Anda di halaman 1dari 8

yandinaris zukhruf

41151010160065

B1

Diskusi kapita selekta:

1. Jelaskan apa yg dimaksud dengan undue influence, berikan contohnya

Doktrin Pengaruh Tak Pantas (undue influence), suatu doktrin yang


mengajarkan bahwa suatu kontrak dapat dibatalkan karena tidak tercapai
kesesuaian kehendak disebabkan oleh adanya usaha oleh salah satu pihak,
karena kedudukan khususnya(seperti kedudukannya yang lebih dominan, ada
hubungan hubungan yang rahasia rahasia atau hubungan hubungan fiduciary)
fiduciary) dengan pihak yang lainnya dalam kontrak tersebut, dimana pihak yang
mempunyai kedudukan khusus tersebut telah menggunakan cara-cara
persuasive untuk mengambil keuntungan yang tidak fair dari pihak yang lainnya
tersebut. Dalam hal ini, yang digunakan adalah cara-cara “persuasive”, bukan
cara “paksa” atau “tipuan”.

Biasanya, kontrak yang mengandung unsur”pengaruh tidak pantas” ini


memiliki salah satu atau lebih dari unsur-unsur sebagai berikut :
a. Diskusi untuk kontrak dibuat pada waktu-waktu yang tidak pantas atau tidak
biasanya;
b. Diskusi atau penandatanganan kontrak pada tempat yang tidak lazim;
c. Desakan yang intens bahwa bisnis harus diselesaikan segera;
d. Penekanan yang tidak proporsional terhadap konsekuensi dari
keterlambatan penandatanganan atau keterlambatan melaksanakan kontrak;
e. Penggunaan banyak penekan/pembujuk terhadap pihak yang lainnya;
f. Digiring agar pihak yang lainnya tidak sempat atau tidak dapat berhubungan
dengan penasehat finansial atau penasehat hukum.
Contohnya :
DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENENTUKAN ADANYA
PENYALAHGUNAAN KEADAAN (PENGARUH UNDUE) PADA SENGKETA
PERJANJIAN KREDIT (STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN
TINGGI No. 11 / PDT / 2015 / PT YYK; DAN PUTUSAN / PN PN. SLMN).
Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 11 / PDT / 2015 / PT YYK; dan
Putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor 27 / PDT.G / 2014 / PN.
SLMN). Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif dan sumber data penelitian yang digunakan adalah data
sekunder atau bahan kepustakaan. Metode analisis data dilakukan dengan
menggunakan metode deskriptif dan metode kualitatif. Skripsi ini membahas:
Bagaimana dasar pertimbangan Hakim dalam menentukan persetujuan dalam
kredit perjanjian (Studi Kasus Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 11 /
PDT / 2015 / PT YYK; dan Putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor 27 /
PDT.G / 2014 / PN. SLMN)? Hasil penelitian menunjukkan Majelis Percobaan
melihat bahwa Penyiaran Keadaan hannyalah sebatas sebagai pengantar untuk
menerangkan kasus-kasus dalam bentuk perjanjian melibatkan perlu
memunculkan yang tidak beres dalam perbuatan melawan hukum, di mana hal
ini terkait dengan tidak memeras sebab penetapan bunga yang sangat besar
yang Bara Satria Romadhon sebagai overwict ekonomi (memiliki Kekuasaan
Ekonomi). Terkait niatan awal dalam tahap persetujuan perjanjian tidak
berdasarkan pada itikad baik, disetujui hanya untuk meminta keuntungan tanpa
memperhatikan kepasutan yang berdasarkan pasal 1339 KUHPerdata.
http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/16747

2. Jelaskan apa yg dimaksud dengan perjanjian baku dan exenoratie clausule,


berikan contohnya

Perjanjian baku (Standar) merupakan salah satu perjanjian yang seringkali


digunakan dalam kehidupanmasyarakat. Dalam perjanjian standar atau baku
tersebut tidak terlepas adanya suatu klausula eksonerasi yang dibuat secara
sepihak oleh pelaku usaha. Keberadaan klausula ini sebagai implementasi dari
asas kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Hakekat
dari klausula eksonari ini adalah untuk pembebanan resiko yang layak bagi
pelaku usaha maupun konsumen, akan tetapi dalam praktik makna klausula ini
disalahgunakan oleh mereka yang memiliki keunggulan ekonomi yaitu hanya
untuk membebaskan diri terhadap beban tanggung jawab yang berlebihan
sampai pada penghapusan tanggung jawab. Oleh karena itu perlu adanya
pembatasan terhadap penggunaan klausula eksonerasi dalam perjanjian sebagai
perlindungan kepada konsumen yang lebih banyak.

Eksonerasi atau exoneration (Bahasa Inggris) diartikan oleh I.P.M.


Ranuhandoko B.A. dalam bukunya “Terminologi Hukum Inggris-Indonesia”yaitu
“Membebaskan seseorang atau badan usaha dari suatu tuntutan atau tanggung
jawab.”Secara sederhana, klausula eksonerasi ini diartikan sebagai klausula
pengecualian kewajiban/tanggung jawab dalam perjanjian.

  Pembatasan atau larangan penggunaan klausula eksonerasi ini dapat kita


temui dalam hukum positif di Indonesia yaitu dalam Pasal 18 UU No. 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”). Dalam UUPK ini klausula
eksonerasi merupakan salah satu bentuk “klausula baku” yang dilarang oleh UU
tersebut.

  Dalam penjelasan Pasal 18 ayat (1) UUPK menyebutkan tujuan dari


larangan pencantuman klausula baku yaitu bahwa larangan ini dimaksudkan
untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha
berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Karena pada dasarnya, hukum
perjanjian di Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata - KUHPerdata). Dalam hal ini setiap pihak yang
mengadakan perjanjian bebas membuat perjanjian sepanjang isi perjanjian
tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, tidak
melanggar kesusilaan dan ketertiban umum (lihat Pasal 1337 KUHPerdata).

Contohnya dapat kita lihat pada praktik perbankan. Sebelum adanya


UUPK, dalam memberikan kredit, bank mencantumkan syarat sepihak di mana
ada klausula yang menyatakan bahwa Bank sewaktu-waktu diperkenankan untuk
merubah (menaikan/menurunkan) suku bunga pinjaman (kredit) yang diterima
oleh Debitur, tanpa pemberitahuan atau persetujuan dari debitur terlebih dahulu
atau dengan kata lain ada kesepakatan bahwa debitur setuju terhadap segala
keputusan sepihak yang diambil oleh Bank untuk merubah suku  bunga Kredit,
yang telah diterima oleh Debitur pada masa/jangka waktu perjanjian kredit
berlangsung.

3. Sebutkan dan jelaskan dasar berlakunya perjanjian baku

Klausula baku biasanya dibuat oleh pihak yang kedudukannya lebih kuat,
yang dalam kenyataan biasa dipegang oleh pelaku usaha. Isi klausula baku
sering kali merugikan pihak yang menerima klausula baku tersebut, yaitu pihak
konsumen karena dibuat secara sepihak. Bila konsumen menolak klausula baku
tersebut ia tidak akan mendapatkan barang ataupun jasa yang dibutuhkan,
karena klausula baku serupa akan ditemuinya di tempat lain. Hal tersebut
menyebabkan konsumen lebih sering setuju terhadap isi klausula baku walaupun
memojokkan. Bagi para pengusaha mungkin ini merupakan cara mencapai
tujuan ekonomi efesien, praktis, dan cepat tidak bertele-tele. Tetapi bagi
konsumen justru merupakan pilihan yang tidak menguntungkan karena hanya
dihadapkan pada suatu pilihan, yaitu menerima walaupun dengan berat hati.

Istilah perjanjian baku merupakan terjemahan dari standard contract, baku


berarti patokan dan acuan.Mariam Darus mendefinisikan perjanjian baku adalah
perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir.Hondius
merumuskan perjanjian baku sebgai konsep janji-janji tertulis, yang disusun
tanpa membicarakan isi dan lazimnya dituangkan dalam perjanjian yang sifatnya
tertentu. 

Undang-Undang Perlindungan Konsumen N0 8 tahun 1999 pada pasal 1


angka 10  mendefinisikan, klausula baku adalah setiap atauran atau ketentuan
dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara
sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau
perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

Klausula Baku diartikan sebagai “setiap aturan atau ketentuan dan syarat-
syarat yang telahdipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak
oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian
yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen”. Bagi sebagian orang,
klausula baku ini juga sering disebut sebagai “standard contract atau take it or
leave it contract”. Dengan telah dipersiapkan terlebih dahulu ketentuan-ketentuan
dalam suatu perjanjian, maka konsumen tidak dapat lagi menegosiasikan isi
kontrak tersebut. Jika dilihat dari hal ini, maka ada ketimpangan yang terjadi
antara para pihak.

Dengan menerapkan klausula baku ini, pihak pembuat kontrak sering kali
menggunakan kesempatan tersebut untuk membuat ketentuan–ketentuan yang
lebih menguntungkan pihaknya.Terlebih jika posisi tawar antara para pihak
tersebut tidak seimbang, maka pihak yang lebih lemah akan dirugikan dari
kontrak tersebut. Tentu harus ada perlindungan bagi konsumen dalam keadaan–
keadaan tersebut. Hal tersebut terdapat dalam aturan–aturan dalam Undang –
Undang Perlindungan Konsumen.   

4. Sebutkan alasan mengapa bisa terjadi perjanjian baku

Dalam UUPK ini diatur mengenai hal-hal apa saja yang dilarang bagi
seorang pelaku usaha. Dalam pasal 18 UUPK disebutkan bahwa :
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada
setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;


1. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang yang dibeli konsumen;
2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang
yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
3. Pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang
berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
4. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
5. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
6. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan
baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak
oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang
dibelinya;
7. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang
yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Apabila didalam praktek bisnis ada pelaku yang menggunakan klausula baku
yang masuk kedalam kategori terlarang sebagaimna hal itu telah ditetapkan oleh
pasal 18 ayat 1 UUPK maka tindakan pelaku bisnis tersebut dapat masuk
kategori perbuatan melanggar hukum.perbuatan melawan hukum diatur dalam
pasal 1365 bw tersebut seseorang hanya bertanggung gugat atas kerugian
orang jika:
A perbuatan yang menimbulkan kerugian itu bersifat melanggar hukum
B kerugian itu timbul sebagai akibat perbuatan tersebut
C pelaku tersebut bersalah
D norma yang dilanggar mempunyai strekking untuk mengelakkan timbulnya
kerugian

5. Bagaimana cara pemberlakuan syarat eksenorasi dalam perjanjian


Sistem hukum perdata di Indonesia khususnya mengenai perikatan yang
diatur dalam Buku III KUH Perdata menganut  sistem terbuka, artinya setiap
orang bebas membuat perjanjian sesuai dengan kepentingan para pihak, atau
berlakunya asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 dan 1339
KUH Perdata, asas inilah yang menjadi landasan luas bagi kreditor untuk
membuat mempersiapkan dahulu bentuk, isi, dan syarat-syarat dari perjanjian
dalam bentuk baku yaitu bentuk blanko dan berlaku secara umum, sedangkan
pihak debitor hanya dapat menyepakati.
Tujuannya untuk menekan serendah mungkin risiko kerugian yang
mungkin timbul bagi perusahaan dalam menjalankan hubungan bisnis dengan
pihak luar, juga merupakan cara yang cepat dan praktis dalam melayani para
konsumen dari perusahaaan tersebut secara massal, sehingga kreditor akan
memperoleh efisiensi dalam pengeluaran biaya, tenaga dan waktu.
Posisi kreditor pada umumnya cenderung lebih kuat dibandingkan dengan
konsumen, sehingga terdapat ketidaksetaraan posisi dari masing-masing pihak
dalam perjanjian tersebut. Debitor tidak mempunyai kekuatan melakukan
penawaran untuk mengubah persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak
kreditor, sehingga cenderung menerima persyaratan yang ditentukan secara
sepihak oleh kreditor.
Kondisi yang demikian, sangat dimungkinkan kreditor memasukan klausula
eksonerasi dalam isi perjanjian baku. Klausula eksonerasi, adalah perjanjian
yang disertai syarat-syarat mengenai kewenangan salah satu pihak dalam hal ini
produsen tentang pengalihan kewajiban atau tanggung jawabnya terhadap
produk yang merugikan konsumen.
Klausula eksonerasi dalam pelaksanaaan perjanjian baku dikemudian hari
jika pihak debitor merasa dirugikan atau terdapat kepentingannya yang tidak
dilindungi, dapat menimbulkan permasalahan hukum. Penerapan klausula
eksonerasi dalam perjanjian baku, bagi debitor dapat sebagai alasan untuk
mengajukan gugatan pembatalan perjanjian baku yang telah disepakati
sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai