Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KONSEP DESA SIAGA


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Primary Health Care

Disusun Oleh :
Kelompok 2 Tingkat 3C
Anzar Aliyudin 1708178
Isnynda Madani 1708226
Raka Eki Febrian 1708256
Riska Pirdayanti 1708269
Tetih Suhartini 1708292
Vania Apriyani Maswar 1708298
Yanti Kusumaningsih 1708303

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
KAMPUS DAERAH SUMEDANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya
manusia (SDM) dalam mendukung percepatan pembangunan nasional (Depkes RI, 2009).
Pelayanaan kesehatan dasar menjadi fokus utama upaya bidang kesehatan Indonesia untuk
mencapai target. Permasalahan kesehatan yang ada di Indonesia saat ini cukup konpleks, karena
upaya kesehatan belum dapat menjakau seluruh lapisan masyarakat.
Kesehatan merupakan tanggungjawab bersama setiap individu, masyarakat, pemerintah dan
swasta. Apapun peran yang dimainkan oleh pemerintah, tanpa kesadraan individu dan
masyarakat untuk secara mandiri menjaga kesehatan mereka, hanya sedikit yang akan dapat
dicapai. Perilaku yang sehat dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan
pelayanaan kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhaslan pembangunan kesehatan.
Oleh karena itu, salah satu upaya kesehtan pokok atau misi sektor kesehatan adalah mendorong
kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.Untuk mencapai upaya tersebut Departemen
Kesehatan RI menetapkan visi pembangunan kesehatan yaitu “Masyarakat yang mandiri untuk
hidup sehat”. Strategi yang dikembangkan adalah menggerakan dan memberdayakan masyarakat
untuk hidup sehat. Dengan mengembangkan kesiapan siagaan di tingkat desa yang disebut
dengan Desa Siaga.
Desa siaga adalah program yang memiliki ekspetasi dan goals untuk mencapai suatu kondisi
masyarakat tingkat desa yang memiliki kemampuan dalam menemukan permasalahan yang ada,
kemudiaan merencanakan dan melakukan pemecahan sesuai potensi yang dimilikinya, serta
selalu siap siaga dalam menghadapi masalah kesehatan dalam kegawatdaruratan (Nuring, 2008).
Konsep desa siaga adalah membangun suatu system disuatu desa yang bertanggungjawab
memelihara kesehatan masyarakat itu sendiri, dibawah bimbingan dan interaksi dengan seorang
bidan dan 2 orang kader desa. Di samping itu, juga dilibatkan berbagai pengurus desa untuk
mendorong peran serta masyarakat dalam program kesehatan seperti imunisasi dan posyandu
(Depkes 2009)
Keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 564/MENKES/SK/VI/II/2006,
tentang pedoman pelaksanaan pengembangan desa siaga, desa siaga merupakan desa
penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah
dan mengatasi maslah-masalahkesehtan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara
mandiri.
Pada umumnya tujuan dari program ini adalah untuk mengarahkan masyarakat untuk peduli
dan tanggap secara mandiri terhadap kesehatan yang ada di lingkungannya. Program desa siaga
sehat dijalankan oleh pusat-pusat pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia, dengan dukungan
masyarakat yang tinggal di wilayah sekitar.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Desa Siaga?
2. Bagaimana konsep dari Desa Siaga?
3. Apa saja tahapan pengembangan Desa Siaga?
4. Apa saja dasar hukum Desa Siaga?
5. Apa saja program dari Desa Siaga?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Desa Siaga.
2. Untuk mengetahui konsep Desa Siaga.
3. Untuk mengetahui tahap pengembangan dari Desa Siaga.
4. Untuk mengetahui dasr hukum dari Desa Siaga.
5. Untuk mengetahui program yang ada di Desa Siaga.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Desa Siaga
Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya yang
kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah untuk kesehatan,
bencana, dan kegawatdaruratan kesehatan, secara mandiri (Kemenkes, 2006).
Desa siaga adalah program yang memiliki ekspetasi dan goals untuk mencapai suatu
kondisi masyarakat tingkat desa yang memiliki kemampuan dalam menemukan permaslahan
yang ada, kemudian merencanakan dan melakukan pemecahannya sesuai potensi yang dimiliki
kemampuan dalam menemukan permaslahan yang ada kemudian merencanakan dan melakukan
pemecahan yang sesuai potensi yang dimilikinya, serta selalu siap siaga dalam menghadapi
masalah kesehatan dalam kegawatdaruratan (Nuring, 2008).
Desa yang dimaksud disini dapat berarti kelurahanatau istilah-istilah lain bagi kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas-batsan wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asl-usul dan adat-istiadat setempat
yang diakui dan dihormati dalam system Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.2 Konsep Desa Siaga
Konsep desa siaga adalah membangun suatu system di suatu desa yang bertanggung
jawab memelihara kesehatan masyarakat itu sendiri di bawah bimbingan dan interaksi dengan
seorang bidan dan 2 orang kader desa. Di samping itu, juga dilibatkan berbagai pengurus desa
untuk mendorong peran serta masyarakat dalam program kesehatan seperti imunisasi dan
posyandu (Depkes, 2009).
2.2.1 Tujuan Desa Siaga
A. Tujuan dibentuknya Desa Siaga
Tujuan umum. Terwujudnya desa dengan masyarakat yang sehat, peduli dan tanggap
terhadap masalah-maslahkesehatan (bencana dan kegawatdaruratan ksehatan) di desanya.
B. Tujuan Khusus
1. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya
kesehatan
2. Meningkatnya kewaspadaan dan kesiap siagaan masyarakat desa
3. Meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan
sehat
4. Meningkatnya kesehatan lingkungan di desa.
2.2.2 Sasaran dalam Pengembangan Desa Siaga
 Pihak-pihak yang dapat memengaruhi individu dan keluarga, yaitu tokoh
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), kader, dan media massa.
 Pihak-pihak yang dapat memberi dukungan atau bantuan, yaitu pejabat atau dunia
usaha.
 Semua individu dan keluarga di desa
Semua sasaran diatas diharapkan dapat lebih mandiri dalam mengatasi masalah-
masalah kesehatan. Untuk menuju Desa Siaga ada beberapa kriteria yang harus
dipenuhi, yaitu desa tersebut minimal mempunyai pos kesehatan desa
(poskesdes). Poskesdes disini merupakan suatu upaya bersumber daya masyarakat
(UKBM) yang minimalnya melaksanakan kegiatan-kegiatan seperti berikut :
a. Pengamatan epidemiologis penyakit menular dan yang berpotensi menjadi
kejadiaan luar biasa (KLB) serta faktro resikonya.
b. Penanggulangan penyakit menular dan yang berpotensi menjadi kejadian
luar biasa serta kekurangan gizi.
c. Kesiap siagaan dalam penanggulangan bencana dan kegawadaruratan
kesehatan
d. Pelayanan kesehataan dasar, sesuai dengan kompetensinya
e. Kegiatan lain-lain misalnya promosi untuk sadar gizi, perilaku hidup
bersih dan sehat.
2.2.3 Indikator Keberhasilan Pengembangan Desa Siaga
1. Indikator masukan (input), seperti ada/tidaknya forum masyarakat desa, poskesdes
atau sarananya, tenaga kesehatan, dan UKBM lain.
2. Indikator proses (process), seperti frekuensi pertemuan masyarakat desa, ada atau
tidaknya kunjungan rumah kadarzi dan PHBS, serta berfungsi atau tidaknya
poskesdes, UKBM yang ada, system kesiapsiagaan dan penanggulangan
kegawatdaruratan bencana, dan system sureveylans (pengamatan dan pelaporan)
3. Indikator pengeluaran (output), seperti cakupan pelayanan kesehatan poskesdes,
pelayanan UKBM yang ada, rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk
kadarzi dan PHBS, serta kegawatdaruratan dan KLB yang dilaporkan atau diatasi
4. Indikator dampak (outcome). Seperti jumlah jiwa yang menderita sakit (angka
kesakitan kasar) dan gangguan jiwa, jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia,
juga jumlah bayi dan balita yang meninggal dunia serta menderita gizi buruk.
2.3 Tahap Pengembangan
Pengembangan desa siaga merupakan aktivitas yang berkelanjutan dan bersifat siklus.
Setiap tahapan meliputi banyak aktivitas.
1. Tahap 1
Pada tahap 1 dilakukan sosialisasi dan survey mawas diri (SMD), dengan kegiatan antara
lain : sosialisasi, pengenalan kondisi desa, membentuk kelompok masyrakat yang
melaksanakan SMD, pertemuan pengurus, kader dan warga desa untuk merumuskan
masalah kesehatan yang dihadapi dan menentukan maslah prioritas yang akan diatasi.
2. Tahap 2
Pada tahap 2 dilakukan pembuatan rencana kegiatan. Aktivitasnya, terdiri dari penentuan
prioritas maslah dan perumusan alternative pemecahan masalah aktivitas tersebut,
dilakukan pada saat musyawarah masyarakat 2 (MMD-2). Selanjutnya, penyusunan
rencana kegiatan, dilakukan pada saat musyawarah 3 (MMD-3). Sedangkan kegiatan
anatara lain memutuskan prioritas masalah, menentukan tujuan, menyusun rencana
kegiatan dan rencena biaya, pemilihan pengurus desa siaga, presentasi rencana kegiatan
kepada masyarakat, serta koreksi dan persetujuan masyarakat.
3. Tahap 3
Tahap 3, merupakan tahap pelaksanaan dan monitoring, dengan kegiatan berupa
pelaksanaan dan monitoring rencana kegiatan.
4. Tahap 4
Tahap 4 yaitu kegiatan evaluasi atau penilaian, dengan kegiatan berupa tanggung jawab.
2.4 Dasar Hukum Desa Siaga
Dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 574 / Menkes / SK / IV/ 2000 telah
ditetapkan Visi Pembangunan Kesehatan, yaitu Indonesia Sehat 2010.Visi tersebut
menggambarkan bahwa pada tahun 2010 bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan
yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat serta mampu menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, sehinggamemiliki derajat kesehatan yang
setinggi - tingginya.Beberapa landasan hukum pelaksanaan desa siaga :
1. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421).
2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik
Nomor 4337) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
4. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4587);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4588);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/
Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4737);
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyerahan
Urusan Pemerintah Kabupaten/ Kota kepada Desa;
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan
Lembaga Kemasyarakatan;
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan
Masyarakat;
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2007 tentang Pelimpahan Urusan
Pemerintahan Kabupaten/ Kota kepada Lurah;
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
(SPM) Bidang Kesehatan di Kabupaten dan Kota;
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengembangan Desa Siaga;
14. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1529 tahun 2010
15. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan
Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Selaku Wakil Pemerintaha di Daerah.
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyerahan
Urusan Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Desa
17. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564 Tahun 2006 tentang Pengembangan Desa
Siaga
18. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 317 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis
Perencanaan Pembiayaan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang kesehatan di
Kabupaten/ Kota
19. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Standar
Pelayanan Minimal.
2.5 Program Desa Siaga
A. Pendekatan Pengembangan Desa Siaga
Dilaksanakan melalui pendekatan edukatif yaitu dengan memfasilitasi masyarakat
(individu, keluarga, kelompok masyarakat) untuk menjalani proses pembelajaran pemecahan
masalah kesehatan yang dihadapinya secara terorganisasi (pengorganisasian masyarakat), dengan
tahapan :

1. Mengidentifikasi masalah, penyebab masalah dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan
untuk mengatasi masalah.
2. Mendiagnosis masalah dan merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah.
3. Menetapkan alternatif pemecahan masalah yang terpilih dan layak, merencanakan dan
melaksanakannya.
4. Memantau, mengevaluasi dan membina kelestarian upaya yang telah dilakukan.
B. Kegiatan Program Desa Siaga Aktif
1. Persiapan
a. Persiapan Petugas Pelaksana :
 Pelatihan bidan
 Pelatihan tokoh masyarakat ( toma) dan kader
b. Persiapan Masyarakat :
 Pembentukan Forum Masyarakat Desa (FMD)
 Survey Mawas Diri (pendataan keluarga/lapangan– rembuk desa)
 Musyawarah Masyarakat Desa (di awal pembentukan)
2. Pelaksanaan
a. Pelayanan kesehatan dasar sesuai dengan kewenangan bidan, bila tidak dapat
ditangani dirujuk ke Puskesmas Pembantu atau Puskesmas.
b. Kader dan toma melakukan surveilance (pengamatan sederhana) berbasis masyarakat
tentang kesehatan ibu anak, gizi, penyakit, lingkungan dan perilaku.
c. Pertemuan Forum Masyarakat Desa untuk membahas masalah kesehatan desa
termasuk tindak lanjut penemuan pengamatan sederhana untuk meningkatkan
kewaspadaan dini masyarakat dan menyepakati upaya pencegahan dan peningkatan.
d. Alih pengetahuan dan keterampilan melalui pertemuan dan kegiatan yang dilakukan
oleh jejaring penyebaran informasi kesehatan di desa (Jejaring Promosi Kesehatan),
pelaksanaan kelas ibu, kelas remaja, pertemuan dalam rangka swa-medikasi, dsb.
e. UKBM misalnya pelaksanaan Posyandu, Posbindu, Warung Obat, Upaya Kesehatan
Kerja, UKBM Maternal (tabulin, calon donor darah, dsb.), dana sehat serta UKBM
lain sesuai kebutuhan dan kesepakatan.
f. Gerakan masyarakat dalam kesigaan bencana dan kegawatdaruratan, Kesehatan
Lingkungan, PHBS dan Keluarga Sadar Gizi.
3. Pemantauan dan Evaluasi
Keberhasilan pengembangan Desa siaga dapat dilihat dari empat (4) indikatornya
yaitu masukan, proses, keluaran dan dampak.
BAB III
3.1 Masalah yang muncul
Desa siaga memiliki sebuah konsep yaitu, membangun suatu system disuatu desa yang
bertanggungjawab memelihara kesehatan masyarakat itu sendiri, dibawah bimbingan dan
interaksi dengan seorang bidan dan 2 orang kader desa. Di samping itu, juga dilibatkan berbagai
pengurus desa untuk mendorong peran serta masyarakat dalam program kesehatan seperti
imunisasi dan posyandu.
Dari pengamatan Bernad Setyawan, S.KM menemukan fakta bahwa Bidan Desa sudah ada
tetapi ketugasan Bidan Desa masih tumpang tindih antara bekerja membantu pelayanan
kesehatan Puskesmas dan bekerja mengelola, memantau bagian kesehatan di desanya.
Bidan Desa seolah-olah hanya penanggung jawab formal Desa Siaga. Di sisi lain Bidan
Desa yang bertugas memiliki keterampilan manajeman yang minim, lebih banyak melakukan
pekerjaan yang berkaitan ketrampilan teknis ilmu kebidanan hal ini berakibat pengelolaan Desa
Siaga berjalan tanpa arah.
Instansi penggerak Desa Siaga hanya berasal dari sektor kesehatan, seperti Dinas Kesehatan,
Puskesmas sedangkan instansi di sektor lain lebih terorientasi pada programnya sendiri-sendiri,
hal ini berakibat menumpuknya program di tingkat Desa di lain pihak SDM di tingkat Desa
sendiri sangatlah minim untuk menjalankan variasi berbagai program tersebut, tidak hanya
program desa siaga.
Kader yang terpilih untuk pelaksanaan Desa Siaga tidak menjalankan tugas seperti yang
diharapkan karena merangkap tugas lain di Desa tersebut. Kader dan tokoh masyarakat yang
mengikuti pelatihan desa siaga atau penunjangnya banyak yang tidak representative karena
tingkat pendidikan, tingkat kepedulian yang kurang dan yang terpenting adalah bakat inovatif
kader,banyak yang tidak muncul setelah pelatihan, sehingga kader yang dilatih hanya pasif
menunggu kelanjutan dari pelatihan.
Maka dari itu Desa Siaga diharapkan harus memperhatikan dalam penyusunan kebijakan
mengenai penyusunan program-program berbasis kemasyarakatan dan yang kedua adalah sinergi
antara berbagai penyusun kebijakan dan semua departemen harusnya diperhatikan sehingga
masyarakat, terutama kader tidak bingung dan dihadapkan pada berbagai tuntutan pelaksanaan
program yang saling tumpang tindih antara instansi yang satu dengan instansi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes. (2018). Pengertian, Tujuan, Indikator, dan Kegiatan Pokok Desa Siaga.
Diakses dari : http://promkes.kemkes.go.id/pengertian-tujuan-indikator-dan-
kegiatan-pokok-desa-siaga.
Laksana, N. S. (2013). Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat desa dalam program desa siaga di
Desa Bandung, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Kebijakan dan Manajemen publik, 1(1).
Menkes RI. (2006). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
564/MENKES/SK/VIII/2006 tanggal 2 Agustus 2006) Pedoman Pelaksanaan
Pengembangan Desa Siaga. Mentri Kesehatan Republik Indonesia.
Merta, R. (2013). Analisis Kebijakan Desa Siaga Di Kabupaten Sleman Yogyakarta. Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.
Sutisna, E.S. (2012). Model Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan,Studi Program Desa
Siaga. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.

Anda mungkin juga menyukai