Anda di halaman 1dari 79

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN ANEMIA DENGAN FOKUS INTERVENSI DALAM

PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI RUANG SAFIR


RSUD Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

Proposal Studi Kasus

Diajukan untuk Memenuhi Ujian Akhir Program

Duploma lll Keperawatan Akper Kesdam VI/Tanjungpura

ELLY SANTI

NIM 11409717006

AKPER KESDAM VI/TANJUNGPURA

BANJARMASIN

2020
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN ANEMIA DENGAN FOKUS INTERVENSI
DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI RUANG SAFIR
RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN TAHUN 2020

Studi Kasus
Diajukan untuk Menempuh Ujian Akhir Program
Diploma III Keperawatan Akper Kesdam VI/Tanjungpura

ELLY SANTI
NIM 11409717006

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA


TAHUN 2020

I
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Studi Kasus oleh Elly Santi NIM 11409717006 dengan judul ”Asuhan
Keperawatan Klien Anemia Dengan Fokus Intervensi Dalam Pemenuhan
Kebutuahan Oksigenasi Di Ruang Safir RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh
Banjarmasin” telah di periksa dan disetujui untuk diujikan.

Akademi Keperawatan Kesdam VI/Tanjungpura


Pembimbing I

Hj. Tri Mawarni, S.Kep.Ns., M.Kep


NIP 19740403 2001122 002
PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertandatangan di bawah ini:


Nama mahasiswa : Elly Santi
NIM : 11409717006
Prodi : Diploma III Keperawatan
Judul KTI : Asuhan Keperawatan Klien Anemia Dengan Fokus
Intervensi Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi
Di Ruang Safir RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh
Banjarmasin.

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Proposal Studi Kasus ini merupakan


hasil karya cipta saya sendiri dan bukan flagiat, begitu pula hal yang terkait di
dalamnya baik mengenai isinya, sumber yang dikutip/dirujuk, maupun teknik di
dalam pembuatan dan penyusunan Proposal Studi Kasus ini.

Pernyataan ini akan saya pertanggung jawabkan sepenuhnya, apabila di kemudian


hari terbukti bahwa Proposal Studi Kasus ini bukan hasil karya cipta saya atau flagiat
atau jiblakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut
berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 tenteng Sistem Pendidikan Nasional Pasal 25
(2) dan Pasal 70.

Dibuat di : Banjarmasin
Pada tanggal : 17 Februari 2020
Saya yang menyatakan,

(..........................)
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

Saya yang bertandatangan di bawah ini:


Nama mahasiswa : Elly Santi
NIM : 11409717006
Prodi : Diploma III Keperawatan

Sebagai civitas akademika Akper Kesdam VI/Tpr Banjarmasin, yang turut serta
mendukung pengembangkan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada Akper Kesdam VI/Tpr Banjarmasin Hak Bebas Royalti atas karya ilmiah
saya yang berjudul :

“Asuhan Keperawatan Klien Anemia Dengan Fokus Intervensi Dalam Pemenuhan


Kebutuhan Oksigenasi Di Ruang Safir RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh
Banjarmasin”
Dengan adanya Hak Bebas Royalti ini maka, Akper Kesdam VI/Tpr Banjarmasin
mempunyai kebebasan secara penuh untuk menyimpan, melakukan editing,
mengalihkan ke format/media yang berbeda, melakukan kelolaan berupa database,
serta melakukan publikasi tugas akhir saya ini dengan pertimbangan tetap
mencantumkan nama penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta dengan
segala perangkat yang ada (bila diperlukan).

Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Banjarmasin
Pada tanggal : 17 Februari 2020
Saya yang menyatakan,

(.........................)
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Elly SANTI
NIM : 11409717006
Program Studi : Diploma lll Keperawatan
Institusi : Akper Kesadam VI / Tanjungpura Banjarmasin
Menyatakan dengan sebanar-benarnya bahwa proposal studi kasus yang saya tulis
ini adalah benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan bukan merupakan
pengambilan alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil
tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan karya tulis ilmiah ini hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Banjarmasin, 17 Februari 2020


Pembuat Pernyataan

Elly Santi
NIM. 11409717006
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan rahmat dan kasih-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Proposal Studi Kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Klien
Anemia Dengan Fokus Intervensi Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Di
Ruang Safir RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin” dapat diselesaikan
dengan baik. Proposal Studi Kasus ini dibuat sebagai salah satu syarat
menyelesaikan pendidikan program DIII Keperawatan di Akper Kesdam
VI/Tanjungpura Banjarmasin. Dalam penulisan ini, penulis mendapatkan beberapa
kesulitan dalam kemampuan penulis dan keterbatasan dalam memperoleh literatur,
namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnnya penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak H. Sumadi, Selaku Ketua Yayasan Wahana Karya Bhakti Husada
Banjarmasin;.
2. Ibu Hj. Tri Mawarni, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Direktur Akper Kesdam
VI/Tanjungpura Banjarmasin sekaligus sebagai pembimbing I dan penguji I.
3. Bapak M. Husni, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku penguji II yang telah banyak
memberikan saran dan masukan pada penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
4. Dosen – dosen pengajar beserta staf pendidikan di Akper Kesdam
VI/Tanjungpura Banjarmasin.
5. Orang tua beserta ketiga kakak saya yang paling saya sayangi yang telah
banyak memberikan dukungan moril maupun materil bagi penulis.
6. Sahabat saya Mega Riana Sari, Nanda Widya Utami, Norliyana, Rika Rikana,
Shelawati serta seluruh rekan mahasiswa(i) Akper Kesdam VI/Tanjungpura
Angkatan Ke-XVI yang telah memberikan semangat dan dorongan selama
penulisan menyelesaikan proposal studi kasus ini.
7. Semua pihak terkait yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam menyelesaikan penyusunan laporan proposal studi kasus ini
baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga proposal studi kasus ini
dapat terselesaikan dengan tepat waktu.

Semoga seluruh bantuan dan kerjasama yang diberikan semua pihak


mendapatkan ridho dan nilai amal yang sesuai dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis
menyadari banyak kekurangan dalam penulisan Proposal Studi Kasus ini, karena itu
penulis mohon arahan, saran dan kritik yang sifatnya menyempurnakan penelitian
ini.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penyusunan Proposal Studi Kasus ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Banjarmasin, 17 Februari 2020


Penulis,
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................... ii
PERNYATAAN ORISINILITAS PENELITIAN ........................................................ iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................................................ vi
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................................................... v
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vii
DAFTAR ISI............................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL..................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………………………. xii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 5
C. Tujuan Studi Kasus............................................................................ 6
1. Tujuan Umum.............................................................................. 6
2. Tujuan Khusus............................................................................ 6
D. Manfaat Penulisan.............................................................................. 7
1. Bagi pasien dan keluarga ........................................................... 7
2. Bagi perawat............................................................................... 7
3. Bagi institusi................................................................................ 8
4. Bagi peneliti................................................................................. 8
5. Bagi peneliti selanjutnya.............................................................. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 9


A. Konsep medis.................................................................................... 9
1. Definisi........................................................................................ 9
2. Anatomi Fisiologi Darah.............................................................. 10
3. Etiologi ....................................................................................... 18
4. Tanda dan Gejala........................................................................ 19
5. Klasifikasi ................................................................................... 21
6. Patofisiologi ................................................................................ 29
7. Pathway...................................................................................... 32
8. Komplikasi .................................................................................. 33
9. Pemeriksaan Diagnostik.............................................................. 33
10. Penatalaksanaan......................................................................... 34
B. Konsep prosedur / intervensi.............................................................. 35
1. Definisi........................................................................................ 35
2. Tujuan Oksigenasi....................................................................... 36
3. Metode Yang Dilakukan Pada Pasien Anemia............................ 36
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Oksigenasi............................ 38
5. Standar Operasional Prosedur (SOP) Tindakan ......................... 40
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.................................................. 43
1. Pengkajian................................................................................... 43
2. Diagnosa Keperawatan.............................................................. 45
3. Intervensi keperawatan............................................................... 46
4. Implementasi keperawatan.......................................................... 49
5. Evaluasi keperawatan................................................................. 49
6. Dokumentasi keperawatan.......................................................... 50

BAB III METODE STUDI KASUS............................................................................ 51


A. Rancangan Studi Kasus..................................................................... 51
B. Subjek Studi Kasus............................................................................ 52
C. Fokus Studi ....................................................................................... 53
D. Batasan Istilah (Definisi Operasional)................................................. 53
E. Instrumen Studi Kasus....................................................................... 53
F. Pengumpulan Data............................................................................. 54
G. Tempat dan Waktu Pelaksanaan....................................................... 58
H. Penyajian Data................................................................................... 59
I. Etika Studi Kasus............................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Distribusi 10 Penyakit Terbanyak di Ruang Safir Tahun 2017......... 3
Tabel 1.2 Distribusi 10 Penyakit Terbanyak di Ruang Safir Tahun 2018......... 3
Tabel 1.3 Distribusi 10 Penyakit Terbanyak di Ruang Safir Tahun 2019......... 4
Tabel 2.1 Batasan Umum Anemia................................................................... 10
Tabel 2.2 Klsifikasi Derajat Anemia................................................................. 10
Tabel 2.3 SOP Memberikan Posisi Semi Fowler………………………………... 40
Tabel 2.4 SOP Pemberian Oksigen Nasal Kanul……………………………….. 42
Tabel 2.5 Intervensi Diagnosa 1…………………………………………………... 48
Tabel 2.6 Intervensi Diagnosa 2…………………………………………………... 49
Tabel 2.7 Intervensi Diagnosa 3…………………………………………………... 50
Tabel 2.8 Intervensi Diagnosa 4…………………………………………………... 50
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi Darah................................................................... 11
Gambar 2.2 Anatomi Fisiologi Anemia................................................................ 31
Gambar 2.3 Posisi Semi Fowler……………………………………………………… 37
Gambar 2.4 Indikasi Nasal Kanul……………………………………………………. 38
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat balasan penelitian di RSUD DR. H. Moch. Ansari Saleh


Banjarmasin Tahun 2020
Lampiran 2 Lembar data 10 kasus penyakit terbanyak selama 3 tahun terakhir
di ruang rawat inap dan ruang safir RSUD DR. H. Moch. Ansari
Saleh Banjarmasin
Lampiran 3 Lembar Konsultasi pembimbing
Lampiran 4 SOP Memberikan Posisi Semi Fowler
Lampiran 5 SOP Pemberian Oksigen Nasal Kanul
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan medikal bedah (KMB) merupakan area yang berfokus

pada pasien dengan kasus medikal dan kasus bedah baik kondisi penyakit

akut maupun kronis, menular maupun tidak menular. Salah satu indikasi

yang banyak di temui di ruangan adalah pasien yang mepunyai penyakit

tidak menular seperti Anemia (Khumaidi 2017, hal 124).

Anemia merupakan kelainan hematologi yang sangat sering di jumpai

baik di klinik maupun di masyarakat, yaitu masa eritrosit dan/atau masa

hemoglobin (Hb) yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk

menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara labolatorik dijabarkan

sebagai kejadian penurunan di bawah normal kadar hemoglobin, hitung

eritrosit dan hematokrit. Biasanya anemia di tandai dengan kadar hemoglobin

kurang dari 13,5% g/dl pada laki-laki dewasa dan kurang dari 11,5% g/dl

pada wanita dewasa (E-jurnal Medika, Vol. 8 No.1 Januari, 2019).

Faktor-faktor penyebab anemia adalah status gizi yang di pengaruhi

oleh pola makanan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan dan status

kesehatan. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan perfusi

jaringan atau hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak.

Sehingga terjadi kekurangan kadar Hb dalam darah yang menimbulkan

gejala lesu, lemah, letih, lelah, cepat lupa, syok, pusing, pucat, telinga

1
2

berdengung dan mata berkunang-kunang. Sehingga dapat menurunkan

prestasi belajar, olahraga, aktivitas dan produktifitas kerja. Selain itu akan

menurunkan daya tahan tubuh dan mengakibatkan mudah terkena infeksi

(Notoatmodjo 2018 hal 80).

Anemia menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya,

penderita akan mudah terkena infeksi, gampang batuk pilek, gampang flu,

sesak nafas dan jantung juga menjadi gampang lelah yang menimbulkan

gejala 5L yakni lemah, letih, lesu, lelah, dan lalai dalam melakukan aktivitas

sehari-hari (Notoatmodjo 2018 hal 81).

Anemia merupakan penyebab terjadinya kecacatan kedua tertinggi di

dunia dan termasuk masalah kesehatan masyarakat yang serius di seluruh

dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2013, prevelensi

anemia dunia berkisar 40-88%. Penduduk dunia yang mengalami anemia

berjumlah sekitar 30% atau 2,20 miliar orang dengan sebagian besar

diantaranya tinggal di daerah tropis. Prevalensi anemia secara global sekitar

51%.

Jumlah penderita anemia di Indonesia mencapai 21,7% menurut

Kemenkes RI tahun 2013. Angka prevalensi anemia di Indonesia pada

perempuan relative lebih tinggi (23,90%) di banding laki-laki (18,40%).

Remaja wanita sebesar 26,50%, pada wanita usia subur sebesar 26,9%,

pada ibu hamil sebesar 40,1%, dan pada balita sebesar 47,0%. (E-jurnal

Medika, Vol. 2 No.6 Mei, 2017).


3

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan

pada tahun 2018 di ketahui kejadian anemia sebanyak 1494 kasus dan yang

tertinggi di Kabupaten Banjar dengan jumlah 63,3% Anemia.

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Di ruang safir RSUD Dr. H.

MOCH Ansari Saleh Banjarmasin pada tahun 2019 kejadian Anemia di

dapatkan 10 daftar penyakit terbanyak dari tahun 2017 sampai dengan 2019

sebagai berikut :

Tabel 1.1 Distribusi 10 penyakit terbanyak di Ruang Safir RSUD Dr. H. Moch.
Ansari Saleh Banjarmasin tahun 2017

No Nama peyakit Jumlah


1 Diabetes Melitus Non-dependen InsulinTanpa Komplikasi 120
2 DM non-dependen insulin dengan komplikasi sirkulasi perifer 117
(gangrene diabetik)
3 CHF / Congestive Heart Failure 104
4 Diare 85
5 Anemia, unspecified 71
6 Demam berdarah dengue (DHF) 56
7 Melaena 43
8 Hipertensi Esensial (primer) 40
9 Sirosis Hati lainnya dan tidak terspesifikasi 37
10 Dyspepsia 35
Jumlah 708
Sumber : Rekam medic Ruang Safir RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin tahun
2017

Tabel 1.2 Distribusi 10 penyakit terbanyak di Ruang Safir RSUD Dr. H. Moch.
Ansari Saleh Banjarmasin tahun 2018

No Nama peyakit Jumlah


1 Demam berdarah dengue (DHF) 174
2 Diabetes Melitus Non-dependen InsulinTanpa Komplikasi 139
3 Anemia, unspecified 103
4 Diare 96
5 DM non-dependen insulin dengan komplikasi sirkulasi perifer 83
(gangrene diabetik)
6 CHF/Congestive Heart Failure 79
7 Demam dengue (dengue klasik) 63
8 Tuberculosis Of Lung, Wihout Mention Of Bacteriological Of 48
Histological
9 Pneumonia 34
10 Dyspepsia 33
Jumlah 852
4

Sumber : Rekam medic Ruang Safir RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin tahun
2018

Tabel 1.3 Distribusi 10 penyakit terbanyak di Ruang Safir RSUD Dr. H. Moch.
Ansari Saleh Banjarmasin tahun 2019

No Nama peyakit Jumlah


1 DM non-dependen insulin dengan komplikasi sirkulasi perifer 134
(gangrene diabetik)
2 Demam berdarah dengue (DHF) 126
3 Diabetes Melitus Non-dependen InsulinTanpa Komplikasi 115
4 Anemia, unspecified 102
5 Diare 99
6 Demam dengue (dengue klasik) 96
7 CHF/Congestive Heart Failure 51
8 Asma B/ Asthma 43
9 Tuberculosis Of Lung, Wihout Mention Of Bacteriological Of 39
Histological
10 Septicaemia / Sepsis 37
Jumlah 842
Sumber : Rekam medic Ruang Safir RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin tahun
2019

Dari data di atas diketahui bahwa pada tahun 2017 sampai dengan

2019 klien dengan Anemia termasuk dalam kategori 10 penyakit terbanyak.

Diamana pada tahun 2019 Anemia menempati peringkat 4 dengan jumlah

102 kasus.

Menurut Roymond H. Simamora, dkk, 2017, perawat memiliki peran

penting dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan klien baik dalam

keadaan sehat maupun sakit sampai ke taraf optimal melalui pendekatan

yang sistematis untuk mengenal dan membantu dalam proses penyembuhan

penyakit anemia secara sistematis dan menyeluruh yang pada akhirnya

mengarah pada perawatan untuk pemenuhan oksigenasi.

Tindakan perawat dalam pemenuhan oksigenasi pada pasien Anemia

adalah mengkaji keadaan umum pasien yang bertujuan untuk memenuhi

kebutuhannya. Pengkajian menjadi hal penting dalam menentukan intervensi

dan implementasi keperawatan secara terpat. (Adriani & Wijatmadi, 2018).


5

Pemenuhan Oksigenasi pada pasien Anemia bertujuan untuk

membantu pasien dalam pemenuhan sirkulasi darah yang mengangkut

oksigen di dalam tubuh untuk aktivitas sehari-hari pasien seperti makan,

berpakaian, mandi, toileting, dan berpindah. Selain itu, peran perawat juga

memiliki peran untuk membantu pasien dalam beraktivitas dan mengatur

aktivitas sehari-hari pasien. (E-jurnal Medika Vol 2, No 2, Agustus 2018).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di

ruang Safir RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin pada bulan

Januari sampai dengan Desember 2019 jumlah pasien di ruang Safir yang

menderita Anemia sebanyak 102 orang. Pelaksanaan dalam pemenuhan

Oksigenasi sudah dilakukan namun masih ada beberapa pemenuhan

Oksigenasi yang belum maksimal di berikan oleh perawat.

Oleh karena itu berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik

untuk melakukan studi kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan klien

Anemia dengan Fokus Intervensi dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi

di ruang Safir RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dibuat rumusan

masalah sebagai berikut : ”Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Klien

Anemia dengan Fokus Intervensi dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi

di ruang Safir RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin?”.


6

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Melakukan asuhan keperawatan anemia dengan dengan Fokus Intervensi

dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi di ruang Safir RSUD Dr. H.

Moch. Ansari Saleh Banjarmasin.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian asuhan keperawatan dengan fokus utama

pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien anemia

b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada asuhan keperawatan

dengan fokus intervensi dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi

pada pasien anemia

c. Menentukan intervensi keperawatan pada asuhan keperawatan

dengan fokus intervensi dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi

pada pasien anemia

d. Melaksanakan implementasi keperawatan pada asuhan keperawatan

dengan fokus intervensi dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi

pada pasien anemia

e. Melakukan evaluasi keperawatan pada asuhan keperawatan dengan

fokus intervensi dalam pemenuhan kebutuhan pada pasien anemia

f. Melakukan pendokumentasian keperawatan pada asuhan

keperawatan dengan fokus intervensi dalam pemenuhan kebutuhan

oksigenasi pada pasien anemia.


7

D. Manfaat Penulisan

Dalam penulisan laporan Asuhan Keperawatan pada klien Anemia

dengan fokus intervensi dalam pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi, di

harapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Hasil penulisan ini di harapkan dapat menjadi masukan sumbangan

pemikiran dan sebagai bahan perbandingan dlam Ilmu keperawatan,

khususnya sebagai khasanah keputusan dalam memberikan Asuhan

Keperawatan pada pasien Anemia dengan fokus intervensi dalam

pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi.

2. Secara Praktisi, meliputi :

a. Bagi pasien dan keluarga

Dapat dijadikan salah satu upaya dalam pemenuhan kebutuhan

oksigenasi di ruang safir.

b. Bagi perawat

Dapat memberikan masukan bagi pengembangan profesi keperawatan,

baik pada masa pendidikan maupun di tempat pelayanan kesehatan,

dan sebagai masukan untuk menambah bahan informasi, dan

keterampilan bagi profesi keperawatan dalam memberikan asuhan

keperawatan yang optimal terutama pada klien yang menderita anemia.

Sehingga perawat mampu mengaplikasikan tindakan keperawatan

dalam memberikan asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan

oksigenasi.
8

c. Bagi institusi

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk pengembangan

intervensi keperawatan khususnya dalam pemenuhan pemenuhan

kebutuhan oksigenasi di ruang safir.

d. Bagi peneliti

Sebagai pengembangan kemampuan peneliti dalam melaksanakan

asuhan keperawatan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi

peneliti dalam penerapan asuhan keperawatan pada anemia dengan

pemenuhan pemenuhan kebutuhan oksigenasi.

e. Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya di bidang keperawatan dan

dapat menjadi sumber rujukan dalam pembuatan ataupun

pengaplikasian asuhan keperawatan anemia dengan pemenuhan

pemenuhan kebutuhan oksigenasi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis

1. Definisi

Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan

kadar hemoglobin (Hb) atau hematokrit (Ht) dibawah normal. Anemia

menunjukkan suatu status penyakit atau perubahan fungsi tubuh

(Smeltzer, 2017). Anemia merupakan keadaan dimanamasa eritrosit dan

masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk

menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratoris, anemia di

jabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin serta hitung eritrosit dan

hematoktit di bawah normal (Handayani & Andi, 2018 hal : 154).

Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah dan kadar

hemoglobin (HB) atau hematokrit (HT) di bawah normal, anemia

menunjukkan suatu status penyakit atau perubahan fungsi tubuh.

Beberapa menyebabkan ketidakadekuatan pembentukan sel-sel darah

merah (eritropoiesis), sel darah merah prematur atau penghancuran sel

darah merah yang berlebihan (hemolisis), kehilangan darah (penyebab

paling umum), faktor lain nya yaitu defisiensi zat besi dan nutrien, faktor-

faktor hereditas, dan penyakit kronis. Anemia merupakan kondisi dimana

berkurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa

hemoglobin sehigga tidak mampu memenuhi fungsiya sebagai pembawa

9
oksigen keseluruh jaringan. (Taqiyyah Bararah, & Mohammad Jauhar,

2018 hal : 149).

10
11

Batasan umum seorang di katakana anemia dapat menggunakan

kriteria WHO pada tahun 2017, dengan kriteria hasil sebagai berikut

(Handayani & Andi, 2018 hal : 155) :

Table 2.1 Batasan Umum Anemia


No Jenis Kelamin Nilai Normal
1 Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dl
2 Perempuan dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dl
3 Perempuan dewasa hamil Hb < 11 gr/dl
4 Anak usia 6-14 tahun Hb < 12 gr/dl
5 Anak usia 6 bulan – 6 tahun Hb < 11 gr/dl

Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada

umumnya dinyatakan anemia bila terdapat nilai sebagai berikut

(Handayani & Andi, 2018) :

a. Hb < 10 gr/dl

b. Hematokrit < 30%

c. Eritrosit < 2,8 juta mm²

Derajat anemia di tentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia yang

umum di pakai adalah (Handayani & Andi, 2018) :

Table 2.2 Klasifikasi Derajat Anemia


No Derajat Anemia Nilai Normal
1 Ringan sekali Hb 10 gr/dL – 13 gr/dl
2 Ringan Hb 8 gr/dL – 9,9 gr/dl
3 Sedang Hb 6 gr/dL – 7,9 gr/dl
4 Berat Hb < 6 gr/dl

2. Anatomi Fisiologi Darah

Menurut Rusbandi Sarpini (2018 : 85) Darah adalah cairan tubuh

yang terdiri dari plasma dan sel atau struktur seperti sel. Berikut beberapa

gambar anatomi fisiologi darah :


12

Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi Darah

Sumber : http//www.Finaanjasani.com

Dalam tubuh orang dewasa, volumenya sekitar 5-6 liter atau 7% dari

berat badan. Plasma meliputi 53-57% dari seluruh volume darah, terdiri

dari 90% air, 7-9% protein, 0,1% glukosa, 1% bahan anorganik. Bahan

protein dibagi dalam 3 jenis yaitu albumin (mengatur tekanan osmotik

dalam darah serta mengatur volume air dalam darah), globulin

(berhubungan dengan fungsi antibodi / kekebalan tubuh), dan fibrinogen

(protein yang penting dalam pembekuan darah).

Menurut Rusbandi Sarpini (2018 : 85) fungsi darah sebagai berikut :

a. Transport internal

Darah membawa berbagai macam substansi untuk fungsi metabolisme.

1) Respirasi

Gas oksigen dan karbondioksida dibawa oleh hemoglobin dalam

sel darah merah dan plasma, kemudian terjadi pertukaran gas di

paru-paru.
13

2) Nutrisi

Nutrisi/zat gizi diabsorbsi dari usus, kemudian dibawa dalam

plasma kehati dan jaringan – jaringan lain yang digunakan untuk

metabolisme.

3) Sekresi

Hasil metabolisme di bawa plasma ke dunia luar melalui ginjal.

Mempertahankan air, elektrolit dan keseimbangan asam basa dan

juga berperan dalam hemoestasis. Regulasi metabolisme, hormon

dan enzim atau keduanya mempunyai efek dalam aktivitas

metabolisme sel, dibawa dalam plasma.

b. Proteksi tubuh terhadap bahaya mikroorganisme, yang merupakan

fungsi dari sel darah putih.

c. Proteksi terhadap cedera dan perdarahan

Proteksi terhadap respon peradangan lokal terhadap cedera jaringan.

Pencegahan perdarahan merupakan fungsi dari trombosit karena

adanya faktor pembekuaan, fibrinolitik yang ada dalam plasma.

d. Mempertahankan temperatur tubuh

Darah membawa panas dan bersirkulasi keseluruh tubuh. Hasil

metabolisme juga menghasilkan energi dalam bentuk panas. Sel

darah meliputi 43-47% dari seluruh volume darah. Dikenal ada 3 jenis

sel darah yaitu eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih)

dan trombosit (platelet).

1) Eritrosit
14

Sel darah merah merupakan sel terbanyak, yaitu sekitar 5

juta / mm3 darah. Bentuknya dalam sirkulasi darah berbentuk

biconcave (cekung pada kedua sisinya), tidak mempunyai inti

sel. Inti sel darah merah ini menghilangkan saat lahir sebagai

suatu proses pematangan sel yang terjadi di sumsum tulang

merah. Oksigen dan CO2 dalam sel darah merah ini terikat pada

hemoglobin (Hb) yang terdapat dalam sel darah merah. Pada

laki-laki dewasa setiap 100 ml darah mengandung 14-16 gr

hemoglobin. Fungsi sel darah merah yaitu mengangkut O2 ke

jaringan /organ tubuh dan membawa kembali CO2 dari jaringan

ke paru-paru untuk dikeluarkan lewat pernafasan.

Eritrosit di produksi oleh sumsum tulang merah. Dalam

sehari di produksi sekitar 3,5 juta sel/kg berat badan. Sel darah

merah ini bertahan dan berfungsi sekitar 90-120 hari. Zat besi

merupakan unsur utama pembentukan hemoglobin. Pada tubuh

orang dewasa kira-kira mengandung 50 mg besi per 100 ml

darah. Total kebutuhan zat besi kira-kira antara 2–6 gr,

tergantung berat badan dan kadar Hb nya.

Sel darah merah (eritrosit) merupakan cairan bikonkaf

dengan diameter sekitar 7 mikron. Bikonkavitas memungkinkan

gerakan oksigen masuk dan keluar sel secara cepat dengan jarak

yang pendek antara membran dan inti sel. Warnanya kuning

kemerah-merahan, karena didalamnya mengandung suatu zat

yang disebut hemoglobin. Komponen eritrosit adalah sebagai

berikut :
15

a) Membran eritrosit

b) Hemoglobin, komponennya terdiri atas : heme yang

merupakan gabungan protoporfirin dengan besi, sedangkan

globin bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2

rantai beta.

Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap sel

darah merah. Hemoglobin berfungsi untk mengikat oksigen, satu

gram hemoglobin akan bergabung dengan 1,34 ml oksigen.

Oksihemoglobin merupakan hemoglobin yang

erkombinasi/berikatan dengan oksigen. Tugas akhir hemoglobin

adalah menyerap karbondioksida dan ion hidrogen serta

membawanya ke paru tempat zat-zat tersebut dilepaskan dari

hemoglobin.

Produksi sel darah merah (eritropoesis) dalam keadaan

normal, eritropoesis pada orang dewasa terutama terjadi di dalam

sumsum tulang, dimana sistem eritrosit menempati 20%-30%

bagian jaringan sumsum tulang yang aktif membentuk sel darah

merah. Sel eritrosit berinti berasal dari sel induk multipotensial

dalam sumsum tulang. Sel induk multipotensial ini mampu

berdiferensiasi menjadi sel darah merah sistem eritrosit, mieloid,

dan megakariosibila yang dirangsang oleh eritropoeitin. Sel induk

multiponsial tidak mampu berdiferensial menjadi sel induk

unipotensil. Sel induk unipotensial tidak mampu berdiferensiasi

lebih lanjut, sehingga sel induk unipotensial seri eritrosit hanya

akan berdiferensiasi menjadi sel pronormoblas akan membentuk


16

DNA yang diperlukan untuk tiga sampai dengan empat kali fase

mitosis. Melalui empat kali mitosis dari tiap sel pronormoblas

akan terbentuk 16 eritrosit. Eritrosit matang kemudian dilepaskan

dalam sirkulasi. Pada produksi eritrosit normal sumsum tulang

memerlukan besi, vitamin B12, asam folat, piridoksin (vitamin

B6), kobal, asam amino, dan tembaga.

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa perubahan

morfologi sel yang terjadi selama proses diferensiasi sel

pronormoblas sampai eritrosit matang dapat dikelompokan

kedalam 3 kelompok, yaitu sebagai berikut :

1) Ukuran sel semakin kecil akibat mengecilnya inti sel.

2) Inti sel menjadi makin padat dan akhirnya dikeluarkan pada

tingkatan eritroblas asidosis.

3) Dalam sitoplasma dibentuk hemoglobin yang di ikuti dengan

hilangnya RNA dari dalam sitoplasma sel.

Jumlah normal eritosit pada dewasa kira-kira 11,5-15 gram

dalam 100cc dara. Normal Hb wanitab11,5 mg% dan Hb laki-

lakin13,0 mg%. Sifat-sifat sel darah merah biasanya digambarkan

berdasarkan ukuran dan jumlah hemoglobin yang terdapat di

dalam sel seperti berikut :

a) Normositik : sel yang ukurannya normal

b) Normokromik : sel dengan jumlah hemoglobin yang normal

c) Mikrositik : sel yang ukurannya terlalu kecil.

d) Makrositik : sel yang ukurannya terlalu besar.

e) Hipokromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu sedikit.


17

f) Hiperkromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu banyak.

Dalam keadaan normal, bentuk sel darah merah dapat

berubah-ubah, sifat ini memugkinkan sel tersebut masuk ke

mikrosirkulasi kapiler tanpa kerusakan. Apabila sel darah merah

sulit berubah bentuknya (kaku), maka sel tersebut tidak dapat

bertahan selama peredarannya dalam sirkulasi.

Sel darah merah memiliki bermacam-macam antigen spesifik

yang terdapat di membarn selnya dan tidak ditemukan disel lain.

Antigen-antigen itu adalah A, B, O, dan Rh. Antigen A, B, dan O

seseorang memiliki dua alel (gen) yang masing-masing mengode

antigen A atau B tidak memiliki keduanya yang di beri nama O.

Antigen A dan B bersifat ko-dominan, orang yang memiliki

antigen A dan B akan memiliki golongan darah AB, sedangkan

orang yang memiliki dua antigen A (AA) atau satu A dan O (AO)

akan memiliki darah A. Orang yang memiliki dua antigen B (BB)

atau satu B dan satu O (BO) akan memiliki kedua antigen (OO)

akan memiliki darah O. Sedangkan antigen Rh merupakan

kelompok antigen utama lainnya pada sel darah merah yang juga

diwariskan sebagai gen-gen dari masing-masing orangtua.

Antigen Rh (Rh+) sedangkan orang yang tidak memiliki antigen

Rh dianggap Rh negarif (Rh-).

Pengahncuran sel darah merah terjadi karena proses

penuaan (senescence) dan proses patologis (hemolisi). Hemolisis

yang terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan terurainya


18

komponen-komponen hemoglobin menjadi dua kelompok sebagai

berikut :

a) Komponen protein, yaitu globin yang akan dikembalikan ke

pool protein dan dapat digunakan kembali.

b) Komponen heme akan dipecah menjadi dua, yaitu besi yang

akan dikembalikan ke pool besi dan digunkan ulang, dan

bilirubin yang akan di ekskresikan melalui hati dan empedu.

2) Leukosit

Dalam keadaan normal jumlah sel darah putih ini sekitar

5000 – 9000 / mm3 . Ada beberapa tipe sel darah putih, masing–

masing mempunyai karakteristik sendiri – sendiri mengenai

ukuran, bentukan dan warnanya.

a) Neutrophil, meningkat pada infeksi kuman.

b) Eosinophil, meningkat pada infeksi cacing, flu atau alergi.

Berfung sisebagai detoktifikasi protein asing masuk ketubuh

c) Basophil, susah dilihat karena banyak mengandung granule

pada sitoplasma.

d) Lymphocyte, meningkat pada infeksi virus. Berfungsi sebagai

kekebalan tubuh (antibody).

e) Monocyte, sel darah putih terbesar.

Fungsi utama sel darah putih ini melindungi tubuh terhadap

mikroorganisme (kuman) dengan makrofagosit (menyerang)

kuman yang masuk, mengatasi inflamasi dan immunitas. Masa

aktif sel darah putih ini kira-kira 12 jam.


19

3) Trombosit (platelet)

Merupakan sel darah pling kecil, jumlah sel ini sekitar

250.000 / mm3. Fungsinya berkaitan dengan pembekuan darah

dan hemostasis (menghentikan perdarahan). Sel darah ini berisi

beberapa faktor pembeku darah, bila jumlah nya hanya sedikit

dapat menyebabkan pendarahan. Masa hidup trombosit sekitar

10 hari (Tarwoto, 2018 : 19).

3. Etiologi

Menurut Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, 2018 : 35 penyebab anemia

yaitu :

a. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)

b. Perdarahan

c. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)

d. Defesiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defesiensi besi, folic

acid, piridoksin, vitamin C dan kopper.

Menurut Badan POM (2017), Penyebab anemia yaitu :

a. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin

B12, asam folat, vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk

pembentukan sel darah merah.

b. Darah menstruasi yang berlebihan, wanita yang sedang menstruasi

rawan terkena anemia karena kekurangan zat besi bila darah

menstruasinya banyak dan dia tidak memiliki cukup persediaan zat

besi.
20

c. Kehamilan, wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin

menyerap zat besi dan vitamin untuk pertumbuhannya.

d. Penyakit tertentu, penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-

menerus di saluran pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu

dapat menyebabkan anemia.

e. Obat-obatan tertentu, beberapa jenis obat dapat menyebabkan

perdarahan lambung (aspirin, anti infl amasi, dll). Obat lainnya dapat

menyebabkan masalah dalam penyerapan zat besi dan vitamin

(antasid, pil KB, antiarthritis, dll).

f. Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini

dapat menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi

dan vitamin B12.

g. Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal,

masalah pada kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit

lainnya dapat menyebabkan anemia karena mempengaruhi proses

pembentukan sel darah merah.

h. Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang,

malaria, atau disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang

parah.

4. Tanda dan Gejala

Menurut Nanda, Nic, Noc 2018 tanda dan gejala anemia yaitu :

a. Manifestasi klinis yang sering muncul

1) Pusing
21

2) Mata berkunang – kunang

3) Lesu

4) Sesak nafas

5) Aktivitas kurang

6) Rasa mengantuk

7) Susah konsentrasi

8) Cepat Lelah

9) Prestasi kerja fisik/pikiran menurun

10) Anoreksia

11) Sakit kepala

12) Demam

b. Gejala khas masing – masing anemia :

1) Perdarahan berulang/ kronik pada anemia pasca perdarahan,

anemia defisiensi besi.

2) Ikterus, urin berwarna kuning tua/coklat, perut makin buncit pada

anemia hemolitik.

3) Mudah terinfeksi anemia aplastik dan anemia karena keganasan.

c. Pemeriksaan fisik

1) Tanda – tanda anemia umum : Pucat, takikardi, pulsus celer, suara

pembuluh darah, spontan, bising karotis, bising sistolik anorganik,

perbesaran jantung.

2) Manifestasi khusus pada anemia :

a) Defisiensi besi : Spoon nail, glossitis

b) Defisiensi B12 : Paresis, ulkus di tungkai

c) Hemolitik : Ikterus, spelenomegali


22

5. Klasifikasi

a. Anemia Defesiensi Besi

Anemia defesiensi zat besi (ADB) adalah anemia yang timbul

akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga

penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya

pembentukkan hemoglobin (Hb) berkurang. Anemia karena

kekurangan zat besi adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah

merah atau hemoglobin (protein pengangkut oksigen) dalam sel darah

berada di bawah normal, yang disebabkan karena kekurangan zat besi.

Beberapa zat gizi diperlukan dalam pembentukkan sel darah merah,

yang paling penting adalah zat besi, vitamin B12, dan asam folat, tetapi

tubuh juga memerlukan sejumlah kecil vitamin C, riboflavin dan

tembaga serta keseimbangan hormon, terutama eritropoietin (hormone

yang merangsang pembentukkan sel darah merah). (Bakta, I.M., 2017).

Secara morfologis, keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia

mikrositik hipokromik dengan penurunan kuantitatif sintesis

hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di

dunia dan terutama sering dijumpai pada perempuan usia subur,

disebabkan oleh kehilangan darah sewaktu menstruasi dan

peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan. Penyebab-penyebab

lain defisiensi besi adalah :


23

1) Asupan besi yang tidak cukup, misal, pada bayi-bayi yang hanya

diberi diet susu saja selama 12-24 bulan dan pada individu-individu

tertentu yang vegetarian ketat

2) Gangguan absorpsi setelah gastrektomi

3) Kehilangan darah menetap, seperti pada perdarahan saluran cerna

lambat akibat polip, neoplasma, gastritis, varises esofagus, ingesti

aspirin, dan hemoroid.

Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata

mengandung 4 sampai 5 g besi, bergantung pada jenis kelamin dan

ukuran tubuhnya. Lebih dari dua pertiga besi terdapat di dalam

hemoglobin. Besi dilepas dengan semakin tua serta matinya sel dan

diangkut melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk

eritropoesis. Dengan pengecualian mioglobin (otot) dan enzim-enzim

heme dalam jumlah yang sangat sedikit, sisa zat besi disimpan di

dalam hati, limpa, dan dalam sumsum tulang sebagai feritin dan

hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.

Selain tanda-tanda dan gejala-gejala yang terjadi pada anemia,

individu dengan defisiensi besi yang berat memilik rambut yang rapuh

dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan mungkin berbentuk

sendok (koilonikia). Selain itu, atrofi papila lidah mengakibatkan lidah

tampak pucat, licin, mengkilat, berwarna merah-daging, dan meradang

serta sakit. Dapat juga terjadi stomatitis angularis, pecah-pecah disertai

kemerahan dan nyeri di sudut mulut.

Untuk mengobati defisiensi besi, penyebab mendasar anemia

harus diidentifikasi dan dihilangkan. Intervensi pembedahan mungkin


24

diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif akibat polip, ulkus,

keganasan, dan hemoroid; perubahan diet dapat diperlukan untuk bayi-

bayi yang hanya diberi susu atau individu dengan idiosinkrasi makanan

atau yang menggunakan aspirin dalam dosis besar. Walaupun

modifikasi diet dapat meningkatan besi yang tersedia, suplementasi

besi diperluan untuk meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan

cadangan besi. Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak

nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya.

b. Anemia Aplastik

Anemia aplastik disebabkan oleh penurunan sel prekursor

dalam sumsum tulang dan penggantian sumsum tulang dengan lemak.

Dapat terjadi secara kongenital, idiopatik (penyebabnya tidak

diketahui), atau sekunder akibat penyebab-penyebab industri atau

virus. Individu dengan anemia aplastik mengalami pansitopenia

(kekurangan semua jenis sel-sel darah). Secara morfologis, sel darah

merah terlihat normokromik, jumlah retikulosit rendah atau tidak ada,

dan biopsi sumsum tulang menunjukkan keadaan yang disebut “pungsi

kering” dengan hipoplasia nyata dan penggantian dengan jaringan

lemak. Pada sumsum tulang tidak dijumpai sel-sel abnormal. Anemia

aplastik idiopatik diyakini dimediasi secara imunologis, dengan T

limfosit pasien menekan sel-sel induk hematopoietik.

Penyebab-penyebab sekunder anemia aplastik (sementara atau

permanen) meliputi berikut ini:

1) Lupus eritematosus sistemik yang berbasis autoimun

2) Agen antineoplastik atau sitotoksik


25

3) Terapi radiasi

4) Antibiotik tertentu

5) Berbagai obat seperti antikonvulsan, oat-obat tiroid, senyawa

emas, dan fenilbutazon

6) Zat-zat kimia seperti benzen, pelarut organik, dan insektisida (agen

yang diyakini merusak sumsum tulang secara langsung)

7) Penyakit-penyakit virus seperti mononukleosis infeksiosa dan

human immunodeficiency virus (HIV); anemia aplastik setelah

hepatitis virus terutama berat dan cenderung fatal.

Kompleks gejala anemia aplastik disebabkan oleh derajat

pansitopenia. Tanda-tanda dan gejala-gejala meliputi anemia, disertahi

kelelahan, kelemahan, dan napas pendek saat latihan fisik. Tanda-

tanda dan gejala-gejala lain diakibatkan oleh defisiensi trombosit dan

sel-sel darah putih. Defisiensi trombosit dapat menyebabkan :

Ekimosis dan petekie (perdarahan di dalam kulit)

1) Epistaksis (perdarahan hidung)

2) Perdarahan saluran cerna

3) Perdarahan saluran kemih dan kelamin

4) Perdarahan siste saraf pusat.

Defisiensi sel darah putih meningkatkan kerentanan dan

keparahan infeksi, termasuk infeksi bakteri, virus, dan jamur.

Aplasia berat disertai penurunan (kurang dari 1%) atau tidak

adanya retikulosit, jumlah granulosit kurang dari 500/mm3 dan jumlah

trombosit kurang dari 20.000 menyebabkan kematian akibat infeksi


26

dan/atau perdarahan dalam beberapa minggu atau beberapa bulan.

Sepsis merupakan penyebab tersering kematian.

Fokus utama pengobatan adalah perawatan suportif sampai

penyembuhan sumsum tulang. Karena infeksi dan perdarahan

merupakan penyebab utama kematian, maka pencegahan merupakan

hal yang penting. Faktor-faktor pertumbuhan seperti G-CSF dapat

digunakan untuk meningkatkan jumlah neutrofil dan mencegah atau

meminimalkan infeksi. Tindakan pencegahan sebaiknya meliputi

lingkungan yang dilindungi dan higiene keseluruhan yang baik. Pada

perdarahan atau infeksi, penggunaan yang bijaksana terapi komponen

darah (sel-sel darah merah dan trombosit) serta antibotik menjadi

penting.

Pada individu muda dengan anemia aplastik berat yang

sekunder akibat kerusakan sel induk, diindikasikan untuk melakukan

transplantasi sel induk alogenik dengan donor yang cocok (saudara

kandung dengan histocompatible leukocyte antigens [HLA] manusia

yang cocok). Angka keberhasilan secara keseluruhan melebihi 80%

pada pasien-pasien yang sebelumnya tidak ditransfusi. Pada pasien-

pasien yang lebih tua dengan anemia aplastik atau pada kasus yang

diyakini dimediasi secara imunologis, antibodi yang mengandung-

globulin antihimosit (ATG) terhadap sel-sel T digunakan bersama

dengan kortikosteroid dan siklosporin memberi manfaat pada 50%

hingga 60% pasien. Respon sangat diharapkan dalam waktu 4 hinggan

12 minggu. Secara umum, respons ini parsial tetapi cukup tinggi untuk
27

meningkatkan perlindungan pada pasien-pasien dan memungkinkan

kehidupan yang lebih nyaman.

c. Anemia Megaloblastik

Anemia megaloblastik (sel darah merah besar) diklasifikasikan

secara morfologis sebagai anemia makrositik normokromik. Anemia

megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam

folat yang mengakibatkan gangguan sintesis DNA, disertai kegagalan

maturasi dan pembelahan inti. Defisiensi-defisiensi ini dapat sekunder

akibat malnutrisi, defisiensi asam folat, malabsorpsi, kekurangan faktor

intrinsik, infestasi parasit, penyakit usus, dan keganasan, serta sebagai

akibat agens-agens kemoterapeutik. Pada individu dengan infeksi

cacing pita yang disebabkan oleh ingesti ikan segar yang terinfeksi,

cacing pita berkompetisi dengan pejamunya untuk mendapat vitamin

B12 di dalam makanan yang diingesti, yang menyebabkan anemia

megaloblastik.

Walaupun anemia pernisiosa khas pada anemia megaloblastik

defisiensi folat lebih sering ditemukan dalam praktik klinis. Anemia

megaloblastik sering terlihat sebagai malnutrisi pada orang yang lebih

tua, pecandu alkohol, atau remaja, dan pada perempuan selama

kehamilan, saat permintaan untuk mencukupi kebutuhan janin dan

laktasi meningkat. Permintaan ini juga meningkat pada anemia

hemolitik, keganasan, dan hipertiroidisme. Penyakit seliak dan


28

stomatitis tropik (tropical sprue) juga menyebabkan malabsorpsi, dan

obat-obat yang bekerja sebagai antagonis asam folat juga

memengaruhi.

Kebutuhan minimal folat sehari-hari kira-kira 50 mg, dengan

mudah diperoleh dari diet rata-rata. Sumber yang paling banyak adalah

daging merah, seperti, hati dan ginjal, serta sayuran berdaun hijau.

Akan tetapi, menyiapkan makanan yang benar juga diperlukan untuk

memastikan nutrisi yang adekuat. Misalnya, 50% sampai 90% folat

dapat hilang dengan cara memasak yang memakai banyak air. Folat

diabsorpsi dari duodenum dan jejenum bagian atas, cadangan folat

biasanya akan habis kira-kira dalam waktu 4 bulan. Selain gejala-gejala

anemia yang telah dijelaskan, pasien-pasien anemia megaloblastik

yang sekunder akibat defisiensi folat dapat terlihat malnutrisi dan

mengalami glositis berat (lidah meradang, nyeri), diare, dan kehilangan

nafsu makan. Kadar folat serum juga menurun. Sumsum tulang pada

pasien anemia megaloblastik.

Seperti yang telah disebutkan, pengobatan bergantung pada

pengidentifikasian dan penghilangan penyebab yang mendasarinya.

Pengobatan ini meliputi memperbaiki defisinesi diet dan terapi

penggantian dengan asam folat vitamin B12. Pasien-pasien pecandu

alhkool yang dirawat di rumah sakit sering memberi respons “spontan”

jika diberikan diet seimbang.

d. Anemia Sel Sabit

Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati yang disebkan oleh

kelainan struktur homoglobin. Kelainan struktur terjadi pada fraksi


29

globin di dalam molekul hemoglobin. Globin tersusun dari dua pasang

rantai polipeptida. Misalnya, Hb S berbeda dari Hb A normal karena

valin menggantikan asam glutamat pada salah satu rantai pasang

rantainya. Pada Hb C, lisin terdapatbanyak hemoglobin abnormal

dengan berbagai derajat gejala, bervariasi dari tidak ada sampai

berat.

Penyakit sel sabit merupakan gangguan genetik resesif

autosomal, yaitu individu memperoleh hemoglobin sabit (hemoglobin

S) dari kedua orang tua. Oleh karena itu, pasien homozigot. Individu

heterozigot (gen abnormal diwariskan hanya dari salah satu orang

tua) dikatakan memiliki sifat sel sabit. Individu-individu ini umumnya

asimtomatik dan memiliki usia harapan hidup yang normal.

Tanda dan gejala yang terjadi sebagai akibat dari penyumbatan

pembuluh darah yang menyebabkan infark pada berbagai organ,

seperti ginjal, paru, dan sistem saraf pusat. Bayi-bayi biasanya

asimtomatik selama 5 sampai 6 bulan karena adanya hemoglobin

fetus (Hb F), yang cenderung menghambat pembentukan sabit.

Manifestasi klinis meliputi sindrom kegagalan-perkembangan,

gangguan tumbuh dan kembang, dan seringnya episode infeksi

bakteri, terutama infeksi pneumokokus. Ada awalnya limpa

membesar; akan tetapi karena adanya infark berulang, limpa menjadi

atrofi dan tidak berfungsi sebelum anak mencapai usia 8 tahun.

Proses ini disebut sebagai autosplenektomi. Kerentanan terhadap

infeksi menetap seumur hidup. Harapan hidup berkurang akibat infark

yang menyebabkan gagal organ.


30

Tangan dan kaki bengkak, nyeri, meradang (sindrom tangan-

kaki yang dikenal sebagai daktilitis) terdapat pada sekitar 20% sampai

30% anak-anak yang berusia kurang dari 2 tahun. Daktilitis

disebabkan oleh iskemia dan infark tulang-tulang metakarpal dan

metatarsal; keadaan tersebut disertai demam. “Krisis” nyeri, rekuren,

dan melemahakan merupakan penyebab utama morbidias akibat

penyakit sel sabit. Tempat yang paling sering terkena adalah

abdomen, punggung, dada, dan sendi. Krisis ini dieksaserbasi oleh

infeksi atau dehidrasi, dapat menyerupai penyakit-penyakit akut lain

dan berlangsung dari beberapa jam hingga beberapa hari. Insiden

krisis menurun dengan bertambahnya usia. Dapat juga terjadi krisis

aplastik, terutama pada anak-anak, disertai penghentian fungsi

sumsum tulang yang intermiten dan penurunan jelas eritropoesis

serta jumlah retikulosit. Krisis sekuestrasi visera disertai pembentukan

sabit dan pengumpulan darah, terutama di dada, merupakan

penyebab utama kematian.

Sering terjadi tanda-tanda pada jantung akibat anemia, seperti

takikardia atau bising. Dapat juga terjadi pembesaran jantung dan

gagal jantung kongestif. Terkenanya ginjal dapat dibuktikan dengan

adanya gangguan kemampuan pemekatan urine, dan infark berulang

dapat menyebabkan nekrosis papila dan hematuria. Infeksi atau infark

paru berulang (atau keduanya) mengganggu fungsi paru. Infark

sistem saraf pusat (“stroke”), walaupun jarang, dapat menyebabkan

berbagai derajat hemipelgia. Dapat ditemukan ulkus tungkai kronis di

atas pergelangan kaki dan di sepanjang sisi media tibia. Karena


31

meningkatnya pemecahan SDM, pasien sering terlihat ikterus dan

mengalami kolelithiasis (batu empedu) yang sekunder akibat

peningkatan bilirubin. Tampilan fisik berkisar dari kurus astenik hingga

perkembangan normal.

6. Patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau

kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan

sumsum (mis., berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan

nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab

yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan

atau hemolisis (destruksi).

Lisis sel darah merah (disolusi), terjadi terutama dalam sel fagositik

atau dalam sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa.

Sebagai hasil samping proses ini, bilirubin, yang terbentuk dalam fagosit,

akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah

(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma.

(Konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang; kadar di atas 1,5 mg/dl

mengakibatkan ikterik pada sklera.)

Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam

sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam

plasma (hemoglobinemia).  Apabila konsentrasi plasmanya melebihi

kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas)


32

untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus

ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).  Kesimpulan  mengenai apakah

suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah

merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya

dapat diperoleh dengan dasar:

Gambar 2.2 Anatomi Fisiologi Anemia

Sumber : http//www.Finaanjasani.com

a. Hitung retikulosit dalam sirkulasi darah

b. Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan

cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi dan ada

tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.


33

7. Pathway

(Patrick Davey, 2016)

Kegagalan
8.Defisiensi Destruksi SDM Perdarahan/
B12, asam produksi SDM oleh
folat, besi sum-sum tulang berlebih hemofilia

Penurunan SDM

Hb berkurang

Anemia

Suplai O2 dan nutrisi


ke jaringan berkurang
Perubahan
Gastro Hipoksia SSP perfusi
intestinal jaringan
Mekanisme
Penurunan Reaksi antar
an aerob
kerja GI saraf berkurang

Asam laktat
Kerja lambung Pusing
ATP berkurang
menurun

Kelelahan Energi untuk


membentuk
antibodi berkurang
34

As. Lambung
meningkat

Intoleransi
Anoreksia, aktivitas Resiko tinggi
mual terhadap
infeksi

Perubahan nutrisi
8. Komplikasi
kurang dari
kebutuhan tubuh
a. Gagal jantung akibat anemia berat

b. Kematian akibat infeksi dan perdarahan apabila sel – sel lain ikut

terkena. (Wiwik Handayani, 2018 : 47)

9. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Tes penyaringan, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap

kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya

anemia dan bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini

meliputi pengkajian pada komponen – komponen berikut ini : Kadar

hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV, dan MCHV), apusan darah

tepi.

2) Pemeriksaan darah seri anemia, hitung leukosit, trombosit, laju

endap darah (LED), dan hitung retikulosit.

3) Pemeriksaan sumsum tulang : Pemeriksaan ini memberikan

informasi mengenai keadaan sistem hematopoesis.


35

4) Pemeriksaan atas indikasi khusus : pemeriksaan ini untuk

mengkonfirmasi dugaan diagnosa awal yang memiliki komponen

berikut ini :

a) Anemia defesiensi besi : Serum ion, TIBC, saturasi transferin,

dan feritin serum.

b) Anemia megaloblastik : Asam folat darah/eritrosit, vitamin B12.

c) Anemia hemolitik : Hitung retikulosit, tes coombs, dan

elektroforesis Hb.

d) Anemia pada leukimia akut biasanya dilakukan pemeriksaan

sitokimia.

b. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis : Faal ginjal, faal endokrin,

asam urat, faal hati, biakan kuman.

c. Radiologi : Torax, bonne survey, USG, atau linfangiografi.

d. Pemeriksaan sitologenetik.

e. Pemeriksaan biologi mokekuler PCR : Polymerase chain raction, FISH :

fluorescense in situ hybridization (Nanda, Nic, Noc, 2018 : 37)

10. Penatalaksanaan

a) Anemia aplastik:

1) Transplantasi sumsum tulang

2) Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit (ATG)

b) Anemia pada defisiensi besi

1) Dicari penyebab defisiensi besi


36

2) Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan

fumarat ferosus.

c) Anemia megaloblastik

1) Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12,

bila difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya

faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.

2) Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus

diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa

atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.

3) Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan

penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan

gangguan absorbsi.

d) Anemia Sel Sabit

1) Pemberian obat-obatan

2) Transfusi darah

3) Transplantasi sumsum tulang

4) Identifikasi risiko stroke

5) Vaksinasi

B. Konsep Prosedur / Intervensi

1. Definisi

Oksigenasi merupakan salah satu kebutuhan yang di perlukan dalam

proses kehidupn karena oksigen sangat berperan dalam proses metabolism

tubuh. Kebutuhan oksigen di dalam tubuh harus terpenuhi karena apabila

berkurang maka akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan apabila
37

berlangsung lama akan menyebabkan kematian. Proses pemenuhan

kebutuhan oksigen pada manusia dapat dilakukan dengan cara pemberian

oksigen melalui saluran pernafasan, pembebasan jalan nafas dari

sumbatan yang menghalangi masuknya oksigen, memulihkan dan

memperbaiki organ pernafasan agar berfungsi secara normal.

(Taqwaningtyas, Ficka (2017) dalam Hidayat dan Uliyah, 2018).

SIstem pernafasan berperan penting untuk mengatur pertukaran

oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah. Oksigen diperlukan

oleh semua sel untuk menghasilkan sumber energi, adenosine triposfat

(ATP), karbondioksida dihasilkan oleh sel-sel yang secara metabolisme

aktif dan membentuk asam, yang harus di buang dari tubuh. Untuk

melakukan pertukaran gas, sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi

harus berkerjasama. Sistem kardiovaskuler bertanggung jawab untuk

perfusi darah melalui paru. Sedangkan sistem pernafsan melakukan dua

fungsi terpisah ventilasi dan respirasi. Hal itu menyebabkan orang yang

kekurangan sel darah merah atau anemia mempunyai gejala sesak nafas

karena oksigen yang dibawa oleh darah kurang dari kebutuhan tubuh.

(Maryudianto, Wahyu (2017) dalam Elisabeth J.Corwin, 2018).

2. Tujuan Oksigenasi

Secara klinis tujuan utama pemberian oksigen adalah :

a. Untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analsa Gas

Darah

b. Untuk menurunkan kerja nafas dan menurunkan kerja miokard

c. Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan

d. Untuk menurunkan kerja paru-paru


38

e. Untuk menurunkan kerja jantung

3. Metode Yang Dilakukan Pada Pasien Anemia

a. Pemberian posisi semi fowler

Salah satu gejala yang di derita pasien anemia adalah sesak,

rekomendasi pada penanganan pasien yang mengalami sesak adalah

posisi semi fowler. Adapun gambar nasal kanal sebagai berikut :

Gambar 2.3 Posisi Semi Fowler

Sumber : https://images.app.goo.gl/gk1zTH6kxy927B6o9

Posisi semi fowler dengan derajat kemiringan 30-45°, yaitu dengan

menggunakan gaya gravitasi untuk membantu pengembangan paru

dan mengurangi tekan dari abdomen pada diafragma. (Safitri &

Andriyani, 2017).

b. Pemberian Oksigen Nasal Kanul

Nasal kanul merupakan alat terapi oksigen dengan sistem arus

rendah yang digunakan secara luas. Nasal kanul terdiri dari sepasang
39

tube dengan panjang ± dua cm yang dipasangkan pada lubang hidung

pasien dan tube di hubungkan secara langsung menuju oxygen flow

meter. Nasal kanul diberikan pada pasien yang membutuhkan

konsentrasi oksigen rendah seperti anemia, yang mengalirkan oksigen

ke nasofaring dengan aliran 1-6 liter/menit dengan fraksi oksigen antara

22-44%. Adapun gambar nasal kanal sebagai berikut :

Gambar 2.4 Indikasi Nasal Kanul

Sumber : https://images.app.goo.gl/ynBnqr72Qp1oN9fA

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Oksigenasi

a. Lingkungan / Enviroment
40

Ketinggian,panas,dingin, dan polusi udara berpengaruh pada

oksigenasi.

1) Tempat yang tinggi −> tekanan O2 menurun −> peningkatan

respirasi curah jantung, dan kedalaman pernafasan.

2) Panas −> dilatasi pembuluh dara perifer −> aliran darah ke kulit

meningkat sejumlah hilangnya panas pada permukaan tubuh.

Vasodilatasi −> memperbesar lumen pembuluh darah,

menurunkan resistensi aliran darah −> peningkatan tekanan darah

−> bertambahnya cardiac output −> bertambahnya rata-rata dan

kedalaman pernafasan.

3) Lingkungan dingin −> konstriksi pembuluh darah perifer,

menurunkan aktifitas jantung −> berpengaruh terhadap kebutuhan

oksigen.

4) Polusi udara seperti rokok −> merangsang timbulnya sachet

kepala, pusing, batuh, dan perasaan tercekik.

b. Latihan / Exercise

Aktivitas atau latihan fisik −> meningkatkan respiratory dan heart rate,

dan suplai O2 di dalam tubuh.

c. Emosi / Emotions

Percepatan heart rate merupakan respon dari emosi seperti pada rasa

takut, cemas dan marah −> merasangsang saraf simpatik untuk

merespon kondisi tersebut.

d. Gaya Hidup / Life Style

Gaya hidup klien merupakan faktor penting yang berhubungan dengan

status oksigenasi.
41

Silicosis −> pada seseorang pemecah batu

Asbestosis −> pada pekerja asbes

Antracosis −> pada penambang batu bara

Petani −> penyakit debu organic

Rokok cigarret −> faktor predisposisi pada penyakit paru

e. Status Kesehatan / Health Status

Dalam kondisi sehat sistem kardiovaskuler dan pernafasan dapat

memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh. Hipoxemia, misalnya di

karakteristikkan oleh penurunan tekanan partial oksigen di dalam darah

arteri, atau penurunan saturasi dari oksihemoglobin. Anemia

merupakan salah satu pada system kardiovaskuler. Banyak penyebab

dari anemia, meliputi malnutrisi, kehilangan darah. Karena hemoglobin

membawa oksigen dan karbondioksida, anemia dapat mempengaruhi

pembebasan gas dari dan ke sel tubuh.

f. Narcotics

Morphine dan mepedrin hydrocholoride (demerol), menurunkan rata-

rata dan kedalaman pernafasan oleh karena depresi pusat respirasi

dan medulla. Perawat harus memonitor rata-rata dan kedalaman

pernafasan pada pasien yang mendapatkan analgetik narkotik.

5. Standar Operasional Prosedur (SOP) Tindakan

a. Posisi Semi Fowler

Tabel 2.3 SOP Semi Fowler

SOP MEMBERIKAN POSISI SEMI FOWLER


(SETENGAH DUDUK)

1. Pengertian Mengatur posisi semi fowler adalah cara membaringkan pasien


42

dengan posisi setengah duduk (35-45°).

2. Tujuan a. Mengurangi sesak nafas


b. Membantu proses pemeriksaan
c. Memberi rasa nyaman
3. Sasaran a. Pasien anemia yang sesak nafas
b. Pasien anemia yang mengalami perubahan perfusi jaringan

4. Persiapan Kerja a. Persiapan perawat


1) Memahamai dan mampu melakukan prosedur mengatur
a. Tahap Pra Interaksi posisi semi fowler
2) Memeriksa intervensi yang akan dilakukan dengan
perencanaan yang telah disusun
3) Mempersiapkan diri sebelum ke pasien (pengetahuan
dan keterampilan)

b. Persiapan alat-alat
1) Functional bed atau tempat tidur
2) Bantal
3) Selimut

a. Tahap Orientasi c. Persiapan pasien


1) Memberi salam & memperkenalkan diri
2) Identifikasi pasien
3) Menjelaskan tujuan tindakan
4) Menjelaskan langkah/prosedur yang akan dilakukan
5) Menanyakan kesediaan pasien untuk di lakukan
tindakan
6) Melakukan kontrak waktu

d. Persiapan Lingkungan
1) Meminta pengunjung atau keluarga untuk meninggalkan
ruangan selama tindakan
2) Menjaga privasi pasien dengan memasang sampiran

a. Tahap Kerja a. Cuci tangan


b. Pasien di dudukkan, sandarkan punggung pasien di atas
kasur, atur bagian kepala dengan posisi setengah duduk
(30-45°) dan di rapikan, bantal di susun menurut
kebutuhan.
c. Pada tempat tidur khusus (Functional Bed) pasien dan
tempat tidurnya langsung di atur setengah duduk (30-45°),
di bawah lutut di tinggikan sesuai kebutuhan. Kedua lengan
di topang dengan bantal.
d. Pasien di rapikan
e. Cuci tangan

b. Evaluasi a. Evaluasi
b. Kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya

c. Dokumentasi a. Rekam medis


b. Catatan tindakan yang sudah dilakukan

b. Pemberian Oksigen Nasal Kanul


43

Tabel 2.4 SOP Pemberian Oksigen Nasal Kanul

SOP MEMBERIKAN POSISI SEMI FOWLER


(SETENGAH DUDUK)

1. Pengertian Memasukkan zat asam oksigen kedalam paru-paru melalui


saluran pernapasan dengan menggunakan suatu alat

2. Tujuan a. Memenuhi kekurangan zat asam atau O2 pada penderita


b. Pola pernapasan normal
3. Sasaran a. Pasien anemia yang kekurangan oksigen
b. Pasien anemia yang mengalami perubahan perfusi jaringan

4. Persiapan Kerja a. Persiapan perawat


1) Memahamai dan mampu melakukan prosedur
a.Tahap Pra pemberian oksigen nasal kanul
Interaksi 2) Memeriksa intervensi yang akan dilakukan dengan
perencanaan yang telah disusun
3) Mempersiapkan diri sebelum ke pasien (pengetahuan
dan keterampilan)

b. Persiapan alat-alat
1) Tabung oksigen lengkap manometernya
2) Botol pelembab/humidifier 
3) Slang nasal kanul / masker
4) Buku catatan observasi
5) Plester / gunting

c. Persiapan pasien
b.Tahap Orientasi 1) Memberi salam & memperkenalkan diri
2) Identifikasi pasien
3) Menjelaskan tujuan tindakan
4) Menjelaskan langkah/prosedur yang akan dilakukan
5) Menanyakan kesediaan pasien untuk di lakukan
tindakan
6) Melakukan kontrak waktu

d. Persiapan Lingkungan
1) Meminta pengunjung atau keluarga untuk meninggalkan
ruangan selama tindakan
2) Menjaga privasi pasien dengan memasang sampiran

5. Tahap Kerja f. Cuci tangan


g. Pasien di dudukkan, sandarkan punggung pasien di atas
kasur, atur bagian kepala dengan posisi setengah duduk
(30-45°) dan di rapikan, bantal di susun menurut
kebutuhan.
h. Pada tempat tidur khusus (Functional Bed) pasien dan
tempat tidurnya langsung di atur setengah duduk (30-45°),
di bawah lutut di tinggikan sesuai kebutuhan. Kedua lengan
di topang dengan bantal.
i. Pasien di rapikan
j. Cuci tangan

6. Evaluasi c. Evaluasi
d. Kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya
44

7. Dokumentasi c. Rekam medis


d. Catatan tindakan yang sudah dilakukan

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Taqiyah Bararah, 2018 pengkajian anemia yaitu :

a. Aktivitas / istirahat

Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum, penurunan

semangat untuk bekerja, kebutuhan untuk tidur dan istirahat

lebih banyak, toleransi latihan rendah.

Tanda : Takikardi / takipnea, dispnea pad bekerja atau istirahat,

letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada

sekitarnya, kelemahan otot dan penurunan kekuatan,

ataksia, tubuh tidak tegak, bahu menurun, postur lunglai,

berjalan lambat, dan tanda- tanda lain yang menunjukkan

keletihan.

b. Sirkulasi

Gejala : Riwayat kehilangan darah kronis misal perdarahan,

riwayat endokarditis infektif kronis, palpitasi (takikardia

kompensasi).

Tanda : TD peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan

tekanan nadi melebar, hipotensi postural, disritmia,

abnormalitas EKG, takikardia, bunyi jantung mumur sistolik

(DB), ekstermitas (warna) : pucat pada kulit dan membran


45

mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir),dan dasar kuku,

kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon

terang (PA), skelera : biru atau putih seperti mutiara (DB),

pengisisan kapiler melambat (penurunan aliran darah ke

perifer dan vaskontriksi kompensasi), kuku mudah patah,

berbentuk seperti sendok (koikologikia), rambut kering,

mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature.

c. Integritas ego

Tanda : Keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan

pengobatan, misal nya penolakan tansfusi darah.

Gejala : Depresi .

d. Eliminasi

Gejala : Riwayat pielonefritis, gagal ginjal, flatulen, sindrome,

malabsorbsi, hematemisis, feses dengan darah segar,

melena, diare atau konstipasi, penurunan haluaran urine.

Tanda : Distensi abdomen.

d. Makanan / cairan

Gejala : Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani

rendah / masukan produk sereal, tinggi, nyeri mulut atau

lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring), mual muntah

dispepsia, anoreksia, adanya penurunan berat badan.

e. Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, ketidakmampuan


46

berkonsentrasi, insomnia, penurunan penglihatan, dan

bayangan pada mata, kelemahan, keseimbangan buruk, kaki

goyah.

Tanda : Peka rangsang, gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis.

f. Nyeri / kenyamanan

Gejala : Nyeri abdomen, sakit kepala.

g. Pernapasan

Gejala : Riwayat TB, abses paru, nafas pendek pada istirahat dan

aktivitas

Tanda : Takipnea, ortopnea dan dispnea.

h. Seksualitas

Gejala : Perubahan aliran menstruasi misal nya menoragia atau

amenorea, hilang libido (pria dan wanita), impoten.

Tanda : Serviks dan dinding vagina pucat.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perubahan

komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient

ke sel.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.

c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau

penurunan granulosit (respon inflamasi tertekan)).


47

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna

makanan/absoprsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel

drah merah.

3. Intervensi

a. Dx 1 : Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan

komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke

sel.

Tujuan : peningkatan perfusi jaringan

Kriteria hasil : menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.

Tabel 2.5 Intervensi Keperawatan


INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tanda vital kaji pengisian Memberikan informasi tentang
kapiler, warna kulit/membrane derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan
mukosa, dasar kuku. membantu menetukan kebutuhan
intervensi.

2. Tinggikan kepala tempat tidur Meningkatkan ekspansi paru dan


dengan posisi semi fowler memaksimalkan oksigenasi
sesuaitoleransi.

3. Kaji keluhan nyeri dada/palpitasi. Iskemia seluler mempengaruhi jaringan


miokardial/ potensial risiko infark.

4. Berikan oksigen tambahan sesuai Memaksimalkan transport oksigen ke


indikasi. jaringan.

5. Kebutuhan seluler. Catatan : Dispnea, gemericik menununjukkan


Kontraindikasi bila ada hipotensi. gangguan jantung karena regangan
Awasi upaya pernapasan : jantung lama/peningkatan kompensasi
Auskultasi bunyi napas perhatikan curah jantung.
bunyi adventisius.

6. Kolaborasi pengawasan hasil Mengidentifikasi defisiensi dan


pemeriksaan laboraturium. kebutuhan pengobatan /respons
Berikan sel darah merah terhadap terapi
lengkap/packed produk darah
sesuai indikasi.
48

b. Dx 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan

antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.

Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.

Kriteria hasil : melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk

aktivitas sehari-hari) menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis,

misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang

normal.

Tabel 2.6 Intervensi Keperawatan


INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kemampuan ADL pasien. Mempengaruhi pilihan
intervensi/bantuan.

2. Kaji kehilangan atau Menunjukkan perubahan neurology


gangguankeseimbangan, gaya karena defisiensi vitamin B12
jalan dan kelemahan otot mempengaruhi keamanan pasien/risiko
cedera.
3. Observasi tanda-tanda vital Manifestasi kardiopulmonal dari upaya
sebelum dan sesudah aktivitas. jantung dan paru untuk membawa
jumlah oksigen adekuat ke jaringan.

4. Berikan lingkungan tenang, Meningkatkan istirahat untuk


batasi pengunjung, dan kurangi menurunkan kebutuhan oksigen tubuh
suara bising, pertahankan tirah dan menurunkan regangan jantung dan
baring bila di indikasikan paru.

5. Gunakan teknik menghemat Meningkatkan aktivitas secara bertahap


energi, anjurkan pasien istirahat sampai normal dan memperbaiki tonus
otot/stamina

6. bila terjadi kelelahan dan tanpa kelemahan. Meningkatkan harga


kelemahan, anjurkan pasien diri dan rasa terkontrol.
melakukan aktivitas
semampunya (tanpa
memaksakan diri).

b. Dx 3 : Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak

adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia,

atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)).

Tujuan : Infeksi tidak terjadi.


49

Kriteria hasil : mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan

risiko infeksi. Meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen

atau eritema, dan demam.

Tabel 2.7 Intervensi Keperawatan


INTERVENSI RASIONAL
1. Tingkatkan cuci tangan yang baik; Mencegah kontaminasi silang/kolonisasi
oleh pemberi perawatan dan bacterial. Catatan: pasien dengan
pasien. anemia berat/aplastik dapat berisiko
akibat flora normal kulit.

2. Berikan perawatan kulit, perianal Menurunkan risiko kerusakan


dan oral dengan cermat. kulit/jaringan dan infeksi.

3. Pantau/batasi pengunjung. Membatasi pemajanan pada


Berikan isolasi bila bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi
memungkinkan. Dibutuhkan pada anemia aplastik, bila
respons imun sangat terganggu.

4. Pantau suhu tubuh. Catat adanya Adanya proses inflamasi/infeksi


menggigil dan takikardia dengan membutuhkan evaluasi/pengobatan
atau tanpa demam.

5. Berikan antiseptic topical ; Mungkin digunakan secara propilaktik


antibioticsistemik (kolaborasi untuk menurunkan kolonisasi atau untuk
pengobatan proses infeksi lokal.

c. Dx 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna

makanan/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel

darah merah.

Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil : menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan

dengan nilai laboratorium normal, tidak mengalami tanda mal nutrisi.

Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan

atau mempertahankan berat badan yang sesuai.

Tabel 2.8 Intervensi Keperawatan


INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan Mengidentifikasi defisiensi,
yang disukai. memudahkan intervensi
50

INTERVENSI RASIONAL
2. Observasi dan catat masukkan Mengawasi masukkan kalori atau
makanan pasien. kualitas kekurangan konsumsi
makanan.

3. Timbang berat badan setiap hari. Mengawasi penurunan berat badan


atau efektivitas intervensi
4. Berikan makan sedikit dengan Menurunkan kelemahan, meningkatkan
frekuensi sering dan atau makan pemasukkan dan mencegah distensi
diantara waktu makan. gaster

5. Observasi dan catat kejadian Gejala GI dapat menunjukkan efek


mual/muntah, flatus dan dan gejala anemia (hipoksia) pada organ.
lain yang berhubungan.

6. Berikan dan Bantu hygiene mulut Meningkatkan nafsu makan dan


yang baik ; sebelum dan sesudah pemasukkan oral. Menurunkan
makan, gunakan sikat gigi halus pertumbuhan bakteri, meminimalkan
untuk penyikatan yang lembut. kemungkinan infeksi. Teknik perawatan
Berikan pencuci mulut yang di mulut khusus mungkin diperlukan bila
encerkan bila mukosa oral luka. jaringan rapuh/luka/perdarahan dan
nyeri berat.
7. Kolaborasi pada ahli gizi untuk Membantu dalam rencana diet untuk
rencana diet. memenuhi kebutuhan individual.
Kolaborasi ; berikan obat sesuai
indikasi.

4. Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai

tujuan yang spesifik. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien

dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan

kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi

koping (Nursalam, 2018).

5. Evaluasi
51

Evaluasi adalah tindakan pemikiran untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,

rencana intervensi, dan implementasinya.

Tujuan dari evaluasi adalah uantuk melihat kemempuan klien dalam

mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat respon klien

terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat

mengambil keputusan :

a. Mengakhiri rencana asuhan keperawatan jika klien telah mencapai

tujuan yang di tetapkan.

b. Memodifikasi rencana asuhan keperawatan jika klien mengalami

kesulitan untuk mencapai tujuan.

c. Meneruskan rencana asuhan keperawatan jika klien memerlukan waktu

yang lebih lama untuk mencapai tujuan( Nursalam, 2018).

7. Pendokumentasian

Pendokumentasian adalah salah satu peran perawat sebagai

tanggung jawab keperawatan. Komponen yang digunakan mencangkup tiga

aspek yaitu:

a. Komunikasi

b. Proses keperawatan

c. Standar keperawatan
52

Pendokumentasian dilakukan pada saat pemberian asuhan

keperawatan dalam setiap proses keperawatan sebagai bukti legalitas

tindakan dalam hukum (Nursalam, 2018).


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Studi Kasus

Penelitian Studi Kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah

keperawatan dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam dan

menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian studi kasus dibatasi oleh waktu dan

tempat, serta kasus yang dipelajari berupa peristiwa, aktivitas atau individu metode yang

digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi pasien (Nursalam, 2016 hal 124).

Pada studi kasus ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah

suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi,

suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang yang hasilnya

dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian (Menurut Nazir, 2017 hal 110).

Studi Kasus yang dilakukan pada penelitian ini yaitu asuhan keperawatan terhadap

pasien dengan intervensi utama pemenuhan Activity Daily Living (ADL) di Ruang Safir

RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin pada masa kini, dengan pendekatan

proses keperawatan meliputi mengeksplorasi, mengklasifikasi data, menafsirkan dan

memutuskan diagnosa keperawatan kemudian memecahkan masalah yang dihadapi

dengan pendekatan proses keperawatan yaitu pengkajian sampai dengan evaluasi.

B. Subyek Studi Kasus

Subjek merupakan hal atau orang yang akan dikenai kegiatan pengambilan kasus

(Sugiyono, 2017 hal 120). Subjek studi kasus dalam studi kasus ini adalah minimal dua

orang pasien rawat inap yang menderita Anemia di Ruang Safir RSUD Dr. H. Moch. Ansari

53
Saleh Banjarmasin. Untuk menghindari terjadi bias penelitiaan maka subjek penelitian

harus memiliki kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, dimana kriteria itu menentukan dapat

dan tidaknya sampel tersebut digunakan.

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum objek penelitian dari suatu populasi taget

yang terjangkau yang akan di teliti. Pertimbangan ilmiah harus menjadi pedoman

dalam menentukan kriteria inklusi (Nursalam, 2016 hal 124). Kriteria inklusi yang

digunakan pada penelitian ini adalah:

a. Pasien yang bersedia menjadi responden

b. Pasien yang menjalani rawat di ruang Safir RSUD Dr. H. MOCH Ansari Saleh

Banjarmasin

c. Pasien yang di diagnosa anemia defesiensi zat besi

d. Pasien yang di diagnosa medis Anemia dengan fokus intervensi dalam

pemenuhan kebutuhan oksigenasi

2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili

sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian yang penyebabnya

antara lain adalah adanya hambatan etis, menolak menjadi responden atau berada

pada suatu keadaan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan penelitian (Nursalam,

2016 hal 124). Kriteria eksklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Pasien yang tidak bersedia menjadi responden

b. Pasien yang tidak di diagnosa medis Anemia

C. Fokus Studi

Fokus studi dalam studi kasus ini adalah memberikan Asuhan Keperawatan pada

pasien Anemia dengan dengan Intervensi Utama Pemenuhan Activity Daily Living (ADL)
di ruang Safir RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin. Pelaksanaan dalam

pemenuhan Activity Daily Living (ADL) di berikan pada pasien Anemia yang sedang

menjalani perawatan di Ruang Safir RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin.

D. Batasan Istilah (Definisi Operasional)

Defenisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang akan

digunakan dalam penelitian secara operasional.

Definisi oprasional Studi kasus penerapan prosedur keperawatan :

Tindakan dalam pemenuhan Activity Daily Living (ADL) pada pasien Anemia bertujuan

untuk memenuhi/berhubungan dengan perannya sebagai pribadi, keluarga, dan

masyarakat dalam beraktivitas seperti ambulasi, makan, berpakaian, mandi, menyikat gigi

dan berhias (Potter dan Perry, 2017).

E. Instrumen Studi Kasus

Instrumen adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh penulis untuk

mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam artian

lebih cepat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Sugiyono, 2017 hal

231). Dalam melakukan studi kasus ini instrument yang akan digunakan adalah format

asuhan keperawatan menggunakan metode Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosis Medis dan NANDA (North American Nursing Diagnosis Associaton).

F. Pengumpulan Data

1. Jenis dan sumber data

Penyusunan studi kasus ini digunakan berbagai pengumpulan data antara lain

primer dan data sekunder.

a. Data primer
Menurut Sugiyono (2017 hal 122) bahwa sumber primer adalah sumber

data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data primer

meliputi:

1) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik digunakan untuk mengetahui keadaan fisik pasien

sistematis dengan cara:

a) Aktivitas / istirahat

Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum, penurunan

semangat untuk bekerja, kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih

banyak, toleransi latihan rendah.

Tanda : Takikardi / takipnea, dispnea pad bekerja atau istirahat, letargi,

menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya,

kelemahan otot dan penurunan kekuatan, ataksia, tubuh tidak tegak,

bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda- tanda lain

yang menunjukkan keletihan.

b) Sirkulasi

Gejala : Riwayat kehilangan darah kronis misal perdarahan, riwayat

endokarditis infektif kronis, palpitasi (takikardia kompensasi).

Tanda : TD peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan

nadi melebar, hipotensi postural, disritmia, abnormalitas EKG,

takikardia, bunyi jantung mumur sistolik (DB), ekstermitas (warna) :

pucat pada kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring,

bibir),dan dasar kuku, kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau

kuning lemon terang (PA), skelera : biru atau putih seperti mutiara

(DB), pengisisan kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer

dan vaskontriksi kompensasi), kuku mudah patah, berbentuk seperti


sendok (koikologikia), rambut kering, mudah putus, menipis, tumbuh

uban secara premature.

c) Integritas ego

Tanda : Keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan

pengobatan, misal nya penolakan tansfusi darah.

Gejala : Depresi .

d) Eliminasi

Gejala : Riwayat pielonefritis, gagal ginjal, flatulen, sindrome,

malabsorbsi, hematemisis, feses dengan darah segar, melena, diare

atau konstipasi, penurunan haluaran urine.

Tanda : Distensi abdomen.

e) Makanan / cairan

Gejala : Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah

/ masukan produk sereal, tinggi, nyeri mulut atau lidah, kesulitan

menelan (ulkus pada faring), mual muntah dispepsia, anoreksia,

adanya penurunan berat badan.

f) Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, ketidakmampuan

berkonsentrasi, insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada

mata, kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah.

Tanda : Peka rangsang, gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis.

g) Nyeri / kenyamanan

Gejala : Nyeri abdomen, sakit kepala.

h) Pernapasan

Gejala : Riwayat TB, abses paru, nafas pendek pada istirahat dan

aktivitas
Tanda : Takipnea, ortopnea dan dispnea.

i) Seksualitas

Gejala : Perubahan aliran menstruasi misal nya menoragia atau

amenorea, hilang libido (pria dan wanita), impoten.

Tanda : Serviks dan dinding vagina pucat.

2) Wawancara

Menurut Sugiyono (2017 hal 213) menyebutkan bahwa interview

(wawancara) adalah: Interview (wawancara) digunakan sebagai teknik

pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan

untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila

peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam

dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Wawancara ini dilakukan

dilakukan secara pada pasien dan keluarga pasien di ruang Safir RSUD

Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin untuk menilai keadaan atau

masalah pada pasien.

3) Observasi

Menurut Sugiyono (2017 hal 214) observasi merupakan suatu proses

yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis

dan psikologis. Data diperoleh dari data primer melalui observasi dan

pengamatan secara langsung pada pasien. Observasi dan pengamatan

dilaksanakan dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mendengar

(auskultasi). Adapun data yang diambil dengan observasi adalah :

a) Keadaan umum.

b) Tanda vital (suhu, Nadi dan respirasi).


b. Data sekunder

Menurut Sugiyono (2017 hal 213) menyebutkan bahwa sumber sekunder

merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul

data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. Data sekunder dapat

digunakan untuk mempelajari status dan dokumentasi pasien, catatan dalam

keperawatan dan studi.

1) Studi dokumentasi adalah setiap bahan tertulis yang disiapkan karena

adanya permintaan seorang penyidik. Pada laporan kasus ini penulis

mendokumentasikan setiap tahap asuhan keperawatan yang telah dilakukan

untuk kesinambungan hasil asuhan keperawatan dengan sistem SOAP

Pengambilan studi kasus ini menggunakan catatan untuk mempermudah

informasi dan data medik di ruang Safir RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh

Banjarmasin.

2) Studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data yang mempelajari

bahan-bahan pustaka yang penting dalam menunjang latar belakang teoritis

suatu studi kasus (Notoatmodjo, 2015 hal 112). Dalam studi kasus ini penulis

mengambil teori-teori dari sumber tahun 2015 sampai tahun 2017.

G. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

1. Tempat penelitian

Lokasi merupakan tempat yang akan digunakan penulis untuk pengambilan

laporan kasus dilaksanakan (Sugiyono, 2017 hal 213). Penelitian ini akan dilakukan di

ruang Safir RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin.

2. Waktu pelaksanaan
Waktu pelaksanaan studi kasus merupakan batas waktu yang digunakan penulis

untuk melakukan pengambilan kasus diambil (Sugiyono, 2017 hal 213). Waktu

pelaksanaan studi kasus ini dilaksanakan pada bulan Maret 2020.

H. Penyajian Data

Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk Asuhan keperawatan yang

mencakup pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, prioritas masalah, intervensi,

implementasi, evaluasi dan catatan perkembangan.

I. Etika Studi Kasus

Sebelum penelitian ini dilakukan, peneliti mengajukan surat permohonan kepada

diklat RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin untuk meminta izin melakukan studi

pendahuluan dan mendapatkan surat pengantar untuk meminta data studi pendahuluan

ke bagian rekam medik. Di Indonesia, pengaturan mengenai kode etik pengambilan data

penelitian mempuyai dasar hukum kuat dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan

dan secara rinci tertuang dalam Pedoman Nasional Etika Penelitian Kesehatan menurut

KEPMENKES RI Nomor 1031/Menkes/SK/VII/2005:

1. Menghormati Harkat Martabat Manusia (Respect For Persons)

Bentuk penghormatan terhadap martabat manusia sebagai pribadi yang memiliki

kebebasan berkehendak atau memilih dan sekaligus bertanggung jawab secara pribadi

terhadap keputusannya sendiri.

2. Berbuat Baik (Beneficence)

Menyangkut kewajiban membantu orang lain dilakukan dengan mengupayakan

manfaat maksimal dengan kerugian minimal. Diikitsertakan subjek manusia dalam

penelitian kesehatan dimaksudkan untuk membantu tercapainya tujuan penelitian yang


dilakukan. Prinsip tidak merugikan, menyatakan bahwa jika orang tidak dapat

melakukan hal-hal bermanfaat, maka minimal tidak merugikan orang lain. Prinsip tidak

merugikan bertujuan agar subjek penelitian tidak diperlakukan sebagai sarana dan

memberikan perlindunan terhadap tindakan penyalahgunaan.

3. Keadilan (Justice)

Prinsip etik keadilan mengacu pada kewajiban etik untuk memperlakukan setiap orang

(sebagai pribadi otonom) sama dengan moral yang benar dan layak untuk memperoleh

haknya. Prinsip etik keadilan terutama menyakut keadilan distributive yang

mempersyaratkan pembagian seimbang, dalam hal beban dan manfaat yang diperoleh

subjek dari keikutsertaan dalam penelitian. Ini dilakukan dengan memperhatikan

distribusi usia dan gender, status ekonomi, budaya dan konsiderasi etnik.
DAFTAR PUSTAKA

Bakta , I Made. Hematologi Klinis Ringkasan. EGC, Jakarta 2017


Basith, A., Agustina . R., & Diani , N. (2017). Faktor-faktor yang behubungan dengan kejadian
anemia pada remaja putri. Dunia Keperawatan,5(1),1-10.
Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Dermawan. (2013). Pengantar Keperawatan Profesional. Jakarta : Gosyen Publising.
Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar, 2018. Data Ibu Hamil dan Wanita Usia Subur. Martapura :
Dinkes Kab. Banjar.
Karsinah, (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anemia Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP, 2010
Kemenkes RI.2013. Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan. Jakarta
NANDA. (2018). Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2018- 2020. Philadelphia:
NANDA International.
Notoatmodjo, Prof. Dr. Soekidjo. Metedologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka
Cipta. 2018
Nursalam, 2013. Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktik. Jakarta: Salemba
Medika
Nursalam. 2014. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Majampoh, A., Rondonuwu, R., & Onibala, F. (2017). Pengaruh pemberian posisi semi fowler
terhadap kestabilan pola nafas pada pasien TB paru di Irina C5 RSUP Prof Dr. D.
Kandou Manado. eJournal keperawatan 3(1), 107. Di unduh dari:
http:/digilib.stikekusumahusada.ac.id
Potter, Perry, (2014). Fundamental Keperawatan. Buku 3 Edisi 7. Jakarta : Salemba Medik
Roshdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Dasar (Edisi 10 Ed.). (E. A.
Mardela, D. Yulianti, Penyunt., & W. Praptiani, Penerj.) Jakarta: Egc.
Simamora, Roymond H. dkk (2017). Penguatan Kinerja Perawat Dalam Pemberian Asuhan
Keperawatan Melalui Pelatihan Ronde Keperawatan Di Rumah Sakit Royal Prima
Medan: Volume 23 No. 2, ISSN: 0852-2715 / e-ISSN: 2502-7220
Somantri I. 2017. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan edisi
2 Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer Suzannec, Brenda Bare G. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit
Buku Kedokteran: Jakarta
Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif kualitatif. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
World Health Organization. Adolescent Health. Information System. Geneva: WHO 2013.
Tersedia di http://.who.int/adolescenthealth/. [diakses 01 Agustus 2018].
SOP MEMBERIKAN POSISI SEMI FOWLER
(SETENGAH DUDUK)

1. Pengertian Mengatur posisi semi fowler adalah cara membaringkan pasien dengan
posisi setengah duduk (45°).

2. Tujuan 1. Mengurangi sesak nafas


2. Membantu proses pemeriksaan
3. Memberi rasa nyaman

3. Sasaran 1. Pasien anemia yang sesak nafas


2. Pasien anemia yang mengalami perubahan perfusi jaringan

4. Persiapan 1. Persiapan perawat


Kerja a. Memahamai dan mampu melakukan prosedur mengatur
posisi semi fowler
a. Fase Pra b. Memeriksa intervensi yang akan dilakukan dengan
Interaksi perencanaan yang telah disusun
c. Mempersiapkan diri sebelum ke pasien (pengetahuan dan
keterampilan)

2. Persiapan alat-alat
a. Functional Bed atau tempat tidur
b. Selimut
c. Bantal

b. Fase 3. Persiapan pasien


Orientasi a. Memberi salam & memperkenalkan diri
b. Identifikasi nama pasien
c. Menjelaskan tujuan tindakan
d. Menjelaskan langkah/prosedur yang akan dilakukan
e. Menanykan kesediaan pasien untuk dilakukan tindakan
f. Melakukan kontrak waktu

4. Persiapan Lingkungan
a. Meminta pengunjung atau keluarga untuk meninggalkan
ruangan selama tindakan
b. Menjaga privasi pasien dengan memasang sampiran

5. Tahapan Kerja 1. Cuci tangan


(Fase Kerja) 2. Pasien di dudukkan, sandarkan punggung pasien di atas kasur,
atur bagian kepala dengan posisi setengah duduk (30-45°) dan di
rapikan, bantal disusun menurut kebutuhan. Pasien di baringkan
kembali dan pada ujung kakinya di beri penahan.
3. Pada tempat tidur khusus (Functional Bed) pasien dan tempat
tidurnya langsung di atur setengah duduk, di bawah lutut di
tinggikan sesuai kebutuhan. Kedua lengan di topang dengan
bantal.
4. Pasien di rapikan
5. Cuci tangan
1. Evaluasi perasaan pasien
6. Evaluasi 2. Kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya

7. Dokumen 1. Rekam medis


terkait 2. Catatan tindakan yang sudah dilakukan

Anda mungkin juga menyukai