Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemanfaatan sumber daya air untuk berbagai keperluan di satu pihak terus meningkat dari
tahun ke tahun, sebagai dampak pertumbuhan penduduk dan pengembangan aktivitasnya. Di lain
pihak ketersediaan sumber daya air semakin terbatas bahkan cenderung semakin langka,
terutama akibat penurunan kualitas lingkungan dan penurunan kualitas air akibat pencemaran.
Secara umum sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku terdiri dari air
permukaan seperti air sungai, danau, rawa, kolam dan lain-lain, air tanah, dan air olahan. Dalam
kenyataannya masing-masing sumberdaya air mempunyai nilai kemanfaatan utama yang
berlainan.

Air tanah sebagai salah satu sumber air baku paling banyak dimanfaatkan oleh
penduduk, baik di desa maupun perkotaan untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari.
Dibandingkan dengan sumber air yang lain, air tanah memiliki beberapa kelebihan diantaranya
mudah memperolehnya, umumnya air dalam kondisi baik karena telah mengalami
penyaringan oleh batuan pembawanya, dan sebarannya luas tergantung pelamparan akuifernya.

Namun demikian pada beberapa daerah, akuifer dangkal (akuifer bebas) yang dapat
diekploitasi dengan sumur gali tidak dijumpai atau dijumpai sangat terbatas sehingga sumur
menjadi kering pada musim kemarau. Dalam kondisi demikian maka dilakukan pemboran
sumur dalam hingga mencapai akuifer dalam (akuifer tertekan) untuk mendapatkan air tanah
tersebut. Dalam hal ekploitasi air tanah dengan sumur bor dalam, keadaanya menjadi lebih rumit
dengan biaya yang jauh lebih mahal. Dibandingkan dengan pembuatan sumur gali.

Beberapa kesulitan yang sering terjadi pada pemboran tersebut diantaranya adalah batuan
terlalu keras dan berupa bongkah-bongkah sehingga berpotensi terjepitnya alat pemboran,
adanya rongga di bawah permukaan tanah sehingga lumpur pemboran hilang

1
(water loose), penyumbatan saringan (clogging) setelah konstruksi sehingga aliran air
tanah dari akuifer ke dalam sumur terganggu, bocornya pipa sumur sehingga air permukaan
masuk kedalam sumur dan lain-lain.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka dalam pelaksanaan pembuatan sumur detail
konstruksi sumur yang baik menjadi sangat penting untuk menjaga keberlangsungan
pemanfaatan sumur yang bersangkutan.

Pengetahuan dasar tentang pelaksanaan pemboran air tanah sangatlah penting, maka dari itu
dengan mengetahui tahapan-tahapan pemboran air tanah sangatlah membantu.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tahapan Pemboran Air Tanah dari awal hingga akhir?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan tahapan-tahapan pemboran air
tanah dari awal hingga akhir.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Air Tanah

Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah didalam mintakat
jenuh(saturation Zone) dengan tekanan hidrostatis sama atau lebih besar dari tekanan atmosfer.
Kondisi air tanah dipengaruhi oleh iklim, kondisi geologi, geomorfologi dan penutup lahan serta
aktivitas manusia.
Kondisi air tanah dapat diketahui dari kondisi akuifer. Akuifer adalah suatu lapisan
batuan atau formasi geologi yang mempunyai struktur yang memungkinkan air untuk masuk dan
bergerak melaluinya dalam kondisi normal (Tood, 1980)
Menurut Suharyadi sebagian air tanah berasal dari air permukaan yang meresap masuk
kedalam tanah dan membentuk suatu siklus hidrologi. Air tanah (ground water) air yang terdapat
pada suatu lapisan batuan yang menyimpan dan meloloskan air yang disebut akuifer. Air tanah
dapat dibedakan kedalam dua jenis yaitu air tanah bebas dan air tanah dalam. (Bakri, 2003).
Selain itu dikenal pula air tanah magnetik (Vulkanik) yang mempunyai kedalaman sekitar
3-5 kilometer, air kosmik yang berasal dari meteorit, serta fosil atau connate yakni air yang
terperangkap dalam suatu cekungan dimana proses terjadinya bersamaan dengan proses
terjadinya proses sedimenasi yang berlangsung secara alami dalam waktu pembentukan yang
cukup lama. Air tanah merupakan salah satu komponen dari suatu sistem peredaran air di alam
yang disebut siklus hidrologi. Siklus hidrologi sendiri adalah suatu proses sikulasi dan
perubahan bentuk dari air dialam yang berlangsung secara terus menerus, baik air yang berada di
laut, di atmosfer maupun yang berada di daratan.
Proses sirkulasi air di alam dan komponen-komponen yang berpengaruh didalamnya
merupakan suatu proses berjalan secara alami dan berkesinambungan. Uap air dari permukaan
tanah (danau, laut, sungai, kolam) dan transpirasi tumbuhan akan bergerak naik ke atmosfer oleh
proses pendinginan dan kondensasi menjadi awan dan embun yang kemudian pada kondisi
meteorologi tertentu terjadi proses presipitasi berupa hujan.Sebagian air hujan menguap kembali
sebelum mencapai permukaan tanah dan sebagian lainnya tertahan oleh tumbuhan sebagai
intersepsi. Air hujan yang jatuh dipermukaan tanah akan meresap ke dalam tanah/batuan sebagai
infiltrasi dan perkolasi yang kemudian tersimpan sebagai air tanah atau sebagai aliran bawah
permukaan. Oleh berbagai proses geologi tertentu air tanah atau aliran bawah permukaan tanah
tersebut dapat muncul ke permukaan dalam bentuk rembesan ataupun sebagai mata air.

3
Sebagian air hujan yang tidak meresap ke dalam tanah/batuan menjadi air limpasan yang
selanjutnya mengisi danau, sungai, laut dan tubuh air permukaan lainnya. Sedangkan sebagian
air yang berada di dalam tanah pada bagian atas maupun tubuh air permukaan dan tumbuhan
akan menguap kembali sebagai evapotraspirasi.
Pada proses sirkulasi air tersebut, volume air tanah di dalam zona penyimpanan akan
selalu berubah, karena terjadinya proses pengikisan kembali (recharge) dan pengeluaran
kembali (discharge). Pengisian kembali air tanah berasal dari peresapan air hujan, tubuh air
permukaan dan disamping itu dikenal pula pengisian air tanah secara buatan. Besar volume
pengisian kembali akan tergantung pada luasan daerah pengisian.
Pengeluaran kembali terjadi apabila air tanah mengalir keluar dari zona penyimpanan
seperti rembesan, mata air, dan pemompaan air tanah. Pemompaan atau pemanfaatan air tanah
untuk berbagai keperluan baik keperluan rumah tangga, industri, pertanian, perikanan dan lain-
lainnya menjadi sangat penting oleh karena itu pemenuhan kebutuhan dari sumber air permukaan
sifatnya masih relatif terbatas. Namun hingga saat ini air tanah untuk keperluan rumah tangga
masih lebih besar dibanding pemakai air lainnya.

2.2 Peralatan dan Fungsi

1. Mesin bor

Mesin bor merupakan komponen yang digerakkan oleh kompressor sebagai sumber energi pada
saat pemboran dilaksanakan. Mesin bor berfungsi sebagai penggerak pipa kemudian di transfer
ke mata bor, mesin bor juga berfungsi sebagai tempat melekatnya pipa pada bagian atas pipa.

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam pemilihan mesin bor
yang digunakan, diantaranya meliputi:

 Tipe/ model mesin bor


 Diameter lubang
 Sliding stroke
 Berat mesin bor
 Power unit
 Kemampuan rotasi/ tumbuk per satuan waktu
 Hoisting capacity (kapasitas)

4
 Dimensi (panjang x lebar x tinggi)

2. Pompa atau kompresor

Kompressor merupakan serangkaian alat yang berfungsi sebagai sunber energi untuk
menggerakkan mesin bor sehinga terlaksananya pemboran. Pada tahap pemboran lumpur dan
kompresor berfungsi sebagai sumber tenaga untuk mensirkulasikan fluida bor. Jika fluida bor
yang digunakan adalah lumpur, maka sebagai sumber tenaga adalah pompa lumpur, dan jika
fluida bor yang digunakan adalah udara maka sumber tenaganya adalah kompresor

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan pada pompa diantaranya adalah:

1. Tipe acting piston


2. Diameter piston
3. Power
4. Dimensi
5. Berat
6. Volume/ pressure
7. Working pressure

Adapun hal – hal yang penting diperhatikan pada kompresor adalah:

1. Tekanan udara yang dihasilkan


2. Volume udara yang dihasilkan per satuan waktu.

3. Stang bor

Stang bor merupakan pipa yang terbuat dari baja, dimana bagian pipa ujung – ujungnya terdapat
ulir, dimana fungsinya sebagai penghubung antara dua buah stang bor. Dalam kegiatan
pemboran, stang bor berfungsi sebagai:

1. Menstranmisikan putaran, tekanan, dan tumbukan yang dihasilkan oleh mesin bor menuju
mata bor.

5
2. jalan keluar – masuknya fluida bor. Panjang stang bor yang umum digunakan dalam operasi
pemboran adalah 10 ft (3m) dan 30 ft (9m), tetapi hal ini bisa berubah tergantung dengan
tujuan dan efisiensi pemboran.

Kriteria yang harus diperhatiakan dalam pemilihan ukuran, meliputi:

a. Tujuan pemboran
b. Kedalaman pemboran
c. Kekerasan batuan
d. Metode sirkulasi fluida
e. Diameter lubang bor

Adapun rangkaian stang bor yang digunakan dalam operasi pemboran tergantung dari
mekanisme pemboran yang diterapkan. Rangkaian Stang Bor pada Mesin Bor Putar. Rangkaian
stang bor pada pemboran putar hampir semuanya sama seperti pada penyambungan pipa air.
Stang bor yang dipakai pada pemboran mempuyai banyak ukuran, hal ini berkaitan dengan
diameter luar, diameter dalam , jenis ulir dan sebagainya. Setiap pabrik biasanya memiliki
klasifikasi yang berbeda.

4. Pipa casing

Didalam operasi pemboran pipa casing berfungsi untuk menjaga lubang bor dari colaps
(keruntuhan) dan peralatan pemboran lain dari gangguan – gangguan.

5. Mata bor (Bit)

Mata bor merupakan salah satu komponen dalam pemboran yang digunakan khususnya sebagai
alat pembuat lubang (hole making tool). Jenis/ tipe dari bit (mata bor)
I.   Roller Cone Bit

Jenis mata bor ini pertama kali diperkenalkan pada dunia perminyakan adalah tahun 1909.
Kemudian secara berangsur-angsur pemakaian jenis mata bor ini semakin meningkat, terutama
sekali untuk membor lapisan formasi yang keras.

6
Pada tahun 1930 diperkenalkan “three cone rock bit” yang sudah mendapatbanyak perbaikan.
Perbaikan itu meliputi bearing yang langsung dilumasi oleh drilling fluid, cutter dirancang sesuai
menurut lapisan tanah yang akan dibor, mengurangi problem bit stuck, dll.
Jenis mata bor ini  sangat luas digunakan dalam pengeboran sumur minyak (walaupun juga
digunakan pada pengeboran lain sep: pertambangan, sipil ).Roller Cone Bit bekerja dengan
memutar kerucut mata bornya pada sumbu.
Tipe dari roller cone bit antara lain:
1.    Two-Cone (Dua Kerucut) à Milled Only.
Terbuat dari baja yang di-mill (giling), penggunaan mata bor jenis ini sangat terbatas hanya
untuk batuan formasi yang lunak.
Jenis ini memiliki 2 mata bor yang dipasang sejajar dan berputar seperti roda didalam lubang
sumur ketika bit berputar, karena itu bit ini penggunaannya sangat terbatas hanya untuk lapisan
batuan formasi yang relatif lunak.
2.    Three-Cone (Tiga Kerucut) à Milled atau Tungsten Carbide Insert.

Gambar 2.1.1: Three Cone Bit


Bit jenis ini paling banyak digunakan, terbuat dari milled ataupun dari tungsten carbide
insert.Untuk bit jenis ini yang berbahan dasar milled dan digunakan untuk membor formasi yang
relatif keras maka dibuat dengan proses khusus dan pemanasan (heat treating).

7
Sedang yang menggunakan bahan dasar tungsten carbide insert dibuat dari tungsten carbide yang
kemudian ditekan dalam mesin yang mempunyai lubang berbentuk cone (kerucut). Bit jenis ini
juga dirancang untuk formasi lunak, sedang dan keras.
Jika dibandingkan dengan steel-tooth bit, maka tungsten carbide insert bit mempunyai daya
tahan dan kemampuan yang lebih baik dalam membor sumur minyak.
Salah satu inovasi dari tungsten carbide insert bit adalah adanya perubahan pada sealed bearing
yang memungkinkan untuk berputar hingga 180 rpm, bandingkan dengan kemampuan rotasi
yang lama yang hanya 4 rpm!
Untuk membor formasi yang lunak digunakan tungsten carbide yang bergigi panjang dan
ujungnya berbentuk pahat (chisel-shape end), sedangkan untuk formasi yang lebih keras
digunakan tungsten carbide yang bergigi pendek dan ujungnya berbentuk hemispherical
(biasanya disebut button bit).
II. Four-Cone (empat kerucut)
Saat ini, mata bor jenis four-cone hanya dibuat dari milled toohtbit dan biasanya digunakan
untuk membor lubang berukuran besar (lebar). Seperti lubang dengan diameter 26 inch (660,4
mm) atau bahkan yang lebih lebar.
II. Diamond Bit

Gambar 2.1.2: Diamond Bit


Bit ini adalah bit yang paling mahal harganya karena memasang butir-butir intan sebagai
pengeruk pada matrik besi atau carbide dan tidak memiliki bagian yang bergerak. Mata bor ini
digunakan untuk formasi yang keras dan abrasive yang tidak dapat lagi dilakukan oleh rock bit.
Dan diamond bit ini digunakan ketika rate pengeboran sebelumnya kurang dari 10 ft per jam.
Namun, diamond bit juga umum digunakan untuk coring dimana menghasilkan core yang lebih
baik terutama pada formasi limestone, dolomite dan sandstone yang keras.

8
Walaupun memiliki harga yang sangat mahal, diamond bit tetap masih memiliki keunggulan
dari segi ekonomis dan masih menguntungkan. Mata bor ini memiliki daya tahan yang paling
lama dari mata bor yang lain, maka memberikan keuntungan lebih pada operasi drilling. Ia
memerlukan round trip yang lebih sedikit (footage lebih besar) untuk penggantian mata bor dan
mampu membor lubang sumur lebih banyak. Untuk menjaga agar mata bor ini tetap bisa
digunakan secara maksimum, maka lubang bor harus betul-betul bersih dari junk.
 Salah satu kelemahan disamping harganya yang mahal, mata bor ini juga memiliki ROP
yang kecil.
Sebab dipilihnya intan sebagai mata bor karena intan dikenal sebagai mineral yang paling
keras (memiliki nilai 10 dalan klasifikasi kekerasan mineral Mohs). Disamping itu konduktifitas
thermal dari intan juga paling tinggi daripada mineral lain yang memungkinkan untuk
menghilangkan panas yang timbul dengan cepat.
Ukuran intan yang digunakan sebagai mata bor berbeda untuk masing-masing batuan.
Ukuran yang lebih besar digunakan untuk membor batuan lunak, karena pada batuan ini mata
bor lebih mudah untuk penetrasi. Sedangkan untuk batuan yang lebih keras digunakan intan yang
berukuran kecil karena keterbatasan penetrasi pada batuan.
Untuk diamond bit yang digunakan untuk keperluan coring, di bagian tengahnya memiliki
lubang dengan ukuran  berdasarkan ukuran coring yang akan diambil.
III.   Polycrystalline Diamond Compact (PDC) 

Gambar 2.1.3: PDC Bit

9
                                                        
Bit Jenis mata bor ini merupakan pengembangan (generasi baru) dari jenis drag bit atau fishtail.
Drag bit (fish tail) itu sendiri adalah jenis mata bor yang mempunyai pisau pemotong yang mirip
ekor ikan, dan tidak memiliki bagian yang bergerak. Pemboran dilakukan dengan cara mengeruk
dan bergantung dari beban, putaran serta kekuatan dari pisau pemotongnya. Pisau pemotong ini
bisa berjumlah 2, 3 atau 4 dan terbuat dari alloy steel yang umumnya diperkuat oleh tungsten
carbide.
Keuntungan jenis drag bit:
·        ROP yang tinggi
·        Umur yang panjang dalam formasi soft
Kerugiannya:
·        Memberikan torque yang tinggi
·        Cenderung membuat lubang yang berbelok
·        Pada formasi shale sering terjadi balling (dilapisi padatan)
Beberapa jenis drag bit yang digunakan pada pemboran berarah adalah:
1.    Badger bit
Yaitu bit yang salah satu nozzle-nya lebih besar dari yang lain, dan umumnya digunakan pada
formasi lunak. Pada saat pembelokan, drill string tidak diputar hingga memberikan semburan
lumpur yang tidak merata dan mengakibatkan lubang membelok ke arah ukuran nozzle dengan
tekanan jet yang lebih keras.
2.    Spud bit
Bit berbentuk baji, tanpa roller dan punya satu nozzle. Bit ini dioperasikan dengan memberikan
tekanan tinggi pada mud hingga menimbulkan tenaga jet ditambah dengan tenaga tumbukan.
Setelah lubang dibelokkan sedalam 15-20 meter dari lubang awal, barulah diganti dengan bit
semula.
Spud bit hanya digunakan pada formasi lunak (sand dan shale yang lunak à medium)
3.    Jet Deflector Bit
Bit yang memiliki ujung penyemprot yang besar yang dapat mengarahkan fluida pemboran ke
satu arah
  Kembali ke PDC bit, jenis ini didesain untuk menghancurkan formasi batuan dengan tenaga
shear bukan dengan tenaga kompresi hingga berat dari bit yang digunakan akan semakin

10
berkurang hingga beban yang diterima oleh rig dan drill string juga berkurang. PDC bit juga
dikenal dengan ‘STRATAPAX BIT’ 
Bit ini memiliki banyak jumlah elemen pemotong (drill blank). Drill blank dibuaT dengan
membengkokkan selapis PDC buatan manusia pada bagian tungsten carbide pada tekanan tinggi
dan temperatur tinggi. Proses ini menghasilkan kekerasan mata bor dan ketahanan yang cukup
tinggi ketika dipakai.

Gambar 2.1.4: Three Cone Bit

Secara singkat three-cone bit terdiri dari tiga buah kerucut yang berukuran sama dan tiga buah
kaki yang identik. Tiap kerucut (cone) terletak diatas bearing. Ketiga kaki tersebut dilas dan
membentuk bagian silinder (cylindrical section) yang diberikan ulir untuk dihubungkan dengan
drill string. Tiap kaki memiliki lubang (nozzle) yang akan mengalirkan lumpur pemboran
bertekanan tinggi yang berguna untuk pembersihan lubang.
Faktor yang mempengaruhi pembuatan roller bit meliputi tipe dan kekerasan dari formasi
serta ukuran lubang yang akan dibor. Kekerasan formasi akan menentukan sekali terhadap
pemilihan tipe dan bahan dari material yang digunakan sebagai cutting elements pada mata bor.

11
6. Rig

Rig merupakan suatu menara, menara tersebut berdiri sesuai dengan kemiringan yang di
inginkan saat melaksanakan pemboran. Rig berfungsi untuk menjaga kestabilan lubang bor saat
pemboran supaya koordinat yang di tuju didapatkan, rig juga berfungsi sebagai sarana dalam
memasukkan pipa saat pemboran, tempat mesin bor dan tempat pekerja saat kegiatan pemboran
dilaksanakan.

2.3 Tahapan Pemboran Air Tanah


Tahapan pemboran air tanah meliputi:
1. Tahap perencanaan lokasi
2. Tahap persiapan
3. Tahap pemboran awal (pilot hole)
4. Tahap electrical loging
5. Tahap pembesaran lubang bor (reaming hole)
6. Tahap konstruksi sumur
7. Tahap konstruksi pipa casing dan saringan (screen)
8. Tahap penyetoran kerikil pembalut (gravel pack)
9. Tahap pencucian dan pembersihan (well development)
10. Tahap uji pemompaan (pumping test)
11. Tahap finishing

2.3.1. Tahap Perencanaan Lokasi


Awal dari pekerjaan pemboran air tanah adalah perencanaan lokasi pemboran. Pada
perencanaan Lokasi dilakukan eksplorasi air tanah yang didasarkan kepada:
1) Penyebaran Air Tanah.
2) Sifat Batuan terhadap Air Tanah.
3) Karakteristik Akuifer.
4) Sifat fisik (listrik) Batuan.
5) Penerapan Geofisika dalam Eksplorasi air tanah.

12
2.3.1.1 Penyebaran Air Tanah
Pada dasarnya potensi air tanah sangat tergantung dari kondisi geologi
terutama yang berkaitan dengan konfigurasi akuifer, struktur geologi,
geomorfologi dan curah hujan. Dari jenis dan sebaran batuan berikut struktur
geologi dapat diketahui jenis dan sebaran akuifer yang ada walaupun demikian
tidak semua batuan berfungsi sebagai akuifer.
Pada zona tidak jenuh air berpori-pori terisi oleh air dan sebagian lagi
terisi sebagai air tanah. Air yang terdapat pada zona ini tidak termasuk dalam
klasifikasi air tanah. Sebaliknya pada zona jenuh air semua pori-pori terisi oleh
air dan air yang berada pada zona inilah yang disebut sebagai air tanah. Batas
kedua zona tersebut adalah suatu bidang yang disebut sebagai muka air
tanah (water tabel).
Keterpadatan air tanah pada suatu daerah ditentukan oleh beberapa faktor
yaitu iklim/musim (banyak hujan dan evapotraspirasi)
a.       Kondisi Penutup Lahan (Land Cover )
b.      Kondisi Geomorfologi
c.       Kondisi Geologi
d.      Aktivitas Manusia
Sebagian besar air tanah berasal dari air hujan yang meresap masuk
kedalam tanah, air tanah tersebut disebut air meteorik. Selain air meteoric ada air
lain yaitu air JuvenileWateryang dapat diklasifikasikan menurut asalnya
yaitu magnetic water, volkanik water  yang biasanya panas atau hangat dan
mempunyai kandungan sukfur yang tinggi dan cosmic berasal dari ruang
angkasa bersama dengan meteorit.
Rejuvenate water adalah air yang berasal dari proses geologi seperti
kompaksi, metamorfosa dan sedimenasi ada dua jenis yaitu Metamorf
water dan Connate water. Connate water adalah air yang terperangkap dalam
endapan sewaktu terjadi proses pengendapan (air biasanya payau sampai asin),
(Suyono, 1995).

13
2.3.1.2.    Sifat Batuan Terhadap Air Tanah
Menurut Krusseman (Bakri, 2003) ditinjau dari sifat dan prilaku
batuan terhadap air tanah terutama sifat fisik, struktur dan tekstur maka
batuan dapat dibedakan kedalam 4 (empat) macam :
a.       Akuifer adalah lapisan batuan yang mempunyai susunan sedemikian rupa
sehingga dapat meyimpan dan mengalirkan air tanah yang cukup berarti
seperti batu pasir, dan batugamping
b.      Akuiklud adalah lapisan batuan yang dapat meyimpan air akan tetapi tidak
dapat mengalirkan air tanah dalam jumlah yang cukup berarti seperti
lempung, shale, tuf halus
c.       Akuitar adalah lapisan batuan yang dapat menyimpan air tetapi hanya dapat
mengalirkan air tanah dalam jumlah yang sangat terbatas seperti basal scoria,
serpih, napal, dan batulempung
d.      Akuiflug adalah lapisan batuan yang tidak dapat menyimpan dan
mengalirkan air tanah seperti batuan beku dan batuan metamorf dan kalaupun
ada air pada lapisan batuan tersebut hanya terdapat pada kekar atau rekahan
batuan saja.
Apabila ditinjau dari sifat dan stratigrafi batuan di alam maka lapisan
akuifer dapat dibedakan, antara lain :
a.       Unconfined akuifer (Akuifer bebas) adalah suatu akuifer dimana muka air
tanah merupakan bidang batas sebelah atas dari zona jenuh air. Air tanah
yang terdapat pada lapisan akuifer ini disebut air tanah tidak tertekan dimana
muka air tanahnya disebut muka air tanah pheartik
b.      Confined akuifer (akuifer tertekan) adalah suatu akuifer dimana air
tanahnya terletak dibawah lapisan kedap air dan mempunyai tekanan lebih
besar dari pada tekanan atmosfer. Air tanah ini dibatasi oleh lapisan kedap air
pada bagian atas maupun bagian bawahnya. Muka air tanah artesis oleh
karena dilakukan pemboran maka muka air tanah akan bergerak naik ke atas
mendekati permukaan tanah atau memancar sampai pada keadaan tertentu.
c.       Leakage akuifer (semi confined akuifer) adalah suatu lapisan akuifer
dimana air tanahnya terletak pada suatu lapisan yang bersifat setengah kedap
air dan posisi batuan akuifernya terletak antara akuifer bebas dan akuifer
tertekan

14
d.      Ferced aquifer (akuifer menggantung) adalah akuifer dimana massa air
tanahnya terpisah dari air tanah induk oleh lapisan yang relatife kedap air
yang tidak begitu luas dan terletak pada zona tidak jenuh air.

2.3.1.3.    Karakteristik Air Tanah


Sifat dan karakteristik akuifer memegang peranan penting dalam hal
keterpadatan serta dalam upaya untuk memanfaatkan sumberdaya air tanah
tersebut . sifat dan karakteristik akuifer sebagai berikut:
1.      Porositas
Porositas merupakan semua lubang yang tidak terbatas ukurannya pada
suatu massa batuan yang kemungkinannya bisa terisi oleh air. Besaran
porositas dinyatakan sebagai rasio atau perbandingan antara seluruh lubang
(pori-pori batuan) dengan isi total batuan dalam persen. Kapasitas lapisan
pembawa air untuk menyimpan air tanah ditentukan oleh porositas batuannya.
Sedangkan besarnya pori-pori batuan tergantung dari ukuran bentuk dan
susunan fragmen batuan serta tingkat pelarutan maupun retakan batuan.

2.      Konduktifitas Hidrolik
Konduktifitas Hidrolik disebut juga sebagai permeabilitas (K=T/D)
adalah besarnya aliran air yang dapat disalurkan melewati satu satuan
penampang akuifer tegak lurus terhadap arah aliran air dalam satu satuan
landaian hidrolika. Dalam ilmu teknik terapan permeabilitas adalah merupakan
unit kecepatan dari kemampuan lapisan batuan untuk meloloskan air. Dengan
kata lain bahwa permeabilitas adalah parameter hidrolika yang menyatakan
ukuran jumlah air yang dapat diteruskan oleh media porous persatuan luas
penampang. Konduktivitas hidrolika dipengaruhi oleh porositas, ukuran butir 
dan distribusinya. Satuannya dinyatakan dalam cm3/detik atau m3/hari.

3.      Koefisien keterusan (Transmisivity = T)


Transmisivity adalah banyak air yang dapat mengalir melalui suatu
lubang vertikal akuifernya dan selebar satu unit panjang dengan landaian
hidrolika satu unit dimana satuannya adalah m2/jam atau m2/hari. Secara
matematis dirumuskan sebagai berikut T = K. D. pemompaan air tanah dari
akuifer yang mempunyai nilai T besar menyebabkan sifat depresi air tanah

15
dangkal tetapi rediusnya luas sedangkan sebaliknya apabila T kecil maka
depresi air tanah relative lebih dalam namun radiusnya sempit.

4.      Koofisien Daya Simpan Air (storativity = S = Qs/A.D)


Storativity adalah volum air yang dapat disimpan atau dapat dilepaskan
oleh suatu akuifer setiap satu satuan luas akuifer pada satu satuan perubahan
kedudukan muka air tanah atau bidang piezometrik. Nilai kisaran Storativity
antara 10-5 10-3. nilai S pada akuifer bebas berbeda dengan nilai pada akuifer
tertekan sedangkan pada leakage aquifertidak mempunyai dimensi. Pada
akuifer bebas batasan hasil jenis (Specific yield) sama dengan koefisien
simpanan.
5.      Hasil Jenis
Hasil jenis merupakan koefisien daya simpan air pada akuifer bebas
yang mempunyai nilai berkisar anatara 10-1 sampai dengan 10-2 dirumuskan
sebagai :
a = Sy + Sr
                        Dimana   a  = Porositas
                                       Sy     = Spesific yield          
                                       Sr      = Specific retention

6.      Ketebalan Akuifer
Ketebalan akuifer merupakan jarak tegak lurus antara bidang yang
menjadi  batas atas dan bawah dari suatu lapisan batuan yang mengandung air
tanah. Ketebalan akuifer dapat ditentukan dari berbagai pengamatan geologi
serta penelitian geofisika atau dengan kegiatan pengeboran.

2.3.1.4.     Sifat Fisik (Listrik) Batuan


Aliran konduksi arus listrik didalam batuan/mineral digolongkan atas tiga
macam yaitu konduksi dielektrik, konduksi elektrolik dan konduksi elektronik.
Konduksi dielektrik terjadi jika batuan/mineral bersifat dielektrik terhadap aliran
arus listrik (terjadi polarisasi muatan saat bahan dialiri listrik). Konduksi
elektrolik terjadi jika batuan/mineral bersifat porous dan pori-pori tersebut terisi
cairan-cairan elektrolik. Pada kondisi ini arus listrik dibawa oleh ion-ion
elektronik terjadi jika batuan/mineral mempunyai banyak elektron bebas

16
sehingga arus listrik dialirikan dalam batuan/mineral oleh elektron bebas
(Semester Break, 2003).
Berdasarkan harga resistiviti listriknya batuan/mineral digolongkan
menjadi tiga yaitu :
Konduktor baik           : 10-6 < p < Ώ m
Konduktor buruk        : 1 < p < 107 Ώ m
Isolator                        : p > 107 Ώ m

2.3.1.5.     Penerapan Geofisika dalam Eksplorasi air tanah


Dalam eksplorasi geofisika, metode geolistrik tahanan jenis
merupakan metode geolistrik yang mempelajari sifat resistivitas (tahanan
jenis) listrik dari lapisan batuan didalam bumi. Sebetulnya terdapat banyak
metode eksplorasi geofisika yang menggunakan sifat tahanan sebagai
media/alat untuk mempelajari keadaan geologi bawah permukaan.
Dalam metode –metode geolistrik tahanan jenis dapat dibagi
menjadi dua kelompok besar, yaitu:
1.      Metode Resistivitas Mapping
Metode ini merupakan metode resistivitas yang bertujuan untuk
mempelajari variasi tahanan jenis lapisan bawah permukaan secara
horizontal, oleh karena itu pada metode ini dipergunakan konfigurasi
elektroda yang sama untuk semua titik pengamatan bumi. Setelah itu baru
dibuat kontur isoresistivitasnya.
2.      Metode Resistivitas Sounding (drilling)
Metode ini juga biasa dikenal sebagai Resistivitas
Drilling, Resistivitas Probing dan lain-lain. Hal ini terjadi karena pada
metode ini bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan dibawah
permukaan bumi secara vertical.
Pada metode ini, pengukuran pada suatu titik sounding dilakukan
dengan jalan mengubah-ubah jarak elektroda. Perubahan jarak elektroda
ini tidak dilakukan secara sembarangan, tetapi mulai dari jarak elektroda
kecil kemudian membesar secara grundal. Jarak elektroda ini sebanding
dengan kedalaman lapisan batuan yang dapat diselidiki. Pada pengukuran
sebenarnya, pembesaran jarak elektroda mungkin dilakukan jika

17
mempunyai suatu alat geolistrik yang memadai. Dalam hal ini alat
geolistrik tersebut harus dapat menghasilkan arus listrik yang cukup besar
atau alat tersebut harus cukup sensitif dalam mendeteksi benda potensial
yang kecil sekali. Oleh karena itu, alat geolistrik yang baik adalah alat
yang dapat menghasilkan arus listrik cukup besar dan mempunyai
sensitifitas yang cukup tinggi.
Pengukuran dengan menggunakan metode resistivitas (geolistrik)
bertujuan untuk memperoleh struktur resistivitas bumi. Struktur resistivitas
bumi adalah variasi harga resistivitas terhadap dari permukaan tanah
(Awaluddin, 2004).
a.       Pendekatan model pelapisan bumi
Bumi dapat dianggap terdiri dari beberapa lapisan
sejajar (horizontal layering)yang bersifat homogen isotropik untuk setiap
lapisannya. Setiap lapisan (strata) mempunyai nilai resistivitas (p-Ώm) dan
ketebalan (d-meter) tertentu. Struktur resistivitas dapat dikaitkan terhadap
strukrtur geologi melalui suatu korelasi.
Struktur geologi memberikan gambaran terhadap arah dan susunan
serta jenis lapisan batuan. Korelasi antara struktur resistivitas terhadap
struktur geologi membutuhkan informasi geologi pada daerah survey.
Korelasi tersebut akan menghasilkan suatu pengelompokan harga
resistivitas terhadap masing-masing lapisan batuan serta bentuk
strukturnya.
Jadi struktur resistivitas memberikan kontribusi terhadap struktur
geologi di suatu daerah secara lebih rinci, hal ini sangat bermanfaat jika
informasi/data geologi dari daerah survei sangat minim.
b.        Akuisasi data di lapangan
Kualitas hasil penyelidikan metode geolistrik sangat bergantung
terhadap keakuratan dan kebenaran data lapangan yang diambil melalui
suatu pengukuran dengan menggunakan peralatan tertentu. Keakuratan dan
kebenaran data resistivitas adalah pencerminan terhadap besarnya
simpanan dari nilai resistivitas semu yang diukur terhadap kondisi dan
bentuk pelapisan bumi sebenarnya.
c.        Penerapan metode geolistrik

18
Keberhasilan penerapan metode ini bergantung kepada besarnya
kontras resistivitas dari sistem yang akan dipelajari atau dengan kata lain
berapa besar variasi resistivitas yang akan diukur dari obyek atau tujuan
pekerjaannya. Penerapan utama terhadap metode resistivitas yang telah
berhasil :
1)      Untuk memperoleh struktur geologi
2)      Eksplorasi air tanah
3)      Pendugaan Reservior panas bumi
              
Dasar Interpretasi 
Secara teoritis setiap batuan memiliki daya hantar listrik dan harga
tahanan jenis masing-masing. Batuan yang sama belum tentu mempunyai
nilai tahanan jenis yang sama. Sebaliknya harga tahanan jenis sama bisa
dimiliki oleh batuan-batuan berbeda. Faktor-faktor yang berpengaruh
antara lain: komposisi litologi, kondisi batuan, komposisi mineral yang
dikandung, kandungan benda cair dan faktor eksternal lainnya. (Soenarto,
2003).
Beberapa aspek berpengaruh terhadap nilai tahanan jenis suatu
batuan bisa sebagai berikut :

 Batuan sedimen yang bersifat lepas mempunyai nilai tahanan jenis lebih
rendah bila dibanding dengan batuan sedimen padu dan kompak
 Batuan beku dan batuan metamorf mempunyai nilai tahanan jenis yang
tergolong tinggi
 Batuan yang basah dan mengandung air, nilai tahanan jenisnya rendah dan
semakin lebih rendah lagi bila yang dikandungnya bersifat payau atau asin
 Kandungan logam yang berada di sekitar lokasi pendugaan sangat
berpengaruh terhadap nilai tahanan jenis batuan.
 Faktor luar seperti kabel, tiang listrik dan saluran pipa logam dapat
mempengaruhi hasil pengukuran di lapangan.

19
Tabel 2.1 Daftar Nilai Resistivitas Berbagai Jenis Mineral
No Mineral Resistivitas ( Ωm)
1 Tanah 1.000-10.000
2 Air Dalam Lapisan Alluvial 10-30
3 Air Sumber 50-100
4 Pasi Dan Kerikil Kering 1.000-10.000
5 Pasir Dan Kerikil Yang Mengandung Air Tawar 50-500
6 Pasir Dan Kerikil Yang Mengandung Air Asin 0.5-5
7 Air Laut 0.2
8 Napal 20-200
9 Batu Gamping 300-10.000
10 Batu Pasir Lempung 50-300
11 Batu Pasir Kuarsa 300-10.000
12 Tufa Gunung Api 0.5-5
13 Lava 100-300
14 Serpih 300-3.000
15 Geniss, Granit Selingan 100-1.000
16 Serpih Mengandung Grafit 0.5-5
17 Granit 1.000-10.000
18 Air Permukaan 80-200
19 Air Tanah 30-100
20 Konglomerat 100-500
21 Alluvium – Dilivium
10-200
a. Lapisan Slit Lempung 100-600
b. Lapisan Pasir 100-1.000
c. Lapisan Pasir Dan Kerikil

22 Neo-Tersier
20-200
a. Batu Lumpur 50-500
b. Batu Pasir 100-500
c. Kelompok Andesit 200-2000
d. Kelompok Chert, Slate

20
2.3.2. Tahap Persiapan
Dalam pelaksanaan pekerjaan pemboran tahap pekerjaan persiapan meliputi :
1. Pekerjaan Mobilisasi

2. Pekerjaan Persiapan Lokasi

2.3.2.1. Pekerjaan Mobilisasi

Sebelum pekerjaan lapangan dimulai, dilakukan mobilisasi atau mendatangkan


peralatan dan bahan-bahan pemboran beserta personelnya ke lokasi pemboran.
Tahap mobilisasi ini dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan lapangan.
Untuk melakukan mobilisasi alat berat hal yang perlu diperhatikan antara lain
adalah pemilihan jenis alat bor dan kondisi medan.

Gambar 2.2: Mobilisasi alat bor menuju lokasi pemboran.


2.3.2.2. Pekerjaan Persiapan Lokasi
Pada tahap pekerjaan ini meliputi :
a. Pembersihan, perataan dan pengerasan lokasi untuk posisi tumpuan mesin bor.
Tujuan dilakukannya pekerjaan ini adalah untuk membuat persiapan lokasi yang
baik sehingga dapat berdirinya alat bor. Kondisi lokasi yang kurang baik, seperti
miringnya lokasi pembora n, akan menimbulkan gangguan pada saat melakukan
pemboran. Sama halnya dengan kondisi tumpuan mesin bor yang lunak akan
membuat rig bor tertanam pada saat melakukan pemboran.

21
b. Pembuatan bak Lumpur, bak control dan selokan.
Pembuatan bak lumpur, bak control dan selokan bertujuan untuk sirkulasi lumpur
bor pada saat proses pemboran. Fungsi lumpur dalam suatu operasi pemboran antara
lain adalah sebagai berikut :
1.      Mengangkat cutting ke permukaan.
2.      Mendinginkan dan melumasi bit dan drill string.
3.      Memberi dinding lubang bor dengan mud cake.
4.      Mengontrol tekanan formasi.
5.      Membawa cutting dan material-material pemberat pada suspensi bila sirkulasi
lumpur dihentikan sementara.
6.      Melepaskan pasir dan cutting dipermukaan.
7.      Menahan sebagian berat drill pipe dan cutting (bouyancy efect).
8.      Mengurangi effek negatif pada formasi.
9.      Mendapatkan informasi (mud log, sampel log).
10.  Media logging.

Gambar 2.3. Pembuatan Bak Penampung lumpur pemboran

22
Gambar 2.4. Bak Sirkulasi yang lebih sederhana
c. Penanaman casing pengaman sedalam 1-2 m pada posisi titik bor apabila
formasi lapisan tanah paling atas yang akan dibor merupakan lapisan formasi yang
mudah runtuh.
d. Penyetelan (setting) mesin bor beserta menara (rig), penyetelan (setting) pompa
Lumpur beserta selang-selangnya.

Gambar 2.5. Proses Pendirian rig bor


e. Penyedian air serta pengadukan Lumpur bor untuk sirkulasi pemboran.

23
2.2.3. Tahap Pemboran Awal (Pilot Hole)

Pembuatan pilot hole dimaksudkan untuk mengetahui litologi secara rinci. Pilot hole
dilakukan dengan mata bor, misalnya dengan mata bor jenis wing bit sampai kedalaman
melebihi kedalaman konstruksi sumur yang direncanakan, dengan tujuan agar sisa kedalaman
tersebut dapat berfungsi sebagai kantong-kantong yang tidak terangkat
Sistem pemboran yang diterangkan disini adalah menggunakan system bor putar (rotary
drilling) dan tekanan bawah (pull down pressure) yang dibarengi dengan sirkulasi Lumpur bor
(mud flush) kedalam lubang bor.Pemboran pilot hole adalah pekerjaan pemboran tahap awal
dengan diameter lobang kecil sampai kedalaman yang dikehendaki, diameter pilot hole
biasanya antara 4 sampai dengan 8 inchi, Selain itu juga ditentukan dengan kemampuan atau
spesifikasi mesin bor yang digunakan.
Hal-hal yang perlu diamati dalam pekerjaan pemboran pilot hole adalah :
 Kekentalan (viskositas) Lumpur bor
 Kecepatan mata bor dalam menebus formasi lapisan tanah setiap meternya
(penetrasi waktu permeter)
 Contoh gerusan (pecahan) formasi lapisan dalam setiap meternya.

Contoh (sample) pecahan formasi lapisan tanah (cutting) dimasukkan dalam plastik kecil atau
kotak sample dan masing-masing diberi nomor sesuai dengan kedalamanya. Adapun maksud
pengambilan sample cutting adalah sebagai data pendukung hasil electrical logging untuk
menentukan posisi kedalaman lapisan penyimpan air (akuifer)

2.2.4. Tahap Loging


Logging adalah metode atau teknik untuk mengkarakterisasi formasi di bawah permukaan
dengan pengukuran parameter – parameter fisis batuan dalam lubang bor, sedangkan log
adalah hasil rekaman dalam fungsi kedalaman terhadap proses logging (Serra, 1984).

Tujuan dilakukannya logging adalah untuk mengetahui karakter fisik batuan di dalam


lubang sumur secara in-situ sehingga dapat mengetahui kondisi bawah permukaan seperti
litologi, porositas, saturasi air, permeabilitas, dan kandungan serpih yang ada dalam formasi.

24
Loging dalam hal ini dalam pemboran air tanah tujuannya adalah untuk mengetahui letak
(posisi) akuifer air, tahap pekerjaan ini sebagai penentu konstruksi saringan (screen).

Umumnya well logging menggunakan pengukuran yang memanfaatkan prinsip –


prinsip fisika, seperti resistivitas, radioaktif, gelombang akustik, konduktifitas dll. Dengan
bantuan peralatan tersebutlah kegiatan eksplorasi geosaintis dapat lebih optimal. Pada
kegiatan well logging secara konvensional, maka peralatan logging akan mengukur
secepatnya setelah peralatan pengeboran tidak lagi berada didalam lubang bor. Pengukuran
tersebut biasanya dilakukan dengan sampling rate sebesar setengah feet atau 6 inchi,
walaupun untuk kasus tertentu, sampling rate tersebut bisa didetilkan lagi hingga 2.5 mm.
Electrical Loging dilakukan dengan menggunakan suatu alat, dimana alat tersebut
menggunakan konfigurasi titik tunggal dimana eletroda arus dimasukakan kedalam lubang
bor dan elektroda yang lain ditanam dipermukaan. Arus dimasukkan kedalam lubang
elektroda yng kemudian menyebar kedalam formasi disekitar lubang bor. Sebagian arus
kembali ke elektroda di permukaan dengan arus yang telah mengalami penurunan. Penurunan
inilah yang diukur.

Gambar 2.6: Konfigurasi Elektrode dalam resistivity logging

25
Gambar 2.7: Pelaksanaan Logging

B C
A

Gambar 2.8: Contoh hasil logging. A.Caliper Log. B.Natural Gamma Log. C.Neutron
Log

26
2.2.5. Tahap Pembesaran Lubang Bor (Reaming Hole)

Yang dimaksud dengan reaming adalah memperbesar lubang bor sesuai dengan diameter
konstruksi pipa casing dan saringan (screen) yang direncanakan. Hal-hal yang diamati dalam
tahap pekerjan reaming adalah sama seperti pada tahap pekerjaan pilot hole, hanya pada
pekerjaan reaming cutting (formasi lapisan tanah) tidak perlu diambil lagi. Ideal selisih
diameter lobang bor dengan pipa casing adalah 6 inchi. Hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah masuknya konstruksi pipa casing dan saringan (sreen) serta masuknya
penyetoran kerikil pembalut (gravel pack).

2.2.6. Tahap Konstruksi Sumur


Berdasarkan pada rencana konstruksi sumur dan hasil pengukuran penampang lubang
bor, maka konstruksi sumur harus dilakukan secepat mungkin setelah dilakukan pembesaran
lubang bor (reaming) dan pembersihan sumur (spulling), untuk menghindari terjadinya
runtuhan dinding lubang br yang dapat menyumbat lubang dan menjepit stang bor sehingga
mengganggu pekerjaan berikutnya.

Setelah konstruksi sumur selesai, tahapan berikutnya adalah pengisian gravel (gravel
packing), dengan mengisikan gravel (kerikil) yang berukuran 2-5 mm kedalam ruang antara
dinding lubang bor dengan dinding saringan melalui pipa penghantar dari dasar sumur
samapi kedalaman direncanakan. Bersamaan dengan pengerjaan pengisian gravel dilakukan
pemompaan lumpur (spulling) dari pompa kedalam sumur melalui ruang pipa konstruksi, tapi
harus diusahakan agar lumpur keluar melalui dinding pipa konstruksi dan dinding lubang
bor tempat beradanya gravel dengan menutup ruangan didalam pipa konstruksi. Spulling ini
bertujuan untuk membuat gradasi gravel yang dimasukkan sehingga gravel tersusun dengan
baik dan padat.

Tahap selanjutnya adalah melakukan “grouting cement”, yaitu dengan cara memasukkan
adonan semen keatas permukaan gravel (ruang antara dinding pipa konstruksi dengan
dinding lubang bor) melalui pipa penghantar. Selanjutnya pipa dicabut satu persatu sampai
semen mencapai permukaan.

Pekerjaan grouting cement dilakukan dengan maksud untuk :

27
 Menyekat air yang tidak dikehendaki (agar air permukaan tidak masuk kedalam
sumur)
 Mengikat pipa konstruksi dengan dinding lubang bor agar kondisi pipa konstruksi
kokoh dan tidak meluncur turun.

Gambar 2.9 : Tahap Grouting Cement


2.2.7. Tahap Konstruksi Pipa Casing Dan Saringan (Screen)

Gambar 2.10 : Pemasangan Casing pipa


Pada tahap ini peletakan pipa casing dan saringan (screen) harus sesuai dengan gambar
konstruksi yang telah direncanakan. Terutama peletakan konstruksi saringan (screen) harus

28
didasarkan atas hasil electrical logging dan analisa cutting. Selain itu juga didasarkan atas
kondisi hydrogeology daerah pemboran. Dari pemahaman aspek-aspek hydrogeologi
diharapkan perencanaan sumur dalam yang dihasilkan mampu memberikan sumur
pemanfatan (life time) yang maksimal dan kapasitas yang optimal dengan memperhatikan
kelestarian lingkungan didaerah sekitar pemboran. Dua hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. Pemilihan Bahan Casing
Untuk pemilihan bahan casing bergantung pada kualitas air, kedalaman sumur,
metode pengeboran dan peraturan yang berlaku.
Beberapa bahan yang digunakan dalam konstruksi sumur antara lain besi, stainless steel,
thermoplastic, fiberglass, beton dan semen asbes.
Pemilihan casing sangat tergantung dari beberapa faktor utama, yaitu :
o Kekuatan peralatan
o Ketahanan terhadap korosi
o Kemudahan pemakaian dan perawatan
o Aspek biaya
o Tipe formasi
o Metode pengeboran
o Desain Sumur
o Teknik Konstruksi
Dalam praktek lapangan ternyata casing dari besi yang sering digunakan. Sebenarnya bahan
thermoplastic lebih menguntungkan secara ekonomis, mengingat pangsa pasarnya
lebih banyak khususnya dipakai pada area yang mempunyai air tanah dengan kadar
korosinya tinggi dan kedalaman sumurnya lebih dari 1000 ft (> 350 m). Tempat dari
rangkaian casing pada lubang eliminasi membutuhkan perbaikan dengan grouting untuk
menghilangkan resiko kebocoran antara rangkaian casing.

29
Tabel 2.2. Perbandingan Bahan Casing

2.Pemilihan Diameter Casing


Pemilihan diameter casing yang tepat dari sumur sangatlah penting karena sangat
berpengaruh terhadap besar kecilnya biaya konstruksi sumur dibandingkan dengan jenis
dan tipe peralatan bor yang digunakan.
Rangkaian dari casing biasanya dimasukkan sampai kedalaman 50 ft (91,5 – 152 m)
tergantung dari kondisi geologinya. Idealnya rangkaian casing harus berada dan ditempatkan
pada lapisan lempung atau lapisan lain yang tidak bersedimen.
Dalam proses perencanaan sedapat mungkin harus memperhatikan kondisi yang akan
berpengaruh dalam pemilihan diameter casing.
Diameter casing harus dipilih secara tepat dengan dua alasan, yaitu
o Casing harus mempunyai lebar yang cukup untuk menampung debit air yang dipompa
dengan cukup bersih sehingga efisiensi operasi instalasi akan tinggi.
o Diameter casing harus cukup dan sesuai dengan pompanya

30
2.2.8. Tahap Penyetoran Kerikil Pembalut(Gravel Pack)
Pemasangan ini bertujuan untuk membuat lapisan dengan koefisien permeabilitas tinggi
di sekeliling saringan pada rongga annulus, dimana partikel-partikel halus dari akuifer yang
terbawa dapat tersaring sehingga air dapat mengalir ke dalam sumur melalui zona ini tanpa
membawa pasir dan dengan kehilangan tinggi-tekan (head loss) dapat diabaikan. Penyetoran
kerikil pembalut (gravel pack) bertujuan untuk menyaring masuknya air dari formasi lapisan
akuifer kedalam saringan (screen) dan mencegah masuknya partikel kecil seperti pasir ke
dalam lubang saringan (screen).

Bambar 2.11 :Penentuan Letak Saringan Pada Sumur Produksi

Adapun cara penyetoran kerikil pembalut (gravel pack) adalah dibarengi dengan sirkulasi
(spulling) air yang encer supaya kerikil pembalut (gravel pack) dapat tersusun dengan
sempurna pada rongga antara konstruksi pipa casing dengan dinding lubang bor.

31
Persyaratan kerikil pembalut adalah :

• Kriteria Besar Butir

Bertujuan untuk mencegah terjadinya pemompaan pasir (air mengandung pasir 0 dari
dalam sumur dan agar tidak menimbulkan kerusakan pada sumur, pompa ataupun pada
intilasi lainnya.

• Kriteria Hidrolik

Keadaan aliran pada zona kerikil pembalut harus mirip dengan aliran pada akuifer
maupun saringan. Hal ini bertujuan untuk menghindari atau memperkecil kehilangan
tinggi tekan (head loss) yang dapat mengakibatkan meningkatnya biaya operasi
pemompaan, serta untuk memelihara saringan dari kemungkinan terjadinya instruksi
atau korosi.

• Kriteria Mekanis

Merupakan criteria yang diberlakukan dengan anggapan bahwa pemboran dilakukan


dengan menggunakan lumpur/bentonite. Untuk membersihkan mud cake dari dinding
lubang bor agar akuifer dapat terbuka penuh, kegiatan pembersihan dan
penyempurnaan sumur (well development) harus dilaksanakan.

• Kriteria Kimia

Kerikil pembalut tidak harus mengandung material yang dapat larut atau
mempengaruhi kualitas air.

Penentuan interval kedalaman pemasangan kerikil pambalut, terutama didasarkan atas


kekentalan serta kondisi akuifer-akuifer yang akan disadap. Pada daerah dimana terdapat lapisan
akuifer yang mangandung asin. Interval ini akan ditutup dengan casing. Namun jika keseluruhan
akuifer yang ditembus mengandung air tawar, biasanya seluruh akuifer dibawah akuifer bebas
diisi kerikil pembalut. Sedangkan perhitungan volume kerikil pembalut tersebut didasarkan pada
anggapan bahwa diameter lubang lurus.

32
2.2.9. Tahap Pencucian Dan Pembersihan (Well Development)

Tahap pekerjaan pencucian dan pembersihan sumur dalam dilakukan dengan maksud
untuk dapat membersihkan dinding zona invasi akuifer erta kerikil pembalut dari partikel
hlus, agar seluruh bukaan pori atau celah akuifer dapat terbuka penuh sehinga ar tanah dapat
mengalir kedalam lubang saringan (screen) dengan sempurna.
Manfaat dari tahap Well Development ini adalah :

 Menghilangkan atau mengurangi penyumbatan (clogging) akuifer pada dinding


lobang bor.
 Meningkatkan porositas dan permeabilitas akuifer disekeliling sumur dalam.
 Menstabilakan formasi lapisan pasir disekeliling saringan, sehingga pemompaan
bebas dari kandungan pasir.
Berbagai metode dapat dilakukan pada well development ini seperti surging, jetting, airlifting,
backwashing dan overpumping. Pembersihan sumur dilakukan melalui beberapa tahapan seperti:
a. Pengocokan mekanis (surging)
Pengocokan mekanis dilakukan dengan menarik turunkan stang bor atau pipa.
Diantaranya stang bor atau pipa penghantar tersebut terdapat alat yang disebut
“plunger”,biasanya posisinya terletak didalam pipa jambang. Pengocokan mekanis
dilakukan berkali-kali sampai kondisi air agak jernih.

Maksud dilakukan pengocokan mekanis ini adala untuk :

 Mengeluarkan kotora yang ada didalam sumur (saat ditekan)


 Mengisap air dari akuifer kedalam sumur sehingga kondisi lumpur yang kental
menjadi encer (saat ditarik) dan kotoran-kotoran yang menempel dalam saringan
terbawa kedalam sumur.
 Membantu proses pemadatan dan gradasi gravel (saat ditarik)
b. Penyemprotan air bertekanan tinggi (water jetting)
Setelah proses pengocokan mekanis diselesaikan kemudian dimasukkan STPP
(sodium tri poly phosphat) kedalam sumur dan dibiarkan antara 12-24 jam, tujuannya
untuk melarutkan lumpur dan lempung yang masih tersisa dalam sumur. Setelah itu baru

33
dilakukan pekerjaan water jetting yaitu penyemprotan air bersih bertekanan tinggi
kedalam sumur yang diarahkan tepat pada saringan terpasang melalui pipa penghantar
dan alat penyemprot (jetting toll). Penyemprotan dilakukan secara bertahap dari saringan
ke saringan yang lainnya, kalau perlu dilakukan berkali-kali. Pekerjaan ini diakhiri
dengan “spulling” yaitu meletakkan alat penyemprot didasar konstruksi sumur sehingga
kotoran-kotoran yang keluar dari saringan yang masih mengendap didasar sumur dapat
terangkat keluar. Pekerjaan ini dihentikan setelah air sumur benar-benar bersih.

Maksud dilakukankannya pekerjaan “water jetting”adalah :

 Membantu proses gradasi dari gravel, sehingga gravel dapat tersebar merata dan
semakin padat.
 Memperbesar dan membuka lubang saringan yang masih tersumbat.
 Membersihkan kotoran-kotoran yang masih tersisa didalam sumur, saringan
maupun gravel sehingga diharapkan efesiensi sumur semakin meningkat.

c. Pengurasan sumur (over pumping)


Over pumping adalah melakukan pemompaan dengan debit maksimal dari pompa penguji
yang digunakan.

Tujuan over pumping adalah untuk :

 Membersihkan kotoran-kotoran yang tersisa didalam sumur


 Menentukan debit pompa pada saat uji pemompaan bertahap dari debit terkecil
sampai debit terbesar.
 Memperkirakan letak pompa yang aman pada saat uji pemompaan.

Biasanya pada saat dilakukan pekerjaan over pumping masih ada sedikit kotoran yang
keluar terutama pada saat-saat awal pemompaan. Over pumping dihentikan setelah
kondisi air yang keluar dinilai benar-benar bersih.

34
2.2.9. Tahap Uji Pemompaan (Pumping Test)

Gambar 2.12 :Pumping Test


Maksud dan tujuan uji pemompaan (pumping test) ini adalah untuk mengetahui kondisi
akuifer dan kapasitas jenis sumur dalam, sehingga dapat untuk memilih jenis serta kapasitas
pompa ang sesuai yang akan dipasang disumur dalam tersebut.

Data-data yang dicat dalam uji pemompaan adalah :


a. Muka air tanah awal (pizometrikawal)
b. Debit pemompaan
c. Penurunan muka air tanah selama pemompaan (draw-down)
d. Waktu sejak dimulai pemompaan
e. Kenaikan muka air tanah setelah pompa dimatikan
f. Waktu setelah pompa dimatikan

Uji pemompaan yang biasa dilakukan pada sumur bor air adalah :

d. Uji pemompaan bertahap (step draw down test)

Uji pemompaan yang dilakukan 3 step, masing-masing selama 2 jam dengan variasi
debit yang berbeda. Uji pemompaan bertahap dilakukan untuk menentukan nilai-nilai
35
karakteristik sumur. Pelaksanaannya adalah memompa air dengan debit terkecil
sampai penurunannya konstan, kemudian dilanjutkan dengan debit berikut yang lebih
besar sampai penurunannya konstan, demikian seterusnya sampai debit terbesar dan
penurunannya konstan.

Parameter-parameter yang perlu diperhatikan pada saat uji pemompaan tersebut


adalah :

 Kapasitas pompa (pk)


 Letak pompa (m)
 Posisi mulut sumur (planes) dari muka tanah (m)
 Muka air tanah sebelum dipompa/SWL (static water level)
 Besarnya debit pemompaan (l/dt)
 Muka air tanah setelah dipompa/DWL (dynamic water level) pada interval
waktu-waktu yang telah ditentukan (m)
 Pengambilan sampel air sebelum dan sesudah pemompaan
 Pengukuran sifat fisik air sebelum dipompa (warna, rasa, pH, dan bau)
 Pengamatan muka air pada sumur-sumur pengamat.

Pemompaan dilakukan sesuai dengan jumlah tahap yang telah direncanakan serta
waktu yang telah ditentukan. Setelah selesai melakukan uji pemompaan bertahap
dilakukan uji kambuh sampai muka airnya kembai ke posisi awal dengan menghitung
waktu yang dibutuhkan.

e. Uji Pemompaan Menerus (Long Term Test)

Uji pemompaan ini umumnya dilakukan selama 2x 24 jam dengan debit tetap.
Pada uji pemompaan ini dimbil sample air 3 kali, yaitu pada awal pemompaan,
pertengahan dan akhir pemompaan. Maksud dan tujuan pengambilan sample air
adalah untuk pemeriksaan (analisa) kualitas air, apakah air yang dihasilkan dari
sumur dalam tersebut memenuhi standar air minum yang diizinkan.

36
Kualitas air yang dianalisa adalah :
- PH (keasaman atau kebasaan) air tersebut.
- Kadar unsure-unsur kimia terkandung dalam air tersebut.
- Jumlah zat pada terlarut (TDS).

Uji pemompaan menerus dilakukan dengan menggunakan debit terbesar pada uji
pemompaan bertahap. Tujuan dilakukan uji pemompaan menerus adalah untuk
menentukan karakteristik akuifer. Hal-hal yang harus diperhatikan sama seperti pada
uji pemompaan bertahap, yang berbeda hanya debit pemompaan. Pada uji
pemompaan menerus debit yang digunakan konstan dan waktu pengamatan
umumnya jauh lebih lama dari pengamatan uji pemompaan bertahap.

2.2.11. Tahap Finishing

Gambar 2.13 :Pemasangan Pompa Permanen

Tahap finishing meliputi :

o Pemasangan pompa (submersible/sentrifugal) permanent, panel listrik serta instalasi


kabel -kabelnya.
o Pembuatan bak control (manhole) apabila well head posisinya dibawah level tanah,
pembuatan apron apabila well head posisinya diatas level tanah.
o Pembuatan instalasi perpipaan, asesoris serta Well Cover.
o Pembersihan dan perapihan lokasi.

37
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari makalah diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
Tahapan pemboran air tanah meliputi:
1. Tahap perencanaan lokasi
2. Tahap persiapan
3. Tahap pemboran awal (pilot hole)
4. Tahap electrical loging
5. Tahap pembesaran lubang bor (reaming hole)
6. Tahap konstruksi sumur
7. Tahap konstruksi pipa casing dan saringan (screen)
8. Tahap penyetoran kerikil pembalut (gravel pack)
9. Tahap pencucian dan pembersihan (well development)
10. Tahap uji pemompaan (pumping test)
11. Tahap finishing

3.2 Saran
Untuk lebih memahami tentang pemboran air tanah, disarankan untuk mengamati secara
langsung proses pemboran air tanah. Dengan mengamati maka dapat mengetahui secara
jelas tahapan-tahapan pemboran air tanah.

38
DAFTAR PUSTAKA
Banunaek, Noni. 2016. Eksplorasi Air Tanah, Hidrogeologi Lanjut. Kupang.

Chow, V.T. 1964. Hand Book of Applied Hydrology. Mc Graw-Hill Book Co. Inc. New York.

39

Anda mungkin juga menyukai