LO 1.1 Mikroskopis
Daerah yang paling tebal (66 mm), pada telapak tangan dan telapak kaki
dan paling tipis (0,5 mm) pada daerah penis.
Kulit
terbagi menjadi 3 lapisan:
1) Epidermis
Terbagi atas 5 lapisan:
keterangan:
A = Melanocyt
B = Langerhans cell
1
C = Merkels cell
D = Nervända
1 = Stratum corneum
2 = Stratum granulosum
3 = Stratum spinosum
4 = Stratum basale
5 = Basal membran
2
Terdapat juga sel langerhans yang berperan dalam respon – respon antigen
kutaneus. Seperti ditunjukan dibawah
e. Stratum basale
Terdiri dari sel – sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis
Tersusun sebagai tiang pagar atau palisade
Lapisan terbawah dari epidermis
Mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif
Terdapat melanosit (clear cell) yaitu sel dendritik yang yang membentuk
melanin melindungi kulit dari sinar matahari. Dengan sitoplasma yang
basofilik dan inti gelap, mengandung butir pigmen (melanosomes)
Setiap kulit yang mati banyak mengandung keratin yaitu protein fibrous insoluble
yang membentuk barier terluar kulit yang berfungsi:
Mengusir mikroorganisme patogen
Mencegah kehilangan cairan yang berlebihan dari tubuh
Unsur utam yang mengerskan rambut dan kuku.
Setiap kulit yang mati akan terganti tiap 3-4 minggu. Epidermis akan bertambah tebal
jika bagian tersebut sering digunakan. Persambungan antara epidermis dan dermis di sebut
rete ridge yang berfunfgsi sebagai tempat pertukaran nutrisi yang essensial. Dan terdapat
kerutan yang disebut fingers prints.
2) Dermis (korium)
Merupakan lapisan dibawah epidermis. Terdiri dari jaringan ikat yang terdiri dari 2
lapisan:
a. Pars papilare
o Bagian yang menonjol ke epidermis
3
o Berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah
b. Pars retikulare
o Bagian yang menonjol ke subkutan
o Pleksus profunda
Adneksa Kulit
1) Kelenjar-Kelenjar Pada Kulit
a. Kelenjar keringat (glandula sudorifera)
Terdapat di lapisan dermis. Diklasifikasikan menjadi 2 kategori:
- Kelenjar Ekrin terdapat disemua kulit
4
Kecepatan sekresi keringat dikendalkan oleh saraf simpatik.
Pengeluaran keringat pada tangan, kaki, aksila, dahi, sebagai reaksi
tubuh terhadap setress, nyeri dll
- Kelenjar Apokrin
5
berbentuk bulan , disebut lunula. Stratum korneum yang mengeras di bawah ujung bebas
kuku disebut hiponikium.Pertumbuhan kuku bersifat kontinu dan bisa digunakan sebagai
indikator kesehatan seseorang seperti, adanya lekukan dan kekeruhan sering ditemukan pada
infeksi kuku.Kuku yang tipis, mudah sobek, konkaf atau kuku sendok, menandakan adanya
penyakit seperti anemia kronik, sifilis dan demam rematik. Kuku yang kering dan rapuh
menunjukan defisiensi vitamin atau keadaan hipotiroid.
LI 2 MM Fisiologi Kulit
RESEPTOR
Jenis-jenis reseptor berdasarkan stimulus adekuatnya :
♥ Fotoreseptor : peka terhadap gelombang cahaya
♥ Mekanoreseptor : peka terhadap energy mekanis
♥ Termoreseptor : peka terhadap panas dan dingin
♥ Osmoreseptor : mendeteksi perubahan konsentrasi zat terlarut dalam cairan tubuh
♥ Kemoreseptor : peka terhadap bahan kimia spesifik yang termasuk untuk reseptor
penciuman dan pengecapan
♥ Nosiseptor : peka terhadap kerusakan jaringan misalnya cubitan atau luka bakar
Setiap reseptor mempunyai sifat khusus untuk merespon untuk satu jenis rangsangan
contohnya pada mata ada reseptor yang peka terhadap cahaya, pada telinga ada reseptor
yang peka terhdap gelombang suara, dan pada kulit ada reseptor yang peka terhadap
energy panas. Semua ini terjadi karena adanya perbedaan sensitifitas reseptor.
FUNGSI KULIT
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh.
Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi,
persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan pembentukan vitamin D.
1. Fungsi proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai yaitu berikut:
a. Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat kimia.
Keratin merupakan struktur yang keras, kaku, dan tersusun rapi dan erat seperti
batu bata di permukaan kulit.
b. Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan
dehidrasi; selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan luar tubuh
melalui kulit.
c. Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut dari
kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di
permukaan kulit. Adanya sebum ini, bersamaan dengan ekskresi keringat, akan
menghasilkan mantel asam dengan kadar pH 5-6.5 yang mampu menghambat
pertumbuhan mikroba.
d. Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya. Pada
stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di
sekitarnya. Pigmen ini bertugas melindungi materi genetik dari sinar matahari,
sehingga materi genetik dapat tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan
pada proteksi oleh melanin, maka dapat timbul keganasan.
6
e. Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif. Yang
pertama adalah sel Langerhans, yang merepresentasikan antigen terhadap
mikroba. Kemudian ada sel fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba yang
masuk melewati keratin dan sel Langerhans.
2. Fungsi absorpsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid seperti
vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida.
Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit
ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Selain itu beberapa material toksik dapat
diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri. Beberapa obat juga dirancang untuk larut
lemak, seperti kortison, sehingga mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan
antihistamin di tempat peradangan.
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi,
kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung
melalui celah antarsel atau melalui muara saluran kelenjar; tetapi lebih banyak yang
melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara kelenjar.
3. Fungsi ekskresi
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar eksokrinnya,
yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:
a. Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel rambut dan
melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju lumen. Sebum dikeluarkan
ketika muskulus arektor pili berkontraksi menekan kelenjar sebasea sehingga
sebum dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum tersebut
merupakan campuran dari trigliserida, kolesterol, protein, dan elektrolig. Sebum
berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan memproteksi keratin.
b. Kelenjar keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat keluar
dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari. Seorang yang bekerja
dalam ruangan mengekskresikan 200 mL keringat tambahan, dan bagi orang yang
aktif jumlahnya lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air dan panas, keringat
juga merupakan sarana untuk mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua
molekul organik hasil pemecahan protein yaitu amoniak dan urea.
Terdapat dua jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan kelenjar
keringat merokrin.
♥ Kelenjar keringat apokrin
Terdapat di daerah aksila, payudara dan pubis, serta aktif pada usia
pubertas dan menghasilkan sekret yang kental dan bau yang khas. Kelenjar
keringat apokrin bekerja ketika ada sinyal dari sistem saraf dan hormon
sehingga sel-sel mioepitel yang ada di sekeliling kelenjar berkontraksi dan
menekan kelenjar keringat apokrin. Akibatnya kelenjar keringat apokrin
melepaskan sekretnya ke folikel rambut lalu ke permukaan luar.
7
temperatur permukaan, mengekskresikan air dan elektrolit serta
melindungi dari agen asing dengan cara mempersulit perlekatan agen asing
dan menghasilkan dermicidin, sebuah peptida kecil dengan sifat antibiotik.
4. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap
rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis.
Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis, badan
taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula
badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan
diperankan oleh badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih
banyak jumlahnya di daerah yang erotik.
8. Fungsi keratinisasi
Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu keratinosit, sel
Langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan pembelahan,
sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel
spinosum, makin ke atas sel menjadi makin gepeng dan bergranula menjadi sel
granulosum. Makin lama inti menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang
amorf.
8
LI 3 MM Dermatomikosis
LO 3.1 Definisi
Penyakit pada kulit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur atau mikosis
dibagi menjadi : mikosis profunda dan mikosis superfisialis.
Dermatomikosis adalah penyakit pada kulit, kuku, rambut, dan mukosa yang
disebabkan infeksi jamur (Madani, 2000). Dermatomikosis mempunyai arti
umum, yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit (Buldimulja, 2007).
Faktor yang mempengaruhi dermatomikosis adalah udara yang lembab,
lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan
disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid,
sitostatika yang tidak terkendali. Dermatomikosis terdiri dari dermatomikosis
superfisialis, intermedia dan profunda.
LO 3.2 Etiologi
Menurut Petrus 2005 & Utama 2004 faktor yang mempengaruhi adalah udara yang
lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan
disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang
tidak terkendali.
DERMATOFITOSIS
Dermatofitosis disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang teridiri dari tiga
genus, yaitu genus Microsporum, Trichophyton, dan Epidermofiton. Dari 41 spesies
dermatofita yang sudah dikenal hanya 23 spesies yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia dan binatang, yang terdiri dari 15 spesies Trichophyton, 7 spesies Microsporum dan
satu spesies Epidermofiton. Selain sifat keratinofilik, setiap spesies dermatofita mempunyai
afinitas terhadap hospes tertentu. Dermatofita yang zoofilik terutama menyerang binatang,
dan kadangkadang menyerang manusia, misalnya Microsporum canis dan Trichophyton
verrucosum. Dermatofita yang geofilik adalah jamur yang hidup di tanah dan dapat
menimbulkan radang yang moderat pada manusia, misalnya Microsporum gypseum.
Umumnya gejala-gejala klinik yang timbulkan oleh golongan zoofilik dan golongan
geofilik pada manusia bersifat akut dan sedang serta lebih mudah sembuh.
Golongan jamur ini dapat menyebabkan perjalanan penyakit menjadi menahun dan
residif karena reaksi penolakan tubuh yang sangat ringan. Contoh jamur yang antropofilik
ialah Microsporum audouinii dan Trichophyton rubrum (Siregar, 2004).
9
1) T. mentagrophytes Makroskopis : Membentuk 2 jenis koloni. Koloni Cottony
berwarna putih seperti wol. Koloni powder seperti serbuk warna merah anggur. Mikroskopis :
Mikrokonidia sangat banyak berkelompok berbentuk bulat/ menyerupai sekelompok buah
anggur pada cabang-cabang terminalnya dan banyak terdapat hifa yang menyerupai spiral.
10
4) T. concentricum Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, permukaan licin dan
berlipatlipat, warna ditengah coklat dan pinggir coklat muda. Morfologi mikroskopis
Trichophyton rubrum Kultur Trichophyton rubrum Morfologi mikroskopis T. verrucosum.
Kultur Trichophyton verrucosum Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6
Mikroskopis : Makrokonidia dan mikrokonidia tidak ada. Ditemukan branching hifa.
11
7) T. schoenleinii Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, bagian tengah berlipat
dan lebih tinggi dari pinggir. Mikroskopis : Makrokonidia/ mirokonidia tidak ada. Banyak
ditemukan hifa Favchandeliers.
b. Microsporum (Frey, et al., 1985; Rippon, 1988) Makrokonidia adalah spora yang
paling banyak ditemukan dan terbentuk pada ujung-ujung hifa, sedangkan mikrokonidia
sedikit.
12
(Image Courtesy of www.doctorfungus.org., 2005) Morfologi mikroskopis zoophilic
dermatophyte Microsporum canis. Kultur Microsporum canis Kultur Microsporum gypseum
Morfologi mikroskopis Microsporum gypseum Gambar 2.15 Gambar 2.16 Gambar 2.17
Gambar 2.18
13
LO 3.3 Epidemiologi
DERMATOFITOSIS
Dermatofita adalah tergolong jamur contagious. Berspora dan memiliki hifa sepanjang sel
kulit dan rambut yang mati, merupakan serpihan dari orang yang terinfeksi, membuat infeksi
berulang menjadi sering. Infeksi sub-kutaneus yang jarang yang disebabkan jamur ini dapat
terjadi pada pasien AIDS. Dermatofita yang menginfeksi manusia diklasifikasikan
berdasarkan habitat mereka antara lain sebagai berikut :
c. Geophilic dermatophyta addalah jamur tanah yang ditransmisikan kepada manusia melalui
paparan langsung ke tanah atau ke hewan yag berdebu.
LO 3.4 Klasifikasi
A.Mikosis profunda
Mikosis profunda terdiri atas beberapa penyakit yang disebabkan jamur, dengan
gejala klinis tertetentu yang menyerang alat di bawah kulit, misalnya traktus intestinalis,
traktus respiratorius, traktus urogenitalis, susunan saraf sentral, otot, tulang, susunan
kardiovaskular. Kelainan kulit pada mikosis profunda dapat berupa afek primer, maupun
akibat proses dari jaringan di bawahnya (per kontinuitatum).
Dikenal beberapa penyakit jamur profunda yang klinis dan manifestasinya berbeda
satu dengan yang lain. CONANT dkk. (1977) misalnya mencantumkan dalam bukunya
Manual of Clinical Mycology berbagai penyakit, yaitu :
1. Aktinomikosis
2. Nokardiosis
3. Antinomikosis misetoma
4. Blastomikosis
14
5. Parakoksidiodomikosis
6. Lobomikosis
7. Koksidiodomikosis
8. Histoplasmosis
9. Histoplasmosis Afrika
10. Kriptokokosis
11. Kandidiosis
12. Geotrikosis
13. Aspergillosis
14. Fikomikosis
15. Sporotrikosis
16. Maduromikosis
17. Rinosporidiosis
18. Kromoblastomikosis
19. Infeksi yang disebabkan jamur Dematiceae ( berpigmen coklat)
15
pemeriksaan tes serologic untuk sifilis yang spesifik, maupun yang non spesifik. Demikian
pula pemeriksaan pemeriksaan khusus untuk penyakit tertentu.
MISETOMA
Definisi:
Misetoma adalah penyakit kronik, supuratif granulomatosa yang dapat disebabkan
Actinomyces, Nocardia , dan Eumycetes atau jamur berpigmen.
Etiologi :
Pembengkakan
Abses
Fistel multiple
Gejala klinis biasanya merupakan lesi kulit yang sirkumskrip dengan pembengkakan
seperti tumor jinak dan ahrus disertai butir-butir. Inflamasi dapat menjalar dari permukaan
sampai ke bagian dalam dan dapat menyerang subkutis, fasia, otot dan tulang. Sering
terbentuk fistel, yang mengeluarkan eksudat. Butir – butir sering bersama – sama eksudat
mengalir ke luar dari jaringan.
Diagnosis:
Diagnosis dibuat berdasarkan klinis morfologik sesuai dengan uraian diatas. Namun
bila disokong dengan gambaran histologic dan hasil biakan, diagnosis akan lebih mantap.
Lagi pula penentuan spesies penyebab sangat penting untuk terapi dan prognosis
Tatalaksana:
Pengobatan misetoma biasanya harus disertai radikal, bahkan amputasu kadang –
kadang perlu dipertimbangkan. Obat – obat , misalnya kombinasi kotrimoksazol dengan
streptomisin dapat bermanfaat , bila penyakit yang dihadapi adalah misetoma aktinomikotik,
tetapi pengobatan memerlukan waktu lama ( 9bulan-1tahun) dan bila kelainan belum meluas
benar. Obat – obat baru antifungal , misalnya itrakonazol dapat dipertimbangkan untuk
misetoma maduromikotik.
Prognosis:
Quo ad vitam umumnya baik. Pada maduromikosis prognosis quo ad sanationam
tidak begitu baik bila dibandingkan dengan aktinomikosis/botriomikosis. Diseminasi
limfogen atau hematogen dengan lesi pada alat – alat dalam merupakan kecualian
16
SPOROTRIKOSIS
Infeksi koronis yang disebabkan Sporotrichium schenkii dan ditandai dengan
pembesaran kelenjar getah bening. Kulit dan jaringan subkutis di atas nodus sering melunak
dan pecah membentuk ulkus yang indolen. Penyakit jamur ini mempunyai insidens yang
cukup tinggi pada daerah tertentu, dan ditemukan pada pekerja hutan maupun petani
(HUTAPEA,1978;SIREGAR dan THAHA 1978)
Bila tidak terjadi diseminasi melalui saluran getah bening diagnosis agak sukar dibuat.
Selain gejala klinis, yang dapat menyokong diagnosis adalah pembiakan terutama pada
mencit atau tikus, dan pemeriksaan histopatologik. Pernah dilaporkan sekali-sekali selain
bentuk kulit yang khas, beberapa bentuk di paru dan alat dalam lain. Pada kasus-kasus ini
rupanya terjadi infeksi melalui inhalasi.
Pengobatan yang memuaskan biasanya dicapai dengan pemberian larutan kalium
yodida jenuh oral. Dalam hal yang rekalsitran pengobatan dengan amfoterisin B atau
itrakonazol dapat diberikan.
KROMOMIKOSIS
Kromomikosis atau kromoblastomikosis atau dermatitis verukosa adalah penyakit
jamur yang disebabkan bermacam-macam jamur berwarna (dematiaceous). Penyakit ini
ditandai dengan pembentukan nodus verukosa kutan yang perlahan-lahan, sehingga akhirnya
membentuk vegetasi papilomatosa yang besar. Pertumbahan ini dapat menjadi ulkus atau
tidak, biasanya ada di kaki dan tungkai, namun lokalisasi di tempat lain pernah ditemukan,
misalnya pada tangan, muka, telinga, leher, dada, dan bokong. Penyakit ini kadang-kadang
dilihat di Indonesia. Sumber penyakit biasanya dari alam dan terjadi infeksi melalui trauma.
Penyakit tidak ditularkan dari manusia ke manusia dan belum pernah dilaporkan
terjadi pada binatang. Diseminasi dapat terjadi melalui autoinokulasi, ada juga kemungkinan
penyebaran melalui darah dengan terserangnya susunan saraf sentral pernah dilaporkan.
Walaupun penyakit jamur ini biasanya terbatas pada kulit, bila lesinya luas dapat
mengganggu kegiatan penderita sehari-hari.
Pengobatannya sulit. Terapi sinar x pernah dilakukan dengan hasil yang berbeda-
beda. Kadang-kadang diperlukan amputasi. Pada kasus lain reseksi lesi mikotik disusul
dengan skin graft memberi hasil yang memuaskan. Obat-obatan biasanya memberikan hasil
yang kurang memuaskan dan harus diberikan dalam waktu yang lama.
Pada akhir-akhir ini hasil pengobatan yang memuaskan dicapai dengan kombinasi
amfoteresin B dan 5-fluorositosin. Demikian pula pengobatan dengan kantong-kantong panas
di JEpang. Prognosis, seperti diuraikan oada hasil terapi di atas. Itrakonazol pada akhir-akhir
ini memberikan harapan baru pada penyakit ini, terutama bila penyebabnya adalah
Cladosporium carrionii.
ZIGOMIKOSIS, FIKOMIKOSIS, MUKORMIKOSIS
Penyakit jamur ini terdiri atas pelbagai infeksi jamur dan disebabkan oleh bermcam-
macam jamur pula yang taksonomi dan peranannya masih didiskusikan, oleh karena itu di
dalam buku-buku baru diberikan nama umum, yaitu zigomikosis
Zygomycetes meliputi banyak genera, yaitu Mucor, Rhizopus, Absidia, Mortierella
dan Cunning-hamella. Penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur ini dapat disebut
17
sesuai dengan lokalisasi atau alat dalam yang terserang. Contohnya rinozigomikosis,
otozigomikosis, zigomikosis subkutan, zigomikosis fasiale, atau zigomikosis generalisata.
Golongan penyakit jamur ini dapat dinamakan juga sesuai dengan jamur penyebabnya,
misalnya mukomikosis dan sebagainya.
Oleh karena penyakit ini disebabkan jamur yang pada dasarnya oportunistik, maka
pada orang sehat jarang ditemukan. Diabetes mellitus, misalnya merupakan factor
predisposisi. Demikian pula penyakit primer berat yang lain.
Fikomikosis subkutan adalah salah satu bentuk penyakit golongan ini yang kadang-
kadang dilihat di bagian kulit dan kelamin. Penyakit ini untuk pertama kali dilaporkan di
Indonesia pada tahun 1956. Setelah itu banyak kasus dilaporkan di Indonesia, Afrika, dan
India. Kelainan timbul di jaringan subkutan Antara lain di dada, perut, atau lengan atas
sebagai nodus subkutan yang perlahan-lahan membesar setelah sekian waktu. Nodus tersebut
konsistensinya keras dan kadang-kadang dapat terjadi infeksi sekunder. Penderita pada
umumnya tidak demam dan tidak disertai pembesaran kelenjar getah bening regional.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik dan biakan. Jamur agak
khas, hifa lebar 6-50 miu, seperti pita, tidak bersepta dan coenocytic.
Sebagai terapu fikomikosis subkutan dapat diberikan larutan jernih kalium yodida.
Mulai dari 10-15 tetes 3 kali seharu dan perlahan-lahan dinaikan sampai terlihat gejala
intoksikasi, penderita mual dan muntah. Kemudian dosis diturunkan 1-2 tetes dan
dipertahankan terus sampai tumor menghilang. Itrakonazo; berhasil mengatasi fikomikosis
subkutan dengan baik. Dosis yang diberikan sebanyak 200mg sehari selama 2-3 bulan.
Prognosis bentuk klinis ini umumnya baik
B.Mikosis superfisialis
Terbagi menjadi :
1. Dermatofitosis
2. Non-dermatofitosis, terdiri atas pelbagai penyakit:
- Pitriasis versikolor
- Piedra hitam
- Piedra putih
- Otomikosis
- Keratomikosis
DERMATOFITOSIS
Dermatofitosis adalah infeksi jaringan yang mengandung zat tanduk (keratin) misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan oleh golongan jamur
dermatofita (Madani, 2000; Budimulja, 2002).
18
Klasifikasi yang paling sering dipakai oleh para spesialis kulit adalah berdasarkan lokasi:
a. Tinea kapitis, tinea pada kulit dan rambut kepala
b. Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jengggot.
c. Tinea kruris, dermatofita pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang-
kadang sampai perut bagian bawah.
d. Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan.
e. Tinea unguium, tinea pada kuku kaki dan tangan.
f. Tinea facialis, tinea yang meliputi bagian wajah
g. Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk 5 bentuk tinea
diatas.
Selain 6 bentuk tinea di atas masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yaitu:
1. Tinea imbrikata: dermatofitosis dengan susunan skuama yang kosentris dan
disebabkan oleh tricophyton concentricum.
2. Tinea favosa atau favus: dermatofitosis yang terutama disebabkan oleh tricophyton
schoenleini: secara klinis antara lain berbentuk skutula dan berbau seperti tikus
(mousy odor).
3. Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif dari morfologinya.
4. Tinea incognito: dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah
diobati dengan steroid topical kuat.
LO 3.5 Patofisiologi
Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung. Penularan
langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia,
binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi
jamur, pakaian debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan
pakaian, handuk atau sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan
tinea manum.
Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat
memudahkan invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-
cabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang
berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya
dengan pola radial di stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang
jelas dan meninggi (ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang
menjadi suatu reaksi peradangan.
19
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:
a. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik, geofilik.
Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain dalam hal
afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton
rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang
liapt paha bagian dalam.
b. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c. Faktor suhu dan kelembapan
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada lokalisasi
atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari paling sering
terserang penyakit jamur.
d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden penyakit
jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan daripada
golongan ekonomi yang baik
e. Faktor umur dan jenis kelamin (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)
Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama: perlekatan ke keratinosit, penetrasi
melalui dan diantara sel, dan perkembangan respon host.
1. Perlekatan.
Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan
keratin diantaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan
sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak yang diproduksi oleh glandula
sebasea juga bersifat fungistatik.
2. Penetrasi.
Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada
kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh
sekresi proteinase, lipase dan enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk
jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur kejaringan. Fungal mannan
didalam dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit.
Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari epidermis.
3. Perkembangan respons host.
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat.
Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity (DHT) memainkan
peran yang sangat penting dalam melawan dermatofita. Pada pasien yang belum pernah
terinfeksi dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi minimal dan
20
trichopitin tes hasilnya negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang
dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit.
Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan
dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan
bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba
menjadi inflamasi, dan barier epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan sel-
sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh
Tinea Pedis
21
Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah
perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut ataupun
menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur
hidup. Lesi kulit dapat berbatas pada daerah genito-krural saja, atau
meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus, dan perut bagian bawah,
atau bagian tubuh yang lain.
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas
tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah di tengahnya.
Fluoresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan
sekunder (polimorfik). Bila menahun dapat disertai bercak hitam dan
bersisik. Erosi dan keluarnya cairan terjadi akibat garukan. Dan tinea
kruris merupakan bentuk klinis tersering di Indonesia.
Tinea kapitis
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang
disebabkan oleh spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan
lesi bersisik, kemerahan, alopesia dan kadang-kadang terjadi gambaran
klinis yang lebih berat, yang disebut kerion. Ada tiga bentuk tinea kapitis:
1. Gray patch ring-worm, merupakan tinea kapitis yang biasanya
disebabkan oleh genus microsporum dan sering ditemukan pada
anak-anak. Penyakit mulai dengan papul merah yang kecil di sekitar
rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi
pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna
rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilat lagi. Rambut mudah
patah dan terlepas dari akarnya sehingga mudah dicabut dengan
pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang
oleh jamur dan menyebabkan alopesia setempat. Tempat-tempat
terlihat sebagai gray patch, yang pada klinik tidak menunjukan
batas daerah sakit dengan pasti. Pada pemeriksaan lampu wood
terlihat fluoresensi hijau kekuningan pada rambut yang sakit,
melampaui batas dari gray patch tersebut. Tinea kapitis disebabkan
oleh microsporum audouini biasanya disertai tanda peradangan,
hanya sesekali berbentuk kerion.
22
reaksi peradangan yang hebat. Lesi berupa pembengkakan
menyerupai sarang lebah, dengan sebukan radang di sekitarnya.
Kelainan ini menimbulkan jaringan parut yang menetap.
1. Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atu lonjong,
berbatas tegas terdiri dari eritema, squama, kadang-kadang dengan
vesikel dan papul ditepi. Daerah tengah biasanya tenang. Kadang
terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya
merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Dapat
terlihat sebagai lesi dengan tepi polisiklik, karena beberapa lesi kulit
menjadi satu.
23
menyembuh pada usia akil balik. Biasanya tercium bau tikus (mousy odor)
pada para penderita favus. Tiga spesies dermatofita yang menyebabkan
favus, yaitu trichophyton schoenleini, trichophyton violaceum, dan
microsporum gypseum. Berat ringan bentuk klinis yang tampak tidak
bergantung pada spesies jamur penyebab, akan tetapi lebih banyak
dipengaruhi oleh tingkat kebersihan, umur, dan ketahanan penderita
penderita.
Anamnesis
Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis
dan dapat meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus.
Dapat pula meluas ke supra pubis dan abdomen bagian bawah. Rasa
gatal akan semakin meningkat jika banyak berkeringat. Riwayat pasien
sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan yang sama. Pasien berada
pada tempat yang beriklim agak lembab, memakai pakaian ketat,
bertukar pakaian dengan orang lain, aktif berolahraga, menderita
diabetes mellitus. Penyakit ini dapat menyerang pada tahanan penjara,
tentara, atlit olahraga dan individu yang beresiko terkena
dermatophytosis.
24
Suatu lampu UV (3500 Ao) yang dilengkapi dengan filter khusus
terbuat dari nickel oxyde & silica, shg. sinar yang keluar hanya
mempunyai gelombang 320-400 nm
Kalau sinar tsb. mengenai kulit yang mengandung jamur /
miselium maka kulit tersebut akan timbul fluoresensi.
Cara: kulit atau rambut yg akan diperiksa harus bersih,
pemeriksaan dilakukan di kamar gelap, lampu Wood diletakkan
dg jarak 10-15 cm dari permukaan kulit.
2. Dengan mikroskopis
Untuk melihat elemen jamur (skuama,kuku & rambut)
Menggunakan KOH 10-30 %
Bahan pemeriksaan: kulit, kuku & rambut , dibersihkan dg
alkohol 70% utk mengangkat kotoran.
Bahan pemeriksaan kulit: skuama diambil dari daerah pinggir
lesi yg > aktif, bukan dari tengah lesi
Bahan pemeriksaan kuku: diambil dari bagian kuku yg diduga
terinfeksi dg skalpel / kuret kulit, diambil fragmen kuku
Bahan pemeriksaan rambut: dipilih rambut yg tidak mengkilap
atau kusam
Skuama :
Skuama + KOH (10-20%) biarkan 5` - 10`
Dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran lemah &
diapragma ditutup atau dikecilkan
(+) : berarti ada jamurnya
Terlihat :
- batang-batang seperti pita panjang
- beruas-ruas
- bercabang
- pada ujungnya ada budding
- fluorescensi kuning kehijauan
- tidak terikat pada batas2 sel str. Corneum
Rambut
Potongan rambut + KOH 10-20% biarkan 10` - 15`
25
sesudah 15` dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran
lemah diapragma ditutup atau dikecilkan.
Kalau (+) akan tampak spora :
- Endothrix spora berderet-deret diantara cuticula dalam
rambut.
- Ectothrix spora menempel pada rambut.
Kuku
Potongan-potongan kuku direndam dengan KOH 30 % dalam
tabung kecil, biarkan selama 48 jam dalam suhu kamar, kuku
akan hancur jadi bubur.
Dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran lemah dan
diapragma ditutup / dikecilkan.
Kalau (+) : didapat spora dan atau mycelium
3. Dengan cara kultur/biakan
Biakan diperlukan untuk identifikasi > akurat
Skuama, kuku & rambut yang telah dipotong kecil, diletakkan
media dengan alat (ose) kemudian tempatkan dalam ruang
dengan suhu kamar (udara kamar), kalau (+) akan ada koloni
dengan bentuk & warna yang berbeda tergantung
dermatofitanya.
Kemudian koloni diambil sedikit dilihat dengan mikroskop untuk
mencari makrospora.
Spesifisitas mencapai 98%.
4. Dengan biopsi histopatologi
Dilakukan untuk penyakit jamur yang mengenai kulit & jaringan
di bawah kulit, seperti misetoma, kromomikosis & fimomikosis
subkutis
Kulit berpenyakit dibiopsi, kemudian dikirim ke PA
Dengan pulasan hematoksilin eosin dapat dilihat adanya spora
atau miselium dalam stratum korneum
5. Dengan tes kulit
Bahannya untuk test : Trichophytin
disuntikkan secara intra kutan
26
Hasil :
(-) berarti tidak menderita atau baru saja terkena infeksi
(+) berarti menderita penyakit atau baru saja sembuh
Tanda (+) : ada urtika pada tempat suntikan
Diagnosis Banding
LO 3.8 Tatalaksana
27
Pengobatan dermatofitosis sering tergantung pada klinis. Sebagai contoh
lesi tunggal pada kulit dapat diterapi secara adekuat dengan antijamur
topikal. walaupun pengobatan topikal pada kulit kepala dan kuku sering
tidak efektif dan biasanya membutuhkan terapi sistemik untuk sembuh.
Infeksi dermatofitosis yang kronik atau luas, tinea dengan implamasi akut
dan tipe "moccasin" atau tipe kering jenis t.rubrum termasuk tapak kaki
dan dorsum kaki biasanya juga membutuhkan terapi sistemik. Idealnya,
konfirmasi diagnosis mikologi hendaknya diperoleh sebelum terapi
sistemik antijamur dimulai. Pengobatan oral, yang dipilih untuk
dermatofitosis adalah:
28
sembuh (4-6 mg/hr selama 15 hr atau 200 mg/hr
minggu) selama 1 mgg.
Fluconazole 150-300 mg/hr selama
4 mgg.
Tinea pedis Griseofulvin Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4
500mg/hr sampai mgg Itraconazole 100
sembuh (4-6 mg/hr selama 15 hr atau 200mg/hr
minggu) selama 1 mgg.
Fluconazole 150-300 mg/mgg
selama 4 mgg.
Obat anti jamur topikal digunakan untuk pengobatan infeksi lokal pada
kulit tubuh yang tidak berambut (glabrous skin), namun kurang efektif
untuk pengobatan infeksi pada kulit kepala dan kuku, infeksi pada tubuh
yang kronik dan luas, infeksi pada stratum korneum yang tebal seperti
telapak tangan dan kaki.
Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh obat anti jamur topikal lebih
sedikit dibandingkan obat anti jamur sistemik.
29
mengubah lanosterol menjadi ergosterol.
Klotrimazol
Ekonazol
Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan ekonazol cream 1%,
dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya
diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari.
Mikonazol
Ketokonazol
Sulkonazol
Oksikonazol
Tiokonazol
30
Golongan alilamin yaitu naftifin, terbinafin dan golongan benzilamin yaitu
butenafin, bekerja dengan cara menekan biosentesis ergosterol pada
tahap awal proses metabolisme dan enzim sitokrom P-450 akan
mengambat aktifitas squalene eposidase. Dengan berkurangnya
ergosterol, akan menyebabkan penumpukan squalene pada sel jamur dan
akan mengakibatkan kematian sel jamur. Alilamin dan benzilamin bersifat
fungisidal terhadap dermatofit.4
Naftifine
Terbinafin
Butenafin
Amorolfin
Siklopiroks
31
fungisida, sporosida dan mempunyai penetrasi yang baik pada kulit dan
kuku. Siklopiroks efektif untuk pengobatan tinea korporis, tinea kruris,
tinea pedis. Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit harus dioleskan 2
kali sehari selama 2-4 minggu.
1. GRISEOFULVIN
Penicilium mold. Pertama kali diteliti digunakan sebagai anti jamur pada
tumbuhan dan kemudian diperkenalkan untuk pengobatan infeksi
dermatofita pada hewan. Pada tahun 1959, diketahui griseofulvin ternyata
efektif untuk pengobatan infeksi jamur superfisial pada manusia.
Griseofulvin merupakan obat anti jamur yang pertama diberikan secara
oral untuk pengobatan dermatofitosis.
Mekanisme kerja
Aktifitas spektrum
Farmakokinetik
Dosis
Pada saat ini, griseofulvin lebih sering digunakan untuk pengobatan tinea
kapitis. Tinea kapitis lebih sering dijumpai pada anak-anak disebabkan
oleh Trychopyton tonsurans.
Efek samping
Interaksi obat
2. KETOKONAZOL
33
golongan imidazol yang pertama diberikan secara oral.
Mekanisme kerja
Aktifitas spektrum
Farmakokinetik
Dosis
Dosis ketokonazol yang diberikan pada orang dewasa 200 mg / hari, dosis
tunggal dan untuk kasus yang serius dapat ditingkatkan hingga 400 mg /
hari sedangkan dosis untuk anak-anak 3,3 – 6,6 mg / kg BB, dosis tunggal.
Lama pengobatan untuk tinea korporis dan tinea kruris selama 2 - 4
minggu.
Efek samping
34
Anoreksia, mual dan muntah merupakan efek samping yang sering di
jumpai. Ketokonazol juga dapat menimbulkan efek hepatotoksik yang
ringan tetapi kerusakan hepar yang serius jarang terjadi. Peninggian
transaminase sementara dapat terjadi pada 5-10% pasien. Efek samping
yang serius dari hepatotoksik adalah idiosinkratik dan jarang ditemukan
yaitu 1:10000 dan 1:15000, biasanya djumpai pada pasien yang
mendapat pengobatan lebih dari 2 minggu. Untuk pengobatan jangka
waktu yang lama, dianjurkan dilakukan pemeriksaan fungsi hati. Dosis
tinggi ketokonazol (>800 mg/hari) dapat menghambat sintesis human
adrenal dan testikular steroid yang dapat menimbulkan alopesia,
ginekomasti dan impoten.
Interaksi obat
3. ITRAKONAZOL
Mekanisme kerja
Aktifitas spektrum
Farmakokinetik
35
Absorbsi itrakonazol tidak begitu sempurna pada saluran gastrointestinal
(55%) tetapi absorbsi tersebut dapat ditingkatkan jika itrakonazol
dikonsumsi bersama makanan. Pemberian oral dengan dosis tunggal 100
mg, konsentrasi puncak plasma akan mencapai 0,1-0,2 mg/L dalam waktu
2-4 jam.
Kurang dari 0,03% dari dosis itrakonazol akan di ekskresi di urin tanpa
mengalami perubahan tetapi lebih dari 18% akan di buang melalui feces
tanpa mengalami perubahan. Itrakonazol di metabolisme di hati oleh
sistem enzim hepatik sitokrom P- 450. Kebanyakan metabolit yang tidak
aktif akan di ekskresi oleh empedu dan urin. Metabolit utamanya yaitu
hidroksitrakonazol yang merupakan suatu bioaktif.
Dosis
Efek samping
Efek samping yang lain yaitu kelainan test hati yang dilaporkan pada 5%
pasien yang ditandai dengan peninggian serum transaminase,
ginekomasti dilaporkan terjadi pada 1% pasien yang menggunakan dosis
tinggi, impotensi dan penurunan libido pernah dilaporkan pada pasien
yang mengkonsums itrakonazol dosis tinggi 400 mg /hari atau lebih.
Interaksi obat
36
itrakonazol bersama dengan obat lain yang metabolismenya melalui
sistem tersebut dapat meningkatkan konsentrasi azol, interaksi obat
ataupun ke duanya. Itrakonazol dapat memperpanjang waktu paruh dari
obat-obat seperti terfenadin, astemizol, midazolam, triazolam, lovastatin,
simvastatin, cisaprid, pimozid, quinidin. Itrakonazol juga dapat
meningkatkan konsentrasi serum digoxin, siklosporin, takrolimus dan
warfarin.
4. FLUKONAZOL
Mekanisme kerja
Aktifitas spektrum
Farmakokinetik
Pemberian secara oral dengan dosis tunggal ataupun multiple lebih dari
14 hari maka flukonazol akan mengalami penetrasi yang luas ke dalam
cairan dan jaringan tubuh. Flukonazol bersifat hidrofilik sehingga lebih
banyak ditemukan di dalam cairan tubuh dan dijumpai di dalam keringat
dengan konsentrasi tinggi. Ikatan flukonazol dengan protein biasanya
rendah (12%) sehingga sirkulasi obat yang tidak berikatan tinggi.
37
Efek samping
Interaksi obat
Flukonazol dapat meningkatkan efek atau level dari obat yaitu astemizol,
amitriptilin, kafein, siklosporin, fenitoin, sulfonilureas, terfenadin, theofilin,
warfarin dan zidovudin. Pemberian bersama flukonazol dengan cisapride
ataupun terfenadin merupakan kontra indikasi oleh karena dapat
menimbulkan disaritmia jantung yang serius dan torsade de pointes.
Flukonazol juga dapat berinteraksi dengan tolbutamid, glipizid dan
gliburid yang menimbulkan efek hipoglikemi.
5. TERBINAFIN
Mekanisme Kerja
Aktifitas spectrum
Farmakokinetik
Terbinafin di absorbsi dengan baik jika diberikan dengan cara oral yaitu
70% dan akan tercapai konsentrasi puncak dari serum berkisar 0,8-1,5
38
mg/L setelah pemberian 2 jam dengan 250 mg dosis tunggal. Pemberian
bersama makanan tidak mempengaruhi absorbsi obat.
Dosis
Efek samping
Interaksi obat
39
Terbinafin tidak mempunyai efek clearance terhadap obat lain yang
metabolismenya melalui hepatik sitokrom P-450. Namun konsentrasi
darah akan menurun jika terbinafin di berikan bersama rifampicin yang
merupakan suatu inducer yang poten terhadap sistem enzim hepatik
sitokrom P-450. Level darah pada terbinafin dapat meningkat jika
pemberiannya bersama cimetidin yang merupakan sitokrom P-450
inhibitor.
LO 3.9 Komplikasi
Organisme yang dapat dibiakkan dari sela jari kaki normal adalah sejumlah mikroflora,
termasuk Micrococcae (Staph), Coryneform aerobik, dan sedikit bakteri gram negatif. Sela
jari juga dikolonisasi oleh dermatofita dan ragi misalnya Candida. Bila sawar stratum stratum
korneum rusak oleh karena drmatofita, yaitu terjadi inflamasi dan maserasi, bakteri akan
mempunyai kemampuan berproliferasi. Infeksi sela jari oleh bakteri gram negatif adalah
komplikasi terberat dari spektrum dermatofitosis kompleks. Gambaran klinis berupa maserasi
putih sela jari dengan erosi yang nyeri. Lesi ini bersifat eksudatif dan berbau serta dapat
disertai reaksi radang hebat. Pada kasus ini, biakan kuman umumnya akan tumbuh
Pseudomonas atau Proteus. Komplikasi lainnya yang mungkin terjadi adalah infeksi sekunder
oleh kapang saprofit, yang sesungguhnya bukan patogen primer. Reaksi „id‟
(autoeksematisasi) akan terjadi berupa vesikular, ekzematisasi, atau erupsi anhidrotik pada
jari tangan, telapak tangan dan kaki (Fridling, 1996)
LO 3.10 Prognosis
Infeksi jamur pada umumnya berlangsung kronis pada dermatofitosis terutma bila disebabkan
oleh T.rubrum. rekurensi dapat terjadi terutama bila faktor predisposisinya sulit diatasi
(Verma & Heffernan, 2008; Hay & Moore, 2004).
LO 3.11 Pencegahan
Tinea capitis
Tinea Cruris
40
Bedak antijamur untuk mengurangi resiko berulang
Tinea Manus
Salah satu hadits yang terkait dengan hal itu adalah sebagai berikut.
41
penemuan ilmiah terbaru semakin menguatkan pandangan bahwa wudu
sangat efektif untuk menjaga kesehatan kulit manusia.
42
sebagai pengontrol perilaku wanita guna menyelamatkan kehormatan
dirinya dari berbagai macam godaan dan rongrongan setan.
43