Anda di halaman 1dari 43

LI 1 MM Anatomi Kulit

LO 1.1 Mikroskopis

Adapun ciri-ciri kulit adalah:

 Pembungkus yang elastis yang melindungi kulit dari pengaruh lingkungan.

 Alat tubuh yang terberat : 15 % dari berat badan.

 Luas : 1,50 – 1,75 m.

 Tebal rata – rata : 1,22mm.

 Daerah yang paling tebal (66 mm), pada telapak tangan dan telapak kaki
dan paling tipis (0,5 mm) pada daerah penis.

Kulit
terbagi menjadi 3 lapisan:
1) Epidermis
Terbagi atas 5 lapisan:

keterangan:
A = Melanocyt
B = Langerhans cell

1
C = Merkels cell
D = Nervända
1 = Stratum corneum
2 = Stratum granulosum
3 = Stratum spinosum
4 = Stratum basale
5 = Basal membran

a. Stratum korneum/Lapisan tanduk


 Terdiri dari beberapa lapis sel gepeng yang mati dan tidak berinti
 Protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk)
b. Stratum Lusidum
 Lapisan sel gepeng tanpa inti
 protoplasma berubah menjadi protein (eleidin)
 Biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan
 Tidak tampak pada kulit tipis
c. Stratum granulosum / Lapisan Granular
 Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng
 Sitoplasma berbutir kasar yang terdiri atas keratohialin dan terdapat inti
diantaranya
 Mukosa tidak mempunyai lapisan ini
d. Stratum spinosum / lapisan Malphigi
 Lapisan epidermis yang paling tebal
 Terdiri dari sel polygonal, besarnya berbeda-beda karena ada proses mitosis
 Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti terletak
ditengah
 Terdapat jembatan antarsel (intecelluler bridges) yg tdd: protoplasma dan
tonofibril
 Perlekatan antar jembatan membentuk nodulus Bizzozero

2
 Terdapat juga sel langerhans yang berperan dalam respon – respon antigen
kutaneus. Seperti ditunjukan dibawah
e. Stratum basale
 Terdiri dari sel – sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis
 Tersusun sebagai tiang pagar atau palisade
 Lapisan terbawah dari epidermis
 Mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif
 Terdapat melanosit (clear cell) yaitu sel dendritik yang yang membentuk
melanin melindungi kulit dari sinar matahari. Dengan sitoplasma yang
basofilik dan inti gelap, mengandung butir pigmen (melanosomes)

Setiap kulit yang mati banyak mengandung keratin yaitu protein fibrous insoluble
yang membentuk barier terluar kulit yang berfungsi:
 Mengusir mikroorganisme patogen
 Mencegah kehilangan cairan yang berlebihan dari tubuh
 Unsur utam yang mengerskan rambut dan kuku.
Setiap kulit yang mati akan terganti tiap 3-4 minggu. Epidermis akan bertambah tebal
jika bagian tersebut sering digunakan. Persambungan antara epidermis dan dermis di sebut
rete ridge yang berfunfgsi sebagai tempat pertukaran nutrisi yang essensial. Dan terdapat
kerutan yang disebut fingers prints.
2) Dermis (korium)
Merupakan lapisan dibawah epidermis. Terdiri dari jaringan ikat yang terdiri dari 2
lapisan:
a. Pars papilare
o Bagian yang menonjol ke epidermis

3
o Berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah

b. Pars retikulare
o Bagian yang menonjol ke subkutan

o Terdiri atas: serabut-serabut penunjang (kolagen, elastin, retikulin),


matiks (cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat serta
fibroblas)
o Terdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen dan retikularis
yang terdapat banyak p. darah, limfe, akar rambut, kelenjar kerngat dan
k. sebaseus.
3) Jaringan Subkutan atau Hipodermis / Subcutis
Terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Pada lapisan ini
terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening.
a. Sel lemak
o Sel lemak dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa

o Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang


menghasilkan banyak lemak. Disebut juga panikulus adiposa yang
berfungsi sebagai cadangan makanan
o Berfungsi juga sebagai bantalan antara kulit dan setruktur internal
seperti otot dan tulang. Sebagai mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh
dan penyekatan panas. Sebagai bantalan terhadap trauma. Tempat
penumpukan energi
b. Vaskularisasi
Dikulit diatur oleh 2 pleksus:
o Pleksus superfisialis

o Pleksus profunda

Adneksa Kulit
1) Kelenjar-Kelenjar Pada Kulit
a. Kelenjar keringat (glandula sudorifera)
Terdapat di lapisan dermis. Diklasifikasikan menjadi 2 kategori:
- Kelenjar Ekrin terdapat disemua kulit

 Melepaskan keringat sebgai reaksi penngkatan suhu lingkungan dan


suhu tubuh.

4
 Kecepatan sekresi keringat dikendalkan oleh saraf simpatik.
Pengeluaran keringat pada tangan, kaki, aksila, dahi, sebagai reaksi
tubuh terhadap setress, nyeri dll
- Kelenjar Apokrin

 Terdapat di aksil, anus, skrotum, labia mayora, dan berm,uara pada


folkel rambut

 Kelenjar ininaktif pada masa pubertas,pada wanit a akan membesar


dan berkurang pada sklus haid

 Kelenjar Apokrin memproduksi keringat yang keruh seperti susu


yang diuraikan oleh bajkteri menghasilkan bau khas pada aksila

 Pada telinga bagian luar terdapat kelenjar apokrin khusus yang


disebut K. seruminosa yang menghasilkan serumen (wax)
2) Kelenjar Sebasea
Berfungsi mengontrol sekresi minyak ke dalam ruang antara folikel rambut dan
batang rambut yang akan melumasi rambut sehingga menjadi halus lentur dan lunak.
Turunan Kulit
Rambut
Rambut merupakann bangunan berzat tanduk yang diproduksi oleh folikel rambut
yang merupakan pertumbuhan epitel permukaan kedalam lapisan dermis dibawahnya.
Pertumbuhan rambut berlangsung dalam bagian pangkal folikel yang menggelembung dan
disebut bulbus pili, yang terdiri atas sel-sel epitelial yang aktif membelah dan mengitari suatu
papila jaringan ikat yang banyak mengandung pembuluh darah, dan saraf yang penting bagi
kelangsungan hidup folikel rambut. Papila dermis dalam bulbus pili ini disebut papila pili.
Batang rambut dibentuk oleh sel folikel yang paling dalam yang membatasi papila yang
disebut sel matriks. Sel-sel folikel rambut merupakan lanjutan dari startum basal dan
spinosum epidermis kulit. Pada permulaan perkembangan semua sel pada folikel aktif
bermitosis akan tetapi seltelah folikel terdiferensiassi sempurna hanya tinggal sel-sel matriks
yang aktif bermitosis dan menghasilkan berbagai bagian rambut yaitu, medula, korteks, dan
kutikula rambut. Pigmen melanin ditemukan terjepit diantara dan di dalam sel tersebut
sehingga mewarnai rambut. M. arector pili melekat ke sarung folikel dan berinsersi di daerah
papila dermis pada epidermis. Kontraksi ini menyebabkan rambut menegak dan menarik ke
dalam daerah tempat insersinya pada papila sehingga terjadi keadaan yang tampak pada kulit
yang merinding. Muskulus arektor pili dipersarafi oleh sistem saraf simpatis dan penegakan
rambut terjadi apabila kedinginan atau ketakutan.
Kuku
Kuku berasal dari sel yang sama pada epidermis, mempunyai matriks yang aktif
bermitosis menghasilkan dasar kuku, yang merupakan lanjutan stratum germinatif kulit.
Bagian pangkal kuku diliputi suatu lipatan kulit yang disebut eponikium atau kutikula.
Lempeng kuku tumbuh dari dasar kuku sebagai suatu lempeng zat tanduk.Dasar kuku
merupakan lanjutan stratum germinatif, terdiri atas sel-sel basal di atas membran basal dan
dua atau tiga lapisan spinosum. Di bagian proksimal kuku terdapat daerah putih yang

5
berbentuk bulan , disebut lunula. Stratum korneum yang mengeras di bawah ujung bebas
kuku disebut hiponikium.Pertumbuhan kuku bersifat kontinu dan bisa digunakan sebagai
indikator kesehatan seseorang seperti, adanya lekukan dan kekeruhan sering ditemukan pada
infeksi kuku.Kuku yang tipis, mudah sobek, konkaf atau kuku sendok, menandakan adanya
penyakit seperti anemia kronik, sifilis dan demam rematik. Kuku yang kering dan rapuh
menunjukan defisiensi vitamin atau keadaan hipotiroid.

LI 2 MM Fisiologi Kulit

RESEPTOR
Jenis-jenis reseptor berdasarkan stimulus adekuatnya :
♥ Fotoreseptor : peka terhadap gelombang cahaya
♥ Mekanoreseptor : peka terhadap energy mekanis
♥ Termoreseptor : peka terhadap panas dan dingin
♥ Osmoreseptor : mendeteksi perubahan konsentrasi zat terlarut dalam cairan tubuh
♥ Kemoreseptor : peka terhadap bahan kimia spesifik yang termasuk untuk reseptor
penciuman dan pengecapan
♥ Nosiseptor : peka terhadap kerusakan jaringan misalnya cubitan atau luka bakar

Setiap reseptor mempunyai sifat khusus untuk merespon untuk satu jenis rangsangan
contohnya pada mata ada reseptor yang peka terhadap cahaya, pada telinga ada reseptor
yang peka terhdap gelombang suara, dan pada kulit ada reseptor yang peka terhadap
energy panas. Semua ini terjadi karena adanya perbedaan sensitifitas reseptor.

FUNGSI KULIT
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh.
Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi,
persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan  pembentukan vitamin D.

1. Fungsi proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai yaitu berikut:
a. Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat kimia.
Keratin merupakan struktur yang keras, kaku, dan tersusun rapi dan erat seperti
batu bata di permukaan kulit.
b. Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan
dehidrasi; selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan luar tubuh
melalui kulit.
c. Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut dari
kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di
permukaan kulit. Adanya sebum ini, bersamaan dengan ekskresi keringat, akan
menghasilkan mantel asam dengan kadar pH 5-6.5 yang mampu menghambat
pertumbuhan mikroba.
d. Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya. Pada
stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di
sekitarnya. Pigmen ini bertugas melindungi materi genetik dari sinar matahari,
sehingga materi genetik dapat tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan
pada proteksi oleh melanin, maka dapat timbul keganasan.

6
e. Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif. Yang
pertama adalah sel Langerhans, yang merepresentasikan antigen terhadap
mikroba. Kemudian ada sel fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba yang
masuk melewati keratin dan sel Langerhans.

2. Fungsi absorpsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid seperti
vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida.
Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit
ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Selain itu beberapa material toksik dapat
diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri. Beberapa obat  juga dirancang untuk larut
lemak, seperti kortison, sehingga mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan
antihistamin di tempat peradangan.
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi,
kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung
melalui celah antarsel atau melalui muara saluran kelenjar; tetapi lebih banyak yang
melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara kelenjar.

3. Fungsi ekskresi
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar eksokrinnya,
yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:
a. Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel rambut dan
melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju lumen. Sebum dikeluarkan
ketika muskulus arektor pili berkontraksi menekan kelenjar sebasea sehingga
sebum dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum tersebut
merupakan campuran dari trigliserida, kolesterol, protein, dan elektrolig. Sebum
berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan memproteksi keratin.

b. Kelenjar keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat keluar
dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari. Seorang yang bekerja
dalam ruangan mengekskresikan 200 mL keringat tambahan, dan bagi orang yang
aktif jumlahnya lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air dan panas, keringat
juga merupakan sarana untuk mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua
molekul organik hasil pemecahan protein yaitu amoniak dan urea.
Terdapat dua jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan kelenjar
keringat merokrin.
♥ Kelenjar keringat apokrin
Terdapat di daerah aksila, payudara dan pubis, serta aktif pada usia
pubertas dan menghasilkan sekret yang kental dan bau yang khas. Kelenjar
keringat apokrin bekerja ketika ada sinyal dari sistem saraf dan hormon
sehingga sel-sel mioepitel yang ada di sekeliling kelenjar berkontraksi dan
menekan kelenjar keringat apokrin. Akibatnya kelenjar keringat apokrin
melepaskan sekretnya ke folikel rambut lalu ke permukaan luar.

♥ Kelenjar keringat merokrin (ekrin)


Terdapat di daerah telapak tangan dan kaki. Sekretnya mengandung  air,
elektrolit, nutrien organik, dan sampah metabolisme. Kadar pH-nya
berkisar 4.0 – 6.8. Fungsi dari kelenjar keringat merokrin adalah mengatur

7
temperatur permukaan, mengekskresikan air dan elektrolit serta
melindungi dari agen asing dengan cara mempersulit perlekatan agen asing
dan menghasilkan dermicidin, sebuah peptida kecil dengan sifat antibiotik.

4. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap
rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis.
Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis, badan
taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula
badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan
diperankan oleh badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih
banyak jumlahnya di daerah yang erotik.

5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)


Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) melalui dua
cara: pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler. Pada
saat suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta
memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa keluar dari
tubuh. Sebaliknya, pada saat suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit
keringat dan mempersempit pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga mengurangi
pengeluaran panas oleh tubuh.

6. Fungsi pembentukan vitamin D


Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekursor 7 dihidroksi
kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet. Enzim di hati dan ginjal lalu
memodifikasi prekursor dan menghasilkan calcitriol, bentuk vitamin D yang aktif.
Calcitriol adalah hormon yang berperan dalam mengabsorpsi kalsium makanan dari
traktus gastrointestinal ke dalam pembuluh darah.
Walaupun tubuh mampu memproduksi vitamin D sendiri, namun belum
memenuhi kebutuhan tubuh secara keseluruhan sehingga pemberian vitamin D
sistemik masih tetap diperlukan.
Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya pembuluh
darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit.

7. Fungsi pembentukan pigmen


Sel pembentuk pigmen terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf.
Perbandingan jumlah sel basal : melanosit 10:1. Jumlah melanosit sdan jumlah serta
besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun
individu.

8. Fungsi keratinisasi
Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu keratinosit, sel
Langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan pembelahan,
sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel
spinosum, makin ke atas sel menjadi makin gepeng dan bergranula menjadi sel
granulosum. Makin lama inti menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang
amorf.

8
LI 3 MM Dermatomikosis

LO 3.1 Definisi

 Penyakit pada kulit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur atau mikosis
dibagi menjadi : mikosis profunda dan mikosis superfisialis.
 Dermatomikosis adalah penyakit pada kulit, kuku, rambut, dan mukosa yang
disebabkan infeksi jamur (Madani, 2000). Dermatomikosis mempunyai arti
umum, yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit (Buldimulja, 2007).
Faktor yang mempengaruhi dermatomikosis adalah udara yang lembab,
lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan
disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid,
sitostatika yang tidak terkendali. Dermatomikosis terdiri dari dermatomikosis
superfisialis, intermedia dan profunda.

LO 3.2 Etiologi

Menurut Petrus 2005 & Utama 2004 faktor yang mempengaruhi adalah udara yang
lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan
disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang
tidak terkendali.
DERMATOFITOSIS

Dermatofitosis disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang teridiri dari tiga
genus, yaitu genus Microsporum, Trichophyton, dan Epidermofiton. Dari 41 spesies
dermatofita yang sudah dikenal hanya 23 spesies yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia dan binatang, yang terdiri dari 15 spesies Trichophyton, 7 spesies Microsporum dan
satu spesies Epidermofiton. Selain sifat keratinofilik, setiap spesies dermatofita mempunyai
afinitas terhadap hospes tertentu. Dermatofita yang zoofilik terutama menyerang binatang,
dan kadangkadang menyerang manusia, misalnya Microsporum canis dan Trichophyton
verrucosum. Dermatofita yang geofilik adalah jamur yang hidup di tanah dan dapat
menimbulkan radang yang moderat pada manusia, misalnya Microsporum gypseum.

Umumnya gejala-gejala klinik yang timbulkan oleh golongan zoofilik dan golongan
geofilik pada manusia bersifat akut dan sedang serta lebih mudah sembuh.

Dermatofita yang antropofilik terutama menyerang manusia karena memilih manusia


sebagai hospes tetapnya.

Golongan jamur ini dapat menyebabkan perjalanan penyakit menjadi menahun dan
residif karena reaksi penolakan tubuh yang sangat ringan. Contoh jamur yang antropofilik
ialah Microsporum audouinii dan Trichophyton rubrum (Siregar, 2004).

a. Trichophyton (Frey, et al., 1985; Hutabarat, 1999; Rippon, 1988) Mikokonidia


banyak, tumbuh bergerombol atau satu-satu sepanjang hifa. Sedangkan makrokonidia jarang
atau tidak dibentuk sama sekali.

9
1) T. mentagrophytes Makroskopis : Membentuk 2 jenis koloni. Koloni Cottony
berwarna putih seperti wol. Koloni powder seperti serbuk warna merah anggur. Mikroskopis :
Mikrokonidia sangat banyak berkelompok berbentuk bulat/ menyerupai sekelompok buah
anggur pada cabang-cabang terminalnya dan banyak terdapat hifa yang menyerupai spiral.

{ (Image Courtesy of www.doctorfungus.org., 2005) Morfologi mikroskopis


Trichophyton mentagrophytes Kultur Trichophyton mentagrophytes Gambar 2.1 Gambar 2.2

2) T. rubrum Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, koloni berbentuk kapas.


Warna depan putih sampai merah muda dan dasar koloni warna merah. Mikroskopis :
Mikrokonidia banyak, berkelompok atau satu-satu sepanjang hifa.

3) T. verrucosum Makroskopis : Pertumbuhan sangat lambat, bentuk verrucous warna


abuabu. Mikroskopis : Makrokonidia dan mikrokonidia jarang.

10
4) T. concentricum Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, permukaan licin dan
berlipatlipat, warna ditengah coklat dan pinggir coklat muda. Morfologi mikroskopis
Trichophyton rubrum Kultur Trichophyton rubrum Morfologi mikroskopis T. verrucosum.

Kultur Trichophyton verrucosum Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6
Mikroskopis : Makrokonidia dan mikrokonidia tidak ada. Ditemukan branching hifa.

5) T. tonsuran Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, permukaan datar/


berbenjolbenjol. Bentuk bubuk sampai beledru. Warna bervariasi cream, abu-abu, kuning,
dan merah coklat dengan dasar kuning sampai merah. Mikroskopis : Mikrokonidia banyak
sepanjang sisi hifa dan makrokonidia jarang.

6) T. violaceum Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, permukaan menonjol dan


verrukosa. Warna violet. Morfologi mikroskopis Trichophyton concentricum Kultur
Trichophyton concentricum Morfologi mikroskopis Trichophyton tonsurans Kultur
Trichophyton tonsurans

11
7) T. schoenleinii Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, bagian tengah berlipat
dan lebih tinggi dari pinggir. Mikroskopis : Makrokonidia/ mirokonidia tidak ada. Banyak
ditemukan hifa Favchandeliers.

b. Microsporum (Frey, et al., 1985; Rippon, 1988) Makrokonidia adalah spora yang
paling banyak ditemukan dan terbentuk pada ujung-ujung hifa, sedangkan mikrokonidia
sedikit.

1) M. canis Makroskopis : Pertumbuhan koloni cepat, permukaan halus sampai


bergranuler. Warna depan coklat muda, sedangkan dasar koloni merah coklat. Mikroskopis :
Makrokonidia banyak dijumpai. Ukurannya besar, ujung rucing, dinding tebal serta kasar dan
ada tonjolan-tonjolan kecil. Karakteristik dijumpai adanya klamidospora, bisa juga dijumpai
racquet hifa, pectine bodies dan nodular bodies.

2) M. gypseum Makroskopis : Pertumbuhan cepat, warna kuning sampai coklat ada


jalur jalur radier. Mikroskopis : Makrokonidia besar, bentuk bujur telur, dinding tipis dan
bergerigi kecil.

12
(Image Courtesy of www.doctorfungus.org., 2005) Morfologi mikroskopis zoophilic
dermatophyte Microsporum canis. Kultur Microsporum canis Kultur Microsporum gypseum
Morfologi mikroskopis Microsporum gypseum Gambar 2.15 Gambar 2.16 Gambar 2.17
Gambar 2.18

3) M. audouinii Makroskopis : Pertumbuhan lambat, permukaan datar. Warna koloni


abuabu kuning sampai coklat keputihan, dan dasar koloni merah coklat. Mikroskopis :
Makrokonidia jarang dan bentuk tidak teratur. Sedangkan mikrokonidia sangat jarang dan
ditemukan adanya racquet hifa.

c. Epidermophyton (Frey, et al., 1985; Hutabarat, 1999; Rippon, 1988) Hanya


ditemukan makroonidia, ukurannya besar dan berbentuk gada.

E. Floccosum Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, bergranuler warna putih


dan berjalur-jalur sentral warna kuning kehijauan. Mikroskopis : Makrokonidia lebar-lebar
seperti gada atau berbentuk bunga, ujung bulat dinding halus dan tipis. Mikronidia tidak ada.

13
LO 3.3 Epidemiologi

DERMATOFITOSIS

Dermatofita adalah tergolong jamur contagious. Berspora dan memiliki hifa sepanjang sel
kulit dan rambut yang mati, merupakan serpihan dari orang yang terinfeksi, membuat infeksi
berulang menjadi sering. Infeksi sub-kutaneus yang jarang yang disebabkan jamur ini dapat
terjadi pada pasien AIDS. Dermatofita yang menginfeksi manusia diklasifikasikan
berdasarkan habitat mereka antara lain sebagai berikut :

a. Antrophophilic dermatophyta sering dikaitkan dengan manusia dan ditransmisikan baik


melalui kontak langsung atau melalui muntahan yang terkontaminasi

b. Zoophilic dermatophyta sering dikaitkan dengan hewan-hewan, jamur ini ditransmisikan


kepada manusia baik melalui kontak langsung dengan hewan tersebut misalnya hewan
peliharaan dan melalui produksi hewan tersebut seperti wool.

c. Geophilic dermatophyta addalah jamur tanah yang ditransmisikan kepada manusia melalui
paparan langsung ke tanah atau ke hewan yag berdebu.

LO 3.4 Klasifikasi

A.Mikosis profunda
Mikosis profunda terdiri atas beberapa penyakit yang disebabkan jamur, dengan
gejala klinis tertetentu yang menyerang alat di bawah kulit, misalnya traktus intestinalis,
traktus respiratorius, traktus urogenitalis, susunan saraf sentral, otot, tulang, susunan
kardiovaskular. Kelainan kulit pada mikosis profunda dapat berupa afek primer, maupun
akibat proses dari jaringan di bawahnya (per kontinuitatum).
Dikenal beberapa penyakit jamur profunda yang klinis dan manifestasinya berbeda
satu dengan yang lain. CONANT dkk. (1977) misalnya mencantumkan dalam bukunya
Manual of Clinical Mycology berbagai penyakit, yaitu :
1. Aktinomikosis
2. Nokardiosis
3. Antinomikosis misetoma
4. Blastomikosis

14
5. Parakoksidiodomikosis
6. Lobomikosis
7. Koksidiodomikosis
8. Histoplasmosis
9. Histoplasmosis Afrika
10. Kriptokokosis
11. Kandidiosis
12. Geotrikosis
13. Aspergillosis
14. Fikomikosis
15. Sporotrikosis
16. Maduromikosis
17. Rinosporidiosis
18. Kromoblastomikosis
19. Infeksi yang disebabkan jamur Dematiceae ( berpigmen coklat)

Diantara 19 macam penyakit jamur profunda yang disebutkan di atsa aktinomikosis


menurut RIPPON (1974) sudah bukan penyakit jamur asli. Ia cenderung memasukkan
Actinomyces dan Nocardia atau bacteria-like fungi ini di dalam golongan bakteri, walaupun
masih mempunyai sifat – sifat jamur , yaitu branching di dalam jaringan, membentuk
anyaman luas benang jamur pada jaringan maupun pada media biakan, dan menyebabkan
penyakit kronik. Namun Actinomyces dan Nocardia mempunyai sifat khas bakteri , yaitu
adanya asam muramik pada dinding sel, tidak mempunyai inti sel yang karakteristik, tidak
mempunyai mitokondria, besar mikoorganisme khas untuk bakteri, dan dapat dihambat oleh
obat – obatan anti bacterial.
Mikosis profunda biasanya dalam klinik sebagai penyakit kronik dan residif.
Manifestasi klinik morfologik dapat ebrupa tumor, infiltasi peradangan vegetatif, fistel, ulkus,
atau sinus, tersendiri maupun bersamaan. Mengingat banyaknya penyakit yang dapat
memenuhi kedua syarat tersebut, misalnya tuberculosis, lepra, sifilis, frambusia, keganasan,
sarcoidosis, dan pioderma kronik, maka pemeriksaan tambahan untuk verifikasi sangat
diperlukan.
Pemeriksaan tersebut adalah sediaan langsung dengan KOH, biakan jamur,
pemeriksaan histopatologik dan pemeriksaan imunologik termasuk tes kulit, maupun
serologic dan pemeriksaan imunologik yang lain. Pemeriksaan tambahan ini diperlukan untuk
memastikan atau menyingkirkan mikosis profunda dan penyakit yang disebut sebagai
diagnosis banding. Sebagai contoh, pemeriksaan lapangan gelap, histopatologik, dan

15
pemeriksaan tes serologic untuk sifilis yang spesifik, maupun yang non spesifik. Demikian
pula pemeriksaan pemeriksaan khusus untuk penyakit tertentu.
MISETOMA
Definisi:
Misetoma adalah penyakit kronik, supuratif granulomatosa yang dapat disebabkan
Actinomyces, Nocardia , dan Eumycetes atau jamur berpigmen.
Etiologi :

 Actinomyces disebut Actinomycotic mycetoma

 Botryomycosis yang disebabkan oleh bakteri

 Madurromycosis yang disebabkan oleh jamur berfilamen


Gejala klinis :

 Pembengkakan

 Abses

 Sinus, didalamnya ditemukan butir-butir (granula) yang berpigmen kemudian


dikeluarkan melalui eksudat

 Fistel multiple
Gejala klinis biasanya merupakan lesi kulit yang sirkumskrip dengan pembengkakan
seperti tumor jinak dan ahrus disertai butir-butir. Inflamasi dapat menjalar dari permukaan
sampai ke bagian dalam dan dapat menyerang subkutis, fasia, otot dan tulang. Sering
terbentuk fistel, yang mengeluarkan eksudat. Butir – butir sering bersama – sama eksudat
mengalir ke luar dari jaringan.
Diagnosis:
Diagnosis dibuat berdasarkan klinis morfologik sesuai dengan uraian diatas. Namun
bila disokong dengan gambaran histologic dan hasil biakan, diagnosis akan lebih mantap.
Lagi pula penentuan spesies penyebab sangat penting untuk terapi dan prognosis
Tatalaksana:
Pengobatan misetoma biasanya harus disertai radikal, bahkan amputasu kadang –
kadang perlu dipertimbangkan. Obat – obat , misalnya kombinasi kotrimoksazol dengan
streptomisin dapat bermanfaat , bila penyakit yang dihadapi adalah misetoma aktinomikotik,
tetapi pengobatan memerlukan waktu lama ( 9bulan-1tahun) dan bila kelainan belum meluas
benar. Obat – obat baru antifungal , misalnya itrakonazol dapat dipertimbangkan untuk
misetoma maduromikotik.
Prognosis:
Quo ad vitam umumnya baik. Pada maduromikosis prognosis quo ad sanationam
tidak begitu baik bila dibandingkan dengan aktinomikosis/botriomikosis. Diseminasi
limfogen atau hematogen dengan lesi pada alat – alat dalam merupakan kecualian

16
SPOROTRIKOSIS
Infeksi koronis yang disebabkan Sporotrichium schenkii dan ditandai dengan
pembesaran kelenjar getah bening. Kulit dan jaringan subkutis di atas nodus sering melunak
dan pecah membentuk ulkus yang indolen. Penyakit jamur ini mempunyai insidens yang
cukup tinggi pada daerah tertentu, dan ditemukan pada pekerja hutan maupun petani
(HUTAPEA,1978;SIREGAR dan THAHA 1978)
Bila tidak terjadi diseminasi melalui saluran getah bening diagnosis agak sukar dibuat.
Selain gejala klinis, yang dapat menyokong diagnosis adalah pembiakan terutama pada
mencit atau tikus, dan pemeriksaan histopatologik. Pernah dilaporkan sekali-sekali selain
bentuk kulit yang khas, beberapa bentuk di paru dan alat dalam lain. Pada kasus-kasus ini
rupanya terjadi infeksi melalui inhalasi.
Pengobatan yang memuaskan biasanya dicapai dengan pemberian larutan kalium
yodida jenuh oral. Dalam hal yang rekalsitran pengobatan dengan amfoterisin B atau
itrakonazol dapat diberikan.
KROMOMIKOSIS
Kromomikosis atau kromoblastomikosis atau dermatitis verukosa adalah penyakit
jamur yang disebabkan bermacam-macam jamur berwarna (dematiaceous). Penyakit ini
ditandai dengan pembentukan nodus verukosa kutan yang perlahan-lahan, sehingga akhirnya
membentuk vegetasi papilomatosa yang besar. Pertumbahan ini dapat menjadi ulkus atau
tidak, biasanya ada di kaki dan tungkai, namun lokalisasi di tempat lain pernah ditemukan,
misalnya pada tangan, muka, telinga, leher, dada, dan bokong. Penyakit ini kadang-kadang
dilihat di Indonesia. Sumber penyakit biasanya dari alam dan terjadi infeksi melalui trauma.
Penyakit tidak ditularkan dari manusia ke manusia dan belum pernah dilaporkan
terjadi pada binatang. Diseminasi dapat terjadi melalui autoinokulasi, ada juga kemungkinan
penyebaran melalui darah dengan terserangnya susunan saraf sentral pernah dilaporkan.
Walaupun penyakit jamur ini biasanya terbatas pada kulit, bila lesinya luas dapat
mengganggu kegiatan penderita sehari-hari.
Pengobatannya sulit. Terapi sinar x pernah dilakukan dengan hasil yang berbeda-
beda. Kadang-kadang diperlukan amputasi. Pada kasus lain reseksi lesi mikotik disusul
dengan skin graft memberi hasil yang memuaskan. Obat-obatan biasanya memberikan hasil
yang kurang memuaskan dan harus diberikan dalam waktu yang lama.
Pada akhir-akhir ini hasil pengobatan yang memuaskan dicapai dengan kombinasi
amfoteresin B dan 5-fluorositosin. Demikian pula pengobatan dengan kantong-kantong panas
di JEpang. Prognosis, seperti diuraikan oada hasil terapi di atas. Itrakonazol pada akhir-akhir
ini memberikan harapan baru pada penyakit ini, terutama bila penyebabnya adalah
Cladosporium carrionii.
ZIGOMIKOSIS, FIKOMIKOSIS, MUKORMIKOSIS
Penyakit jamur ini terdiri atas pelbagai infeksi jamur dan disebabkan oleh bermcam-
macam jamur pula yang taksonomi dan peranannya masih didiskusikan, oleh karena itu di
dalam buku-buku baru diberikan nama umum, yaitu zigomikosis
Zygomycetes meliputi banyak genera, yaitu Mucor, Rhizopus, Absidia, Mortierella
dan Cunning-hamella. Penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur ini dapat disebut

17
sesuai dengan lokalisasi atau alat dalam yang terserang. Contohnya rinozigomikosis,
otozigomikosis, zigomikosis subkutan, zigomikosis fasiale, atau zigomikosis generalisata.
Golongan penyakit jamur ini dapat dinamakan juga sesuai dengan jamur penyebabnya,
misalnya mukomikosis dan sebagainya.
Oleh karena penyakit ini disebabkan jamur yang pada dasarnya oportunistik, maka
pada orang sehat jarang ditemukan. Diabetes mellitus, misalnya merupakan factor
predisposisi. Demikian pula penyakit primer berat yang lain.
Fikomikosis subkutan adalah salah satu bentuk penyakit golongan ini yang kadang-
kadang dilihat di bagian kulit dan kelamin. Penyakit ini untuk pertama kali dilaporkan di
Indonesia pada tahun 1956. Setelah itu banyak kasus dilaporkan di Indonesia, Afrika, dan
India. Kelainan timbul di jaringan subkutan Antara lain di dada, perut, atau lengan atas
sebagai nodus subkutan yang perlahan-lahan membesar setelah sekian waktu. Nodus tersebut
konsistensinya keras dan kadang-kadang dapat terjadi infeksi sekunder. Penderita pada
umumnya tidak demam dan tidak disertai pembesaran kelenjar getah bening regional.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik dan biakan. Jamur agak
khas, hifa lebar 6-50 miu, seperti pita, tidak bersepta dan coenocytic.
Sebagai terapu fikomikosis subkutan dapat diberikan larutan jernih kalium yodida.
Mulai dari 10-15 tetes 3 kali seharu dan perlahan-lahan dinaikan sampai terlihat gejala
intoksikasi, penderita mual dan muntah. Kemudian dosis diturunkan 1-2 tetes dan
dipertahankan terus sampai tumor menghilang. Itrakonazo; berhasil mengatasi fikomikosis
subkutan dengan baik. Dosis yang diberikan sebanyak 200mg sehari selama 2-3 bulan.
Prognosis bentuk klinis ini umumnya baik
B.Mikosis superfisialis
Terbagi menjadi :
1. Dermatofitosis
2. Non-dermatofitosis, terdiri atas pelbagai penyakit:

- Pitriasis versikolor

- Piedra hitam

- Piedra putih

- Tinea nigra palmaris

- Otomikosis

- Keratomikosis

DERMATOFITOSIS

Dermatofitosis adalah infeksi jaringan yang mengandung zat tanduk (keratin) misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan oleh golongan jamur
dermatofita (Madani, 2000; Budimulja, 2002).

18
Klasifikasi yang paling sering dipakai oleh para spesialis kulit adalah berdasarkan lokasi:
a. Tinea kapitis, tinea pada kulit dan rambut kepala
b. Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jengggot.
c. Tinea kruris, dermatofita pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang-
kadang sampai perut bagian bawah.
d. Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan.
e. Tinea unguium, tinea pada kuku kaki dan tangan.
f. Tinea facialis, tinea yang meliputi bagian wajah
g. Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk 5 bentuk tinea
diatas.
Selain 6 bentuk tinea di atas masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yaitu:
1. Tinea imbrikata: dermatofitosis dengan susunan skuama yang kosentris dan
disebabkan oleh tricophyton concentricum.
2. Tinea favosa atau favus: dermatofitosis yang terutama disebabkan oleh tricophyton
schoenleini: secara klinis antara lain berbentuk skutula dan berbau seperti tikus
(mousy odor).
3. Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif dari morfologinya.
4. Tinea incognito: dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah
diobati dengan steroid topical kuat.

LO 3.5 Patofisiologi

Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung. Penularan
langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia,
binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi
jamur, pakaian debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan
pakaian, handuk atau sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan
tinea manum.
Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat
memudahkan invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-
cabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang
berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya
dengan pola radial di stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang
jelas dan meninggi (ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang
menjadi suatu reaksi peradangan.

19
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:
a. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik, geofilik.
Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain dalam hal
afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton
rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang
liapt paha bagian dalam.
b. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c. Faktor suhu dan kelembapan
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada lokalisasi
atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari paling sering
terserang penyakit jamur.
d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden penyakit
jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan daripada
golongan ekonomi yang baik
e. Faktor umur dan jenis kelamin (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)
Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama: perlekatan ke keratinosit, penetrasi
melalui dan diantara sel, dan perkembangan respon host.
1. Perlekatan.
Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan
keratin diantaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan
sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak yang diproduksi oleh glandula
sebasea juga bersifat fungistatik.
2. Penetrasi.
Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada
kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh
sekresi proteinase, lipase dan enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk
jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur kejaringan. Fungal mannan
didalam dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit.
Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari epidermis.
3. Perkembangan respons host.
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat.
Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity (DHT) memainkan
peran yang sangat penting dalam melawan dermatofita. Pada pasien yang belum pernah
terinfeksi dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi minimal dan

20
trichopitin tes hasilnya negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang
dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit.
Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan
dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan
bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba
menjadi inflamasi, dan barier epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan sel-
sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh

LO 3.6 Manifestasi Klinis

Tinea Pedis

Infeksinya anthropophilic dermatophytes biasanya disebabkan oleh


adanya elemen hifa dari jamur yang mampu menginfeksi kulit. Skala
desquamasi kulit bisa terinfeksi di lingkungan selama berbulan-bulan atau
tahun. Oleh karena itu transmisi bisa terjadi dengan kontak tidak
langsung lama setelah infeksi terjadi.Bahan seperti karpet yang kontak
dengan kulit vektor sempurna. Begitu, transmisi dermatophytes suka
Trichophyton rubrum, T. interdigitale dan Epidermophyton floccosum yang
biasnya pada kaki. infeksi di sini sering kronis dan tidak menimbulkan
keluhan selama beberapa tahun dan hanya ketika menyebar kebagian
lain, biasanya di kulit.

Tinea unguium (dermatophytic onycomicosis, ringworm of the


nail)

Trichophyton rubrum dan T. interdigitale adalah spesies yang sering


menyebabkan tinea unguium. Dermatofita jenis unguium digolongkan
menjadi dua bagian utama: (1). Superficial white-onycomycosis yang
menempel atau membuat lubang pada permukaan kuku. (2). Invasif,
subungual dermatofita yang lateral dari proximal atau pun distal. Diikuti
dengan menetapnya infeksi pada dasar kuku. Onycomycosis subungual
distal adalah bentuk umum dari onycomycosis dermatofita. Jamur
menyerang bagian distal bantalan jari yang menyebabkan hiperkeratosis
dari bantalan kuku dengan onycolisis dan menyebabkan penebalan
lempeng kuku.

Seperti namanya onycomycosis subungual lateral dimulai dari


bagian lateral kuku dan sering menyebar melibatkan semua lempeng
kuku. Pada onycomycosis subungual proximal jamur menginvasi kebawah
kutikula dan menginfeksi bagian proximal daripada bagian distal karena
spot yellow-white akan menyerang lunula terlebih dahulu kemudian
meluas ke lempeng kuku.

Tinea kruris (eczema marginatum, dhobie itch, ringworm of the


groin)

21
Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah
perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut ataupun
menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur
hidup. Lesi kulit dapat berbatas pada daerah genito-krural saja, atau
meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus, dan perut bagian bawah,
atau bagian tubuh yang lain.

Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas
tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah di tengahnya.
Fluoresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan
sekunder (polimorfik). Bila menahun dapat disertai bercak hitam dan
bersisik. Erosi dan keluarnya cairan terjadi akibat garukan. Dan tinea
kruris merupakan bentuk klinis tersering di Indonesia.

Dermatofit T rubrum menjadi penyebab yang paling umum untuk


tinea cruris. T rubrum menjadi dermatofit yang lazim 90% dari kasus tinea
cruris, diikuti T tonsurans ( 6%) dan T mentagrophytes ( 4%). Organisme
lain, termasuk E floccosum dan T verrucosum, menyebabkan suatu
kondisi klinis yang serupa. Infeksi T rubrum dan E floccosum lebih
cenderung untuk menjadi kronis dan non-inflamatori, sedangkan infeksi
oleh T mentagrophytes sering dihubungkan dengan suatu presentasi klinis
merah, menyebabkan peradangan akut.

Agen yang pada umumnya menyebabkan tinea kruris antara lain: T.


rubrum, T. interdigitale dan E. floccosum.

Tinea kapitis

Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang
disebabkan oleh spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan
lesi bersisik, kemerahan, alopesia dan kadang-kadang terjadi gambaran
klinis yang lebih berat, yang disebut kerion. Ada tiga bentuk tinea kapitis:
1. Gray patch ring-worm, merupakan tinea kapitis yang biasanya
disebabkan oleh genus microsporum dan sering ditemukan pada
anak-anak. Penyakit mulai dengan papul merah yang kecil di sekitar
rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi
pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna
rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilat lagi. Rambut mudah
patah dan terlepas dari akarnya sehingga mudah dicabut dengan
pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang
oleh jamur dan menyebabkan alopesia setempat. Tempat-tempat
terlihat sebagai gray patch, yang pada klinik tidak menunjukan
batas daerah sakit dengan pasti. Pada pemeriksaan lampu wood
terlihat fluoresensi hijau kekuningan pada rambut yang sakit,
melampaui batas dari gray patch tersebut. Tinea kapitis disebabkan
oleh microsporum audouini biasanya disertai tanda peradangan,
hanya sesekali berbentuk kerion.

2. Kerion, merupakan tinea kapitis yang terutama disebabkan oleh


Microsporum canis (Mulyono, 1986). Bentuk yang disertai dengan

22
reaksi peradangan yang hebat. Lesi berupa pembengkakan
menyerupai sarang lebah, dengan sebukan radang di sekitarnya.
Kelainan ini menimbulkan jaringan parut yang menetap.

3. Black dot ring-worm, merupakan tinea kapitis yang terutama


disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan Trichophyton
violaceum (Mulyono, 1986). Gambaran klinis berupa terbentuknya
titik-titik hitam pada kulit kepala akibat patahnya rambut yang
terinfeksi tepat di muara folikel. Ujung rambut yang patah dan
penuh spora terlihat sebagai titik hitam. Diagnosis banding pada
tinea kapitis adalah alopesia areata, dermatitis seboroik dan
psoriasis (Siregar, 2005). 13

Tinea korporis (tinea sirsinata, tinea glabrosa, scherende flechte,


kurap, herpes sircine trichophytique)

Merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh yang tidak berambut (glabrous


skin).

1. Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atu lonjong,
berbatas tegas terdiri dari eritema, squama, kadang-kadang dengan
vesikel dan papul ditepi. Daerah tengah biasanya tenang. Kadang
terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya
merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Dapat
terlihat sebagai lesi dengan tepi polisiklik, karena beberapa lesi kulit
menjadi satu.

2. Tinea korporis yang menahun tanda radang yang mendadak


biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap
bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha.
Dalalm hal ini disebut tinea korporis et kruris atau sebaliknya tinea
kruris et korporis. Bentuk menahun dari trichophyton rubrum
biasanya dilihat bersama-sama dengan tinea unguium.
3. Bentuk khas dari tinea korporis yang disebabkan oleh trichophyton
concentricum disebut tinea imbrikata. Tinea imbrikata dimulai
dengan bentuk papul berwarna coklat, yang perlahan menjadi
besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya
dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari
bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran berskuama
yang kosentris.

Bentuk tinea korporis yang disertai kelainan pada rambut adalah


tinea favosa atau favus. Penyakit ini biasanya dimulai dikepala sebagai
titik kecil di bawah kulit yang berwarna merah kuning dan berkembang
menjadi krusta berbentuk cawan (skutula) dengan berbagai ukuran.
Krusta tersebut biasanya tembus oleh satu atau dua rambut dan bila
krusta diangkat terlihat dasar yang cekung merah dan membasah.
Rambut tidak berkilat lagi dan terlepas. Bila tidak diobati, penyakit ini
meluas keseluruh kepala dan meninggalkan parut dan botak. Berlainan
dengan tinea korporis yang disebabkan oleh jamur lain, favus tidak

23
menyembuh pada usia akil balik. Biasanya tercium bau tikus (mousy odor)
pada para penderita favus. Tiga spesies dermatofita yang menyebabkan
favus, yaitu trichophyton schoenleini, trichophyton violaceum, dan
microsporum gypseum. Berat ringan bentuk klinis yang tampak tidak
bergantung pada spesies jamur penyebab, akan tetapi lebih banyak
dipengaruhi oleh tingkat kebersihan, umur, dan ketahanan penderita
penderita.

LO 3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Anamnesis
Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis
dan dapat meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus.
Dapat pula meluas ke supra pubis dan abdomen bagian bawah. Rasa
gatal akan semakin meningkat jika banyak berkeringat. Riwayat pasien
sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan yang sama. Pasien berada
pada tempat yang beriklim agak lembab, memakai pakaian ketat,
bertukar pakaian dengan orang lain, aktif berolahraga, menderita
diabetes mellitus. Penyakit ini dapat menyerang pada tahanan penjara,
tentara, atlit olahraga dan individu yang beresiko terkena
dermatophytosis.

Pemeriksaan Fisik dan Lab.

Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan


sekunder. Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih
aktif terdiri dari papula atau pustula. Jika kronis atau menahun maka
efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan
skuama diatasnya dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat
menimbulkan gambaran likenifikasi.

1. Dengan Lampu Wood (Wood’s Lamp)

24
 Suatu lampu UV (3500 Ao) yang dilengkapi dengan filter khusus
terbuat dari nickel oxyde & silica, shg. sinar yang keluar hanya
mempunyai gelombang 320-400 nm
 Kalau sinar tsb. mengenai kulit yang mengandung jamur /
miselium maka kulit tersebut akan timbul fluoresensi.
Cara: kulit atau rambut yg akan diperiksa harus bersih,
pemeriksaan dilakukan di kamar gelap, lampu Wood diletakkan
dg jarak 10-15 cm dari permukaan kulit.
2. Dengan mikroskopis
 Untuk melihat elemen jamur (skuama,kuku & rambut)
 Menggunakan KOH 10-30 %
 Bahan pemeriksaan: kulit, kuku & rambut , dibersihkan dg
alkohol 70% utk mengangkat kotoran.
 Bahan pemeriksaan kulit: skuama diambil dari daerah pinggir
lesi yg > aktif, bukan dari tengah lesi
 Bahan pemeriksaan kuku: diambil dari bagian kuku yg diduga
terinfeksi dg skalpel / kuret kulit, diambil fragmen kuku
 Bahan pemeriksaan rambut: dipilih rambut yg tidak mengkilap
atau kusam
Skuama :
 Skuama + KOH (10-20%) biarkan 5` - 10`
 Dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran lemah &
diapragma ditutup atau dikecilkan
 (+) : berarti ada jamurnya
Terlihat :
- batang-batang seperti pita panjang
- beruas-ruas
- bercabang
- pada ujungnya ada budding
- fluorescensi kuning kehijauan
- tidak terikat pada batas2 sel str. Corneum
Rambut
 Potongan rambut + KOH 10-20% biarkan 10` - 15`

25
 sesudah 15` dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran
lemah diapragma ditutup atau dikecilkan.
 Kalau (+) akan tampak spora :
- Endothrix spora berderet-deret diantara cuticula dalam
rambut.
- Ectothrix spora menempel pada rambut.
Kuku
 Potongan-potongan kuku direndam dengan KOH 30 % dalam
tabung kecil, biarkan selama 48 jam dalam suhu kamar, kuku
akan hancur jadi bubur.
 Dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran lemah dan
diapragma ditutup / dikecilkan.
 Kalau (+) : didapat spora dan atau mycelium
3. Dengan cara kultur/biakan
 Biakan diperlukan untuk identifikasi > akurat
 Skuama, kuku & rambut yang telah dipotong kecil, diletakkan
media dengan alat (ose) kemudian tempatkan dalam ruang
dengan suhu kamar (udara kamar), kalau (+) akan ada koloni
dengan bentuk & warna yang berbeda tergantung
dermatofitanya.
 Kemudian koloni diambil sedikit dilihat dengan mikroskop untuk
mencari makrospora.
 Spesifisitas mencapai 98%.
4. Dengan biopsi  histopatologi
 Dilakukan untuk penyakit jamur yang mengenai kulit & jaringan
di bawah kulit, seperti misetoma, kromomikosis & fimomikosis
subkutis
 Kulit berpenyakit dibiopsi, kemudian dikirim ke PA
 Dengan pulasan hematoksilin eosin dapat dilihat adanya spora
atau miselium dalam stratum korneum
5. Dengan tes kulit
 Bahannya untuk test : Trichophytin
 disuntikkan secara intra kutan

26
 Hasil :
(-) berarti tidak menderita atau baru saja terkena infeksi
(+) berarti menderita penyakit atau baru saja sembuh
 Tanda (+) : ada urtika pada tempat suntikan

Diagnosis Banding

Gejala Tinea Allopecia Trikotiloma Dermatiti


capitis Areata nia s
Seboroik
Allopecia + + + +
(pd kepala) (Pd kepala,
alis, janggut)
Batas Tegas, Tegas, Tidak tegas Tegas,
eromatous bulat/lonjong tidak
erimatous
Rambut Kusam, patah putus tidak Tidak
mudah patah tepat pd kulit patah
kepala
Skuama + - - Berminyak
dan
kekuninga
n
Nyeri -/+ - - -
Gatal + - - -
Papul + - - eritema
eritem

1. Allopecia Areata kebotakan rambut yang penyebabnya belum


diketahui. Dengan gejala adanya bercak kerontokan/kebotakan
rambut pada daerah kulit kepala, alis, janggut. Batasnya tegas
bulat/lonjong, tapi tidak ada sisik/skuama.

2. Trikotilomania  kelainan berupa keinginan atau kesenangan


menarik rambut sendiri sehingga terjadi kebotakan rambut. Hal ini
diduga dipengaruhi oleh faktor psikis.

3. Dermatitis Seboroik  peradangan kulit pada daerah yang


banyak terdapat kelenjar sebasea. Gejalanya dapat berupa eritema,
skuama yang berminyak berwarna kekuningan, dan batasnya tidak
tegas.

LO 3.8 Tatalaksana

27
Pengobatan dermatofitosis sering tergantung pada klinis. Sebagai contoh
lesi tunggal pada kulit dapat diterapi secara adekuat dengan antijamur
topikal. walaupun pengobatan topikal pada kulit kepala dan kuku sering
tidak efektif dan biasanya membutuhkan terapi sistemik untuk sembuh.
Infeksi dermatofitosis yang kronik atau luas, tinea dengan implamasi akut
dan tipe "moccasin" atau tipe kering jenis t.rubrum termasuk tapak kaki
dan dorsum kaki biasanya juga membutuhkan terapi sistemik. Idealnya,
konfirmasi diagnosis mikologi hendaknya diperoleh sebelum terapi
sistemik antijamur dimulai. Pengobatan oral, yang dipilih untuk
dermatofitosis adalah:

Infeksi Rekomendasi Alternatif


Tinea Terbinafine 250 Itraconazole 200 mg/hr /3-5 bulan
unguium mg/hr 6 minggu atau 400 mg/hr seminggu per bulan
(Onychomyc untuk kuku jari selama 3-4 bulan berturut-turut.
osis) tangan, 12 Fluconazole 150-300 mg/ mgg s.d
minggu untuk kuku sembuh (6-12 bln) Griseofulvin 500-
jari kaki 1000 mg/hr s.d sembuh (12-18
bulan)
Tinea capitis Griseofulvin Terbinafine 250 mg/hr/4 mgg
500mg/day Itraconazole 100 mg/hr/4mgg
(≥ Fluconazole 100 mg/hr/4 mgg
10mg/kgBB/hari)
s/d sembuh (6-8
minggu)
Tinea Griseofulvin 500 Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4
corporis mg/hr sampai minggu Itraconazole 100 mg/hr
sembuh (4-6 selama 15  hr atau 200mg/hr
minggu), sering selama 1 mgg.
dikombinasikan Fluconazole 150-300 mg/mggu
dengan selama 4 mgg.
imidazol.
Tinea cruris Griseofulvin 500 Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4
mg/hr sampai mgg Itraconazole 100

28
sembuh (4-6 mg/hr selama 15 hr atau 200 mg/hr
minggu) selama 1 mgg.
Fluconazole 150-300 mg/hr selama
4 mgg.
Tinea pedis Griseofulvin Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4
500mg/hr sampai mgg Itraconazole 100
sembuh (4-6 mg/hr selama 15 hr atau 200mg/hr
minggu) selama 1 mgg.
Fluconazole 150-300 mg/mgg
selama 4 mgg.

Chronic Terbinafine 250 Itraconazole 200 mg/hr selama 4-6


and/or mg/hr selama 4-6 mgg. Griseofulvin 500-
widespread minggu 1000 mg/hr sampai sembuh (3-6
non- bulan).
responsive
tinea.

Pilihan terapi oral untuk infeksi jamur pada kulit


I. OBAT ANTI JAMUR TOPIKAL

Obat anti jamur topikal digunakan untuk pengobatan infeksi lokal pada
kulit tubuh yang tidak berambut (glabrous skin), namun kurang efektif
untuk pengobatan infeksi pada kulit kepala dan kuku, infeksi pada tubuh
yang kronik dan luas, infeksi pada stratum korneum yang tebal seperti
telapak tangan dan kaki.

Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh obat anti jamur topikal lebih
sedikit dibandingkan obat anti jamur sistemik.

GOLONGAN AZOL – IMIDAZOL

Golongan azol – imidazol ditemukan setelah tahun 1960, relatif


berspektrum luas, bersifat fungistatik dan bekerja dengan cara
menghambat sintesis ergosterol jamur yang mengakibatkan timbulnya
defek pada membran sel jamur. Obat anti jamur golongan azol seperti
klotrimazol, ketokonazol, ekonazol, oksikonazol, sulkonazol dan
mikonazol, mempunyai kemampuan menggangu kerja enzim sitokrom P-
450 lanosterol 14-demethylase yang berfungsi sebagai katalisator untuk

29
mengubah lanosterol menjadi ergosterol.

Klotrimazol

Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan klotrimazol cream


1%, dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien,
biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari.

Ekonazol

Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan ekonazol cream 1%,
dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya
diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari.

Mikonazol

Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan mikonazol cream


2%, dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien,
biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari.

Ketokonazol

Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan ketokonazol 1%


cream, dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien,
biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan sekali sehari.

Sulkonazol

Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan sulkonazol 1%


cream Dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien,
biasanya untuk pengobatan tinea korporis, tinea kruris dioleskan 1 atau 2
kali sehari selama 3 minggu dan untuk tinea pedis dioleskan 2 kali sehari
selama 4 minggu.

Oksikonazol

Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan oksikonazol 1%


cream ataau lotion. Dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari
kondisi pasien, biasanya untuk pengobatan tinea korporis dan tinea kruris
dioleskan 1 atau 2 kali sehari selama 2 minggu, untuk tinea pedis
dioleskan 1 tatau 2 kali sehari selama 4 mingggu.

Tiokonazol

Untuk infeksi pada kulit digunakan tiokonazol 1% cream, dosis dan


lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya untuk
pengobatan tinea korporis dioleskan 2 kali sehari selama 2-4 minggu,
untuk tinea pedis dioleskan 2 kali sehari selama 6 minggu, untuk tinea
kruris dioleskan 2 kali sehari selama 2 minggu.

GOLONGAN ALILAMIN / BENZILAMIN

30
Golongan alilamin yaitu naftifin, terbinafin dan golongan benzilamin yaitu
butenafin, bekerja dengan cara menekan biosentesis ergosterol pada
tahap awal proses metabolisme dan enzim sitokrom P-450 akan
mengambat aktifitas squalene eposidase. Dengan berkurangnya
ergosterol, akan menyebabkan penumpukan squalene pada sel jamur dan
akan mengakibatkan kematian sel jamur. Alilamin dan benzilamin bersifat
fungisidal terhadap dermatofit.4

Naftifine

Untuk pengobatan digunakan naftifine hydrochloride 1% cream dioleskan


1 kali sehari selama 1 minggu.

Terbinafin

Digunakan terbinafin 1% cream yang dioleskan 1 atau 2 kali sehari, untuk


pengobatan tinea korporis dan tinea kruris digunakan selama 1-2 minggu,
untuk tinea pedis selama 2-4 minggu, untuk kandidiasis kutaneus selama
1-2 minggu.

Butenafin

Butenafin merupkan golongan benzilamin dimana struktur kimia dan


aktifitas anti jamurnya sama dengan golongan alilamin. Butenafine
bersifat fungisidal terhadap dermatofit dan dapat digunakan untuk
pengobatan tinea korporis, tinea kruris dan tinea pedis dan bersifat
fungisidal. Dioleskan 1 kali sehari selama 4 minggu.

GOLONGAN ANTI JAMUR TOPIKAL YANG LAIN

Amorolfin

Amorolfine merupakan derivat morpolin, bekerja dengan cara


menghambat biosintesis ergosterol jamur. Aktifitas spektrumnya yang
luas, dapat digunakan untuk pengobatan tinea korporis, tinea kruris, tinea
pedis. Untuk infeksi jamur pada kulit amorolfin dioleskan satu kali sehari
selama 2-3 minggu sedangkan untuk tinea pedis selama > 6 bulan.

Siklopiroks

Siklopiroks merupakan anti jamur sintetik hydroxypyridone, bersifat

31
fungisida, sporosida dan mempunyai penetrasi yang baik pada kulit dan
kuku. Siklopiroks efektif untuk pengobatan tinea korporis, tinea kruris,
tinea pedis. Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit harus dioleskan 2
kali sehari selama 2-4 minggu.

II. OBAT ANTI JAMUR SISTEMIK

Pemberian obat anti jamur sistemik digunakan untuk pengobatan infeksi


jamur superfisial dan sistemik (deep mikosis), obat-obat tersebut yaitu :

1. GRISEOFULVIN

Griseofulvin merupakan antibiotik antijamur yang berasal dari spesies

Penicilium mold. Pertama kali diteliti digunakan sebagai anti jamur pada
tumbuhan dan kemudian diperkenalkan untuk pengobatan infeksi
dermatofita pada hewan. Pada tahun 1959, diketahui griseofulvin ternyata
efektif untuk pengobatan infeksi jamur superfisial pada manusia.
Griseofulvin merupakan obat anti jamur yang pertama diberikan secara
oral untuk pengobatan dermatofitosis.

Mekanisme kerja

Griseofulvin merupakan obat anti jamur yang bersifat fungistatik,


berikatan

dengan protein mikrotubular dan menghambat mitosis sel jamur.

Aktifitas spektrum

Griseofulvin mempunyai aktifitas spektrum yang terbatas hanya untuk


spesies Epidermophyton floccosum, Microsporum spesies dan
Trichophyton spesies, yang merupakan penyebab infeksi jamur pada kulit,
rambut dan kuku.

Farmakokinetik

Pemberian griseofulvin secara oral dengan dosis 0,5 - 1 gr, akan


menghasilkan konsentrasi puncak plasma sebanyak 1 mikrogram / ml
dalam waktu 4 jam dan level dalam darah bervariasi. Griseofulvin
mempunyai waktu paruh di dalam plasma lebih kurang 1 hari, dan ± 50 %
dari dosis oral dapat di deteksi di dalam urin dalam waktu 5 hari dan
kebanyakan dalam bentuk metabolit.

Griseofulvin sangat sedikit diabsorpsi dalam keadaan perut kosong.


Mengkonsumsi griseofulvin bersama dengan makanan berkadar lemak
tinggi, dapat meningkatkan absorpsi mengakibatkan level griseofulvin
dalam serum akan lebih tinggi. Ketika diabsorpsi, griseofulvin pertama kali
akan berikatan dengan serum albumin dan distribusi di jaringan di
ditentukan dengan plasma free concentration. Selanjutnya menyebar
melalui cairan transepidermal dan keringat dan akan dideposit di sel
32
prekusor keratin kulit (stratum korneum) dan terjadi ikatan yang kuat dan
menetap. Lapisan keratin yang terinfeksi, akan digantikan dengan lapisan
keratin baru yang lebih resisten terhadap serangan jamur. Pemberian
griseofulvin secara oral akan mencapai stratum korneum setelah 4 - 8
jam.

Griseofulvin di metabolisme di hepar menjadi 6 – desmethyl griseofulvin,


dan akan di ekskresikan melalui urin. Eliminasi waktu paruh 9-21 jam dan
kurang dari 1% dari dosis akan di jumpai pada urin tanpa perubahan
bentuk.

Dosis

Griseofulvin terdiri atas 2 bentuk yaitu mikrosize (mikrokristallin) dan


ultramikrosize (ultramikrokristallin). Bentuk ultramikrosize,
penyerapannya pada saluran pencernaan 1,5 kali dibandingkan dengan
bentuk mikrosize.

Pada saat ini, griseofulvin lebih sering digunakan untuk pengobatan tinea
kapitis. Tinea kapitis lebih sering dijumpai pada anak-anak disebabkan
oleh Trychopyton tonsurans.

Dosis griseofulvin (pemberian secara oral) yaitu dewasa 500 -1000 mg /


hari (mikrosize) dosis tunggal atau terbagi dan 330 – 375 mg / hari
(ultramikrosize) dosis tunggal atau terbagi. Anak - anak ≥ 2 tahun 10 - 15
mg / kg BB / hari (mikrosize), dosis tunggal atau terbagi dan 5,5 - 7,3 mg /
kg BB / hari (ultramikrosize) dosis tunggal atau terbagi. Lama pengobatan
untuk tinea korporis dan kruris selama 2 - 4 minggu, untuk tinea kapitis
paling sedikit selama 4 - 6 minggu, untuk tinea pedis selama 4 - 8 minggu
dan untuk tinea unguium selama 3 - 6 bulan.

Efek samping

Efek samping griseofulvin biasanya ringan berupa sakit kepala, mual,


muntah dan sakit pada abodominal. Timbunya reaksi urtikaria dan erupsi
kulit dapat terjadi pada sebagian pasien.

Interaksi obat

Absorbsi griseofulvin menurun jika diberikan bersama dengan fenobarbital


tetapi efek tersebut dapat di kurangi dengan cara mengkonsumsi
griseofulvin bersama makanan. Griseofulvin juga dapat menurunkan
efektifitas warfarin yang merupakan antikoagulan. Kegagalan kontrasepsi
telah dilaporkan pada pasien yang mengkonsumsi griseofulvin dan oral
kontrasepsi.

2. KETOKONAZOL

Ketokonazol diperkenalkan untuk pertama kalinya pada tahun 1977 dan di


Amerika Serikat pada tahun 1981. Ketokonazol merupakan antijamur

33
golongan imidazol yang pertama diberikan secara oral.

Mekanisme kerja

Ketokonazol bekerja menghambat biosintesis ergosterol yang merupakan


sterol utama untuk mempertahankan integritas membran sel jamur.
Bekerja dengan cara menginhibisi enzim sitokrom P-450, C-14-α-
demethylase yang bertanggungjawab merubah lanosterol menjadi
ergosterol, hal ini akan mengakibatkan dinding sel jamur menjadi
permiabel dan terjadi penghancuran jamur.

Aktifitas spektrum

Ketokonazol mempunyai spekrum yang luas dan efektif terhadap


Blastomyces dermatitidis, Candida spesies, Coccidiodes immitis,
Histoplasma capsulatum, Malassezia furfur, Paracoccidiodes brasiliensis.
Ketokonazol juga efektif terhadap dermatofit tetapi tidak efektif terhadap
Aspergillus spesies dan Zygomycetes.

Farmakokinetik

Ketokonazol yang diberikan secara oral, mempunyai bioavailabilitas yang


luas antara 37% - 97% di dalam darah. Puncak waktu paruh yaitu 2 jam
dan berlanjut 7-10 jam. Ketokonazol mempunyai daya larut yang optimal
pada pH dibawah 3 dan akan lebih mudah diabsorbsi.

Ketokonazol mempunyai ikatan yang kuat dengan keratin dan mencapai


keratin dalam waktu 2 jam melalui kelenjar keringat eccrine.
Penghantaran akan menjadi lebih lambat ketika mencapai lapisan basal
epidermis dalam waktu 3 - 4 minggu. Konsentrasi ketokonazol masih
tetap dijumpai, sekurangnya 10 hari setelah obat dihentikan.

Ketokonazol mempunyai distribusi yang luas melalui urin, saliva, sebum,


kelenjar keringat eccrine, serebrum, cairan pada sendi dan serebrospinal
fluid (CSF). Namun, ketokonazol 99% berikatan dengan plasma protein
sehingga level pda CSF rendah.

Ketokonazol dimetabolisme di hati dan diubah menjadi metabolit yang


tidak aktif dan diekskresi bersama empedu ke dalam saluran pencernaan.

Dosis

Dosis ketokonazol yang diberikan pada orang dewasa 200 mg / hari, dosis
tunggal dan untuk kasus yang serius dapat ditingkatkan hingga 400 mg /
hari sedangkan dosis untuk anak-anak 3,3 – 6,6 mg / kg BB, dosis tunggal.
Lama pengobatan untuk tinea korporis dan tinea kruris selama 2 - 4
minggu.

Efek samping

34
Anoreksia, mual dan muntah merupakan efek samping yang sering di
jumpai. Ketokonazol juga dapat menimbulkan efek hepatotoksik yang
ringan tetapi kerusakan hepar yang serius jarang terjadi. Peninggian
transaminase sementara dapat terjadi pada 5-10% pasien. Efek samping
yang serius dari hepatotoksik adalah idiosinkratik dan jarang ditemukan
yaitu 1:10000 dan 1:15000, biasanya djumpai pada pasien yang
mendapat pengobatan lebih dari 2 minggu. Untuk pengobatan jangka
waktu yang lama, dianjurkan dilakukan pemeriksaan fungsi hati. Dosis
tinggi ketokonazol (>800 mg/hari) dapat menghambat sintesis human
adrenal dan testikular steroid yang dapat menimbulkan alopesia,
ginekomasti dan impoten.

Interaksi obat

Konsentrasi serum ketokonazol dapat menurun pada pasien yang


mengkonsumsi obat yang dapat menurunkan sekresi asam lambung
seperti antasid, antikolinergik dan H2-antagonis sehingga sebaiknya obat
ini di berikan setelah 2 jam pemberian ketokonazol. Ketokonazol dapat
memperpanjang waktu paruh seperti terfenadin, astemizol dan cisaprid
sehingga sebaiknya tidak diberikan bersama dan juga dapat menimbulkan
efek samping kardiovaskular seperti pemanjangan Q-T interval dan
torsade de pointes.

Ketokonazol juga dapat memperpanjang waktu paruh dari midazolam dan


triazolam dan dapat meningkatkan level siklosporin dan konsentrasi
serum dari warfarin. Pemberian bersama ketokonazol dengan rifampicin
dapat menurunkan efektifitas ke dua obat.

3. ITRAKONAZOL

Itrakonazol diperkenalkan pada tahun 1992 merupakan sintesis derivat


triazol.

Mekanisme kerja

Mekanisme kerja itrakonazol dengan cara menghambat 14-α-demethylase


yang merupakan suatu enzim sitokrom P-450 yang bertanggung jawab
untuk merubah lanosterol menjadi ergosterol pada dinding sel jamur.

Aktifitas spektrum

Itrakonazol mempunyai aktifitas spektrum yang luas terhadap


Aspergillosis spesies, Blastomyces dermatitidis, Candida spesies,
Coccidiodes immitis, Cryptococcus neoformans, Histoplasma capsulatum,
Malassezia furfur, Paracoccidiodes brasiliensis, Scedosporium
apiospermum dan Sporothrix schenckii. Itrakonazol juga efektif terhadap
dematiaceous moulds dan dermatofit tetapi tidak efektif terhadap
Zygomycetes.

Farmakokinetik

35
Absorbsi itrakonazol tidak begitu sempurna pada saluran gastrointestinal
(55%) tetapi absorbsi tersebut dapat ditingkatkan jika itrakonazol
dikonsumsi bersama makanan. Pemberian oral dengan dosis tunggal 100
mg, konsentrasi puncak plasma akan mencapai 0,1-0,2 mg/L dalam waktu
2-4 jam.

Itrakonazol mempunyai ikatan protein yang tinggi pada serum melebihi


99% sehingga konsentrasi obat pada cairan tubuh seperti pada CSF
jumlahnya sedikit. Namun sebaliknya konsentrasi obat di jaringan seperti
paru-paru, hati dan tulang dapat mencapai 2 atau 3 kali lebih tinggi
dibandingkan pada serum. Konsentrasi itrakonazol yang tinggi juga
ditemukan pada stratum korneum akibat adanya sekresi obat pada
sebum. Itrakonazol tetap dapat ditemukan pada kulit selama 2-4 minggu
setelah pengobatan dihentikan dengan lama pengobatan 4 minggu
sedangkan pada jari kaki itrakonazol masih dapat ditemukan selama 6
bulan setelah pengobatan dihentikan dengan lama pengobatan 3 bulan.

Kurang dari 0,03% dari dosis itrakonazol akan di ekskresi di urin tanpa
mengalami perubahan tetapi lebih dari 18% akan di buang melalui feces
tanpa mengalami perubahan. Itrakonazol di metabolisme di hati oleh
sistem enzim hepatik sitokrom P- 450. Kebanyakan metabolit yang tidak
aktif akan di ekskresi oleh empedu dan urin. Metabolit utamanya yaitu
hidroksitrakonazol yang merupakan suatu bioaktif.

Dosis

Dosis pengobatan untuk dermatofitosis adalah 100 mg/hari. Lama


pengobatan untuk tinea korporis atau tinea kruris adalah selama 2
minggu tetapi untuk tinea manus dan tinea pedis adalah selama 4
minggu.

Efek samping

Efek samping yang sering dijumpai adalah masalah gastrointestinal


seperti mual, sakit pada abdominal dan konstipasi. Efek samping lain
seperti sakit kepala, pruritus dan ruam allergi.

Efek samping yang lain yaitu kelainan test hati yang dilaporkan pada 5%
pasien yang ditandai dengan peninggian serum transaminase,
ginekomasti dilaporkan terjadi pada 1% pasien yang menggunakan dosis
tinggi, impotensi dan penurunan libido pernah dilaporkan pada pasien
yang mengkonsums itrakonazol dosis tinggi 400 mg /hari atau lebih.

Interaksi obat

Absorbsi itrakonazol akan berkurang jika diberikan bersama dengan obat-


obat yang dapat menurunkan sekresi asam lambung seperti antasid, H2-
antagonis, omeprazol dan lansoprazol.

Itrakonazol dan metabolit utamanya merupakan suatu inhibitor dari


sistem enzim human hepatic sitokrom P-450-3A4 sehingga pemberian

36
itrakonazol bersama dengan obat lain yang metabolismenya melalui
sistem tersebut dapat meningkatkan konsentrasi azol, interaksi obat
ataupun ke duanya. Itrakonazol dapat memperpanjang waktu paruh dari
obat-obat seperti terfenadin, astemizol, midazolam, triazolam, lovastatin,
simvastatin, cisaprid, pimozid, quinidin. Itrakonazol juga dapat
meningkatkan konsentrasi serum digoxin, siklosporin, takrolimus dan
warfarin.

4. FLUKONAZOL

Flukonazol merupakan suatu hidrofilik dari sintetik triazol, terdapat dalam


bentuk oral dan parenteral. Ditemukan pada tahun 1982 dan di
perkenalkan pertama kali di Eropa kemudian di Amerika Serikat.

Mekanisme kerja

Flukonazol mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan triazol lain


yaitu merupakan suatu inhibitor yang poten terhadap biosintesis
ergosterol, bekerja dengan menghambat sistem enzim sitokrom P-450 14-
α-demethylase dan bersifat fungistatik.

Aktifitas spektrum

Flukonazol paling aktif terhadap Candida spesies, Coccidioides imminitis


dan Cryptococcus neoformans. Mempunyai aktifitas yang terbatas
terhadap Blastomyces dermatitidis, Histoplasma capsulatum dan
Sprothrix schenckii. Flukonazol juga efektif terhadap dermatofit tetapi
tidak efektif untuk moulds termasuk Aspergillus spesies dan
Zygomycetes. Walaupun flukonazol efektif terhadap Candida spesies
tetapi resisten untuk Candida krusei dan Candida glabrata.

Farmakokinetik

Flukonazol secara cepat dan sempurna diserap melalui saluran


gastrointestinal. Bioavailabilitas oral flukonazol melebihi 90 % pada orang
dewasa. Konsentrasi puncak plasma dicapai setelah 1 atau 2 jam
pemberian oral dengan eliminasi waktu paruh plasma ± 30 jam (20-50
jam) setelah pemberian oral. Absorbsi flukonazol tidak dipengaruhi oleh
kadar asam lambung (pH).

Pemberian secara oral dengan dosis tunggal ataupun multiple lebih dari
14 hari maka flukonazol akan mengalami penetrasi yang luas ke dalam
cairan dan jaringan tubuh. Flukonazol bersifat hidrofilik sehingga lebih
banyak ditemukan di dalam cairan tubuh dan dijumpai di dalam keringat
dengan konsentrasi tinggi. Ikatan flukonazol dengan protein biasanya
rendah (12%) sehingga sirkulasi obat yang tidak berikatan tinggi.

Metabolisme flukonazol terjadi di hepar dan diekskresi melalui urin


dimana 80 % dari dosis obat akan di ekskresi tanpa perubahan dan 11%
di ekskresi sebagai metabolit.

37
Efek samping

Efek samping yang sering di jumpai adalah masalah gastrointestinal


seperti mual, muntah, diare, sakit pada abdominal dan juga sakit kepala.
Efek samping lain yaitu hipersensitiviti, agranulositosis, exfoliatif skin
disoders seperti Steven Johnson- sindrom, hepatotoksik, trombositopenia
dan efek pada sistem saraf pusat.

Interaksi obat

Flukonazol dapat meningkatkan efek atau level dari obat yaitu astemizol,
amitriptilin, kafein, siklosporin, fenitoin, sulfonilureas, terfenadin, theofilin,
warfarin dan zidovudin. Pemberian bersama flukonazol dengan cisapride
ataupun terfenadin merupakan kontra indikasi oleh karena dapat
menimbulkan disaritmia jantung yang serius dan torsade de pointes.
Flukonazol juga dapat berinteraksi dengan tolbutamid, glipizid dan
gliburid yang menimbulkan efek hipoglikemi.

Level atau efek flukonazol dapat menurun oleh karbamazepin, isoniazid,


phenobarbital, rifabutin dan rifampin dan akan meningkat oleh simetidin
dan hidroklorothiazid.

5. TERBINAFIN

Terbinafin merupakan anti jamur golongan alilamin yang dapat diberikan


secara oral. Pertama kali ditemukan pada tahun 1983, di gunakan di
Eropa sejak tahun 1991 dan di Amerika Serikat pada tahun 1996.

Mekanisme Kerja

Terbinafin bekerja menghambat sintesis ergosterol (merupakan


komponen sterol yang utama pada membran plasma sel jamur), dengan
cara menghambat kerja squalene epoxidase (merupakan suatu enzim
yang berfungsi sebagai katalis untuk mengubah squalene menjadi
squalene-2,3 epoxide). Dengan berkurangnya ergosterol yang berfungsi
untuk mempertahankan pertumbuhan membran sel jamur sehingga
pertumbuhan akan berhenti, disebut dengan efek fungistatik dan dengan
adanya penumpukan squalene yang banyak di dalam sel jamur dalam
bentuk endapan lemak sehingga menimbulkan kerusakan pada membran
sel jamur disebut dengan efek fungisidal.

Aktifitas spectrum

Terbinafin merupakan anti jamur yang berspektrum luas. Efektif terhadap


dermatofit yang bersifat fungisidal.

Farmakokinetik

Terbinafin di absorbsi dengan baik jika diberikan dengan cara oral yaitu
70% dan akan tercapai konsentrasi puncak dari serum berkisar 0,8-1,5

38
mg/L setelah pemberian 2 jam dengan 250 mg dosis tunggal. Pemberian
bersama makanan tidak mempengaruhi absorbsi obat.

Terbinafin bersifat lipofilik dan keratofilik, terdistribusi secara luas pada


pada dermis, epidermis, jaringan lemak dan kuku. Konsentrasi plasma
terbinafin terbagi dalam tiga fase dimana waktu paruh terbinafin yang
terdistribusi di dalam plasma yaitu 1,1 jam ; eliminasi waktu paruh yaitu
16 dan 100 jam setelah pemberian 250 mg dosis tunggal ; setelah 4
minggu pengobatan dengan dosis 250 mg /hari terminal waktu paruh
rata-rata yaitu 22 hari di dalam plasma. Di dalam dermis- epidermis,
rambut dan kuku eliminasi waktu paruh rata-rata yaitu 24-28 hari.

Terbinafin dapat mencapai stratum korneum, pertama kali melalui sebum


kemudian bergabung dengan basal keratinosit dan selanjutnya berdifusi
ke dermis- epidermis tetapi terbinafin di dalam kelenjar keringat ekrine
tidak terdeteksi. Terbinafin yang diberikan secara oral akan menetap di
dalam kulit dengan konsentrasi di atas MIC untuk dermatofit selama 2-3
minggu setelah obat di hentikan. Terbinafin dapat terdeteksi pada bagian
distal dari nail plate dalam waktu 1 minggu setelah pengobatan dan level
obat yang efektif dicapai setelah 4 minggu pengobatan. Terbinafin tetap
akan dijumpai di dalam kuku untuk jangka waktu yang lama setelah
pengobatan dihentikan.

Terbinafin di metabolisme di hepar dan metabolit yang tidak aktif akan di


ekskresi melalui urin sebanyak 70% dan melalui feces sebanyak 20%.

Dosis

Terbinafin tersedia dalam bentuk tablet 250 mg tetapi tidak tersedia


dalam bentuk parenteral.

Oral terbinafin efektif untuk pengobatan dermatofitosis pada kulit dan


kuku. Dosis terbinafin oral untuk dewasa yaitu 250 mg/hari tetapi pada
pasien dengan ganguan hepar atau fungsi ginjal (kreatinin clearence < 50
ml/menit atau konsentrasi serum kreatinin > 300 μmol/ml) dosis harus
diberikan setengah dari dosis diatas. Pengobatan tinea pedis selama 2-6
minggu, tinea korporis dan kruris selama 2-4 minggu sedangkan infeksi
pada kuku tangan selama 3 bulan dan kuku kaki selama 6 bulan atau
lebih.

Efek samping

Efek samping pada gastrointestinal seperti diare, dyspepsia, sakit di


abdominal sering dijumpai. Jarang dijumpai pasien yang menderita
kerusakan hepar dan meninggal akibat mengkonsumsi terbinafin untuk
pengobatan infeksi kuku. Terbinafin tidak direkomendasikan untuk pasien
dengan penyakit hepar yang kronik atau aktif.

Interaksi obat

39
Terbinafin tidak mempunyai efek clearance terhadap obat lain yang
metabolismenya melalui hepatik sitokrom P-450. Namun konsentrasi
darah akan menurun jika terbinafin di berikan bersama rifampicin yang
merupakan suatu inducer yang poten terhadap sistem enzim hepatik
sitokrom P-450. Level darah pada terbinafin dapat meningkat jika
pemberiannya bersama cimetidin yang merupakan sitokrom P-450
inhibitor.

Ramona Dumasari Lubis : Pengobatan Dermatomikosis, 2008 USU e-


Repository © 2009

LO 3.9 Komplikasi

Organisme yang dapat dibiakkan dari sela jari kaki normal adalah sejumlah mikroflora,
termasuk Micrococcae (Staph), Coryneform aerobik, dan sedikit bakteri gram negatif. Sela
jari juga dikolonisasi oleh dermatofita dan ragi misalnya Candida. Bila sawar stratum stratum
korneum rusak oleh karena drmatofita, yaitu terjadi inflamasi dan maserasi, bakteri akan
mempunyai kemampuan berproliferasi. Infeksi sela jari oleh bakteri gram negatif adalah
komplikasi terberat dari spektrum dermatofitosis kompleks. Gambaran klinis berupa maserasi
putih sela jari dengan erosi yang nyeri. Lesi ini bersifat eksudatif dan berbau serta dapat
disertai reaksi radang hebat. Pada kasus ini, biakan kuman umumnya akan tumbuh
Pseudomonas atau Proteus. Komplikasi lainnya yang mungkin terjadi adalah infeksi sekunder
oleh kapang saprofit, yang sesungguhnya bukan patogen primer. Reaksi „id‟
(autoeksematisasi) akan terjadi berupa vesikular, ekzematisasi, atau erupsi anhidrotik pada
jari tangan, telapak tangan dan kaki (Fridling, 1996)

LO 3.10 Prognosis

Infeksi jamur pada umumnya berlangsung kronis pada dermatofitosis terutma bila disebabkan
oleh T.rubrum. rekurensi dapat terjadi terutama bila faktor predisposisinya sulit diatasi
(Verma & Heffernan, 2008; Hay & Moore, 2004).

LO 3.11 Pencegahan

Tinea capitis

 Jaga kebersihan diri, terutama terhadap lembab


 Jaga imun tubuh dengan konsumsi makanan bergizi dan hidup sehat
 Hindari kontak dengan pernderita/hewan piaraan.

Tinea Cruris

 Menjaga berat badan ideal


 Mengeringkan badan setelah mandi
 Hindari memakai pakaian yang terlalu ketat

40
 Bedak antijamur untuk mengurangi resiko berulang

Tinea Manus

 Menjaga kebersihan tangan dan kaki dengan sering mencucinya


 Menjaga kaki agar tetap kering, dan tidak lembab

LI 4 MM Menjaga Kesehatan Kulit dalam Pandangan Islam

Islam adalah agama yang sangat memperhatikan kebersihan, tidak hanya


kebersihan batiniah, tetapi juga kebersihan lahiriah (fisik). Dalam Al Quran
serta hadits Rasulullah saw. bertebaran perintah, langsung maupun tidak
langsung, yang memerintahkan seorang muslim untuk senantiasa
menjaga kebersihan.

Salah satu hadits yang terkait dengan hal itu adalah sebagai berikut.

“Bersihkanlah dirimu karena sesungguhnya Islam itu bersih.” (Riwayat


Ibnu Hibban).

Kebersihan bahkan merupakan salah satu prasyarat dari hadirnya cinta


Allah Swt. kepada seorang hamba, ”Innallâha yuhibbul mutathahirîna;
sesungguhnya Allah sangat mencintai orang-orang yang membersihkan
dirinya.”

Bagian tubuh manusia yang sangat diperhatian Islam untuk dibersihkan


adalah kulit. Kulit dapat diibaratkan sebagai kertas pembungkus ajaib
yang memiliki kemampuan melindungi tubuh dari mikroorganisme
penyebab penyakit. Jika tubuh dianggap sebagai kastil yang dikepung
musuh, kita bisa menyebut kulit sebagai dinding kastil yang kuat.

Wudu merupakan salah satu mekanisme canggih yang Allah Swt.


tetapkan atas orang beriman untuk menjaga kebersihan kulit ini. Apabila
ada najis atau kotoran yang menempel pada kulit, ibadah shalat yang
dilaksanakan bisa menjadi batal. Itulah mengapa Allah dan Rasul-Nya
memerintahkan kita untuk berwudu menjelang shalat. Penemuan-

41
penemuan ilmiah terbaru semakin menguatkan pandangan bahwa wudu
sangat efektif untuk menjaga kesehatan kulit manusia.

Pakaian gaya Barat dirancang bukannya untuk menutup aurat, tetapi


untuk mendatangkan syahwat. Akibatnya, pergaulan antara pria dan
wanita cenderung tidak mengenal kehormatan diri dan tidak lagi didasari
oleh iman dan akhlaq yang terpuji. Sikap dan perilaku tidak terhormat
seperti digambarkan di atas sangat dibenci oleh Islam. Sehingga untuk
mencegah dan menangkalnya, Islam telah mensyariatkan pemakaian
jilbab bagi wanita muslim.

Allah SWT berfirman :

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan


istri orang-orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
dikenal sehingga mereka tidak diganggu.” (Al-Ahzab: 59)

Ayat ini menegaskan bahwa wanita-wanita mukmin diperintah untuk


menjulurkan jilbabnya, yakni memakai hijab untuk menutup auratnya.
Adapun yang dimaksud dengan jilbab atau hijab itu adalah sejenis baju
kurung dengan kerudung yang longgar bentuknya, yang didesain supaya
dapat menutup kepala, muka, dan dada. Model pakaian seperti itu sudah
umum dipakai oleh kaum muslimah karena merupakan simbol
penampilan wanita pribadi yang shalihah.

Rasulullah saw bersabda, “Wahai Asma’, sesungguhnya wanita itu bila


sudah menstruasi (baligh) tidak pantas terlihat tubuhnya kecuali ini dan
ini. Dan beliau menunjukkan muka dan telapak tangannya.” (HR Abu
Dawud dan Aisyah)

Syariat Islam mewajibkan wanita mengenakan jilbab, yakni berpakaian


yang benar-benar menutup aurat, tidak lagi agar kaum wanita tidak
terjerumus menjadi alat penggoda bagi setan untuk melecehkan akhlaq
dan nilai-nilai kemanusiaan.. Dengan kata lain, jilbab dapat dikategorikan

42
sebagai pengontrol perilaku wanita guna menyelamatkan kehormatan
dirinya dari berbagai macam godaan dan rongrongan setan.

43

Anda mungkin juga menyukai