiap hari lewat WA pasti ada, karena
ada WA grup. Tapi mengontrolnya selain dari aplikasi dari WA grup
juga untuk mengontrol data langsung dari aplikasi. Kemudian dilihat
misalnya kita dapat progres sekalbar, kita akan mengecek data-
datanya benar atau salah. Misalnya data pertanian, yang
seharusnya di desa itu pertaniannya 1 tahun 50 juta tapi ternyata
inputan mereka sampai 200 juta, itukan tidak masuk akal, itu yang
akan kita benahi. Hal tersebut nanti kita rekap-rekap, pada saat
bimtek bulan September akan kita sampaikan akan kita suruh
betulkan, jadi ini masih tahap pengontrolan dan pengawasan dulu
terus sambil kita rekap untuk gunakan pada saat bimtek bulan
September nanti”.

Berdasarkan hasil wawancara, peneliti mengetahui bahwa

Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Kalimantan

Barat telah memberikan wewenang kepada setiap pelaksana dalam

implementasi aplikasi Prodeskel yaitu melakukan pembinaan dan

pengawasan terhadap setiap data-data yang diinput ke dalam

aplikasi, sehingga dapat terlihat data mana yang sudah benar

maupun yang masih ada kesalahan. Pernyataan tentang wewenang

tersebut telah didukung oleh hasil studi dokumentasi yang dilakukan

peneliti pada Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 122

Tahun 2021 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan

Fungsi, Serta Tata Kerja Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan

Desa Provinsi Kalimantan Barat, terdapat pada pasal 18 tentang

Bidang Pemerintahan Desa mempunyai fungsi:

1. Penyusunan program kerja Bidang Pemerintahan Desa.


2. Penyiapan bahan dan perumusan kebijakan teknis di bidang
perencanaan dan evaluasi perkembangan desa dan kelurahan,
aparatur pemerintahan desa, keuangan dan aset desa.
3. Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang perencanaan
dan evaluasi perkembangan desa dan kelurahan, aparatur
pemerintahan desa, keuangan dan aset desa sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
4. Pemberian dukungan terhadap penyelenggaraan pemerintah
daerah di bidang perencanaan dan evaluasi perkembangan
desa dan kelurahan, aparatur pemerintahan desa, keuangan
dan aset desa sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
5. Pengoordinasian terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi di
bidang perencanaan dan evaluasi perkembangan desa dan
kelurahan, aparatur pemerintahan desa, keuangan dan aset
desa.
6. Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan
fungsi di bidang perencanaan dan evaluasi perkembangan
desa dan kelurahan, aparatur pemerintahan desa, keuangan
dan aset desa sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
7. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan terhadap
pelaksanaan tugas dan fungsi di bidang perencanaan dan
evaluasi perkembangan desa dan kelurahan, aparatur
pemerintahan desa, keuangan dan aset desa sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
8. Pemberian saran dan pertimbangan kepada kepala dinas
berkenaan dengan tugas dan fungsi di bidang perencanaan
dan evaluasi perkembangan desa dan kelurahan, aparatur
pemerintahan desa, keuangan dan aset desa.
9. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh kepala dinas di
bidang pemerintahan desa sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

d. Fasilitas

Fasilitas juga merupakan faktor yang penting dalam

implementasi kebijakan. Walaupun setiap organisasi sudah memiliki

staf yang memadai dan sesuai dengan kemampuan yang

dibutuhkan, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung maka

implementasi kebijakan tersebut tidak akan berjalan sesuai dengan

yang ditetapkan.
Berikut yang disampaikan oleh informan 1 mengenai sarana

dan prasarana yang mendukung implementasi aplikasi Prodeskel,

“Di PMD Provinsi sendiri sudah memadai, ada komputer dan

internet mendukung untuk aplikasi tersebut”. Sedangkan informan 2

mengatakan hal yang sebaliknya, ia mengatakan bahwa,

“Kalau di bilang mendukung maksimal sih belum, karena untuk


sampai sekarang saja admin provinsi masih menggunakan laptop
sendiri untuk mengakses aplikasi, berartikan masih kurang kan.
Tapi untuk sekarang kita tidak mengharap lebih karena untuk
pengadaan barjas memang agak susah. Sudah ada, tapi masih
belum maksimal”.

Hal yang sama juga dikatakan oleh informan 3, berikut jawaban

dari informan 3,

“Kalau tersedia kita pakai apa yang ada, karena kita tidak ada
menganggarkan untuk sarpras. Tapi sejauh ini dengan yang
ada sudah cukup dan memadai lah. Di provinsi sarpras tidak
ada hambatan, tapi kalau di kabupaten mereka perlu
disediakan komputer sendiri, ruangan sendiri, wifi sendiri
seperti itu. Tapi karena kita menganggap memang anggaran
tidak ada untuk itu dan segala macam, tidak apa yang ada saja
yang digunakan”.

Selanjutnya informan 4 menyampaikan pernyataannya

mengenai fasilitas yang digunakan bahwa, “Sudah mencukupi.

Saya memang dikasih 1 aset, 1 laptop”.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti,

dapat diketahui bahwa fasilitas yang digunakan dalam implementasi

aplikasi Prodeskel sudah cukup memadai, tetapi masih ada sedikit

kekurangan yaitu masih menggunakan komputer pribadi untuk

mengaksesnya. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa

pengadaan laptop dan komputer khusus untuk mengakses aplikasi

ini sangat diperlukan. Hasil wawancara informan juga didukung oleh


pengamatan peneliti, peneliti melihat bahwa dalam implementasi

Aplikasi Prodeskel ini Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

Provinsi Kalimantan Barat memiliki jaringan internet/ wifi yang

digunakan untuk mengakses aplikasi Prodeskel berjumlah 2 unit,

selain itu sudah diberikan satu unit laptop untuk satu orang, namun

laptop tersebut tidak mendukung kinerja operator dikarenakan

masih lambat untuk mengakses aplikasi Prodeskel, sehingga

walaupun jaringan internetnya cepat tetapi laptop yang digunakan

tidak mendukung maka akan mempersulit pengerjaan operator.

3. Disposisi

Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan merupakan variabel

ketiga yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan

publik. Para pelaksana harus mengetahui apa yang harus dilakukan dan

memiliki kemampuan untuk melakukannya, sehingga pelaksanaan suatu

kebijakan dapat dilaksanakan dengan efektif. Menurut Edward III, hal-hal

penting yang perlu diperhatikan pada variabel ini yaitu:

a. Efek Disposisi

Menurut George C. Edward III, “Disposisi atau sikap para

pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata

terhadap implementasi kebijakan bila personil yang ada tidak

melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-

pejabat tinggi”. Berdasarkan wawancara kepada informan 1

mengenai apakah informan 2 dan 3 mengerjakan tugasnya sudah

sesuai dengan arahan. Informan 1 menyampaikan bahwa,


“Sudah sesuai arahan. Saya selalu berkomunikasi dengan
subkoordinator dan operator, biasanya saya sering menanyakan,
dalam profil desa dan kelurahan ini desa-desa mana yang masih
minim, jadi saya sering koordinasi dengan subkoordinator dan
operator. Seandainya ada desa dan kelurahan yang masih
minim, saya pasti memerintahkan untuk invetarisir dulu baru
diadakan kegiatan, karena kita ada menganggarkan untuk
meningkatkan kapasitas operator desa dan kelurahan untuk
prodeskel”.

Hal yang sama juga disampaikan oleh informan 2 mengenai

apakah informan 3 mengerjakan tugasnya sudah sesuai dengan

arahan. Informan 2 mengatakan bahwa, “Kalau dari admin provinsi

semuanya aman, sudah sesuai arahan”. Pernyataan kedua informan

diperkuat oleh jawaban informan 3 yang menjalankan aplikasi

Prodeskel, informan 3 menyampaikan bahwa, “Sudah sesuai, tidak

ada yang gimana-gimana”. Selanjutnya informan 4 yang menjalankan

aplikasi Prodeskel di desa juga mengatakan bahwa, “Sudah sesuai

arahan. Saya sudah mengisinya berdasarkan jadwal”.

Berdasarkan hasil wawancara dan dikaitkan dengan teori yang

digunakan, peneliti mengetahui bahwa dalam implementasi aplikasi

Prodeskel ini semua pegawai telah dikerjakan sesuai dengan arahan

yang diberikan. Hal ini diperkuat dengan observasi yang telah

dilakukan peneliti terkait Operator Provinsi Dinas Pemberdayaan

Masyarakat dan Desa Provinsi Kalimantan Barat sudah melakukan

pekerjaannya sesuai arahan yang telah diberikan oleh atasan baik itu

dari Kepala Bidang Pemerintahan Desa dan Subkoordinator Bidang

Perencanaan dan Evaluasi Perkembangan Desa dan Kelurahan.

b. Melakukan Pengaturan Birokrasi


Menurut Edward III menyatakan bahwa pengaturan birokrasi

merujuk pada penunjukkan dan pengangkatan staf dalam birokrasi

yang sesuai dengan kemampuan, kapabilitas dan kompetensinya.

Peneliti melakukan wawancara kepada informan 1 dan 2 mengenai

kemampuan dan kompetensi yang dimiliki oleh operator. Berikut yang

disampaikan oleh informan 1, “Menurut saya, operator itu sudah

sesuai dengan kemampuan, karena sudah bertahun-tahun, dari

2014/2015 sudah 7 tahun membidangi itu, sudah tidak perlu

diragukan lagi untuk operator”.

Hal yang sama juga dikatakan oleh informan 2, ia mengatakan

bahwa, “Kalau admin provinsi juga sudah sesuai. Kalau operator

desa yang pilih masing-masing desa. Prodeskel harusnya dikerjakan

oleh Kasi Pem, tapi masing-masing kasi Pem biasa menunjuk

operator sendiri, dan berarti sudah sesuai kompetensi mereka

masing-masing”. Selanjutnya dipertegas oleh informan 3 dan 4 yang

dipertugaskan menjadi operator. Informan 3 menyampaikan, “Iya

ditunjuk secara langsung.berdasarkan kemampuan dan sudah

sesuai. Saat itu ada ada 3 orang, tapi ternyata yang lain tidak

sanggup kemudian mundur, jadi tinggal saya sendiri”. Kemudian

informan 4 juga mengatakan bahwa, “Alhamdulillah sesuai, soalnya

saya juga lulusan sistem informasi, setidaknya mencukupi untuk

memegang sistem. Cuma saya belum mendalami aplikasinya saja”.

Berdasarkan hasil wawancara dari keempat informan tersebut

yang dikaitkan dengan teori yang digunakan, dapat diketahui bahwa

kompetensi dan kemampuan yang dimiliki oleh operator baik itu di


provinsi maupun di desa sudah sesuai. Dengan kemampuan dan

kompetensi yang sudah sesuai karena sudah ditunjuk oleh masing-

masing atasan implementasi aplikasi Prodeskel dapat dilaksanakan

dengan benar.

c. Insentif

Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat dipengaruhi

oleh faktor lain yaitu insentif yang diberikan kepada pelaksana

kebijakan. Menurut Edward III menyatakan bahwa salah satu teknik

yang disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para

pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif. Dengan cara

menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi

faktor pendorong yang membuat para pelaksana kebijakan

melaksanakan perintah dengan baik. Menurut Mangkunegara dalam

Putri (2020:64) mengatakan bahwa, “Insentif adalah suatu bentuk

motivasi yang dinyatakan dalam bentuk uang atas dasar kinerja yang

tinggi dan juga merupakan jasa pengakuan dari pihak organisasi

terhadap kinerja karyawan dan kontribusi terhadap organisasi/

perusahaan”.

Berikut yang disampaikan oleh informan 1 mengenai insentif

yang diberikan kepada operator, “Secara untuk honor itu ada, biasa

ada 4 triwulan untuk menganggarkan APBD, itupun ada standar yang

di buat oleh gubernur atau sekda, itu sudah ada pergub nya untuk

standar honornya dan itu diluar gaji”. Berbeda dengan pernyataan

dari informan 2 dan 3, informan 2 mengatakan bahwa,


“Belum ada, sampai sekarang belum ada. Kalau mau anggarkan
insentif, desa 2031 operator kabupaten tambah 14 kabupaten/
kota tambah admin provinsi, sampai sekarang belum ada.
Kecuali masing-masing operator desa ada yang menganggarkan.
Kalau di provinsi tidak bisa”.

Sedangkan informan 3 menyampaikan hal yang sama dengan

informan 2 yaitu, “Tidak ada, sampai sekarang tidak pernah”.

Selanjutnya informan 4 yang menjadi operator di desa mengatakan

bahwa, “Ada, itu perhitungannya perKK. Itu dari desa yang

menganggarkan”.

Berdasarkan hasil wawancara dan dikaitkan dengan teori,

peneliti mengetahui bahwa tidak ada insentif yang diberikan kepada

operator aplikasi Prodeskel tersebut. Lain halnya dengan operator di

setiap desa dan kelurahan, mereka bisa mendapatkan insentif

apabila ada menganggarkan, jika mereka tidak menganggarkan

maka tidak ada insentif untuk melaksanakannya.

4. Struktur Birokrasi

Menurut George C. Edward III dalam Agustino (2020: 158)

mengatakan,

“Walaupun sumber-sumber daya untuk melaksanakan suatu


kebijakan tersedia, atau para pelaksana kebijakan mengetahui apa
yang seharusnya dilakukan, dan mempunyai keinginan untuk
melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut
tidak dapat terlaksana atau terealisasi karena terdapat kelemahan
dalam struktur birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut
adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak
kondusif para kebijakan yang tesedia, maka hal ini akan
menyebabkan sumber-sumber daya menjadi tidak efektif dan tidak
termotivasi sehingga menghambat jalannya kebijakan”.
Menurut Edward III, terdapat dua indikator yang dapat mendukung

kinerja struktur birokrasi atau organisasi ke arah yang lebih baik, yaitu

Standar Operating Prosedures (SOPs) dan fragmentasi.

a. Standar Operating Prosedures (SOPs)

Dalam mengimplementasikan aplikasi Prodeskel, setiap para

pelaksana membutuhkan SOP agar pelaksanaannya dapat berjalan

sesuai dengan rencana. Menurut Edward III mengatakan,

“SOPs adalah suatu prosedur atau aktivitas terencana rutin yang


memungkinkan para pegawai (atau pelaksana kebijakan seperti
aparatur, administrator, atau birokrat) untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatannya pada setiap harinya (days-to-days politics)
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (atau standar
minimum yang dibutuhkan warga)”.

Berikut ini adalah hasil wawancara peneliti kepada informan 1, 2

dan 3 tentang apakah implementasi aplikasi Prodeskel ini memiliki

SOP. Informan 1 mengatakan bahwa, “Seharusnya ada, tapi saya

kurang tahu sudah dibuat atau belum untuk SOP melaksanakan atau

menginput. Biasanya untuk aplikasi itu ada cara menghidupkan atau

mematikan, itu pasti ada SOPnya”.

Selanjutnya informan 2 menyampaikan mengenai SOP dari

implementasi aplikasi Prodeskel bahwa, “Ada, tapi belum dibikin

hardcopynya. Karena sudah rutin, jadi kita tahu Januari harus begini,

Juli Agustus September sampai Desember harus begini karena

tanggal 30 Desember kita harus publikasi prodeskel itu”.

Hal yang sama juga disampaikan oleh informan 3, ia

mengatakan bahwa,

“SOP yang spesifik tidak ada, tapi kalau pedoman atau slide itu
ada dari pusat, tapi kalau di aplikasi itu ada pertanyaan, jika
misalnya kita tidak tahu ada pedomannya di aplikasi. Tapi kalau
SOP yang benar-benar urut, itu seperti tri wulan I, II, III, IV tapi itu
ibu menentukan sendiri bukan dari pusat. Dari itu pusat itu tidak
menentukan triwulan I itu harus gini, tapi memang itu jadwalnya
kita rekap sendiri untuk kita berikan ke kabupaten. Jadi
sebenarnya pedomannya ada di permendagri, tapi untuk teknis
nya diserahkan ke daerah masing-masing, maunya dibuat seperti
apa, pusat tahu nya data-data masuk”.

Sedangkan informan 4 menyampaikan hal yang berbeda, ia

mengatakan bahwa, “Untuk SOP sebenarnya dari Provinsi belum

ada, cuma kaya kemarin kita ada dikasih pelatihan lewat zoom

meeting gitu”.

Peneliti juga menanyakan pertanyaan lain kepada informan 1, 2,

3 dan 4 mengenai apakah implementasi aplikasi Prodeskel sudah

sesuai dengan SOP yang ada. Pernyataan yang diberikan oleh

informan 1, 2, 3 dan 4 mengenai pertanyaan tersebut yaitu masing-

masing informan tersebut memberikan jawaban yang sama yaitu

implementasi aplikasi Prodeskel sudah dilaksanakan sesuai dengan

SOP dan pedoman yang ada.

Berdasarkan hasil wawancara dan dikaitkan dengan teori yang

ada, dapat disimpulkan bahwa untuk SOP yang secara spesifik atau

hardcopy belum ada, tapi ada pedoman yang diberikan oleh pusat.

Namun implementasi plikasi Prodeskel sudah dilakukan sesuai

dengan SOP dan pedoman yang ada, karena aplikasi Prodeskel

dijalankan setiap tahun dan diinput setiap bulannya, sehingga untuk

pelaksanaannya sudah diketahui oleh operator, operator sudah tahu

apa yang harus dilakukan mulai dari bulan Januari hingga

Desember.
Hal ini diperkuat dengan studi dokumentasi yang dilakukan

peneliti pada jadwal kegiatan Prodeskel tahun berjalan. Dokumen

yang diberikan yaitu dalam bentuk powerpoint, yang memuat materi

tentang jadwal kegiatan Prodeskel tahun berjalan berdasarkan

Triwulan I (Januari-Maret), Triwulan II (April-Juni), Triwulan III (Juli-

September), Triwulan IV (Oktober-Desember). Kegiatan yang

dilakukan dari Triwulan I, II, III dan IV akan peneliti lampirkan.

b. Fragmentasi

Menurut Edward III, melaksanakan fragmentasi bertujuan untuk

menyebar tanggungjawab dalam berbagai aktivitas, kegiatan atau


program pada beberapa unit kerja yang sesuai dengan bidangnya

masing-masing. Peneliti melakukan wawancara kepada ketiga

informan mengenai koordinasi yang telah dilakukan antara informan

1, 2, 3 dan 4 sudah berjalan dengan baik. Berikut yang disampaikan

informan 1 bahwa, “Sudah, antara kami saya kabid dan

subkoordinator sama operator sudah berjalan dengan lancar. Kami

sering berkoordinasi dan berkomunikasi secara resmi maupun tidak

resmi, sering berdialog dengan subkoordinator dan operator masalah

prodeskel”.

Selanjutnya yang disampaikan oleh informan 2 mengenai

koordinasi yang dilakukan, ia mengatakan bahwa,

“Sudah berjalan dengan baik , kalau untuk koordinasi dengan


operator provinsi lancar-lancar saja. Kalau operator desa/ kelurahan
biasanya mereka langsung ke admin provinsi. Tapi nanti akan ada
bimtek yang turun langsung, mereka akan koordinasi langsung, apa
permasalahan mereka di desa”.

Hal yang sama juga disampaikan oleh informan 3 bahwa, “Sudah

baik dan lancar. Sebenarnya bukan koordinasi, karena kalau ke atas

itu namanya konsultasi. Untuk sejauh ini biasanya mereka lebih ke

mengingatkan ini apalagi, terus kegiatannya dibuat seperti apa, nanti

saya kasih tahu akan dibuat seperti ini”. Dari informan 4

menyampaikan bahwa, “Kalau dengan provinsi kita kurang ya,

palingan dengan kabupaten. Karena provinsi belum pernah ketemu

langsung”.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti yang dikaitkan

dengan teori, peneliti mengetahui bahwa koordinasi yang dilakukan

oleh provinsi dalam implementasi aplikasi Prodeskel pada Dinas


Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Kalimantan Barat

sudah berjalan dengan baik. Koordinasi yang dilakukan oleh setiap

informan sering dilakukan secara langsung ataupun resmi dan tidak

resmi, dengan begitu dapat memberikan kemudahan kepada setiap

informan untuk memberitahukan permasalahan yang sedang terjadi.

Hal ini diperkuat oleh hasil pengamatan peneliti yaitu peneliti

mengamati Kepala Bidang Pemerintahan Desa melakukan koordinasi

melalui rapat/ diskusi terkait aplikasi Prodeskel kepada

Subkoordinator Bidang Perencanaan dan Evaluasi Perkembangan

Desa dan Kelurahan dan Operator Prodeskel Provinsi Kalimantan

Barat, tetapi untuk koordinasi yang dilakukan antara provinsi kepada

desa tidak bisa dilakukan pengamatan oleh peneliti, karena pada saat

peneliti melakukan pengamatan dari provinsi tidak ada turun

lapangan ke desa-desa untuk melakukan koordinasi. Namun untuk

operator desa masih belum mendapatkan koordinasi secara langsung

atau tatap muka dari provinsi.

B. Hambatan dalam Implementasi Aplikasi Prodeskel pada Dinas

Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Kalimantan Barat

Setiap pelaksanaan suatu kebijakan tidak selalu berjalan sesuai

dengan tujuan yang telah ditetapkan, seringkali ditemui hambatan dalam

pelaksanaannya. Hal ini tentunya akan menjadi faktor penghambat dalam

proses mengimplementasikan kebijakan tersebut. Menurut informan 1

hambatan dalam Implementasi Aplikasi Prodeskel pada Dinas

Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Kalimantan Barat, ia

mengatakan bahwa,
“Kalau di Provinsi tidak ada, tapi kalau mau minta data biasa
hambatan kita ke kabupaten, kabupaten ke desa, hambatan desa
mengirimkan data itu. Hambatan untuk kabupaten khusus di desa itu
jaringan dan listrik. Biasanya yang menginput wilayahnya jauh-jauh,
biasa tidak ada sinyal, itu yang menjadi hambatan mereka”.

Selanjutnya yang disampaikan oleh informan 2 bahwa, “Di provinsi

tidak ada hambatan”. Hal yang sama juga disampaikan oleh informan 3,

ia mengatakan bahwa,

“Kalau di kita tidak ada hambatan, karena kita tidak ada menginput.
Hambatannya lebih ke desa dan kelurahan dan kabupaten. Kurang
pembinaan kabupaten, operator kabupaten ganti-ganti, terus operator
desa tidak ada sinyal, terus tidak ada data yang diinput, ganti
operator juga, sosialiasi kurang, jarak tempuh yang jauh, hanya itu
saja. Kalau di provinsi tidak ada, tapi lebih masalahnya tu kendala
nya itu lebih ke kabupaten, kota dan desa”.

Hal mengenai hambatan ini disampaikan informan 4 sebagai operator

desa langsung, “Hambatannya saat kita merekap data, kadang warga

belum mengupdate KKnya, jadi masih data lama. Jadi misalnya mereka

kena PHK atau tidak, pensiun atau tidak, disitu hambatannya di

pendataannya. Untuk provinsi sulit untuk ketemu, karena belum ada

kontaknya, jadi untuk komunikasinya itu susah”.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti, dapat

diketahui bahwa informan 1, 2 dan 3 yang berasal dari provinsi

menyatakan hal yang sama bahwa Implementasi Aplikasi Prodeskel pada

Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Kalimantan Barat

tidak ada hambatan, karena provinsi tidak ada menginput data hanya

memantau data yang sudah diinput oleh masing-masing desa. Sehingga

hambatan yang seringkali ditemui yaitu di desa tersebut, hambatan

tersebut seperti operator yang sering berganti, sosialisasi kurang, dan

kurang pembinaan kabupaten. Pernyataan tersebut juga sesuai dengan


yang diberikan oleh informan 4 bahwa di desa ditemukan hambatan yaitu

dalam merekap data pada desa tersebut.

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa sebuah kegiatan

termasuk implementasi kebijakan tidak terlepas dari hambatan-hambatan.

Menurut George C. Edward III, terdapat empat variabel yang

mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan yaitu

komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Berdasarkan

hasil wawancara kepada informan 1, 2, 3 dan 4 dan observasi serta teori

dapat peneliti temukan bahwa Implementasi Aplikasi Prodeskel pada

Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Kalimantan Barat

mengalami hambatan pada variabel sumber daya, yang lebih tepatnya

pada indikator staf dan fasilitas. Berikut adalah hambatan yang terjadi

dalam Implementasi Aplikasi Prodeskel pada Dinas Pemberdayaan

Masyarakat dan Desa Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan variabel

sumber daya.

1. Ketersediaan sumber daya mansuia merupakan salah satu faktor

pendukung utama yang dapat mempengaruhi sebuah implementasi

kebijakan. Kekurangan sumber daya manusia akan menjadi salah

satu penghambat dalam implementasi kebijakan. Berdasarkan hasil

observasi dan wawancara kepada informan 1, 3 dan 4 bahwa, jumlah

sumber daya manusia dengan kata lain dalam hal ini disebut admin/

operator masih belum memadai..

2. Selain ketersediaan sumber daya manusia, ketersediaan sarana dan

prasarana juga sangat penting untuk diperhatikan, karena dengan

sarana dan prasarana yang memadai akan menunjang penyelesaian


sebuah pekerjaan agar lebih efektif dan efesien. Menurut Edward III

dalam Agustino (2020:156) mengatakan,

“Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti


apa yang harus dilakukannya, dan memiliki wewenang untuk
melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung
(sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut
tidak akan berhasil”.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada informan 2 dan

3 mengenai fasilitas yang mendukung implementasi aplikasi

Prodeskel, informan 2 dan 3 memberikan pernyataan bahwa sarana

dan prasarana untuk di provinsi sudah cukup memadai, tapi belum

bisa dikatakan maksimal, karena melihat kondisi laptop dan komputer

yang ada sering mengalami kendala seperti loading yang cukup

lama, sehingga untuk membuka aplikasi saja sudah memakan waktu

yang lama.

C. Solusi untuk mengatasi hambatan dalam Implementasi Aplikasi

Prodeskel pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi

Kalimantan Barat

Hambatan-hambatan yang ditemui dalam Implementasi Aplikasi

Prodeskel pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi

Kalimantan Barat harus segera diatas agar pelaksanaan suatu kebijakan

akan terus berjalan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan 1, 2 dan 3 mengenai

hambatan yang ada, ketiga informan menyatakan bahwa tidak ada

hambatan, namun mereka memberikan pernyataan bahwa hambatan

yang sering ditemukan yaitu di desa, sehingga solusi yang diberikan oleh

ketiga informan yaitu lebih mengarah ke desa. Berikut jawaban dari


informan 1, “Solusinya kemarin sudah diarahkan bu kadis ke Telkom,

data wilayah-wilayah yang ada di P2MD terkait desa yang tidak punya

jaringan, bu kadis minta kepada perusahaan Telkom untuk memasang

tower di desa yang tidak punya jaringan”. Selanjutnya yang disampaikan

oleh informan 3, ia mengatakan bahwa,

“Sebenarnya ini berjenjang, dari desa tidak bisa langsung ke provinsi,


ada di kabupaten masing-masing. Itu sudah kita arahkan untuk
penginputan pakai surat gubernur, tetapi mereka ada yang
menganggarkan ada yang tidak, yang tidak menganggarkan tidak
bisa maksimal, kalau yang menganggarkan misalnya kabupaten
sambas mereka menganggarkan di kecamatan masing-masing, jadi
merela mengundang kita untuk bimtek, artinya kabupaten bisa
melaksanakan pembinaannya dengan anggaran yang ada di
kecamatan, tapi kalau tidak ada mereka hanya mengharapkan
bantuan dari kita, seperti yang akan kita lakukan yaitu bimtek di bulan
September”.

Kemudian informan 4 menyampaikan bahwa,

“Dengan mengadakan pelatihan atau pertemuan setiap tahunnya,


karena rata-rata dimana ada aplikasi disitu ada pelatihannya.
Sebenarnya pengennya ada pelatihan, kita juga jadi kenal dengan
operator desa yang satu Kabupaten Kuburaya. Kalau untuk rekap
data itu kembali lagi ke tim, karena semakin banyak tim kita lebih
enak, cuma itu desanya yang menganggarkan, jadi tergantung
anggaran desa”.

Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa dalam

Implementasi Aplikasi Prodeskel pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat

dan Desa Provinsi Kalimantan Barat tidak ada hambatan sehingga tidak

ada solusi yang diberikan. Namun ketiga informan memberikan

pernyataan tentang hambatan yang terjadi di desa, sehingga muncul

solusi terkait hambatan tersebut yaitu dari provinsi tidak bisa membantu

dan memfasilitasi secara langsung, karena dari desa tidak bisa langsung

ke provinsi harus ke kabupaten terlebih dahulu. Dengan begitu, dari

provinsi hanya bisa mengarahkan untuk mengatasi hal tersebut.


Kemudian solusi yang diberikan oleh operator desa bahwa operator desa

memerlukan adanya pelatihan atau pertemuan setiap tahunnya yang

dilakukan secara tatap muka atau langsung.

Selanjutnya untuk mengatasi hambatan tentang keterbatasan sumber

daya manusia, solusi yang diberikan oleh informan 1 berikut, “Solusinya

DPMD telah membuat surat ke Badan Kepegawaian Daerah untuk minta

penambahan tenaga ASN”. Sedangkan informan 3 memberikan solusi

untuk mengatasi hambatan tersebut, menurutnya bahwa, “Solusi yang

saya berikan harusnya ada tim. Jadi sebenarnya harus ada tim yang

dibuat untuk binwas prodeskel ini sendiri. Tapi karena anggaran tidak

ada, harusnya kita sudah buat SK Pokja, tapi memang begitu saja tidak

terlalu gimana-gimana”. Kemudian informan 4 menyampaikan bahwa,

“Tim pendataan sebenarnya bisa ditambah, cuma operasional lagi kalau

mau nambah, karena kadang-kadang tidak cukup sama dananya,

makanya jadi minim tim. Jadi kita harus bagi-bagi”.

Kemudian solusi yang diberikan oleh informan 2 dan 3 untuk

mengatasi hambatan tentang keterbatasan sarana dan prasarana,

informan 2 mengatakan bahwa, “Solusinya memaksimal sarpras yang

ada. Yang kita pergunakan, itu dari kita sendiri, kalau sinyal tidak tidak

boleh dijadikan alasan karena sudah di kota, paling disaat hujan saja,

kalau sinyal tidak masalah”. Sedangkan informan 3 mengatakan bahwa,

“Iya solusinya diantisipasi secara pribadi. Tidak menganggarkan, tapi duit

pribadi. Seperti saya laptop pribadi, dirumah wifi pribadi “.

Berdasarkan hasil wawancara 1, 2, 3 dan 4 dan observasi terkait

hambatan pada variabel staf serta sarana dan prasarana, dapat


disimpulkan bahwa solusi yang diberikan untuk mengatasi hambatan

tersebut yaitu:

1. Menambah operator cadangan, bahkan membentuk satu tim khusus

untuk implementasi aplikasi Prodeskel. Karena aplikasi Prodeskel

merupakan aplikasi yang dilakukan setiap tahunnya dan diinput

berdasarkan perubahan situasi dan kondisi yang ada pada tahun

tersebut. Sehingga dengan adanya operator cadangan atau tim

khusus agar memudahkan dan mempercepat penginputan dan

pengontrolan data di setiap desa.

2. Solusi selanjutnya untuk hambatan pada sarana dan prasarana yaitu

memaksimalkan sarana dan prasarana yang ada di Dinas

Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Kalimantan Barat atau

dengan menggunakan sarana dan prasarana pribadi.

Anda mungkin juga menyukai