Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI


PERBANDINGAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI
DENGAN NEGARA PORTUGAL

Disusun oleh :
DAVID SUHENDRA
(010118A030)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Pencipta Semesta
Alam, karena atas rahmat, karunia dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan penulisan
makalah ini yang merupakan tugas mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi.

Penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen Arista Candra
Irawati.SH.MH.Adv., Selaku pengampu mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi dan semua pihak
yang turut membantu.

Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan
Demikian, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat, umumnya kepada para pembaca dan
khususnya bagi penulis sendiri. Aamiin.

Ungaran, 24 november 2018

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Upaya DIKTI Dalam Pembentukan Karakter Bangsa
•       Deklarasi Mengawal Perwujudan Empat Pilar Kebangsaan
•       Deklarasi Anti Menyontek dan Anti Plagiat
•       Pendidikan Karakter Bangsa
•       Pendidikan Anti-korupsi
Korupsi di Indonesia
•       Korupsi adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) dengan dampak buruk
yang luar biasa pula.
•       Korupsi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk pada
hampir seluruh sendi kehidupan.
Kita semua harus menjadi Subjek Pemberantasan Korupsi
PP  71 Th. 2000:
Peran serta masyarakat adalah peran aktif perorangan, Ormas, atau LSM dalam
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Korupsi di negeri ini sekarang sedang merajalela bahkan telah menjadi suatu
“kebiasaan”. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menangani korupsi dan
hukum yang sangat tegas. Namun, tetap saja korupsi masih terdapat di negeri ini. Salah
satu mengapa orang berani melakukan tindak pidana korupsi yaitu karena kurangnya
kesadaran pribadi tentang bahaya korupsi. Tentu saja kita tidak bisa menyadarkan para
koruptor karena mereka sudah terlanjur terbiasa dengan tindakannya tersebut. Jadi, salah
satu upaya jangka panjang yang terbaik untuk mengatasi korupsi adalah dengan
memberikan pendidikan anti korupsi dini kepada kalangan generasi muda sekarang.
Karena generasi muda adalah generasi penerus yang akan menggantikan kedudukan para
penjabat terdahulu. Juga karena generasi muda sangat mudah terpengaruh dengan
lingkungan di sekitarnya. Jadi, kita lebih mudah mendidikdan memengaruhi generasi
muda supaya tidak melakukan tindak pidana korupsi sebelum mereka lebih dulu
dipengaruhi oleh “budaya” korupsi dari generasi pendahulunya.

II. Tujuan
1. Untuk mengetahui lebih dalam tentang Pendidikan Anti Korupsi
2. Untuk mengetahui perbandingan penegakan hukum antara Negara Indonesia dan
Negara lain.
III. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perbedaan tindak pidana korupsi di Negara Indonesia dengan Negara
portugis?
BAB I

Pengertian Korupsi secara Teoritis


Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah
tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan, 
dan merugikan kepentingan umum. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat
publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku
menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat
disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas
dengan berbagai macam modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur
bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang
sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan
negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi
keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan
wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata)
untuk memperkaya diri sendiri.

Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki
oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi
atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan
bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah
dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang
menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan
hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim
menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh
seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau
orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai
korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam
korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan
pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan
masyarakat.

Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah banyak gambaran
tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini sendiri, korupsi sudah seperti
sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke lembaga-
lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN. Apalagi
mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir kita temui dimana-mana. Mulai dari pejabat
kecil hingga pejabat tinggi.

Walaupun demikian, peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang tindak


pidana korupsi sudah ada. Di Indonesia sendiri, undang-undang tentang tindak pidana korupsi
sudah 4 (empat) kali mengalami perubahan. Adapun peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang korupsi, yakni :

1. Undang-undang nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,


2. Undang-undang nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
3. Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
4. Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang
pemberantasan tindak pidana korupsi.

Penjatuhan Pidana Pada Perkara Tindak Pidana Korupsi


Berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 31 Tahun 1999 jo undang-undang nomor
20 tahun 2001, jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa tindak
pidana korupsi adalah sebagai berikut.
Terhadap Orang yang melakukan Tindak Pidana Korupsi
1. Pidana Mati
Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang nomor 20 tahun
2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dilakukan dalam keadaan tertentu.

2. Pidana Penjara
Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang
yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perkonomian Negara.
(Pasal 2 ayat 1)
Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak satu Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3)
Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang dengan sengaja
mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun
para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)
Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana
dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36.
3. Pidana Tambahan
Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak
bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk
perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang
yang menggantikan barang-barang tersebut.
Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang
diperoleh dari tindak pidana korupsi.

Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian
keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana. Jika
terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya
dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar
uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi
ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan undang-undang nomor 31 tahun
1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan. Terhadap Tindak
Pidana yang dilakukan Oleh atau Atas Nama Suatu Korporasi
Pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan ketentuan maksimal
ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan pidana ini melalui procedural ketentuan pasal 20 ayat
(1)-(5) undang-undang 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah
sebagai berikut:
a. Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka
tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau
pengurusnya.
b. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut
dilakukan oleh orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan
hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun
bersama-sama.
c. Dalam hal ini tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi maka korporasi
tersebut diwakili oleh pengurus, kemudian pengurus tersebut dapat diwakilkan
kepada orang lain.
d. Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di
pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya penguruh tersebut dibawa ke siding
pengadilan.
e. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk
menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus
di tempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.
Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang nomor
20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah
a) Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
b) Perbuatan melawan hukum;
c) Merugikan keuangan Negara atau perekonomian;
d) Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena
jabatan dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain.

 
HUKUM PIDANA DI PORTUGAL

KUHP Portugal termasuk KUHP modern dalam arti sangat baru. KUHP ini disusun sama
sekali secara revolusioner radikal merombak sistem yang lama. KUHP ini mulai berlaku 1
Januari 1983. Sedangkan KUHAP-nya lebih baru lagi, mulai berlaku 1 Januari 1987. Memang
seharusnya KUHP lebih dahulu diciptakan daripada KUHAP. Berlainan dengan kita, yang
KUHAP diciptakan lebih dulu. Kedua kitab ini berbeda dengan yang ada sebelumnya terutama
tentang sanksi pidana. Prosesnya dimulai dengan penunjukan Eduardo tentang sanksi pidana.
Prosesnya dimulai dengan penunjukan Eduardo Correia seorang professor, oleh Menteri
Kehakiman tahun 1961. KUHP lama berlaku sejak 1886. KUHP Portugal yang lebih dahulu lagi,
yaitu tahun 1966.

Titik sentral pembaharuan hukum pidana di Portugal terletak pada dekriminalisasi dan
humanisasi administrasi penuntutan pidana pengurangan pidana penjara, penekanan kepada
perlindungan masyarakat dan rehabilitasi pelanggar hukum. Adapun sanksi-sanksi hukum pidana
di Portugal yaitu terbagi empat: 1) Pidana pokok, 2) Pidana tambahan, 3) Pidana indeterminate
yang relatif dan 4) tindakan-tindakan untuk melindungi keamanan publik. Dari latar belakang
inilah penulis akan menggali lebih dalam lagi mengenai sanksi-sanksi hukum pidana di Portugal
dalam bab selanjutnya.

Dalam KUHP Baru (1983) beberapa jenis sanksi pidana dan tindakan dari sistem lama
dihapus dan sistem sanksi baru dibedakan yaitu:

A. Pidana Pokok

1. Pidana Penjara
Pada mulanya sebelum diundangkannya KUHP Baru 1983, pidana perampasan
kemerdekaan dibedakan ke dalam dua kategori yaitu ada yang masuk pidana berat
(severepenalties atau penasmaiores) dan ada yang termasuk pidana koreksional
(correctionalpenalties atau severepenascorreccionais). Termasuk pidana berat
ialah severeprisonsentence (minimal 2 tahun dan maksimal 24 tahun) dan
pidana automaticlossofcivilandpoliticalrights ( untuk 15-20 tahun). Yang termasuk pidana
koreksional ialah imprisonment(minimal 3 hari, maksimal 2
tahun), exile(pembuangan), temporarylossofcivilandpoliticalrightsfine dan publicreprimand.
KUHP Baru menghapuskan perbedaan antara pidana berat dengan pidana
perbaikan/koreksional, sehingga hanya ada pidana penjara. Minimum dan maksimum pidana
penjara juga diubah. Minimum ditingkatkan dari 3 hari ke 1 bulan, sedangkan maksimumnya
dikurangi dari 24 tahun menjadi 20 tahun. Maksimum ini dapat dinaikkan ½
untuk genocide dan terrorism.  Tidak ada pidana penjara
termasuk indeterminatesentence, yang dapat melebihi batas 25 tahun. Dalam KUHP Portugal
tidak ada jetentuan mengenai lamanya minimum umum dan maksimum umum yang dapat
dijatuhkan. Tiap delik mempunyai batas-batas khususnya sendiri-sendiri. Namun ada faktor
yang meringankan, misalnya telah membayar kerugian untuk kerusakan yang timbul,
memungkinkan dijatuhkannya pidana di bawah minimal.

Salah satu tujuan kebijakan kriminal yang sangat penting dari pembaharuan KHUP
adalah pengurangan jumlah pidana penjara pendek. Pembuat UU menetapkan syarat-syarat
yang ketat sebelum pidana penjara 6 bulan ke bawah diterapkan. Misalnya pasal 43 PC
menegaskan, bahwa semua pidana penjara 6 bulan atau kurang harus disubsitusikan dengan
sejumlah denda harian penjara mempunyai sifat sebagian pidana terakhir (the ultimo-
ratiocharacteroftheprisonsentence). Ide the ultimo-ratiocharacteroftheprisonsentence ini
juga terlihat pada pasal 71 PC. Dalam hal suatu delik dapat dipidana dengan pidana custodial
atau pidana non custodial, pasal 71 ini mewajibkan hakim untuk menjatuhkan pidana non
custodial apabila hal ini dipandang cukup untuk merehabilitasi si pelanggar, dan juga syarat-
syarat teguran/pencercaan (reprimand) terpenuhi. Prinsip generaldeterrence ini untuk
menjamin, bahwa sanksi alternatif non custodial itu tida sekedar menjadi huruf mati.

Sejak tahun 1983, UU memberi peluang kepada hakim untuk menetapkan bahwa
pidana sampai 3 bulan dapat dilaksanakan dalam bentukweekenddetention atau semi
detention (Pasal 44 dan 45 PC). Pasal 44 menyatakan, bahwa pidana penjara pendek ke
pidana denda atau weekenddetention tidak dimungkinkan, maka dapat
dipilihsemidetention.  Bentuk pidana ini memberi kebebasan kepada napi untuk bebas di luar
penjara, melakukan pekerjaan normalnya atau pendidikannya. Semi detention ini harus
dengan persetujuan terpidana (Pasal 45 PC).
2. Pidana Denda

Pidana denda digunakan sebagai pengganti pidana penjara pendek dan juga sebagai
pidana yang berdiri sendiri (independentsanction). Sejak tahun 1983, semua pidana denda
dihitung sebagai denda harian karena harus memperhitungkan kemampuan terpidana.
Menurut pasal 46 PC, pidana denda sekurang-kurangnya 10 dan maksimal 300 denda harian.
Tiap denda harian sekurang-kurangnya 200 Escudos dan tidak dapat lebih dari 10.000
Escudos. Dengan demikian, jumlah minimum denda adalah 2000 Escudos dan maksimalnya
3.000.000 Escudos. Pembayaran denda dapat ditunda sampai 1 tahun atau dapat dicicil dalam
waktu 2 tahun. Apabila denda tidak dibayar dapat diganti dari barang-barang terpidana atau
dikonversi dengan kewajiban kerja. Satu hari kerja ekuivalent dengan satu denda harian.
Walaupun pada prinsipnya uang denda menjadi milik negara, namun Pasal 129 PC
membuat suatu perkecualian penting, yaitu hakim dapat menghadiahkan semua atau sebagian
denda itu kepada pihak yang dirugikan (korban) apabila ia menderita kerugian financial
sangat serius dan terdakwa tidak dapat membayar kembali. Atas permintaan pihak yang
dirugikan, barang-barang yang disita atau hasil kejahatan dan juga keuntungan yang berasal
dari kejahatan dapat diberikan/dihadiahkan kepadanya.

3. Pidana Tertunda/Bersyarat

Pidana tertunda (PT) sudah dimasukkan ke dalam hukum pidana Portugal sejak tahun
1893 (UU 6 Juli 1983, pasal 8 dan 9). Pidana tertunda yang dimaksud di sini
adalah unconditionalpenalty yang tidak dilaksanakan berdasarkan syarat-syarat tertentu.
Pada mulanya pidana tertunda hanya diberikan untuk pidana penjara koreksional dan hanya
untuk pelaku pemula. Hal ini kemudian diperluas pada revisi KUHP tahun 1954. Pidana
tertunda dapat juga diberikan untuk denda. Perkecualian pemberian pidana tertunda
kepada firstoffender juga mengalami perubahan yang dikecualikan, hanya mereka yang
pernah dipidana penjara. Namun dalam revisi terakhir, klausul demikian juga mengalami
pergeseran. Recidivist juga dapat memperoleh pidana tertunda saat ini, semua pidana-pidana
penjara sampai 3 tahun (sebelumnya hanya 2 tahun) dapat memperoleh pidana tertunda.
Adapun syarat-syarat pidana tertunda yang secara eksplisit disebut dalam PC ialah:

a. Memberi kompensasi kepada korban atau memberi jaminan untuk melakukan hal itu
(member kompensasi).
b. Melakukan perbaikan moral kepada korban.
c. Membayar sejumlah uang kepada Bendahara Negara sebesar jumlah denda
maksimum yang diancamkan untuk delik yang bersangkutan.

Hakim dapat menetapkan syarat-syarat lain sepanjang tidak merugikan/membahayakan


terpidana dan tidak bertentangan dengan standar moral. Berdasarkan kriteria pertama, maka
hakim tidak dapat menetapkan suatu sanksi, misalnya pidana kerja sosial (yang merupakan
pidana pokok) sebagai syarat khusus.

4. Pengawasan

Disamping pidana tertunda/bersyarat yang didasarkan pada sursis di Perancis dan Belgia,
KUHP baru 1982 memperkenalkan prova yang meniru model probation di Anglo Saxon.
Pembuat UU mempertimbangkan pidana ini sebagai salah satu bentuk inovasi yang sangat
penting. Pidana ini dimaksudkan sebagai alternatif dari pidana penjara termasuk pidana
bersyarat. Probation merupakan suatu alternatif dari pidana penjara termasuk pidana
bersyarat ini tidak memberi peluang yang cukup untuk perbaikan/rehabilitasi si pelanggar.
Syarat-syarat untuk pidana bersyarat/tertunda juga dapat diterapkan untuk probation ini.
perbedaan penting antara suspendedsentence dengan probation adalah bahwa
dalamprobation, putusan pemidanaan ditunda. Jadi, tidak ada final sentence. Untuk
dibuatnya perintah pengawasan, cukup bahwa hakim yakin akan kesalahan terdakwa dan
delik yang dilakukan tidak dapat dipidana lebih dari 3 tahun penjara. Perbedaan yang sangat
signifikan antara probationdan suspendedsentence adalah bahwa orang yang
diberi probation menjadi sasaran rencana rehabilitasi di bawah pengawasan dan bimbingan
pekerja sosial yang terlatih untuk masa 1 sampai 3 tahun.

Pasal 54 PC menetukan beberapa larangan bagi mereka yang terkena probation, yaitu


larangan untuk:

a. Melakukan pekerjaan/profesi tertentu.


b. Berada di tempat-tempat tertentu.
c. Bertempat tinggal di tempat tertentu atau dalam wilayah tertentu.Melakukan kontak
dengan orang-orang tertentu. Bergadung dengan masyarakat tertentu atau menghadiri
pertemuan-pertemuan khusus.Memiliki barang-barang untuk tujuan melakukan
d. tindak pidana lain.

Adapun syarat lain yang disebut dalam KUHP adalah:

a. Kewajiban menentukan orang yang membayar jaminan untuknya.


b. Kewajiban melapor secara periodik kepada pejabat pengawas dan menerima
perawatan wajib di dalam rumah sakit jiwa, klinik rehabilitasi alkohol/obat-obatan
atau lembaga terapi lainnya.

Patut dicatat, bahwa hakim dapat menetapkan syarat-syarat lain.


5. Teguran
Pidana ini dalam istilah Portugis disebutadmoestacao. Jenis sanksi ini mengikuti model
Yugoslavia yang diperkenalkan pada 1959. Sanksi ini berupa teguran lisan secara formal
oleh hakim dalam persidangan terbuka yang dihadiri terdakwa. Dalam mukaddimah KUHP
dinyatakan, bahwa sanksi ini terutama dimaksudkan untuk pelaku pemula dan para pelanggar
yang mempunyai rasa harga diri yang baik yang tidak melakukan delik sangat serius dan
kepadanya tidak diperlukan pidana yang lebih berat. Pasal 59:2 PC juga menyatakan, bahwa
teguran ini juga dapat diberikan apabila sanksi ini dapat menunjang rehabilitasi sosial dari si
pelanggar.
Menurut pasal 59 PC, hakim hanya dapat menerapkan sanksi ini apabila:

a. Terdakwa bersalah melakukan delik yang tidak diancam pidana lebih berat dari 3
bulan penjara, denda sebesar 90 denda harian atau gabungan/kombinasi kedua pidana
itu.
b. Terdakwa harus telah membayar kerugian yang ditimbulkan.

Perbedaan sanksi ini dengan VerwarnungmitStrafvorbehalt di Jerman ialah:

a. Tidak ada syarat-syarat yang dilekatkan pada sanksi ini di Portugal.


b. Pengumuman/penjatuhan pidana tidak ditunda.
6. Pelepasan Bersyarat
Ada dua bentuk pelepasan bersyarat yaitu parole pilihan (optionalparole) dan parole
wajib (mandatoryparole). Parole pilihan untuk pidana penjara yang lebih dari 6 bulan dan
telah dijalani separuhnya. Pelepasan bersyarat ini bukan merupakan hak setiap napi, tetapi
hak istemewa untuk napi tertentu. Parole wajib adalah pelepasan bersyarat yang harus
diberikan kepada napi yang dijatuhi pidana penjara lebih dari 6 tahun, setelah menjalani 5/6-
nya dan belum pernah diberi parole pilihan. Syarat-syarat yang dilekatkan pada parole sama
dengan syarat-syarat untuk suspendedsentence dan probation order.
7. Tidak Menjatuhkan Pidana
Salah satu rekomendasi dari Komisi para Menteri Dewan Eropa (dalam Resolusi no.
10/76 tgl 9 Maret 1976) member perhatian pada kemungkinan diberikannya hak kepada
hakim untuk dapat tidak menjatuhkan pidana apapun terhadap delik-delik ringan. Portugal
merupakan salah satu negara yang menerima rekomendasi ini dan memasukkan dua
bentuk Dispensade pena ke dalam KUHP 1983, yaitu tidak menjatuhkan pidana terhadap
delik:
a. Yang diancam dengan pidana maksimum 6 bulan penjara..
b. Yang diancam dengan pidana gabungan antara penjara dan denda yang tidak melebihi
180 denda harian.
Syarat-syarat untuk tidak menjatuhi pidana itu adalah:
a. Ada kesalahan minimal.
b. Kerugian telah dibayar
c. Tidak ada faktor-faktor (untuk rehabilitasi atau pencegahan umum) yang
menghalangi penyelesaian masalah dengan cara ini.

Apabila syarat ke dua dan tiga tidak ada, tetapi hakim berpendapat bahwa hal itu dapat
direalisir dalam waktu 1 tahun, maka hakim dapat menunda putusannya sampai 1 tahun.
Tujuan dibalik dispensade pena tidak hanya untuk menghindari penjatuhan pidana penjara
pendek, tetapi juga untuk mencegah pemidanaan yang tidak dibenarkan/diperlukan dilihat dari
sudut kebutuhan, baik kebutuhan untuk melindungi masyarakat maupun untuk rehabilitasi si
pelanggar. Dengan kata lain, fungsinya tidak hanya sebagai alternatif pidana (penjara) pendek,
tetapi juga sebagai koreksi judicial terhadap asas legalitas.

B. Pidana Tambahan

Pidana tambahan ialah pencabutan atau pemecatan sementara/diskors dari jabatan publik
atau penolakan hak untuk menjabat jabatan tertentu, pekerjaan atau fungsi.
C. Pidana Indeterminate Yang Relatif
Pidana indeterminate relatif ialah jenis semacam pidana penjara yang dalam keadaan
tertentu dapat dikenakan kepada penjahat professional atau  penjahat karena kebiasaan atau
para pelaku yang kecanduan alkohol/obat. Lamanya pidana tidak ditentukan secara pasti pada
saat pemidanaan tetapi tergantung pada kemajuan/perkembangan dari rencana pembinaan.
Hakim hanya menetapkan lamanya minimal dan maksimal bisa 2, 4, atau 6 tahun lebih lama
dari pada pidana penjara yang dapat dijatuhkan.
D. Tindakan-Tindakan Untuk Melindungi Keamanan Publik
Tindakan untuk keamanan publik dikenakan pada pelanggar yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas perbuatannya, termasuk penempatan pada lembaga untuk
pemeliharaan, pengobatan (treatment) atau perlindungan dan larangan untuk profesi atau
bisnis (pekerjaan) tertentu.

IV. PENUTUP

Kesimpulan
Untuk pidana dalam KUHP Portugal mengenal adanya pidana denda yang dapat
mengganti pidana penjara pendek dan pidana yang berdiri
sendiri (IndevendentSanction) atau pidana terhadap perbuatan hukum yang berdiri sendiri
dalam tuntutan dan pemidanaannya sebagaimana yang terdapat pada pasal 46 PC, pidana
denda sekurang-kurangnya 10 dan maksimal 300 denda harian. Dan jika perlu denda
tersebut akan diberikan kepada korban dari kejahatan dan jika denda berupa uang tidak
terpenuhi maka dapat dibayar dengan barang-barang tertentu atau dengan kewajiban
kerja. Sebaliknya Indonesia hanya mengenal adanya pidana denda pada penjatuhan
pidana tertentu dan jenis pidana penjara tidak bisa diganti dengan pidana denda.

Saran
Demikian yang dapat di paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah
ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan
kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini
.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di
kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya
juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.
Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia .Bandung : Penerbit
Sinar Baru.
Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia . Jakarta : GhaliaIndonesia
SUMBER: http://kumpulanmakalah-cncnets.blogspot.com/2012/02/makalah-korupsi.html

https://wardahcheche.blogspot.com/2014/11/hukum-pidana-di-portugal.html?m=1

https://dayaklaw.blogspot.com/2013/10/perbandingan-kuhp-indonesia.html?m=1

https://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/12/10/15/mbrvuj-inilah-pokok-
pemikiran-ppi-portugal-perihal-pemberantasan-korupsi-di-indonesia

https://agusthutabarat.wordpress.com/2009/11/06/tindak-pidana-korupsi-di-indonesia-tinjauan-uu-no-
31-tahun-1999-jo-uu-no-20-tahun-2001-tentang-pemberantasan-tindak-pidana-korupsi/

Anda mungkin juga menyukai