Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Semua sel hidup memerlukan material untuk bertahan hidup dan melakukan fungsi
kerja yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan. Perubahan massa sel darah merah
menimbulkan dua keadaan yang berbeda, jika jumlah sel darah merah kurang, maka timbul
anemia.
Anemia adalah tanda dari suatu proses perjalanan penyakit yang dapat
diidentifikasikan karena anemia bukan penyakit yang spesifik. Telah diketahui secara umum
anemia yang berat dapat membuat shock, biasanya gejalanya tidak diperhatikan oleh
penderita.
Beberapa ahli epidemiologi mengkalkulasikan sedikitnya satu setengah populasi di
dunia yang menderita anemia. Data tersebut memberi gambaran bahwa masalah anemia perlu
mendapat perhatian dan penanganan yang baik karena kalau tidak akan menimbulkan
komplikasi. Dalam hal ini perawat penting memberi penyuluhan tentang istirahat, pola
makanan yang baik serta pengobatan yang teratur untuk membantu dalam proses
penyembuhan dan peningkatan penyakit.

1. 2 Rumusan Masalah
1.2. 1 Apakah pengertian dari anemia?
1.2. 2 Apakah etiologi dari anemia?
1.2. 3 Apakah patofisiologi dari anemia?
1.2. 4 Apa saja klasifikasi dari anemia?
1.2. 5 Apa saja manifestasi dari anemia?
1.2. 6 Apa saja komplikasi dari anemia?
1.2. 7 Bagaimana asuhan keperawatan dari anemia?

1. 3 Tujuan
1.3. 1 Untuk mengetahui pengertian dari anemia.
1.3. 2 Untuk mengetahui etiologi dari anemia.
1.3. 3 Untuk mengetahui patofisiologi dari anemia.
1.3. 4 Untuk mengetahui klasifikasi anemia.
1.3. 5 Untuk mengetahui komplikasi dari anemia.
1.3. 6 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari anemia.

1. 4 Manfaat
Makalah yang kami buat dapat memberikan sedikit wacana kepada pembaca
khususnya mahasiswa mengenai anemia dan konsep asuhan keperawatannya.

1
2
BAB II

PEMBAHASAN

2. 1 Pengertian
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah sel darah merah,
kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah.
Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan
patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan
fisik, dan konfirmasi laboratorium (Price & Wilson,2006).
Terdapat berbagai macam anemia. Sebagian akibat produksi sel darah merah tidak
mencukupi, dan sebagian lagi akibat sel darah merah prematur atau penghancuran sel darah
merah yang berlebihan. Faktor penyebab lainnya meliputi kehilangan darah, kekurangan
nutrisi, faktor keturunan, dan penyakit kronis. Anemia kekurangan besi adalah anemia yang
terbanyak di seluruh dunia.

2. 2 Etiologi
a) Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
b) Perdarahan
c) Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
d) Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid,
piridoksin, vitamin C dan copper
Menurut Badan POM (2011), Penyebab anemia yaitu:
a) Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin B12, asam
folat, vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk pembentukan sel darah
merah.
b) Darah menstruasi yang berlebihan. Wanita yang sedang menstruasi rawan terkena
anemia karena kekurangan zat besi bila darah menstruasinya banyak dan dia tidak
memiliki cukup persediaan zat besi.
c) Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin menyerap zat besi
dan vitamin untuk pertumbuhannya.
d) Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus di saluran
pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu dapat menyebabkan anemia.
e) Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan perdarahan lambung
(aspirin, anti infl amasi, dll). Obat lainnya dapat menyebabkan masalah dalam
penyerapan zat besi dan vitamin (antasid, pil KB, antiarthritis, dll).
f) Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini dapat
menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan vitamin B12.

3
g) Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal, masalah pada
kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya dapat menyebabkan
anemia karena mempengaruhi proses pembentukan sel darah merah.
h) Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang, malaria, atau
disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.

2. 3 Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (mis., berkurangnya eritropoesis)
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau kebanyakan akibat
penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau
hemolisis (destruksi).
Lisis sel darah merah (disolusi), terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini,
bilirubin, yang terbentuk dalam fagosit, akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin
plasma. (Konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang; kadar di atas 1,5 mg/dl mengakibatkan
ikterik pada sklera.)

Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh


penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya
dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi
sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat
dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

Anemia

viskositas darah menurun

resistensi aliran darah perifer

penurunan transport O2 ke jaringan

hipoksia, pucat, lemah

beban jantung meningkat

4

kerja jantung meningkat

payah jantung

PATHWAY ANEMIA (Patrick Davey, 2002)

2. 4 Klasifikasi Anemia
2.4.1 Anemia Aplastik
Anemia aplastik disebabkan oleh penurunan sel prekursor dalam sumsum
tulang dan penggantian sumsum tulang dengan lemak. Dapat terjadi secara kongenital,
idiopatik (penyebabnya tidak diketahui), atau sekunder akibat penyebab-penyebab industri
atau virus. Individu dengan anemia aplastik mengalami pansitopenia (kekurangan semua
jenis sel-sel darah). Secara morfologis, sel darah merah terlihat normokromik, jumlah
retikulosit rendah atau tidak ada, dan biopsi sumsum tulang menunjukkan keadaan yang
disebut pungsi kering dengan hipoplasia nyata dan penggantian dengan jaringan lemak.
Pada sumsum tulang tidak dijumpai sel-sel abnormal. Anemia aplastik idiopatik diyakini
dimediasi secara imunologis, dengan T limfosit pasien menekan sel-sel induk hematopoietik.
Penyebab-penyebab sekunder anemia aplastik (sementara atau permanen)
meliputi berikut ini:
1. Lupus eritematosus sistemik yang berbasis autoimun

5
2. Agen antineoplastik atau sitotoksik
3. Terapi radiasi
4. Antibiotik tertentu
5. Berbagai obat seperti antikonvulsan, oat-obat tiroid, senyawa emas, dan
fenilbutazon
6. Zat-zat kimia seperti benzen, pelarut organik, dan insektisida (agen yang
diyakini merusak sumsum tulang secara langsung)
7. Penyakit-penyakit virus seperti mononukleosis infeksiosa dan human
immunodeficiency virus (HIV); anemia aplastik setelah hepatitis virus
terutama berat dan cenderung fatal.

Kompleks gejala anemia aplastik disebabkan oleh derajat pansitopenia.


Tanda-tanda dan gejala-gejala meliputi anemia, disertahi kelelahan, kelemahan, dan napas
pendek saat latihan fisik. Tanda-tanda dan gejala-gejala lain diakibatkan oleh defisiensi
trombosit dan sel-sel darah putih. Defisiensi trombosit dapat menyebabkan (1) ekimosis dan
petekie (perdarahan di dalam kulit), (2) epistaksis (perdarahan hidung), (3) perdarahan
saluran cerna, (4) perdarahan saluran kemih dan kelamin, (5) perdarahan siste saraf pusat.
Defisiensi sel darah putih meningkatkan kerentanan dan keparahan infeksi, termasuk infeksi
bakteri,virus, dan jamur.

Aplasia berat disertai penurunan (kurang dari 1%) atau tidak adanya
retikulosit, jumlah granulosit kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit kurang dari 20.000
menyebabkan kematian akibat infeksi dan/atau perdarahan dalam beberapa minggu atau
beberapa bulan. Sepsis merupakan penyebab tersering kematian.

Fokus utama pengobatan adalah perawatan suportif sampai penyembuhan


sumsum tulang. Karena infeksi dan perdarahan merupakan penyebab utama kematian, maka
pencegahan merupakan hal yang penting. Faktor-faktor pertumbuhan seperti G-CSF dapat
digunakan untuk meningkatkan jumlah neutrofil dan mencegah atau meminimalkan infeksi.
Tindakan pencegahan sebaiknya meliputi lingkungan yang dilindungi dan higiene
keseluruhan yang baik. Pada perdarahan atau infeksi, penggunaan yang bijaksana terapi
komponen darah (sel-sel darah merah dan trombosit) serta antibotik menjadi penting.

Pada individu muda dengan anemia aplastik berat yang sekunder akibat
kerusakan sel induk, diindikasikan untuk melakukan transplantasi sel induk alogenik dengan
donor yang cocok (saudara kandung dengan histocompatible leukocyte antigens [HLA]
manusia yang cocok). Angka keberhasilan secara keseluruhan melebihi 80% pada pasien-
pasien yang sebelumnya tidak ditransfusi. Pada pasien-pasien yang lebih tua dengan anemia

6
aplastik atau pada kasus yang diyakini dimediasi secara imunologis, antibodi yang
mengandung-globulin antihimosit (ATG) terhadap sel-sel T digunakan bersama dengan
kortikosteroid dan siklosporin memberi manfaat pada 50% hingga 60% pasien. Respon
sangat diharapkan dalam waktu 4 hinggan 12 minggu. Secara umum, respons ini parsial
tetapi cukup tinggi untuk meningkatkan perlindungan pada pasien-pasien dan memungkinkan
kehidupan yang lebih nyaman.

2.4.2 Anemia Defisiensi Besi


Secara morfologis, keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik
hipokromik dengan penurunan kuantitatif sintesis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan
penyebab utama anemia di dunia dan terutama sering dijumpai pada perempuan usia subur,
disebabkan oleh kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi
selama kehamilan. Penyebab-penyebab lain defisiensi besi adalah; (1) asupan besi yang tidak
cukup, misal, pada bayi-bayi yang hanya diberi diet susu saja selama 12-24 bulan dan pada
individu-individu tertentu yang vegetarian ketat; (2) gangguan absorpsi setelah gastrektomi;
dan (3) kehilangan darah menetap, seperti pada perdarahan saluran cerna lambat akibat polip,
neoplasma, gastritis, varises esofagus, ingesti aspirin, dan hemoroid.
Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 4 sampai 5
g besi, bergantung pada jenis kelamin dan ukuran tubuhnya. Lebih dari dua pertiga besi
terdapat di dalam hemoglobin. Besi dilepas dengan semakin tua serta matinya sel dan
diangkut melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoesis. Dengan
pengecualian mioglobin (otot) dan enzim-enzim heme dalam jumlah yang sangat sedikit, sisa
zat besi disimpan di dalam hati, limpa, dan dalam sumsum tulang sebagai feritin dan
hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.
Selain tanda-tanda dan gejala-gejala yang terjadi pada anemia, individu
dengan defisiensi besi yang berat memilik rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata,
mudah patah dan mungkin berbentuk sendok (koilonikia). Selain itu, atrofi papila lidah
mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, berwarna merah-daging, dan meradang
serta sakit. Dapat juga terjadi stomatitis angularis, pecah-pecah disertai kemerahan dan nyeri
di sudut mulut.
Untuk mengobati defisiensi besi, penyebab mendasar anemia harus
diidentifikasi dan dihilangkan. Intervensi pembedahan mungkin diperlukan untuk
menghambat perdarahan aktif akibat polip, ulkus, keganasan, dan hemoroid; perubahan diet
dapat diperlukan untuk bayi-bayi yang hanya diberi susu atau individu dengan idiosinkrasi
makanan atau yang menggunakan aspirin dalam dosis besar. Walaupun modifikasi diet dapat

7
meningkatan besi yang tersedia, suplementasi besi diperluan untuk meningkatkan
hemoglobin dan mengembalikan cadangan besi.
2.4.3 Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik (sel darah merah besar) diklasifikasikan secara
morfologis sebagai anemia makrositik normokromik. Anemia megaloblastik sering
disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan gangguan sintesis
DNA, disertai kegagalan maturasi dan pembelahan inti. Defisiensi-defisiensi ini dapat
sekunder akibat malnutrisi, defisiensi asam folat, malabsorpsi, kekurangan faktor intrinsik,
infestasi parasit, penyakit usus, dan keganasan, serta sebagai akibat agens-agens
kemoterapeutik. Pada individu dengan infeksi cacing pita yang disebabkan oleh ingesti ikan
segar yang terinfeksi, cacing pita berkompetisi dengan pejamunya untuk mendapat vitamin
B12 di dalam makanan yang diingesti, yang menyebabkan anemia megaloblastik.
Walaupun anemia pernisiosa khas pada anemia megaloblastik, defisiensi
folat lebih sering ditemukan dalam praktik klinis. Anemia megaloblastik sering terlihat
sebagai malnutrisi pada orang yang lebih tua, pecandu alkohol, atau remaja, dan pada
perempuan selama kehamilan, saat permintaan untuk mencukupi kebutuhan janin dan laktasi
meningkat. Permintaan ini juga meningkat pada anemia hemolitik, keganasan, dan
hipertiroidisme. Penyakit seliak dan stomatitis tropik (tropical sprue) juga menyebabkan
malabsorpsi, dan obat-obat yang bekerja sebagai antagonis asam folat juga memengaruhi.
Kebutuhan minimal folat sehari-hari kira-kira 50 mg, dengan mudah
diperoleh dari diet rata-rata. Sumber yang paling banyak adalah daging merah, seperti, hati
dan ginjal, serta sayuran berdaun hijau. Akan tetapi, menyiapkan makanan yang benar juga
diperlukan untuk memastikan nutrisi yang adekuat. Misalnya, 50% sampai 90% folat dapat
hilang dengan cara memasak yang memakai banyak air. Folat diabsorpsi dari duodenum dan
jejenum bagian atas, cadangan folat biasanya akan habis kira-kira dalam waktu 4 bulan.
Selain gejala-gejala anemia yang telah dijelaskan, pasien-pasien anemia megaloblastik yang
sekunder akibat defisiensi folat dapat terlihat malnutrisi dan mengalami glositis berat (lidah
meradang, nyeri), diare, dan kehilangan nafsu makan. Kadar folat serum juga menurun.
Sumsum tulang pada pasien anemia megaloblastik.
Seperti yang telah disebutkan, pengobatan bergantung pada
pengidentifikasian dan penghilangan penyebab yang mendasarinya. Pengobatan ini meliputi
memperbaiki defisinesi diet dan terapi penggantian dengan asam folat vitamin B12. Pasien-
pasien pecandu alhkool yang dirawat di rumah sakit sering memberi respons spontan jika
diberikan diet seimbang.
2.4.4 Anemia Sel Sabit

8
Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati yang disebkan oleh kelainan
struktur homoglobin. Kelainan struktur terjadi pada fraksi globin di dalam molekul
hemoglobin. Globin tersusun dari dua pasang rantai polipeptida. Misalnya, Hb S berbeda dari
Hb A normal karena valin menggantikan asam glutamat pada salah satu rantai pasang
rantainya. Pada Hb C, lisin terdapatbanyak hemoglobin abnormal dengan berbagai derajat
gejala, bervariasi dari tidak ada sampai berat.
Penyakit sel sabit merupakan gangguan genetik resesif autosomal, yaitu
individu memperoleh hemoglobin sabit (hemoglobin S) dari kedua orang tua. Oleh karena itu,
pasien homozigot. Individu heterozigot (gen abnormal diwariskan hanya dari salah satu orang
tua) dikatakan memiliki sifat sel sabit. Individu-individu ini umumnya asimtomatik dan
memiliki usia harapan hidup yang normal.
Tanda dan gejala yang terjadi sebagai akibat dari penyumbatan pembuluh
darah yang menyebabkan infark pada berbagai organ, seperti ginjal, paru, dan sistem saraf
pusat. Bayi-bayi biasanya asimtomatik selama 5 sampai 6 bulan karena adanya hemoglobin
fetus (Hb F), yang cenderung menghambat pembentukan sabit. Manifestasi klinis meliputi
sindrom kegagalan-perkembangan, gangguan tumbuh dan kembang, dan seringnya episode
infeksi bakteri, terutama infeksi pneumokokus. Ada awalnya limpa membesar; akan tetapi
karena adanya infark berulang, limpa menjadi atrofi dan tidak berfungsi sebelum anak
mencapai usia 8 tahun. Proses ini disebut sebagai autosplenektomi. Kerentanan terhadap
infeksi menetap seumur hidup. Harapan hidup berkurang akibat infark yang menyebabkan
gagal organ.
Tangan dan kaki bengkak, nyeri, meradang (sindrom tangan-kaki yang
dikenal sebagai daktilitis) terdapat pada sekitar 20% sampai 30% anak-anak yang berusia
kurang dari 2 tahun. Daktilitis disebabkan oleh iskemia dan infark tulang-tulang metakarpal
dan metatarsal; keadaan tersebut disertai demam. Krisis nyeri, rekuren, dan melemahakan
merupakan penyebab utama morbidias akibat penyakit sel sabit. Tempat yang paling sering
terkena adalah abdomen, punggung, dada, dan sendi. Krisis ini dieksaserbasi oleh infeksi atau
dehidrasi, dapat menyerupai penyakit-penyakit akut lain dan berlangsung dari beberapa jam
hingga beberapa hari. Insiden krisis menurun dengan bertambahnya usia. Dapat juga terjadi
krisis aplastik, terutama pada anak-anak, disertai penghentian fungsi sumsum tulang yang
intermiten dan penurunan jelas eritropoesis serta jumlah retikulosit. Krisis sekuestrasi visera
disertai pembentukan sabit dan pengumpulan darah, terutama di dada, merupakan penyebab
utama kematian.
Sering terjadi tanda-tanda pada jantung akibat anemia, seperti takikardia atau
bising. Dapat juga terjadi pembesaran jantung dan gagal jantung kongestif. Terkenanya ginjal

9
dapat dibuktikan dengan adanya gangguan kemampuan pemekatan urine, dan infark berulang
dapat menyebabkan nekrosis papila dan hematuria. Infeksi atau infark paru berulang (atau
keduanya) mengganggu fungsi paru. Infark sistem saraf pusat (stroke), walaupun jarang,
dapat menyebabkan berbagai derajat hemipelgia. Dapat ditemukan ulkus tungkai kronis di
atas pergelangan kaki dan di sepanjang sisi media tibia. Karena meningkatnya pemecahan
SDM, pasien sering terlihat ikterus dan mengalami kolelithiasis (batu empedu) yang sekunder
akibat peningkatan bilirubin. Tampilan fisik berkisar dari kurus astenik hingga perkembangan
normal.

2. 5 Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai sistem
dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf) yang
dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus kerempeng), pica, serta
perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas
pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah
mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini,
bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat
pada bagian kelopak mata bawah). Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang
tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke
atau serangan jantung (Sjaifoellah, 1998).

2. 6 Komplikasi
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita
anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang
terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa
darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan
berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan
berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh,
termasuk otak (Sjaifoellah, 1998).

2. 7 Asuhan Keperawatan
2.7.1 Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh (Boedihartono, 1994).
Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
1) Aktivitas / istirahat
2) Sirkulasi
3) Integritas ego
4) Eleminasi

10
5) Makanan/cairan
6) Neurosensori
7) Nyeri/kenyamanan
8) Pernapasan
9) Keamanan
2.7.2 Diagnosa Keperawatan
1) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
2) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan
granulosit (respons inflamasi tertekan)).
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan
/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
4) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
2.7.3 Intervensi
1) Dx 1: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
Kriteria hasil : melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas
sehari-hari) menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi,
pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal.
INTERVENSI RASIONAL
1.Kaji kemampuan ADL pasien. Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
2.Kaji kehilangan atau Menunjukkan perubahan neurology karena
gangguankeseimbangan, gaya jalan dan defisiensi vitamin B12 mempengaruhi
kelemahan otot keamanan pasien/risiko cedera.
3.Observasi tanda-tanda vital sebelum dan Manifestasi kardiopulmonal dari upaya
sesudah aktivitas. jantung dan paru untuk membawa jumlah
oksigen adekuat ke jaringan.
4.Berikan lingkungan tenang, batasi Meningkatkan istirahat untuk menurunkan
pengunjung, dan kurangi suara bising, kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan
pertahankan tirah baring bila di regangan jantung dan paru.
indikasikan
5.Gunakan teknik menghemat energi, Meningkatkan aktivitas secara bertahap
anjurkan pasien istirahat bila terjadi sampai normal dan memperbaiki tonus
kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien otot/stamina tanpa kelemahan.
melakukan aktivitas semampunya (tanpa Meningkatkan harga diri dan rasa terkontrol.

11
memaksakan diri).

2) Dx 2: Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya


pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan
granulosit (respons inflamasi tertekan)).
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko
infeksi. Meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau
eritema, dan demam.
INTERVENSI RASIONAL
1.Tingkatkan cuci tangan yang baik; oleh Mencegah kontaminasi silang/kolonisasi
pemberi perawatan dan pasien. bacterial. Catatan: pasien dengan anemia
berat/aplastik dapat berisiko akibat flora
normal kulit.
2.Berikan perawatan kulit, perianal dan oral Menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan
dengan cermat. dan infeksi.
3.Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi Membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi.
bila memungkinkan. Perlindungan isolasi
Dibutuhkan pada anemia aplastik, bila
respons imun sangat terganggu.
4.Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil Adanya proses inflamasi/infeksi
dan takikardia dengan atau tanpa demam. membutuhkan evaluasi/pengobatan
5.Berikan antiseptic topical ; Mungkin digunakan secara propilaktik untuk
antibioticsistemik (kolaborasi menurunkan kolonisasi atau untuk
pengobatan proses infeksi local.

3) Dx 3: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan/absorpsi
nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan
dengan nilai laboratorium normal, tidak mengalami tanda mal nutrisi.
Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau
mempertahankan berat badan yang sesuai.
INTERVENSI RASIONAL
1.Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang Mengidentifikasi defisiensi, memudahkan
disukai. intervensi.

12
2.Observasi dan catat masukkan makanan Mengawasi masukkan kalori atau kualitas
pasien. kekurangan konsumsi makanan.
3.Timbang berat badan setiap hari. Mengawasi penurunan berat badan atau
efektivitas intervensi
4.Berikan makan sedikit dengan frekuensi Menurunkan kelemahan, meningkatkan
sering dan atau makan diantara waktu pemasukkan dan mencegah distensi gaster
makan.
5.Observasi dan catat kejadian mual/muntah, Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia
flatus dan dan gejala lain yang (hipoksia) pada organ.
berhubungan.
6.Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik Meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan
; sebelum dan sesudah makan, gunakan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri,
sikat gigi halus untuk penyikatan yang meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik
lembut. Berikan pencuci mulut yang di perawatan mulut khusus mungkin diperlukan
encerkan bila mukosa oral luka. bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan
nyeri berat.
7.Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana Membantu dalam rencana diet untuk
diet. memenuhi kebutuhan individual.
Kolaborasi ; berikan obat sesuai indikasi.

4) Dx 4: Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen


seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan : peningkatan perfusi jaringan
Kriteria hasil : menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
INTERVENSI RASIONAL
1.Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, Memberikan informasi tentang
warna kulit/membrane mukosa, dasar derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan
kuku. membantu menetukan kebutuhan intervensi.
2.Tinggikan kepala tempat tidur Meningkatkan ekspansi paru dan
sesuaitoleransi. memaksimalkan oksigenasi untuk
3.kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi Dispnea, gemericik menununjukkan
bila ada hipotensi. Awasi upaya gangguan jantung karena regangan jantung
pernapasan ; auskultasi bunyi napas lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
perhatikan bunyi adventisius.
4.Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi. Iskemia seluler mempengaruhi jaringan
miokardial/ potensial risiko infark.
5.Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan

13
laboraturium. Berikan sel darah merah pengobatan /respons terhadap terapi
lengkap/packed produk darah sesuai
indikasi.
6.Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. Memaksimalkan transport oksigen ke
jaringan.

14
BAB III
PENUTUP

3. 1 Kesimpulan
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah sel darah merah,
kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah.
Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan
patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan
fisik, dan konfirmasi laboratorium (Price & Wilson,2006).
Beberapa ahli epidemiologi mengkalkulasikan sedikitnya satu setengah populasi di
dunia yang menderita anemia. Data tersebut memberi gambaran bahwa masalah anemia perlu
mendapat perhatian dan penanganan yang baik karena kalau tidak akan menimbulkan
komplikasi. Dalam hal ini perawat penting memberi penyuluhan tentang istirahat, pola
makanan yang baik serta pengobatan yang teratur untuk membantu dalam proses
penyembuhan dan peningkatan penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

15
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Pasien. EGC : Jakarta
Smeltzer Suzannec, Brenda Bare G. 2002. Buku Ajar Keperwatan Medikal Bedah. Penerbit
Buku Kedokteran: Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai