Anda di halaman 1dari 12

KIBLAT.

NET, New York- Presiden Turki, Recep Tayyib Erdogan turut hadir dalam pertemuan Majelis Umum PBB di New York,
Amerika Serikat pada Selasa (19/09). Beberapa hal disinggungnya, saat diberi kesempatan berbicara di hadapan anggota PBB
lainnya. Diantarannya ialah, konflik Suriah dan genosida yang dilakukan militer Myanmar terhadap etnis minoritas Rohingya
Erdogan mengatakan, kekerasan yang terjadi terhadap minoritas Muslim Rohingya merupakan noda kelam dalam peradaban
manusia. Ia menegaskan bahwa isu teroris hanya sebagai dalih untuk menutupi kezaliman yang dilakukan oleh Otoritas
Myanmar.
“Komunitas Muslim di wilayah Rakhine di Myanmar sedang mengalami genosida etnis, dengan tindakan teroris provokatif yang
digunakan sebagai dalih. Muslim Rohingya, hidup dalam kemiskinan dan kesengsaraan yang ekstrem. dan kehilangan hak
kewarganegaraan mereka, desanya dibakar hingga ratusan ribu orang dipaksa untuk mengungsi dari wilayah dan negara,”
tambahnya.
Sekitar 421.000 Muslim Rohingya telah menyeberang dari Myanmar ke Bangladesh sejak 25 Agustus, PBB mengatakan pada hari
Selasa. Sementara Erdogan terus mempertanyakan peran masyarakat dunia dalam melindungi etnis Rohingya.
“Jika tragedi ini di Myanmar tidak dihentikan, sejarah kemanusiaan akan menghadapi rasa malu karena noda gelap lainnya,”
katanya.
PBB menyebutkan bahwa Rohingya adalah orang-orang paling teraniaya di dunia. Pasalnya, mereka telah menghadapi kekerasan
dan tidak mendapatkan hak penuh sebagai sipil sejak puluhan tahun. Kekerasan tersebut memuncak pada tahun 2012 dan 2017,
di mana gelombang pengungsi meningkat drastis.
BACA JUGA Jokowi Tegaskan Tak Ada Target 100 Hari
Oktober lalu, setelah serangan terhadap pos-pos perbatasan di distrik Maungdaw Rakhine, pasukan keamanan melancarkan
tindakan keras selama lima bulan di mana sekitar 400 orang terbunuh, menurut kelompok Rohingya.
PBB mendokumentasikan perkosaan massal, pembunuhan – termasuk bayi dan anak kecil – pemukulan brutal dan penghilangan
bagian fisik tertentu yang dilakukan oleh petugas keamanan. PBB mengindikasikan Otoritas Myanmar terlibat dalam kejahatan
perang.
Pada konflik Suriah, Erdogan mengatakan bahwa Turki menampung lebih dari 3 juta pengungsi dari negara Timur Tengah yang
dilanda perang. Dana yang telah dihabiskan mencapai lebih dari $ 30 miliar untuk membantu mereka.
“Di Suriah, sebuah peradaban sedang dimusnahkan bersama dengan warga sipil dan anak-anak yang tidak bersalah,” katanya.
“Turki tidak dapat acuh tak acuh terhadap tragedi orang-orang ini yang kita lihat sebagai saudara dan saudari kita terlepas dari
asal usul atau kepercayaan mereka dan kepada siapa kita terhubung dengan ikatan sejarah yang mendalam,” tegasnya.
Erdogan menekankan, bagaimanapun, bahwa Ankara belum mendapat dukungan yang memadai dari masyarakat internasional
atas kontribusinya terhadap tanggapan pengungsi Suriah.
Dia mengatakan Uni Eropa mengirim 820 juta dari 6 miliar euro yang dijanjikan, sementara sumbangan melalui PBB tetap
sebesar $ 520 juta. Tidak ada yang masuk ke anggaran pemerintah, katanya, tapi malah langsung diserahkan ke mereka yang
membutuhkan.
“Sebelum seluruh dunia, saya dengan ini menyerukan kepada negara-negara dan organisasi internasional, yang telah
meletakkan semua beban 3,2 juta orang di bahu Turki, untuk memenuhi janji yang telah mereka buat,” kata presiden.
Dengan bantuan kemanusiaan dan pembangunan senilai $ 6 miliar pada tahun 2016, Turki menduduki peringkat sebagai
donatur terbesar kedua di dunia dan merupakan penyumbang utama dalam hal Produk Nasional Bruto, menurut statistik dari
Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD)
kashmir
kalender 2018 baru berjalan beberapa hari, namun kegaduhan sudah mendominasi layar televisi saat sejumlah daerah bersiap
menghelat ajang pemilihan pemimpinnya. Ajang ini sekaligus adalah ancang-ancang untuk pemilihan kepala negara tahun
depan, sebuah siklus yang wajib dilalui atas kesepakatan kita memilih demokrasi sebagai sistim pengelolaan negara.
Pilpres termutakhir memberi gambaran panasnya polarisasi antar pendukung kubu yang bertarung di seluruh negeri, terlebih
setelah dikompori oleh media sosial. Akibatnya, eskalasi perseteruan makin tidak terkendali hingga sering mengabaikan nilai-
nilai, etika dan semangat fair play.
Belum pernah sebelumnya kita mengalami pertemanan berubah menjadi permusuhan, saudara dan kerabat saling curiga,
bahkan suami dan istri bersitegang, semua karena perbedaan pilihan semata.
Beruntung di atas semua itu, kita boleh bangga dan percaya diri bahwa kita telah lulus ujian dan hingga detik ini kita masih
berdiri kokoh sebagai bangsa yang bersatu.
Kredit atas identitas dan kebanggaan yang kita miliki sekarang ini tidak lain dan tidak bukan menjadi milik para arsitek bangsa
yang berhasil merancang dasar negara Pancasila yang solid. Mereka-mereka itu diantaranya adalah Soekarno, Hatta, Yamin,
Soepomo, Tan Malaka, Sutan Sjahrir, Sam Ratulangi, dan masih banyak lagi.
Kubu umat Islam digawangi Ki Bagoes Hadikoesoemo sempat kecewa dengan dihilangkannya 7  kalimat dalam sila pertama guna
mengakomodir wakil-wakil dari Indonesia bagian timur agar bersedia masuk ke dalam NKRI. Bahkan kekecewaan ini oleh pihak
tertentu sempat diekspresikan dalam bentuk pemberontakan DI/TII/NII dan juga masih terus diperjuangkan melalui jalur politik
hingga kini.
Setajam apapun kerikil itu, pada akhirnya sebuah kompromi telah tercapai yang hanya dapat terwujud berkat kebesaran hati
para bapak bangsa yang menempatkan kepentingan bersama di atas segala perbedaan.
Sungguh suatu  legacy yang tidak dimiliki tokoh-tokoh pendiri salah sebuah negara besar lain di benua Asia selatan: India.
Saat Inggris masih menjadi musuh bersama, para pemimpinnya baik dari mayoritas Hindu maupun Islam bersatu bahu-
membahu berjuang mewujudkan mimpi India merdeka yang bersatu. Sayang seiring perjalanan waktu, ego masing-masinglah
yang lebih mengemuka sehingga tujuan mulia tersebut gagal dicapai. Alih-alih persatuan yang diidam-idamkan, yang terjadi
justru pecahnya salah satu tragedi kemanusiaan terbesar abad 20 yang tidak terperikan dan berdirinya 2 negara tetangga yang
terus-menerus bersitegang.
Tentu ada beragam komponen dan modal sosio-budaya yang membedakan kita dengan India, namun kita boleh berandai-andai
tentang apa yang barangkali dapat terjadi bila para pendiri negara kita gagal mencapai kesepahaman saat itu.
Partisi India-Pakistan yang Seharusnya Bisa Dihindari
Peristiwa terbelahnya India merupakan sebuah peristiwa besar yang membentuk wajah India modern masa kini, kira-kira sejajar
dengan Holocaust kaum Yahudi yang memicu berdirinya negara Israel.
Setelah berakhirnya PD II, Inggris sudah tidak memiliki sumber daya yang memadai untuk memegang kendali atas asetnya yang
paling berharga, yakni India. Untuk tidak lebih memperburuk keadaan, Inggris terpaksa harus memerdekakan India sesegera
mungkin. Namun mepetnya waktu menjadikan proses pemberian mandat menjadi kurang terencana dan amburadul. Meskipun
demikian, proses hengkangnya Inggris dari India terbilang sangat sukses karena dilakukan dengan damai dan aman. Hanya jatuh
7 korban jiwa saja dan nyaris tanpa letusan peluru. Bandingkan dengan sejarah panjang 300 tahun kolonisasinya yang banyak
diwarnai peperangan melawan berbagai kerajaan lokal dan pemberontakan di sana-sini yang memakan korban ribuan jiwa.
Paling tidak, cara Inggris ini masih lebih terhormat dibandingkan dengan cara Belanda meninggalkan Indonesia yang bagai
menampar mukanya di mata dunia, atau bagaimana Perancis keluar dari Vietnam dengan memalukan.
Fatalnya, Inggris gagal memperhitungkan pertumpahan darah yang terjadi sesudahnya.
Pembelahan negara berdasarkan agama ini mencetuskan salah satu migrasi penduduk terbesar sepanjang sejarah peradaban
manusia karena pada saat bersamaan jutaan umat muslim berpindah ke Pakistan barat dan timur (yang kelak menjadi negara
Bangladesh) sebaliknya jutaan umat Hindu dan penganut Sikh bergeser ke arah timur. Dari angka tersebut, ratusan ribu orang
tidak pernah sampai ke tempat yang mereka tuju karena meregang nyawa di tengah jalan.
Nehru, Mounbatten dan Jinnah dalam sebuah pertemuan di Delhi menjelang Partisi (sumber:Getty Images)
Peta politik India saat itu didominasi oleh dua kutub besar yang berseberangan. Poros pertama adalah partai Muslim League
yang dipimpin oleh Muhammad Ali Jinnah berhadapan dengan Partai Kongres yang didominasi Hindu yang dipimpin Jawaharlal
Nehru, murid Mohandas Gandhi.
Ketiga tokoh utama tersebut berlatarbelakang pengacara dan sempat mengenyam bangku kuliah di tanah Inggris. Jinnah dan
Gandhi sama-sama berasal dari Gujarat sehingga kesamaan tempat kelahiran ini seharusnya menjadi modal yang cukup bagi
keduanya untuk berkoalisi. Sayangnya, sejak awal tahun 1940-an mereka mulai tidak rukun dan saling menolak untuk berunding
dalam satu meja.
Pusat perdebatan adalah pada pribadi Jinnah. Bagi kaum nasionalis India dia dianggap sebagai penjahat utama, sedangkan bagi
Pakistan tentu dia dieluk-elukan sebagai bapak bangsa pendiri Pakistan.
Walaupun memiliki kelebihan sebagai seorang negosiator tangguh, Jinnah adalah pribadi yang sangat dingin dan tidak
menyenangkan. Dia adalah sekularis yang dalam beberapa kesempatan ikut menenggak wisky, jarang bersembahyang di masjid,
bercukur bersih tanpa jambang, klimis dan mengenakan setelan necis dan dasi sutra. Dia menikah dengan wanita non-muslim,
putri seorang pengusaha Parsi yang glamour, yang terkenal karena kain sari-nya yang terbuka.
Kepribadian ini jauh dari gambaran ideal yang didambakan oleh rakyat Pakistan, yakni penampilan yang Islami, alim dan
berjenggot.
Akibatnya, meskipun dia adalah pendiri negara Pakistan, arsitek utama berdirinya Pakistan, bapak bangsa Pakistan, profilnya
yang lebih mirip bankir jarang ditampilkan pada mata uang negara tersebut karena khawatir menodai citra Islam.
Iring iringan kereta pengungsi di sepanjan jalan yang tidak aman (sumber: pinterest.com)
Pada tahun 1916, Jinnah merupakan aset bersama milik kedua partai yang disebutkan di atas. Berbagai kesuksesan
diplomatiknya dengan Inggris memberinya gelar duta besar persatuan Hindu-Muslim India. Tetapi setelah berakhirnya PD I, dia
merasa tersingkir akibat melambungnya pamor Gandhi dan Nehru yang melampaui dirinya.
Sepanjang 1920an hingga 1930-an kebenciannya memuncak sehingga ia menuntut tanah air terpisah bagi minoritas muslim Asia
selatan, gagasan yang ia tentang sendiri sebelumnya. Ia paham benar bahwa pemisahan tersebut akan membawa bencana. Pada
bulan Agustus 1947, pada pidato pertamanya di depan Majelis Konstituante Pakistan sesaat setelah negara ini berdiri, dia
menegaskan bahwa Meskipun Pakistan adalah milik orang Islam, setiap individu yang beragama apapun, dari kasta apapun
boleh tinggal.
Sayangnya pidato ini sudah sangat terlambat. Saat itu intensitas kekerasan sudah demikian buruknya. Kaum Hindu dan muslim
telah saling bunuh tanpa kendali di seluruh pelosok negeri.
Nehru pun setali tiga uang seharusnya memikul tanggungjawab kesalahan yang sama besarnya dengan Jinnah. Pada musim
panas 1946 saat gagasan pembentukan Pakistan masih prematur, ia memiliki kesempatan untuk mempertahankan India
bersatu. Sebagai tokoh kelompok mayoritas, ia seharusnya lebih mengalah dan membuka kesempatan yang lebih lebar bagi
pihak minoritas. Entah mengapa ia tidak mengambil peluang emas tersebut.
Jinnah segera membuktikan pengaruhnya dengan menggerakan pemogokan besar-besaran kaum muslim di seluruh India. India
sempat lumpuh dan bahkan mengakibatkan korban jiwa di kalangan Hindu.
Rangkaian kekerasan yang pertama kali meledak di Kalkuta tahun 1946. Lima ribu orang terbunuh. Saat kekerasan mulai
merebak ke berbagai daerah lain, pimpinan partai Kongres yang sebelumnya juga menentang upaya pemisahan Islam-Hindu
berubah pikiran.
Inggris yang sudah tidak sanggup berbuat apa-apa makin terdorong untuk segera angkat kaki dan cuci tangan. Pada tanggal 20
Februari 1947 PM Inggris Clemente Atlee mengumumkan bahwa Inggris akan memberikan mandat pada Nehru dan Jinnah bila
keduanya dapat bertemu sebelum Juni 1948. Bila bukan pada ke duanya, maka akan dilimpahkan pada pihak manapun yang
berwenang demi kebaikan rakyat India.
Bulan Maret 1947, seorang bangsawan bernama Lord Louis Mountbatten terbang ke Delhi dengan misi menyerahkan mandat
dan sesegera mungkin angkat kaki dari India. Mountbatten menemui serangkaian negosiasi yang alot dan memakan waktu.
Khawatir bila tidak segera tuntas Inggris akan terpaksa berperan sebagai wasit antara kedua pihak yang berperang, maka
Mountbatten menekankan bahwa pemisahan India-Pakistan merupakan solusi akhir yang paling adil.
Masalah baru bermunculan tiap hari. Konsesi Inggris bagi separatis muslim menimbulkan kecemburuan bagi minoritas-minoritas
lain. Suku Pashtun yang gemar berperang di propinsi perbatasan barat laut marah pada Jinnah dan menuntut berdirinya negara
mereka sendiri, yakni Pathanistan. Suku Naga di perbukitan timur laut yang telah dipersenjatai oleh Inggris guna menghambat
Jepang menuntut negara merdeka Nagastan. Kaum Sikh menuntut Sikhistan, dan orang Balukis mendeklarasikan Balukhistan.
Awal Juni, Mountbatten mengejutkan banyak pihak dengan mengumumkan bahwa 15 Agustus 1947 adalah batas akhir
perpindahan kekuasaan. Sepuluh bulan lebih awal dari janji sebelumnya. Hal ini dilakukan sebagai terapi kejut agar para
pemimpin India yang saling tidak mau mengalah menyadari bahwa mereka telah jauh terseret dalam jurang sengketa sektarian.
Pengumuman ini sebaliknya seperti menyiram api dalam sekam sehingga menambah besar eskalasi kekerasan. Ketegangan
masih dipanas-panasi oleh peran pimpinan dan tokoh-tokoh keagamaan daerah yang mengklaim bahwa hukum membunuh
pihak lain atas nama kehormatan agama adalah halal.
Di Punjab dan Bengal, propinsi-propinsi yang berbatasan langsung dengan Pakistan barat dan timur, kekerasan mencapai
puncaknya dimana pembunuhan masal, pembakaran, penculikan dan kekerasan seksual berlangsung tanpa bisa dikendalikan
lagi. Tujuh puluh lima ribu wanita diperkosa, lalu kebanyakan diantara mereka dibunuh dan dimutilasi. Wanita menyusui
dipotong putingnya agar ia mati perlahan-lahan kehabisan darah, sedangkan bayinya mati kelaparan karena tidak bisa minum
ASI. Wanita yang hamil di tusuk perutnya hingga janinnya terburai, dan bayi ditusuk dan dipanggang di atas api.
Pembunuhan mengerikan di luar peri kemanusiaan yang terjadi bahkan membuat sejumlah tentara Inggris yang pernah
menyaksikan kekejaman kamp-kamp konsentrasi Nazi bergidik.
Menjelang tahun 1948 saat migrasi hampir usai, lebih dari 15 juta orang telah tercerabut dari akar historis mereka dan dua juta
di antaranya tewas.
Cyril Radcliffe, seorang hakim Inggris ditugasi membuat garis batas bakal kedua negara dan hanya diberi waktu 40 hari saja.
Mustahil menyelesaikan tugas sebesar ini dalam waktu sesingkat itu. Batas yang jauh dari sempurna tersebut diumumkan hanya
dua hari setelah kemerdekaan India.
Kedua pihak yang bersengketa sama-sama tidak puas. Jinnah yang telah berhasil mewujudkan keinginannya sangat menyesalkan
keputusan adanya negara Islam di barat dan timur yang terpisah ribuan mil wilayah India. Ia mengingatkan bahwa pemisahan
Punjab dan Bengal bagaikan menanam benih masalah di kemudian hari. Kelak pada tahun 1971, Pakistan Timur memisahkan diri
dengan memproklamirkan berdirinya Bangladesh.
Pada 14 Agustus 1947 malam, dilembah bukit Raisina, di depan majelis Konstituante India, Nehru memberikan pidatonya yang
sangat terkenal “ Pada saat tengah malam, saat dunia tidur, India akan terbangun dan hidup dalam kemerdekaan.”
Namun di malam yang sama di luar dinding New Delhi, teror masih terus berlangsung. Para pegawai administrasi Inggris yang
tersisa di Lahore menuju ke stasiun kereta api, mereka harus disuguhi pemandangan penuh mayat bergelimpangan di sepanjang
jalan. Setibanya di stasiun kereta api, mereka melihat pegawai jawatan kereta api sibuk membersihkan genangan darah dengan
selang air. Beberapa jam sebelumnya, sekelompok pengungsi Hindu yang tengah duduk menunggu kereta hendak kabur dari
kota dibantai oleh gerombolan muslim. Saat KA Bombay Express meninggalkan Lahore dan memulai perjalanan ke selatan, para
pegawai Inggris tersebut melihat sendiri Punjab sedang berkobar dari satu desa ke desa lainnya.
Yang terjadi di Punjab yang menjadi pusat kekerasan merupakan salah satu tragedi kemanusiaan tak terperikan abad 20.
Karavan dan kereta-kereta pengungsi yang menyingkir memenuhi jalanan lebih dari 50 mil panjangnya. Dapat Anda bayangkan
berapa kira-kira jumlah orang yang kehilangan tempat tinggalnya, tercerabut dari akarnya. Saat para petani bermandi keringat
kelelahan menyusuri jalan, gerombolan pengacau muncul dari sisi jalan dan membantai mereka tanpa ampun seperti domba.
Gerbong kereta api pengungsi yang terisi penuh sering disergap di sepanjang jalan. Sering kali saat KA mencapai perbatasan,
gerbong dipenuhi keheningan dan darah mengalir dari bawah papan KA.
Dalam beberapa bulan, peta Asia selatan berubah drastis selamanya. Tahun 1941 Karachi yang dijadikan sebagai ibu kota
pertama Pakistan berisikan 47,6 persen orang Hindu. Delhi, ibukota India merdeka sepertiganya berpenduduk muslim. Pada
akhir dekade, hampir semua orang Hindu di Karachi telah mengungsi sedangkan 200 ribu muslim terpaksa keluar dari delhi.
Perubahan yang terjadi dalam kurun waktu beberapa bulan itu tetap tak terhapuskan hingga 71 tahun berikutnya.
Dampak Partisi yang Mengancam Keselamatan Dunia
Nehru dan Jinnah mungkin telah berusaha keras menghapus kebencian diantara mereka di tahun 1947 ketika menyadari bahwa
kebijakan yang diambil dari ruang kamar kecil mereka telah membinasakan banyak nyawa tak berdosa di luar istana keduanya
yang nyaman, namun lihatlah apa yang terjadi kini.
Tidak butuh waktu lama, kedua negara sudah tenggelam dalam sikap antipati dan curiga yang mendalam. Mereka berperang
memperebutkah Kashmir-wilayah berpenduduk mayoritas muslim yang masuk negara India. Tahun 1999 setelah tentara
Pakistan menyeberang perbatasan memasuki wilayah kargil di Kashmir, kedua negara hampir memicu perang nuklir. Munculnya
gerakan kemerdekaan menentang pemerintah India dari dalam Kashmir tiada henti membuat wilayah ini bergejolak dan
memakan ribuan korban jiwa.
Tahun 1971 mereka berperang lagi akibat pemisahan diri Pakistan Timur menjadi Bangladesh. Meskipun terdapat tanda-tanda
negosiasi perdamaian, konflik Indo-Pak masihlah merupakan realitas geopolitik yang mendominasi Asia selatan hingga kini.
Nehru dan Jinnah, dua figur sentral terbelahnya India-Pakistan (sumber: pinterest.com)
Sementara itu Pakistan hingga kini terus menerus dirundung masalah ekonomi dan keamanan. Perlu diketahui bahwa jumlah
populasi India, ekonominya, dan anggaran pertahanannya 7 kali lipat lebih besar dari Pakistan. Pendekatan yang diambil
Pakistan untuk mempertahankan diri dari keuntungan demografis dan superioritas militer India ternyata membawa dampak
yang merusak baik bagi India, Pakistan sendiri maupun dunia.
Selama lebih dari 30 tahun Angkatan darat Pakistan dan lembaga intelejennya, I.S.I mengandalkan proxy jihad untuk mencapai
tujuannya. Gerakan ini lebih sering membawa kerugian bagi Pakistan sendiri dan mengubah negeri ini menjadi rentan karena
wilayahnya berkembang menjadi kantong-kantong basis militan fanatik.
Atraksi penurunan bendera di perbatasan India pakistan di Wardah (sumber: pinterest.com)
Sampai kapanpun India maupun Pakistan tidak akan pernah pulih dari luka menganga.
Gudang nuklir mereka makin besar, kelompok militan makin kuat, dan media membungkam suara-suara moderat yang
menggaungkan ide penyatuan kembali. Senjata nuklir Pakistan yang tidak stabil tidak hanya mengancam India, namun juga
dunia karena sewaktu-waktu dapat menjadi episentrum risiko keamanan dunia yang terbesar, yakni risiko pecahnya PD III.
Secara umum kondisi India lebih baik dari Pakistan. India modern makin jauh meninggalkan Pakistan karena telah berubah
menjadi kekuatan ekonomi baru nomor dua di bawah Cina. Sejumlah figur penting dalam bidang teknologi, seperti CEO Google,
kini bahkan dijabat oleh keturunan India, Sundar Picay. India adalah gudangnya insinyur dan ilmuwan komputer, juga terkenal
sebagai penyedia tenaga terampil bagi dunia barat. Mereka sudah mengembangkan satelit sendiri dan juga memiliki Silicon
Valleynya sendiri yang terdapat di Bangalore.
Namun bagi India, pemisahan tahun 1947 tetap merupakan kesia-siaan saja karena populasi penduduk muslim India saat ini
hampir sebesar populasi rakyat Pakistan.
India barangkali bisa tumbuh menjadi super power dunia sejajar dengan AS bila tidak pernah terbelah
Tindakan keras keamanan dan serangan yang didukung oleh kelompok separatis yang memerangi pemerintah India menutup
sebagian besar  Kashmir yang dipimpin India pada hari Minggu (16/12). Kekerasan itu terjadi sehari setelah kekacauan protes
dan pertempuran yang menewaskan tujuh warga sipil dan empat kombatan di wilayah yang disengketakan.  India dan Pakistan
yang bersenjata nuklir masing-masing mengelola bagian berbeda dari Kashmir, tetapi keduanya mengklaim telah menguasainya
secara keseluruhan. 
Baca Juga: Kashmir dan Palestina: Sejarah Pendudukan dan Solidaritas
Oleh: Associated Press
Polisi bersenjata dan tentara paramiliter dengan peralatan anti huru-hara menyebar ke seluruh wilayah untuk mengantisipasi
protes dan bentrokan anti-India. Toko dan berbagai bisnis ditutup di area lain yang tidak memiliki batasan keamanan.
Setidaknya tujuh warga sipil tewas dan lebih dari tiga lusin orang terluka hari Sabtu (15/12) ketika pasukan pemerintah
menembaki demonstran anti-India menyusul sebuah gedebuk yang menewaskan tiga pemberontak dan seorang tentara tewas.
ADVERTISEMENT
Warga menuduh pasukan menyemprotkan tembakan langsung ke kerumunan. Polisi mengatakan dalam sebuah pernyataan
bahwa mereka menyesali pembunuhan itu, meskipun terpaksa karena para pengunjuk rasa telah “sangat dekat” dengan
kericuhan.
Penduduk desa Kashmir menyaksikan pemakaman Zahoor Ahmed, mantan tentara yang kemudian menjadi pemberontak, di
Pulwama, selatan Srinagar, wilayah Kashmir yang dikuasai India, pada hari Sabtu, 15 Desember 2018. Setidaknya tujuh warga
sipil tewas dan hampir dua lusin orang terluka ketika pasukan pemerintah menembaki pengunjuk rasa anti-India di wilayah
Kashmir yang disengketakan, menyusul baku tembak yang menyebabkan tiga pemberontak dan seorang tentara tewas pada hari
Sabtu, menurut polisi dan warga. (Foto: AP/Dar Yasin)
Gerakan separatis yang menentang kedaulatan India atas Kashmir mengatakan pembunuhan itu adalah bagian dari kebijakan
negara India dan menyerukan berkabung dan penutupan Kashmir secara umum selama tiga hari.

Seorang gadis Kashmir berduka ketika menyaksikan pemakaman Murtaza, bocah lelaki berusia 14 tahun, di Pulwama, selatan
Srinagar, wilayah Kashmir yang dikuasai India, pada hari Sabtu, 15 Desember 2018. Setidaknya tujuh warga sipil tewas dan
hampir dua lusin orang terluka ketika pasukan pemerintah menembaki demonstran anti-India di wilayah Kashmir yang
disengketakan, menyusul baku tembak yang menewaskan tiga orang pemberontak dan seorang tentara tewas pada hari Sabtu,
menurut polisi dan warga. (Foto: AP/Dar Yasin)
India dan Pakistan yang bersenjata nuklir masing-masing mengelola bagian berbeda dari Kashmir, tetapi keduanya mengklaim
telah menguasainya secara keseluruhan. Para pemberontak telah memerangi kontrol India sejak tahun 1989.
Pihak berwenang menghentikan layanan kereta dan internet ponsel di Srinagar dan kota-kota lainnya yang bergolak, dan
mengurangi kecepatan koneksi di bagian lain Lembah Kashmir, yang merupakan taktik umum pemerintah untuk mencegah
diorganisirnya demonstrasi anti-India dan menghentikan penyebaran video protes oleh warga Kashmir.
Penduduk desa Kashmir membawa jasad Zahoor Ahmed, mantan tentara yang kemudian menjadi pemberontak, selama
pemakamannya di Pulwama, selatan Srinagar, wilayah Kashmir yang dikuasai India, pada hari Sabtu, 15 Desember 2018.
Setidaknya tujuh penduduk sipil tewas dan hampir dua lusin orang terluka ketika pasukan pemerintah menembaki demonstran
anti-India di wilayah Kashmir yang disengketakan, menyusul baku tembak yang menewaskan tiga orang pemberontak dan
seorang tentara pada hari Sabtu, menurut polisi dan warga. (Foto: AP/Dar Yasin)
India dan Pakistan yang bersenjata nuklir masing-masing mengelola bagian berbeda dari Kashmir, tetapi keduanya mengklaim
telah menguasainya secara keseluruhan. Para pemberontak telah memerangi kontrol India sejak tahun 1989.
Pembunuhan tujuh warga sipil dan tiga pemberontak telah memicu kemarahan warga Kashmir yang sangat membenci
pemerintahan India dan mendukung pemberontak agar wilayah itu bersatu di bawah kekuasaan Pakistan atau sebagai negara
merdeka.
Penduduk desa Kashmir menawarkan doa bersama di pemakaman untuk warga sipil Abid Lone dan pemberontak lokal Adnan
Ahmed di Pulwama, selatan Srinagar, wilayah Kashmir yang dikontrol India, pada hari Sabtu, 15 Desember 2018. Setidaknya
tujuh warga sipil tewas dan hampir dua lusin orang terluka ketika pasukan pemerintah menembaki demonstran anti-India di
wilayah Kashmir yang disengketakan, menyusul baku tembak yang menewaskan tiga pemberontak dan seorang tentara pada
hari Sabtu, menurut polisi dan warga. (Foto: AP/Dar Yasin)
Pembunuhan tujuh warga sipil dan tiga pemberontak telah memicu kemarahan warga Kashmir yang sangat membenci
pemerintahan India dan mendukung pemberontak agar wilayah itu bersatu di bawah kekuasaan Pakistan atau sebagai negara
merdeka.
Penduduk desa Kashmir menawarkan doa bersama di pemakaman untuk warga sipil Abid Lone dan pemberontak lokal Adnan
Ahmed di Pulwama, selatan Srinagar, wilayah Kashmir yang dikontrol India, pada hari Sabtu, 15 Desember 2018. Setidaknya
tujuh warga sipil tewas dan hampir dua lusin orang terluka ketika pasukan pemerintah menembaki demonstran anti-India di
wilayah Kashmir yang disengketakan, menyusul baku tembak yang menewaskan tiga pemberontak dan seorang tentara pada
hari Sabtu, menurut polisi dan warga. (Foto: AP/Dar Yasin)
Dalam beberapa tahun terakhir, utamanya kaum muda Kashmir telah menunjukkan solidaritas terbuka dengan para
pemberontak dan berusaha melindungi mereka dengan melibatkan pasukan dalam bentrokan jalanan selama operasi-operasi
kontra-pemberontakan India, meskipun ada peringatan berulang dari pihak berwenang India. Hampir 70 ribu orang tewas dalam
pemberontakan dan penumpasan militer India berikutnya.
Keterangan foto utama: Penduduk desa Kashmir menyaksikan pemakaman bersama seorang warga sipil Abid Lone dan
pemberontak lokal Adnan Ahmed di Pulwama, selatan Srinagar, wilayah Kashmir yang dikuasai India, pada hari Sabtu, 15
Desember 2018. Setidaknya tujuh warga sipil tewas dan hampir dua lusin orang terluka ketika pasukan pemerintah menembaki
pengunjuk rasa anti-India di wilayah Kashmir yang disengketakan, menyusul baku tembak yang menewaskan tiga orang
pemberontak dan seorang tentara pada hari Sabtu (15/12), menurut polisi dan warga. (Foto: AP/Dar Yasin)

Rohingya
Belakangan ini hampir seluruh situs berita internasional sedang menyorot sebuah krisis kemanusiaan yang terjadi di Myanmar
dengan Rohingya sebagai headline beritanya. Rohingya sendiri adalah sebuah kelompok etnis di Myanmar yang tinggal di
wilayah Arakan yang termasuk negara bagian di barat Myanmar dan secara langsung berbatasan dengan Bangladesh. Nama
Rohingya memiliki arti ‘penduduk muslim Rohang atau Roshang’, dimana Rohang sendiri adalah nama wilayah tersebut sebelum
berganti menjadi Arakan.
Di Arakan, selama bertahun-tahun umat Muslim yang merupakan warga minoritas sering mengalami tindak kekerasan. Hingga
pada tahun 2012 Arakan menyita perhatian dunia internasional akibat adanya bentrok berdarah antara kelompok mayoritas
dengan minoritas yang menewaskan hingga lebih dari 200 orang. Akibat bentrok itu pula, 140.000 warga minoritas lain terpaksa
mengungsi ke daerah lain. Hingga saat ini konflik antara warna mayoritas dengan minoritas di Arakan masih belum berhenti.
Selama ini, publik mengetahui bahwa Rohingya adalah warga muslim minoritas yang menjadi korban penganiayaan oleh warga
mayoritas di Myanmar. Myanmar sendiri merupakan sebuah negara yang mayoritas penduduknya menganut keyakinan Buddha.
Lalu, bagaimana sejarah keberadaan muslim minoritas tersebut di Myanmar? Bagaimana sebenarnya sejarah asal mula Rohingya
di Myanmar?
Sebenarnya, kelompok etnis beragama Islam di Myanmar bukan hanya Rohingya. Ada juga orang-orang keturunan Arab, Moor,
Pathans, Moghuls, Bengali dan Indo-Mongoloid yang juga beragama Islam. Populasi mereka mencapai 1 juta jiwa dan sebagian
besar tinggal di Kota Maungdauw dan Buthidaung sebagai mayoritas.
Berdasarkan klaim pemerintah Myanmar, Rohingya tidak memenuhi syarat sebagai warga negara Myanmar. Hal ini didasarkan
pada UU Kewarganegaraan yang disusun oleh militer pada tahun 1982, yang mendefinisikan bahwa warga negara adalah
kelompok etnik yang secara permanen telah menetap dalam batas-batas modern Myanmar sebelum tahun 1823. Tahun
tersebut adalah tahun sebelum perang antara Inggris dan Myanmar tercetus pertama kali. Pemerintah Inggris dipercaya sebagai
pihak yang menyebabkan migrasi Rohingya ke Myanmar. Hal ini menyulut kebencian internal negara Myanmar sehingga tahun
1823 dijadikan acuan penentu kewarganegaraan.
Jika mengacu pada cerita yang diyakini oleh mayoritas warga Myanmar, Rohingya adalah pendatang baru. Warga muslim
Rohingya dikabarkan merupakan keturunan imigran yang berasal dari Bangladesh pada masa colonial. Namun, belakangan
menurut Gregory B. Poling, cerita tentang asal-usul warga Rohingya ini terbukti palsu.
Bahkan, pada tahun 1799, Francis Buchanan yang merupakan ahli bedah, bersama perusahaan British East India, mengunjungi
Myanmar dan bertemu dengan seorang penduduk muslim di Rakhine. Mereka menyebut diri mereka sebagai Rooinga,
penduduk asli Arakan. Hal ini menjadi tanda bahwa muslim Rohingya telah lama berada di Rakhine, setidaknya 25 tahun
sebelum tahun 1823.
Sementara itu, sejarah mencatat dengan jelas bahwa kelompok etnik Rohingya telah berada di Rakhine sejak berabad yang lalu.
Berdasarkan beberapa sumber, Rohingya telah tinggal di Arakan, yang saat ini bernama Rakhine, sejak abad ke-7 sementara
sumber lainnya menyebut abad ke-16. Saat itu adalah masa Kerajaan Mrauk U dengan raja Buddhis yang bernama Narameikhla
atau Min Saw Mun sebagai pemimpinnya. Raja Narameikhla sendiri sebelumnya, selama 24 tahun, berada di pengasingan di
Kesultanan Bengal. Namun, dengan bantuan Sultan Bengal bernama Nasirudin, Narameikhla mendapatkan tahta di Arakan.
Kesultanan Bengal sendiri merupakan kerajaan Islam di abad pertengahan yang mulai berdiri pada tahun 1342. Daerah
kekuasaan Kesultanan Bengal meliputi Bangladesh saat ini, India bagian timur, hingga Myanmar bagian barat. Narameikhla, yang
telah mendapat tahta di Arakan, kemudian bersyahadat dan berganti nama menjadi Suleiman Shah. Dia pun membawa orang-
orang Bengali untuk membantu kegiatan administrasi pemerintahannya dan terbentuklah kelompok Muslim pertama di Arakan.
Pada tahun 1420, Arakan memproklamirkan kemerdekaannya sebagai kerajaan Islam di bawah kepemimpinan Raja Suleiman
Shah. Kekuasaan kerajaan Islam Arakan bertahan cukup lama, hingga 350 tahun. Namun, pada tahun 1784 kekuasaan berhasil
direbut kembali oleh Raja Myanmar. Hingga pada tahun 1824 Arakan menjadi koloni Inggris. Lama-kelamaan, populasi
komunitas muslim di kawasan Arakan pun semakin berkurang.
Bukti sejarah di atas, menurut Gregory B. Poling, menunjukkan bahwa kelompok Muslim Arakan tersebut sebagai asal muasal
Rohingya saat ini. Kelompok inilah yang kemudian berasimilasi dengan para imigran dari Bangladesh selama hingga setelah
zaman penjajahan Inggris.
Sementara itu, setelah Myanmar merdeka dari penjajahan Inggris, pemerintahan dengan sistem parlementer Myanmar 1948-
1962 mengakui kewarganegaraan Rohingya. Peristiwa ini sekaligus menyisihkan kepercayaan yang berkembang mengenai
Rohingya adalaha ‘pendatang baru. Seiring dengan pengakuan ini, dokumen-dokumen resmi pun dimiliki oleh Rohingya dan
mereka juga bisa menikmati fasilitas negara. Bahkan, pada masa itu terdapat segmen tersendiri di radio nasional yang
menggunakan Bahasa Rohingya.
Maung Zarni, seorang mantan peneliti di London School of Economics, memiliki beberapa dokumen dengan Bahasa Myanmar
yang menunjukkan pengakuan pemerintah terhadap kewarganegaraan Rohingya selama masa kepemimpinan U Nu dan tahun-
tahun awal pemerintahan Ne Win. Dokumen ini ada dalam bentuk pernyataan publik, siaran resmi di radio, serta buku dan
dokumen yang dicetak dan dikeluarkan oleh pemerintah.
Setelah kemerdekaan Myanmar ini, beberapa anggota parlemen yang menyebut diri mereka berkewarganegaraan Rohingya
menentang saat wilayah yang dihuni etnik tersebut dimasukkan ke negara bagian Rakhine. U Nu akhirnya memutuskan wilayah
Ruthidaung, Maundauw dan Rathedaung sebagai wilayah Administrasi Perbatasan Mayu pada tahun 1961. Kawasan ini terpisah
dari Rakhine yang mayoritas dihuni oleh umat Buddha. Namun, semua hal ini berubah drastis sejak pemerintahan dipimpin oleh
diktator Ne Win.
Disebutkan dalam sebuah buku berjudul ‘Burma: A Nation at the Crossroads’ yang ditulis oleh Benedict Rogers, bahwa seorang
pejabat di era pemerintahan Ne Win membuat pengakuan bahwa sang diktator membuat kebijakan tak tertulis untuk
menyingkirkan warga yang beragama Islam, Kristen, Karens dan beberapa etnik lain. Pemerintahan diktator ini juga melucuti
kewarganegaraan Rohingya secara sistematis. Hal ini dimulai dengan pemberlakuan UU Imigrasi Darurat 1974 dan UU
Kewarganegaraan 1982 sebagai klimaksnya.
Hal ini membuat warga yang berkewarganegaraan Rohingya yang tinggal di wilayah Administrasi Perbatasan Mayu ‘dilimpahkan’
ke wilayah Rakhine. Sejak itu, ratusan ribu orang Rohingya melarikan diri ke negara terdekat, yaitu Bangladesh, sebagai akibat
adanya serangan brutal pada tahun 1978 dan 1991. Sejak saat itu pula, hak-hak orang Rohingya sebagai warga negara diabaikan
oleh pemerintah. Pemerintah Myanmar juga menanamkan pemahaman pada para generasi muda Myanmar bahwa Rohingya
merupakan kelompok penyusup, pendatang ilegal dan memiliki tujuan ‘menggulingkan’ Buddha yang merupakan agama
mayoritas di Myanmar. (Baca juga: Manfaat Toleransi Antar Umat Beragama)
Sejarah Konflik di Rohingya
Seperti yang telah dibahas secara singkat sebelumnya, situasi buruk yang dialami umat muslim Rohingya berawal sejak Perang
Dunia Kedua, ketika Myanmar dijajah oleh Inggris. Selama pemerintahan Inggris di tahun 1824 hingga 1942, Arakan diberi izin
untuk mengatur daerahnya sendiri. saat itu, Arakan relatif aman dan hanya sedikit pemberontakan yang terjadi. (Baca juga:
Bahaya ISIS Bagi Kehidupan Bernegara)
Namun, pada tahu 1942, pasukan Jepang menyerang Birma (Myanmar saat ini) yang menyebabkan pasukan Inggris mundur dan
terjadi kekosongan pemerintahan. Hal ini membuat kondisi tidak stabil dan pada saat itulah terjadi tindak kekerasan antara
Muslim Rakhine dan Rohingya. Pembantaian terjadi dan membuat muslim Rohingya terpaksa migrasi secara besar-besaran ke
Bengal.
Pada Januari 1948, Burma merdeka namun ketegangan antara pemerintah Birma dengan muslim Rohingya tetap berlanjut.
Gerakan-gerakan dengan politik dan persenjataan tetap berlangsung. Sekitar 13.000 orang muslim Rohingya, di camp
pengungsian India dan Pakistan, berusaha mencari perlindunga. Mereka pun ditolak kembali ke Birma karena
kewarganegaraannya tidak diakui oleh pemerintah. Sejak saat itu pula, muslim Rohingya seperti tidak memiliki negara. Bahkan,
seperti yang disebutkan sebelumnya, pada tahun 1962, Jenderal Ne Win yang diktator melakukan penindasan yang sistematis
terhadap muslim Rohingya dengan membubarkan organisasi politik dan sosial Rohingya. (Baca juga: Pandangan Islam Terhadap
Demokrasi)
Pemerintah Birma membawa pasukan untuk mengusir ribuan muslim Rohingya dengan membakar pemukiman mereka,
membunuh hingga memperkosa muslim Rohingya. Mereka pun segera mengungsi ke Bangladesh untuk mencari perlindungan.
Hingga tahun 1978, sekitar 200.000 muslim Rohingya tercatat masuk ke Bangladesh untuk melarikan diri. Upaya pengusiran ini
terus berlanjut dan sayangnya tidak semua negara mau menerima pengungsi dari Rohingya ini.
Berdasarkan data Human Right Watch, sejak tahun 2012 hingga 2014 terdapat 300.000 warga muslim Rohingya yang terusir dari
Myanmar. Pada tahun 2015, Rohingya juga mendapat perhatian internasional akibat adanya ‘Krisis Pengungsi Rohingya’, yaitu
saat orang muslim Rohingya berbondong-bondong menempuh perjalanan melalui laut untuk melarikan diri. Tujuan pelarian
mereka adalah beberapa negara di Asia Tenggara dan Malaysia menjadi tujuan utamanya
KIBLAT.NET, Bangkok – Kelompok hak asasi yang berbasis di Thailand, Fortify Rights, melaporkan bahwa Myanmar menolak
kewarganegaraan etnis Rohingya. Salah satu cara yang digunakan adalah menggunakan National Verivication Card (NVC) atau
Kartu Verivikasi Nasional.
Dalam sebuah laporan berjudul “Tool of Genocide (Alat Genosida)” yang dirilis baru-baru ini, Fortify Rights mengungkap
bagaimana pemerintah Myanmar memaksa etnis muslim Rohingya mengisi formulir NVC untuk “mengidentifikasi mereka
sebagai orang asing”.
Matthew Smith, kepala eksekutif Fortify Rights, mengatakan bahwa dengan proses NVC ini, pihak berwenang Myanmar telah
memberlakukan pembatasan kebebasan bergerak pada Rohingya.
“NVC ini melepaskan Rohingya dari etnis mereka. Ketika Rohingya mengisi formulir, mereka diidentifikasi sebagai orang asing,
sehingga mereka tidak mempunyai kewarganegaraan penuh dan terputus dari layanan pemerintah lainnya,” jelas Smith.
Laporan itu menyebut tindakan pemerintah Myanmar terhadap Rohingya sebagai “tindakan administratif diskriminatif” untuk
mencegah etnis Rohingya mendapat hak atas kewarganegaraan.
Menurut Smith, laporan setebal 102 halaman itu menemukan bahwa alasan di balik proses [NVC] ini adalah upaya yang lebih
luas untuk menghancurkan Rohingya sebagai manusia.
Pemerintah Myanmar sendiri diketahui telah lama mendorong Rohingya untuk menerima NVC. Pemerintah mengklaim bahwa
itu tidak akan memutus akses Rohingya ke layanan publik.
Namun, Rohingya berkali-kali menolaknya dengan mengatakan bahwa langkah itu akan memperburuk penderitaan mereka. Hal
itu karena NVC tampaknya mengidentifikasi mereka sebagai orang Bengali, menghapus etnis asli mereka sebagai Rohingya.
Fortify Rights melakukan wawancara dengan lebih dari 600 anggota komunitas Rohingya. Hasil wawancara itu
mendokumentasikan laporan korban, saksi penyiksaan terkait ancaman dan intimidasi.
Laporan itu juga menegaskan bahwa rencana pemulangan Rohingya dari bagian dunia mana pun harus ditunda.
“Proses NVC melanggar hukum internasional dan juga melanggar perjanjian hak asasi manusia yang menjadi dasar Myanmar,”
kata laporan itu. Sumber: Anadolu Agency
Suriah
pa yang dimulai pada awal mula konflik Suriah sebagai pemberontakan damai melawan Presiden Suriah Bashar al-Assad tujuh
tahun lalu berubah menjadi sebuah perang sipil skala penuh yang telah menyebabkan lebih dari 340.000 orang tewas,
menghancurkan negara tersebut dan memaksa keterlibatan kekuatan-kekuatan global. Berikut ini adalah seluk beluk mengenai
perang Suriah. Informasi mengenai kondisi pasca perang Suriah terkini dapat dibaca di artikel terkait yang bisa ditemukan di
akhir artikel ini.
Dalam berita perang Suriah terkini, dilaporkan lebih dari 465.000 warga Suriah telah terbunuh dalam pertempuran itu, lebih dari
satu juta orang terluka, dan lebih dari 12 juta—setengah populasi Suriah sebelum perang melanda negara itu—telah mengungsi.
Bagaimana perang saudara bisa terjadi? Apa yang jadi penyebab Perang Suriah? Bagaimana awal dari konflik tersebut?
AWAL MULA PERANG SURIAH: APA YANG MENYEBABKAN PEMBERONTAKAN?
Sementara kurangnya kebebasan dan kesengsaraan ekonomi mendorong kemarahan pemerintah Suriah, tindakan keras
terhadap pengunjuk rasa memicu kemarahan publik.

Musim Semi Arab (atau Kebangkitan Arab): Pada tahun 2011, pemberontakan yang berhasil—yang dikenal sebagai Musim Semi
Arab—menggulingkan presiden Tunisia dan Mesir. Ini memberi harapan bagi para aktivis pro-demokrasi Suriah.

Pada bulan Maret itu, protes damai juga meletus di Suriah, setelah 15 anak laki-laki ditahan dan disiksa karena menulis grafiti
untuk mendukung Musim Semi Arab. Salah satu bocah lelaki, 13 tahun, terbunuh setelah disiksa secara brutal.
Pemerintah Suriah, yang dipimpin oleh Presiden Bashar al-Assad, menanggapi protes dengan membunuh ratusan demonstran
dan memenjarakan lebih banyak lagi.
Pada Juli 2011, pembelot dari militer mengumumkan pembentukan Tentara Pembebasan Suriah, sebuah kelompok
pemberontak yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintah, dan Suriah mulai meluncur ke dalam perang saudara.
Sementara protes pada tahun 2011 sebagian besar non-sektarian, konflik bersenjata memunculkan divisi sektarian yang lebih
tajam. Kebanyakan warga Suriah adalah Muslim Sunni, tetapi perusahaan keamanan Suriah telah lama didominasi oleh anggota
sekte Alawi, yang Assad adalah anggotanya.
Pada tahun 1982, ayah Bashar memerintahkan tindakan keras militer terhadap Ikhwanul Muslimin di Hama, menewaskan
puluhan ribu orang dan meratakan sebagian besar kota.
Bahkan pemanasan global dikatakan telah memainkan peran dalam memicu pemberontakan 2011. Kekeringan parah melanda
Suriah dari tahun 2007-10, menyebabkan sebanyak 1,5 juta orang bermigrasi dari pedesaan ke kota-kota, memperburuk
kemiskinan dan kerusuhan sosial.
Keluarga Mantan ISIS
Para wanita menggendong anak-anak di dekat kamp al-Hol di wilayah mayoritas Rojava di Suriah. Kamp pengungsi ini dipenuhi
oleh lebih dari 72.000 orang—kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak yang keluar dari wilayah terakhir yang
dikuasai ISIS. (Foto: NPR/Jane Arraf)
KETERLIBATAN INTERNASIONAL
Dukungan asing dan intervensi terbuka telah memainkan peran besar dalam perang saudara Suriah. Rusia memasuki konflik
pada tahun 2015 dan telah menjadi sekutu utama pemerintah Assad sejak saat itu.
Aktor regional: Pemerintah mayoritas Iran-Syiah dan Irak, dan Hizbullah yang berbasis di Lebanon, telah mendukung Assad,
sementara negara-negara mayoritas Sunni, termasuk Turki, Qatar, dan Arab Saudi mendukung pemberontak anti-Assad.
Sejak 2016, pasukan Turki telah melancarkan beberapa operasi terhadap Negara Islam Irak dan Levant (ISIL, juga dikenal sebagai
ISIS) di dekat perbatasannya, serta terhadap kelompok-kelompok Kurdi yang dipersenjatai oleh Amerika Serikat.
Koalisi anti-ISIS: AS telah mempersenjatai kelompok pemberontak anti-Assad dan memimpin target koalisi pemboman ISIL sejak
2014.
Israel melakukan serangan udara di dalam wilayah Suriah, yang dilaporkan menargetkan Hizbullah dan pejuang dan fasilitas pro-
pemerintah.
Pertama kali pertahanan udara Suriah menembak jatuh sebuah pesawat perang Israel adalah pada Februari 2018.
BAGAIMANA KONFLIK SURIAH DIMULAI?
Jauh sebelum awal mula konflik Suriah dimulai, banyak orang Suriah mengeluh tentang tingginya tingkat pengangguran, korupsi
yang meluas, kurangnya kebebasan politik dan represi negara di bawah Presiden Bashar al-Assad, yang menggantikan ayahnya,
Hafez, pada tahun 2000.

Awal mula perang Suriah terjadi pada bulan Maret 2011, demonstrasi pro-demokrasi yang terinspirasi oleh Musim Semi Arab
(Arab Spring) meletus di kota selatan Deraa. Awal mula perang Suriah terjadi setelah penggunaan kekuatan mematikan
pemerintah untuk menghancurkan perbedaan pendapat tersebut segera memicu demonstrasi nasional yang menuntut
pengunduran diri presiden.
kota daraa suriah
Protes di kota selatan Deraa di Suriah pada bulan Maret 2011 ditekan oleh pasukan keamanan. (Foto: AFP)
Awal mula penyebab konflik Suriah dimulai ketika kerusuhan menyebar, tindakan keras semakin meningkat. Para pendukung
oposisi mengangkat senjata, pertama untuk membela diri dan kemudian mengusir pasukan keamanan dari daerah mereka.
Assad berjanji untuk menghancurkan “terorisme yang didukung pihak asing” dan memulihkan kontrol atas negara.

Kekerasan meningkat dengan cepat dan negara tersebut terjerumus ke dalam perang saudara, sekaligus menjadi awal mula
perang Suriah karena ratusan brigade pemberontak dibentuk untuk melawan pasukan pemerintah.
MENGAPA PERANG BERLANGSUNG BEGITU LAMA?
Intinya, awal mula perang Suriah ini menjadi lebih dari sekedar pertempuran antara mereka yang melawan Assad.Faktor kunci
telah menjadi intervensi kekuatan regional dan dunia, termasuk Iran, Rusia, Arab Saudi dan Amerika Serikat. Awal mula perang
Suriah terjadi dengan adanya dukungan militer, finansial dan politik mereka untuk pemerintah dan oposisi telah memberi
kontribusi pada intensifikasi dan kelanjutan awal mula perang Suriah tersebut menjadikan Suriah sebagai medan pertempuran
proxy.
kota homs suriah Kota Homs, yang dijuluki “ibu kota revolusi” mengalami kerusakan yang meluas. (Foto: Reuters)
Kekuatan eksternal juga telah dituduh mendorong sektarianisme dalam kondisi negara yang sebelumnya terkenal sekuler, yang
melibatkan mayoritas Sunni di negara tersebut terhadap sekte Syi’ah Alawite (Syi’ah Alawi) yang dianut presiden. Pembagian
semacam itu mendorong kedua belah pihak untuk melakukan kekejaman yang tidak hanya menyebabkan hilangnya nyawa,
tetapi juga menghancurkan komunitas, posisi yang sulit dan harapan yang meredup untuk penyelesaian politik.
Kota Raqqa Suriah
Kota Raqqa di Suriah utara adalah markas kelompok militan ISIS. (Foto: Reuters)
Awal mula perang Suriah ditunjukkan dengan kelompok jihad yang berhasil merebut divisi tersebut, dan kemunculan mereka
telah menambahkan dimensi di level lebih lanjut pada perang tersebut. Hayat Tahrir al-Sham, sebuah aliansi yang dibentuk oleh
apa yang dulu merupakan Front al-Nusra yang berafiliasi dengan al-Qaeda, menguasai sebagian besar wilayah barat laut.
Sementara itu, kelompok ISIS merebut kendali atas sebagian besar wilayah timur laut Suriah. Sekarang hanya menguasai
beberapa wilayah terisolasi dari teritori setelah diusir dari benteng kotanya oleh pasukan pemerintah yang didukung oleh Rusia,
brigade pemberontak yang didukung Turki, dan sebuah aliansi milisi Kurdi yang didukung oleh Amerika Serikat (AS).
Ribuan milisi Syi’ah dari Iran, Lebanon, Irak, Afghanistan dan Yaman berperang bersama tentara Suriah, dengan tujuan, menurut
pernyataan mereka, untuk melindungi situs suci Syi’ah.
MENGAPA BEGITU BANYAK KEKUATAN LUAR YANG TERLIBAT?
Rusia, yang menganggap kelangsungan hidup Presiden Assad penting untuk mempertahankan kepentingannya di Suriah,
meluncurkan serangan udara pada bulan September 2015 dengan tujuan untuk “menstabilkan” pemerintah. Moskow
menekankan bahwa serangan itu hanya akan menargetkan “teroris,” namun para aktivis mengatakan serangan tersebut
terulang kali menyerang kelompok pemberontak dan wilayah sipil yang didukung Barat.
Intervensi tersebut telah mengubah gelombang perang yang menguntungkan Assad. Serangan udara dan rudal Rusia yang intens
sangat menentukan dalam pertempuran untuk daerah Aleppo yang dikuasai pemberontak pada akhir 2016, sementara pasukan
khusus Rusia dan tentara bayaran membantu memecah pengepungan ISIS yang telah berlangsung lama dari Deir al-Zour (Deir
ez-Zor) pada bulan September 2017.
Dua bulan kemudian, Presiden Vladimir Putin memerintahkan sebagian penarikan pasukan Rusia, namun mereka terus
melakukan serangan udara ke seluruh negeri.
Kekuatan Syi’ah Iran diyakini menghabiskan miliaran dolar setahun untuk mendukung pemerintah yang didominasi Alawi,
memberikan penasihat militer dan senjata bersubsidi, serta jalur transfer kredit dan minyak. Hal ini juga dilaporkan secara luas
telah menempatkan ratusan pasukan tempur di Suriah.
Assad adalah sekutu Arab terdekat Iran dan Suriah adalah titik transit utama untuk pengiriman senjata Iran ke gerakan Islam
Syi’ah asal Lebanon, Hizbullah, yang telah mengirim ribuan pejuang untuk mendukung pasukan pemerintah.
Israel sangat prihatin dengan akuisisi persenjataan canggih Hizbullah dan apa yang mereka sebut sebagai “dorongan” Iran di
Suriah bahwa pihaknya telah melakukan puluhan serangan udara yang berusaha menggagalkan mereka.
AS, yang mengatakan bahwa Presiden Assad bertanggung jawab atas kekejaman yang meluas, mendukung oposisi dan pernah
memberikan bantuan militer untuk memberantas “moderat” pemberontak. AS juga telah melakukan serangan udara terhadap
ISIS di Suriah sejak September 2014, namun hanya menargetkan pasukan pro-pemerintah pada beberapa kesempatan.
Presiden Suriah Bashar al-Assad
Presiden Suriah Bashar al-Assad bersama Presiden Rusia Vladimir Putin dalam kunjungannya. (Foto: Associated Press/Mikhail
Klimentyev/Kremlin Press Service, Sputnik)Pada bulan April 2017, Presiden AS Donald Trump memerintahkan penembakan rudal
atas pangkalan udara yang menurut AS berada di balik serangan kimia mematikan di kota pemberontak Khan Sheikhoun yang
dikuasai pemberontak.Sekutu utama Washington di lapangan telah menjadi aliansi milisi Kurdi dan Arab yang disebut Pasukan
Demokratik Suriah (SDF). Sejak tahun 2015, para pejuangnya telah mengusir militan ISIS dari sebagian besar wilayah yang
mereka kendalikan di Suriah.
Pada bulan Januari 2018, AS mengatakan akan mempertahankan kehadiran militer terbuka di wilayah yang dikendalikan oleh
SDF untuk memastikan kekalahan ISIS akan bertahan lama, melawan pengaruh Iran, dan membantu mengakhiri perang sipil.
Baca juga: Konflik Suriah: Wanita Suriah Dieksploitasi Secara Seksual dengan Imbalan Bantuan Kemanusiaan
Turki adalah pendukung setia pemberontak yang melawan Assad. Namun, Turki juga mendapat bantuan mereka untuk
memerangi milisi Kurdi Unit Perlindungan Populer (YPG) yang mendominasi SDF. Ankara menuduh YPG sebagai perpanjangan
tangan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dilarang di Turki, gerakan separatis yang telah menuntut otonomi Kurdi di Turki
selama tiga dekade.
perbatasan turki dan suriah Tentara Turki berdiri di dekat kendaraan lapis baja di dekat perbatasan Turki-Suriah. (Foto: AFP/Ilyas
Akengin)Pada bulan Agustus 2016, pasukan Turki mendukung serangan gerilyawan untuk mengusir ISIS dari salah satu
bentangan terakhir perbatasan Suriah yang tidak dikendalikan oleh orang Kurdi, di sekitar Jarablus dan al-Bab. Pada bulan
Januari 2018, operasi lain diluncurkan untuk mengusir YPG dari daerah kantong Kurdi di Afrika barat. Arab Saudi yang diperintah
Sunni, yang juga berusaha untuk melawan pengaruh Iran, telah menjadi penyedia utama bantuan militer dan keuangan untuk
para pemberontak yang melawan rezim Assad.
APA DAMPAK PERANG SURIAH?
PBB mengatakan setidaknya 250.000 orang telah terbunuh. Namun, organisasi tersebut berhenti memperbarui angkanya pada
bulan Agustus 2015. Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, sebuah kelompok pemantau yang berbasis di Inggris,
melaporkan pada bulan Desember 2017 bahwa mereka telah mendokumentasikan kematian lebih dari 346.600 orang, termasuk
103.000 warga sipil. Namun tercatat bahwa angka tersebut tidak termasuk 56.900 orang yang hilang dan diduga meninggal
dunia.
Pada bulan Februari 2016, sebuah kelompok pemikir memperkirakan bahwa konflik tersebut telah menyebabkan 470.000
kematian, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hampir 5,6 juta orang—kebanyakan wanita dan anak-anak—telah
meninggalkan Suriah, menurut PBB. Tetangga Libanon, Yordania dan Turki telah berjuang untuk mengatasi salah satu eksodus
pengungsi terbesar dalam sejarah baru-baru ini. Sekitar 10 persen pengungsi Suriah telah mencari suaka di Eropa, menabur
perpecahan politik karena negara-negara saling berdebat untuk berbagi beban. Sebanyak 6,1 juta orang lainnya mengungsi dari
dalam Suriah. PBB memperkirakan akan membutuhkan $3,5 milyar untuk membantu 13,1 juta orang yang memerlukan bantuan
kemanusiaan di Suriah pada tahun 2018. Hampir 70 persen penduduk hidup dalam kemiskinan ekstrim. Enam juta orang
menghadapi kerawanan pangan akut di tengah kemiskinan dan kenaikan harga. Di beberapa daerah, orang menghabiskan 15-20
persen pendapatan mereka untuk mendapatkan akses terhadap air minum.
Partai-partai yang bertikai telah menambah masalah dengan menolak akses agen kemanusiaan kepada banyak orang yang
membutuhkan. Sekitar 2,98 juta orang tinggal di daerah yang terkepung atau sulit dijangkau.
APA YANG TELAH DILAKUKAN UNTUK MENGAKHIRI PERANG SURIAH?
Dengan tidak adanya pihak yang mampu menimbulkan kekalahan yang menentukan di sisi lain, masyarakat internasional sejak
lama menyimpulkan bahwa hanya solusi politik yang bisa mengakhiri konflik. Dewan Keamanan PBB telah menyerukan
pelaksanaan Komunike Jenewa 2012, yang memberi ide pembentukan sebuah badan pemerintahan transisi dengan kekuatan
eksekutif penuh “dibentuk atas dasar kesepakatan bersama.” Perundingan perdamaian yang diperantarai PBB, yang dikenal
sebagai proses Jenewa II, dimulai pada awal tahun 2014. Sembilan putaran telah berlangsung, yang terbaru pada bulan Januari
2018. Delegasi diminta untuk membahas reformasi konstitusional dan menyelenggarakan pemilihan yang bebas dan adil.
Namun, sedikit kemajuan telah dicapai.
Presiden Assad telah tampak semakin tidak bersedia untuk bernegosiasi dengan oposisi, yang meski menghadapi kekalahan
berulang di medan perang yang masih menegaskan bahwa dia harus turun sebagai bagian dari penyelesaian apapun. Kekuatan
Barat mengatakan bahwa Rusia juga berusaha melemahkan perundingan dan memastikan kelangsungan hidup sekutunya
(Assad) dengan membentuk sebuah proses politik paralel. Pada bulan Januari, sebuah “Kongres Dialog Nasional” diadakan di
resor Sochi Laut Hitam Rusia. Tapi perwakilan dari kelompok oposisi dan politik oposisi menolak hadir. Konferensi tersebut
merupakan hasil pembicaraan antara Rusia, Iran dan Turki yang diadakan di Astana. Kekuasaan tersebut juga disepakati pada
bulan Mei 2017 untuk menetapkan empat “zona de-eskalasi” yang mencakup wilayah-wilayah pemberontak utama. Terjadi
penurunan pertumpahan darah pada awalnya, namun pada akhir 2017, pemerintah mulai menyerang dua zona tersebut.
APA YANG TERSISA DARI WILAYAH PEMBERONTAK?
Pemerintah telah menguasai kota-kota terbesar di Suriah. Tapi sebagian besar negara masih dipegang oleh kelompok
pemberontak. Kubu oposisi terbesar adalah provinsi Idlib di barat laut. Ini adalah rumah bagi lebih dari 2,65 juta orang, termasuk
1,2 juta orang yang telah melarikan diri atau telah dievakuasi dari daerah bekas pemberontak lainnya. Meskipun ditunjuk
sebagai salah satu zona de-eskalasi, Idlib sendiri sekarang menjadi target serangan darat besar oleh rezim Assad. Dikatakan
bahwa pihaknya menargetkan para jihadis Hayat Tahrir al-Sham di sana
Serangan rezim Assad juga sedang berlangsung di Ghouta Timur, daerah pemberontak utama terakhir dekat Damaskus dan zona
de-eskalasi lainnya. Sebanyak 393.000 penduduknya dikepung sejak 2013. Mereka berada di bawah pengeboman yang bertubi-
tubi dan menghadapi kekurangan makanan dan obat-obatan. Faksi pemberontak juga menguasai wilayah di provinsi utara
Aleppo, provinsi pusat Homs, dan di provinsi selatan Deraa dan Quneitra.
PEMBICARAAN DAMAI
Negosiasi damai telah berlangsung antara pemerintah Suriah dan oposisi dalam rangka mencapai gencatan senjata militer dan
transisi politik di Suriah, tetapi poin utama yang melekat adalah nasib Assad. Jenewa: Babak pertama pembicaraan yang
difasilitasi PBB antara pemerintah Suriah dan delegasi oposisi berlangsung di Jenewa, Swiss pada Juni 2012. Putaran
pembicaraan terakhir pada bulan Desember 2017 gagal di tengah-tengah kesulitan antara pemerintah Suriah dan delegasi
oposisi atas pernyataan tentang peran masa depan Assad dalam pemerintahan transisi.
Pada 2014 Staffan de Mistura menggantikan Kofi Annan sebagai utusan khusus PBB untuk Suriah. Astana: Pada bulan Mei 2017,
Rusia, Iran dan Turki menyerukan pengaturan empat zona de-eskalasi di Suriah, di mana jet tempur Suriah dan Rusia tidak
diharapkan untuk terbang. Setelah mengecam rencana untuk memecah Suriah pada Maret 2018, pertemuan puncak trilateral
tindak lanjut diadakan di Turki untuk membahas jalan ke depan. Sochi: Pada Januari 2018, Rusia mensponsori pembicaraan
mengenai masa depan Suriah di kota Laut Hitam Sochi, tetapi blok oposisi memboikot konferensi, mengklaim itu adalah upaya
untuk memotong upaya PBB untuk menengahi kesepakatan.
KELOMPOK PEMBERONTAK
Sejak konflik dimulai, sebagai pemberontakan Suriah terhadap pemerintah Assad, banyak kelompok pemberontak baru
bergabung dalam pertempuran di Suriah dan sering bertengkar satu sama lain. Tentara Pembebasan Suriah (FSA) adalah
konglomerasi longgar brigade bersenjata yang dibentuk pada 2011 oleh pembelot dari tentara Suriah dan warga sipil yang
didukung oleh Amerika Serikat, Turki, dan beberapa negara Teluk. Pada Desember 2016, tentara Suriah mencetak kemenangan
terbesar melawan pemberontak ketika merebut kembali kota strategis Aleppo. Sejak itu, FSA telah menguasai wilayah terbatas
di Suriah barat laut. Pada tahun 2018, para pejuang oposisi Suriah dievakuasi dari kubu pemberontak terakhir di dekat
Damaskus. Namun, didukung oleh Turki, FSA mengambil kendali Afrin, dekat perbatasan Turki-Suriah, dari pejuang pemberontak
Kurdi yang mencari pemerintahan sendiri. ISIL muncul di Suriah utara dan timur pada 2013 setelah menduduki sebagian besar
Irak. Kelompok ini dengan cepat mendapatkan ketenaran internasional karena eksekusi brutalnya dan penggunaan media sosial
yang energetik untuk merekrut pejuang dari seluruh duniaKelompok-kelompok lain yang berperang di Suriah termasuk Jabhat
Fateh al-Sham, Hezbollah yang didukung Iran, dan Pasukan Demokrat Suriah (SDF) yang didominasi oleh Unit Perlindungan
Rakyat Kurdi (YPG).
BAGAIMANA AWAL MULA PERANG SURIAH?
Perang Suriah dimulai dengan pemberontakan damai melawan Presiden Suriah Bashar al-Assad. Aksi damai itu berubah menjadi
sebuah perang sipil skala penuh yang telah menyebabkan lebih dari 340.000 orang tewas, menghancurkan negara tersebut dan
memaksa keterlibatan kekuatan-kekuatan global.
KISAH SEBENARNYA: APA YANG JADI PEMICU PERANG SURIAH?
Perang Suriah telah menyebabkan arus pengungsi terbesar sejak Perang Dunia II. Perang telah memaksa sekitar separuh
populasi keluar dari Suriah, menghasilkan lebih dari 5 juta pengungsi. Mereka yang bertahan di Suriah diperkirakan 60 persen
hidup dalam kemiskinan ekstrem. Apa saja yang memicunya?
TAHAPAN ESKALASI PERANG SURIAH: DIMULAI DENGAN AKSI DAMAI Berikut ini tahapan konflik Suriah yang kemudian
berkembang menjadi konflik berdarah, yang memicu perang saudara selama delapan tahun. Disebutkan juga mengenai siapa
saja yang terlibat di dalamnya, siapa saja yang berkepentingan di Suriah, dan apa peran mereka dalam Perang Suriah.
BAGAIMANA PERANG SURIAH MENGUBAH DUNIA Dampak perang Suriah meluas melampaui batas negara, mempertegas opini
publik mengenai migrasi dan mengarah pada pergeseran tektonik dalam politik. Negara-negara dunia menyambut para
pengungsi dengan tangan terbuka, namun lebih banyak yang menolaknya.
APA KEPENTINGAN NEGARA-NEGARA YANG TERLIBAT PERANG SURIAH? Presiden Bashar al-Assad dan para pendukungnya
bukanlah satu-satunya kelompok yang berperang dalam Perang Suriah. Negara-negara lain juga melakukan intervensi untuk
mengejar kepentingan mereka sendiri. Apa saja kepentingan mereka di Suriah?
PERAN KAUM KURDI DALAM PERANG SURIAH
Kaum Kurdi, yang merupakan satu-satunya sisi dalam perang multifaset yang tidak memiliki konflik militer skala penuh dengan
rezim, masih memegang harapan untuk solusi politik.
FAKTA-FAKTA MENGENAI SERANGAN KIMIA DOUMA DI SURIAH Para aktivis mengatakan bom yang diisi dengan bahan kimia
beracun dijatuhkan oleh pasukan pemerintah Suriah. Pemerintah mengatakan bahwa serangan kimia itu dibuat-buat. Rusia dan
pemerintah Suriah menyangkal, namun masyarakat internasional geram. Apa yang terjadi sebenarnya?
KEBRUTALAN ASSAD DAN DERITA RAKYAT SURIAH DI GHOUTA TIMUR Kebrutalan misi militer pasukan pemerintah Suriah dan
Rusia di Ghouta Timur secara alami menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana akhir permainan mereka. Pemerintah Suriah
dan sekutu-sekutunya berkepentingan untuk mengosongkan wilayah penduduk aslinya dan membuat perubahan demografis di
Ghouta timur menjadi permanen.

KISAH RUMAH SAKIT YANG BEROPERASI DI BAWAH TANAH SURIAH Di ruang bawah tanah, para dokter Suriah telah mendirikan
beberapa Kamar Operasi, tetapi Unit Perawatan Intensif terdekat berjarak beberapa kilometer dan jalannya terlalu berbahaya.
Di rumah sakit bawah tanah, mereka bisa berlindung jika terjadi serangan bom atau penembakan.
ANALISIS: MENGAPA PERANG SURIAH BERLANGSUNG BEGITU LAMA? Salah satu kunci panjang perang dan kelangsungan hidup
Assad adalah bahwa rezim telah lama mengejar strategi sektarian, meletakkan posisi kunci di tangan anggota tertentu dari
minoritas agama kecil BAGAIMANA GHOUTA TIMUR DIHUJANI SENJATA KIMIA Puluhan warga sipil termasuk anak-anak tewas
dalam serangan di kota yang dikuasai pemberontak di wilayah Ghouta Timur dekat Damaskus. Pemerintah Suriah membantah
melakukan serangan senjata kimia.
HANCUR LEBURNYA DERAA DI BAWAH BOMBARDIR REZIM ASSAD Serangan tanpa henti pemerintah telah menyebabkan
kehancuran rumah sipil dan sejumlah klinik medis dan rumah sakit di beberapa kota di seluruh Deraa. Setelah merebut kota-
kota, termasuk al-Lajah dan Busr al-Harir di front barat, pasukan Assad telah meningkatkan serangan mereka di sisi timur
provinsi itu, memaksa ribuan orang melarikan diri.
SAAT-SAAT TERAKHIR ISIS DI SURIAH Kekalahan para jihadis ISIS di daerah kantong akan menghapus pijakan teritorial ISIS di tepi
timur Sungai Eufrat. Seorang juru bicara untuk koalisi yang dipimpin Amerika Serikat mengatakan SDF membuat “kemajuan
besar, tetapi perjuangan terus berlanjut.”
YANG TERBURUK DARI PERANG SURIAH BELUM TERJADI? Bayangkan penderitaan keluarga yang bertahan hidup (jika mereka
masih hidup) selama bertahun-tahun percaya bahwa saudara laki-laki, suami, ayah, atau putri mereka mungkin masih bisa
pulang, tapi kemudian mengetahui bahwa mereka sudah lama meninggal.
[INFOGRAFIK] PERANG SURIAH: APA YANG TERJADI SELAMA KONFLIK BERDARAH? nBerikut ini infografik yang disusun tim Mata
Mata Politik untuk mengetahui apa saja yang terjadi, dan bagaimana pertempuran di Suriah dimulai.
FASE TERAKHIR DAN PALING BERBAHAYA DARI PERANG SURIAH Seiring perang Suriah memasuki apa yang bisa menjadi babak
terakhir dan paling berbahaya dari konflik tersebut, pemerintah Suriah dan sekutu-sekutunya harus berjuang untuk pertama
kalinya dengan kehadiran pasukan asing dalam upaya untuk menyatukan apa yang tersisa dari negara Suriah.
AKHIR PERANG SURIAH, KEMBALINYA BASHAR AL-ASSAD Setelah gagal memutuskan hubungan Damaskus dengan Teheran
melalui tekanan militer dengan mempersenjatai pemberontak Suriah, para musuh Bashar al-Assad sekarang bertujuan untuk
mencegah Assad dari sepenuhnya bergantung pada Iran
DIHANTAM PERANG 8 TAHUN, REZIM ASSAD MASIH SAJA BERKUASA Setelah 8 tahun pertempuran, berkat dukungan kuat dari
rekan-rekannya di Rusia dan Iran, Assad tidak akan lengser dengan cepat. Pasukannya telah berkali-kali menang dalam beberapa
tahun terakhir melawan oposisi yang semakin terpecah belah.
PENJARA RAHASIA SURIAH YANG KEJAM: FAKTOR KEMENANGAN ASSAD? Keberhasilan Presiden Bashar al-Assad dalam
memenangkan perang sipil Suriah sebagian karena sistem penjara rahasia yang kejam. Hampir 128 ribu orang hilang dalam
penjara yang dikelola oleh pemerintah ini, jumlah yang lebih besar dari korban ISIS.
PERANG SURIAH BERAKHIR, DERITA IDLIB MASIH BERKEPANJANGAN Rezim Suriah di bawah pemerintahan Bashar al-Assad
bersama sekutu Rusia-nya menggencarkan serangan mereka di provinsi Idlib yang masih dikuasai pemberontak. Serangan itu
menghantam infrastruktur sipil, menewaskan warga termasuk anak-anak, dan menghancurkan rumah sakit.
Palestina
Asal Mula Perang Israel dengan Palestina
Semua itu bisa dijelaskan kalau kamu tahu sejarah Kaum Yahudi dan sejarah berdirinya konflik ini adalah konflik berkepanjangan
yang telah berlangsung selama 60 tahun lebih di tilik dari awal mula penyebab konflik, intinya adalah perebutan wilayah Jalur
Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur.
Israel adalah negara yg didirikan untuk kaum Yahudi. Kaum Yahudi adalah kaum yang tidak memiliki tanah air dan tersebar d
seluruh penjuru dunia. Karena kasus Holocoust yg dialami kaum yahudi oleh Nazi Jerman, diputuskan memberikan tempat bagi
kaum yahudi untuk bertempat tinggal.
Setelah melalui proses yang amat panjang akhirnya pada 1948, kaum Yahudi memproklamirkan berdirinya negara Israel. Dengan
kemerdekaan ini, cita-cita orang orang Yahudi yang tersebar di berbagai belahan dunia untuk mendirikan negara sendiri,
tercapai. Oleh Inggris mereka ditawarkan untuk memilih kawasan Argentina, Uganda, atau Palestina untuk ditempati, tapi
mereka lebih memilih Palestina.
Sejak awal Israel sudah tidak diterima kehadirannya di Palestina, bahkan di daerah mana pun mereka berada. Karena merasa
memiliki keterikatan historis dengan Palestina, akhirnya mereka berbondong-bondong datang ke Palestina.

Mengapa Palestina?
Asal Mula Perang Israel dengan Palestina
Ilustrasi Perang Israel dengan Palestina. Foto: Google Image.Sebenarnya konflik ini sangat berkaitan dengan unsur Agama, para
Yahudi, sangat ingin mengambil atau menempati Bukit Zion dan sekitarnya (daerah Palestina, termasuk Jalur Gaza, Tepi Barat,
dan Yerussalem Timur) yang dikeramatkan dan dipercaya oleh mereka bahwa tempat itu tempat suci tuhan mereka.
Denga datangannya bangsa Yahudi ke Palestina secara besar-besaran, Mulailah terjadi perampasan tanah milik penduduk
Palestina oleh pendatang Yahudi. Pada masa inilah, perlawanan sporadis bangsa Palestina mulai merebak. Berdasarkan
perjanjian Sykes Picot tahun 1915 yang secara rahasia dan sepihak telah menempatkan Palestina berada di bawah kekuasaan
Inggris. Dengan berlakunya sistem mandat atas Palestina, Inggris membuka pintu lebar-lebar untuk para imigran Yahudi dan hal
ini memancing protes keras bangsa Palestina.

Aksi Inggris selanjutnya memberikan persetujuannya melalui Deklarasi Balfour pada tahun 1917 agar Yahudi mempunyai tempat
tinggal di Palestina. Pada tahun 1947 mandat Inggris atas Palestina berakhir dan PBB mengambil alih kekuasaan. Resolusi DK PBB
No. 181 (II) tanggal 29 November 1947 membagi Palestina menjadi tiga bagian. Hal ini mendapat protes keras dari penduduk
Palestina. Mereka menggelar demonstrasi besar-besaran menentang kebijakan PBB ini. Lain halnya yang dilakukan dengan
bangsa Yahudi. Dengan suka cita mereka mengadakan perayaan atas kemenangan besar ini. Bantuan dari beberapa negara Arab
dalam bentuk persenjataan perang mengalir ke Palestina.
Apa yang dilakukan Yahudi dalam merebut Palestina tidaklah terlepas dari dukungan Inggris dan Amerika. Berkat dua negara
besar inilah akhirnya Yahudi dapat menduduki Palestina secara paksa walaupun proses yang harus dilalui begitu panjang dan
sulit. Sejak 1918 hingga 1948, sekitar 600.000 orang Yahudi diperbolehkan menempati wilayah Palestina.
Tahun 1956, Gurun Sinai dan Jalur Gaza dikuasai Israel, setelah gerakan Islam di kawasan Arab dipukul dan Abdul Qadir Audah,
Muhammad Firgholi, dan Yusuf Thol’at yang terlibat langsung dalam peperangan dengan Yahudi di Palestina dihukum mati oleh
rezim Mesir. Dan pada tahun 1967, semua kawasan Palestina jatuh ke tangan Israel. Peristiwa itu terjadi setelah penggempuran
terhadap Gerakan Islam dan hukuman gantung terhadap Sayyid Qutb yang amat ditakuti kaum Yahudi. Tahun 1977, terjadi
serangan terhadap Libanon dan perjanjian Camp David yang disponsori oleh mendiang Anwar Sadat dari Mesir.
Akhirnya, terbentuklah HAMAS sebagai bentuk organisasi dari rakyat Palestina yang ingin melepaskan wilayahnya dari
kependudukan Israel dengan garis keras (mata dibalas mata).
Jadi, pendek kata, Israel menyerang palestina untuk memperluas wilayahnya dan mendapatkan wilayah-wilayah yang
diinginkannya, termasuk Jalur Gaza. Dengan alasan rohani (mengambil kembali daerah-daerah suci mereka), mereka
menghalalkan segala cara biarpun harus membunuh orang-orang tidak bersalah.
Padahal, Yerussalem pun adalah kota suci bagi 3 agama, yakni Islam, Kristen dan Yahudi. Oleh para elite yahudi israel, kota suci
ini dijadikan bagian dari negaranya. Padahal menurut PBB kota ini adalah Kota International karena memiliki kepentingan
terhadap beberapa agama. Saat ini, bila kita ingin mengunjungi Yerusalem, sangat sulit karena dijaga ketat oleh Israel yang
merasa memilikinya.

Anda mungkin juga menyukai