Oleh :
Risma Hertanti
NIM. 170070301111113
B. EPIDEMIOLOGI
Laporan Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2010 menunjukkan
bahwa kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah sebanyak 96.957 kasus
dan sebanyak 1.847 (2%) kasus merupakan kasus infark miokard akut. Penyakit
jantung dan pembuluh darah merupakan penyakit tidak menular yang menjadi
penyebab utama kematian dan selama periode tahun 2005 sampai dengan
tahun 2010 telah terjadi kematian sebanyak 2.941 kasus dan sebanyak 414
kasus (14%) diantaranya disebabkan oleh infark miokard akut.
Data pasti tingkat kejadian, morbiditas dan mortalitas infark miokard di
Indonesia belum tersedia. Namun di provinsi DKI LJakarta pada tahun 2008-
2009 berdasarkan Jakarta Acute Coronary Syndrome Registry, terdapat 654
pasien dengan infark miokard dengan elevasi segmen ST atau STEMI. Dari
pasien yang mengalami STEMI hanya 59%yang mendapat terapi reperfusi dan
hamper 80% kasus infark datang setelah lewat 12 jam sejak serangan.
C. KLASIFIKASI
a. Infark Miokard Subendokardial
Infark Miokard Subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial
yang relatif menurun dalam waktu yang lama sebagai akibat perubahan
derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi
seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia (Rendy & Margareth, 2012).
D. ETIOLOGI
Etiologi infark miokard akut adalah oklusi arteri koroner yang 90%
disebabkan oleh proses aterosklerosis. Aterosklerosis adalah penyakit
pembuluh darah kronis akibat metabolik yang diperparah oleh inflamasi.
Aterosklerosis membentuk plak dan bila terjadi rupture plak akan menyebabkan
agregasi trombosit dan terbentuknya thrombus yang menyumbat arteri koroner.
AMI terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak
tertangani dengan baik sehingga menyebabkab kematian sel-sel jantung
tersebut. Beberapa hal yang menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut
diantaranya:
1. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard.
Menurunya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain:
a. Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan
darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu
kepatenan pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis, spasme, dan
arteritis. Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang tidak
memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya dihubungkan
dengan beberapa hal antara lain: (a) mengkonsumsi obat-obatan tertentu; (b)
stress emosional atau nyeri; (c) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (d)
merokok.
b. Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung
keseluruh tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan
lepas dari factor pemompaan dan volume darah yang dipompakan. Kondisi
yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi.
Stenosis maupun isufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta,
mitrlalis, maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardac out put
(COP). Penurunan COP yang diikuti oleh penurunan sirkulasi menyebabkan
bebarapa bagian tubuh tidak tersuplai darah dengan adekuat, termasuk
dalam hal ini otot jantung.
c. Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian
tubuh. Jika daya angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan
(pembuluh darah) dan pemompaan jantung maka hal tersebut tidak cukup
membantu. Hal-hal yangmenyebabkan terganggunya daya angkut darah
antara lain: anemia, hipoksemia, dan polisitemia.
2. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu
dikompensasi diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung untuk
meningkatkan COP. Akan tetapi jika orang tersebut telah mengidap penyakit
jantung, mekanisme kompensasi justru pada akhirnya makin memperberat
kondisinya karena kebutuhan oksigen semakin meningkat, sedangkan suplai
oksigen tidak bertambah. Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan
meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya:
aktivtas berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard
bisa memicu terjadinya infark karea semakin banyak sel yang harus disuplai
oksigen, sedangkan asupan oksien menurun akibat dari pemompaan yang
tidak efektive.
E. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko terjadinya aterosklerosis dapat dibedakan antara faktor
risiko yang dapat diubah (modifiable) dan faktor risiko yang tidak dapat diubah
(non-modifiable)
Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain :
1. Umur, yakni diatas 45 tahun terutama pada laki-laki
2. Jenis Kelamin pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, namun
perbedaan prevalensi antara laki-laki dan perempuan berkurang seiring
[3]
meningkatnya usia
3. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung coroner atau sudden death
Faktor risiko yang dapat diubah, yaitu :
1. Merokok dan cara penggunaan tembakau lainnya. Hampir sepertiga
kematian akibat penyakit jantung coroner berhubungan dengan merokok
baik perokok aktif atau perokok pasif
2. Diabetes tipe 1 atau tipe 2, risiko lebih tinggi pada wanita disbanding pria
yang mengalami diabetes
3. Hipertensi, risiko lebih tinggi pada wanita disbanding pria yang mengalami
hipertensi
4. Obesitas sentral/abdominal
5. Depresi
6. Hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia
7. Inaktifitas kegiatan fisik
G. PATOFISIOLOGI
(Terlampir)
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan EKG
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan
menmghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran
listrik diarahkan menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan
iskemik akan mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST. Pada infark,
miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi
secara normal, mengakibatkan elevasi segmen ST.
J. KOMPLIKASI
1. Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini
disebut remodelling ventricular yang sering mendahului berkembangnya
gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark.
Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan
dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada
apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang
nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.11
2. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada
awal (10 hari infark) dan sesudahnya. 11
3. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan
90% terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi
syok kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.
4. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan
yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan
atau tanpa hipotensi.
5. Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan
sistem saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan
konduksi di zona iskemi miokard.
6. Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua
pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif
dalam mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI.
7. Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia
sebelumnya dalam 24 jam pertama.
8. Fibrilasi atrium
9. Aritmia supraventrikular
10. Asistol ventrikel
11. Bradiaritmia dan Blok
12. Komplikasi Mekanik
Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Kota Semarang. Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2010
[Internet]. 2010 [updated Juli 2010; cited 2018 Maret 11]. Available from:
http://dinkes-kotasemarang.go.id/
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 17th Edition
Harrison’s Principles of Internal Medicine. New South Wales : McGraw
Hill; 2010
Gehani A a, Al-Hinai AT, Zubaid M, Almahmeed W, Hasani MM, Yusufali AH, et
al. Association of risk factors with acute myocardial infarction in Middle
eastern countries: the INTERHEART Middle east study. Eur J Prev Cardiol
[Internet].2012;23125402 Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23125402
Leifheit-Limson EC, Spertus J a, Reid KJ, Jones SB, Vaccarino V, Krumholz
HM, et al: Prevalence of traditional cardiac risk factors and secondary
prevention among patients hospitalized for acute myocardial infarction
(AMI): variation by age, sex, and race. J Women’s Heall [Internet].
2018;11(8);659-66. Available from:
http://dx.doi.org/10.1089/jwh.2012.3962
Mozaffarian D, Benjamin EJ, Go AS, Arnett DK, Blaha MJ, Cushman M, et al.
Executive Summary:Heart Disease and Stroke Statistics-2016 Update.
Circulation [Internet] 2018 Maret 11;133(4):447 LP-454 Available from:
http://circ.ahajournals.org/content/133/4/447.abstract
Rendy M. Clevo & Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010..
Lampiran
PATOFISIOLOGI
Gangguan
Fatique Nyeri Penurunan Kontraktilitas menurun
pertukaran
Curah
gas
Jantung
Intoleransi Cemas
aktifitas COP turun Kegagalan
pompa jantung
Risiko
penurunan
perfusi Gagal Jantung
jaringan
jantung
Resiko gangguan
fungsi
kardivaskuler