Anda di halaman 1dari 3

Stunting merupakan masalah multidimensional yang perlu diselesaikan secara multisektoral.

Bicara
tentang stunting, dalam lima tahun terakhir Indonesia mengalami kemajuan yang positif, dan data hasil
Survei Status Gizi Balita Indonesia tahun 2019 menunjukkan prevalensi stunting sebesar 27,67%.
Meskipin demikian, stunting perlu mendapat perhatian khusus mengingat masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat (>20%).

Disamping itu disparitas antar daerah masih cukup tinggi. Terdapat beberapa wilayah yang sudah
mampu mengendalikan stunting seperti Gianyar (Bali), Kota Bekasi (JawaBarat), Kolaka Timur (SulTra),
Sumbawa Barat (NTB), dan Kodya Jakarta Timur (DKI Jakarta);

Tetapi masih banyak pula yang prevalensinya cukup tinggi; terdapat 58 Kab/Kota dengan prevalensi
stunting antara 20-29,9%; 103 Kab/Kota antara 30-39,9%, dan 89 Kab/Kota diatas 39,9%.

Sebagaimana tercantum dalam Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting, terdapat 5 pilar
dalam Intervensi Penurunan Stunting terintegrasi meliputi :1. Komitmen dan Visi Kepemimpinan; 2.
Kampanye Nasional dan perubahan Perilaku; 3. Konvergensi Program Pusat, Daerah, dan Desa; 4.
Ketahanan Pangan dan Gizi serta 5. Pemantauan dan Evaluasi.

Dari kerangka konsep ini, untuk penurunan stunting maka diperlukan implementasi intervensi spesifik
dan sensitif secara terintegrasi di tingkat pusat dan daerah yang didukung enabling factor berbentuk
penguatan dari sisi kebijakan dan program pendukung, yag diterapkan pada wilayah-wilayah sasaran
yang terus ditambah. Pada tahun 2020 ini jumlah lokus mencapai 260 kab/kota dan jumlahnya akan
terus bertambah hingga menjangkau seluruh kab/kota pada tahun 2024.

Melalui upaya konvergen ini diharapkan kita mampu menurunkan stunting dari tahun ke tahun untuk
meraih target 14% pada tahun 2024

Anda mungkin juga menyukai