Anda di halaman 1dari 24

1.

Defenisi Kebutuhan Khusus


Anak berkebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan sebagai anak yang
terlambat (slow) atau mengalami gangguan (retarted) yang tidak akan pernah berhasil di
sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus juga dapat
diartikan sebagai anak yang mengalami gangguan fisik, mental, intelegensi, dan emosi
sehingga membutuhkan pembelajaran secara khusus.

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-harinya karena adanya gangguan fisik, mental, intelegensi dan emosi
sehingga membutuhkan pelayanan dan pengajaran yang khusus.

Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti
disability, impairment, dan handicap. Menurut Word Health Organization (WHO,
definisi dari masing-masing istilah itu adalah sebagai berikut (Kosasih, 2010:1).

a. Disability, keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari


impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih
dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.
b. Impairment, kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur
anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.
c. Handicap, ketidakberuntungan indvidu yang dihasilkan dari impairment atau
disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada
individu.

2. Defenisi ADHD, Autisme, dan Retardasi Mental

2.1 ADHD ( Attention Deficit Hyperactivity Disorder)

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah gangguan neurobiologis


yang ciri-cirinya sudah tampak pada anak sejak kecil. Anak ADHD mulai
menunjukkan banyak masalah ketika SD karena dituntut untuk memperhatikan
pelajaran dengan tenang, belajar berbagai ketrampilan akademik, dan bergaul dengan
teman sebaya sesuai aturan (Ginanjar, 2009). ADHD adalah gangguan perkembangan
dalam peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktifitas anak-
anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan. Ditandai dengan berbagai keluhan
perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa duduk dengan tenang, dan selalu
meninggalkan keadaan yang tetap seperti sedang duduk, atau sedang berdiri.
Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah, suka meletup-letup, aktifitas
berlebihan, dan suka membuat keributan (Klikdokter, 2008)

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah kelainan hiperaktivitas


kurang perhatian yang sering ditampakan sebelum usia 4 tahun dan
dikarakarakteriskan oleh ketidaktepatan perkembangan tidak perhatian, impulsive dan
hiperaktif (Townsend, 1998). ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit
Hyperactivity Disorder, suatu kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit
Disorder (Sulit memusatkan perhatian), Minimal Brain Disorder (Ketidak beresan
kecil di otak), Minimal Brain Damage (Kerusakan kecil pada otak), Hyperkinesis
(Terlalu banyak bergerak / aktif), dan Hyperactive (Hiperaktif). Ada kira-kira 3 - 5%
anak usia sekolah menderita ADHD (Permadi, 2009).

2.2 Autisme

Secara harfiah autisme berasal dari kata autos ( diri ) sedangkan isme
( paham/aliran ). Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki gangguan
perkembangan dalam dunianya sendiri. Beberapa pengartian autis menurut para ahli
adalah sebagai berikut:

a. Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak, mengalami


kesendirian, kecenderungan menyendiri. (Leo kanker handojo, 2003 )
b. Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami
kondisi menutup diri. Dimana gangguan ini mengakibatkan anak mengalami
keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku “Sumber dari
Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik”. ( American Psychiatic
Association 2000 )
c. Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang Interaksi sosial, komunikasi,
perilaku, emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris dan perkembangan
terlambat atau tidak normal. Autisme mulai tampak sejak lahir atau saat masi bayi
( biasanya sebulum usia 3 tahun ). “Sumber dari Pedoman Penggolongan
Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III)
d. Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat
masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau
komunikasi yang normal. Hal ini mengakibatkan anak tersebut terisolasi dari anak
yang lain. (Baron-Cohen, 1993).

Jadi anak autisme merupakan anak yang mengalami gangguan perkembangan


yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak umur sebelum 3 tahun
mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta perilakunya.

2.3 Retardasi Mental

Keterbelakangan Mental (Retardasi Mental, RM) adalah suatu keadaan yang ditandai
dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata disertai dengan
berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri (berpelilaku adaptif), yang mulai
timbul sebelum usia 18 tahun. Orang-orang yang secara mental mengalami
keterbelakangan, memiliki perkembangan kecerdasan (intelektual) yang lebih rendah
dan mengalami kesulitan dalam proses belajar serta adaptasi sosial. 3% dari jumlah
penduduk mengalami keterbelakangan mental.

Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan inteligensi yang kurang
(subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya
terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala yang
utama ialah inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia
(oligo: kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tuna mental (W.F. Maramis, 2005:
386).

Retardasi mental (RM) adalah suatu keadaan dimana seseorang memiliki kemampuan
mental yang tidak mencukupi (WHO).

American Association on Mental Deficiency (AAMD) membuat definisi retardasi


mental yang kemudian direvisi oleh Rick Heber (1961) sebagai suatu penurunan
fungsi intelektual secara menyeluruh yang terjadi pada masa perkembangan dan
dihubungkan dengan gangguan adaptasi sosial.

3. Penggolongan Retardasi Mental

Berikut ini adalah klasifikasi retardasi mental berdasarkan PPDGJ III:


1. F70 Retardasi Mental Ringan (IQ 55-69)
Mulai tampak gejalanya pada usia sekolah dasar, misalnya sering tidak naik kelas,
selalu memerlukan bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah atau mengerjakan
hal-hal yang berkaitan pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan
dengan kebutuhan pribadi. 80 % dari anak RM termasuk pada golongan ini. Dapat
menempuh pendidikan Sekolah Dasar kelas VI hingga tamat SMA. Ciri-cirinya
tampak lamban dan membutuhkan bantuan tentang masalah kehidupannya.
2. F71 Retardasi Mental Sedang (IQ 35-49)
Sudah tampak sejak anak masih kecil dengan adanya keterlambatan dalam
perkembangan, misalnya perkembangan wicara atau perkembangan fisik lainnya.
Anak ini hanya mampu dilatih untuk merawat dirinya sendiri, pada umumnya tidak
mampu menyelesaikan pendidikan dasarnya, angka kejadian sekitar 12% dari seluruh
kasus RM. Anak pada golongan ini membutuhkan pelayanan pendidikan yang khusus
dan dukungan pelayanan.
3. F72 Retardasi Mental Berat (IQ 20- 34)
Tampak sejak lahir, yaitu perkembangan motorik yang buruk dan kemampuan bicara
yang sangat minim, anak ini hanya mampu untuk dilatih belajar bicara dan
keterampilan untuk pemeliharaan tubuh dasar, angka kejadian 8% dari seluruh RM.
Memiliki lebih dari 1 gangguan organik yang menyebabkan keterlambatannya,
memerlukan supervisi yang ketat dan pelayanan khusus.
4. F73 Retardasi Mental Sangat Berat (IQ < 20)
Sudah tampak sejak lahir yaitu gangguan kognitif, motorik, dan komunikasi yang
pervasif. Mengalami gangguan fungsi motorik dan sensorik sejak awal masa kanak-
kanak, individu pada tahap ini memerlukan latihan yang ekstensif untuk melakukan
“self care” yang sangat mendasar seperti makan, BAB, BAK. Selain itu memerlukan
supervisi total dan perawatan sepanjang hidupnya, karena pada tahap ini pasien benar-
benar tidak mampu mengurus dirinya sendiri.
5. F78 Retardasi Mental lainnya
Kategori ini hanya dignakan bila penilaian dari tingkat Retardasi Mental intelektual
dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena
adanya hendaya sensorik atau fisik, seperti buta, bisu tli, dan penyandang yang
perilakunya terganggu berat atau fisiknya tidak mampu.

4. Etiologi ADHD, Autisme, dan Retardasi Mental

4.1 Etiologi ADHD

Belum diketahui dengan pasti penyebab ADHD. Macam-macam teori yang


menyebabkan ADHD di antaranya :
a) Psikodinamika
Anak dengan gangguan ini akan mengalami gangguan perkembangan ego.
Perkembangan ego menjadi retardasi dan dimanifestasikan dengan perilaku yang
impulsif, seperti ada perilaku tempertatrum yang berat. Kegagalan berprestasi yang
berulang, kegagalan mengikuti petunjuk social dan harga diri rendah. Beberapa
teori menunjukkan bahwa anak tetap pada fase simbiotik dan tidak dapat
membedakan dirinya dengan ibunya.
b) Biologis
Hal ini bisa di akibatkan oleh:
 Genetik ( resiko meningkat jika ada riwayat keluarga )

 Faktor perkembangan

 Kelainan fungsi pada jalur inhibisi dilobus parietalis dan frontalis.

c) Dinamika Keluarga
Teori ini menunjukkan bahwa perilaku yang merusak ini dipelajari anak sebagai
cara untuk mendapatkan perhatian orang dewasa.kemungkinan iritabilitas
impulsive ditemukan atau tidak terlihat pada individu ADHD dari saat lahir reaksi
orang tua cenderung menguat dan karenanya mempertahankan atau meningkatkan
intensitas gangguan. Ansietas berasal dari disfungsi system keluarga masalah
perkawinan dan lain sebagainya, dapat juga member kontribusi pada gejala
gangguan ini orang tua frustasi terhadap buruk anak terhadap keadaan
tertentu.orang tua mungkin menjadi terlalu sensitif atau menjadi putus asa dan
tidak member struktur eksternal.
d) Psikososial
 Kemiskinan

 Diet ( timbale, tertazine )

 Penyalahgunaan alcohol oleh orang tua

4.2 Etiologi Autisme

Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak anak
autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul kelainan
tersebut memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh para
pakar, kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan.
Diyakini bahwa ganguan tersebut terjadi pada fase pempentukan organ
(organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ otak sendiri baru
terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu.

Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari banyak negara diketemukan
beberapa fakta yaitu 43% penyandang autisme mempunyai kelainan pada lobus
parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan
juga ditemukan pada otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus ke VI dan VII.
Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar
berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga didapatkan jumlah sel Purkinye di otak
kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan
dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau kekacauan impuls di otak.

Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang disebut
hippocampus. Akibatnya terjadi gangguan fungsi control terahadap agresi dan emosi
yang disebabkan oleh keracunan logam berat seperti mercury yang banyak terdapat
dalam makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan
kandungan logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak
penderita autis terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi.

Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, seringkali terlalu agresif atau sangat
pasif. Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat.
Terjadilah kesulitan penyimpanan informasi baru. Perilaku yang diulang-ulang yang
aneh dan hiperaktif juga disebabkan gangguan hippocampus. Faktor genetika dapat
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel – sel saraf dan sel otak, namun
diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan autisme, walaupun bukti-bukti
yang konkrit masih sulit ditemukan.

Diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang berperan dalam timbulnya gejala
autisme. Pada proses kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi gangguan
nutrisi dan oksigenasi pada janin dapat memicu terjadinya austisme. Bahkan sesudah
lahir (post partum) juga dapat terjadi pengaruh dari berbagai pemicu, misalnya :
infeksi ringan sampai berat pada bayi. Pemakaian antibiotika yang berlebihan dapat
menimbulkan tumbuhnya jamur yang berlebihan dan menyebabkan terjadinya
kebocoran usus (leaky get syndrome) dan tidak sempurnanya pencernaan protein
kasein dan gluten. Kedua protein ini hanya terpecah sampai polipeptida. Polipeptida
yang timbul dari kedua protein tersebut terserap kedalam aliran darah dan
menimbulkan efek morfin pada otak anak. Dan terjadi kegagalan pertumbuhan otak
karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh
tubuh, ini terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak terpenuhi
karena faktor ekonomi.
4.3 Etiologi Retardasi Mental

Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari


retardasi mental. Untuk mengetahui adanya
retardasi mental perlu anamnesis yang baik,
pemeriksaan fisik dan laboratorium. Penyebab
dari retardasi mental sangat kompleks dan
multifaktorial. Walaupun begitu terdapat beberapa
factor yang potensial berperanan dalam terjadinya
retardasi mental seperti yang dinyatakan oleh Taft
LT (1983) dan Shonkoff JP (1992) dibawah ini.

Penyebab retardasi mental dapat terjadi mulai dari fase pranatal, perinatal dan
postnatal. Beberapa penulis secara terpisah menyebutkan lebih dari 1000 macam
penyebab terjadinya retardasi mental, dan banyak diantaranya yang dapat dicegah.
Ditinjau dari penyebab secara langsung dapat digolongkan atas penyebab biologis dan
psikososial.

Penyebab biologis atau sering disebut retardasi mental tipe klinis mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Pada umumnya merupakan retardasi mental sedang sampai sangat berat
2. Tampak sejak lahir atau usia dini
3. Secara fisik tampak berkelainan/aneh
4. Mempunyai latar belakang biomedis baik pranatal, perinatal maupun postnatal
5. Tidak berhubungan dengan kelas sosial

Penyebab psikososial atau sering disebut tipe sosiokultural mempunyai ciri-ciri


sebagai berikut :
1. Biasanya merupakan retardasi mental ringan
2. Diketahui pada usia sekolah
3. Tidak terdapat kelainan fisik maupun laboratorium
4. Mempunyai latar belakang kekurangan stimulasi mental (asah)
5. Ada hubungan dengan kelas sosial

Melihat struktur masyarakat Indonesia, golongan sosio ekonomi rendah masih


merupakan bagian yang besar dari penduduk, dapat diperkirakan bahwa retardasi
mental di Indonesia yang terbanyak adalah tipe sosio-kultural.

Penyebab retardasi mental tipe klinis atau biologikal dapat dibagi dalam:
a. Penyebab pranatal
1) Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme asam amino yaitu Phenyl Keton Uria (PKU), Maple
Syrup Urine Disease, gangguan siklus urea, histidiemia, homosistinuria,
Distrofia okulorenal Lowe, hiperprolinemia, tirosinosis dan hiperlisinemia.
Gangguan metabolisme lemak yaitu degenerasi serebromakuler dan
lekoensefalopati progresif. Gangguan metabolisme karbohidrat yaitu
galaktosemia dan glycogen storabe disease.
2) Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom muncul dibawah 5 persen kehamilan, kebanyakan
kehamilan yang memilki kelainan kromosom berakhri dengan kasus
keguguran hanya setenggah dari satu persen yang lahir memiliki kelainan
kromosom, dan akan meninggal segera setelah lahir. bayi yang bertahan,
kebanyakan akan memiliki kelainan down syndrome, atau trisomy 21.
Manusia normal memiliki 46 kromosom (23 pasang). orang dengan kelainan
down syndrome memiliki 47 kromosom (23 pasang + 1 kromosom pada
kromosom ke 21).
3) Infeksi maternal selama kehamilan
yaitu infeksi TORCH dan Sifilis. Cytomegali inclusion body disease
merupakan penyakit infeksi virus yang paling sering menyebabkan retardasi
mental. Infeksi virus ringan atau subklinik pada ibu hamil dapat menyebabkan
kerusakan otak janin yang bersifat fatal. Penyakit Rubella kongenital juga
dapat menyebabkan defisit mental.
4) Komplikasi kehamilan
Meliputi toksemia gravidarum, Diabetes Mellitus pada ibu hamil yang tak
terkontrol, malnutrisi, anoksia janin akibat plasenta previa dan solutio plasenta
serta penggunaan sitostatika selama hamil.
b. Penyebab perinatal
1) Prematuritas
Dengan kemajuan teknik obstetri dan kemajuan perinatologi menyebabkan
meningkatnya keselamatan bayi dengan berat badan lahir rendah sedangkan
bayi-bayi tersebut mempunyai resiko besar untuk mengalami kerusakan otak,
sehingga akan didapatkan lebih banyak anak dengan retardasi mental.
2) Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya
akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan.
3) Kernikterus
Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin tak
terkonjugasi di dalam sel-sel otak.
4) Hipoglikemia: menurunnya kadar gula dalam darah.
c. Penyebab postnatal
1) Infeksi (meningitis, ensefalitis)
2) Trauma fisik
3) Kejang lama
4) Intoksikasi (timah hitam, merkuri)

5.Pengkajian ADHD, Autisme, dan Retardasi Mental

5.1 Pengkajian ADHD

1. Identitas Klien :
ADHD terjadi pada anak usia 3 th, laki – laki cenderung memiliki kemungkinan
4x lebih besar dari perempuan untuk menderita ADHD.
2. Keluhan utama :
Keluarga mengatakan anaknya tidak bisa diam, kaki atau tangannya bergerak
terus

3. Riwayat penyakit sekarang :


Orang tua atau pengasuh melihat tanda – tanda awal dari ADHD :
a. Anak tidak bisa duduk tenang
b. Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah
c. Perubahan suasan hati yang yang mendadak/impulsive
4. Riwayat penyakit sebelumnya :
Tanyakan kepada keluarga apakah anak dulu pernah mengalami cedera otak
5. Riwaya penyakit keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada faktor genetic yang diduga sebagai
penyebab dari gangguan hiperaktivitas pada anak.
6. Riwayat psiko,sosio, dan spiritual :
Anak mengalami hambatan dalam bermain dengan teman dan membina hubungan
dengan teman sebaya nya karena hiperaktivitas dan impulsivitas
7. Riwayat tumbuh kembang :
a. Prenatal : Ditanyakan apakah ibu ada masalah asupan alcohol atau obat-
obatan selama kehamilan
b. natal : Ditanyakan kepada ibu apakah ada penyulit selama persalinan. lahir
premature, berat badan lahir rendah (BBLR)
c. Postnatal : Ditanyakan apakah setelah lahir langsung diberikan imunisasi
apa tidak.
8. Riwayat imunisasi
Tanyakan pada keluarga apakah anak mendapat imunisasi lengkap.
a) Usia <7 hari anak mendapat imunisasi hepatitis B
b) Usia 1 bulan anak mendapat imunisasi BCG dan Polio I
c) Usia 2 bulan anak mendapat imunisasi DPT/HB I dan Polio 2
d) Usia 3 bulan anak mendapat imunisasi DPT/HB II dan Polio 3
e) Usia 4 bulan anak mendapat imunisasi DPT/HB III dan Polio 4
f) Usia 9 bulan anak mendapat imunisasi campak
9. Pemeriksaan fisik  dalam batas normal
10. Activity daily living ( ADL ) :
a. Nutrisi.
Anak nafsu makan nya berkurang(anaroxia).
b. Aktivitas
Anak sulit untuk diam dan terus bergerak tanpa tujuan
c. Eliminasi
Anak tidak mengelamai ganguan dalam eliminasi
d. Istirahat tidur.
Anak mengalami gangguan tidur
e. Personal Higiane.
Anak kurang memperhatikan kebersihan diri nya sendiri dan sulit di atur

5.2 Pengkajian Autisme

1. Identitas klien

Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku bangsa,


tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa, keterlambatan


atau sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak
senang atau menolak dipeluk. Saat bermain bila didekati akan menjauh. Ada
kedekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling,
terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak
mau mainan lainnya. sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan
barang tertentu pada tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan
atau bend apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Didapatkan
IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar
5% mempunyai IQ diatas 100.

b. Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan ( riwayat kesehatan dahulu)


 Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
 Cidera otak
c. Riwayat kesehatan keluarga

Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa
dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan.
Biasanya pada anak autis ada riwayat penyakit keturunan.
3. Status perkembangan anak.
a. Anak kurang merespon orang lain.
b. Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
c. Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
d. Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
e. Keterbatasan kognitif.
4. Pemeriksaan fisik
a. Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
b. Terdapat ekolalia.
c. Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
d. Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
e. Peka terhadap bau.
5. Psikososial
a. Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
b. Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
c. Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
d. Perilaku menstimulasi diri
e. Pola tidur tidak teratur
f. Permainan stereotip
g. Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
h. Tantrum yang sering
i. Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
j. Kemampuan bertutur kata menurun
k. Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
6. Neurologis
a. Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
b. Refleks mengisap buruk
c. Tidak mampu menangis ketika lapar

5.3 Pengkajian Retardasi Mental

Pengkajian terdiri atas evaluasi komprehensif mengenai kekurangan dan kekuatan


yang berhubungan dengan ketrampilan adaptif ; komunikasi, perawatan diri, interaksi
sosial, penggunaan sarana-sarana di masyarakat pengarahan diri, pemeliharaan
kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, pembentukan ketrampilan rekreasi
dan ketenangan dan bekerja.

1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien menunjukkan Gangguan kognitif( pola, proses pikir ), Lambatnya
ketrampilan ekspresi dan resepsi bahasa, Gagal melewati tahap perkembangan
yang utama, Lingkar kepala diatas atau dibawah normal ( kadang-kadang lebih
besar atau lebih kecil dari ukuran normal ), lambatnya pertumbuhan, tonus otot
abnormal ( lebih sering tonus otot lemah), ciri-ciri dismorfik, dan terlambatnya
perkembangan motorik halus dan kasar.

b.  Riwayat kesehatan dahulu


Kemungkinan besar pasien pernah mengalami Penyakit kromosom ( Trisomi 21
( Sindrom Down), Sindrom Fragile X, Gangguan Sindrom ( distrofiotot
Duchene ), neurofibromatosis ( tipe 1), Gangguan metabolism sejak lahir
( Fenilketonuria ), Abrupsioplasenta, Diabetes maternal, Kelahiran premature,
Kondisi neonatal termasuk meningitis dan perdarahan intracranial, Cedera
kepala, Infeksi, Gangguan degenerative.

c.  Riwayat kesehatan keluarga


Ada kemungkinan besar keluarga pernah mengalami penyakit yang serupa atau
penyakit yang dapat memicu terjadinya retardasi mental, terutama dari ibu
tersebut.

2. Pemeriksaan fisik
a. Kepala           :Mikro/makrosepali, plagiosepali (btk kepala tdk simetris)
b. Rambut         : Pusar ganda, rambut jarang/tdk ada, halus, mudah putus dan
cepat berubah
c. Mata              : mikroftalmia, juling, nistagmus, dll
d. Hidung          : jembatan/punggung hidung mendatar, ukuran kecil, cuping
melengkung ke atas, dll
e. Mulut            : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit
lebar/melengkung tinggi
f. Gigi            : odontogenesis yang tdk normal
g. Telinga          : keduanya letak rendah
h. Muka             : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia
i. Leher             : pendek; tdk mempunyai kemampuan gerak sempurna
j. Tangan          : jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibujari
gemuk dan lebar, klinodaktil, dll
k. Dada & Abdomen : terdapat beberapa putting, buncit,
l. Genitalia     : mikropenis, testis tidak turun,
m. Kaki           : jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/panjang kecil
meruncing diujungnya, lebar, besar, gemuk
6.Diagnosa ADHD, Autisme, dan Retardasi Mental

6.1 Diagnosa ADHD

1. Risiko cedera berhubungan dengan hiperaktivitas dan perilaku impulsive


2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kelainan fungsi dari system
keluarga dan perkembangan ego yang terlambat, serta penganiayaan dan
pengabaian anak
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman konsep diri, rasa takut terhadap
kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan antara orang tua dan anak
yang tidak memuaskan
6.2 Diagnosa Autisme
1. Gangguan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan
keterlambatan dalam berbahasa.
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan sensitif terhadap penglihatan
6.3 Diagnosa Retardasi Mental
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d. kelainan fungsi kognitif
2. Gangguan interaksi social b.d. kesulitan bicara/ kesulitan adaptasi sosial
3. Deficit perawatan diri b.d. perubahan mobilitas fisik /kurangnya kematangan
perkembangan.

7. Perencanaan ADHD, Autisme, dan Retardasi Mental


7.1 Perencanaan ADHD

1. Risiko cedera berhubungan dengan hiperaktivitas dan perilaku impulsif

Tujuan :Anak tidak akan melukai diri sendiri atau orang lain

kriteria hasil:

K :Anak mengetahui, mengungkapkan dan menerima kemungkinan


konsekuensi dari perilaku maladaptif diri sendiri
A :Anak mau mendiskusikan perasaan-perasaan yang sebenarnya
P :Anak memperlihatkan tingkah laku ang hati - hati
P :Anak mampu duduk dengan tenang dan bisa untuk menunggu giliran

2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kelainan fungsi dari system
keluarga dan perkembangan ego yang terlambat, serta penganiayaan dan
pengabaian anak

Tujuan :Anak mengembangkan dan menggunakan keterampilan koping yang


sesuai dengan umur dan dapat diterima social.

Kriteria hasil :

K : Anak mengetahui kelebihan yang dimilikinya

A : Anak mampu menundakan pemuasan terhadap keinginannya, tanpa terpaksa


untuk menipulasi orang lain

P : Anak mampu mengekspresikan kemarahan dengan cara yang dapat diterima


secara social
P : Anak mampu mengungkapkan kemampuan-kemampuan koping alternatif
yang dapat diterima secara sosial sesuai dengan gaya hidup dari yang ia
rencanakan untuk menggunakannya sebagai respons terhadap rasa frustasi.

3. Ansietas berhubungan dengan ancaman konsep diri, rasa takut terhadap


kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan antara orang tua dan anak
yang tidak memuaskan

Tujuan :Anak mampu mengurangi ansietas nya

K :Anak mengetahui penyebab dari cemasnya

A : Anak mampu dalam memberi respons terhadap stres .

P : Anak mampu menujukkan perilaku yang baik


P : Anak tampak tanang dan tidak gelisah

7.2 Perencanaan Autisme


1. Gangguan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan
keterlambatan dalam berbahasa.

Tujuan :
Agar pasien dapat meng-indikasi-kan pemaham-an tentang maslah komunikasi
Kriteria Hasil:
 Mengindiksikan pemahaman tentang masalah komunikasi
 Membuat metode komunikasi di mana kebutuhan dapat diekspresikan
 Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan sensitif terhadap penglihatan
Tujuan :
Agar pasien dapat peka terhadap penglihatan
Kriteria Hasil :
 Memulai atau mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual
 Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya
 Mentrasikan perilaku untuk mengkompensasi terhadap defisit hasil

7.3 Perencanaan Retardasi Mental


1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d. kelainan fungsi kognitif
Tujuan : Tidak mengalami kegagalan tumbang
Kriteria Hasil :
 Tak ada kemunduran mental
 Anak mampu melakukan kegiatan sesuai kemampuan secara optimal
2. Gangguan interaksi social b.d. kesulitan bicara/ kesulitan adaptasi sosial
Tujuan : Anak mampu berinteraksi social
Kriteria Hasil :
 Anak tidak mengisolasi diri
 Anak mapu bergaul dengan lingkungan
3. Defisit perawatan diri b.d. perubahan mobilitas fisik /kurangnya kematangan
perkembangan.
Tujuan : Perawatan diri terpenuhi
Kriteria Hasil :
 Anak tampak bersih
 Anak mampu berperan dalam perawatan dirinya
8. Intervensi ADHD, Autisme, dan Retardasi Mental
8.1 Intervensi ADHD
1. Risiko cedera berhubungan dengan hiperaktivitas dan perilaku
impulsive
1. Amati perilaku anak secara sering. Lakukan hal ini melalui
aktivitas sehari-hari dan interaksi untuk menghindari timbulnya rasa
waspada dan kecurigaan
2. Amati terhadap perilaku-perilaku yang mengarah pada tindakan
bunuh diri
3. Dapatkan kontrak verbal ataupun tertulis dari anak yang
menyatakan persetujuannya untuk tidak mencelakaka diri sendiri dan
menyetujui untuk mencari staf pada keadaan dimana pemikiran kearah
tersebut timbul
2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kelainan fungsi dari system
keluarga dan perkembangan ego yang terlambat, serta penganiayaan dan
pengabaian anak

 Pastikan bahwa sasaran-sasarannya adalah realistis

 Sampaikan perhatian tanpa syarat pada anak


 Sediakan waktu bersama anak, keduanya pada saty ke satu basis dan pada
aktivitas-aktivitas kelompok
 Menemani anak dalam mengidentifikasi aspek-aspek positif dari dan dalam
mengembangkan rencana-rencana untuk merubah karakteristik yang
lihatnya sebagai negatif

 Bantu anak mengurangi penggunaan penyangkalan sebagai suatu


mekanisme sikap defensif. Memberikan bantuan yang positif bagi
identifikasi masalah dan pengembangan dari perilaku-perilaku koping yang
lebih adaptif
 Memberi dorongan dan dukungan kepada anak dalam menghadapi rasa
takut terhadap kegagalan dengan mengikuti aktivitas-aktivitas terapi dan
melaksanakan tugas-tugas baru. Beri pangakuan tentang kerja keras yang
berhasil dan penguatan positif bagi usaha-usaha yang dilakukan.

3. Ansietas berhubungan dengan ancaman konsep diri, rasa takut terhadap


kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan antara orang tua dan anak
yang tidak memuaskan.

 Bentuk hubungan kepercayaan dengan anak. Bersikap jujur, konsisten di


dalam berespons dan bersedia. Tunjukkan rasa hormat yang positif dan
tulus.

 Sediakan aktivitas-aktivitas yang diarahkan pada penurunan tegangan dan


pengurangan ansietas (misalnya berjalan atau joging, bola voli, latihan
dengan musik, pekerjaan rumah tangga, permainan-permainan kelompok.

 Anjurkan anak untuk mengidentifikasi perasaan-perasaan yang sebenarnya


dan untuk mengenali sendiri perasaan-perasaan tersebut padanya.

 Perawat harus mempertahankan suasana tenang.

 Tawarkan bantuan pada waktu-waktu terjadi peningkatan ansietas. Pastikan


kembali akan keselamatan fisik dan fisiologis.

 Penggunaan sentuhan menyenangkan bagi beberapa anak. Bagaimanapun


juga anak harus berhati-hati terhadap penggunaannya.
 Dengan berkurangnya ansietas, temani anak untuk mengetahui peristiwa-
peristiwa tertentu yang mendahului serangannya. Berhasil pada respons-
respons alternatif pada kejadian selanjutnya.
8.2 Intervensi Autisme
1. Gangguan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan
keterlambatan dalam berbahasa.
 Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “sh” atau “pus”
 Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata atau
mengalami kesulitan berbicara
 Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik
 Bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat, berikan
pasien jarak waktu untuk merespon
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan sensitif terhadap penglihatan
 Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal, biarkan lampu menyala,
letakkan benda dalam jangkauan lapang penglihatan yang normal
 Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang
membahayakan
 Bicara dengan tenang, per-lahan dengan mengguna-kan kalimat yang
pendek, dengan mempertahankan kontak mata
 Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi
bagian tubuh tertentu
8.3 Intervensi Retardasi Mental
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d. kelainan fungsi kognitif
 Kaji tingkat perkembangan anak
 Dorong / libatkan anak dalam melakukan aktivitas
 Berikan aktivitas sesuai dengan kemampuan anak
 Ajarkan hal-hal yang perlu diketahui anak (aktivitas dasar)
 Pantau tingkat perkembangan anak
2. Gangguan interaksi social b.d. kesulitan bicara/ kesulitan adaptasi sosial
 Kaji factor penyebab gangguan perkembangan dan isolasi sosial
 Tingkatkan komunikasi verbal
 Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok
 Beri reinforcement yang positif atas hasil yang dicapai anak
 Ajarkan anak untuk bermain bersama teman kelompoknya
3. Defisit perawatan diri b.d. perubahan mobilitas fisik /kurangnya kematangan
perkembangan.
 Kaji tingkat kemampuan anak
 Pantau anak dalam memenuhi kebutuhannya
 Libatkan anak dalam memenuhi kebutuhannya
 Jelaskan secara berulang-ulang tentang perawatan diri
 Beri dorongan anak untuk merawat dirinya

9. Evaluasi ADHD, Autisme, dan Retardasi Mental


9.1 Evaluasi ADHD

Anda mungkin juga menyukai